13
Laporan Kasus Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif Untuk Ileus Derajat Berat Pashtoon Murtaza Kasi Neostigmin merupakan suatu obat parasimpatomimetik yang berperan sebagai inhibitor asetilkolineterase reversible. Dalam praktik klinis, obat ini digunakan pada pasien-pasien dengan pseudo-obstruksi kolon akut (acute colonic pseudo-obstruction [ACPO] atau sindrom Ogilvie, yang merupakan suatu gangguan motilitas gastrointestinal dengan ciri khas berupa dilatasi kolon yang nyata tanpa disertai obstruksi mekanis), ileus post-operatif, retensi urin, miastenia gravis, dan pada anestesi untuk melawan efek obat-obat relaksan otot non-depolarisasi. Baik pemberian secara bolus maupun per infus diketahui sama-sama efektif dan dapat melancarkan pengeluaran flatus ataupun feses serta mengurangi distensi abdomen pada pemeriksaan fisik. Rata-rata durasi kerja obat ini adalah selama 4-30 menit pada beberapa percobaan

Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif Untuk Ileus Derajat Berat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif Untuk Ileus Derajat Berat

Citation preview

Page 1: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

Laporan Kasus

Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif

Untuk Ileus Derajat Berat

Pashtoon Murtaza Kasi

Neostigmin merupakan suatu obat parasimpatomimetik yang berperan

sebagai inhibitor asetilkolineterase reversible. Dalam praktik klinis, obat ini

digunakan pada pasien-pasien dengan pseudo-obstruksi kolon akut (acute colonic

pseudo-obstruction [ACPO] atau sindrom Ogilvie, yang merupakan suatu

gangguan motilitas gastrointestinal dengan ciri khas berupa dilatasi kolon yang

nyata tanpa disertai obstruksi mekanis), ileus post-operatif, retensi urin, miastenia

gravis, dan pada anestesi untuk melawan efek obat-obat relaksan otot non-

depolarisasi. Baik pemberian secara bolus maupun per infus diketahui sama-sama

efektif dan dapat melancarkan pengeluaran flatus ataupun feses serta mengurangi

distensi abdomen pada pemeriksaan fisik. Rata-rata durasi kerja obat ini adalah

selama 4-30 menit pada beberapa percobaan klinis. Pada artikel ini, kami akan

melaporkan pengalaman kami saat menggunakan 2 mg neostigmine intravena

untuk menangani distensi abdomen dan ileus derajat berat pada pasien dengan

impaksi feses berat setelah seluruh upaya penatalaksanaan secara konservatif

lainnya tidak membuahkan hasil apapun. Efek samping dari obat ini yang paling

sering ditemukan adalah nyeri/kram pada abdomen, yang juga ditemukan pada

pasien kami. Komplikasi lainnya meliputi bradikardi yang sangat jarang

menimbulkan gejala sampai harus mendapatkan atropine. Secara keseluruhan,

neostigmine merupakan suatu strategi penatalaksanaan yang sederhana, aman, dan

Page 2: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

efektif; dan seperti yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian sebelumnya, obat

ini tampaknya kurang sering digunakan untuk pasien yang tidak memiliki

kontraindikasi mutlak terhadap obat ini.

1. Presentasi Kasus

Seorang laki-laki berusia 76 tahun yang memiliki riwayat serangan stroke

dengan gejala sisa berupa hemiplegia pada sisi kanan tubuh/afasia (terbaring di

tempat tidur), demensia vaskuler, hipertensi, dan depresi dibawa ke rumah sakit

kami dari suatu rumah perawatan (nursing home) karena mengalami perburukan

distensi abdomen dan nyeri akibat konstipasi berat sejak beberapa minggu

sebelumnya.

Dari rekam medis pasien selama dirawat di rumah perawatan tersebut,

pasien telah mengalami konstipasi selama 2-3 minggu. Selama dirawat di sana,

pasien telah mendapatkan penatalaksanaan berupa obat laksatif oral, termasuk

magnesium sitrat, docusate, senna, polyethylene glycol, dan jus buah prem yang

telah dikeringkan, serta pemberian obat enema (enema soap sud) tanpa

memberikan hasil apapun. Obat-obatan prokinetik (termasuk eritromisin dan

metoklopramid) juga telah diberikan. Injeksi methylnaltrexone (Relistor) juga

diberikan namun tidak menunjukkan hasil apapun.

Melihat kondisi distensi/nyeri abdomen pasien yang semakin memburuk,

disertai dengan konstipasi yang terus berlanjut, pasien akhirnya dirujuk ke rumah

sakit kami (pusat pelayanan kesehatan tersier) untuk pemeriksaan dan

penatalaksanaan lebih lanjut.

Page 3: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

Saat pasien masuk rumah sakit, dilakukan pemeriksaan CT scan abdomen,

dan diketahui bahwa ternyata pasien mengalami impaksi feses yang sangat berat

(Gambar 1). Berdasarkan pemeriksaan radiologis tersebut, tampak suatu impaksi

feses derajat berat di seluruh bagian kolon pasien dengan ukuran diameter

transversal rektum mencapai 19 cm. Selain itu, ditemukan juga suatu penebalan

dinding derajat ringan dan stranding perirektal, serta suatu ulkus sterkoral.

Gambar 1. Potongan koronal hasil pemeriksaan CT scan yang menunjukkan impaksi feses derajat berat. Pada potongan ini, rektum mengalami distensi hingga berukuran sekitar 16 cm.

Melalui laporan kasus ini, kami akan memaparkan pengalaman kami

menggunakan neostigmine intravena untuk menangani distensi abdomen dan ileus

yang berat tersebut setelah strategi penatalaksanaan lainnya tidak membuahkan

hasil apapun.

2. Diskusi

Neostigmin merupakan suatu obat parasimpatomimetik yang berperan

sebagai inhibitor asetilkolinesterase reversible. Obat ini pertama kali ditemukan

oleh Aeschlimann dan Reinert pada tahun 1931. Dengan mengintervensi proses

Page 4: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

pemecahan asetilkolin, secara tidak langsung neostigmine akan menstimulasi

reseptor nikotinik dan muskarinik.

Dalam praktik klinis, obat ini dapat digunakan untuk menatalaksana pasien

dengan pseudo-obstruksi kolon akut (acute colonic pseudo-obstruction atau

sindrom Ogilvie, yang merupakan suatu gangguan motilitas gastrointestinal

dengan ciri khas berupa dilatasi kolon yang nyata tanpa obstruksi mekanik), ileus

post-operatif, retensi urin, miastenia gravis, dan pada praktik anastesi untuk

melawan efek obat relaksan otot nondepolarisasi. Pseudo-obstruksi diduga terjadi

akibat adanya suatu ketidakseimbangan sistem saraf otonom, dan biasanya

ditemukan pada pasien-pasien berusia lanjut dengan berbagai penyakit

komorbiditas lainnya, dimana kondisi ini berhubungan dengan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi.

Penggunaan methylnaltrexone juga telah dilaporkan pada beberapa pasien

dengan pseudo-obstruksi kolon akut atau sindrom Ogilvie; namun efektivitasnya

tampaknya masih terbatas pada pasien yang sedang berada di bawah pengaruh

obat-obat narkotik dosis tinggi.

Beberapa penelitian klinis terkontrol menunjukkan bahwa neostigmine

inhibitor asetilkolinesterase merupakan suatu penatalaksanaan yang efektif

dengan tingkat respon awalnya mencapai 60-90%; obat-obat lainnya yang

digunakan dalam kasus ini masih dalam penelitian. Obat ini terbukti efektif baik

diberikan secara bolus maupun per infus.

Efek samping obat ini yang paling sering ditemukan adalah nyeri/kram

abdomen, yang juga ditemukan pada pasien kami. Komplikasi penggunaan

neostigmine lainnya adalah bradikardia. Dalam suatu penelitian terkontrol acak

Page 5: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada tahun 1999, dua

orang pasien mengalami bradikardia yang simptomatik, sampai harus

mendapatkan atropine. Seorang pasien dalam penelitian tersebut mengalami

sinkope saat berjalan ke kamar mandi dalam waktu 30 menit setelah pemberian

neostigmine, yang merupakan pelanggaran protokol penggunaan obat neostigmin.

Pasien sebenarnya disarankan untuk beristirahat di tempat tidur selama beberapa

jam setelah mendapatkan obat ini. Selain komplikasi-komplikasi di atas, tidak

ditemukan komplikasi lainnya.

Dari berbagai penelitian lainnya, obat ini terbukti efektif, dapat ditoleransi

dengan baik, aman, serta dapat menimbulkan perbaikan secara cepat. Namun,

walaupun jarang, terdapat juga laporan kasus henti jantung serta iskemik/perforasi

usus setelah pemberian neostigmine. Dan seperti yang dinyatakan oleh Loftus

dkk, obat ini tampaknya kurang sering digunakan sekalipun oleh pasien-pasien

yang tidak memiliki kontraindikasi mutlak untuk mengkonsumsi neostigmine.

Dalam kasus pasien kami, pada masa awal rawatannya, tidak tampak

adanya perbaikan apapun. Melihat beratnya derajat impaksi feses pasien dan

perburukan kondisi pasien, pilihan operasi dan evakuasi per endoskopik bahkan

dipertimbangkan. Namun, saat itu pasien tidak berada dalam kondisi yang cocok

sebagai kandidat operasi.

Dalam kondisi tersebut, pemberian enema tampaknya akan berguna untuk

membantu melunakkan feses; namun, karena penyakit tersebut telah berlangsung

kronis, pemberian enema tidak sepenuhnya memberikan hasil yang memuaskan.

Nyeri juga merupakan faktor yang membatasi terapi ini, mengingat adanya ulkus

sterkoral. Dalam kondisi ini, kami akhirnya menggunakan jel lidokain topikal

Page 6: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

dalam jumlah besar dan melakukan disimpaksi manual ekstensif. Setelah prosedur

tersebut, pemberian enema menjadi lebih mudah untuk dilakukan dan pasien

diberikan regimen usus yang komprehensif. Untuk terapi enema tersebut, regimen

enema soap sud diganti dengan enema gastrografin dalam dua hari pertama

rawatan; setelah itu, enema soap sud dapat diberikan mengingat adanya risiko

perforasi akibat penggunaan enema gastrografin secara berulang.

Pemeriksaan pencitraan follow-up menunjukkan adanya perbaikan impaksi

feses yang signifikan (Gambar 2); namun, distensi abdomen dan ileus masih

menetap. Pada saat itulah, setelah berdiskusi dengan para konsultan dan ahli

farmasi, neostigmine 2 mg IV diberikan secara lambat selama 3-4 menit. Dalam

30-45 detik setelah pemberian obat tersebut, pasien memperlihatkan perbaikan

secara cepat dengan evakuasi flatus dan feses secara maksimal. Selain itu, dari

pemeriksaan fisik, ditemukan distensi abdomen berkurang secara signifikan

(terdapat > 5 liter feses yang dikeluarkan dalam 45 menit pertama; dengan

konsistensi cair/kental serta padat). Setelah itu, pasien sempat merasakan

peningkatan gerakan peristaltic usus yang tidak terkontrol dalam dua jam

selanjutnya. Secara klinis, abdomen pasien, yang awalnya teraba keras dan

mengalami distensi, dalam waktu satu jam setelah pemberian neostigmine

menjadi lunak. Selain itu, nyeri/stress yang pasien alami hampir hilang secara

sempurna (Gambar 3).

Page 7: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

Gambar 2. Perbaikan impaksi feses secara signifikan namun masih disertai dengan distensi abdomen dan ileus yang persisten.

Gambar 3. Potongan transversal hasil pemeriksaan CT scan yang menunjukkan adanya perbaikan impaksi dan ileus secara signifikan.

Tidak ditemukan adanya komplikasi apapun. Denyut jantung pasien

dipantau selama dan setelah pemberian obat. Denyut jantung pasien berkisar

antara 90-100 kali per menit pada saat pemberian neostigmine dan dalam waktu 5

Page 8: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

detik kemudian menurun hingga 60 kali per menit; dan segera setelah pasien

mulai mengalami kram abdomen serta peningkatan gerakan peristaltik usus,

denyut jantungnya meningkat kembali menjadi 90 kali per menit. Atropin telah

tersedia di samping tempat tidur pasien, sebagai persiapan jika sewaktu-waktu

dibutuhkan. Selain itu, juga disiapkan peralatan untuk mengantisipasi aspirasi.

Berdasarkan hasil klinis dan berkurangnya stress yang pasien alami secara

signifikan, sebagaimana yang terlihat pada kasus pasien kami tanpa adanya

komplikasi yang berarti, kami sangat menganjurkan penggunaan neostigmine

pada pasien dengan kasus yang sama serta pada pasien dengan distensi

abdomen/ileus derajat berat lainnya, dimana strategi konservatif lainnya yang

telah dilakukan tidak membuahkan hasil apapun. Namun, hal yang sangat penting

untuk diperhatikan adalah perlunya dilakukan pemeriksaan rectal touché inisial

dan disimpaksi manual dengan menggunakan enema dan hidrasi secara ekstensif

untuk membantu melunakkan feses. Jika tidak demikian, penggunaan neostigmine

secara langsung untuk menginduksi gerakan peristaltik usus (saat impaksi rektum

belum diatasi) berpotensi dapat menyebabkan nyeri dan stress yang lebih berat

bagi pasien serta menyebabkan perforasi. Elektrolit pasien harus dipantau secara

berkala mengingat pasien mengalami kehilangan elektrolit secara massif setelah

pemberian terapi neostigmine tersebut.

3. Kesimpulan

(i) Neostigmin merupakan suatu terapi yang sederhana, aman, dan efektif

bagi pasien-pasien dengan distensi abdomen yang berat akibat impaksi

feses/ileus.

Page 9: Penggunaan Neostigmin Intravena sebagai Terapi Paliatif  Untuk Ileus Derajat Berat

(ii) Hal yang penting dalam penatalaksanaan pasien dengan impaksi berat

adalah perlunya dilakukan pemeriksaan rectal touché inisial dan

disimpaksi manual dengan menggunakan enema dan hidrasi secara

ekstensif untuk membantu melunakkan feses. Jika hal ini tidak dilakukan,

maka penggunaan neostigmine secara langsung untuk menginduksi

gerakan peristaltik (saat impaksi rektum belum diatasi) berpotensi dapat

menyebabkan nyeri dan stress yang lebih berat bagi pasien dan juga dapat

menyebabkan perforasi.

(iii) Elektrolit harus dipantau secara berkala mengingat pasien mengalami

kehilangan elektrolit tubuh secara massif setelah pemberian neostigmine.