136
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro,2006). Oleh karena itu, pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Pembangunan nasional di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pembangunan daerah karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari provinsiprovinsi dan kabupaten/kota serta daerah yang lebih kecil yaitu kecamatan dan desa. Pembangunan daerah itu sendiri merupakan bagian integral dan sebagai penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan di daerah. Pembangunan daerah mencakup semua kegiatan pembangunan daerah dan sektoral yang berlangsung di daerah yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat (Nugroho dan Rochim Danuri, 2004).

pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup

berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan

ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan

(Todaro,2006). Oleh karena itu, pada hakekatnya, pembangunan itu harus

mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial

secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan

keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya,

untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara

material maupun spiritual.

Pembangunan nasional di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari

pembangunan daerah karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri

dari provinsi– provinsi dan kabupaten/kota serta daerah yang lebih kecil yaitu

kecamatan dan desa. Pembangunan daerah itu sendiri merupakan bagian integral

dan sebagai penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian

sasaran pembangunan di daerah. Pembangunan daerah mencakup semua kegiatan

pembangunan daerah dan sektoral yang berlangsung di daerah yang dilakukan

oleh pemerintah dan masyarakat (Nugroho dan Rochim Danuri, 2004).

Page 2: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

2

Suatu daerah untuk dapat melaksanakan suatu pembangunan dan

mengurus rumah tangganya sendiri harus mempunyai sumber-sumber keuangan

sendiri yang cukup. Hal ini untuk menghindari ketergantungan yang semakin

besar bagi daerah pada pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya. Menurut

Suhartanto dan Kusdibyo (2005), kesiapan pemerintah daerah dan instansi-

instansinya tidak terbatas pada kesiapan pengelolaan sumber alam, namun juga

berupa kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan bisnis yang

ada di wilayahnya sehingga mampu menarik investasi ke daerahnya. Keberhasilan

pemerintah daerah membuat dan melaksanakan kebijakan yang mendorong

kegiatan bisnis di wilayahnya, akan membawa banyak keuntungan bagi

pemerintah daerah maupun masyarakat di daerah tersebut. Bagi pemerintah

daerah, kegiatan tersebut merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari

pajak. Sedangkan bagi masyarakat umum, keberhasilan menarik investasi tersebut

akan menyerap lapangan kerja dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Beberapa indikator tingkat kesejahteraan telah dikembangkan sebagai

dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah.

Pada awalnya, studi tentang kesenjangan kesejahteraan antar daerah umumnya

menggunakan output ekonomi rata-rata per kapita sebagai proksi terhadap tingkat

kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Kritik terhadap penggunaan

indikator tersebut adalah berkaitan dengan isu mengenai ketidaktentuan atau

ketidakpastian hubungan antara output ekonomi suatu wilayah dengan tingkat

kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut. Suatu wilayah mempunyai output

Page 3: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

3

ekonomi tinggi, namun tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah itu mungkin

saja rendah.

Setiap daerah dalam melaksanakan pembangunannya mengharapkan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan, sehingga akan

meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. Berhasil tidaknya

pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan

masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi akibat adanya

pendapatan yang meningkat. Pada kenyataannya dilapangan tidak pernah tercapai

pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat yang disebabkan masalah-masalah

internal seperti adanya ketimpangan pendapatan antar manusia, kesenjangan antar

daerah dan kesenjangan ekonomi. Sedangkan masalah eksternal misalnya

persaingan antar wilayah, baik antar wilayah regional maupun nasional.

Simon Kuznets (1955) mengemukakan bahwa pada tahap-tahap

pertumbuhan awal, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung

memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Beberapa

ulasan mengkaitkan memburuknya distribusi pendapatan pada tahap awal

pembangunan dengan kondisi-kondisi dasar perubahan yang bersifat struktural.

Tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern. Pada tahap

ini, lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktifitas terhitung tinggi.

Ketimpangan distribusi pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor

pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan cepat sebelum pada

akhirnya menyempit kembali.

Page 4: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

4

Arsyad (1999) juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan

dengan perpaduan efek dari produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar.

Keberhasilan pembangunan ekonomi itu sering ditafsirkan sebagai pertambahan

pendapatan nasional atau produk bagi suatu bangsa, tanpa mempersoalkan siapa

yang akan menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut. Di negara-negara

berkembang model yang dipergunakan untuk mengukur pertumbuhan

ekonominya adalah kenaikan GNP perkapita sehingga mengakibatkan laju

pertumbuhan material yang meningkat, namun bersamaan dengan itu muncul

persoalan baru yaitu masalah pemerataan hasil pembangunan. Tingginya tingkat

penghasilan perkapita yang dicapai tidak menjamin pemerataan hasil

pembangunan, justru dengan hasil laju pertumbuhan yang tinggi itu diikuti pula

ketimpangan pendapatan yang semakin melebar, disamping terjadinya urbanisasi

yang tidak dapat dibendung, sebagai akibat dari menumpuknya industrialisasi di

daerah perkotaan (Ardani, 1996 dalam Suyana Utama, 2009).

Secara makro pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali telah

mengalami kemajuan yang cukup berarti setelah dihadapkan beberapa kejadian

yang mengguncang industri pariwisata sebagai sektor andalan di Provinsi Bali.

Pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari perkembangan PDRB per kapita

seperti peran bersama pemerintah, masyarakat dan pelaku ekonomi dalam

memulihkan citra Bali di dunia internasional khususnya sektor pariwisata sebagai

penyokong terbesar perekonomian. Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di

Provinsi Bali atas dasar harga konstan Tahun 2005-2013 dapat dilihat dalam

Gambar 1.1

Page 5: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

5

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (data diolah)

Gambar 1.1

Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2005 – 2013 ( Persen)

Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat bahwa tren dimasing-masing

kabupaten/kota, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kota Denpasar,

sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Kabupaten Bangli. Hal ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali

tumbuh positif, namun laju pertumbuhan ekonomi cenderung berbeda dan relatif

tidak merata. Ketidakmerataan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh sumber

daya yang dimiliki seperti alam, manusia, modal dan teknologi, baik kualitas

maupun kuantitasnya.

Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakmerataan pertumbuhan

ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali karena potensi dan pengembangan

sektor pariwisata lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Bali selatan, yaitu Kota

Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan.

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

Th 2005

Th 2013

Page 6: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

6

Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi ini karena potensi fiskal pemerintah daerah

yang satu dengan lainnya masih sangat beragam yang dimana kesiapan fiskal

masing-masing daerah yang berbeda-beda dalam melaksanakan otonomi daerah.

Dengan demikian keuangan digunakan sebagai instrumen dan menduduki posisi

sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun

keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat

disebabkan karena perbedaan pembangunan ekonomi, dimana pembangunan

ekonomi di suatu daerah dan pada waktu tertentu akan berbeda dengan

pembangunan tempat yang lain dan dalam waktu yang lain. Perbedaan ini

dikarenakan adanya perbedaan ketersediaan sumber daya yang dimiliki dan

beragamnya karateristik wilayah berdasarkan kenyataan empiris dari berbagai

regional yaitu bahwa kesenjangan pembangunan adalah inherent dengan proses

pembangunan itu sendiri. Ketimpangan pendapatan antar penduduk

kabupaten/kota di Provinsi Bali Tahun 2005 dan Tahun 2013 mengalami

peningkatan, seperti yang disajikan pada Gambar 1.2

Berdasarkan Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan

ketimpangan pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali selama

tahun 2005–2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, ketimpangan

pendapatan tetinggi terjadi di Kota Denpasar, dan terendah terjadi di Kabupaten

Karangasem, tetapi distribusi pendapatan belum dilakukan secara merata akibat

meningkatnya jumlah penduduk di Kota Denpasar, baik berasal dari penduduk

Page 7: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

7

lokal maupun sebagai akibat dari migrasi tenaga kerja, sehingga ketimpangan

distribusi pendapatan kabupaten/kota tetap terjadi dan mengalami peningkatan.

Sumber :BPS Provinsi Bali, 2014.

Gambar 1.2

Ketimpangan Pendapatan Masyarakat (Gini Ratio) Kabupaten/Kota di

Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen)

Pengeluaran pemerintah sendiri merupakan alat intervensi pemerintah

terhadap perekonomian yang dianggap paling efektif. Selama ini, tingkat

efektifitas pengeluaran pemerintah dapat diukur melalui seberapa besar

pertumbuhan ekonomi dicapai. Dalam perkembangannya alat indikator ini tidak

saja berdasar pertumbuhan ekonomi tetapi juga melibatkan seberapa tinggi tingkat

pengangguran serta tingkat kemiskinan. Walau demikian, pertumbuhan ekonomi

merupakan alat indikator utama sebelum indikator lainnya. Ini menjelaskan

mengapa pemerintah sering hanya menekankan tercapainya tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi tetapi mengabaikan indikator pembangunan lainnya, terlebih

0.261 0.233

0.297

0.256 0.276

0.233 0.25

0.275 0.262

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

Tahun 2005

Tahun 2013

Page 8: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

8

fakta yang terjadi di masyarakat. Seringkali, tingginya pertumbuhan ekonomi

tidak menjangkau kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (Kembar Sri

Budhi, 2010).

Distribusi alokasi pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali

terjadi ketimpangan. Perbedaan ini disebabkan alokasi belanja pemerintah yang

dikeluarkan melalui belanja publik kurang menyentuh masyarakat. Idealnya,

distribusi dana ke dalam pos-pos anggaran harus dapat memenuhi kebutuhan

publik terhadap sarana dan prasarana umum. Pengalokasian pengeluaran

pemerintah untuk Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se Bali sangat berfluktuasi

untuk setiap tahunnya dan cenderung meningkat namun Pendapatan Asli Daerah

yang berbeda menjadi sebab kurang optimalnya pengeluaran belanja publik untuk

program-program pemerintah melalui Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh

besarnya pengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya

investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sjafii,

2009). Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan

pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat

membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan

berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.

Pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara

pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan swasta domestik

maupun asing. Investasi pemerintah dilakukan dan dibiayai melalui Anggaran

Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD), sedangkan investasi yang

Page 9: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

9

dilakukan oleh sektor swasta dilakukan melalui Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).

Perkembangan investasi di Bali dapat dilihat melalui investasi fisik

(pembentukan modal tetap domestik bruto). Investasi fisik sangat dominan di

beberapa daerah maju seperti Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar.

Besarnya investasi fisik di daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata

yang memang menjadi tulang punggung perekonomian di daerah tersebut.

Keengganan investor berinvestasi di sektor lain seperti pertanian, membuat

kabupaten lain sulit menyaingi ketiga daerah ini dalam menarik investasi.

Ketersediaan infrastruktur yang relatif lebih baik di daerah ini juga menjadi

pendorong investasi yang cukup signifikan. Ini menunjukkan bahwa upaya yang

dilakukan pemerintah baik itu pemerintah provinsi maupun pusat untuk

mengarahkan investasi secara lebih merata nampaknya belum menunjukkan hasil.

Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut maka kesenjangan pendapatan regional yang

sudah ada akan menjadi makin lebar di Provinsi Bali.

Dampak setelah krisis ekonomi di Indonesia bahwa ekonomi domestik

masih menjadi kekuatan pertumbuhan ekonomi sehingga mampu

mempertahankan perekonomian khususnya di Bali, ditunjukkan dengan

perkembangan realisasi PMDN yang semakin meningkat. Perkembangan

selanjutnya investasi regional diharapkan akan lebih banyak dipenuhi dari sektor

swasta, dengan sektor pemerintah bertindak sebagai penyedia infrastruktur (sarana

dan prasarana) bagi tumbuhnya investasi swasta tersebut. Kemampuan pemerintah

dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas, semakin maju perekonomian

Page 10: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

10

suatu negara, maka semakin kecil proporsi anggaran pemerintah dalam

pembangunan ekonomi.

Adhisasmita (2005) menjelaskan bahwa investasi merupakan sarana bagi

proses kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke

bawah di daerah yang bernasib tidak baik. Di daerah perkotaan yang sedang

mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan

permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di

daerah-daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan

terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya

penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Perbedaan

perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi di daerah-daerah yang

mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya

ketidakmerataan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa ketimpangan

pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali masih berlanjut. Kebijakan distribusi

pengeluaran pemerintah yang tepat sasaran dan ketepatan arah investasi ke

daerah-daerah yang dapat menciptakan kesempatan kerja mungkin akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi apabila distribusi belum dapat

dilakukan secara merata maka ketimpangan pendapatan kabupaten/kota tetap

akan terjadi dan cenderung meningkat dan tidak lagi memberi ruang untuk

masyarakat terutama berpenghasilan rendah ikut ambil bagian dalam proses

pembangunan. Dengan demikian analisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan

Page 11: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

11

investasi terhadap kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan

pendapatan penting dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut.

1) Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali?

2) Bagaimanakah pengaruh investasi dan kesempatan keja terhadap

pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?

3) Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja

dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/kota

di Provinsi Bali?

4) Adakah pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah dan investasi

terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan

pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari studi ini adalah :

1) Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi

terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.

2) Untuk menganalisis pengaruh investasi dan ksempatan kerja terhadap

pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Page 12: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

12

3) Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi,

kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan

pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali.

4) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah dan

investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan

pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan akan

memberikan manfaat berikut:

1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian atau

bahan penelitian lebih lanjut serta menambah informasi yang berkaitan

dengan pengembangan pengetahuan tentang pembangunan daerah

2) Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam merumuskan kebijakan bagi pihak eksekutif dan legislatif di Bali

yang berkaitan dengan pemerataan distribusi pendapatan.

Page 13: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep, Definisi, dan Teori yang Digunakan

2.1.1 Pengertian Pengeluaran Pemerintah

Dalam melaksanakan fungsi pemerintah tersebut, maka pemerintah

melakukan melalui pengeluarannya. Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi

barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan

pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan

pembangunan (Sukirno, 2002). Secara lebih rinci pengeluaran pemerintah

digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah, membiayai sistem

pendidikan dan kesehatan masyarakat, membiayai perbelanjaan untuk angkatan

bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur dalam proses

pembangunan.

Pengeluaran pemerintah sangat penting secara keseluruhan dalam

kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Proporsi dari pengeluaran

pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan

nasional. Secara normatif belanja pembangunan atau belanja publik diusahakan

lebih besar proporsinya dibandingkan dengan belanja aparatur atau belanja rutin.

Karena dengan lebih besarnya belanja publik akan dapat meningkatkan

kesejahteraan masayarakat.

Pengeluaran Pemerintah merupakan komponen relatif paling kecil

dibanding pengeluaran yang lain, namun efek yang ditimbulkan cukup besar, baik

sebagai fungsi alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Pengeluaran pemerintah

Page 14: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

14

bersifat otonom, karena penetuan anggaran pemerintah lebih pada : a. Pajak yang

diharapkan akan diterima; b. Pertimbangan politik; dan c. Permasalahan yang

dihadapi (Samuelson & Nordhaus, 2001).

Perdebatan peran pemerintah dalam perekonomian merupakan proses yang

sangat panjang. Pada masa merkatilis, peran pemerintah terlalu besar dalam

perekonomian. Kontrol pemerintah terhadap perdagangan sangat kuat sehingga

menekan hak masyarakat untuk berusaha (Deller, 2002).

2.1.2 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Kapasitas keuangan daerah ditunjukkan dalam bentuk Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut UU No.32 dan 33 tahun 2004

APBD adalah rencana keuangan tahunan. Pemerintah daerah yang dibahas dan

disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD), dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD memuat rincian semua

penerimaan daerah di satu sisi dan semua pengeluaran daerah di sisi yang lain.

Pada sisi penerimaan, APBD terdiri dari sisa lebih anggaran tahun lalu, PAD, bagi

hasil pajak, dana perimbangan dari pemerintah pusat baik berupa dana alokasi

umum (DAU) dan juga dana alokasi khusus (DAK), bantuan dari provinsi atau

kabupaten lainnya, serta penerimaan lainnya yang syah menurut undang-undang.

Disisi pengeluaran APBD terdiri dari belanja aparatur dan belanja publik.

Sebelum tahun 2003 APBD dari sisi pengeluaran terdiri dari belanja rutin dan

belanja pembangunan, (Suyana Utama 2009).

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) memiliki fungsi diantaranya :

Page 15: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

15

a) Fungsi Otorisasi, anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan

pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

b) Fungsi perencanaan, anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen

dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

c) Fungsi Pengawasan, anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah

kegiatan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

d) Fungsi Alokasi, anggaran daerah dapat mengurangi penggangguran dan

pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas

perekonomian.

e) Fungsi Distribusi, kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa

keadilan dan kepatuhan.

2.1.3 Investasi

Investasi adalah setiap wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan

untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan hasil yang positif

(Elyani, 2010). Adhisasmita (2005), mengemukakan bahwa investasi atau

perpindahan modal (swasta maupun pemerintah) merupakan sarana bagi proses

kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke bawah

di daerah yang bernasib tidak baik. Di daerah perkotaan yang sedang mengalami

perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan

permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di

daerah-daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan

terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya

penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Perbedaan

Page 16: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

16

perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi di daerah-daerah yang

mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya

ketidakmerataan.

Todaro dalam Lubis (2008) mengatakan bahwa sumber daya yang akan

digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan

datang disebut investasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1996), investasi

merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi

ini dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses produksi.

Dengan demikian investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan

penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal

dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan

memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian, sehingga

investasi disebut juga dengan penanaman modal. (Sukirno, 2010)

Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi saat ini untuk

memperbesar konsumsi di masa datang. Selain itu investasi mendorong terjadinya

akumulasi modal. Penambahan stok bangunan gedung dan peralatan penting

lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang

pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.

Investasi ini memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan

laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999). Lebih

lanjut, Jhingan (1999) menyebutkan salah satu efek kegiatan investasi pada sisi

permintaan agregat yang mempengaruhi pendapatan bila investasi meningkat,

Page 17: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

17

maka pengeluaran agregat akan meningkat, yang kemudian meningkatkan

pendapatan daerah melalui proses multiplier.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan investasi dari

waktu ke waktu, ada tiga macam cara (berdasarkan tiga gugus data) yang bisa

dilakukan (Dumairy,1996). Pertama, dengan menyoroti kontribusi pembentukan

modal domestik bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni dengan melihat

sumbangan atau perkembangan variabel investasi dalam persamaan pendapatan

nasional, Y=C+I+G+X-M. Data investasi merupakan data keseluruhan investasi

domestik bruto, meliputi baik investasi oleh swasta (PMDN dan PMA) maupun

oleh pemerintah. Kedua, ialah dengan mengamati data PMDN dan PMA, dimana

dengan cara ini berarti hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha

swasta saja. Ketiga, adalah dengan menelaah perkembangan dana investasi yang

disalurkan oleh dunia perbankan. Cakupan data dengan cara ini relatif lebih

terbatas, karena belum memperhitungkan modal sendiri yang ditanam oleh

investor.

Pembentukan modal tetap bruto mencakup pengadaan, pembuatan atau

pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun

bekas dari luar negeri.Barang modal yang dibeli atau dibuat sendiri adalah barang

tahan lama yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya berusia pakai satu

tahun lebih. Pembentukan modal tetap domestik bruto dibedakan atas:

a. Pembentukan modal tetap berupa bangunan/konstruksi; nilainya dihitung

dengan menjumlahkan nilai seluruh keluaran (output) sektor konstruksi yaitu

nilai bahan bangunan/konstruksi ditambah ongkos angkut dan marjin

perdagangan serta biaya lain berupa jasa serta biaya primer. Nilai keluaran

Page 18: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

18

sektor bangunan yang berasal dari perbaikan-perbaikan ringan/kecil tidak

dihitung sebagai pembentukan modal.

b. Pembentukan modal tetap berupa mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan

baik yang berasal dari impor maupun hasil produksi dalam negeri yang

nilainya dihitung dengan menjumlahkan nilai mesin/alat yang bersangkutan

ditambah ongkos angkut dan marjin perdagangan serta biaya-biaya lainnya.

2.1.4 Teori Konsep Tenaga Kerja

Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat

perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja

sudah terisi atau ada yang belum terisi. Kesempatan kerja yang selama ini

dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik melalui sensus penduduk

maupun survai penduduk baik kesempatan kerja yang dirinci menurut lapangan

usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja adalah menyangkut

kesempatan kerja yang telah terisi. Jadi menyangkut mereka yang telah bekerja

dan ini juga dapat disebut pekerja (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014)

Istilah employment dalam bahasa Inggris berasal dari kata kerja to employ

yang berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan

atau sumber penghidupan. Jadi employment berarti keadaan orang yang sedang

mempunyai pekerjaan. Penggunaan istilah employment sehari-hari biasa

dinyatakan dengan jumlah orang dan yang dimaksudkan ialah sejumlah orang

yang ada dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian ini mempunyai

dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja dan orang yang dipekerjakan

atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pengertian employment dalam

Page 19: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

19

bahasa Inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki

(Soeroto,1983).

Pengangguran dalam suatu negara adalah perbedaan diantara angkatan

kerja dengan penggunaan tenaga kerja yang sebenarnya.Yang dimaksud dengan

angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu

perekonomian pada suatu tertentu. Untuk menentukan angkatan kerja diperlukan

dua informasi yaitu (1) jumlah penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun dan

belum ingin bekerja (contoh adalah pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga dan

pengangguran sukarela), dan (2) jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang

masuk pasar kerja (yang sudah ingin bekerja) jumlah penduduk dalam golongan

(2) dinamakan angkatan kerja dan penduduk golongan (1) dinamakan bukan

angkatan kerja. Dengan demikian angkatan kerja dalam suatu periode tertentu

dapat dihitung dengan mengurangi jumlah penduduk usia kerja dengan jumlah

bukan angkatan kerja. Perbandingan diantara angkatan kerja dengan penduduk

usia kerja yang dinyatakan dalam persen dinamakan tingkat partisipasi angkatan

kerja

Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1969, tenaga kerja adalah tiap

orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar

hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat (pasal1). Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi

tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja, dengan alat

produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga

fisik maupun pikiran.

Page 20: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

20

Menurut Simanjuntak (1990), tenaga kerja (man power) mengandung dua

pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa

yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja

mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seorang dalam waktu tertentu

untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang

mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja

berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu

kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan

angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dibedakan dalam

tiga golongan seperti berikut.

1) Penganggur (open unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak

bekerja dan berusaha mencari pekerjaan.

2) Setengah pengangguran (underemployment), yaitu mereka yang kurang

dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas

kerja dan pendapatan.

3) Bekerja penuh, yaitu keadaan dimana bekerja sesuai dengan jam kerja yaitu

35 jam seminggu dan pendapatannya, produktivitas kerja tinggi.

Menurut Manning, (1990) dalam Marhaeni dan Manuati, (2004),

permintaan terhadap tenaga kerja selain dapat dilihat secara mikro yaitu dari segi

perusahan juga dapat dilihat secara makro baik secara sektoral, jenis jabatan, dan

status hubungan kerja. Permintaan tenaga kerja secara makro juga sering dikenal

Page 21: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

21

dengan istilah kesempatan kerja atau jumlah orang yang bekerja. Konsep bekerja

atau kesempatan kerja mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Suatu

negara dianggap baru mulai mendekati titik balik atau turning point dalam

pembangunan apabila jumlah tenaga kerja disektor pertanian mulai turun secara

absolut serta kecepatan pertumbuhan sektor manufaktur yang dianggap berkaitan

erat dengan peningkatan produktivitas pekerja.

2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan

dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan

dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2004). Dalam kegiatan perekonomian

yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi

barang dan jasa yang berlaku disuatu negara, seperti pertambahan dan jumlah

produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah

sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang

modal.

Todaro (2000) mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi

mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi.

Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara

perlahan-lahan aktivitas pertanian ke arah sektor non pertanian dan sektor industri

ke sektor jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang maka proses pertumbuhan

ekonominya akan tercermin dari pergeseran sektor ekonomi tradisional yaitu

sektor pertanian akan mengalami penurunan disatu sisi dan peningkatan peran

sektor non pertanian disisi lain.

Page 22: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

22

2.1.6 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang

sudah lama dibahas oleh ahli – ahli ekonomi. Dalam zaman ahli – ahli ekonomi

klasik lebih banyak lagi pendapat telah dikemukakan. Buku Adam Smith yang

terkenal, yaitu An Inquity into the Nature and Causes of the Wealth Nations atau

The Wealth of Nations, pada hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebab-

sebab dari berlakunya pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang menentukan

pertumbuhan itu (Sukirno,2004).

Menurut Simon Kuznets (1955), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak

jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki tiga

komponen utama yaitu.: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari

meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju

merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat

pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada

penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan

adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang

dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

2.1.7 Distribusi Pendapatan

1) Pengertian Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per

faktor produksi (functional or factor share distribution of income) adalah satu

ukuran yang berfokus pada bagian dari pendapatan nasional atau total yang

Page 23: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

23

diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal),

Nehen (2010). Pada umumnya para ekonom membedakan dua ukuran pokok

distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan

kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah :

a. Distribusi pendapatan ukuran.

Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh

setiap individu atau rumah tangga. Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan

pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni : a) Ratio Kuznets, b)

Kurva Lorenz, dan c) Koefisien Gini.

a) Ratio Kuznets

Ratio ini dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok

ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat

kaya di satu negara.

b) Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase

penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-

benar mereka terima selama satu tahun misalnya.

c) Koefisien Gini

Perangkat yang terakhir dan sangat mudah digunakan untuk mengukur

derajat di satu negara adalah ratio konsentrasi gini.Koefisien gini adalah

ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol

(pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).

b. Distribusi Fungsional

Page 24: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

24

Distribusi pendapatan fungsional berfokus pada bagian dari pendapatan

nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah,

tenaga kerja, dan modal).

Dari segi penyebabnya, ketimpangan distribusi pendapatan di negara yang

sedang berkembang disebabkan oleh a) pertumbuhan penduduk yang tinggi

mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita, b) ketidakmerataan

pembangunan antar daerah, c) inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi

tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, d)

investasi. Sedangkan pendapatan nasional analog dengan produksi nasional,

sehingga walau kurang tepat benar, suatu kenaikan pendapatan nasional dapat

dipergunakan sebagai ukuran kemajuan ekonomi (Kunarjo, 1996).

Gambar 2.1

Kurva Kuznets Berbentuk “U Terbalik”

Koef

isie

n G

ini

0,75

0,50

0,35

0,25

0 PNB per kapita

Sumber: Todaro (2000)

Hubungan antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan distribusi

pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dikemukakan oleh Kuznets yang

dikenal dengan konsep kurva Kuznets “U-terbalik” (Todaro,2000). Gambar 2.1

Page 25: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

25

merupakan dari observasi Kuznets mengenai pola-pola historis distribusi

pendapatan pada negara-negara maju yang menunjukkan bahwa pada tahap awal

pembangunan, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-

tahap berikutnya cenderung membaik. Kondisi tersebut antara lain disebabkan

oleh terjadinya perubahan struktural. Tahapan pertumbuhan awal terpusat pada

sektor industri modern, yang mana sektor lapangan kerja terbatas, namun tingkat

produktivitas tinggi. Ketimpangan antara sektor modern dengan sektor pertanian

tradisional pada awalnya melebar dengan cepat, yang pada akhirnya menyempit

kembali.

Ketimpangan pada saat sektor modern yang tengah mengalami

pertumbuhan pesat itu jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor tradisional

yang relatif stagnan dan konstan. Selain itu, kebijakan transfer pendapatan dan

pengeluaran pemerintah yang tidak dilaksanakan karena rendahnya penerimaan

pemerintah, menyebabkan distribusi pendapatan cenderung lebih timpang.

Untuk mengetahui distribusi pendapatan dapat digunakan berbagai cara

tetapi umumnya digunakan “Gini Ratio”. Gini Ratio adalah ratio dari suatu ukuran

kemerataan, dimana ratio ini digunakan untuk mengukur ketimpangan suatu nilai

sesuai dengan distribusi frekuensinya, dan sering dipakai untuk mengukur

ketimpangan pendapatan rakyat suatu negara atau daerah. Data yang diperlukan

dalam penghitungan Gini Ratio adalah jumlah rumah tangga atau penduduk dan

rata–rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah dikelompokkan

menurut kelasnya.

Page 26: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

26

D

Kurva Lorenz

B C

Persentase penduduk

Sumber : Todaro (2000)

Gambar 2.2

Kurva Lorenz

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang

relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung

rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan

luas separuh bidang dimana kurva Lorenz itu berada. Pada gambar 2.2, rasio yang

dimaksud adalah perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio ini

dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali

disingkat dengan istilah koefisien gini ( Gini koefisien).

Bank Dunia membagi tiga tingkat ketimpangan yang diukur dengan

besarnya pendapatan yang diperoleh oleh 40 persen penduduk dalam kelompok

rendah (Susanti, dalam Suyana Utama, 2009).

a) Tingkat ketimpangan tinggi, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok

rendah menerima lebih kecil dari 12 persen jumlah pendapatan.

Per

sen

tase

Pen

dap

atan

A

Garis pemerataan

Koefisien Gini =

BCD bidang luas Total

diarsir yangA Bidang

Page 27: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

27

b) Tingkat ketimpangan sedang, apabila 40 persen penduduk dalam

kelompok rendah menerima antara 12–17 persen jumlah pendapatan.

c) Tingkat ketimpangan ringan, apabila 40 persen penduduk dalam kelompok

rendah menerima lebih dari 17 persen jumlah pendapatan.

2) Konsep Distribusi Pendapatan

Konsep Kuznets diperkenalkan oleh Simon Smith Kuznets pada tahun

1955. Teori yang kontroversial ini mengantarkannya meraih hadiah Nobel pada

tahun 1971. Ia menjelaskan bahwa ketimpangan ekonomi akan membesar saat

suatu negara mengalami pertumbuhan, sebelum akhirnya menurun setelah

kemakmuran tercapai. Dalam kondisi tertentu, ketimpangan tersebut “diperlukan”

untuk mewujudkan pertumbuhan.

Aspek distribusi pendapatan dibahas dengan penekanan pada masalah

pembagian hasil produksi antara pemilik modal dan pemilik tanah. Lewis (1954)

membahas aspek ketidakmerataan (inequality) lebih mendalam. Dengan

menggunakan konsep-konsep mahzab klasik dan teori Malthus, Lewis

mengembangkan model dua sektor dengan mengasumsikan tenaga kerja tersedia

dengan jumlah berlebih dan pada tingkat upah subsisten yang tetap. Teori ini

menyatakan bahwa ketidakmerataan pendapatan akan muncul pada awalnya dan

akan menghilang setelah dicapai hasil pembangunan.

Ada dua alasan meningkatnya ketidakmerataan pendapatan pada awal

pertumbuhan. Pertama, kontribusi pemilik kapital meningkat pada saat peran

sektor modern meningkat sehingga meningkatkan ketimpangan pendapatan antara

pemilik modal dan buruh. Kedua, ketimpangan pendapatan distribusi buruh

Page 28: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

28

sendiri juga meningkat dengan bertambahnya tenaga kerja (namun masih dalam

jumlah yang masih sedikit) yang pindah dari tingkat upah sektor subsisten ke

tingkat upah sektor modern yang lebih tinggi.

Namun, ketidakmerataan tersebut berubah manakala seluruh surplus

tenaga kerja diserap oleh sektor modern yang menyebabkan tenaga kerja berubah

menjadi faktor produksi yang langka. Tingkat upah kemudian meningkat yang

pada akhirnya akan menurunkan tingkat ketidakmerataan sekaligus mengurangi

tingkat kemiskinan. Setiap orang akan memperoleh manfaat apabila mereka

menunggu proses pembangunan tersebut berlangsung sampai selesai. Peningkatan

sementara dalam ketidakmerataan pendapatan hanya merupakan biaya untuk

memperoleh manfaat proses pembangunan tersebut. Tanpa adanya campur tangan

pemerintah pemerataan akan terjadi dengan sendirinya pada saat negara telah

mencapai tingkat pembangunan dan pendapatan per kapita yang tinggi.

Konsep yang kedua, mahzab strukturalis yang memandang pembangunan

ekonomi sebagai transisi yang ditandai oleh suatu transformasi yang mengandung

perubahan mendasar pada ekonomi yang disebut sebagai perubahan struktural.

Perubahan struktural tersebut merupakan masa ketidakseimbangan yang dapat

menyebabkan kesenjangan penyesuaian yang panjang (Djojohadikusumo, 1988

dalam Susilowati, 2008). Aliran strukturalis skeptis terhadap efektifitas

mekanisme kekuatan harga dan meyakini bahwa perencanaan dan kontrol

pemerintah dapat menanggulangi kegagalan pasar. Oleh karena itu, pembangunan

ekonomi negara-negara kurang maju tidak dapat diserahkan kepada mekanisme

kekuatan pasar, tetapi pemerintah harus mengambil peranan aktif dengan

Page 29: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

29

menjalankan kebijakan untuk menanggulangi ketimpangan yang melekat pada

keadaan ketidakseimbangan tersebut agar sistem pasar dan perkembangan harga

dapat berjalan secara memadai

Berbeda dengan aliran klasik yang percaya bahwa pemerataan pendapatan

akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya pendapatan per kapita,

aliran strukturalis menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan dan

pemerataan harus dilakukan melalui intervensi pemerintah. Dalam hal ini terdapat

dua pendekatan ekstrim dalam mencapai pertumbuhan dan pemerataan, yaitu

aliran ekstrim (radikal) kanan atau aliran yang menganut faham kapitalis yang

memfokuskan pada pertumbuhan (“grow first, then redistribute”) dan aliran

ekstrim kiri atau aliran yang menganut faham sosialis, yang memfokuskan pada

masalah pemerataan (“redistribute first, thengrow”). Sebagai alternatif dari dua

aliran ekstrim tersebut, terdapat satu strategi yang beraliran moderat untuk

mencapai pertumbuhan dan pemerataan secara bersama, yaitu redistribusi dengan

pertumbuhan (“redistribution with growth/RWG”) yang dikembangkan oleh Bank

Dunia.

Sasaran pembangunan ekonomi bagi aliran ekstrim kanan bukan mengarah

pada pemerataan yang lebih besar melalui mekanisme trickle-down, tetapi melalui

pemusatan pendapatan pada masyarakat yang telah kaya. Produksi diatur secara

efisien, kemudian baru diredistribusi untuk memperoleh distribusi pendapatan

yang diinginkan melalui transfer atau pajak yang diyakini tidak akan mendistorsi

ekonomi.

Page 30: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

30

Sebaliknya aliran ekstrim kiri memiliki kebijakan “redistribute first, then

grow”. Pemerintah mengambil alih pemilikan modal dan pemilikan tanah dengan

membagikan aset mereka ke produsen skala kecil, yang seringkali melalui sistem

pemilikan bersama. Kebijakan tersebut membawa dua dampak terhadap distribusi

pendapatan. Pertama, dampak secara langsung, yaitu tingkat kemerataan

pendapatan akan segera meningkat secara nyata. Kedua adalah dampak dalam

jangka panjang. Apabila usaha-usaha berskala lebih kecil dan melalui pemilikan

bersama tersebut dapat menghasilkan keuntungan besar dan dikelola secara efisien

dan produktif, maka efek redistribusi tersebut akan meningkat. Namun apabila

tidak dikelola secara tidak produktif, pemilik awal akan kehilangan aset mereka

dan pemilik baru tidak akan memperoleh manfaat secara proporsional.

Menurut Kuznets (dalam Sukirno, 1985) bahwa proses pembangunan

ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemorosotan yang

cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu

pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Setiap

pembangunan ekonomi menimbulkan perubahan distribusi pendapatan

masyarakat. Beberapa ekonom berpendapat bahwa perubahan tersebut

kemungkinan timbul sebagai akibat dari adanya perubahan kepemilikan dari

sumberdaya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki barang modal lebih

banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan

pihak yang memiliki modal sedikit.

Page 31: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

31

2.2 Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi suatu

perekonomian. Menyediakan kesempatan kerja yang sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang

tersedia merupakan tanggung jawab penting bagi pemerintah terhadap perekonomian. Kebijakan

pemerintah sangat penting artinya dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam menciptakan

kesempatan kerja. Pemerintah yang stabil dan yang berusaha membantu perkembangan sektor

swasta mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan ekonomi dan

memperluas kesempatan kerja.

Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat dilakukan

pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan masyarakatnya melalui

pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang

digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai,

belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui

pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran

penyelenggaraan pemerintahan, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan

kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang

mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian (Djunasien dan Hidayat, 2002:90).

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai

pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik pembangunan secara fisik maupun

non fisik. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang

lebih stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap

memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam kaitan dengan pengelolaan

Page 32: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

32

APBD secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka

pencapaian sasaran – sasaranpembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin.

Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran

pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara

tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya

perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi

besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti

pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya

pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada

tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar.

Sebenarnya peranan pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan

swasta. Semakin besarnya peranan swasta juga banyak menimbulkan kegagalan

pasar yang terjadi. Musgrave memiliki pendapat bahwa investasi swasta dalam

presentase terhadap GNP semakin besar dan presentase investasi pemerintah

dalam presentase terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi

selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari

penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti

kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat.

2.3. Hubungan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja

John Maynard Keynes yang lahir pada tahun 1883 di Cambridge-England adalah

seorang ekonom yang dengan teori makro ekonomi-nya dianggap sebagai awal dari pemikiran

Page 33: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

33

ekonomi moderen. Bukunya yang terkenal dan terkait dengan kesempatan kerja adalah The

General Theory of Employment, Interest, and Money.Buku ini ditulis pada tahun 1936

dan dibantu oleh anaknya bernama John Neville Keynes.

Dalam bukunya, Keynes menyatakan bahwa penyebab terjadinya pengangguran, satu

di antaranya terkait dengan penggunaan kapital sehingga masalah ketenagakerjaan tergantung

pada jumlah pengeluaran (total expenditure) (Fusfeld,1993:112). Menurut keynes,

pengangguran tidak dapat dihapuskan tetapi dapat dikurangi. Pengurangan

pengangguran dapat dilakukan dengan memperluas kesempatan kerja dan untuk

memperluas kesempatan kerja diperlukan modal.Modal yang diperlukan adalah

investasi.

Investasi meningkatkan output perekonomian dan dapat menghasilkan

input. Oleh karena adanya investasi-investasi baru maka memungkinkan

terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu

menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja baru yang akan menyerap

tenaga kerja yang berkompeten dan berkualitas. Salah satu input yang mendorong

salah satunya adalah tenaga kerja, tenaga kerja merupakan faktor pendorong

penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena adanya investasi maka akan

meningkatkan kesempatan kerja.

2.4. Hubungan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Investasi adalah motor suatu perekonomian, banyak investasi yang

direalisasikan di dalam suatu negara akan menunjukkan lajunya pertumbuhan

ekonomi negara yang bersangkutan, sedangkan sedikitnya investasi yang

Page 34: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

34

direalisasikan akan menunjukkan lambannya laju pertumbuhan (Rosyidi dalam

Suwarno, 2008).

Harrod-Domar (1998) melakukan penelitian mengenai pengaruh investasi

terhadap pertumbuhan ekonomi dengan membangun suatu model berdasarkan

pengalaman negara maju. Penelitian ini mengungkapkan pengaruh investasi dalam

proses pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan, khususnya mengenai

pengaruh ganda yang dimiliki investasi melalui proses akselerasi dan proses

multiplier yaitu pertama, menciptakan pendapatan yang juga disebut ”dampak

permintaan”, dan kedua memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan

menciptakan stok capital, yang juga disebut “dampak penawaran” dari investasi.

Selama investasi netto tetap berlangsung, maka pendapatan riil dan output akan

senantiasa membesar (Sukirno,2004). Teori Harrod-Domar merupakan perluasan

dari teori Keynes yang melihat pertumbuhan ekonomi dari segi permintaan yaitu

bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi ketika ada kenaikan investasi

(Arsyad,2010).

Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar

menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat investasi dan laju

pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu wilayah membuat

pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah

tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif.

Menurut Datrini (2009), untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan

investasi/penanaman modal baru yang merupakan tambahan netto terhadap

cadangan atau stok modal (capital stock). Bila diasumsikan ada hubungan

Page 35: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

35

ekonomi langsung antara besarnya stock modal dalam bentuk investasi baru akan

menghasilkan kenaikan arus output nasional (GNP), hubungan tersebut dikenal

dengan rasio modal-output (capital output ratio). Semakin banyak yang bisa

ditabung dan kemudian diinvestasikan bagian dari GNPnya, maka laju

pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat.

Menurut Narayan et al, 2000 (Susiyati,2007) apabila masyarakat lokal

secara umum tidak dapat mempengaruhi dan mengontrol tindakan dan kebijakan

pimpinan daerah, sering kali hal ini akan berujung kepada belanja pertumbuhan

investasi daerah yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara belanja

dan pertumbuhan investasi untuk layanan barang dan jasa publik tidak mencukupi.

Terdapat beberapa hasil kajian yang menunjukkan bahwa, di masyarakat desa

yang heterogen dan relatif terbelakang, sebagian besar manfaat dari program-

program sosial yang di desentralisasi justru dinikmati oleh para elit lokal.

Desentralisasi juga dapat dilihat sebagai satu cara untuk menambah kewenangan

dan akuntabilitas dari aparat daerah. Bardhan, 1997 (Susiyati, 2007) menyatakan

bahwa terdapat bukti bahwa dengan memberikan tanggung jawab dan

kewenangan yang lebih kepada daerah, maka kualitas dan efisiensi dari layanan

publik meningkat.

Investasi mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini

sejalan dengan hasil penelitian Nata Wirawan (2005) yaitu untuk mengetahui

pengaruh pertumbuhan investasi dan ekspor terhadap PDRB Provinsi Bali,

ditemukan bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap

PDRB Bali periode 1989-2003, dimana setiap kenaikan pertumbuhan investasi

Page 36: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

36

sebesar satu milyar rupiah, PDRB Bali akan tumbuh atau meningkat rata-rata

0,016 persen per tahun dengan asumsi faktor lainnya konstan.

2.5 Hubungan Kesempatan Kerja terhadap pertumbuhan ekonomi

Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi

yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi, yang diukur dari

perbedaan produk domestik bruto tahun tertentu dengan tahun sebelumnya

(Setiawan & Handoko, 2005). Namun secara umum pertumbuhan ekonomi

didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam

memproduksi barang dan jasa. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi lebih

menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan

biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB), atau Pendapatan atau Output Perkapita (lihat Jhingan, 2002).

Dengan adanya penciptaan kesempatan kerja baru berarti adanya penciptaan

pendapatan masyarakat yang akan mendorong daya beli masyarakat. Penciptaan

kesempatan kerja baru juga dapat mendorong induced invesment, yang pada

akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (Gravitiani, 2006).

2.6 Hubungan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Ketimpangan Pendapatan

Berbeda dengan aliran klasik yang percaya bahwa pemerataan pendapatan

akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya pendapatan per kapita,

aliran strukturalis menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan dan

pemerataan harus dilakukan melalui intervensi pemerintah. Salah satu bentuk dari

intervensi pemerintah itu adalah melalui pengeluaran pemerintah.

Page 37: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

37

World Bank (2001) menyatakan bahwa dari perspektif governance,

perbaikan pelayanan publik dan pengurangan kemiskinan dapat dicapai dengan

meningkatkan: (a) efisiensi alokasi (allocative efficiency) melalui penyesuaian

secara lebih baik pelayanan publik, dan efisiensi produksi (productive efficiency)

melalui peningkatan akuntabilitas, responsivitas. Halim (2001) juga menyatakan

bahwa sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memprioritaskan alokasi

dananya pada belanja aparatur dan belanja publik secara optimal. Semakin tinggi

persentase belanja aparatur, maka investasi untuk menyediakan sarana prasarana

ekonomi masyarakat akan semakin kecil, demikian pula sebaliknya.

Pengaruh negatif pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan

distribusi pendapatan juga sesuai dengan pendapat Todaro (2000) yang

menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

mengurangi ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat, pemerintah

dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu

secara langsung berupa “pembayaran transfer”, dan secara tidak langsung melalui

penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan sebagainya.

Pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana

publik akan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.

Pengeluaran pemerintah yang berbeda pada setiap daerah akan mengakibatkan

terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah yang kemudian akan

mempengaruhi pendapatan masyarakat daerah bersangkutan yang tercermin dalam

PDRB daerah tersebut.

Page 38: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

38

Dilihat dari salah satu fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD) yaitu fungsi distribusi yang mengandung arti bahwa kebijakan anggaran

daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Ini dapat diartikan

bahwa di dalam Anggaran Pendapaatn Belanja Daerah (APBD) terdapat

penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran tersebut ada dua yaitu belanja aparatur

dan belanja publik. Karena pengeluaran pemerintah sangat penting dalam

sumbangannya terhadap pembangunan daerah, maka kebijakan anggaran yang

diambil pemerintah haruslah benar-benar memperhatikan keadilan dan yang lebih

penting adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah tersebut.

Komposisi pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran

pembangunan nasional. Dengan komposisi pengeluaran akan terjawab pertanyaan

pengeluaran yang mana kiranya lebih diprioritaskan. Secara normatif belanja

publik atau pembangunan diusahakan harus lebih besar dari belanja aparatur

untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya

kesejahteraan masyarakat maka distrbusi dapat dilakukan secara merata maka

kesenjangan pendapatan akan menurun.

Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lutfi (2010) dengan

judul,”Analisis Dampak Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Ketimpangan

Perkembangan Wilayah di Kawasan Ciayumajakuning. ”Hasil penelitian

menunjukan terjadi fluktuasi tingkat ketimpangan perkembangan wilayah selama

1995-2009 dengan nilai total theil kawasan cenderung mengalami kenaikan tiap

tahunnya. Tidak terdapat pengaruh signifikan dari pelaksanaan otonomi daerah

terhadap pemerataan/penurunan ketimpangan perkembangan wilayah dengan hasil

Page 39: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

39

uji Wilcoxon sebesar 0,500 pada masing-masing daerah dan 0,028 untuk total

Theil Ciayumajakuning, namun keduanya tidak mengindikasikan pemerataan.

Hasil uji regresi data panel menunjukan bahwa variabel rasio belanja

pembangunan memiliki pengaruh signifikan dan negatif dengan tingkat

ketimpangan perkembangan wilayah dan variabel tenaga kerja memiliki pengaruh

signifikan positif terhadap ketimpangan perkembangan yang terjadi.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia Maharani, 2008

berjudul,” Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten Pemekaran di

Sumatera Utara.” Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pengeluaran

pemerintah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketimpangan

pendapatan antar kabupaten pemekaran di Sumatera Utara.

2.7 Hubungan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan

Investasi merupakan akumulasi modal sebagai salah satu faktor dalam

teori pertumbuhan ekonomi. Gabungan investasi dan teknologi akan

meningkatkan kualitas dan kuantitas suatu produk serta memberikan lebih banyak

inovasi. Investasi dalam suatu wilayah akan mendorong investor lainnya untuk

melakukan investasi, baik sebagai investor di bidang yang mendukung

investasinya maupun sebagai investor di bidang yang sama (Case & Fair,2009).

Sebagai salah satu faktor penting pembentuk pertumbuhan ekonomi,

investasi dapat menjadi pendorong kenaikan output yang signifikan sekaligus

akan menaikkan permintaan input. Investasi akan memperluas kesempatan kerja

dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat sebagai konsekwensi naiknya

pendapatan yang diterima masyarakat (Sun’an & Astuti, 2008). Dengan

Page 40: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

40

meningkatnya kesejahteraan masyarakat maka pendapatan cenderung membaik,

sehingga dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat.

Menurut Kuznets (dalam Todaro, 2000) bahwa pada saat – saat permulaan

tingkat pertumbuhan, distribusi pendapatan cenderung jelek atau timpang,

kemudian pada batas tingkat pendapatan tertentu telah dilampaui, maka distribusi

pendapatan cenderung membaik. Ketimpangan distribusi pendapatan juga

disebabkan karena perbedaan pemilikan faktor – faktor produksi. Misalnya

perbedaan modal, rendahnya teknologi yang digunakan, tingkat ketrampilan

manajemen dan akses pasar menyebabkan terjadinya ketimpangan distribusi

pendapatan.

Tidak dapat disangka bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat

menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat

alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih

banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan

ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula

mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang

lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula

sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu

daerah ternyata lebih rendah.

Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem

pemerintah daerah yang dianut. Bila sistem pemerintah daerah yang dianut

bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak

dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antar

Page 41: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

41

wilayah akan cenderung tinggi. Akan tetapi, sebaliknya bilamana sistem

pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah

akan lebih banyak di alokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan

antar wilayah akan cenderung lebih rendah.

Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan

oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik

investasi swasta kesuatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu

daerah. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan pula oleh ongkos

transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan

pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar,tingkat persaingan usaha dan

sewa tanah. Termasuk kedalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan

aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi

terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana

invetasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi didaerah perkotaan dibandingkan

dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan cenderung

tumbuh lebih cepat dibandingkan dari daerah pedesaan.

2.8 Hubungan Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Pendapatan

Dalam perspektif ekonomi, kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan

dalam mengarahkan aktifitas ekonomi negara, yaitu peningkatan pertumbuhan

ekonomi, stabilisasi negara, pemerataan distribusi pendapatan, dan peningkatan

kesempatan kerja (Dornbusch and Fisher, 1994; Taggart, et.al, 2000). Untuk itu

jika pengeluaran pemerintah mampu menjadi pemandu peningkatan ekonomi

negara, maka peningkatan pada pengeluaran pemerintah akan meningkatkan

Page 42: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

42

aktifitas perekonomian dengan adanya peningkatan investasi. Peningkatan

investasi tersebut akan memiliki dampak pula pada peningkatan output,

kesempatan kerja, ekspor, pajak, penerimaan pemerintah, dan transaksi berjalan

(Sriyana, 2006).

Penelitian terkait telah dilakukan oleh Chemingui dan Arsyad (2003)

menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi di Algeria. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan

penggunaan stok modal manusia secara lebih baik melalui pengurangan tingkat

pengangguran dan menaikkan tingkat upah rill. Pertumbuhan penciptaan

kesempatan kerja secara berkelanjutan di Algeria mensyaratkan perubahan terus

menerus dalam ekonomi politik domestik. Perluasan kesempatan kerja

mensyaratkan juga perubahan dalam kebijakan dan peraturan pasar tenaga kerja.

Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Haynes & Dinc (1997) menilai

dasar-dasar kinerja perekonomian dan perubahan kesempatan kerja di 12 negara

bagian di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekonomian di

negara bagian Sunbelt telah mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga

kerja dan output, akan tetapi produktifitasnya tidak secepat di Negara bagian

Snowbelt.

Berdasarkan penjelasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu di atas,

perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu

melalui proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1981).

Peningkatan output cenderung didorong oleh investasi serta kebijakan fiskal yang

ekspansif melalui peningkatan pengeluaran pemerintah, dengan demikian akan

Page 43: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

43

mendorong naiknya perluasan kesempatan kerja. Artinya melalui investasi atau

pengeluaran pemerintah, akan menaikkan penciptaan output, yang nantinya akan

memperluas kesempatan kerja dan ketimpangan distribusi pendapatan semakin

menurun.

2.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan.

Pembangunan ekonomi suatu negara dinyatakan berhasil jika terjadinya

pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan berkurangnya ketimpangan distribusi

pendapatan. Kesenjangan pembagian pendapatan di negara-negara berkembang

sejak tahun tujuh puluhan telah menjadi perhatian utama dalam menetapkan

kebijaksanaan pembangunan. Kebijaksanaan pembangunan yang mengutamakan

pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan semakin meningkatnya ketimpangan

pembagian pendapatan dengan penelitiannya di beberapa negara. Untuk

meningkatkan pembangunan ekonomi, tidak mungkin perekonomian sepenuhnya

diserahkan pada mekanisme pasar, tetapi diperlukan adanya peranan pemerintah

dalam hal mengatur ekonomi. Salah satu peran pemerintah dalam mengatur

perekonomian adalah dengan menerapkan kebijakan fiskal dengan

mengalokasikan pengeluaran pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana

yang dibutuhkan masyarakat

Nanga dalam De Fretes (2007), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup (standard of

living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Dengan kata lain, kemampuan

ekonomi suatu negara untuk meningkatkan standar hidup penduduknya adalah

sangat bergantung dan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka

Page 44: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

44

panjangnya (long run rate of economic growth). Konsep pertumbuhan ekonomi

dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah

(Sukirno, 2010).

Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja merupakan faktor positif yang

merangsang pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) mengartikan pembangunan

ekonomi sebagai suatu proses yang bersifat multidimensional yang mencakup

berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan

ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Ketimpangan pendapatan disebabkan karena perbedaan pemilikan faktor-faktor

produksi. Misalnya perbedaan modal, rendahnya teknologi yang digunakan,

tingkat keterampilan manajemen dan akses pasar menyebabkan terjadinya

ketimpangan pendapatan. Konsep yang disampaikan Todaro dan Smith bahwa

karakter pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu

apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau

tidak. Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapaiannya, sektor

prioritas, serta lembaga yang mengaturnya.

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar

daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung

tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung

mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

Page 45: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

45

Kuznets dalam Soekirno, (1995) mengatakan bahwa proses pembangunan

ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemerosotan yang

cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu

pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Dengan

meningkatnya pendapatan perkapita maka ketimpangan pendapatan juga akan

meningkat, selanjutnya akan menurun yang dikenal dengan hipotesis U terbalik.

Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan

adalah negatif. Ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Salvadore

Barrios dan Eric Strobl (2006) menuliskan laporan penelitian mengenai hubungan

antara ketimpangan antarwilayah dengan pembangunan ekonomi. Penelitian ini

menggunakan data Produk Domestik Bruto di negara-negara Uni Eropa yang

diolah dengan metoda ekonometrik untuk menjelaskan pola hubungan antara PDB

dengan ketimpangan antarwilayah yang berbentuk kurva huruf U terbalik. Hasil

penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa untuk negara-negara yang tergabung

dalam Uni Eropa memilki pola ketimpangan wilayah yang berbentuk kurva huruf

“U” terbalik. Temuan ini sejalan dengan temuan Kuznets. Temuan lain dari

penelitian ini membuktikan bahwa variabel yang berkaitan dengan kebijakan

penggabungan ekonomi negara Uni Eropa antara lain struktur anggaran negara

dan desentralisasi fiskal dan mekanisme redistribusi jaminan sosial memberi

dampak terhadap ketimpangan antarwilayah.

Adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan

ketimpangan distribusi pendapatan, sesuai dengan hasil penelitian Arisudi (1997)

dalam tulisan yang berjudul Disparitas Pendapatan dan Perkembangan

Page 46: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

46

pengukuran kemiskinan di Indonesia : suatu telaah terhadap fenomena Kuznet

yang menyimpulkan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia tidak kunjung

membaik. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Sinung Noegroho dan

Soelistianingsih (2007) menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat

erat antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan kabupaten/kota di

Jawa Tengah.

Page 47: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

47

BAB III

KERANGKABERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan

masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan

suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

dalam wilayah tersebut.Sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan daerah

dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin

kecilnyaketimpangan pendapatan antar daerah maupun antar sektor. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan adalah alokasi

investasi yang tidak seimbang, migrasi tenaga kerja, terkonsentrasinya

pembangunan sarana publik, dan kurangnya keterkaitan antar daerah.

Desentralisasi menuntut pemerintah daerah untuk menyusun prioritas

pembangunan sesuai kondisi daerah dalam usaha untuk memaksimalkan

pertumbuhan ekonomi daerahnya. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan

pengelolaan sumber daya ekonomi yang menjadi andalan daerah. Karena sangat

penting pemerintah mengetahui kekuatan daerahnya sehingga dapat menyusun

rencana pembangunan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

masyarakatnya.

Pembangunan daerah merupakan suatu proses yang membutuhkan modal

atau dana pembangunan baik dari dalam daerah atau mengundang pihak luar

Page 48: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

48

untuk membiayai pembangunan tersebut. Pengeluaran pemerintah dapat dipakai

sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah. Pengeluaran pemerintah dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan,

dimana semakin meningkatnya peranan pemerintah dapat dilihat dari semakin

besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap PDRB. Disamping

itu pengeluaran pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

sangat penting dalam pembangunan suatu daerah, apabila pengeluaran rutin

proporsinya lebih besar maka akan berdampak pada ketimpangan yang semakin

tinggi karena hanya kalangan tertentu yang menikmatinya. Tetapi apabila

pengeluaran pembangunan yang mempunyai proporsi lebih banyak maka akan

berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi maupun kesempatan kerja

dan pendapatan.

Investasi pada suatu daerah akan mengakibatkan mobilisasi tenaga kerja

dan faktor produksi ke daerah bersangkutan. Di daerah maju yang mengalami

perkembangan, kenaikan permintaan akan mendorong pendapatan dan

permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi, dan demikian seterusnya. Di

daerah yang perkembangannya sangat lamban, maka permintaan terhadap modal

untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran modal dan

pendapatan yang cenderung semakin rendah. Oleh karena itu, investasi akan

terkonsentrasi di daerah yang telah maju. Alokasi investasi yang tidak seimbang

ini akan mengakibatkan migrasi tenaga kerja dan menyebabkan ketimpangan atau

bertambahnya ketidakmerataan. Dengan memperbaiki variabel antara penyebab

ketidakseimbangan ini dapat diambil kebijakan makro baik langsung maupun

Page 49: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

49

tidak langsung untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan

kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir

penelitian ini dapat dinyatakan seperti pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan

Investasiterhadap kesempatan kerja, Pertumbuhan Ekonomi

sertaKetimpangan pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berkaitan dengan hal ini, peranan pemerintah daerah dalam mengelola

keuangan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemampuan

daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi

yang digambarkan Samuelson dan Nordhaus sebagai kondisi yang memungkinkan

pemerintah memberikan penghidupan yang lebih baik kepada warganya.

Gambaran ini tidak berlebihan, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan

proses naiknya output pada suatu wilayah dibanding periode sebelumnya. Suatu

proses yang berakibat pada pemanfaatan akumulasi modal dan tenaga kerja secara

maksimal, sehingga pendapatan masyarakat secara agregat meningkat.

Kesempatan

Kerja

Pembangunan

Daerah

Pengeluaran

Pemerintah

Pertumbuhan

Ekonomi

Investasi

Ketimpangan

Pendapatan

Page 50: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

50

Made Kembar Sri Budhi (2010) melihat dari sisi yang berbeda, tingginya

tingkat pertumbuhan ekonomi tidak selalu meningkatkan seluruh kesejahteraan

masyarakat. Ada ruang kosong yang makin memperlebar kesenjangan tingkat

kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa jarak tingkat

kesejahteraan masyarakat berpenghasilan tinggi dengan masyarakat

berpenghasilan rendah semakin besar. Penurunan angka pengangguran dan angka

kemiskinanan yang seharusnya dapat dijadikan indikator meningkatnya

kesejahteraan masyarakat sering berbanding terbalik dengan kenyataan yang

ditemui sehari-hari. Pendapat tersebut diperkuat dengan data dari BPS Provinsi

Bali yang menunjukkan rasio gini dari tahun 2005 sampai tahun 2013

menunjukkan data semakin melebarnya tingkat ketimpangan pendapatan

kabupaten/kota di Provinsi Bali yang berarti terjadi peningkatan penduduk miskin

relatif.

Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita merupakan

masalah yang berbeda dari masalah distribusi pendapatan. Apabila terjadi

distribusi pendapatan yang sempurna (absolute equality) maka tiap orang akan

menerima pendapatan yang sama besarnya. Angka pendapatan per kapita yang

ada selama ini merupakan angka rata-rata yang tidak mencerminkan pendapatan

yang diterima oleh tiap-tiap penduduk. Seberapa yang diterima oleh tiap

penduduk sebenarnya sangat berkaitan dengan masalah merata atau tidak

meratanya distribusi pendapatan tersebut. Oleh karenanya pemerataan pendapatan

adalah masalah yang penting dalam pembangunan.

Page 51: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

51

Ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali haruslah

menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan pembangunan. Isu

ketimpangan perekonomian dan distribusi pendapatan antar daerah berkaitan

dengan pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan harmonisasi sosial.

Dengan tingkat pendapatan tertentu, kenaikan ketimpangan akan selalu

berimplikasi pada kenaikan kemiskinan dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang

rendah. Gambaran kesenjangan seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Bali agar perencanaan pembangunan daerah dapat

ditentukan prioritasnya, sehingga dapat menentukan arah kebijaksanaan

pembangunan agar tercapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga

diikuti dengan semakin rendahnya ketimpangan pendapatan.

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah,

dan Investasiterhadap kesempatan kerja,Pertumbuhan Ekonomi

sertaKetimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Page 52: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

52

Pertumbuhan ekonomi membutuhkan komitmen kuat dari pihak

pemerintah dan swasta. Wujud dari peran pemerintah dan swasta dilakukan

melalui pengeluaran pemerintah dan investasi. Peran pemerintah dalam

pertumbuhan ekonomi adalah dalam penyediaan barang-barang publik, seperti

keamanan, hukum, perijinan, infrastruktur transportasi, pendidikan, kesehatan,

dan pelayanan lainnya. Pelayanan yang cepat, tepat, tanpa biaya, dengan sikap dan

pola kerja profesional akan memberi kemudahan dan rasa aman kepada pihak

swasta untuk meningkatkan investasinya. Investasi ini sendiri diperlukan untuk

menggerakkan faktor sumber daya manusia, mengolah sumber daya alam, dan

melakukan inovasi pemutakhiran teknologi. Dengan demikian, pemerintah dan

swasta mempunyai korelasi kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3.3 Hipotesis Penelitian

Menurut Ranis (2004), kekuatan pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap pembangunan manusia tergantung pada ketepatan penetapan target

sasaran dan pendistribusian. Pemerintah harus bisa mengidentifikasi sektor

prioritas seperti pendidikan dan kesehatan yang mempunyai potensi paling tinggi

untuk meningkatkan pembangunan manusia. Pengeluaran tersebut akan lebih tepat

jika ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah karena pada area ini yang

akan memberikan efek marginal terbesar. Selain itu kualitas pemerintah yang baik

mempunyai peranan yang penting, kejujuran dan akuntabilitas sangat diperlukan.

Investasi mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini sejalan

dengan hasil penelitian Nata Wirawan (2005) yaitu untuk mengetahui pengaruh

Page 53: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

53

pertumbuhan investasi dan ekspor terhadap PDRB Provinsi Bali, ditemukan

bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali

periode 1989-2003, dimana setiap kenaikan pertumbuhan investasi sebesar satu

milyar rupiah, PDRB Bali akan tumbuh atau meningkat rata-rata 0,016 persen per

tahun dengan asumsi faktor lainnya konstan.

Penelitian studi lainnya yang membahas ketimpangan pembangunan antar

wilayah di Indonesia adalah Sjarizal (2002) untuk periode 1993-2000. Disamping

mengukur tingkat ketimpangan dan tendensinya, studi ini juga mencoba melihat

pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah.

Untuk keperluan ini, maka indeks ketimpangan diukur baik menggunakan data

termasuk DKI Jakarta dan diluar DKI Jakarta. Temuan yang menarik dari studi ini

adalah bahwa pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar

wilayah di Indonesia ternyata cukup besar karena strukur ekonomi kota yang

sangat berbeda dibandingkan dengan provinsi. Namun demikian, hasil

perhitungan dengan mengeluarkan DKI Jakarta ternyata indeks ketimpangan

tersebut masih juga cukup tinggi yaitu sekitar 0,50 dibandingkan negara lain juga

mempunyai tendensi yang terus meningkat antar waktu sebagaimana ditemukan

terdahulu. Dari uraian di atas dapat disusun hipotesis sebagai berikut.

1) Pengeluaran pemerintah dan investasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.

2) Investasi dan kesempatan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Page 54: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

54

3) Pengeluaran pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan

ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan

pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali.

4) Kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi memediasi pengaruh

pengeluaran pemerintah dan investasi secara tidak langsung terhadap

ketimpangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali?

Page 55: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

55

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1.Rancangan Penelitian

Rancangan (desain) penelitian adalah rancangan, pedoman ataupun acuan

penelitian yang akan dilaksanakan, oleh karenanya rancangan penelitian harus

memuat segala sesuatu yang berkepentingan dengan pelaksanaan penelitian

(Bungin, 2001). Menurut jenis data dan teknik analisis, penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif yaitu jenis penelitian yang didasarkan pada data kuantitatif

atau temuan-temuannya dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik

atau kuantifikasi yang lain. Penelitian ini berbentuk penelitian asosiatif yaitu

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau

lebih.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data pengeluaran

pemerintah, investasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2005-2013. Teknik analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur untuk mengetahui

pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap kesempatan kerja,

pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan pendapatan. Dari hasil analisis akan

diperoleh kesimpulan untuk menjawab masalah penelitian serta dapat disusun

rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di daerah.

Page 56: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

56

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali, yang meliputi seluruh kabupaten

/kota di Provinsi Bali dengan periode penelitian dari tahun 2005 sampai dengan

2013. Sejak Pembangunan Lima Tahun tahap I dimulai, pembangunan ekonomi

Bali dititik beratkan pada sektor pertanian dalam arti luas, pengembangan

pariwisata dan pengembangan industri utamanya industri kerajinan yang

mendukung sektor pertanian dan pariwisata. Struktur perekonomian Bali

mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan provinsi-provinsi

lainnya di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi dibangun lewat keunggulan komparatif

pada sektor pariwisata sebagai leading sector-nya. Hal ini disebabkan karena

sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata

(kelompok sektor tersier), sangat banyak yang selajutnya secara bersama-sama

melalui efek multiplier, efek penyebaran dan juga efek penetesan ke bawah (tricle

down effect) menumbuhkan perekonomian di wilayah kabupaten/kota di Provinsi

Bali.

4.3. Variabel penelitian

4.3.1. Identifikasi variabel penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk

apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009).

Seperti dipaparkan pada kerangka konsep, penelitian ini memiliki tiga variabel

penelitian yaitu: (1) variabel eksogen, (2) variabel endogen, dan (3) variabel

antara (intervening variabel). Variabel eksogen merupakan variabel yang

Page 57: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

57

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

endogen, sedangkan variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena adanya variabel eksogen. Variabel antara merupakan

penyela/antara yang terletak di antara variabel eksogen dan endogen, sehingga

variabel eksogen tidak langsung mempengaruhi berubahnya variabel endogen

(Sugiyono, 2009).

4.3.2. Klasifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1) Variabel Eksogen

(a) Pengeluaran Pemerintah (X1)

(b) Investasi (X2)

2) Variabel Antara

(a) Kesempatan Kerja (X3)

(b) Pertumbuhan ekonomi (X4)

3) Variabel Endogen

(a) Ketimpangan pendapatan (Y)

4.3.3. Definisi operasional variabel penelitian

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Pengeluaran pemerintah adalah kewajiban yang harus dibayar oleh pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Bali, baik oleh pemerintah pusat melalui APBN

maupun pemerintah daerah melalui APBD, untuk membiayai kegiatan

pemerintah dalam jangka waktu satu tahun anggaran. Pengeluaran pemerintah

Page 58: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

58

yang dianalisis adalah pengeluaran pemerintah perkapita yang dinyatakan

dalam ribuan rupiah.

2) Investasi merupakan pembentukan modal tetap bruto oleh sektor swasta yang

digunakan untuk pengadaan, pembuatan, dan pembelian barang-barang modal

baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru

ataupun barang bekas dari luar negeri. Investasi dianalisis yaitu investasi

perkapita yang dinyatakan dalam ribuan rupiah

3) Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat

perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin

saja sudah terisi atau ada yang belum terisi. Kesempatan kerja yang selama ini

dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik melalui sensus penduduk

maupun survai penduduk baik kesempatan kerja yang dirinci menurut

lapangan usaha, jenis jabatan, maupun status hubungan kerja adalah

menyangkut kesempatan kerja yang telah terisi. Kesempatan kerja dalam

penelitian ini merupakan tingkat partisipasi angkatan kerja yang ddiukur dari

rasio jumlah orang yang bekeja dengan jumlah angkatan kerja yang

dinyatakan dalam satuan persen.

4) Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian

yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat

bertambah yang dapat diukur dari perkembangan PDRB suatu tahun dengan

tahun sebelumnya yang dinyatakan dalam satuan persen.

5) Ketimpangan pendapatan merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar

golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR).

Page 59: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

59

4.4.Jenis dan Sumber Data

4.4.1 Jenis Data menurut Sifatnya

Menurut Singarimbun (1995) jenis dan sumber data adalah sebagai

berikut:

a. Data kuantitif, yaitu data yang berbentuk satuan hitung, menyangkut

pengeluaran pemerintah, investasi, PDRB dan ketimpangan distribusi

pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2005-2013.

b. Data kualitatif, yaitu data yang tidak memiliki satuan hitung, berupa

keterangan-keterangan yang digunakan untuk memberikan penjelasan yang

relevan antara lain, gambaran umum kabupaten/kota di Provinsi Bali.

4.4.2 Jenis Data menurut Sumbernya

a. Data Primer

Sumber data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui

wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu daftar pertanyaan

(kuesioner), observasi yaitu mengamati secara langsung hal-hal yang

berhubungan langsung dengan penelitian ini, misalnya pembangunan

infrastruktur serta dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan

tertulis, data dari dokumen dan studi literatur.

b. Data Sekunder

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sekunder (Bungin,

2001), yang terdiri atas gambaran umum Provinsi Bali, data pengeluaran

pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun anggaran 2005-2013,

Page 60: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

60

diperoleh dari Biro Keuangan Provinsi Bali. Data makro, seperti investasi,

PDRB dan ketimpangan pendapatan diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Provinsi Bali.Penelitian juga didukung dengan data dari pustaka-pustaka dan

penelitian sebelumnya.

Penelitian ini akan menganalisis data gabungan (pooled data) atau data

panel antara data penampang (cross section), yaitu data kabupaten/kota di

Provinsi Bali dengan data runtut waktu (time series) selama tahun 2005-2013.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Seluruh data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan

metode observasi nonpartisipan. Metode observasi nonpartisipan dilakukan

dengan mengamati secara langsung dokumen yang dikeluarkan oleh instansi

berwenang, yaitu: Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik

Provinsi Bali, dan Bappeda Provinsi Bali.

4.6 Teknik Analisis Data

4.6.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk membantu menggambarkan keadaan

(fakta) yang sebenarnya dari suatu penelitian. Analisis ini berkaitan dengan

metode-metode pengumpulan dan penyajian data sehingga memberikan

informasi yang berguna. Statistik deskriptif hanya memberikan informasi

mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan

apapun. Dengan statistik deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji

Page 61: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

61

dengan ringkas, rapi, serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data

yang ada.

4.6.2 Analisis Jalur(path analysis)

Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis

regresi linier berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antara variabel

(model kausal). Dalam analisis jalur terdapat suatu variabel yang berperan

ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan namun menjadi

variabel independen pada suatu hubungan yang lain (Suyana Utama, 2007).

Kerllinger (2002) menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur

akan dapat dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel.

Analisis jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewell Wrigth, seorang ahli

genetika populasi diantara tahun 1918-1921. Analisis jalur dapat digunakan

untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel

lainnya. Prosedur ini dapat mengestimasi koefisien-koefisien sejumlah

persamaan struktural linier yang mewakili hubungan sebab akibat yang

dihipotesiskan. Berbeda dengan persamaan regresi dimana pengaruh variabel X

terhadap variabel Y hanya berbentuk pengaruh langsung, dalam persamaan

struktural linier pengaruh variabel X terhadap Y dapat berupa pengaruh

langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dari variabel X terhadap

suatu variabel Y adalah melalui variabel lain yang disebut variabel intervening

atau variabel antara. Pengaruh total variabel X terhadap variabel Y tersebut

merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan seluruh pengaruh tidak

langsung (Daryanto, Arief dan Hafizrianda, 2010).

Page 62: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

62

Ada beberapa alasan penggunaan analisis jalur yaitu :

a. Hipotesis yang diuji dikembangkan dengan model (kerangka konseptual)

yang semua hubungan bersifat asimetris dan merupakan sistem, serta model

dapat dikategorikan bersifat rekursif.

b. Analisis jalur memberikan metode langsung berkaitan dengan hubungan

ganda secara simultan (model structural) sehingga memberikan efisiensi

analisisstatistika.

c. Kemampuannya untuk menguji hubungan secara komprehensif

danmemberikan suatu bentuk transisi analisis explanatory menuju analisis

confirmatory . Bentuk transisi ini berkaitan dengan usaha yang lebih besar

dalam semua lapangan study untuk mengembangkan suatu pandangan

masalah secara lebih sistematis. Upaya seperti itu memerlukan kemampuan

untukmenguji suatu hubungan berantai yang membentuk model yang

besar,seperangkat prinsip dasar, atau suatu teori secara keseluruhan. Hal ini

sangat cocok diselesaikan dengan analisis jalur (path analysis).

Metode yang digunakan adalah analisis jalur dengan Program

AMOS.Salah satu keunggulan program ini karena user friendly. Program ini

menyediakan kanvas pada menu Amos graphic. Dengan Amos kita tidak

menulis program tersebut, namun software akan membaca sendiri sesuai

dengan gambar yang kita buat. Menu Amos graphic menyediakan kanvas

dengan ikon-ikon yang mudah diingat untuk menggambar sebuah model. Dari

perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung, pengaruh tidak

langsung dan pengaruh total.

Page 63: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

63

Dalam menggunakan analisa jalur dengan program AMOS dilakukan

langkah-langkah berikut: (Ferdinand : 2002)

1) Pengembangan model teoritis

Pada pengembangan model teoritis, dilakukan serangkaian

eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka untuk mendapatkan justifikasi atas

model teoritis yang akan dikembangkan. Dalam penelitian ini hubungan

antar variabel berdasarkan substansi teori dapat dikembangkan sebagai

berikut:

a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasiterhadap kesempatan

kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.

b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan

Ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali

c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan

kabupaten/kota di Provinsi Bali

2) Uji Normalitas

Asumsi normalitas data penting dalam aplikasi AMOS, karena

menentukan teknik estimasi yang dapat digunakan. Oleh karena itu, uji

normalitas data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum analisa jalur

dilakukan. Uji Normalitas Data dengan Normalitas Univariate dan

Multivariate, yaitu menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan

dalam penelitian ini. Univariate melihat nilai CR pada Skewness diharapkan

Page 64: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

64

disekitar ± 2.58. Bila ada nilai diluar angka tersebut bisa ditoleransi apabila

nilai Multivariatenya masih disekitar ± 2.58.

3) Pengembangan diagram alur ( path diagram)

Diagram alur model tersebut dikembangkan untuk menjawab

permasalahan penelitian berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan

seperti Gambar 4.1

Gambar 4.1

Hubungan Antarvariabel Penelitian

Model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama digambarkan

dalam sebuah path diagram, yang akan mempermudah untuk melihat

pengaruh kausalitas yang ingin diuji. Dalam diagram alur, pengaruh antar

variabel akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus

menunjukkan pengaruh kausal yang langsung antara satu variabel dengan

Page 65: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

65

variabel lainnya. Sedangkan garis-garis lengkung antar variabel dengan anak

panah disetiap ujungnya menunjukkan korelasi antar variabel.

4) Mengkonversi diagram alur kedalam bentuk persamaan struktural

Model persamaan dalam penelitian ini sesuai dengan Gambar 4.1 dapat

dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

X3 = β1 X1 + β2 X2+ ε1 ………………………….………………. (4.1)

X4= β3 X2+ β4 X3+ ε2 ............................................. (4.2)

Y = β5 X1 + β6 X2 + β7 X3 + β8X4 + ε3 ………………… (4.3)

Keterangan:

X1 = Pengeluaran Pemerintah

X2 = Investasi

X3 = Kesempatan Kerja

X4 = Pertumbuhan Ekonomi

Y = Ketimpangan Pendapatan

β1, β2, dan β9 = koefisien jalur

ε1, ........... ε3 = inner residual

5) Evaluasi kriteria goodness of fit.

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model

melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini

beberapa indeks kesesuaian dan cut-off value untuk menguji apakah sebuah

model dapat diterima atau ditolak (Ferdinand,A., 2002):

a) X2-Chi-square statistik, yaitu model dipandang baik atau memuaskan

bila nilai chi-square nya rendah. Semakin kecil nilai X2 semakin baik

model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value

sebesar > 0.05

Page 66: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

66

b) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), merupakan

suatu indeks yang digunakan untuk mengkonpensasi chi-square dalam

sampel yang besar. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan

0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang

menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of

freedom.

c) GFI (Goodness of fit Index) adalah menghitung proporsi tertimbang dari

varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matrik

kovarian populasi yang diestimasikan. Ukuran non statistical

mempunyai rentang nilai antara (poor fit) sampai dengan 1(perfect fit).

Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

d) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), merupakan kriteria yang

memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matrik

kovarian sampel. GFI adalah analog dari R2 dalam regesi berganda yang

mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90

e) CMIN/DF (The Minimum Sample Discrepancy Function Devided with

degrre of Freedom), merupakan statistic chisquare X2 dibagi degree of

freedom-nya sehingga disebut X2relatif. Bila nilai X2 relatif kurang dari

2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.

f) CFI (Comparative Fit Index), rentang nilai sebesar 0 -1, dimana semakin

mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang

direkomendasikan adalah CFI sebesar 0,95.

Page 67: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

67

Dalam penilaian model, indeks CFI sangat dianjurkan untuk digunakan

karena indeks-indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan

kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model menurut Hulland, dkk

(Ferdinand, 2002). Maka indeks-indeks yang dapat digunakan untuk

menguji kelayakan sebuah model dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Goodness of Fit Index

Goodness of Fit Measure

Nilai Kritis

(Cut of Value)

Chi Square (λ2) Diharapkan kecil

Significance Probability (p) ≥ 0,05

RMSEA ≤ 0,08

GFI ≥0,90

AGFI ≥ 0,90

CMIN/DF ≤ 2,00

CFI ≥ 0,94 Sumber : Ferdinand (2002)

Page 68: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

68

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Provinsi Bali memiliki luas wilayah yang secara keseluruhan sebesar

5.636,66 km2 atau 0,29 persen dari luas kepulauan Indonesia. Jika dilihat dari luas

wilayah per kabupaten/kota, maka Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar

1.365,88 km2 atau 24,25 persen dari luas Provinsi, diikuti oleh Jembrana 841,80

km2 (14,94persen), Tabanan seluas 839,3 km

2 (14,90 persen) dan Karangasem

seluas 839,54 km2 (14,90persen), sedangkan sisanya adalah masing-masing

Badung 418,52 km2, Kota Denpasar 127,78 km

2, Gianyar 368,00 km

2, Klungkung

315,00 km2 dan Bangli 520,81 km

2 dengan total luas wilayah sekitar 31,01 persen

dari luas provinsi.

Gambar 5.1

Peta dan Letak Geografis Provinsi Bali

P. N usa Penida

P. Lem bongan

P. C eningan

P. M enjangan

P. Serangan

S A M U D E R A I N D O N E S I A

S E

L A T

B A

L I

L A U T B A L I

S

E

L

A

T

L

O

M

B

O

K

S E L A T B A D U N G

KABUPATEN BULELENG

KABUPATEN TABANAN

KABUPATEN JEMBRANA

KABUPATEN KARANGASEM

KABUPATEN

BANGLI

KABUPATEN

BADUNG

KABUPATEN

GIANYAR

KABUPATEN KLUNGKUNG

KOTA

DENPASAR

N

EW

S

10 0 10 KM

114°30'

114°50'

115°10'

115°30'

8°50'

8°30'

8°10'

BALI

Page 69: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

69

Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan

satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem,

Klungkung, Bangli, Buleleng dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota

provinsi. Selain Pulau Bali, Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil

lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di

wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan

Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng.

Provinsi Bali juga terbagi menjadi 57 Kecamatan, 716 Desa/Kelurahan,

1.453 desa pekraman, dan 4.295 dusun/lingkungan. Luas wilayah jika terbagi

menurut kabupaten/kota maka Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar yaitu

1.365,88 km2, dan terkecil adalah Kota Denpasar dengan luas wilayah sebesar

127,78 km2, seperti yang disajikan pada Tabel 5.1

Tabel 5.1

Luas Wilayah Menurut Kabupaten/Kota, Jumlah Kecamatan, Jumlah

Desa/Kelurahan Di Provinsi Bali, Tahun 2013

No Kabupaten/Kota Luas Wilayah

(km2)

Jumlah

Kecamatan

Jumlah

Desa/Kelurahan

1 Jembrana 841,80 5 51

2 Tabanan 839,33 10 133

3 Badung 418,52 6 62

4 Gianyar 368,00 7 70

5 Klungkung 315,00 4 59

6 Bangli 520,81 4 72

7 Karangasem 839,54 8 78

8 Buleleng 1.365,88 9 148

9 Denpasar 127,78 4 43

Provinsi Bali 5.636,66 57 716

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Page 70: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

70

Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali menurut hasil Sensus

Penduduk tahun 2013 mencapai angka rata-rata 1,87 persen per tahun dari tahun

2005, seperti yang disajikan pada Tabel 5.2 Angka ini melebihi dari laju

pertumbuhan penduduk secara nasional, yang hanya 1,49 persen dalam kurun

waktu yang sama.Pertambahan penduduk itu berasal dari kelahiran alamiah dan

dari perpindahan penduduk dari luar Bali, dengan rincian yang disebabkan oleh

kelahiran alamiah sebesar 0,96 persen dan yang diakibatkan oleh migrasi sosial

sebesar 0,91 persen. Angka ini memiliki arti bahwa kontribusi pertumbuhan

penduduk yang berasal dari migrasi sosial hampir seimbang dengan kelahiran

alamiah. Banyaknya pendatang (migrasi) dari berbagai daerah yang mencoba

mengadu nasib di Bali, karena Bali sebagai daerah pariwisata ini dinilai

menjanjikan peluang dan harapan dalam meningkatkan kesejahteraan.

Tabel 5.2

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Bali

Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2005dan 2013

No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Pertumbuhan

(%) 2005 2013

1. Jembrana 231.806 268.000 1,12

2. Tabanan 376.030 430.600 1,04

3. Badung 345.863 589.000 5,02

4. Gianyar 393.155 486.000 1,69

5. Klungkung 155.262 173.900 0,86

6. Bangli 193.776 220.000 0.97

7. Karangasem 360.486 404.300 0,87

8. Buleleng 558.181 638.300 1,03

9. Denpasar 532.440 846.200 4,21

Provinsi Bali 3.146.999 4.056.300 1,87

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Page 71: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

71

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010,penduduk Bali tercatat

sebanyak 3.890.757 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 690

jiwa/km2dan tahun 2013 meningkat 4.056.300 jiwadengan tingkat kepadatan

penduduk mencapai 720 jiwa/km2. Dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali,

penduduk terpadat tahun 2013 adalah Kota Denpasar sebesar 846.200 jiwa, dan

penduduk terjarang adalah Kabupaten Klungkung dengan kepadatan sebanyak

173.900 jiwa.

5.2. Deskripsi Variabel Penelitian

1) Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah secara keseluruhan sangat penting dalam

sumbangannya terhadap pembangunan nasional, tetapi yang lebih penting lagi

adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah. Komposisi dari

pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari

pembangunan nasional. Secara normatif belanja publik atau belanja pembangunan

diusahakan harus lebih besar dari biaya aparatur atau belanja rutin untuk lebih

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah yang digunakan

adalah konsumsi pemerintah pada Kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun

2005–2013 disajikan pada Tabel 5.3.

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 pengeluaran

pemerintah perkapita tertinggi terjadi di Kabupaten Klungkung yaitu dengan Rp

875.725 rupiah, sedangkan pengeluaran pemerintah perkapita terendah ada pada

Kabupaten Karangasem yaitu Rp 413.618 rupiah. Pada tahun 2013 pengeluaran

Page 72: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

72

pemerintah perkapita tertinggi terjadi juga di Kabupaten Klungkung, sedangkan

pengeluaran pemerintah perkapita terendah ada pada Kabupaten Gianyar.

Tabel 5.3

Pengeluaran Pemerintah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali,

Tahun 2005 -2013 (Ribuan Rp)

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali, 2014 (diolah)

2) Investasi

Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa investasi merupakan

hal yang penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi ini dibutuhkan

sebagai faktor penunjang di dalam peningkatan proses produksi. Investasi juga

mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan dan

peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan

merangsang pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa Investasi tertinggi pada

tahun 2013 terdapat di Kabupaten Badung yaitu dengan nilai Rp 5.130.990 rupiah.

Besarnya investasi fisik didaerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata

Kabupaten

Kota

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 633.26 652.17 662.45 713.29 736.23 757.36 784.84 831.10 872.72

Tabanan 594.22 623.74 643.60 686.20 720.26 748.91 804.31 844.20 901.48

Badung 591.51 604.09 622.40 666.49 553.04 567.00 589.65 661.85 694.33

Gianyar 460.34 474.66 478.98 514.94 516.89 532.81 559.61 592.01 624.46

Klungkung 875.73 905.70 929.34 1008.07 1052.01 1097.79 1163.79 1190.60 1273.94

Bangli 601.65 620.20 646.38 699.18 765.86 791.56 829.70 890.40 950.05

Karangasem 413.62 430.42 443.33 482.34 517.13 550.19 589.57 602.85 642.42

Buleleng 477.81 486.60 504.00 542.14 565.99 584.46 610.64 619.47 654.92

Denpasar 737.07 769.10 782.70 848.15 679.92 686.25 715.38 728.32 770.10

Rata-rata 633.26 652.17 662.45 713.29 736.23 757.36 784.84 831.10 872.72

Page 73: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

73

yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah tersebut. Ketersediaan

infrastruktur yang relatif lebih baik didaerah ini juga menjadi pendorong bagi

investor untuk menanamkan modalnya didaerah tersebut. Sedangkan investasi

terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu rata-rata Rp 1.260.590 rupiah, ini

dikarenakan investor enggan berinvestasi pada sektor pertanian, sehingga sangat

sulit bersaing dengan kabupaten lainnya.

Tabel 5.4

Investasi Perkapita pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2005 – 2013 (Ribuan Rp)

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah)

3) Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja (employment) adalah kesempatan yang tercipta akibat

perkembangan ekonomi tertentu, dalam arti kesempatan kerja itu mungkin saja

sudah terisi atau ada yang belum terisi.Dengan adanya penciptaan kesempatan

kerja baru berarti adanya penciptaan pendapatan masyarakat yang akan

mendorong daya beli masyarakat. Penciptaan kesempatan kerja baru juga dapat

Kabupaten

Kota

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 776.26 821.16 1270.59 1568.28 1764.92 1960.81 2704.49 3016.48 3406.62

Tabanan 655.38 662.96 1034.32 1250.68 1364.15 1508.93 1742.72 1875.69 2151.79

Badung 1753.50 1746.06 2642.86 3144.29 2810.02 3004.81 3359.64 4233.04 5130.99

Gianyar 915.12 924.18 1361.29 1626.96 1553.94 1601.50 1693.80 1881.51 2080.50

Klungkung 822.42 833.05 1324.94 1612.14 1802.07 2012.35 2234.04 2289.25 2607.03

Bangli 647.38 648.41 972.15 1159.27 1331.82 1404.81 1477.87 1627.47 1830.73

Karangasem 398.89 405.77 662.00 811.50 902.66 1005.23 1070.32 1128.71 1260.59

Buleleng 582.72 596.15 883.00 1062.40 1155.04 1235.32 1291.43 1467.65 1640.58

Denpasar 793.95 814.79 1250.84 1518.53 1452.34 1615.65 1796.84 1936.72 2164.02

Rata-rata 776.26 821.16 1270.59 1568.28 1764.92 1960.81 2704.49 3016.48 3406.62

Page 74: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

74

mendorong induced invesment, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan

ekonomi daerah (Gravitiani, 2006).

Tabel 5.5

Kesempatan Kerja(TPAK) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2000 – 2013 (%)

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah)

Kesempatan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat

partisipasi angkatan kerja (TPAK) dari tahun 2005-2013 pada kabupaten/kota di

Provinsi Bali. Dari Tabel 5.5 dapat dijelaskan bahwa tingkat partisipasi angkatan

kerja rata–rata mengalami peningkatan. Ini berarti bahwa kesempatan kerja

mengalami kemajuan yang cukup berarti dari tahun ke tahun meskipuntelah

dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang perekonomian di Provinsi Bali.

Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2005 tertinggi terjadi di Kabupaten

Gianyar yaitu 96,68 % dan terendah terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 96,43%.

Kabupaten

Kota

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 96.43 96.65 96.78 97.68 97.74 97.86 97.98 98.26 98.54

Tabanan 96.54 96.66 96.81 97.69 97.87 98.07 98.20 98.78 98.90

Badung 96.62 96.70 96.82 97.49 97.59 97.61 97.70 98.44 98.95

Gianyar 96.68 96.73 96.82 97.29 97.39 97.43 97.54 98.28 98.62

Klungkung 96.46 96.68 96.86 97.04 97.20 97.41 97.64 98.46 98.64

Bangli 96.49 96.52 96.69 97.43 97.68 97.85 97.99 98.39 98.79

Karangasem 96.52 96.68 96.92 97.14 97.34 97.53 97.68 98.49 98.78

Buleleng 96.74 96.82 96.96 97.08 97.45 97.83 98.04 98.28 98.57

Denpasar 96.51 96.59 96.60 97.49 97.61 97.73 97.88 98.23 98.73

Rata-rata 96.43 96.65 96.78 97.68 97.74 97.86 97.98 98.26 98.54

Page 75: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

75

Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2013 tertinggi terjadi di Kabupaten

Badung yaitu 98,95 % dan terendah terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 98,54%.

4) Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan

dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan

bertambah. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan

pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi

keberhasilan pembangunan ekonomi.

Selama Tahun 2005–2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota di

Provinsi Bali disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Berdasarkan Haga Konstan Tahun 2000 – 2013 ( Persen)

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 (diolah)

Kabupaten

Kota

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 5,000 4,520 5,110 5,050 4,820 4,570 5,610 5,900 5,925

Tabanan 5,960 5,250 5,760 5,220 5,440 5,680 5,820 5,910 5,940

Badung 5,610 5,030 6,850 6,910 6,390 6,480 6,690 7,300 7,335

Gianyar 5,470 5,200 5,890 5,900 5,930 6,040 6,760 6,790 6,810

Klungkung 5,410 5,030 5,540 5,070 4,920 5,430 5,810 6,030 6,065

Bangli 4,460 4,250 4,480 4,020 5,710 4,970 5,840 5,990 6,012

Karangasem 5,130 4,800 5,200 5,070 5,010 5,090 5,190 5,730 5,765

Buleleng 5,600 5,350 5,820 5,840 6,100 5,850 6,110 6,520 6,555

Denpasar 6,050 5,880 6,600 6,830 6,530 6,570 6,770 7,180 7,210

Rata-rata 5,410 5,034 5,694 5,546 5,650 5,631 6,067 6,372 6,402

Page 76: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

76

Dari Tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun

2005 sampai dengan tahun 2013 pada kabupaten/kota di Provinsi Bali rata – rata

mengalami peningkatan yaitu dari 3,751 persen menjadi 6,402 persen. Ini berarti

bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan yang cukup berarti setelah

dihadapkan beberapa kejadian yang mengguncang perekonomian di Provinsi Bali.

Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kabupaten Badung yaitu

7.335 dan terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu 5,765.

5) Ketimpangan Pendapatan

Setiap pembangunan ekonomi menimbulkan perubahan pendapatan

masyarakat. Perubahan tersebut kemungkinan timbul sebagai akibat dari adanya

perubahan kepemilikan dari sumberdaya dan faktor produksi. Pihak yang

memiliki barang modal lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih

banyak dibandingkan dengan pihak yang memiliki modal sedikit. Ketimpangan

pendapatan dalam penelitian ini merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar

golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan Gini Ratio (GR).

Ketimpangan pendapatan selama tahun 2005–2013 Kabupaten/kota di Provinsi

Bali disajikan pada Tabel 5.7.

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa selama Tahun 2013

ketimpangan pendapatan masyarakat tertinggi terjadi di Kota Denpasar yaitu 0,40

dan terendah adalah Kabupaten Karangasem yaitu 0,27. Hal ini berarti semakin

tinggi pendapatan perkapita pada suatu kabupaten/kota maka ketimpangan

pendapatan semakin tinggi atau timpang. Sedangkan ketimpangan pendapatan

Page 77: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

77

terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini berarti bahwa pemerintah

belum mampu mengatasi pemerataan pendapatan antar masyarakatnya.

Tabel 5.7

Ketimpangan Pendapatan Masyarakat (Gini Ratio) Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013 ( Persen)

Kabupaten

Kota

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 0.26 0.23 0.24 0.26 0.24 0.26 0.40 0.37 0.37

Tabanan 0.23 0.26 0.25 0.24 0.25 0.26 0.37 0.35 0.32

Badung 0.30 0.28 0.17 0.27 0.23 0.29 0.34 0.33 0.30

Gianyar 0.26 0.28 0.24 0.28 0.25 0.27 0.33 0.34 0.31

Klungkung 0.28 0.25 0.23 0.29 0.29 0.29 0.38 0.35 0.31

Bangli 0.23 0.22 0.18 0.24 0.23 0.22 0.27 0.31 0.30

Karangasem 0.25 0.23 0.23 0.21 0.22 0.23 0.29 0.29 0.27

Buleleng 0.28 0.24 0.21 0.25 0.26 0.26 0.34 0.33 0.32

Denpasar 0.26 0.29 0.27 0.27 0.27 0.30 0.34 0.43 0.40

Sumber : BPS Provinsi Bali , 2014

5.3. Analisis Data

Perhitungan koefisien jalur dalam penelitian ini menggunakan program

Analysis Moment of Structural (AMOS). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui dan menganalisis pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan distribusi pendapatan

seperti yang disajikan pada teknik analisis.

5.3.1 Model Teoritis

Hubungan kausalitas yang berjenjang atau hubungan sebab akibat

antarvariabel dalam studi ini merupakan model yang tidak sederhana, yaitu

Page 78: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

78

adanya variabel yang berperan ganda, sebagai variabel independen pada suatu

hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan lain. Model yang

dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pengeluaran

pemerintah, investasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

pendapatan.

Variabel kesempatan kerja disatu sisi sebagai variabel independen dari

pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dan disisi lain sebagai

variabel dependen dari pengeluaran pemerintah dan investasi. Begitu juga variabel

pertumbuhan ekonomi, disatu sisi sebagai variabel yang mempengaruhi

ketimpangan pendapatan dan disisi lain dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah,

investasi dan kesempatan kerja. Dalam penelitian ini hubungan antar variabel

berdasarkan substansi teori dapat dikembangkan sebagai berikut:

a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap kesempatan

kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali.

b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi

kabupaten/kota di Provinsi Bali

c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota

di Provinsi Bali

5.3.2 Uji Normalitas

Uji Normalitas Data dengan Normalitas Univariate dan Multivariate, yaitu

menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini.

Univariate melihat nilai CR pada Skewness diharapkan disekitar ± 2.58. Bila ada

Page 79: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

79

nilai diluar angka tersebut bisa ditoleransi apabila nilai Multivariatenya masih

disekitar ± 2.58.Hasil pengujian normalitas data dalam penelitian ini dapat

disajikan dalam Tabel 5.8 sebagai berikut :

Tabel 5.8 Assessment of normality

Variable min max Skew c.r. kurtosis c.r.

X1 4.140 12.740 1.038 3.815 1.056 1.941

X2 3.990 51.310 1.526 5.607 3.228 5.930

X3 96.430 98.950 .230 .845 -1.103 -2.027

X4 4.020 7.300 .007 .025 -.476 -.874

Y .174 .425 .692 2.543 .229 .420

Multivariate

3.951 2.125

Sumber : lampiran 2

Berdasarkan Tabel 5.8, nilai CR pada Skewness untuk variabel X3, X4

dan Y mempunyai nilai < 2,58 yaitu sebesar 0,845, 0,025 dan 2,543, sehingga

data yang akan digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal. Nilai CR

pada Kurtosis, hanya variabel X2 yang tidak berdistribusi normal karena nilai CR

> 2,58 yaitu sebesar 5,930. Nilai CR > 2,58 bisa ditoleransi karena nilai

multivariatenya berada disekitar 2,58, yaitu sebesar 2,125, sehingga data yang

akan digunakan dalam penelitian ini secara multivariate berdistribusi normal.

5.3.3 Pengaruh Langsung

Perhitungan koefisien jalur dalam penelitian ini menggunakan multiple

regresi untuk mengetahui dan menganalisis pengeluaran pemerintah, investasi,

dan kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi

pendapatan, maka program yang digunakan adalah program Analysis Moment of

Structural (AMOS) terhadap model persamaan struktural 4.1, 4.2 dan 4.3 seperti

Page 80: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

80

yang disajikan pada teknik analisis. Koefisien jalur terhadap model teoritis dapat

disajikan pada Tabel 5.9 sebagai berikut:

Tabel 5.9

Koefisien Jalur Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan Kerja,

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Kota di

Provinsi Bali Tahun 2005-2013

Regresi Koefisien

Regresi Standar

C.R P Value Keterangan

X3 <--- X1 0.187 2.040 .041 Signifikan

X3 <--- X2 0.544 5.931 *** Signifikan

X4 <--- X2 0.399 3.351 *** Signifikan

X4 <--- X3 0.186 1.560 .119 Tidak Signifikan

Y <--- X1 0.231 2.601 .009 Signifikan

Y <--- X2 0.043 .392 .695 Tidak Signifikan

Y <--- X3 0.360 3.423 *** Signifikan

Y <--- X4 0.298 3.079 .002 Signifikan *** sig alpha (< 0,001)

Sumber : Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat dibuat diagram jalur yang disajikan dalam

Gambar 5.2 berikut:

Page 81: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

81

Sumber : lampiran 5

Gambar 5.2

Hasil Analisa Diagram Jalur Pengaruh Pengeluaran

PemerintahdanInvestasi Terhadap Kesempatan Kerja,

Pertumbuhan Ekonomi sertaKetimpangan Pendapatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2005-2013

Berdasarkan Tabel 5.9 dan ditampilkan kembali pada gambar 5.2 dapat

dibuat persamaan struktrural sebagai berikut :

a) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap kesempatan kerja

kabupaten/kota di Provinsi Bali. Model persamaan dalam penelitian ini dapat

dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut:

X3 = 0.187 X1 + 0.544 X2….……………………..………………………………………. (5.2)

Keterangan:

X1 = Pengeluaran Pemerintah

X2 = Investasi

X3 = Kesempatan Kerja

Page 82: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

82

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran

pemerintah ternyata berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja pada

kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005 – 2013. Hal ini

ditunjukkan dengan koefisien parameter sebesar 0,187 dan signifikan pada

5%, begitu juga variabel investasi berpengaruh positif terhadap kesempatan

kerja pada kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013 dengan

koefisien parameter sebesar 0,544.

b) Pengaruh Investasi dan Kesempatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi

kabupaten/kota di Provinsi Bali. Model persamaan dalam penelitian ini dapat

dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut:

X4 = 0.399X2+ 0.186 X3 …………..……………………………………………….. (5.3)

Keterangan:

X2 = Investasi

X3 = Kesempatan Kerja

X4 = Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel investasi dan

kesempatan kerja berpengaruh positif terhadap petumbuhan ekonomi pada

kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013. Hal ini ditunjukkan

dengan koefisien parameter masing-masing 0,399 dan 0,186 dengan

signifikan pada 5%.

c) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan kerja dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan kabupaten/kota di

Page 83: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

83

Provinsi Bali.Model persamaan dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam

bentuk persamaan struktural sebagai berikut:

Y = 0.231 X1 + 0.043 X2 + 0.360 X3 + 0.298X4…..……………………… (5.4)

Keterangan:

X1 = Pengeluaran Pemerintah

X2 = Investasi

X3 = Kesempatan Kerja

X4 = Pertumbuhan Ekonomi

Y = Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa variabel pengeluaran

pemerintah, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi ternyata

berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan pada kabupaten/kota

di Provinsi Bali selama tahun 2005–2013. Hal ini ditunjukkan dengan

koefisien parameter sebesar 0,231, 0,043, 0,360 dan 0,298 dengan signifikan

pada 5%. Jadi kemungkinan terdapat distribusi pendapatan yang belum

merata pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali selama tahun 2005 -2013.

5.3.4. Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effects)

Dengan menggunakan program AMOShasil pengaruh tidak langsung

(indirect effect) dapat sajikan pada Tabel 5.10 berikut

Tabel 5.10

Indirect effects Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Kesempatan Kerja,

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Kota di

Provinsi Bali Tahun 2005-2013

Pengaruh antar

variabel

Mediasi Koefisien Regresi

Terstandar

X1 X4 X3 0,035

X1Y X3, X4 0,078

X2 X4 X3 0,101

X2 Y X3, X4 0,345

X3 Y X4 0,056 Sumber : Lampiran 3

Page 84: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

84

Keterangan:

X1 = Pengeluaran Pemerintah

X2 = Investasi

X3 = Kesempatan Kerja

X4 = Pertumbuhan Ekonomi

Y = Ketimpangan Pendapatan

1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

melalui Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja dilakukan dengan Amos

seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil output Lampiran 5 yang ditampilkan

kembali pada Tabel 5.10 diperoleh hasil Pengujian adanya pengaruh pengeluaran

pemerintah secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi melalui kesempatan kerja.

Hal ini dapat dilihat dari hasil olahan data dengan menggunakan AMOS,

yaitu diperoleh hasil bahwa secara langsung pengeluaran pemerintah berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Lampiran 5) dengan signifikansi

sebesar 0,041 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran

pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah

positif yaitu 0,035, ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja memperkuat

pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan

meningkatnya pengeluaran pemerintah melalui kesempatan kerja akan berdampak

terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.

2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Pendapatan

melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali

Page 85: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

85

Pengujian adanya pengaruh pengeluaran pemerintah secara tidak langsung

terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan

ekonomi dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan

Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa

pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap

ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Nilai Beta yang dihasilkan dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap

ketimpangan pendapatan adalah positif sebesar 0,231 dan nilai beta yang

dihasilkan dari pengaruh pengeluaran pemerintah tehadap ketimpangan

pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah positif

yaitu 0,078. Ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja dan pertumbuhan

ekonomi memperlemah pengaruh dari pengeluaran pemerintah terhadap

ketimpangan pendapatan sehingga menyebabkan distribusi pendapatan semakin

merata.

3. Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui

Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Pengujian adanya pengaruh investasi secara tidak langsung terhadap

pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja dilakukan dengan program

AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan

kembali pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa investasi secara tidak langsung

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

kesempatan kerja.

Page 86: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

86

Hal ini dapat dilihat dari hasil pengolahan program AMOS, nilai beta yang

dihasilkan dari pengaruh langsung investasi terhadap pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,399 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh tidak langsung

investasi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah positif

yaitu 0,101, ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja memperlemah

pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi dalam penelitian ini

investasi belum memerlukan mediasi kesempatan kerja dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

4. Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui

Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di

Provinsi Bali

Pengujian adanya Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan

melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di

Provinsi Bali dilakukan dengan program AMOS seperti pada Lampiran 3.

Berdasarkan Lampiran 3 yang ditampilkan kembali pada Gambar 5.10 dapat

diketahui bahwa investasi secara tidak langsung berpengaruh terhadap

ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Nilai Beta yang dihasilkan dari pengaruh investasi terhadap ketimpangan

pendapatan adalah sebesar 0,043 dan pengaruh tidak langsung investasi terhadap

ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi

adalah positif yaitu 0,345.Ini artinya bahwa mediasi dari kesempatan kerja dan

pertumbuhan ekonomi memperkuat pengaruh dari investasi terhadap ketimpangan

pendapatan dan menyebabkan distribusi pendapatan semakin timpang.

Page 87: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

87

5. Pengaruh Kesempatan kerja terhadap Ketimpangan Pendapatan melalui

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Pengujian adanya pengaruh kesempatan kerja secara tidak langsung

terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi dilakukan

dengan AMOS seperti pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil output Lampiran 3

yang ditampilkan kembali pada Tabel 5.10 diperoleh hasil Pengujian adanya

pengaruh Kesempatan kerja secara tidak langsung berpengaruh signifikan

terhadap ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi.

Hal ini dapat dilihat dari hasil olahan data dengan menggunakan AMOS,

yaitu diperoleh hasil bahwa secara langsung kesempatan kerja berpengaruh

signifikan terhadap ketimpangan pendapatan dengan sangat signifikansi sebesar

0,000 dan nilai beta yang dihasilkan dari pengaruh kesempatan kerja terhadap

ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi adalah positif yaitu

0,056, ini artinya bahwa mediasi dari pertumbuhan ekonomi memperlemah

pengaruh dari kesempatan kerja terhadap ketimpangan pendapatan yang

menyebabkan distribusi pendapatan makin merata.

5.3.5 Pengaruh Total (Total Effect)

Analisis jalur juga menunjukkan besaran dari pengaruh total, pengaruh

langsung dan pengaruh tidak langsung dari satu variabel terhadap variabel

lainnya. Hasil olahan data mengenai perhitungan pengaruh langsung, tidak

langsung, dan total variabel penelitian ditampilkan pada Tabel 5.11.

Page 88: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

88

Tabel 5.11

Ringkasan Direct Effects, Indirect Effects, dan Total Effects

X1 X2 X3 X4

DE IE TE DE IE TE DE IE TE DE IE TE

X3 0,187 - 0,187 0,544 - 0,544 - - - - - -

X4 0.000 0,035 0,035 0,399 0,101 0,500 0,186 - 0,186 - - -

Y 0,231 0,078 0,309 0,043 0,345 0,388 0,360 0,056 0,416 0,298 - 0,298

Sumber: Lampiran 3

Keterangan:

X1 adalah Pengeluaran pemerintah

X2 adalah Investasi

X3 adalah Kesempatan kerja

X4adalah Pertumbuhan ekonomi

Y adalah Ketimpangan distribusi pendapatan

IEadalah pengaruh tidak langsung

DEadalah pengaruh langsung

TEadalah pengaruh total

Tabel 5.11 dapat dijelaskan bahwa pengaruh langsung pengeluaran

pemerintah terhadap kesempatan kerja adalah sebesar 0,187. Pengaruh tidak

langsung pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

kesempatan kerja adalah 0,035. Pengaruh langsung pengeluaran pemerintah

terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,231. Pengaruh tidak langsung

pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan

kerjadan pertumbuhan ekonomi adalah 0,078. Dengan demikian pengaruh total

pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan menjadi

sebesar 0,309.

Demikian juga pengaruh langsung investasi terhadap kesempatan kerja

adalah sebesar 0,544, pengaruh langsung investasi terhadap pertumbuhan

ekonomi adalah sebesar 0,399, pengaruh langsung investasi terhadap ketimpangan

Page 89: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

89

pendapatan adalah sebesar 0,043, pengaruh tidak langsung investasi terhadap

pertumbuhan ekonomimelalui kesempatan kerja sebesar 0,101, pengaruh tidak

langsung investasi terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja

dan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,345, sehingga pengaruh totalnya menjadi

sebesar 0,388.

Pengaruh langsung kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi

adalah 0,186, pengaruh langsung kesempatan kerja terhadap ketimpangan

pendapatan adalah 0,360, pengaruh tidak langsung kesempatan kerja terhadap

ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi adalah 0,056, sehingga

pengaruh totalnya menjadi sebesar 0,416. Pengaruh Pertumbuhan ekonomi

terhadap ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0,298.

5.3.6. Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit

5.3.6.1 Menilai Goodness of Fit Indeks dari Square Multiple Correlations (R2)

Koefisien determinan (R2) adalah kemampuan model untuk menjelaskan

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sampai saat ini belum ada

ukuran yang pasti berapa besar koefisien determinan yang paling tepat. Namun

demikian, semakin besar nilai koefisien determinan, sehingga mendekati satu,

maka dapat dinyatakan model semakin baik. Kondisi ini menunjukkan keragaman

pengaruh antar data dapat dijelaskan oleh model yang disusun.

Evaluasi terhadap goodness of fit yang dilakukan dengan melihat besarnya

R2 dapat disajikan pada Tabel 5.12 sebagai berikut :

Page 90: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

90

Tabel 5.12

Square Multiple Correlations

Variabel R Square

Kesempatan Kerja (X3) 0.398

Pertumbuhan Ekonomi (X4) 0.283

Ketimpangan Pendapatan (Y) 0.492

Sumber :lampiran 3

Berdasarkan Tabel 5.12, dapat disimpulkan bahwa nilai R square sebesar

0.398 untuk Kesempatan Kerja (X3), berarti model regresi memiliki goodness-fit

yang baik dimana variable kesempatan kerja dapat dijelaskan oleh variabel

pengeluaran pemerintah dan investasi sebesar 39,80 % dan 60,20 % dijelaskan

oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. Nilai R square Pertumbuhan

Ekonomi (X4) sebesar 0,283 yang berarti model regresi memiliki goodness-fit

yang baik dimana variabel pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh variabel

pengeluaran pemerintah, investasi dan kesempatan kerja sebesar 28,30 % dan

61,70 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini.

Nilai R square Ketimpangan Pendapatan (Y) sebesar 0,479 yang berarti

model regresi memiliki goodness-fit yang baik dimana variabel Ketimpangan

Pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel pengeluaran pemerintah, investasi,

kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi sebesar 49,20 % dan 50,80 %

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini.

5.3.6.2. Menilai Goodness of Fit Indeks dari Hasil Uji Full Model

Page 91: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

91

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui

telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini hasil analisa goodness

of fit indeks dari hasil uji full model disajikan pada Tabel 5.13:

Tabel 5.13

Goodness of Fit Index

Goodness of Fit Measure

Nilai Kritis

(Cut of Value) Hasil

Analisis

Evaluasi

Model

Chi Square (λ2) Diharapkan

kecil≤ 3,841 4,425.

marginal

Significance Probability (p) ≥ 0,05 0.035 marginal

RMSEA ≤ 0,08 0,207 Kurang baik

GFI ≥0,90 0.979 baik

AGFI ≥ 0,90 0,684 marginal

CMIN/DF ≤ 2,00 1 baik

CFI ≥ 0,94 0,972 baik Sumber :lampiran 4

Hasil selengkapnya pengujian kriteria layak tidaknya model (goodness of fit

index) tahap akhir dapat dilihat pada Tabel5.13. Berdasarkan parameter nilai

goodness of fit index, hanya nilai RMSEA yang kurang baik, sehingga dapat

dikatakan bahwa model analisa secara keseluruhan sudah fit dan ada kesesuaian

antara model dan data.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Kesempatan Kerja

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Dengan menggunakan analisis jalur hasil analisis menunjukkan bahwa

selama tahun 2005-2013, pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan searah antara pengeluaran pemerintah dengan

Page 92: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

92

kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan pengeluaran

pemerintah akan meningkatkan kesempatan kerja.

Kesempatan kerja merupakan suatu proses atau usaha memberikan

pekerjaan atau sumber penghidupan bagi masyarakat. Pemerintah sebagai

penyedia lapangan pekerjaan hendaknya lebih banyak menyediakan lapangan

pekerjaan melalui pengeluaran pemerintah sehingga dapat mensejahterakan

masyarakat. Maksudnya adalah melalui pengeluaran pembangunan, pemerintah

dapat mengalokasikan sebagian dana APBD untuk meningkatkan industri-industri

kecil maupun menengah di dalam negeri yang potensial untuk dapat menyerap

tenaga kerja yang lebih banyak.

Kesempatan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi semua

Negara, baik Negara berkembang maupun Negara maju. Walaupun intensitas dari

masalah tersebut mungkin sekali berbeda karena adanya perbedaan pada factor-

faktor yang mempengaruhi seperti laju pertumbuhan ekonomi, teknologi yang

dipergunakan dan kebijaksanaan pemerintah. Dilihat dari sudut pandang makro,

perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu

melalui proses kenaikan output per kapita secara konstan dalam jangka panjang.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013,

pengeluaran pemerintah menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap

kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini menunjukkan bahwa

naiknya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali akan

meningkatkan kesempatan kerja. Pengeluaran pemerintah baik rutin maupun

pembangunan dapat menjadi pendorong dalam membuka kesempatan kerja bagi

Page 93: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

93

masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, yang akhirnya akan meningkatkan

pendapatan masyarakat.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Edi

Sutriyono (2011) tentang pengeluaran pemerintah dan kesempatan kerja.

Menurutnya, dari sisi pengeluaran pemerintah yang berupa pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan mendorong penerimaan masyarakat, melalui efek

pelipatgandaan (multiplier effect), dimana peningkatan pendapatan tersebut

mendorong konsumsi dan tabungan masyarakat, serta peningkatan permintaan

secara keseluruhan, sehingga memberi rangsangan bagi produsen untuk

menambah investasi/memperluas kapasitas produksi akibatnya akan tercipta

kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Jadi pengeluaran pemerintah merupakan

suatu cara untuk menggerakkan permintaan yang dapat memompa suatu

perekonomian yang sedang tertekan dan memulihkan tingkat kesempatan yang

tinggi.

5.4.2 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan

pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan

administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sukirno, 2002).

Dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Semakin besar pengeluaran

pemerintah maka ketimpangan distribusi pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini

berarti pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat ketimpangan

Page 94: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

94

distribusi pendapatan masyarakat. Pengeluaran yang tergolong belanja publik

yang semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat

menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dalam penelitian ini mengalami

peningkatan. Ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya

terjangkau atau dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Todaro (2000)

mengatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

mengurangi kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, pemerintah

dapat mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu

secara langsung berupa “pembayaran transfer” dan secara tidak langsung melalui

penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan sebagainya.

5.4.3 Pengaruh Investasi terhadap Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di

Provinsi Bali

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis jalur maka

diperoleh bahwa selama tahun 2005-2013, investasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan searah antara investasi dengan kesempatan kerja

kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan

kesempatan kerja.

Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan

yang akan digunakan sebagai masa mendatang. Investasi meningkatkan output

perekonomian dan dapat menghasilkan input. Oleh karena adanya investasi-

investasi baru maka memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan

menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau

Page 95: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

95

kesempatan kerja baru yang akan menyerap tenaga kerja yang berkompeten dan

berkualitas. Salah satu input yang mendorong salah satunya adalah tenaga kerja,

tenaga kerja merupakan faktor pendorong penting dalam pertumbuhan

perekonomian. Karena adanya investasi maka akan meningkatkan kesempatan

kerja. Sehingga tenaga kerja merupakan salah satu input penting dalam

perekonomian daerah maka dibutuhkan suatu kebijakan ketenaga-kerjaan terpadu

yang menjadi bagian dari program pembangunan (ruang lingkup sektoral, provinsi

dan nasional). Kebijakan tersebut harus dapat menjamin ketersediaan lapangan

pekerjaan maupun penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu kebijakan dan

program pembangunan dapat benar-benar berpihak pada kaum miskin dan

berorientasi pada masyarakat (Situmorang, 2007).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti

(2009) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu pemerintahan salah satunya

dilihat dari sejauh apa pemerintah tersebut berhasil menciptakan lapangan kerja

bagi masyarakatnya, dengan penciptaan lapangan kerja yang tinggi akan

berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat sehingga pada akhirnya

kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Stok modal atau investasi merupakan

salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional.

Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan

kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan

taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Karena adanya investasi maka dapat

menciptakan lapangan kerja baru dan memperluas kesempatan kerja yang akan

menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di suatu

Page 96: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

96

daerah. Sebagai akibat yang akan terjadi penambahan output dan pendapatan baru

pada faktor produksi tersebut dan akan menambah output nasional sehingga akan

terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Saat ini investasi pemerintah di Provinsi Bali hanya berorientasi pada

lingkup pariwisata saja, sehingga kesempatan kerja yang tercipta juga sebagian

besar ada di bidang pariwisata. Pusat kawasan pariwisata berada di Kabupaten

Badung, namun penyerapan tenaga kerja mampu menjangkau seluruh

Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Untuk itulah pengembangan kawasan

pariwisata melalui investasi khususnya di daerah yang belum terjamah perlu

dilakukan agar kesempatan kerja tidak hanya berpusat di Kabupaten Badung saja.

Seperti misalnya daerah kawasan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Tenaga

kerja yang produktif tidak akan jauh-jauh ke Kabupaten Badung untuk mencari

pekerjaan jika di Nusa Penida juga terdapat industri pariwisata yang mampu

menyerap tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi investasi yang

ada pada suatu Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, maka kesempatan kerja di daerah

tersebut juga akan semakin banyak.

5.4.4 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali

Peran swasta dalam proses pembangunan sangat strategis, hal ini tercermin

dalam struktur PDRB yang lebih dominan dibanding peran pemerintah. Melalui

tambahan investasi yang ditanamkan di berbagai sektor yang menyebabkan

ekonomi semakin tumbuh dan berkembang dengan indikatornya, meningkatkan

penyerapan tenaga kerja, pendapatan yang merupakan indikasi adanya

Page 97: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

97

peningkatan kesejahteraan. Sehingga meningkatnya investasi swasta akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena terjadi perluasan produksi dan

permintaan yang berdampak tidak hanya pada bidang ekonomi saja, akan tetapi

telah meluas pada bidang-bidang sosial kemasyarakatan.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2013, investasi

menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini menunjukkan naiknya investasi

kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Investasi merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output.

Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan

pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat

membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan

berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan

karena semakin besar investasi maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi

meningkat. Investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan segala

hal bagi kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan pendapatan regional dari

sembilan lapangan usaha yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Bali akan

meningkat, sehingga pertumbuhan ekonominya pun meningkat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dan penelitian yang dilakukan

oleh Nata Wirawan (2005) yang menyatakan bahwa pertumbuhan investasi

berpengaruh nyata dan positif terhadap PDRB Bali. Hal yang sama diungkapkan

oleh Manuaba, B.P. (2006) yang menyatakan bahwa secara parsial pertumbuhan

investasi berpengaruh positif dan nyata terhadap PDRB Kabupaten Badung

Page 98: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

98

Besaran investasi yang masuk ke kabupaten/kota di Provinsi Bali akan

memberi dorongan kuat pada capaian pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.

Selama tahun 2000-2013 secara rata-rata Investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali

mengalami peningkatan. Namun Kabupaten Badung merupakan wilayah yang

secara persentase mempunyai kenaikan paling kuat di Provinsi Bali. Ini

disebabkan karena Badung merupakan daerah pariwisata dan para investor lebih

banyak menanamkan modalnya di bidang pariwisata dibandingkan dengan di

sektor pertanian. Soekarni dkk (2010) berpendapat kenaikan ini merupakan

pemeberlakuan paket kebijakan perbaikan iklim investasi melalui Instruksi

Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2006 serta pemberlakuan UU Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahnaz

Rabiei & Mazoidi (2012) yang meneliti investasi asing terhadap pertumbuhan

ekonomi di delapan negara yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Mesir,

Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia dan Turki. Pada

penelitian ini disimpulkan bahwa investasi asing berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi tiap negara. Peran investasi asing tercermin dalam

pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, transfer teknologi, dan daya

saing usaha yang meningkat.

Namun penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan

Omoniyi, et.al (2011) di negara Nigera. Pada penelitian yang dilakukan

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara investasi asing dengan

pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Hal ini disebabkan karena investasi asing yang

Page 99: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

99

masuk ke negara Nigeria tidak cukup besar untuk mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi di Nigeria.

5.4.5 Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Pendapatan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.

Investasi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan ekonomi

karena investasi dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam peningkatan proses

produksi. Investasi memiliki peran aktif dalam menentukan tingkat output, dan

laju pertumbuhan output tergantung pada laju investasi (Arsyad, 1999).Sesuai

dengan teori, investasi akan memperluas kesempatan kerja dan memperbaiki

kesejahteraan masyarakat sebagai konsekwensi naiknya pendapatan yang diterima

masyarakat (Sun’an & Astuti, 2008). Dengan meningkatnya kesejahteraan

masyarakat maka pendapatan cenderung membaik, sehingga dapat mengurangi

ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat.

Hasil analisis tahun 2005-2013 menunjukkan bahwa investasi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Ini berarti

bahwa investasi meningkat maka ketimpangan distribusi pendapatan akan

meningkat. Di daerah yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan

permintaan akan mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya

menaikkan investasi. Di daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban

maka permintaan terhadap modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat

dari rendahnya penawaran modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah.

Dengan perbedaan perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi

Page 100: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

100

didaerah yang mapan mengakibatkan terjadinya ketimpangan atau bertambahnya

ketidakmerataan.

Seperti halnya dikabupaten/kota di Provinsi Bali perkembangan investasi

sangat dominan di Bali selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

Besarnya investasi di kedua daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata

yang menjadi tulang punggung perekonomian didaerah tersebut. Keengganan

investor berinvestasi di sektor lain seperti pertanian membuat kabupaten lain sulit

menyaingi kedua daerah ini dalam menarik investasi.Penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yoga (2006) yang menyatakan bahwa

pertumbuhan investasi meningkatkan tingkat kesenjangan pembangunan antar

daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali dan pertumbuhan investasi mempunyai

pengaruh nyata atau pengaruh positif terhadap kesenjangan pendapatan.

5.4.6 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan suatu proses yang

berkesinambungan antara sektor-sektor ekonomi sehingga dengan terciptanya

pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan

dan pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam suatu proses

pembangunan ekonomi mencakup aktivitas ekonomi yang mengupayakan

pengoptimalan penggunaan faktor-faktor ekonomi yang tersedia sehingga

menciptakan nilai ekonomis, salah satu faktor ekonomi yang dimaksud adalah

tenaga kerja.

Page 101: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

101

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kesempatan kerja berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

Bali. Hal ini disebabkan karena peningkatan kesempatan kerja dapat

mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra

Esmara (1990), pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja berkolerasi positif,

tetapi besar kecilnya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan

kesempatan kerja ditentukan oleh faktor teknologi, dan kualitas tenaga kerja yang

digunakan.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Swasono

(1983) yang menyatakan bahwa meskipun perluasan kesempatan kerja tidak

hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi semata, namun faktor pertumbuhan

ekonomi cukup signifikan dan harus diperhatikan agar tercapai sasaran perluasan

kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses

peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Dapat

dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi

tunggal dan dapat diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan.

Sadono (1994:15) mengatakan bahwa salah satu faktor penting yang

menentukan kemakmuran sesuatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya.

Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga

kerja penuh dapat diwujudkan. Sebagaimana penjelasan diatas, maka dengan

meningkatnya angka pengangguran yang terdapat di suatu daerah akan

menimbulkan masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan

Page 102: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

102

pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi konsumsinya, yang

mana pada akhirnya berakibat pada rendahnya pendapatan yang akan diterima

oleh suatu daerah.

Apabila keadaan pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk,

kekacauan politik dan sosial berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada

kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka

panjang.

5.4.7 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan analisis jalur, maka

diperoleh hasil bahwa kesempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini

disebabkan karena kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali tidak hanya

ketergantungan pada dunia kerja kantoran. Sehingga untuk menunjang sektor

pariwisata di Provinsi Bali maka masing-masing kabupaten/kota lebih banyak

mengembangkan potensi daerah mereka dengan mengembangkan industri

kerajinan-kerajinan usaha kecil dan menengah (UKM) yang mampu

meningkatkan pendapatan penduduknya. Hal ini menyebabkan kesempatan kerja

yang ada mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan.

Masalah distribusi pendapatan adalah suatu ukuran atas pendapatan yang

diterima oleh setiap masyarakat. Menurut Todaro (2000:89) bahwa dalam

mengukur distribusi pendapatan diukur dari 2 ukuran pokok yaitu distribusi

pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan personal dan distribusi fungsional

Page 103: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

103

yang mempertimbangkan individu sebagai totalitas yang terpisah-pisah.

Kemudian menurut Ahluwalia (1997) yang menggambarkan penerimaan

pendapatan penduduk yaitu 40 persen penduduk menerima pendapatan paling

rendah, 40 persen penduduk menerima pendapatan menengah dan 20 persen

menerima pendapatan yang paling tinggi.

Salah satu cara dalam meningkatkan distribusi pendapatan adalah dengan

adanya pelaksanaan pembangunan ekonomi, Suryono (2000:5) menyatakan

bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan

pendapatan perkapita penduduk atau suatu masyarakat meningkat dalam jangka

penjang. Oleh karena itu perlu adanya pelaksanaan pembangunan ekonomi secara

berkelanjutan dan dilakukan dengan baik, sebab dengan pelaksanaan

pembangunan ekonomi, akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

distribusi pendapatan bagi masyarakat.Kesempatan kerja di sektor-sektor seperti

industri besar, kostruksi, perdagangan dan keuangan memang memberikan

pendapatan dan nilai tambah yang tinggi namun ketersediaannya lebih banyak di

perkotaan daripada di pedesaan yang didominasi oleh sektor primer, sehingga

menimbulkan ketimpangan pendapatan terutama antara perkotaan dengan

pedesaan.

Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Estudilo

Jonna P (1997), yang melakukan penelitian mengenai distribusi pendapatan di

Filipina, dimana dari hasil penelitian menemukan ada pengaruh antara populasi/

penduduk dengan distribusi pendapatan dan selain itu pendapatan dari upah yang

memiliki kontribusi dalam mempengaruhi distribusi pendapatan. Lebih lanjut

Page 104: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

104

penelitian yang dilakukan oleh Lyndon, Pangemanan (2001) yang melakukan

studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan. Dimana

dari hasil penelitian yang menemukan kenaikan proporsi penduduk secara

signifikan akan menurunkan distribusi pendapatan, kemudian proporsi anggota

rumah tangga yang bekerja di sektor industri akan meningkatkan distribusi

pendapatan rumah tangga. Sedangkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan

distribusi pendapatan rumah tangga, walaupun pertumbuhan ekonomi terus

meningkat.

5.4.8 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan

ekonomi, namun yang perlu diperhatikan tidak hanya angka statistik yang

menggambarkan laju pertumbuhan, namun lebih kepada siapa yang menciptakan

pertumbuhan tersebut. Apakah hanya segelintir orang atau sebagian besar

masyarakat. Jika sebagian kecil orang yang menikmati maka pertumbuhan

ekonomi tidak mampu mereduksi kemiskinan dan memperkecil ketimpangan.

Sebaliknya jika sebagian besar yang turut berpartisipasi dalam peningkatan

pertumbuhan ekonomi maka kemiskinan dapat direduksi dan gap antara orang

kaya dan orang miskin dapat diperkecil, Todaro (2006).

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan

positif yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan

distribusi pendapatan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi

semakin tinggi ketimpangan pendapatan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan

Page 105: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

105

Kuznet dalam Soekirno, (1995) yang mengatakan bahwa proses pembangunan

ekonomi suatu negara pada tahap awal umumnya disertai oleh kemerosotan yang

cukup besar dalam distribusi pendapatan, dan baru berbalik menuju suatu

pemerataan yang lebih baik pada tahap pembangunan lebih lanjut. Dengan

meningkatnya pendapatan perkapita maka ketimpangan pendapatan juga akan

meningkat, selanjutnya akan menurun yang dikenal dengan hipotesis U terbalik.

Teori inisejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suarteja (2003) yang

menyatakan bahwa laju pertumbuhan PDRB berpengaruh negatif terhadap tingkat

disparitas hasil pembangunan.Tetapi penelitian ini sama dengan yang dilakukan

oleh Noegroho dan Soelistianingsih (2008) yang menyatakan bahwa pertumbuhan

ekonomi mempunyai pengaruh positif terhadap disparitas pendapatan.

Konsep yang disampaikan Todaro & Smith, (2006) bahwa karakter

pertumbuhan ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah

pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak.

Karakter tersebut terbangun melalui bagaimana cara pencapainnya. Karakter

pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah pertumbuhan

berbasisi sektor modal, dengan sektor pariwisata sebagai sektor prioritasnya. Ini

berarti bahwa sektor pariwisata akan mempercepat pertumbuhan ekonomi tetapi

tidak diikuti oleh penurunan ketimpangan distribusi pendapatan.

5.4.9 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

melalui Kesempatan Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan

positif antara pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

Page 106: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

106

kesempatan kerja. Hal ini berarti semakin tinggi pengeluaran pemerintah semakin

tinggi pertumbuhan ekonomi, diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja. Hal

ini berarti bahwa besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap

kesempatan kerja ternyata cukup kuat untuk memberi efek multiplier terhadap

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Pengaruh tidak langsung pengeluaran

pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah

signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi pengaruh

pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari

kebijakan fiskal yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya

perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan untuk nasional dan

APBD untuk daerah/regional (Sadono Sukirno, 2000). Tujuan dari kebijakan

fiscal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output maupun

kesempatankerja dan memacu pertumbuhan ekonomi.

Pengeluaran pemerintah merupakan komponen relatif kecil dibanding

komponen lain dalam penghitungan pertumbuhan ekonomi. Walau demikian,

pengeluaran pemerintah mempunyai efek sosial politis yang strategis sebagai

fungsi alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Selain itu, pengeluaran pemerintah

pun mempunyai efek multiplier terhadap ekonomi makro riil dalam pergerakan

jangka pendek dari output dan ketenagakerjaan (Samuelson & Nordhaus, 2001).

Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses penambahan

kemampuan suatu daerah untuk memproduksi barang dan jasa. Peningkatan

produksi ini akan meningkatkan kebutuhan input tenaga kerja, sehingga akan

Page 107: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

107

memperluas penyerapan kesempatan kerja. Kesimpulan dari Valerie A. Ramey

dan NBER (2012) yang disampaikan pada konfrensi “Fiscal Policy after the

Financial Crisis" di Milan pada Desember 2011 menunjukkan bahwa investasi

sektor swasta menurun karena kenaikan pengeluaran pemerintah. Peningkatan

pengeluaran pemerintah akan mengurangi pengangguran, tetapi bukan karena

meningkatnya pegawai swasta tetapi karena meningkatnya pegawai pemerintah.

Jamzoni Sodik melakukan penelitian pada tahun 2007, variabel

pengeluaran pemerintah daerah yang terdiri dari pengeluaran pembangunan dan

pengeluran rutin berpengaruh dan signifikan dengan tanda positif terhadap

pertumbuhan ekonomi regional. Untuk variabel yang lain, yaitu ekspor neto dan

angkatan kerja signifikan dengan tanda yang negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi regional.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardijono

(2013) yang menyatakan pengaruh kesempatan kerja terhadap pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Bali tidak signifikan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan

ekonomi di Bali yang didominasi pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi

cenderung padat modal, sehingga pemerintah perlu mengarahkan investasi swasta

ke sektor-sektor padat karya.

Tetapi penelitian yang dilakukan M.A. Loto (20011) yang meneliti

dampak pengeluaran pemerintah per sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di

Negeria periode 1980-2008, tidak sejalan. Hasil penelitiannya menunjukkan

pengaruh seluruh sektor pada pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan

ekonomi tidak signifikan. Kemungkinan perbedaan ini disebabkan karena data

Page 108: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

108

yang diambil berbeda dan lokasi yang dilakukan juga berbeda, atau ada perbedaan

pengelolaan pengeluaran Pemerintah Nigeria dengan Pemerintah kabupaten/kota

di Provinsi Bali.

5.4.10 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan melalui Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Adelmen dan Morris dalam Yoga (2006) mengatakan penyebab dari

ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah

pertambahan penduduk yang tinggi, inflasi, ketidakmerataan pembangunan

daerah, capital intensive, rendahnya mobilitas sosial, kebijakan industri,

memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara yang sedang berkembang

dengan negara maju dan hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti

pertukangan, industri rumah tangga.

Dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan

pertumbuhan ekonomi. Dimana semakin besar pengeluaran pemerintah maka

kesenjangan pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti pengeluaran

pemerintah belum mampu menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan

masyarakat. Pengeluaran yang tergolong belanja publik yang semestinya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat menurunkan kesenjangan

pendapatan dalam penelitian ini mengalami peningkatan. Ini disebabkan karena

pengeluaran pemerintah belum sepenuhnya terjangkau atau dapat dinikmati oleh

masyarakat secara langsung.

Page 109: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

109

Alokasi anggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangi

ketimpangan ekonomi tampaknya lebih perlu diperhatikan. Strategi alokasi

anggaran tersebut harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi

nasional sekaligus menjadi alat untuk mengurangi ketimpangan regional (Majidi,

1997). Delis (2008) pertumbuhan tidak selalu terjadi secara merata pada semua

wilayah. Pada tahap awal, proses pembangunan cenderung terkosentrasi dan

terpolarisasi pada area pusat suatu wilayah.

Pengaruh tidak langsung pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan

pendapatan melalui kesempatan kerjadan pertumbuhan ekonomi adalah tidak

signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kesempatan kerjadan pertumbuhan

ekonomi tidak memediasi secara parsial pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap ketimpangan pendapatan (Hair et al, 2010).

5.4.11 Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui

Kesempatan KerjaKabupaten/Kota di Provinsi Bali

Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi-investasi

baru sebagai stok modal. Semakin banyak tabungan yang kemudian

diinvestasikan, maka semakin cepat terjadi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi

secara riil, tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada setiap tabungan dan

investasi tergantung dari tingkat produktivitas investasi tersebut (Harrod Domar

dalam Jawas, 2008).

Kabupaten/kota di Provinsi Bali secara ekonomi termasuk memiliki posisi

strategis sehingga penelitian mengenai perekonomian Bali juga memilki daya

penting dan strategis. Mengingat posisi strategis pertumbuhan ekonomi (PDRB)

Page 110: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

110

dan letak geografisnya, maka hasil pertumbuhan tersebut diharapkan mampu

memberikan manfaat signifikan terhadap penyerapan dan indikator pertumbuhan

ekonomi lainnya. Sehingga penelurusan tentang potensi ekonomi dan keterkaitan

indikator lainnya dengan mempertimbangkan hubungan kewilayahan penting

untuk dilakukan.

Konsep yang disampaikan Todaro dan Smith bahwa karakter pertumbuhan

ekonomi (character of economic growth) sebagai penentu apakah pertumbuhan

ekonomi berpengaruh terhadap masyarakat miskin atau tidak. Karakter tersebut

terbangun melalui bagaimana cara pencapainnya, sektor prioritas, serta lembaga

yang mengaturnya (Todaro & Smith, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung investasi

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kesempatan kerja adalah signifikan, maka

dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja memediasi secara parsial pengaruh

investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Investasi memberi kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai

suatu proses penciptaan output jangka panjang. Ini sejalan dengan hasil penelitian

Were dalam Haryadi (2009), bahwa investasi tidak memberi dampak secara

langsung pada tahun bersangkutan, namun baru dapat dirasakan pengaruhnya

terhadap pertumbuhan ekonomi setelah beberapa tahun kemudian.

5.4.12 Pengaruh Investasi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan

melalui Kesempatan Kerjadan Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh

besarnyapengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya

Page 111: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

111

investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sajafii,

2009). Investasi dapatmenjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan

pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat

membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan

berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan

karena semakin besar investasi maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi

meningkat. Investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan segala

hal bagi kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan pendapatan regional dari

sembilan lapangan usaha yang ada dikabupaten/kota di Provinsi Bali akan

meningkat, sehingga pertumbuhan ekonominya pun meningkat.

Daerah yang sedang mengalami perkembangan, kenaikan permintaan akan

mendorong pendapatan dan permintaan, yang selanjutnya menaikkan investasi. Di

daerah lainnya dimana perkembangan sangat lamban maka permintaan terhadap

modal untuk investasi adalah rendah sebagai akibat dari rendahnya penawaran

modal dan pendapatan yang cenderung makin rendah. Dengan perbedaan

perkembangan tersebut dan terkonsentrasinya investasi didaerah yang mapan

mengakibatkan terjadinya kesenjangan atau bertambahnya ketidakmerataan.

Seperti halnya dikabupaten/kota diProvinsi Bali perkembangan investasi sangat

dominan di Bali selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Besarnya

investasi di kedua daerah ini tidak lepas dari pengaruh sektor pariwisata yang

menjadi tulang punggung perekonomian di daerah tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung investasi

terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui kesempatan kerjadan

Page 112: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

112

pertumbuhan ekonomi adalah signifikan, maka dapat dikatakan bahwa

kesempatan kerja memediasi secara penuh pengaruh investasi terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Darma Rika Swaramarinda dan Susi

Indriani (2011) yang meneliti peranan variabel pengeluaran konsumsi,

pengeluaran investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran investasi pemerintah

berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi hal ini karena pengeluaran

investasi pemerintah memilki peran ekonomi dan mendorong berkembangnya

kegiatan ekonomi masyarakat dan anggaran pembangunan dialokasikan terutama

untuk membiayai proyek-proyek yang tidak dibiayai sendiri oleh masyarakat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahnaz

Rabiei & Mazoidi (2012) yang meneliti investasi asing terhadap pertumbuhan

ekonomi di delapan negara yang mayoritas penduduknya musli, seperti Mesir,

Iran, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Indonesia dan Turki. Pada

penelitian ini disimpulkan bahwa investasi asing berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi tiap negara.

Alokasi investasi yang tidak seimbang pada kabupaten/kota akan sangat

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, karena

semakin tinggi investasi, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Besarnya

investasi di setiap daerah akan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga

berdampak pada kesenjangan pendapatan masyarakat. Investasi yang tinggi

Page 113: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

113

berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesenjangan pendapatan melalui

pertumbuhan ekonomi.

5.4.13 Pengaruh Kesempatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di

Provinsi Bali

Sehubungan dengan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam

mempercepat proses konvergensi PDRB per kapita di Provinsi Bali, yaitu dengan

pola pertumbuhan yang tidak seimbang pada besarnya kesempatan kerja untuk

meningkatkan PDRB per kapita. Dibukanya lapangan kerja yang padat karya

dengan mempertimbangkan pemerataan fisik dan prasarana pendidikan di setiap

kabupaten/kota juga merupakan upaya yang tepat guna meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Pemerataan dalam fasilitas pendidikan akan dapat

membantu mempercepat proses konvergensi antar daerah.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah

sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah

dariwaktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada

pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah

tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk

menambah produksi untuk memenuhi pasar domestik yang meningkat. Namun

disisi lain, Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan

ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat yang tingkat pertumbuhan ekonominya

masihrendah. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang

dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga

kerja tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi.

Page 114: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

114

Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh tidak langsung kesempatan

kerja terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi

adalah positif maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memediasi

pengaruh kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya mediasi

pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk pengurangan ketimpangan

pendapatan.

Page 115: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

115

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut.

1) Pengeluaran pemerintah secara langsung berpengaruh positif terhadap

kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa besarnya pengeluaran pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat meningkatkan kesempatan kerja.

2) Pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

kesenjangan pendapatan. Semakin besar pengeluaran pemerintah maka

ketimpangan distribusi pendapatan juga semakin tinggi. Hal ini berarti

pengeluaran pemerintah belum mampu menurunkan tingkat ketimpangan

distribusi pendapatan masyarakat.

3) Investasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan

adanya hubungan searah antara investasi dengan kesempatan kerja

kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga kenaikan investasi akan

meningkatkan kesempatan kerja.

4) Investasi secara langsung menunjukkan pengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. Ini

menunjukkan naiknya investasi kabupaten/kota di Provinsi Bali akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Page 116: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

116

5) Investasi secara langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan

pendapatan pendapatan. Ini berarti bahwa investasi meningkat maka

ketimpangan distribusi pendapatan akan meningkat.

6) Kesempatan kerja secara langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena

peningkatan kesempatan kerja dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan

ekonomi.

7) Kesempatan kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini

disebabkan karena kesempatan kerja kabupaten/kota di Provinsi Bali tidak

hanya ketergantungan pada dunia kerja kantoran, justru sebagian besar

merupakan pegawai kontrak.

8) Pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan

terhadapketimpangan pendapatan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan

ekonomi semakin tinggi ketimpangan pendapatan.

9) Pengeluaran pemerintah secara tidak langsung berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melelui kesempatan kerja. Hal ini

berarti bahwa besarnya pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di Provinsi

Bali dapat meningkatkan pertumbuhan melalui kesempatan kerja. Besarnya

pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja ternyata cukup

kuat untuk memberi efek multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi di

Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena melalui mediasi kesempatan kerja

mampu meningkatkan petumbuhan ekonomi.

Page 117: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

117

10) Pengeluaran pemerintah secara tidak langsung mempunyai pengaruh positif

terhadap ketimpangan pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan

ekonomi dan pengaruh positif membawa penurunan ketimpangan pendapatan

yang artinya pendapatan dapat lebih merata. Hal ini berarti kesempatan kerja

dan pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memediasi pengaruh pengeluaran

pemerintah terhadap ketimpangan pendapatan.

11) Investasi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi melalui kesempatan kerja, namun peningkatan pertumbuhan

ekonomi masih lebih rendah daripada sebelum mediasi, maka dapat dikatakan

bahwa kesempatan kerja belum diperlukan untuk memediasi pengaruh

investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

12) Investasi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap ketimpangan

pendapatan melalui kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Setelah

melalui mediasi kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan

pendapatan semakin tinggi dan timpang. Hal ini berarti kesempatan kerja dan

pertumbuhan ekonomi belum diperlukan memediasi pengaruh investasi

terhadap ketimpangan pendapatan.

13) Kesempatan kerja secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap

ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di

Provinsi Bali, namun pengaruh positif membawa penurunan ketimpangan

pendapatan yang artinya pendapatan dapat lebih merata. Hal ini berarti

pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memediasi pengaruh kesempatan

kerja terhadap ketimpangan pendapatan.

Page 118: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

118

6.2 Saran

Dari kesimpulan dan pembahasan diatas maka melalui penelitian ini

dicoba untuk memberi masukan bagi pengambil keputusan yaitu:

1. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif

terhadap kesempatan kerja di Provinsi Bali dan melalui kesempatan kerja

ketimpangan masyarakat menurun yang artinya distribusi pendapatan lebih

merata. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dan hati-hati khususnya

dalam penetapan strategi pengalokasian dan pendistribusian pengeluaran

pemerintah agar pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali lebih berdampak pada

perluasan kesempatan kerja di Provinsi Bali.

2. Alokasi investasi hendaknya diarahkan pada kabupaten/kota yang memilki

investasi fisik yang rendah, sehingga alokasi investasi tidak terpusat pada

daerah tertentu dan alokasi investasi juga diharapkan merata di semua sektor.

Alokasi investasi juga harus dilihat berdasarkan potensi daerah yang belum

diupayakan, sehingga mampu memberikan nilai tambah yang baru terhadap

pertumbuhan ekonomi daerahnya. Investasi yang masuk ke Provinsi Bali

harus diarahkan ke sektor-sektor padat karya dan didistribusikan merata di

wilayah Provinsi Bali. Pemerintah harus memiliki gambaran wilayah maupun

sektor/lapangan usaha alokasi agar dapat dijadikan pedoman yang akurat

dalam penetapan kebijakan investasi di Provinsi Bali. Di samping itu,

pemerintah pun harus memiliki komitmen untuk menerapkan kebijakan

investasi yang berpihak pada masyarakat Provinsi Bali. Dengan demikian,

investasi dapat mengurangi ketimpangan pendapatan mayarakat Provinsi Bali

Page 119: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

119

secara menyeluruh melalui perluasan kesempatan kerja peningkatan

pertumbuhan ekonomi..

3. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebaiknya peneliti berikutnya menambah

jumlah variabel independen yang mempengaruhi variabel pertumbuhan

ekonomi sehingga model yang dihasilkan menjadi lebih baik.

Page 120: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

120

DAFTAR PUSTAKA

Aaberge, Rolf & Audun Langorgen. 1997. Fiscal and Spending Behavior of

LocalGovernment: An empirical analysis based on Norwegian data.

Statistics Norway, Discussion paper no. 196.

Adhisasmita. 2005. Analisis Kesenjangan Pembangunan Regional : Indonesia

1992-2004. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara

Berkembang, Vol. 9, No. 2, Hal: 129-142.

Alisjahbana, Armida S., 2000, The Implication of Fiscal Decentralisation on

Local Government Own Revenue Mobilization, Economic Journal, Vol.

XV, No. 2, September 2000,7-26.

Arsyad, L.1997. Ekonomi Pembangunan. Edisi 3. Bagian Penerbitan STIE YPKN

Yogyakarta.

Arisudi, Mokh. Azis, 1997. ”Disparitas Pendapatan dan Perkembangan Pengkuran

Kemiskinan di Indonesia : Suatu Telah’ah terhadap Fenomena Kuznet”.

Central Library of Brawijaya University – Malang.

__________.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.

Edisi Pertama. Penerbit BPFE – Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014. PDRB Provinsi Bali Tahun 2009-2013.

_______. 2010. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2005-2009”.

Badan Perencanaan Pemerintah daerah Provinsi Bali dan Badan Pusat

Statistik Provinsi Bali.

Barro, Roberi. J.1999. Inequality, Growth, and Investment. NBER Working Paper

Series (Working paper 7038)

Boediono. 1981. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Format-format Kuantitatif

dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.

Case, 1999, Public Administration a Comparative Perspektive, by Prentice-

Hall,Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Case, K.F. & Fair, R.C. 2009(Benyamin Molan, Pentj). Prinsip-Prinsip Ekonomi

Makro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Page 121: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

121

Dakurah, A. H. Davies, S. P. and Sampath, R. K. (2001), Defense Spending

andEconomic Growth in Developing Countries A Causality Analaysis,

Journal ofPolicy Modelling, 23 pp 651-658.

Dalamagas, B. (2000), Public Sector and Economic Growth: the Greek

Experience : Applied Economics, 32(3), pp 277-288.

De Fretes, Pieter N.2007. Analisis tentang Pengaruh Investasi Terhadap

Pembangunan Ekonomi di Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen.

Vol. 5 (1), 8-17

Deller, Steven, Craig Maher, & Victor Lledo. 2002. Wisconsin local

government,State share revenue and the illusive flypaper effect.

University of Wisconsin-Madison, working paper.

________, 2005. Categorical Municipal Expenditures with a focus on the flypaper

effect. Public Budgeting/Fall.

Dogan, E. and Tang, T. C. (2006), Government Expenditure and national Income:

Causality Tests for five South East Asian Countries, International

Business & Economics Research Journal, Vol. 5, No. 10, pp. 49-58.

Dumairy, MA.1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta

Edward, N-A. (2009), Public Spending and Economic Growth: Evidence

fromGhana (1970-2004), Development Southern Africa, vol. 26, No. 3,

pp. 477-497

Elyani. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Berinvestasi

di Indonesia. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu. Vol 3 (1), 42-50

Ferdinand, A, 2002. Structural Equation Modelling Dalam Peneltian, Edisi

2.Semarang : Seri Pustaka Kunci 03/BP UNDIP

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2011. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan

AMOS 21.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati Damodar N. 1993. Basic Econometrics.2003. Fourth Edition

Halim, 2001. Bunga Rampai : Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama.

Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Page 122: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

122

Halim Abdul, 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yokyakarta : UPP-YKPN

Haryadi. 2009. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Struktural

Kebijakan Makroekonomi Indonesia : Suatu Analisis Business Cycle

Dari Sisi Permintaan. Vol. 8 : 63 – 76. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.

Hines, J.R. & Richard H. Thaler. 1995. Anomalies – The flypaper effect. Jornal of

Economic Perspectives 9 (4): 217-226.

Hair, J.F. 1998. Multivariate Data Analysis. Fourth Edition. New York :

Maemillan Publishing Company.

Lewis. 1954.Microeconomic Theory A Mathematical Approach Third Edition

Singapore, Mc Graw-Hill International Book Co.

Jawas, Musleh.2008. “Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Ekspor Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Muslim Tahun 2004 – 2005”

(Skripsi). Yokyakarta : Universitas Islam Indonesia.

Jhingan, ML.1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi keenambelas,

PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Joseph F.Hair.Jr. William C, Black Barry J, Babin Rolph E. Anderson, Pearson.

2010. Multivariate Data Analysis. Seventh edition.

Kerlinger, Fred. N. 2002. Asas-asas Penelitian Beharioral. Edisi Ketiga

(Penerjemah: Landung R. Simatupang). Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Kembar, Sri-Budhi, M. 2010. Memaknai Bias-Bias Kinerja Indikator

Pembangunan Kaitannya Dengan Kesejahteraan. Pidato Pengenalan

Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan

pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Denpasar : Universitas

Udayana.

Kunarjo. 1993. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Edisi Kedua.

Universitas Indonesia.

Loto, M.A. 2011. Impact of Government Sectoral Expenditure on Economic

Growth. Vol.3(11), pp. 646-652, 7 Oktober 2011. Journal of Economics

and International Finance.

Page 123: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

123

Lubis, Pardamean. Afifudin, Sya’ad & Mahalli, Kasyful. 2008. Analisis Faktor-

faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia. Vol.3

(2), 111-126

Mangkoesoebroto, Guritno.2001.Ekonomi Publik, BPFE, Yogyakarta.

Marhaeni, A.A.I.N. dan Manuati Dewi, I.G.A. 2004. Buku Ajar Ekonomi Sumber

Daya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Manuaba, B.P. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Pertumbuhan investasi,

dan Ekspor Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten Badung. Tesis S2 MEP UNUD Denpasar (tidak

dipublikasikan).

Nata Wirawan. 2001. Statistik Deskriptif, edisi kedua. FE Unud.

____________,2005. Analisis Pengaruh Pertumbuhan investasi dan Ekspor

Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali (1989-2003).

Tesis MEP UNUD Denpasar (tidak dipublikasikan).

Nehen, I.K.. 2010. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana.

Nugroho, Iwan & Rochim Danuri, 2004, Pembangunan Wilayah Persepektif

Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, Cetakan Pertama, LP3ES, Jakarta.

Omoniyi. B, Benyamin. Omobitan. Olufunsho Abayomi 2011. The Impact of

Foreign Direct Investment on Economic Growth in Nigeria.

InternationalResearch Journal of Finance and Economic. [Online] 73 :

Ranis, Gustav. 2004. Human Development and Economic Growth. Center Discussion

Paper No. 887. Economic Growth Center. Yale University.

www.econ.yale.edu/~egcenter

Rustiono, Dedy. 2008. “Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan

Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi

Jawa Tengah” (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.

Samuelson, Paul A dan William D.Nordhaus.1996. Makro Ekonomi (terjemahan).

Edisi keempatbelas, Erlangga,Jakarta.

Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis dengan SPSS.

Yokyakarta. Penerbit ANDI.

Page 124: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

124

Sjafii, Ahmad, 2009. Pengaruh Investasi Fisik dan Investasi Pembangunan

Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1990 – 2004

Journal of Indonesia Applied Economics, Vol 3, No 1 hal 59 – 76.

Simon Kuznets, 1955. Economic Growth and Income Inequality,The American

Economic Review, Volume XLV.

Sinung Noegroho, Yoenanto dan Lana Soelistianingsih, 2007. ”Analisis

Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota di Propinsi dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional ” Pararel Session

IV A : Urban & Regional. UI – Depok.

Singarimbun, Masri.1995. Metode Penelitian Survei. LP3S, Jakarta

Soekarni, M. Hidayat, AS. Suryanto, J.2010. Peta Penanaman Modal Asing

(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia, Vol

18 No 1. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia: Pusat Peneliti Ekonomi.

Sodik, J. 2007. Pengeluaran Pemerintah Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional :

Studi Kasus Data Panel Di Indonesia. Vol. 12 Nomor 1. Economic

Journal of Emerging Markets.

Sukirno, Sadono, 1995. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan LPFE - UI, Jakarta.Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi

dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, LP3ES,

Jakarta.

________,2002. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia.

________, S. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Penerbit PT

Raja Grafindo Persada. Jakarta

Susanti. 1995. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan

Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Tengah” (tesis). Yogyakarta:

UGM.

Susiyati, Bambang Hirawan. 2007.Otonomi daerah Sebagai Suatu Upaya

Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik (Bagi Orang Miskin) di

Indonesia.Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap

dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, Jakarta.

Page 125: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

125

Suwarno, 2008. Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman

Modal asing Pada Industri Manufaktur di Jawa Timur. Jurnal Riset

Ekonomi dan Bisnis. Vol. 8 (1), 50-57.

Suyana Utama, Made. 2008. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Buku Ajar, Sastra

Utama, Denpasar.

________, 2009. “Hubungan Anatara PDRB Perkapita, Struktur Ekonomi, dan

Belanja Publik Perkapita Dengan Ketimpangan Pendapatan Masyarakat

Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali” (Laporan Penelitian) Denapasar

Universitas Udayana.

________, 2011. Metode Kunatitatif. Modul pada Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana, Denpasar.

Susilowati, 2008, Analisis Kinerja Keuangan Daerah dan Pengaruhnya terhadap

PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tesis S-2, PPS-

Universitas Udayana, Denpasar.

Sun’an Muammil & Astuti Endang. 2008. Analisis Investasi, Pengeluaran

Pemerintah dan pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja di

Provinsi Nusa Tenggara Barat. Vol 1 No. 1 : Iqtishodunia

Thanh Pham, 2009. Goverment expenditure and economic growth: vidence for

Singapore, Hongkong, Cina and Malaysia, Erasmus University

Rotterdam.

Todaro, Michael P.1997. Ekonomic Development. Sixth Edition. Longman,

London and New York.

________2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi ke-sembilan. (Drs. Haris

Munandar, MA dan Puji A.L., SE, Pentj). Jakarta : PT. Gelora Aksara

Pratama.

World Bank. 1997. Desentralisasi dan Pertumbuhan Ekonomi. Urban Sector

Development Unit Infrastructure Departement.

________.2007. Indonesia Public Expenditure Review, Conference Edition.

Yoga, I Made Sedana. 2006. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi

terhadap Kesenjangan Pembangunan antardaerah Kabupaten/Kota di

Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Page 126: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

126

Lampiran 1. Data Penelitian

Kabupaten

/Kota Tahun

Pengeluaran

Pemerintah

(dlm ribuan)

Investasi

(dlm

ribuan)

Kesempatan

Kerja

(%)

Pertumbuhan

Ekonomi

(%)

Ketimpangan

Distribusi

Pendapatan

X1 X2 X3 X4 Y

Jembrana 2005 633.26 776.26 96.43 5.00 0.261

2006 652.17 821.16 96.65 4.52 0.233

2007 662.45 1270.59 96.78 5.11 0.238

2008 713.29 1568.28 97.68 5.05 0.258

2009 736.23 1764.92 97.74 4.82 0.237

2010 757.36 1960.81 97.86 4.57 0.258

2011 784.84 2704.49 97.98 5.61 0.402

2012 831.10 3016.48 98.26 5.90 0.371

2013 872.72 3406.62 98.54 5.38 0.365

Tabanan 2005 594.22 655.38 96.54 5.96 0.233

2006 623.74 662.96 96.66 5.25 0.261

2007 643.60 1034.32 96.81 5.76 0.248

2008 686.20 1250.68 97.69 5.22 0.244

2009 720.26 1364.15 97.87 5.44 0.253

2010 748.91 1508.93 98.07 5.68 0.260

2011 804.31 1742.72 98.20 5.82 0.365

2012 844.20 1875.69 98.78 5.91 0.347

2013 901.48 2151.79 98.90 6.03 0.323

Badung 2005 591.51 1753.50 96.62 5.61 0.297

2006 604.09 1746.06 96.70 5.03 0.279

2007 622.40 2642.86 96.82 6.85 0.174

2008 666.49 3144.29 97.49 6.91 0.267

2009 553.04 2810.02 97.59 6.39 0.227

2010 567.00 3004.81 97.61 6.48 0.286

2011 589.65 3359.64 97.70 6.69 0.339

2012 661.85 4233.04 98.44 7.30 0.326

2013 694.33 5130.99 98.95 6.41 0.301

Gianyar 2005 460.34 915.12 96.68 5.47 0.256

2006 474.66 924.18 96.73 5.20 0.284

2007 478.98 1361.29 96.82 5.89 0.241

2008 514.94 1626.96 97.29 5.90 0.279

2009 516.89 1553.94 97.39 5.93 0.249

2010 532.81 1601.50 97.43 6.04 0.272

2011 559.61 1693.80 97.54 6.76 0.328

2012 592.01 1881.51 98.28 6.79 0.336

2013 624.46 2080.50 98.62 6.43 0.311

Page 127: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

127

Klungkung 2005 875.73 822.42 96.46 5.41 0.276

2006 905.70 833.05 96.68 5.03 0.245

2007 929.34 1324.94 96.86 5.54 0.226

2008 1008.07 1612.14 97.04 5.07 0.288

2009 1052.01 1802.07 97.20 4.92 0.287

2010 1097.79 2012.35 97.41 5.43 0.286

2011 1163.79 2234.04 97.64 5.81 0.378

2012 1190.60 2289.25 98.46 6.03 0.348

2013 1273.94 2607.03 98.64 5.71 0.312

Bangli 2005 601.65 647.38 96.49 4.46 0.233

2006 620.20 648.41 96.52 4.25 0.218

2007 646.38 972.15 96.69 4.48 0.181

2008 699.18 1159.27 97.43 4.02 0.237

2009 765.86 1331.82 97.68 5.71 0.226

2010 791.56 1404.81 97.85 4.97 0.222

2011 829.70 1477.87 97.99 5.84 0.268

2012 890.40 1627.47 98.39 5.99 0.305

2013 950.05 1830.73 98.79 5.61 0.295 Karangasem 2005 413.62 398.89 96.52 5.13 0.250

2006 430.42 405.77 96.68 4.80 0.232

2007 443.33 662.00 96.92 5.20 0.229

2008 482.34 811.50 97.14 5.07 0.208

2009 517.13 902.66 97.34 5.01 0.215

2010 550.19 1005.23 97.53 5.09 0.233

2011 589.57 1070.32 97.68 5.19 0.292

2012 602.85 1128.71 98.49 5.73 0.288

2013 642.42 1260.59 98.78 5.81 0.268

Buleleng 2005 477.81 582.72 96.74 5.60 0.275

2006 486.60 596.15 96.82 5.35 0.239

2007 504.00 883.00 96.96 5.82 0.211

2008 542.14 1062.40 97.08 5.84 0.249

2009 565.99 1155.04 97.45 6.10 0.261

2010 584.46 1235.32 97.83 5.85 0.256

2011 610.64 1291.43 98.04 6.11 0.343

2012 619.47 1467.65 98.28 6.52 0.333

2013 654.92 1640.58 98.57 6.71 0.321

Denpasar 2005 737.07 793.95 96.51 6.05 0.262

2006 769.10 814.79 96.59 5.88 0.287

2007 782.70 1250.84 96.60 6.60 0.269

2008 848.15 1518.53 97.49 6.83 0.266

2009 679.92 1452.34 97.61 6.53 0.265

2010 686.25 1615.65 97.73 6.57 0.295

Page 128: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

128

2011 715.38 1796.84 97.88 6.77 0.340

2012 728.32 1936.72 98.23 7.18 0.425

2013 770.10 2164.02 98.73 6.54 0.401

Sumber: Data Penelitian Digabungkan, 2014.

Page 129: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

129

Lampiran 2 Uji Normalitas data

Assessment of normality (Group number 1)

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.

X1 4.140 12.740 1.038 3.815 1.056 1.941

X2 3.990 51.310 1.526 5.607 3.228 5.930

X3 96.430 98.950 .230 .845 -1.103 -2.027

X4 4.020 7.300 .007 .025 -.476 -.874

Y .174 .425 .692 2.543 .229 .420

Multivariate

3.951 2.125

Page 130: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

130

Lampiran 3 Maximum Likelihood Estimates

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

X3 <--- X2 .047 .008 5.931 *** par_1

X3 <--- X1 .077 .038 2.040 .041 par_8

X4 <--- X2 .033 .010 3.351 *** par_2

X4 <--- X3 .180 .115 1.560 .119 par_9

Y <--- X1 .007 .003 2.601 .009 par_3

Y <--- X2 .000 .001 .392 .695 par_4

Y <--- X3 .025 .007 3.423 *** par_5

Y <--- X4 .022 .007 3.079 .002 par_6

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate

X3 <--- X2 .544

X3 <--- X1 .187

X4 <--- X2 .399

X4 <--- X3 .186

Y <--- X1 .231

Y <--- X2 .043

Y <--- X3 .360

Y <--- X4 .298

Covariances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

X2 <--> X1 4.925 1.777 2.772 .006 par_7

Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

X2 <--> X1 .326

Variances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

X2

72.128 11.404 6.325 *** par_10

X1

3.164 .500 6.325 *** par_11

e1

.322 .051 6.325 *** par_12

e2

.359 .057 6.325 *** par_13

Page 131: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

131

Estimate S.E. C.R. P Label

e3

.001 .000 6.325 *** par_14

Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

X3

.398

X4

.283

Y

.492

Matrices (Group number 1 - Default model)

Implied (for all variables) Covariances (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4 Y

X1 3.164

X2 4.925 72.128

X3 .474 3.757 .534

X4 .249 3.069 .221 .500

Y .040 .212 .022 .019 .003

Implied (for all variables) Correlations (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4 Y

X1 1.000

X2 .326 1.000

X3 .365 .605 1.000

X4 .198 .511 .427 1.000

Y .435 .489 .598 .519 1.000

Implied Covariances (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4 Y

X1 3.164

X2 4.925 72.128

X3 .474 3.757 .534

X4 .249 3.069 .221 .500

Y .040 .212 .022 .019 .003

Implied Correlations (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4 Y

X1 1.000

Page 132: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

132

X1 X2 X3 X4 Y

X2 .326 1.000

X3 .365 .605 1.000

X4 .198 .511 .427 1.000

Y .435 .489 .598 .519 1.000

Residual Covariances (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4 Y

X1 .000

X2 .000 .000

X3 .000 .000 .000

X4 -.228 .000 .000 .000

Y -.005 .000 .000 -.002 .000

Standardized Residual Covariances (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4 Y

X1 .000

X2 .000 .000

X3 .000 .000 .000

X4 -1.589 .000 .000 .000

Y -.442 .000 .000 -.332 -.158

Factor Score Weights (Group number 1 - Default model)

Total Effects (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4

X3 .077 .047 .000 .000

X4 .014 .042 .180 .000

Y .009 .002 .029 .022

Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4

X3 .187 .544 .000 .000

X4 .035 .500 .186 .000

Y .309 .388 .416 .298

Direct Effects (Group number 1 - Default model)

Page 133: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

133

X1 X2 X3 X4

X3 .077 .047 .000 .000

X4 .000 .033 .180 .000

Y .007 .000 .025 .022

Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4

X3 .187 .544 .000 .000

X4 .000 .399 .186 .000

Y .231 .043 .360 .298

Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4

X3 .000 .000 .000 .000

X4 .014 .008 .000 .000

Y .002 .002 .004 .000

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

X1 X2 X3 X4

X3 .000 .000 .000 .000

X4 .035 .101 .000 .000

Y .078 .345 .056 .000

Page 134: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

134

Lampiran 4 Model Fit Summary

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 14 4.425 1 .035 4.425

Saturated model 15 .000 0

Independence model 5 132.713 10 .000 13.271

RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model .059 .979 .684 .065

Saturated model .000 1.000

Independence model 1.791 .550 .325 .367

Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI

rho1

IFI

Delta2

TLI

rho2 CFI

Default model .967 .667 .974 .721 .972

Saturated model 1.000

1.000

1.000

Independence model .000 .000 .000 .000 .000

Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model .100 .097 .097

Saturated model .000 .000 .000

Independence model 1.000 .000 .000

NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 3.425 .156 14.050

Saturated model .000 .000 .000

Independence model 122.713 89.188 163.687

FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model .055 .043 .002 .176

Saturated model .000 .000 .000 .000

Independence model 1.659 1.534 1.115 2.046

Page 135: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

135

RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model .207 .044 .419 .054

Independence model .392 .334 .452 .000

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 32.425 34.695 65.947 79.947

Saturated model 30.000 32.432 65.917 80.917

Independence model 142.713 143.524 154.685 159.685

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model .405 .364 .538 .434

Saturated model .375 .375 .375 .405

Independence model 1.784 1.365 2.296 1.794

HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER

.01

Default model 70 120

Independence model 12 14

Page 136: pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap

136

Lampiran 5 Standardizes Estimates Pengaruh Pengaruh Pengeluaran

Pemerintah Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja,

Pertumbuhan Ekonomi Serta Ketimpangan Pendapatan

Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali