Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
i
PENGARUH OPERASI KATARAK MATA PERTAMA
TERHADAP KUALITAS HIDUP
Oleh:
Maya Primagustya Achmad
NPM. 131221160010
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis
Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG
2020
ii
ii
PENGARUH OPERASI KATARAK MATA PERTAMA
TERHADAP KUALITAS HIDUP
Oleh:
Maya Primagustya Achmad
NPM. 131221160010
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis
Program Pendidikan Dokter Spesialis 1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal
Seperti tertera dibawah ini
Bandung, 8 Juli 2020
Aldiana Halim, dr., Sp.M (K), M.Sc
Pembimbing I
Mayasari Wahyu Kuntorini, dr., Sp.M (K), M.Kes
Pembimbing II
iii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik, baik dari Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi
lain.
2. Karya Tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma berlaku di
perguruan tinggi ini.
Bandung, 8 Juli 2020
Yang membuat pernyataan,
Maya Primagustya Achmad, dr.
NPM. 131221160010
iv
iv
ABSTRAK
Latar Belakang: Katarak menduduki peringkat kedua penyebab gangguan
penglihatan dan peringkat pertama penyebab kebutaan di dunia dan Indonesia.
Katarak tidak hanya menurunkan fungsi penglihatan, namun juga kualitas hidup
seseorang. Melaui operasi katarak minimal satu mata, diharapkan dapat
meningkatkan fungsi visual dan kualitas hidup penderita katarak.
Tujuan: Untuk menilai kualitas hidup penderita katarak senilis bilateral pasca
operasi mata pertama dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan
normal.
Metode: Penelitian cross-sectional secara retrospektif dilakukan pada 75 pasien
katarak senilis bilateral pasca operasi mata pertama di Unit Katarak dan Bedah
Refraktif dan 75 orang dengan penglihatan normal di Unit Refraksi, Lensa Kontak,
dan Low Vision Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Proses matching
jenis kelamin dan usia dilakukan pada subjek penglihatan normal terhadap subjek
pasca operasi. Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan metode wawancara
menggunakan National Eye Institute Visual Function Questionnaire-25. Uji non-
inferiority dengan margin 20% dilakukan pada penelitian ini.
Hasil: Rerata usia subjek penelitian 63,49 tahun dengan proporsi jenis kelamin
tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Presenting visual acuity binoklar
pasca operasi katarak mata pertama 0,26 LogMAR dan penglihatan normal 0,07
LogMAR. Dengan margin 20%, kualitas hidup pasien pasca operasi katarak mata
pertama tidak inferior dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan
normal (d = -2.45% (IK95% -6.3% s.d. 1.4%)).
Simpulan: Kualitas hidup pasien pasca operasi katarak mata pertama tidak inferior
dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan normal.
Kata Kunci: Katarak senilis bilateral, operasi katarak mata pertama, penglihatan
normal, kualitas hidup
v
v
ABSTRACT
Background: Cataract is the second leading cause of severe visual impairment and
is also the leading cause of blindness in the world and Indonesia. Cataract
decreases vision function as well as the quality of life of a person. The management
of cataract surgery at least for one eye is expected to restore visual function and
the quality of life of the patient.
Purpose: To evaluate the quality of life of patients with bilateral senile cataract
after the first eye surgery as compared to quality of life of people with normal
vision.
Methods: A retrospective cross-sectional study was conducted on 75 bilateral
senile cataract patients after the first eye surgery at the Cataract and Refractive
Surgery Unit and 75 patients with normal vision at the Refraction Unit, Contact
Lenses, and Low Vision of the National Eye Center of Cicendo Eye Hospital.
Matching on sex and age was conducted in two study groups. The quality of life
assessment was carried out by interview using the National Eye Institute Visual
Function Questionnaire-25. Non-inferiority statistical analysis with a margin of
20% were performed in this study.
Results: The mean age of the study participants is 63.49 years old with equal
proportion of gender between male and female. Presents binoclar visual acuity
after the first eye surgery is of 0.26 LogMAR and normal vision of 0.07 LogMAR.
The quality of life after the first eye cataract surgery was not inferior to normal
vision (d = -2.45% (IK95% -6.3% s.d, 1.4%)).
Conclusion: The quality of life patients with after the first eye cataract surgery is
not inferior compared to quality of life people with normal vision.
Keywords: Bilateral senile cataract, the first eye cataract surgery, normal vision,
quality of life
vi
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan karena atas karunia dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat
guna memperoleh gelar dokter spesialis Progam Pendidikan Dokter Spesialis-1
(PPDS-1) Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE selaku
Rektor Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr. Med.
Setiawan, dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1 (PPDS-1) Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada jajaran direksi Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Irayanti, dr., Sp.M (K), MARS
selaku Direktur Utama, Dr. Feti Karfiati Memed, dr., Sp.M (K) selaku Direktur
Medik dan Keperawatan, Ayi Wagiati Sari, SE, MM selaku Direktur Keuangan,
Hartono, SKM, M.Kes selaku Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan yang telah
memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan
sarana dan prasarana rumah sakit sebagai tempat belajar dan bekerja.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Budiman, dr., Sp.M (K),
M.Kes selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
vii
vii
Universitas Padjadjaran, Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M (K), M.Kes selaku Ketua
Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran, Mayasari Wahyu Kuntorini, dr., Sp.M (K), M.Kes, selaku Mentor
Pembimbing Akademik, dan seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan ilmu, bimbingan, dukungan, motivasi, dan arahan kepada
penulis selama penulis mengikuti pendidikan.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada dr.
Aldiana Halim, dr., Sp.M (K), M.Sc selaku Pembimbing Utama dan Mayasari
Wahyu Kuntorini, dr., Sp.M (K), M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang
telah meluangkan waktu dan tenaga serta dengan sabar memberikan bimbingan,
pengarahan, dukungan, dan masukan selama penelitian berlangsung sehingga dapat
berjalan dengan lancar sampai akhir penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula
penulis sampaikan kepada Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M (K), M.Kes selaku Ketua
Sidang, serta Mayang Rini, dr., Sp.M (K), M.Sc dan Ine Renata Musa, dr., Sp.M
(K) selaku Penguji Akademik yang telah meluangkan waktu, dan memberikan
masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.
Rasa sayang dan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada
sahabat Madona Debora, dr. dan teman angkatan September 2016, Mia
Rachmawati, dr., Fatrin Patrycia Salim, dr., Degiana Syabdini Edwiza, dr., Dina
Lestari Nur, dr., Medissa, dr., Lohita Cakrwarti Az, dr., Astriviani Switania
Dirgahayu Saragih, dr., Levandi Mulja, dr., serta seluruh keluarga besar peserta
PPDS-I Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
viii
viii
Terima kasih untuk berbagi canda tawa dalam suka maupun duka, kebersamaan
dalam keseharian, dan belajar bersama. Semoga tali silaturrahmi tetap terjalin
selamanya.
Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada orangtua
dan adik tercinta, Drs. Achmad Abdullah, MM, Dra. Suhita Sulastri, M.Pd, Mona
Dwihardika Achmad, dr., Sp.PD, serta mertua, Drs. Sulman dan Supiah tercinta
atas ketulusan dan kasih sayang memberikan doa dan dukungan kepada penulis
dalam menyelesaikan program pendidikan serta membimbing, dan memberikan
teladan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada suami tercinta,
M. Firman Santoso, ST, B.A.S., M.Sc yang telah mengizinkan penulis untuk
melanjutkan pendidikan, kesabaran, pengertian, dukungan dan doa kepada penulis.
Terima kasih kepada anakku tercinta, Mazaya Azzalea Zhafira dan janin dalam
kandungan sembilan bulan atas doa, dukungan, dan pengertian yang diberikan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar, khususnya
sepupu Aulia Khairani, dr., atas dukungan kepada penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas seluruh kebaikan yang telah
diberikan dan semoga tesis ini bermanfaat untuk Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo, serta seluruh masyarakat.
Bandung, 8 Juli 2020
Penulis,
Maya Primagustya Achmad, dr.
ix
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv
BAB I ....................................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG PENELITIAN .................................................................. 1
1.1 Pendahuluan ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................. 7
1.4.1 Kegunaan Ilmiah ...................................................................................... 7
1.4.2 Kegunaan Praktis ...................................................................................... 7
BAB II ..................................................................................................................... 8
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ............ 8
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 8
2.1.1 Katarak ..................................................................................................... 8
2.1.2 Dampak Katarak ..................................................................................... 10
2.1.3 Penatalaksanaan Katarak ........................................................................ 11
2.1.4 Kualitas Hidup ........................................................................................ 13
2.1.5 National Eye Institute Visual Function Questionnaire-25 ..................... 14
2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 16
2.3 Premis dan Hipotesis .............................................................................. 16
2.3.1 Premis ..................................................................................................... 16
2.3.2 Hipotesis ................................................................................................. 17
x
x
BAB III .................................................................................................................. 19
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN .......................................................... 19
3.1 Subjek Penelitian .................................................................................... 19
3.1.1 Sampel Penelitian ................................................................................... 19
3.1.1.1 Cara Pemilihan Sampel .......................................................................... 19
3.1.1.2 Penentuan Jumlah Sampel ..................................................................... 20
3.1.2 Kriteria Inklusi ....................................................................................... 21
3.1.3 Kriteria Eksklusi .................................................................................... 21
3.2 Metode Penelitian ................................................................................... 22
3.2.1 Rancangan Penelitian ............................................................................. 22
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ...................................... 23
3.3.1 Identifikasi Variabel ............................................................................... 23
3.3.2 Definisi Operasional .............................................................................. 23
3.4 Alat Penelitian ........................................................................................ 24
3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ................................................ 24
3.4.1.1 Uji Validitas Kuesioner .......................................................................... 25
3.4.1.2 Uji Reliabilitas Kuesioner ...................................................................... 26
3.5 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ 28
3.6 Analisis Data .......................................................................................... 30
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 32
3.8 Implikasi/Aspek Etik Penelitian ............................................................. 32
BAB IV .................................................................................................................. 35
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................. 35
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 35
4.1.1 Karakteristik Sosiodemografi ................................................................. 35
4.1.2 Presenting Visual Acuity Binokular ....................................................... 38
4.1.3 Kualitas Hidup ........................................................................................ 38
4.2 Pengujian Hipotesis ................................................................................ 40
4.3 Pembahasan ............................................................................................ 41
BAB V ................................................................................................................... 47
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 47
5.1 Simpulan ................................................................................................. 47
xi
xi
5.2 Saran ....................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 52
xii
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perubahan Warna Lensa Manusia pada Berbagai Usia.……………...9
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran……...…………………………………......…..18
Gambar 3.1 Alur Penelitian……………………………………………...……....34
Gambar 4.1 Diagram Uji Non-Inferiority Kualitas Hidup Kelompok Kasus
dan Kelompok Kontrol...….…………..…………………………....39
xiii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Efek Katarak berdasarkan Subtipe Katarak……………..……......….10
Tabel 4.1 Hubungan Karakteristik Sosiodemografis antara Kelompok
Kasus dan Kelompok Kontrol……………………………..…......….36
Tabel 4.2 Hubungan PVA Binokular antara Kelompok
Kasus dan Kelompok Kontrol …………………………………..…..38
Tabel 4.3 Perbedaan Rerata Kualitas Hidup antara Kelompok
Kasus dan Kelompok Kontrol dalam Persentase……….…………...39
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Persetujuan Etik ........................................................................ ...52
LAMPIRAN 2. Informed Consent ......................................................................... 53
LAMPIRAN 3. Kuesioner ..................................................................................... 54
LAMPIRAN 4. Penilaian Manual Kuesioner ........................................................ 62
LAMPIRAN 5. Analisis Statistik .......................................................................... 64
LAMPIRAN 6. Data Penelitian Kelompok Kasus ................................................ 65
LAMPIRAN 7. Data Penelitian Kelompok Kontrol .............................................. 68
LAMPIRAN 8. Daftar Riwayat Hidup .................................................................. 71
xv
xv
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
IAPB : International Agency for the Prevention of Blindness
RAAB : Rapid Assesment of Avoidable Blindness
NEI VFQ-25 : National Eye Institute Visual Function Questionnaire-25
VF-14 : The Visual Function Index-14
IND VFQ-33 : Indian Visual Functioning Questionnaire-33
SICE : Small Incision Cataract Extraction
ECCE : Extra Capsular Cataract Extraction
ICD-10 : 10th Revision of the International Statistical Classification of
Disease and Related Health Problems
PVA : Presenting Visual Acuity
Covid-19 : Corona Virus Disease-19
PMN RS : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
IK : Interval Kepercayaan
1
1
BAB I
LATAR BELAKANG PENELITIAN
1.1 Pendahuluan
Katarak menduduki peringkat kedua penyebab gangguan penglihatan dan
peringkat pertama penyebab kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa hampir 20 juta penduduk dunia menderita kebutaan
disebabkan oleh katarak. Proporsi kebutaan akibat katarak menurut International
Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) berkisar 48% di negara
berkembang, termasuk Indonesia.1,2,3
Indonesia menjadi salah satu wilayah fokus IAPB dalam penanggulangan
kebutaan. Indonesia memiliki 3.5% populasi dunia. Survei Nasional yang
dilaporkan IAPB pada tahun 2014 menyebutkan bahwa prevalensi kebutaan di
Indonesia sekitar 1.5%, tertinggi se-Asia Tenggara diikuti Bangladesh dan
beberapa negara bagian di India. Katarak menjadi penyebab terbanyak kebutaan di
Indonesia yaitu 0.78% dari jumlah populasi. Di sisi lain, survei Rapid Assesment of
Avoidable Blindness (RAAB) pada 15 provinsi di Indonesia selama periode 2013-
2016 didapatkan prevalensi kebutaan di Indonesia adalah 2,8% pada penduduk
berusia di atas 50 tahun dan sekitar 70.8% disebabkan oleh katarak. Jumlah
penderita katarak akan meningkat seiring bertambahnya populasi. Penduduk
Indonesia cenderung 15 tahun lebih awal menderita katarak dibandingkan
penduduk di wilayah beriklim sub tropis.2,3,4
1
2
2
Sebanyak 2.8% penduduk usia >50 tahun yang menderita buta bilateral di Jawa
Barat dan 71.7% disebabkan oleh katarak. Syumarti dkk. memperkirakan sekitar
85.055 orang buta bilateral karena katarak, 102.997 penderita katarak dengan tajam
penglihatan terbaik <6/60, dan 268.642 penderita katarak dengan tajam penglihatan
terbaik <6/18.5
Awalnya katarak hanya menyebabkan gangguan penglihatan ringan. Lambat
laun katarak dapat menyebabkan blok visual sehingga kondisi penglihatan dapat
jatuh menjadi gangguan penglihatan berat hingga kebutaan. Kondisi tersebut dapat
menghasilkan gangguan, keterbatasan, hingga restriksi individu dalam berinteraksi
dengan lingkungan baik fisik, sosial, dan sikap. Katarak akan mempengaruhi
independensi dan produktivitas seseorang sehingga akan berdampak kepada status
sosioekonomi. Penduduk yang berusia 15 hingga 64 tahun dikategorikan penduduk
usia produktif. Namun lain hal jika penduduk tersebut mengalami buta katarak,
mereka tidak dapat bekerja dengan baik untuk menghasilkan suatu produk atau jasa
sehingga dikategorikan ke dalam penduduk usia non-produktif. Penduduk usia non-
produktif yang bertambah akan menaikkan angka ketergantungan. Angka
ketergantungan menjadi salah satu parameter pertumbuhan ekonomi suatu negara.6-
11
Meskipun prevalensi katarak yang tinggi menjadi salah satu indikator penting,
namun indikator utama untuk mengukur beban penyakit di populasi adalah
penilaian besarnya dampak katarak mempengaruhi kehidupan penderitanya.
Dampak katarak umumnya dinilai secara objektif dengan pemeriksaan tajam
penglihatan, sensitivitas kontras, dan stereopsis. Namun hal tersebut belum dapat
3
3
mewakili penilaian fungsi visual secara keseluruhan. Belum ada instrumen yang
menilai fungsi visual secara menyeluruh. Selain itu, pemeriksaan objektif tidak
menggambarkan dampak gangguan penglihatan terhadap kehidupan penderitanya.
Oleh karena itu, dibutuhkan penilaian yang bersifat subjektif dari sudut pandang
penderita yang menggambarkan dampak suatu gangguan penglihatan. Salah satu
pemeriksaan subjektif tersebut adalah penilaian kualitas hidup.6,12
Berbagai instrumen pengukuran kualitas hidup telah dikembangkan di berbagai
belahan dunia agar dapat mengungguli satu sama lain. Masing-masing
mengemukakan kelebihan instrumennya, namun ada yang merevisi instrumennya
menjadi versi yang lebih baik. Salah satu instrumen yang masif digunakan oleh
beberapa peneliti untuk menilai gangguan penglihatan adalah kuesioner kualitas
hidup terkait penglihatan yang dinamai National Eye Institute Visual Function
Questionnaire - 25 (NEI VFQ – 25) karena dinilai mewakili, lengkap, valid, dan
reliabel. Penilaian meliputi kesehatan umum, kesehatan penglihatan,
ketidaknyamanan pada mata, penglihatan dekat, penglihatan jauh, fungsi sosial,
kesehatan mental, keterbatasan peran, ketergantungan terhadap orang lain,
berkendara, penglihatan warna, dan penglihatan perifer. Nilai paling rendah
berturut-turut adalah kesehatan umum, kesehatan penglihatan, kesehatan mental,
dan berkendara pada penderita katarak. Sedangkan nilai paling tinggi adalah
penglihatan warna, penglihatan perifer, fungsi sosial, dan ketergantungan terhadap
orang lain. Secara keseluruhan, nilai kualitas hidup gabungan dan per subskala pada
penderita katarak lebih rendah dibandingkan populasi normal.13,14,15
4
4
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang dapat dicegah.
Pencegahan kebutaan akibat katarak adalah dengan operasi. Operasi dapat
memperbaiki sistem visual dan fungsi visual. Sistem visual akan menyokong fungsi
visual. Secara sistem visual, operasi katarak akan menghilangkan blok cahaya yang
masuk sehingga cahaya yang masuk akan diteruskan ke retina dan dilanjutkan
sebagai impuls ke otak. Sistem visual membantu individu mengenal dan merespon
lingkungan sekitar, sedangkan fungsi visual membantu individu beraktivitas dan
bekerja.6,7,8,16
Evaluasi satu tahun pasca operasi katarak didapatkan peningkatan produktivitas
rata-rata 1-2 jam per hari, individu menjadi lebih mandiri, dan pengeluaran per
kapita dapat jauh berkurang hingga ke tingkat individu normal. Di samping itu,
katarak pada orang lanjut usia terutama dengan tuli atau demensia dapat
menyebabkan isolasi. Kualitas hidup mereka dapat sangat ditingkatkan dengan
kemandirian visual pasca operasi katarak. Operasi katarak terbukti mengurangi
frekuensi jatuh dan patah tulang, serta mengurangi morbiditas dan
mortalitas.17,18,19,20
Sebagaimana diketahui bahwa operasi kedua mata pada katarak bilateral akan
menghasilkan outcome yang lebih baik dibandingkan dengan operasi satu mata
saja. Outcome pasca operasi katarak mata pertama yang memuaskan bukan berarti
meningkatkan keinginan pasien untuk melakukan operasi katarak mata keduanya.
Fenomena ini banyak dijumpai di beberapa negara berkembang. Mahajan dkk.
mengemukakan barrier operasi katarak mata kedua di rural India. Barrier tersebut
antara lain pasien merasa sudah dapat melihat dengan satu mata dan biaya operasi
5
5
yang cukup besar. Berbeda dengan negara maju, barrier operasi katarak yang
ditemui adalah periode antrian operasi yang cukup lama.14,21
Dalam sepuluh tahun terakhir, semenjak penilaian kualitas hidup menjadi
perhatian dunia kesehatan, beberapa negara telah mempublikasikan kualitas hidup
pasca operasi katarak. Operasi katarak secara signifikan meningkatkan kualitas
hidup pada seluruh penelitian di beberapa negara di benua Asia, Afrika, dan
Australia. Penelitian tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
pembuatan kebijakan terkait penanggulangan kebutaan akibat katarak di
negaranya.14,15,22,23,24
Tiga bulan pasca fakoemulsifikasi mata pertama pada pasien katarak senilis
bilateral menghasilkan peningkatan tajam penglihatan jauh, sensitivitas kontras,
stereopsis, dan kualitas hidup terkait penglihatan yang signifikan di Australia
Penelitian yang sama melaporkan bahwa tidak ada perbedaan gejala depresif pra-
dan pasca operasi. To dkk. di Vietnam juga mempublikasikan peningkatan tajam
penglihatan jauh, sensitivitas kontras, stereopsis, dan kualitas hidup 1 – 3 bulan
pasca fakoemulsifikasi mata pertama dan kedua mata pada kasus katarak senilis
bilateral. Namun, kedua penelitian tidak membandingkan kualitas hidup pada
penglihatan normal sebagai acuan.14,15
Belum ada penelitian kualitas hidup terkait penglihatan pasien pasca operasi
katarak yang membandingkan dengan penglihatan normal. Pada penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui kualitas hidup pasien katarak senilis bilateral pasca
operasi mata pertama di Indonesia umumnya dan Jawa Barat khususnya, kemudian
hasil dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan normal.14,15,22,23,24
6
6
Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah tema sentral penelitian ini sebagai
berikut:
Katarak menduduki peringkat kedua penyebab gangguan penglihatan dan peringkat
pertama penyebab kebutaan di dunia dan Indonesia. Katarak dapat menghasilkan
gangguan, keterbatasan, hingga restriksi individu dalam berinteraksi dengan
lingkungan baik fisik, sosial, dan sikap. Pengukuran seberapa besar dampak katarak
mempengaruhi kehidupan penderitanya merupakan indikator utama beban penyakit
di populasi. Pengukuran tersebut dilakukan dengan penilaian kualitas hidup.
Tatalaksana definitif katarak ialah operasi. Operasi katarak dapat memperbaiki
fungsi visual. Fungsi visual yang baik menyokong individu melakukan aktivitas
dan bekerja. Dengan operasi minimal satu mata, diharapkan dapat memulihkan
kualitas hidup seseorang. Beberapa penelitian sebelumnya di dunia memperoleh
hasil terdapat peningkatan kualitas hidup terkait penglihatan yang signifikan pasca
operasi katarak, namun tidak membandingkan dengan penglihatan normal. Pada
penelitian ini, penulis akan menilai kulitas hidup pasien katarak senilis bilateral
pasca operasi katarak mata pertama dibandingkan kualitas hidup orang dengan
penglihatan normal.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah kualitas hidup pasien katarak senilis bilateral yang dioperasi katarak
mata pertama tidak inferior dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan
normal?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kualitas hidup pada pasien katarak
senilis bilateral pasca operasi mata pertama dibandingkan kualitas hidup orang
dengan penglihatan normal.
7
7
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu
pengetahuan yaitu informasi dampak operasi katarak mata pertama terhadap
kualitas hidup penderitanya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi mengenai besarnya manfaat dari
operasi katarak, sejauh mana operasi katarak minimal satu mata dapat
meningkatkan kualitas hidup.
8
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Katarak
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan penyebab kedua gangguan
penglihatan di dunia. World Health Organization memperkirakan bahwa 18 juta
orang buta karena katarak dan IAPB melaporkan proporsi buta katarak sebesar 48%
di negara berkembang, termasuk Indonesia. Katarak menjadi penyebab terbanyak
kebutaan di Indonesia yaitu 0.78% dari jumlah populasi. Sekitar 2% penduduk usia
> 50 tahun mengalami buta katarak di Jawa Barat.1,2,3,5
Katarak merupakan kondisi dimana terjadi kekeruhan lensa kristalina. Ada
beberapa tipe katarak tergantung etiologi, seperti terkait usia (senilis), traumatik,
dan metabolik. Mayoritas katarak adalah katarak senilis. Katarak ini terjadi pada
usia lanjut yaitu usia di atas 50 tahun. Selain usia, faktor risiko terjadinya katarak
senilis meliputi jenis kelamin, diabetes, paparan sinar ultraviolet, merokok, dan
genetik. Karena prevalensinya yang tinggi, katarak senilis dianggap menyebabkan
dampak sosioekonomi terbesar.6,7,8
Patogenesis katarak senilis multifaktorial yaitu sklerosis nuklear, perubahan
abnormal pada protein lensa menjadi kristal, pigmentasi protein lensa, dan
perubahan komponen ion dalam lensa. Patogenesis ini tidak sepenuhnya dipahami.
Peningkatan massa dan ketebalan lensa, serta berkurangnya daya akomodatif
terjadi seiring bertambahnya usia. Ketika lapisan baru dari serat kortikal terbentuk
8
9
9
Gambar 2.1 Perubahan Warna Lensa Manusia pada Berbagai Usia (A) 6 bulan
(B) 8 tahun (C) 12 tahun (D) 25 tahun (E) 47 tahun (F) 60 tahun
(G) 70 tahun (H) 82 tahun (I) 91 tahun Dikutip dari: AAO6
secara konsentris, inti lensa menekan dan mengeras (proses ini dikenal sebagai
“sklerosis nuklear”). Metabolisme kimiawi dan pembelahan kristal proteolitik lensa
menghasilkan pembentukan agregat protein molekul tinggi. Agregat ini dapat
berukuran cukup besar kemudian menyebabkan fluktuasi indeks bias lensa
sehingga cahaya menyebar dan transparansi lensa berkurang. Metabolisme kimiawi
protein nukleus juga meningkatkan opasitas sehingga lensa menjadi semakin
kuning atau coklat dengan bertambahnya usia. Perubahan terkait usia lainnya
termasuk penurunan konsentrasi glutathione dan kalium diikuti peningkatan
konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma sel-sel lensa (Gambar 2.1).6,7,8
10
10
2.1.2 Dampak Katarak
Katarak dapat menyebabkan gangguan sistem visual dan fungsi visual.
Kekeruhan lensa pada katarak menyebabkan blok cahaya masuk ke retina sehingga
mengganggu sistem visual. Sistem visual ini akan menyokong fungsi visual. Fungsi
visual yang dapat terganggu akibat katarak antara lain tajam penglihatan jauh dan
atau dekat, penglihatan warna, dan sensitivitas kontras. Di samping itu, gejala lain
yang dapat muncul meliputi silau dan diplopia monokular atau poliopia. Subtipe
kekeruhan lensa akan menghasilkan gejala yang berbeda (Tabel 2.1). Adapun
subtipe kekeruhan lensa yang sering ditemui pada katarak senilis antara lain katarak
nuklear, katarak kortikal, dan katarak kapsular posterior.6,16
Tabel 2.1 Efek Katarak berdasarkan Subtipe
Subtipe Kecepatan
pertumbuhan
Silau Gangguan
penglihatan
jauh
Gangguan
penglihatan
dekat
Induksi
myopia
Nuklear Lambat Ringan Sedang Tidak ada Sedang
Kortikal Sedang Sedang Ringan Ringan Tidak ada
Kapsular posterior Cepat Nyata Ringan Nyata Tidak ada
Dikutip dari: AAO6
Katarak menyebabkan kekuatan dioptri lensa kristalina meningkat sehingga
menyebabkan perubahan ke arah miopia. Perubahan ke arah hiperopia dan
astigmatisma sangat jarang terjadi pada penderita katarak. Katarak juga
menyebabkan gangguan sensitivitas kontras. Selain itu, gangguan penglihatan
warna dapat terjadi pada katarak monokular atau katarak dengan kekeruhan
asimetris.6
Katarak dapat menyebabkan silau. Hal tersebut dikarenakan hamburan warna,
intensitas, dan arah gelombang pada panjang gelombang cahaya yang pendek.
11
11
Diplopia monokular atau poliopia jarang sekali dikeluhkan pada pasien katarak. Hal
tersebut disebabkan oleh kekeruhan nuklear lensa terlokalisasi ke lapisan dalam inti
lensa sehingga menghasilkan beberapa area refraktif di aksis visual.6
Penilaian holistik mengenai dampak katarak terhadap fungsi visual merupakan
cara yang tepat untuk menilai besarnya pengaruh gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh katarak. Belum ada instrumen yang komprehensif dapat menilai
hal tersebut. Namun kuesioner kualitas hidup diklaim dapat digunakan untuk
memperoleh seluruh informasi yang dibutuhkan, meskipun bersifat subjektif.
Kesubjektifan dari kuesioner ini diharapkan benar-benar menggambarkan masalah
yang ditimbulkan oleh katarak di masyarakat. Kuesioner menggali informasi
apakah semua fungsi visual memungkinkan penderita melakukan aktivitas sehari-
hari.6,16
2.1.3 Penatalaksanaan Katarak
Beberapa penelitian farmakologis telah dilakukan dengan berpedoman pada
patogenesis katarak. Sampai saat ini, belum ada obat yang terbukti menunda atau
membalikkan proses terbentuknya katarak pada manusia. Inhibitor aldose
reductase yang menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol telah terbukti
mencegah katarak pada hewan dengan diabetes melitus yang diinduksi pada
penelitian eksperimental. Namun penelitian pada manusia tidak menunjukkan efek
demikian. Antioksidan zinc, beta karoten, vitamin E dan C juga tidak terbukti
memperlambat progresivitas katarak.25,26
12
12
Tatalaksana definitif katarak adalah operasi. Operasi yang dilakukan untuk
rehabilitasi visual pada penderita katarak terdiri dari ekstraksi lensa disertai
implantasi lensa intraokular. Keputusan operasi tidak hanya berdasarkan pada
tingkat tajam penglihatan tertentu, namun juga kebutuhan pasien untuk
meningkatkan kualitas penglihatannya.6,7,8
Untuk mengurangi back log, idealnya jumlah operasi katarak yang dilakukan
harus sama dengan kejadian katarak yang layak dioperasi. Oleh karena itu, definisi
“layak operasi” akan bervariasi di berbagai negara tergantung pada tingkat tajam
penglihatan pra- operasi. Sebagian besar dokter spesialis mata di negara
berkembang sepakat bahwa operasi katarak diindikasikan pada mata dengan tajam
pengihatan <6/60, sedangkan di negara industri diindikasikan pada mata dengan
tajam penglihatan 6/24 hingga 6/12.27
Berbagai teknik operasi katarak berkembang seiring kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Semua dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
hasil operasi, kepuasan pasien, waktu operasi, dan jangkauan ke pelosok negeri.
Teknik yang paling popular digunakan saat ini di berbagai belahan dunia adalah
fakoemulsifikasi dan small incision cataract extraction (SICE). Teknik SICE
merupakan bentuk ekstraksi katarak berbiaya rendah dan paling banyak digunakan
di negara berkembang. Dibandingkan extracapsular cataract extraction (ECCE),
SICE memiliki kelebihan berupa luka yang tidak perlu dijahit. Di negara dengan
tenaga kesehatan mata minimal, SICE memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan teknik fakoemulsifikasi antara lain waktu operasi yang lebih singkat,
kebutuhan teknologi, serta biaya yang lebih rendah.28,29
13
13
Beberapa penelitian menunjukkan hasil operasi dan komplikasi yang sebanding
antara pasien yang menjalani fakoemulsifikasi dan SICE. Ruit dkk. melaporkan
hasil tajam penglihatan pasca fakoemulsifikasi dibandingkan SICE enam bulan di
Nepal. Uncorrected visual acuity 20/60 atau lebih baik masing-masing sebesar 82%
dan 85%, sedangkan best corrected visual acuity 20/60 atau lebih baik sama
besarnya yaitu 98%. Gogate dkk. juga membandingkan tingkat keamanan dan
efikasi antara fakoemulsifikasi dan SICE. Hasil yang diperoleh adalah
fakoemulsifikasi dan SICE aman dan efektif untuk rehabilitasi visual pada
penderita katarak di India. Selain itu, Ali dkk. juga mendapatkan hasil astigmatisma
terinduksi operasi antara teknik fakoemulsifikasi dan SICE di Mesir.
Fakoemulsifikasi menghasilkan astigmatisma lebih sedikit dibandingkan SICE,
namun tidak berbeda signifikan.30,31,32,33
2.1.4 Kualitas Hidup
World Health Organization mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi
individu tentang posisinya dalam kehidupan dari konteks budaya dan sistem nilai
di tempat individu tersebut tinggal. Kualitas hidup bersifat subjektif karena
berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan masalah hidup masing-masing
individu. Selain itu, kualitas hidup terbilang luas dan kompleks karena dipengaruhi
oleh kondisi fisik, psikis, kepercayaan diri, hubungan sosial, dan hubungan dengan
lingkungan.34,35
Kualitas hidup telah menjadi isu utama pada berbagai disiplin ilmu, termasuk
ilmu kesehatan sejak tahun 1980-an. Di bidang kesehatan, kualitas hidup dapat
14
14
digunakan sebagai parameter morbiditas suatu penyakit ataupun evaluasi suatu
intervensi medis dihubungkan dengan status psikososial. Muara akhir dari penilaian
kualitas hidup antara lain kegunaan praktik, penelitian, audit, dan pembuatan
kebijakan.34,35
2.1.5 National Eye Institute Visual Function Questionnaire-25
Kualitas hidup terkait penglihatan merupakan persepsi individu mengenai
penglihatan yang dimilikinya berdampak pada kemampuan dalam beraktivitas,
kesejahteraan sosial, emosional, dan ekonomi. Berbagai kuesioner kualitas hidup
dibuat dan dikembangkan agar dapat mewakili tujuan penelitian. Salah satu
kuesioner yang diklaim memenuhi kriteria tersebut adalah kuesioner kualitas hidup
yang dinamai National Eye Institute Visual Function Questionnaire-25 (NEI VFQ-
25). Kuesioner ini dianggap mencakup item-item yang ingin diteliti pada individu
dengan gangguan penglihatan. Di samping itu, kuesioner ini lebih spesifik dan
efisien jika dibandingkan dengan kuesioner serupa seperti The Visual Function
Index-14 (VF-14) dan Indian Visual Functioning Questionnaire (IND VFQ-33).
Kuesioner VF-14 tidak mencakup kesehatan umum, kesehatan mata, kesehatan
mental, fungsi sosial, dan dependensi. Aplikasi IND VFQ-33 memakan waktu
sekitar 20-25 menit, sedangkan NEI VFQ-25 hanya membutuhkan 10 menit
wawancara. Durasi wawancara dapat mempengaruhi tingkat partisipasi subjek
penelitian.13,36,37
Kuesioner NEI VFQ-25 telah banyak digunakan pada penelitian yang mencari
informasi kualitas hidup individu dengan kelainan okular kronis, seperti glaukoma,
15
15
degenerasi makula terkait usia, retinopati diabetik, retinitis cytomegalovirus, dan
katarak senilis. Kualitas hidup pasien dengan katarak sangat bervariasi, tergantung
berat gangguan penglihatan yang diderita. Rerata kualitas hidup pasien katarak di
Australia 80,69 dan tiga bulan pasca operasi mata pertama 90,30. Dengan kondisi
penglihatan yang sama, pasien katarak di Vietnam memiliki rerata kualitas hidup
65,19, pasca operasi katarak mata pertama 88,02, dan pasca operasi katarak mata
kedua 94,51.14,15,38
Mangione dkk. mendesain kuesioner pada tahun 1998 untuk lima negara bagian
di Amerika Serikat sebanyak 51 pertanyaan. Kuesioner kemudian direvisi menjadi
25 pertanyaan pada tahun 2000. Kuesioner ini terdiri dari 25 pertanyaan dan
dikelompokkan menjadi 12 subskala antara lain kesehatan umum, kesehatan
penglihatan, ketidaknyamanan pada mata, penglihatan dekat, penglihatan jauh,
fungsi sosial, kesehatan mental, keterbatasan peran, ketergantungan terhadap orang
lain, berkendara, penglihatan warna, dan penglihatan perifer. Jawaban setiap
pertanyaan pada kuesioner dihitung menggunakan algoritma sesuai pedoman dalam
petunjuk manual. Nilai yang diperoleh merepresentasikan kualitas hidup terkait
penglihatan pada subjek yang diteliti. Semakin tinggi nilai yang diperoleh
menunjukkan kualitas hidup yang semakin baik.13,36,37
Alat ukur berupa kuesioner harus dapat dipercaya, sahih, sensitif, dan responsif
agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Penilaian validitas dan
reliabilitas kuesioner NEI VFQ-25 telah dilakukan pada berbagai penelitian di
berbagai belahan dunia. Hasil yang diperoleh menunjukkan kuesioner ini memiliki
konsistensi internal, reliabilitas, dan validitas yang baik. Selain berbahasa Inggris,
16
16
kuesioner telah diterjemahkan ke dalam bahasa Italia, Perancis, Jerman, Spanyol,
Turki, Cina, Jepang, Yunani, Portugis, Arab, dan Serbia.13,36,37
2.2 Kerangka Pemikiran
Katarak dapat menyebabkan gangguan fungsi visual. Fungsi visual yang
terganggu akibat katarak antara lain tajam penglihatan jauh, tajam penglihatan
dekat, penglihatan warna, sensitivitas kontras, dan stereopsis. Fungsi visual tersebut
dinilai secara objektif dan belum dapat menilai fungsi visual secara
menyeluruh.6,7,8,14,15
Penilaian fungsi visual yang bersifat holistik dan subjektif dari sudut pandang
penderita akan menggambarkan dampak suatu gangguan penglihatan
sesungguhnya. Penilaian subjektif tersebut adalah penilaian kualitas hidup terkait
penglihatan. Tidak hanya menilai fungsi visual, penilaian kualitas hidup juga
mencakup penilaian kesehatan mental, keterbatasan peran, dan ketergantungan
terhadap orang lain yang dapat ditimbulkan akibat gangguan penglihatan.6,13,16
Pencegahan kebutaan akibat katarak adalah dengan operasi. Operasi katarak
diharapkan dapat memperbaiki fungsi visual seseorang. Fungsi visual akan
membantu individu dalam beraktivitas dan bekerja sehingga kualitas hidup
meningkat.6,7,8,16
2.3 Premis dan Hipotesis
2.3.1 Premis
Berdasarkan hal tersebut di atas maka premis-premis pada penelitian ini adalah:
17
17
Premis 1: Katarak dapat menyebabkan gangguan fungsi visual.6,7,8,14,15
Premis 2: Fungsi visual yang terganggu akibat katarak adalah tajam penglihatan
jauh, tajam penglihatan dekat, sensitivitas kontras, dan stereopsis.6,14,15
Premis 3: Penilaian fungsi visual yang holistik dan dilakukan secara subjektif
adalah dengan penilaian kualitas hidup terkait penglihatan. Aspek yang
dinilai mencakup kesehatan umum, kesehatan penglihatan,
ketidaknyamanan pada mata, penglihatan dekat, penglihatan jauh,
fungsi sosial, status mental, keterbatasan peran, ketergantungan
terhadap orang lain, berkendara, penglihatan warna, dan penglihatan
perifer.13,14,15
Premis 4: Tatalaksana definitif katarak adalah operasi. Operasi katarak diharapkan
dapat memulihkan fungsi visual sehingga terjadi perbaikan kualitas
hidup penderitanya.6,14,15
2.3.2 Hipotesis
Dari premis – premis di atas dapat dideduksi hipotesis sebagai berikut:
Operasi katarak mata pertama menghasilkan kualitas hidup yang tidak inferior
dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan normal.
18
18
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Katarak menyebabkan gangguan
fungsi visual
Penilaian kualitas hidup merupakan
penilaian fungsi visual yang holistik dan
dinilai secara subjektif
Penilaian kualitas hidup mencakup aspek
kesehatan, visual, sosial, dan mental
Operasi katarak diharapkan dapat
memulihkan fungsi visual sehingga
memperbaiki kualitas hidup
19
19
BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) terjadi saat penelitian ini
berlangsung. Kondisi ideal penelitian yang ingin dicapai menemui beberapa
kendala. Sejak pandemi berlangsung, kunjungan pasien PMN RS Mata Cicendo
direstriksi dan operasi katarak elektif ditunda. Secara garis besar, penelitian ini
berubah menjadi penelitian retrospektif, subjek diseleksi dari data rekam medis,
kualitas hidup pra- operasi katarak tidak dinilai, dan wawancara dilakukan melalui
media telepon. Semua ditujukan untuk mencegah rantai penularan Covid-19.
3.1 Subjek Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah penderita katarak senilis bilateral yang
telah dioperasi katarak mata pertama, sedangkan populasi terjangkau adalah
penderita katarak senilis bilateral yang telah dioperasi katarak mata pertama di
PMN RS Mata Cicendo.
3.1.1 Sampel Penelitian
3.1.1.1 Cara Pemilihan Sampel
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling terhadap pasien katarak
senilis bilateral yang telah dioperasi katarak mata pertama di Unit Katarak dan
Bedah Refraktif PMN RS Mata Cicendo pada bulan Juni 2019 - Maret 2020 sebagai
kelompok kasus dan pasien dengan penglihatan normal yang datang ke Unit
19
20
20
Refraksi, Lensa Kontak, dan Low Vision PMN RS Mata Cicendo pada bulan Januari
2019 – Maret 2020 sebagai kelompok kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Jumlah sampel diambil hingga terpenuhi besar sampel minimal. Proses
matching dilakukan terhadap rentang usia dan jenis kelamin tiap sampel pada
kelompok kasus terhadap kelompok kontrol.
3.1.1.2 Penentuan Jumlah Sampel
Ukuran sampel ditentukan berdasarkan rumus untuk menguji dua proporsi
pada uji non-inferiority (https://www.sealedenvelope.com/power/binary-
noninferior/) yaitu:
𝑛 = (Z𝛼 + Ζ𝛽)2{𝑝1(1 − 𝑝1) + 𝑝2(1 − 𝑝2)}
𝑑2
Keterangan :
n = ukuran sampel per kelompok
Zα, Zβ = nilai derivat baku Z yang diperoleh dari tabel distribusi normal
standar untuk taraf signifikansi α dan power test 1-β yang dipilih
p1 = proporsi pada kelompok kasus
p2 = proporsi pada kelompok kontrol
p1-p2 = besarnya perbedaan proporsi pada kedua kelompok39
Pada penelitian ini, dipilih taraf signifikansi 5% (Zα = 1,64 ; uji 1 pihak), power
test 80% (Zβ = 0,84), p1 = 75 %, p2 = 50 %, dan d = 5%.
𝑛 = (1,64 + 0,84)2{0,75(1 − 0,75) + 0,50(1 − 0,50)}
(0.75 − 0.50 − 0,05)2
21
21
Dari rumus di atas, diperoleh 68 orang tiap kelompok atau 136 orang untuk
seluruh penelitian.
Besar sampel = 136 orang
Perkiraan drop out 10% = 14 orang
Jumlah sampel = 150 orang.
Total sampel yang diperoleh dari perhitungan adalah 75 orang tiap kelompok
penelitian.
3.1.2 Kriteria Inklusi
Kriteria yang harus terpenuhi oleh sampel pada kelompok kasus adalah sebagai
berikut:
1. Usia ≥ 50 tahun
2. Telah menjalani operasi katarak mata pertama
3. Presenting visual acuity (PVA) binokular pra- operasi < 6/60
4. PVA binokular pasca operasi satu bulan ≥ 6/18.
Kriteria yang harus terpenuhi oleh sampel pada kelompok kontrol adalah
sebagai berikut :
1. Usia ≥ 50 tahun
2. PVA binokular ≥ 6/12.
3.1.3 Kriteria Eksklusi
Sampel yang mengalami kondisi di bawah ini dikeluarkan dari penelitian:
22
22
1. Kelainan mata lain yang mengganggu aksis visual (seperti pterigium derajat III-
IV, sikatrik kornea sentral, katarak tipe lain, semua jenis glaukoma, retinopati,
dan neuropati optik)
2. Riwayat operasi intraokular lain
3. Komplikasi intra dan pasca operasi katarak
4. Tidak kooperatif
5. Kelainan sistemik yang tidak terkontrol (seperti hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi).
6. Tidak dapat dihubungi via telepon
7. Menolak untuk berpartisipasi
8. Telah dilakukan operasi katarak mata kedua di tempat lain
9. Meninggal dunia.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-
sectional atau potong lintang yang dilakukan secara retrospektif. Konsep penelitian
ini adalah mengukur variabel bebas dan tergantung pada waktu yang bersamaan.
Penelitian jenis ini berusaha mempelajari dinamika hubungan antara faktor risiko
dengan efek. Faktor risiko dan efek diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap
sampel penelitian diobservasi hanya satu kali dan faktor risiko serta efek diukur
menurut keadaan pada saat observasi.
23
23
Jika ditinjau dari hubungan antar variabel, penelitian ini merupakan penelitian
kausal atau sebab akibat yaitu penelitian yang diadakan untuk menjelaskan
hubungan antar variabel. Variabel yang satu menyebabkan atau menentukan nilai
variabel yang lain.
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.3.1 Identifikasi Variabel
Variabel bebas pada penelitian ini adalah operasi mata pertama pada pasien
katarak senilis bilateral. Variabel tergantung adalah kualitas hidup. Variabel
perancu adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, status marital,
komorbiditas, dan pemakaian kacamata.
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini antara lain:
1. Operasi katarak mata pertama: Prosedur operasi yang terdiri dari ekstraksi lensa
(menggunakan teknik fakoemulsifikasi atau SICE) dan implantasi lensa
intraokular pada mata dengan PVA lebih buruk jika dibandingkan mata
sebelahnya atau mata yang dikeluhkan pasien mengalami kondisi penglihatan
lebih buruk dibandingkan mata sebelahnya.
2. Kualitas hidup: Persepsi individu mengenai penglihatan yang dimilikinya
berdampak pada kemampuan dalam beraktivitas, kesejahteraan sosial,
emosional, dan ekonomi. Persepsi ini dinilai menggunakan kuesioner NEI
VFQ-25 versi bahasa Indonesia yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Hasil
yang diperoleh dalam bentuk data rasio (0-100).
24
24
3. Katarak senilis bilateral: Katarak yang terjadi pada usia lanjut yaitu ≥ 50 tahun.
4. Pasca operasi: periode minimal satu bulan setelah dilakukan operasi.
5. Penglihatan normal: Kondisi seseorang dengan PVA ≥ 6/12.
6. Tidak inferior: Kualitas hidup pasca operasi katarak mata pertama pada
penderita katarak senilis bilateral memberikan hasil tidak sebaik penglihatan
normal, namun masih dalam margin toleransi 20% yang ditentukan melalui uji
non-inferiority.
3.4 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner NEI VFQ-25 versi bahasa Indonesia
2. Pulpen
3. Telepon genggam
3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Adaptasi bahasa Indonesia kuesioner NEI VFQ–25 dikembangkan sesuai
standarisasi yang diakui internasional. Kuesioner diterjemahkan dengan metode
forward backward translation dan dilakukan oleh dua orang penerjemah bilingual
(bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu) yang memiliki sertifikat
Cambridge English for Speakers of Other Languages. Tahap pertama dilakukan
penerjemahan kuesioner ke dalam bahasa Indonesia oleh salah seorang penerjemah
(forward translation). Tahap selanjutnya kuesioner versi bahasa Indonesia
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh penerjemah lain tanpa
25
25
diketahui versi asli kuesioner tersebut (backward translation). Hasil akhir
terjemahan dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan versi asli kuesioner.
Sebelum kuesioner diajukan kepada 150 responden, kuesioner terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas menggunakan bantuan Software Statistical
Program of Social Science (SPSS) versi 24.0. Penyebaran kuesioner kepada 30
responden dilakukan untuk uji tersebut.
3.4.1.1 Uji Validitas Kuesioner
Kuesioner merupakan salah satu alat pengumpulan data sekaligus alat ukur yang
sering digunakan dalam penelitian. Item-item pertanyaan dalam kuesioner
merupakan instrumen yang mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian. Oleh
karena itu, tiap butir pertanyaan harus diukur validitasnya. Validitas menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur (sahih).
Semakin tinggi validitas suatu alat ukur, maka alat ukur tersebut semakin mengenai
sasarannya.
Sugiyono menyatakan setiap item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji
relasinya dengan nilai total variabel. Rumus yang digunakan untuk uji validitas
dengan koefisien Korelasi Pearson Product Moment yaitu:
Keterangan:
r = koefisien korelasi antara X dan Y
n = jumlah sampel
Σ𝑦𝑧 = jumlah perkalian antar nilai X dan Y
26
26
X = jumlah total responden
Y = jumlah total pernyataan masing-masing responden
Σ x = jumlah nilai dalam distribusi X
Σ y = jumlah nilai dalam distribusi Y
Σ X2 = jumlah kuadrat masing-masing X
Σ Y2 = jumlah kuadrat masing-masing Y 40
Uji validitas diambil berdasarkan data yang didapat dari hasil kuesioner dan
menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan pengukuran yang diperoleh
dengan tingkat signifikansi (α) = 0.05. Kuesioner dianggap valid apabila nilai
koefisien korelasi hitung lebih besar dari pada nilai koefisien korelasi tabel (r hitung
≥ r tabel).40
Menurut Umar, jumlah responden yang diambil dalam uji coba kuesioner
disarankan 30 orang jika n ≥10. Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini
menggunakan software SPSS 24.0. Dengan jumlah sampel (n) = 30 orang,
diperoleh angka korelasi tabel (r tabel) sebesar 0,61. Uji validitas kuesioner NEI
VFQ-25 versi bahasa Indonesia ditarik kesimpulan bahwa seluruh instrumen
pertanyaan valid karena r hitung >0,361.42
3.4.1.2 Uji Reliabilitas Kuesioner
Instrumen yang reliabel adalah alat ukur yang apabila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama, maka akan menghasilkan data yang sama.
Reliabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan, keterandalan, konsistensi,
atau kestabilan hasil suatu pengukuran. Reliabilitas merupakan salah satu cara
27
27
menyatakan suatu alat ukur dikategorikan baik. Ide pokok konsep reliabilitas adalah
sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya atau sejauh mana hasil
pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error).40
Besarnya koefisien reliabilitas antara -1 sampai dengan +1. Interpretasi
reliabilitas selalu mengacu pada koefisien yang positif. Jika hasil dari uji reliabilitas
menunjukkan nilai angka Alpha-Cronbach ≥0,7, maka instrumen tersebut
dinyatakan cukup baik sehingga layak untuk digunakan sebagai alat ukur dalam
penelitian.40
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan konsistensi internal atau derajat
ketepatan jawaban. Untuk pengujian reliabilitas ini digunakan software SPSS. Uji
reliabilitas tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach
sebagai berikut:
𝑟11 = [𝑘
𝑘 − 1] [1 −
∑ 𝜎𝑏2
𝜎𝑡2 ]
Keterangan:
𝑟11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pernyataan
∑ 𝜎𝑏2 = jumlah varians butir
𝜎𝑡2 = varians total
Menurut Sekaran, suatu instrumen dikatakan reliabel dan bisa diproses pada
tahap selanjutnya jika nilai koefisien r ≥0,7. Jika instrumen memiliki nilai koefisien
r <0,7 maka alat ukur tersebut tidak reliabel. Uji reliabilitas kuesioner NEI VFQ-
25 versi bahasa Indonesia ditarik kesimpulan bahwa seluruh variabel instrumen
reliabel karena nilai r = 0,961 (r >0,7).41
28
28
3.5 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun cara kerja pada penelitian ini antara lain:
1. Rancangan penelitian diajukan ke Komite Etik Penelitian Kesehatan (ethical
clearence).
2. Pencarian rekam medis berdasarkan kode 10th Revision of the International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems (ICD-10)
pasien katarak senilis bilateral (H25.0, H25.1, H25.2, H25.8) yang dioperasi
katarak mata pertama pada bulan Juni 2019 – Maret 2020 di Unit Katarak dan
Bedah Refraktif yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk kelompok
kasus. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan urutan waktu operasi terkini
hingga jumlah sampel terpenuhi. Sedangkan sampel kelompok kontrol diambil
dari rekam medis pasien penglihatan normal (H52.4) yang berkunjung pada
bulan Januari 2019 – Maret 2020 ke Unit Refraksi, Lensa Kontak, dan Low
Vision yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Proses matching rentang
usia dan jenis kelamin dilakukan pada sampel kelompok kontrol terhadap
sampel kelompok kasus.
3. Pencatatan data rekam medis sampel kelompok kasus antara lain nama lengkap,
jenis kelamin, tanggal lahir, nomor telepon, tanggal operasi, PVA pra- operasi
dan satu bulan pasca operasi, tatalaksana kacamata pasca operasi, kelainan
sistemik. Sedangkan data rekam medis kelompok kontrol antara lain nama
lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor telepon, tanggal kunjungan, PVA,
tatalaksana kacamata, dan kelainan sistemik. Presenting visual acuity
dikonversi ke dalam notasi LogMAR.
29
29
4. Penjelasan mengenai tujuan, manfaat, prosedur, dan isi surat persetujuan
(informed consent) penelitian dilakukan oleh peneliti kepada sampel secara
lisan melalui media telepon. Isi pembicaraan direkam sebagai ganti bukti
lembar persetujuan yang ditandatangani.
5. Sampel yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian dilakukan
wawancara oleh pewawancara. Isi wawancara meliputi konfirmasi data rekam
medis yang telah dicatat sebelumnya, dilanjutkan dengan pendidikan terakhir,
pekerjaan, penghasilan, status marital, hidup sendiri atau tidak, dan kuesioner
NEI VFQ-25 versi bahasa Indonesia.
Wawancara dilakukan oleh seorang dokter umum yang memiliki keterampilan
komunikasi dengan bahasa Indonesia dan bahasa lokal yang baik. Pewawancara
tidak mengetahui subjek yang diwawancara merupakan kelompok kasus atau
kelompok kontrol.
Pengisian kuesioner dilakukan melalui tiga langkah. Langkah pertama adalah
pewawancara membacakan masing-masing pertanyaan pada kuesioner, kemudian
subjek menjawab pertanyaan, dan pewawancara menuliskan jawaban tersebut pada
lembar kuesioner. Langkah kedua adalah pemberian nilai dari jawaban masing-
masing pertanyaan pada kuesioner. Langkah ketiga adalah menghitung jumlah
nilai, nilai gabungan, dan nilai berdasarkan subskala dengan mempertimbangkan
missing value dengan panduan penilaian manual. Missing value merupakan data
yang tidak ada nilai dikarenakan responden berhenti melakukan sesuatu karena
alasan lain atau tidak tertarik (Lampiran 4).
30
30
3.6 Analisis Data
Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah data
menjadi sebuah informasi. Langkah – langkah dalam pengolahan data antara lain :
1. Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan.
2. Coding, yaitu mengubah data berbentuk huruf atau kalimat menjadi data angka
atau bilangan.
3. Data entry, yaitu memasukkan data hasil pemeriksaan dan pengukuran yang
telah di-coding ke dalam program komputer.
4. Cleaning, yaitu mengecek data untuk melihat kemungkinan terjadinya
kesalahan entry, kesalahan coding, atau ketidaklengkapan untuk kemudian
dilakukan koreksi.
Setelah pengolahan data dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis statistik.
Analisis ini bertujuan untuk mendiskripsikan variabel-variabel bebas dan
tergantung agar analisis dilakukan secara lebih mendalam. Analisis deskriptif juga
digunakan untuk mengetahui karakteristik subjek yang menjadi sampel penelitian.
Analisis data untuk melihat gambaran proporsi masing-masing variabel yang akan
disajikan secara deskriptif dapat diuraikan menjadi analisis deskriptif dan uji
hipotesis. Data yang berskala numerik seperti usia, PVA binokular, kualitas hidup
dipresentasikan dengan rerata, standar deviasi, dan rentang. Data karakteristik
sampel berupa data kategorik seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, status marital, hidup sendiri, dan kelainan sistemik maka diberikan
coding dan dipresentasikan sebagai distribusi frekuensi dan persentase.
31
31
Analisis yang dilakukan harus sesuai dengan jenis masalah penelitian dan data
yang digunakan. Data yang diperoleh dilakukan analisis sebaran data (uji
normalitas). Uji Shapiro-Wilk merupakan metode uji normalitas yang umum
digunakan. Apabila data kurang dari 50, metode yang digunakan adalah uji
Kolmogorov Smirnov. Uji tersebut untuk menilai apakah data berdistribusi normal
atau berdistribusi tidak normal. Selanjutnya analisis statistik sesuai tujuan
penelitian dan hipotesis.
Analisis statistik uji kemaknaan dilakukan pada variabel usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status marital, pemakaian kacamata, dan
kelainan sistemik. Uji kemaknaan untuk membandingkan karakteristik dua
kelompok penelitian digunakan uji t tidak berpasangan jika data berdistribusi
normal dan uji Mann Whitney sebagai alternatifnya jika data tidak berdistribusi
normal. Sedangkan analisis statistik untuk data kategorik diuji dengan uji Chi-
Square apabila syarat Chi-Square terpenuhi sedangkan jika tidak terpenuhi maka
digunakan uji Exact Fisher untuk tabel 2 x 2 dan Kolmogorov Smirnov untuk tabel
selain 2 x 2. Syarat Chi-Square adalah tidak ada nilai expected value yang kurang
dari lima sebanyak 20% dari tabel.
Selanjutnya dilakukan analisis statistik sesuai tujuan penelitian dan hipotesis
yaitu uji non-inferiority untuk nilai kualitas hidup. Uji ini bertujuan untuk
membuktikan suatu produk tidak lebih buruk daripada pembanding dengan nilai
lebih kecil yang telah ditentukan sebelumnya. Nilai tersebut dikenal sebagai margin
non-inferiority. Adapun kriteria non-inferiority didapatkan jika hasil kasus masih
terdapat dalam margin. Margin non-inferiority pada penelitian ini sebesar 20%.
32
32
Nilai margin diperoleh dari review dari nilai kualitas hidup orang dengan
penglihatan normal.
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PMN RS Mata Cicendo sampai jumlah sampel
minimal terpenuhi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2020 setelah
mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Bagian Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
3.8 Implikasi/Aspek Etik Penelitian
Penelitian ini berpedoman pada tiga prinsip dasar penelitian manusia
dengan memperhatikan hal-hal yang diantaranya mencakup:
A. Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (respect for person)
1. Pemeriksa, subjek peneliti, dan saksi memiliki hak untuk bertanya dan
berkonsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian
secara jelas.
2. Keikutsertaan subjek dalam penelitian dilakukan secara sukarela dan sadar.
B. Prinsip bermanfaat dan tidak merugikan (beneficience and non-maleficience)
Penelitian yang dilakukan akan memberikan manfaat pada subjek berupa
pemahaman dan pengetahuan terhadap pasien dan keluarga tentang manfaat
operasi katarak dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup.
33
33
C. Prinsip keadilan (justice)
Kasus terhadap subjek pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara
dan alat terstandar.
Pemeriksaan pasien pada penelitian ini merupakan tanggung jawab peneliti
dengan supervisi dari dokter spesialis mata. Pencatatan hasil penelitian akan dijaga
kerahasiaannya.
34
34
BAGAN ALUR PENELITIAN
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Data rekam medis
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
KELOMPOK KASUS
Pasca operasi katarak
mata pertama
KELOMPOK KONTROL
Penglihatan normal
Wawancara
Analisis data
Kesimpulan
35
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan di PMN RS Mata Cicendo dan wawancara kuesioner
NEI-VFQ-25 dilakukan kepada 150 subjek penelitian via telepon pada bulan Mei-
Juni 2020. Penelitian ini membandingkan kualitas hidup kelompok kasus dan
kelompok kontrol. Untuk kelompok kasus, diambil 75 subjek penelitian dari 199
data rekam medis pasien katarak senilis bilateral (ICD-10 H25.0, H25.1, H25.2,
H25.8) yang telah dilakukan operasi katarak mata pertama (pada bulan Juni 2019 –
Maret 2020 di Unit Katarak Bedah Refraktif yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Untuk kelompok kontrol, diambil 75 subjek penelitian dari 724 data
rekam medis pasien penglihatan normal (ICD-10 H52.4) pada bulan Januari 2019
– Maret 2020 di Unit Refraksi, Lensa Kontak, dan Low Vision yang memenuhi
kriteria inklusi, eksklusi, dan proses matching terhadap rentang usia dan jenis
kelamin.
4.1.1 Karakteristik Sosiodemografi
Subjek kelompok kasus pada penelitian ini memiliki rerata usia 63,49 tahun dan
paling banyak berada pada rentang 61-75 tahun (56,0%). Proporsi jenis kelamin
sama antara laki-laki dan perempuan. Mayoritas subjek kelompok kasus memiliki
tingkat pendidikan rendah (52,0%), tidak bekerja/ibu rumah tangga (45,3%),
penghasilan rendah (70,7%), status menikah (81,3%), tidak hidup sendiri (92,0%),
36
36
Tabel 4.1 Hubungan Karakteristik Sosiodemografis antara Kelompok Kasus dan
Kelompok Kontrol
Variabel
Kelompok
Nilai p Kasus Kontrol
(n = 75) (n = 75)
Usia (tahun) 0,993
50 – 55 20 (26,7%) 20 (26,7%)
56 – 60 9 (12,0%) 9 (12,0%)
61 – 65 13 (17,3%) 13 (17,3%)
66 – 70 14 (18,7%) 14 (18,7%)
71 – 75 15 (20,0%) 15 (20,0%)
76 – 80
>80 tahun
Median
Rentang (min-maks)
3 (4,0%)
1 (1,3%)
6,49 ± 8,341
50 – 81
3 (4,0%)
1 (1,3%)
63,55 ± 8,683
51 – 82
Jenis kelamin 1,000
Laki-laki 37 (49,3%) 37(49,3%)
Perempuan 38 (50,7%) 38(50,7%)
Pendidikan 0,110
Tidak sekolah 7 (9,3%) 5 (6,7%)
Rendah (SD/SMP) 39 (5,0%) 27 (36,0%)
Sedang (SMA) 16 (21,3%) 19 (25,3%)
Tinggi (Perguruan tinggi) 13 (17,3%) 24 (32,0%)
Pekerjaan 0,653
Tidak bekerja/ibu rumah tangga 34 (45,3%) 25 (3,3%)
Pensiunan 13 (17,3%) 11 (14,7%)
Petani/nelayan/buruh 10 (13,3%) 6 (8,0%)
Wirausaha 10 (13,3%) 9 (12,0%)
Pegawai 6 (8,0%) 23 (30,7%)
Lain-lain 2 (2,7%) 1 (1,3%)
Penghasilan 0,021*
Rendah (<Rp1.500.000) 53(70,7%) 37 (49,3%)
Sedang (Rp1.500.000-2.500.000) 6 (8,0%) 6 (8,0%)
Tinggi (Rp2.500.000-3.500.000) 7 (9,3%) 8 (10,7%)
Sangat tinggi (>Rp3.500.000) 9 (12,0%) 24 (32,0%)
Status marital 0,900
Menikah 61 (81,3%) 54 (72,0%)
Duda/janda 13 (17,3%) 21 (28,0%)
Belum menikah 1 (1,3%) 0 (0,0%)
Hidup sendiri 0,276
Ya 6 (8,0%) 2 (2.7%)
Tidak 69 (92,0%) 73 (97,3%)
Kacamata 0,0001*
Ya 14 (18,7%) 61 (81,3%)
Tidak 61 (81,3%) 14 (18,7%)
Kelainan sistemik 0,002*
Tidak ada 33 (44,0%) 55 (73,3%)
Diabetes melitus 9 (12,0%) 4 (5,3%)
Hipertensi 24 (32,0%) 14 (18,7%)
Diabetes melitus dan hipertensi 9 (12,0%) 2 (2,7%) Keterangan : Untuk data numerik, nilai p diuji dengan uji T tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal
dan uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi normal. Untuk data kategorik, nilai p dihitung
berdasarkan uji Chi-Square dan uji Kolmogorov Smirnov dan Exact Fisher apabila syarat dari Chi-Square tidak
terpenuhi. Tanda (*) menunjukkan nilai p <0,05 artinya berbeda bermakna atau signifikan secara statistik.
37
37
tidak memakai kacamata (81,3%), dan menderita kelainan sistemik (56,0%) (Tabel
4.1).
Subjek kelompok kontrol pada penelitian ini memiliki karakteristik usia (rerata
63,55 tahun) dan jenis kelamin tidak berbeda dengan kelompok kasus. Hal tersebut
dikarenakan proses matching yang dilakukan pada kedua variabel tersebut.
Meskipun dengan proporsi berbeda, subjek kelompok kontrol juga didominasi
tingkat pendidikan rendah (36,0%), tidak bekerja/ibu rumah tangga (33,3%),
penghasilan rendah (49,3%), status menikah (72,0%), dan tidak hidup sendiri
(97,3%). Berbeda dengan kelompok kasus, subjek kelompok kontrol lebih banyak
memakai kacamata (81,3%) dan tidak menderita kelainan sistemik (73,3%). (Tabel
4.1).
Hasil uji statistik didapatkan bahwa variabel usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, status marital, dan hidup sendiri tidak berbeda signifikan antara
kelompok kasus dan kelompok kontrol (p <0,05). Di sisi lain, variabel penghasilan,
pemakaian kacamata, dan kelainan sistemik berbeda signifikan secara statistik
antara kedua kelompok (p >0,05). Kesimpulan yang diperoleh dari tabel di atas
adalah subjek pada kedua kelompok berbeda atau tidak homogen. Selanjutnya
dilakukan analisis bivariat maupun multivariat terhadap data karakteristik
sosiodemografis dengan hasil kedua kelompok penelitian ini tetap tidak homogen.
Analisis data dapat dilanjutkan sesuai tujuan dan hipotesis penelitian karena
pengambilan sampel tidak menggunakan randomisasi, melainkan purposive
sampling (Tabel 4.1).
38
38
4.1.2 Presenting Visual Acuity Binokular
Rerata presenting visual acuity (PVA) binokular pra- operasi 1,23 LogMAR dan
pasca operasi mata pertama 0,26 LogMAR pada kelompok kasus. Sedangkan rerata
PVA binokular pada kelompok kontrol 0,07 LogMAR. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara PVA binokular
pasca operasi katarak mata pertama kelompok kasus dan PVA binokular kelompok
kontrol (p <0,05) (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Hubungan PVA Binokular antara Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol
Variabel
Kelompok
Nilai p Kasus Kontrol
(n = 75) (n = 75)
PVA binokular (LogMAR) 0,0001*
Rerata ± Std
Rentang (min-maks)
0,26 ± 0,187
0,0 – 0,5
0,07 ± 0,108
0,0 – 0,3
Keterangan : Untuk data numerik, nilai p diuji dengan uji T tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal
dan uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi normal. Tanda (*) menunjukkan nilai p <0,05 artinya
berbeda bermakna atau signifikan secara statistik.
4.1.3 Kualitas Hidup
Rerata dan standar deviasi kualitas hidup gabungan kelompok kontrol dan
kelompok kasus adalah 94,84 ± 2,562 dan 92,56 ± 7,509. Jika ditinjau berdasarkan
subskala, rerata dan standar deviasi kualitas hidup kesehatan umum, kesehatan
penglihatan, ketidanyamanan pada mata, penglihatan dekat, penglihatan jauh,
fungsi sosial, kesehatan mental, keterbatasan peran, ketergantungan terhadap orang
lain, penglihatan warna, dan penglihatan perifer pada kelompok kontrol berturut-
turut yakni 50,33 ± 15,097 , 76,80 ± 12,230, 90,83 ± 14,866, 95,83 ± 8,745, 99,00
± 3,865, 99,50 ± 3,210, 97,75 ± 4,191, 98,83 ± 5,106, 100,00, 99,33 ± 4,055,
100,00, sedangkan kelompok kasus berturut-turut yakni 60,00 ± 27,262, 77,60 ±
39
39
Tabel 4.3 Perbedaan Rerata Kualitas Hidup antara Kelompok Kontrol dan
Kelompok Kasus dalam Persentase
Subskala Perbedaan rerata
(%)
Batas bawah,
batas atas (%)*
Kesehatan umum -9,67 -16,79, -2,54
Kesehatan penglihatan -0,08 -5,04, 3,44
Ketidaknyaman pada mata 1,00 -3,81, 5,81
Penglihatan dekat 4,56 0,75, 8,36
Penglihatan jauh 3,50 1,29, 5,71
Fungsi sosial 1,00 -0,66, 2,66
Kesehatan mental 2,92 0,36, 5,47
Keterbatasan peran 1,80 -0,95, 4,62
Ketergantungan terhadap orang lain 2,89 0,44, 5,34
Penglihatan warna 1,67 0,67, 4,00
Penglihatan Perifer 1,33 -0,28, 2,94
Gabungan -2,45 -6,30, 1,40
* IK 95%
Gambar 4.1 Diagram Uji Non-Inferiority Kualitas Hidup Gabungan
13,934, 89,83 ± 14,917, 91,28 ± 14,174, 95,50 ± 8,846, 98,50 ± 6,485, 94,83 ±
10,345, 97,00 ± 11,036, 97,11 ± 10,655, 97,67 ± 9,348, 98,67 ± 6,991. Subskala
berkendara tidak dianalisis statistik lebih lanjut dikarenakan banyaknya missing
value (hanya 49 dari 150 subjek mempunyai pengalaman berkendara).
Uji non-inferiority pada penelitian ini menggunakan margin 20% dengan
interval kepercayaan (IK) 95%. Penilaian non-inferiority merujuk pada selisih
40
40
rerata kualitas hidup (delta/d) pada kelompok kasus terhadap kelompok kontrol.
Diagram uji non-inferiority menunjukkan hasil d = -2,45% (IK 95% -6,3% s.d.
1,4%) dengan margin sebesar 20% (Gambar 4.1).
Berdasarkan IK 95%, didapatkan batas bawah dan batas atas rerata kualitas
hidup dalam persentase. Seluruh persentase batas bawah tidak ada yang bernilai
lebih rendah dari -20%, artinya kualitas hidup gabungan dan per subskala kelompok
kasus tidak inferior dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 4.3).
4.2 Pengujian Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah kualitas hidup pasien pasca operasi katarak
mata pertama tidak inferior dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan
normal. Untuk membuktikan hipotesis tersebut, maka dibuat hipotesis statistik
sebagai berikut:
H0 : d <-20%
melawan
H1 : d >-20%
Uji non-inferiority berdasarkan d >-20% didapatkan hasil bahwa kualitas hidup
pasien pasca operasi katarak mata pertama dibandingkan orang dengan penglihatan
normal (Gambar 4.1). Berdasarkan hasil pengujian diatas, maka hipotesis peneliti
diterima.
41
41
4.3 Pembahasan
Penelitian ini membandingkan kualitas hidup terkait penglihatan pasien pasca
operasi katarak mata pertama dengan kualitas hidup orang dengan penglihatan
normal. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya berfokus pada kualitas hidup
pasien katarak dan pasca operasi katarak, baik operasi mata pertama dan atau
operasi mata kedua. Hanya Tiihonen dkk. yang melaporkan kualitas hidup pra- dan
pasca operasi katarak, kemudian dibandingkan dengan populasi normal di
Finlandia. Namun Tiihonen dkk. menilai kualitas hidup terkait kesehatan
menggunakan kuesioner 15-Dimension, dimana item-item yang diukur bersifat
general sehingga hasil yang diperoleh adalah peningkatan kualitas hidup yang tidak
bermakna.14,15,43
Kuesioner NEI VFQ-25 yang merupakan instrumen utama pada penelitian ini
mempunyai kekuatan pada item-item yang dinilai. Item yang dinilai tidak hanya
mengukur kesulitan dalam aktivitas sehari-hari, tetapi juga pengaruh gangguan
penglihatan terhadap fungsi sosial, kesehatan mental, keterbatasan peran, dan
ketergantungan terhadap orang lain. Melalui kuesioner ini, diharapkan dapat dinilai
besarnya manfaat operasi katarak secara subjektif dan informasi diperoleh langsung
dari penderitanya.13,14,15
Subjek pasca operasi katarak mata pertama pada penelitian ini paling banyak
pada rentang usia 61-75 tahun (56%). Hal ini sesuai dengan teori patogenesis
katarak bahwa seiring bertambahnya usia terjadi peningkatan massa dan ketebalan
lensa, serta berkurangnya daya akomodatif. Metabolisme kimiawi dan pembelahan
kristal proteolitik lensa menghasilkan pembentukan agregat protein molekul tinggi
42
42
sehingga cahaya menyebar dan transparansi lensa berkurang. Metabolisme kimiawi
protein nukleus juga meningkatkan opasitas dengan bertambahnya usia. Perubahan
terkait usia lainnya termasuk penurunan konsentrasi glutathione dan kalium diikuti
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma sel lensa.6,8
Karakteristik jenis kelamin sama antara laki-laki dan perempuan pada subjek
pasca operasi katarak mata pertama di penelitian ini. Berbeda dengan hasil yang
diperoleh Barbados Eye Study, proporsi katarak dilaporkan lebih banyak pada
perempuan. Perbedaan proporsi jenis kelamin pada pasien katarak dikaitkan dengan
usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding laki-laki sehingga
jumlah perempuan usia lanjut lebih banyak.44,45
To dkk. menyebutkan bahwa faktor perancu pada penelitian-penelitian kualitas
hidup pasca operasi katarak antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan,
penghasilan, status marital, pemakaian kacamata, dan komorbid. Karakteristik
penghasilan, pemakaian kacamata, dan kelainan sistemik pada penelitian ini
berbeda signifikan antara subjek pasca operasi katarak dan subjek penglihatan
normal.15
Subjek pasca operasi katarak pada penelitian ini didominasi berpenghasilan
rendah (70.7%). Status ekonomi seseorang dapat berpengaruh terhadap informasi
kesehatan, terutama informasi tentang katarak dan operasi katarak. Status ekonomi
yang rendah akan cenderung membuat seseorang tidak memprioritaskan kesehatan
matanya sebelum kondisi penglihatan benar-benar terganggu. Di samping itu, status
ekonomi yang rendah dapat menjadi barrier seseorang melakukan operasi katarak
karena terkait biaya, seperti yang dilaporkan oleh Ratnaningsih dkk. Beberapa
43
43
subskala kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh status ekonomi yaitu antara lain
kesehatan umum, kesehatan penglihatan, fungsi sosial, kesehatan mental,
keterbatasan peran, dan ketergantungan terhadap orang lain.45,46
Tidak semua pasien pasca operasi katarak memperoleh tajam penglihatan yang
optimal, meskipun persiapan operasi telah dilakukan dengan baik. Beberapa pasien
masih ada yang membutuhkan koreksi refraksi. Selain itu, hilangnya akomodasi
pada mata yang dioperasi dan lensa monofokal yang diimplantasikan intraoperasi
menyebabkan kebanyakan pasien akan menemui kesulitan dalam melakukan
aktivitas yang membutuhkan kemampuan penglihatan dekat yang baik.6,7,8
Mayoritas subjek pasca operasi katarak pada penelitian ini tidak memakai
kacamata (81,3%). Resep kacamata baik bifokal, progresif, atau kacamata baca
biasanya baru diberikan setelah operasi katarak mata kedua di Unit Katarak dan
Bedah Refraktif PMN RS Mata Cicendo dengan pertimbangan jarak operasi mata
kedua tidak lebih dari tiga bulan.
Kelainan sistemik merupakan hal yang sulit dihindari pada individu usia lanjut.
Kemunduran fungsi organ terjadi akibat proses penuaan. Subjek pasca operasi
katarak pada penelitian ini banyak yang memiliki kelainan sistemik (56,0%). To
dkk. dan Fraser dkk. melaporkan 60,8% dan 79,8% subjek penelitian mereka juga
memiliki komorbid. Dampak terdapatnya komorbid pada subjek penelitian akan
berpengaruh terhadap kualitas hidup subskala kesehatan umum. Namun, penelitian
ini menjadikan kelainan sistemik yang tidak terkontrol sebagai kriteria eksklusi
untuk meminimalisir dampak tersebut.14,15,47
44
44
Operasi katarak pada usia lanjut bertujuan meretorasi fungsi visual agar mereka
memiliki kemandirian dalam melakukan aktivitas dan pekerjaan sehari-hari
sehingga mempengaruhi status sosial dan mental. Beberapa penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa operasi katarak mata pertama menghasilkan dampak yang
signifikan dalam peningkatan fungsi visual dan kualitas hidup
penderitanya.14,15,48,49
Rerata PVA binokular pasca operasi katarak mata pertama pada penelitian ini
adalah 0,26 LogMAR, dari pra- operasi 1,23 LogMAR. Hasil PVA di atas tergolong
baik karena sebagian besar pasien bebas dari gangguan penglihatan berdasarkan
standar World Health Organization. Jika dibandingkan penelitian-penelitian lain,
PVA pra- dan pasca operasi katarak mata pertama pada penelitian ini lebih rendah.
Penelitian di Australia melaporkan tajam pengglihatan binokular pra- operasi 0,23
LogMAR dan pasca operasi mata pertama 0,05 LogMAR, sedangkan penelitian di
Vietnam melaporkan tajam penglihatan binokular pra- operasi 0,58 LogMAR dan
pasca operasi mata pertama 0,16 LogMAR. Kedua penelitian tersebut menyertakan
pemeriksaan sensitivitas kontras dan stereopsis. Hasil yang diperoleh adalah
peningkatan sensitivitas kontras dan sterospsis berbanding lurus dengan
peningkatan kualitas hidup, namun tidak dengan peningkatan tajam
penglihatan.14,15
Kualitas hidup adalah konsep multidisiplin dan multidimensi. Kualitas hidup
merujuk kepada kesejahteraan fisik, kesejahteraan psikologis, dan kesejahteraan
sosial. Dampak positif dari pulihnya fungsi visual adalah perbaikan kualitas hidup
seseorang. Rerata kualitas hidup gabungan subjek pasca operasi katarak mata
45
45
pertama pada penelitian ini adalah 92,56 dan subjek dengan penglihatan normal
94,84. Selanjutnya dilakukan uji non-inferiority dengan margin 20% dan IK 95%,
diperoleh hasil d = -2,45% (IK 95% -6,3% s.d. 1,4%), yang artinya kualitas hidup
subjek pasca operasi katarak mata pertama tidak inferior dibandingkan subjek
penglihatan normal pada penelitian ini.50,51
Nilai kualitas hidup pada penelitian ini diperoleh dengan kondisi subjek kedua
kelompok penelitian tidak homogen dari karakteristik penghasilan, pemakaian
kacamata, kelaianan sisitemik, dan PVA binokular. Namun jika kualitas hidup
pasien pasca operasi katarak mata pertama inferior dibandingkan kualitas orang
dengan penglihatan normal, maka karakteristik yang tidak homogen tersebut dapat
menjadi faktor perancu.
Belum ada penelitian serupa dengan penelitian ini sehingga hasil pada penelitian
ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian lainnya. Vietnam, Australia, dan
Cina melaporkan rerata kualitas hidup gabungan pasca operasi katarak mata
pertama berturut-turut sebesar 88,02, 88,51, dan 89,36. Persepsi individu dalam
merespon setiap pertanyaan pada kuesioner dapat berbeda-beda. Demikian pula
dengan tingkat kepuasan terhadap kualitas penglihatan yang dimiliki. 14,15,49
Penentuan margin merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian yang
menggunakan uji non-inferiority. Interpretasi hasil sangat bergantung pada margin
yang telah ditetapkan sebelumnya. Margin yang sempit dapat menghasilkan
kesimpulan inconclusive untuk perlakuan yang sebenarnya non-inferior.
Sebaliknya, margin yang lebar dapat menyebabkan perlakuan yang inferior
46
46
diterima dan kemudian menjadi standar yang tidak sesuai untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.52
Kualitas hidup masing-masing subskala pasien pasca operasi katarak mata
pertama menunjukkan hasil yang tidak inferior dibandingkan orang dengan
penglihatan normal pada penelitian ini. Walaupun menggunakan uji statistik yang
berbeda, To dkk. melaporkan bahwa seluruh subskala kualitas hidup naik signifikan
pra- dan pasca operasi katarak mata pertama, bahkan dengan IK >99%. Hal tersebut
membuktikan bahwa operasi katarak memiliki manfaat tidak hanya meningkatkan
aktivitas sehari-hari, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan sosial dan mental yang
luas.15
Pandemi Covid-19 menyebabkan beberapa keterbatasan pada penelitian ini.
Keterbatasan tersebut antara lain penelitian dilakukan secara retrospektif, hanya
dapat menilai kualitas hidup pasca operasi, periode pasca operasi bervariasi, dan
evaluasi kondisi klinis terkini tidak dilakukan.
47
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kualitas hidup pasien pasca operasi katarak mata pertama tidak inferior
dibandingkan kualitas hidup orang dengan penglihatan normal.
5.2 Saran
1) Dilakukan penelitian lanjutan secara prospektif dan menilai kualitas hidup pra-
operasi katarak agar didapatkan gambaran peningkatan kualitas hidup pasien
katarak yang telah dioperasi.
2) Dilakukan penyeragaman periode pasca operasi antar subjek penelitian.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Visual impairment and blindness [Internet]. 2014
[cited 2019 November 2]. Diunduh dari:
https://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html
2. International Agency for the Prevention of Blindness. Cataract [Internet] [cited
2019 November 2]. Diunduh dari: https://www.iapb.org/knowledge/what-is-
avoidable-blindness/cataract/
3. International Agency for the Prevention of Blindness. Report of Vision 2020
IAPB Workshop [Internet]. 2014 [cited 2019 November 2]. Diunduh dari
https://www.iapb.org/wp-content/uploads/VIsion-2020-workshop-2014-
Report-Indonesia.pdf
4. Rapid Assesment Avoidable Blindness. Blindness and visual impairment
profile in Indonesia. 2013-2016.
5. Syumarti, Rini M, Ratnaningsih N. Halim A, Limburgh H. Prevalence and
causes of blindness in people age 50 years and above, the intervention category
and action required reducing blindness in West Java Province, Indonesia. J
Ophthalmol Clin Res. 2017; Vol 1. Issue 1.4 of 4.
6. American Academy of Ophthalmology. Lens and cataract. Basic and Clinical
Science Course 2016-2017.
7. National Eye Institute. Cataracts [Internet]. 2019 [cited 2019 November 2].
Diunduh dari: https://www.nei.nih.gov/learn-about-eye-health/eye-conditions-
and-diseases/cataracts
8. Asbell PA, dkk. Age-related cataract. The Lancet. 2005. 365 (9459): 599-609
9. Tjiptoherijanto P. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan
Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. 2001. Majalah
Perencaan Pembangunan Ed 23.
10. Badan Pusat Statistik. Analisis statistik sosial: Bonus demografi dan
pertumbuhan ekonomi. 2012.
11. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran. Buku ekonomi
kependudukan. Diunduh dari:
http://www.feb.unpad.ac.id/dokumen/files/BUKU-KEPENDUDUKAN.pdf
12. Hyman L. Epidemiology of eye disease. Departement of Community and
Preventive Medicine. State Universisty of New York. 2012.
13. National Eye Institute. Visual function questionnaire-25. [Internet]. 2000 [cited
2019 November 2]. Diunduh dari: https://www.nei.nih.gov/learn-about-eye-
health/resources-for-health-educators/outreach-materials/visual-function-
questionnaire-25
14. Fraser ML, Mauleners LB, Lee AH, Ng JQ, Morlet N. Vision, quality of life
and depressive symptoms after first eye cataract surgery. Psychogeriatrics.
2013; 13: 237–243.
48
49
15. To KG, dkk. The impact of cataract surgery on vision-related quality of life for
bilateral cataract patients in Ho Chi Minh City, Vietnam: a prospective study.
Health and Quality of Life Outcomes 2014, 12: 16.
16. World Health Organization. World report on vision. Geneva, Switzerland;
2019.
17. World Health Organization. Vision 2020 : Global initiative for the eliminate of
avoidable blindness, Action plan 2006-2011. Geneva, Switzerland; 2007.
18. Kuper H, dkk. Does Cataract Surgery Alleviate Poverty? Evidence from a
Multi-Centre Intervention Study Conducted in Kenya, the Philippines and
Bangladesh. Plos One. 2010; 11 (5): e15431.
19. Morris D, Fraser SG, Gray C. Cataract surgery and quality of life implications.
Clinical Interventions in Aging. 2007; 2(1): 105-108.
20. Brannan S, dkk. A prospective study of the rate of falls before and after cataract
surgery. Br J Ophthalmol 2003; 87: 560–562.
21. Mahajan S, Misra S. Barriers to the Second Eye Cataract Surgery Amongst the
Rural Poulation of Western Maharashtra, India. Opththalmology Research: An
International Journal. 2016; 5(3): 1-7.
22. Amedo AO, dkk. Quality of life of cataract patients before and after surgery-
evidence from four rural communities in Ghana. M J Opht. 2016; 1 (1): 003.
23. Abdullahi SM, Alhassan MB, Babalola OE. The impact of cataract surgery on
subjective visual functions and quality of life in patients with cataract in
Northwestern Nigeria. Nigerian Journal of Ophthalmology. 2016; 24 (2): 57-
61.
24. Finger RP, dkk. The impact of successful cataract surgery on quality of life,
household income and social status in South India. Plos One. 2012; Volume 7
(8): e44268.
25. Murata M, Sakurai S, Ohta N, Alam S. The role of aldose reductase in sugar
cataract formation: Aldose reductase plays a key role in lens epithelial cell
death (apoptosis). Chemico-Biological Interactions. 2001; 130-132 (1-3): 617-
625.
26. Milan MC, Ervin AM, Tao J, Davis RM. Antioxidant vitamin supplementation
for preventing and slowing the progression of age-related cataract. Cochrane
Database Syst Rev. 2012; 6: 1-62.
27. Shah SP, Gilbert CE, Razavi H, Turner EL, Lindfield RJ. Preoperative visual
acuity among cataract surgery patients and countries state of development: a
global study. Bull World Health Organ. 2011; 89: 749–756.
28. Singh K, Misbah A, Saluja P, Singh AK. Review of manual small-incision
cataract surgery. Indian Journal of Ophthalmology. 2017; 65 (12): 281-1288.
29. Linebarger EJ, Hardten DR, Shah GK, Lindstrom RL. Phacoemulsification and
modern cataract surgery. Survey of Ophthalmology. 1999; 44 (2): 23-147.
50
30. Jaggernath J, Gogate P, Moodley V, Naidoo KS. Comparison of cataract
surgery techniques: Safety, efficacy, and cost-effectiveness. Eur J Ophthalmol
2014; 24 (4): 520-526.
31. Ruit S, Tabin G, Chang D dkk. A prospective randomized clinical trial of
phacoemulsification vs. manual sutureless small-incision extracapsular
cataract surgery in Nepal. Am J Ophthalmol. 2007; 143:328.
32. Gogate P, dkk. Safety and efficacy of phacoemulsification compared with
manual small-incision cataract surgery by a randomized controlled clinical
trial six-week results. Ophthalmology. 2005; 112(5): 869-74.
33. Ali AMES, Abdulla AMAA, Howaidy AI, Mohammed RMA. Comparative
study between the refractive outcome following phacoemulsification and small
incision cataract surgery. Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2019; 76 (1):
3037-3038.
34. World Health Organization. WHOQOL: Measuring quality of life [Internet].
1998 [cited 2019 November 2]. Diunduh dari:
https://www.who.int/healthinfo/survey/whoqol-qualityoflife/en/
35. Center for Disease Kontrol and Prevention. Why is quality of life of important?
[Internet]. 2000 [cited 2019 November 2]. Diunduh dari:
https://www.cdc.gov/hrqol/concept.htm
36. Mangione CM, dkk. Development of the 25-item National Eye Institute Visual
Function Questionnaire. Arch Ophthalmol. 2001; 119(7):1050-8.
37. Owen CG, dkk. Is the NEI-VFQ-25 a useful tool in identifying visual
impairment in an elderly population? BMC Ophthalmol. 2006; 6: 24.
38. Hirneiss C, dkk. The NEI VFQ-25 vision-related quality of life and prevalence
of eye disease in a working population. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol. 2010; 248 (1): 85-92.
39. Sealed Envelope. Power (sample size) calculators [Internet]. 2001 [cited 2019
November 2]. https://www.sealedenvelope.com/power/binary-noninferior/
40. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2017.
41. Sekaran U. Research Methods for Business. Edisi II. Jakarta: Salemba Empat.
2011.
42. Umar H. Metode Penelitian. Dalam: Aplikasi pemasaran. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2002.
43. Tiihonen SP, dkk. Health-related quality of life after cataract surgery with the
phacoemulsification technique and intraocular lens implantation. Acta
Ophthalmol. 2016; 94: 21–25.
44. Leske MC, dkk. Prevalence of lens opacities in the Barbados Eye Study. Arch
Ophthalmol. 1997; 115 (1): 105-111.
45. Lisnawati A, Fatmawati NK, Aminyoto M. Perbedaan kualitas hidup pasien
usia lanjut sebelum dan setelah operasi katarak. Medical and Health Science
Journal. 2020; 4 (1): 63-68.
51
46. Ratnaningsih N, Rini M, Halim A. Barriers for Cataract Surgical Services in
West Java Province of Indonesia. Ophthalmologica Indonesiana. 2016; 42 (1).
47. Brooks GA, Fahey TD. Exercise physiology: Human bioenergetics and its
applications. New York: Macmillan. 1985.
48. Lopez THJ, dkk. Impact of cataract intervention on the functional capacity of
the elderly. Arch Soc Esp Oftalmol. 2004; 79 (5).
49. Tu C, Xu X, Ni J, Mima Z. The impact of cataract surgery on vision-related
quality of life for cataract patients in China: a prospective study. BMC
Ophthalmology. 2019.
50. Chappell NL. Aging and Quality of Life. Encyclopedia of Geropsychology.
Singapore: Springer. 2017.
51. Felce D, Perry J. Quality of life: Its definition and measurement. Elsevier. 1995;
16 (1): 51-74.
52. Macaya F, Ryan N, Salinas P, Pocock SJ. Challenges in the Design and
Interpretation of Noninferiority Trials. J Am Coll Cardiol 2017;70:894-903.
52
LAMPIRAN 1. Persetujuan Etik
53
LAMPIRAN 2. Informed Consent
54
LAMPIRAN 3. Kuesioner
KUESIONER NEI VFQ-25
BAGIAN 1 - KONDISI KESEHATAN UMUM DAN KONDISI PENGLIHATAN
1. Secara umum, menurut Anda kesehatan Anda secara keseluruhan :
(Lingkari Satu)
Sangat baik ...................... 1
Baik sekali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Baik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
Cukup ........................................ 4
Buruk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2. Saat ini, apakah menurut Anda kondisi penglihatan kedua mata Anda
(dengan kaca mata maupun lensa kotak bila Anda menggunakannya) termasuk sangat baik, baik, cukup, buruk, sangat buruk atau apakah
Anda mengalami kebutaan total?
(Lingkari Satu)
Sangat baik ...................... 1
Baik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Cukup ........................................ 3
Buruk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
Sangat buruk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
Buta total ......................... 6
3. Seberapa sering Anda khawatir mengenai kondisi penglihatan Anda?
(Lingkari Satu)
Tidak pernah ....................... 1
Jarang ........................................ 2
Kadang-kadang .................. 3
Sering...................................... 4
Sepanjang waktu............................ 5
55
4. Seberapa besar Anda merasakan sakit atau ketidaknyamanan di
daerah mata dan sekitar mata Anda (seperti rasa terbakar, gatal,
atau nyeri)? Apakah menurut Anda rasa itu:
(Lingkari Satu)
Tidak ada ........................ 1
Ringan ........................................... 2
Sedang ............................. 3
Parah, atau ....................... 4
Sangat parah? ..................... 5
BAGIAN 2 - KESULITAN DALAM MELAKUKAN AKTIVITAS HARIAN
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah tentang tingkat kesulitan (bila ada)
dalam melakukan aktivitas harian tertentu dengan menggunakan kacamata atau
lensa kontak bila Anda menggunakannya
5. Seberapa besar kesulitan yang Anda rasakan ketika membaca koran
dengan huruf berukuran standar? Apakah Anda merasa (Lingkari satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ........................................ .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
6. Seberapa besar kesulitan yang Anda rasakan ketika A n da m e l a k u k a n
p e k e r j aa n a t a u h o b i y a n g m em b u t u h k a n ke m am p u a n u n t u k
mengamati benda dalam jarak dekat s e p e r t i m e m a s a k , m e n j a h i t ,
m e m p e r b a i k i b e n d a - b e n d a d i s e k i t a r r u m a h , a t a u
m e n g g u n a k a n a l a t - a l a t p e r t u k a n g a n . A p a k a h A n d a m e r a s a :
( L i n g k a r i s a t u )
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
56
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
7. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besar kesulitan yang
Anda rasakan dalam mencari/menemukan sesuatu di rak yang penuh
sesak? (Lingkari satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ........................................................ 1
Sedikit kesulitan ............................................................. ............. 2
Agak kesulitan .............................................................. ............. 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
8. Seberapa besar kesulitan yang Anda rasakan ketika membaca
rambu lalu lintas atau plang nama toko ?
(Lingkari Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
9. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besar kesulitan yang
Anda rasakan ketika berjalan menuruni tangga atau trotoar saat kondisi
cahaya redup atau pada malam hari? (Lingkari satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
10. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besar kesulitan yang
57
Anda rasakan dalam mengenali benda-benda di tepi jalan saat Anda
berjalan melintasinya ?
(Lingkari
Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
11. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besar kesulitan yang
Anda rasakan dalam melihat reaksi orang terhadap perkataan yang Anda
lontarkan?(Lingkari Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan .................................................................. ............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik............ 6
12. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besar kesulitan yang
Anda rasakan dalam memilih dan memadukan pakaian yang Anda kenakan
? (Lingkari Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
13. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besar kesulitan yang
Anda rasakan saat mengunjungi orang lain baik di rumah mereka, di pesta
atau di restoran? (Lingkari Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali......................................... .............. 1
Sedikit kesulitan .................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
58
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik............ 6
14. Karena kondisi penglihatan Anda, seberapa besa r kesulitan yang
Anda rasakan ketika bepergian keluar rumah untuk menonton
bioskop, pertunjukan atau pertandingan olahraga ? (Lingkari Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
15. Apakah Anda saat ini aktif menyetir kendaraan, setidaknya sekali-kali?
(Tandai Satu)
Ya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Lanjut ke no 15c
Tidak ............................. 2
15a. Bila Anda menjawab TIDAK: Apakah Anda tidak pernah
menyetir mobil atau berhenti menyetir mobil?
(Lingkari Satu)
Tidak pernah ...... 1 Lanjut ke bagian 3,
no 17
Berhenti ............... 2
15b. Bila Anda saat ini telah BERHENTI MENYETIR: A p a k a h penyebab
utamanya karena kondisi penglihatan, karena alasan lain, atau karena
gabungan kedua alasan tersebut (kondisi penglihatan dan alasan lain)?
(Lingkari Satu)
Terutama karena kondisi penglihatan 1 Lanjut ke bag 3, no 17
59
Terutama karena alasan lain 2 Lanjut ke bag 3, no 17
Karena kondisi penglihatan dan alasan
lain
3 Lanjut ke bag 3, no 17
15c. Bila Anda saat ini AKTIF MENYETIR: Seberapa besar kesulitan
yang Anda rasakan saat menyetir pada siang hari di tempat yang tidak
asing? Apakah Anda merasa:
(Lingkari
Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ....................................... 1
Sedikit kesulitan ............................................................. 2
Agak kesulitan .............................................................. 3
Sangat kesulitan ........................................................... 4
16. Seberapa besar kesulitan yang Anda rasakan saat menyetir
pada malam hari? Apakah Anda merasa:
(Lingkari Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali ........................................ .............. 1
Sedikit kesulitan ................................................................. .............. 2
Agak kesulitan ....................................................... ........... 3
Sangat kesulitan ..................................................... ........... 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ............ 6
16A. Seberapa besar kesulitan yang Anda rasakan ketika menyetir
pada kondisi sulit seperti saat cuaca buruk, jam sibuk, di jalan bebas
hambatan, atau kondisi jalan macet ? Apakah Anda merasa: (Lingkari
Satu)
Tidak ada kesulitan sama sekali........................................................ 1
Sedikit kesulitan ............................................................. ............. 2
Agak kesulitan .............................................................. ............. 3
Sangat kesulitan ........................................................... ............. 4
Berhenti melakukan ini karena kondisi penglihatan . . . . . . . . . 5
Berhenti melakukan ini karena alasan lain atau tidak tertarik ........... 6
60
BAGIAN 3: TANGGAPAN TERHADAP MASALAH PENGLIHATAN
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah tentang bagaimana hal-hal yang
Anda lakukan dipengaruhi oleh kondisi penglihatan Anda. Untuk setiap
pertanyaan, lingkari salah satu pilihan untuk menunjukkan apakah
pernyataan tersebut tepat untuk Anda sepanjang waktu, hampir selalu,
kadang-kadang, jarang, atau tidak pernah.
(Lingkari salah satu untuk tiap baris)
KATEGORI : Sepanjang waktu
Hampir selalu
Kadang-kadang
Jarang Tidak pernah
17.Apakah pencapaian/prestasi
yang Anda raih kurang daripada yang Anda harapkan karena kondisi penglihatan Anda?
1
2
3
4
5
18. Apakah Anda memiliki
keterbatasan waktu saat
bekerja atau melakukan
aktivitas lain karena
kondisi penglihatan
Anda?.
1
2
3
4
5
19. Seberapa besar rasa sakit atau ketidaknyamanan di mata atau daerah sekitar mata, seperti sensasi terbakar, gatal , atau nyeri, mencegah Anda melakukan apa yang Anda inginkan? Apakah Anda rasa:
1
2
3
4
5
61
Untuk setiap pertanyaan, lingkari salah satu pilihan untuk menunjukkan
apakah pernyataan tersebut selalu benar, hampir selalu benar, hampir selalu
salah, atau selalu salah untuk Anda atau Anda tidak yakin.
(Lingkari salah satu untuk tiap baris)
Selalu Hampir
selalu Tidak yakin
Hampir selalu
Selalu
benar benar salah salah
20. Saya tinggal di rumah hampir
sepanjang waktu karena
kondisi penglihatan saya.
1
2
3
4
5
21. Saya seringkali merasa frustrasi karena kondisi penglihatan saya.
1
2
3
4
5
22. Saya memiliki daya kontrol
terbatas terhadap apa yang saya
lalukan karena kondisi
penglihatan saya.
1
2
3
4
5
23. Karena kondisi penglihatan saya, saya memiliki ketergantungan yang besar terhadap apa yang orang katakan kepada saya
1
2
3
4
5
24. Saya membutuhkan banyak
pertolongan dari orang lain
karena kondisi penglihatan
saya.
1
2
3
4
5
25. Saya khawatir akan melakukan sesuatu yang bisa mempermalukan saya atau orang lain karena kondisi penglihatan saya .
1
2
3
4
5
62
LAMPIRAN 4. Penilaian Manual Kuesioner
63
64
LAMPIRAN 5. Analisis Statistik
ANALISIS NON-INFERIORTY
Perhitungan Delta
▪ Batas atas dan bawah interval kepercayaan bisa dihitung menggunakan rumus:
▪ Dimana :
Z : nilai Z untuk level kepercayaan yang diinginkan
p : persentase sampel berdasarkan delta
n : ukuran sampel
▪ Berdasarkan data diperoleh nilai proporsi delta sebesar yaitu sebesar -2,28
dalam perhitungan persentase adalah 3% maka CI 95 % nya sebagai berikut :
−0,063 ≤ ≤ 0,014
▪ Dalam persentase sebagai berikut :
−6,3% ≤ ≤ 1,4%
n
p)p(1Zp
−
65
LAMPIRAN 6. Data Penelitian Kelompok Kasus
66
67
68
LAMPIRAN 7. Data Penelitian Kelompok Kontrol
69
70
71
LAMPIRAN 8. Daftar Riwayat Hidup
Nama Lengkap : dr. Maya Primagustya Achmad
NPM : 131221160010
Tempat/Tanggal Lahir : Jambi/8 Agustus 1985
Alamat : Jl. Sunan Drajat No.27 RT 001
Kel. Mayang Mangurai, Kec. Kota Baru
Jambi 36126
HP : 081374412145
Nama Orang Tua : Drs. Achmad Abdullah, MM
Dra. Suhita Sulastri, M.Pd
Pendidikan Formal :
1. SDN 47 Jambi (1991-1997)
2. SLTPN 7 Jambi (1997-2000)
3. SMU Titian Teras Jambi (2000-2003)
4. Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Padang (2003-2007)
5. Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Padang (2007-2009)
6. Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung (2016-2020)
Riwayat Pekerjaan :
1. Dokter Poliklinik Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Jambi (2009-
2010)
2. Dokter PNS di RSUD Raden Mattaher Jambi (2010-2016)
3. Dosen tidak tetap di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
(2013-2016)
4. Dosen tidak tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi (2016)
Pengalaman Penelitian :
1. Pengaruh paparan asap rokok terhadap nilai hematokrit mencit (2007)
2. Knowledge and awareness among patients with diabetic retinopathy: A hospital
based study (2018)
72
3. Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pemakaian kacamata pada Program
Penapisan Kelainan Refraksi Anak Usia Sekolah (2018)
4. Karakteristik dan pola kunjungan sepuluh besar kasus Instalasi Gawat Darurat
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo tahun 2019 (2020)
Seminar/Kongres/Pertemua Ilmiah Nasional/Internasional :
2019 Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan Persatuan Dokter Mata Indonesia ke 44,
Makasar (presentasi free paper)
2019 Peserta seminar Regional II Ophthalmology Meeting, Jakarta
2019 Panitia seminar 1st Cicendo International Ophthalmology Meeting (CIOM),
Bandung
2016 Peserta seminar 1st Indonesian Pediatric Ophthalmology and Strabismus
Society (INAPOSS), Bandung