Upload
phamtu
View
234
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP
PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH
SAMBIL BEKERJA
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Farhanah Murniasih
109070000122
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2013
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap (Q.S. 94 : 6 -8)
“Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan
memudahkannya menempuh jalan ke surga” (HR.Muslim)
Kepada kedua orang tuaku tersayang
Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya
serta doa yang diberikan untukku
serta sahabat-sahabat yang selalu menyayangiku dengan sepenuh hati,
dan selalu memberikan dukungan serta mendoakanku dalam kebaikan
viii
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
B) Oktober 2013
C) Farhanah Murniasih
D) Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Rasa Syukur Terhadap
Psychological Well-Being pada Mahasiswa yang Kuliah sambil
Bekerja
E) xiv + 116 halaman + 29 lampiran
F) Psychological well-being adalah kondisi dimana seseorang memiliki
kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu,
keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan hidup,
memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain, kapasitas untuk
mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif dan kemampuan untuk
menentukan tindakan sendiri. Psychological well-being seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya, yaitu kecerdasan emosi
dan rasa syukur.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh kecerdasan
emosi dan rasa syukur terhadap psychological well-being pada mahasiswa
yang kuliah sambil berkerja.
Penelitian ini melibatkan 200 orang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja
di beberapa universitas di daerah Jabodetabek. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah teknik nonprobability sampling. Instrumen
dalam penelitian ini menggunakan skala penelitian yang disusun sendiri
oleh peneliti berdasarkan pada dimensi masing-masing variabel. Adapun
metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik regresi berganda dengan menggunakan software 18.0, sedangkan
pengujian validitas konstruk menggunakan Lisrel 8.7.
Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan indeks
signifikansi 0,000 (p<0,05) dan R-Square sebesar 0,445 , hal ini berarti
proporsi varian dari psychological well-being yang dijelaskan oleh semua
IV kecerdasan emosi dan rasa syukur adalah sebesar 44,5%. Artinya
dengan diterimanya hipotesis alternatif mayor, dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh positif signifikan kecerdasan emosi dan rasa syukur terhadap
psychological well-being pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Peneliti berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali
dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan
menambah variabel lain yang terkait dengan psychological well-being
yang dapat dianalisis sebagai IV yang mungkin mempunyai pengaruh
besar terhadap psychological well-being. seperti personality, self-esteem
dan dukungan sosial.
G) Bahan bacaan: 22 ; buku: 6 + jurnal: 16
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat segala kekuasaan dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR
TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING MAHASISWA YANG
KULIAH SAMBIL BEKERJA”. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari berbagai bantuan pihak
eksternal atau luar, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Jahja Umar, Ph.D., Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Wakil Dekan Bidang Akademik Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si.,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Zahrotun Nihayah, M.Si., dan
Wakil Dekan Bidang Keuangan Bambang Suryadi, Ph.D., yang telah
memberi kesempatan pada penulis selama ini untuk mengembangkan
kemampuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag yang telah membimbing,
mengarahkan, dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi
ini. Penulis banyak mendapatkan masukan, ide, pengetahuan serta
wawasan yang telah diberikan selama penulis berjuang di kampus tercinta
ini.
3. Ibu Zahrotun Nihayah, M.Si, dosen pembimbing Akademik kelas C 2009,
yang telah memberikan motivasi dan arahan selama penulis menempuh
studi di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan, semoga Allah SWT memberikan berlipat-lipat pahala atas
amal yang telah diberikan.
5. Kedua orang tuaku tercinta, Drs. Abdul Hamid Cebba, Akt., MBA, CPA
dan Dra.Tri Mursiti, SE yang senantiasa memberikan dukungan serta doa
yang tulus dalam proses pembelajaran yang dilakukan penulis selama ini
serta dalam proses penyelesaian skripsi. Terima kasih banyak penulis
ucapkan untuk kedua orang tua yang telah banyak berjuang, memberikan
kasih sayang, dan bersusah payah dalam membimbing dan membina
penulis agar meraih impian dan kesuksesan dalam dunia dan akhirat.
6. Tika, Lita, Mita. Terima kasih untuk segala nasehat, dukungan dan
semangat yang diberikan kepada penulis serta persahabatan yang indah ini.
Semoga Allah selalu menjaga persaudaraan kita.
7. Teman-teman psikologi angkatan 2009 khususnya kelas C, terima kasih
untuk cerita kelas kita dari yang biasa sampai yang terheboh. Terima kasih
untuk kebersamaanya, senang, sedih, tegang, dan haru selama 4 tahun ini.
8. Ka Adiyo, dan teman-teman bimbingan Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag,
M.Si. Terima kasih untuk cerita-cerita dan diskusi-diskusi selama
menunggu giliran bimbingan dan bantuan yang diberikan selama
penulisan.
9. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan
moral, doa, dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan,
semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas usaha yang telah
mereka berikan.
viii
Hanya asa dan doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, aamiin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
diharapkan untuk dapat meyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini
memberikan manfaat yang sangat besar, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk
mengeksplorasinya lebih lanjut.
Jakarta, Oktober 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
JUDUL SKRIPSI ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2. Pembatasan Masalah ......................................................... 9
1.3. Perumusan Masalah ......................................................... 9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 10
1.4.1.Tujuan Penelitian ..................................................... 10
1.4.2.Manfaat Penelitian ................................................... 10
1.5. Sistematika Penulisan ....................................................... 12
BAB 2 KAJIAN TEORI ..................................................................... 14
2.1. Psychological Well-being ................................................. 14
2.1.1. Definisi Psychological Well-being ...................... 14
2.1.2. Aspek-aspek Psychological Well-being ............... 18
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological
Well-being ............................................................. 23
2.1.4. Pengukuran Psychological
Well-being ............................................................. 28
2.2. Kecerdasan Emosi ............................................................ 29
2.2.1. Definisi Kecerdasan Emosi ................................. 29
2.2.2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi ........................... 30
2.2.3. Pengukuran Kecerdasan Emosi ............................ 32
2.3. Rasa Syukur ...................................................................... 34
2.3.1. Definisi Rasa Syukur ............................................ 34
2.3.2. Aspek-aspek Rasa Syukur .................................... 37
2.3.3. Pengukuran Rasa Syukur ...................................... 40
2.4. Kerangka Berfikir ............................................................. 41
viii
2.5. Hipotesis Penelitian .......................................................... 48
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 50
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling .......................... 50
3.1.1. Populasi dan Sampel Penelitian ............................ 50
3.1.2. Teknik Pengambilan Sampel ................................ 51
3.2. Variabel Penelelitian ......................................................... 51
3.2.1. Definisi Operasional Psychological well-being ... 51
3.2.2. Definisi Operasional Kecerdasan emosi ............... 52
3.2.3. Definisi Operasional Rasa Syukur ........................ 52
3.3. Instrumen Pengumpulan Data .......................................... 53
3.3.1. Psychological well-being ...................................... 54
3.3.2. Kecerdasan Emosi ................................................ 56
3.3.3. Rasa Syukur .......................................................... 57
3.4. Uji Validitas Konstruk ...................................................... 57
3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .............. 57
3.4.2. Uji Validitas Konstruk Psychological well-being 58
3.4.3. Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi ........... 62
3.4.4. Uji Validitas Konstruk Rasa Syukur .................... 76
3.5. Metode Analisis Data ....................................................... 81
3.6. Prosedur Penelitian ........................................................... 85
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................. 87
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ................................ 87
4.2. Deskripsi Data berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 88
4.3. Deskripsi Statsitik masing-masing variabel Penelitian .... 89
4.3. Uji Hipotesis Penelitian .................................................... 96
4.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .................... 96
4.3.2. Pengujian Proporsi Varians masing-masing
Independen Variabel ............................................. 102
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN ...................................... 106
5.1. Kesimpulan ....................................................................... 106
5.2. Diskusi .............................................................................. 107
5.3. Saran ................................................................................. 113
5.3.1. Saran teoritis ......................................................... 113
5.3.2. Saran praktis ......................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 115
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Skor Pengukuran Skala.................................................................. 53
Tabel 3.2. Blue Print Item Psychological Well-being .................................... 55
Tabel 3.3. Blue Print Item Kecerdasan Emosi ............................................... 56
Tabel 3.4. Blue Print Item Rasa Syukur ......................................................... 57
Tabel 3.5. Muatan Faktor Psychological Well-being (Self Acceptance) ........ 59
Tabel 3.6 Muatan Faktor Psychological Well-being (Positive Relations
With Others) .................................................................................. 60
Tabel 3.7. Muatan Faktor Psychological Well-being (Autonomy) ................. 62
Tabel 3.8. Muatan Faktor Psychological Well-being (Environmental
Mastery) ......................................................................................... 63
Tabel 3.9. Muatan Faktor Psychological Well-being (Purpose in Life) ......... 65
Tabel 3.10. Muatan Faktor Psychological Well-being (Personal Growth) ...... 66
Tabel 3.11. Muatan Faktor Kecerdasan Emosi (Mengenali Emosi Diri
Sendiri) ......................................................................................... 68
Tabel 3.12. Muatan Faktor Kecerdasan Emosi (Mengelola Emosi)................. 70
Tabel 3.13. Muatan Faktor Kecerdasan Emosi (Memotivasi Diri) .................. 72
Tabel 3.14. Muatan Faktor Kecerdasan Emosi (Mengenali Emosi Orang
Lain) .............................................................................................. 74
Tabel 3.15. Muatan Faktor Kecerdasan Emosi (Ketrampilan Sosial) .............. 75
Tabel 3.16. Muatan Faktor Rasa Syukur (Syukur dengan Hati) ...................... 77
Tabel 3.17. Muatan Faktor Rasa Syukur (Syukur dengan Lisan) .................... 79
Tabel 3.18. Muatan Faktor Rasa Syukur (Syukur dengan Perbuatan) ............. 81
Tabel 4.1. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ................. 88
Tabel 4.2. Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin .................................. 88
Tabel 4.3. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian .......................................... 89
Tabel 4.4. Deskripsi Statistik .......................................................................... 91
Tabel 4.5 Norma Skor ................................................................................... 91
Tabel 4.6. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-being ........................... 92
Tabel 4.7. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi ....................................... 93
Tabel 4.8. Kategorisasi Tingkat Rasa Syukur ................................................ 95
Tabel 4.9. R – Square ..................................................................................... 96
Tabel 4.10. ANOVA Pengaruh Keseluruhan Variabel Independen
Terhadap Dependen Variabel ....................................................... 97
Tabel 4.11. Koefisien Regresi .......................................................................... 98
Tabel 4.12. Kontribusi Varians Variabel Independen terhadap Variabel
Dependen ...................................................................................... 103
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan kerangka berpikir pengaruh kecerdasan emosi dan rasa
syukur dengan psychological well-being mahasiswa yang kuliah
sambil bekerja
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Alat Ukur Penelitian
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram Psychological Well-being
Lampiran 4 Syntax dan Path Diagram Kecerdasan Emosi
Lampiran 5 Syntax dan Path Diagram Rasa Syukur
Lampiran 6 Output Regresi Kecerdasan Emosi dan Rasa Syukur terhadap
Psychological Well-being
Lampiran 7 Output Pengujian Proporsi Varians masing-masing Independen
Variabel
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
1.1. Latar Belakang Masalah
Kehidupan normal dan sehat menjadi idaman semua orang. Tidak seorang pun
menginginkan hidupnya dalam tekanan, kesulitan, dan tidak bahagia. Semua ingin
mencapai kesejahteraan, baik fisik maupun psikologis. Setiap manusia berupaya
untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera, baik kondisi fisik, sosial, dan juga
psikologisnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya, termasuk
mahasiswa.
Mahasiswa dipandang sebagai pemimpin masa depan (Salami, 2010),
mereka memiliki tanggung jawab besar untuk apa yang dijalaninya, terlebih lagi
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Selain tanggung jawab terhadap
pendidikannya, mahasiswa yang aktif kuliah dan bekerja juga harus bisa
memenuhi tanggung jawab dari pengelola usaha yang telah memperkerjakannya.
Tanggung jawab yang harus dipenuhi itu menjadi beban tugas tersendiri bagi
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Terlebih lagi permasalahan lain yang
timbul dapat mempengaruhi proses pemenuhan tuntutan yang ada, seperti
2
permasalahan dalam pergaulan atau permasalahan keluarga yang akan menambah
tuntutan beban untuk diselesaikan. Mahasiswa yang hanya kuliah saja memiliki
waktu yang lebih luang untuk menyelesaikan tugas, laporan atau belajar. Berbeda
dengan mahasiswa yang kuliah sambil bekerja yang memiliki waktu terbatas
karena terlalu banyak kegiatan yang dijalani.
Berdasarkan hasil wawancara singkat yang peneliti lakukan kepada 20
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, 80% mengatakan bahwa yang sering
menjadi hambatan atau kesulitan bagi mereka yang kuliah sambil bekerja adalah
kesulitan untuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja, kesulitan
berkonsentrasi pada saat kuliah, kesulitan dalam menentukan prioritas antara
kuliah dan pekerjaan, dan kurangnya waktu istirahat. Hal-hal tersebut terkadang
dapat menyebabkan menurunnya prestasi akademik mereka dan tidak jarang dapat
menyebabkan mereka stres.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang kuliah
sambil bekerja sebagian besar seringkali mengalami kesulitan dalam hal
penguasaan lingkungan yaitu kesulitan dalam mengatur urusan sehari-hari
membagi waktu antara urusan kuliah dan pekerjaan. Mereka sering tidak memiliki
waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas, laporan dan belajar serta memenuhi
tanggung jawab terhadap beban tugas dari pekerjaan mereka. Selain itu, padatnya
kegiatan yang dijalani oleh mahasiswa yang kuliah sambil bekerja membuat
mereka memiliki waktu yang terbatas di kampus, jarang terlibat aktivitas kampus
dan sosial, sehingga menyebabkan kurangnya interaksi dengan sesama temannya
di kampus.
3
Besarnya tuntutan dan tanggung jawab yang ditemukan di kalangan
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja ini ternyata tidak selalu membawa dampak
negatif bagi mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya mahasiswa yang
kuliah sambil bekerja tersebut yang mampu menghadapi dan mengatasi berbagai
permasalahan yang ada selama mereka aktif hingga menyelesaikan perkuliahan
dan tetap mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang memuaskan. Bagi
mahasiswa yang berhasil beradaptasi secara positif terhadap berbagai kondisi
menekan yang dihadapi, mampu berprestasi secara akademik, menyelesaikan
perkuliahan tepat waktu, terhindar dari perilaku-perilaku yang negatif, punya
hubungan sosial yang baik dengan orang-orang di sekitarnya dan mampu
mengembangkan semua potensi-potensi yang dimilikinya (Salami, 2010).
Pencapaian pada hal-hal tersebut diyakini dapat meningkatkan
kesejahteraan dalam diri mahasiswa. Mahasiswa tersebut akan merasa tenang,
nyaman dan tidak terbebani. Sikap positif tersebut juga mengarah pada
terbentuknya kondisi psikologis yang positif (positive psychological functioning),
yang membawa kepada terbentuknya psychological well-being dalam diri
seseorang (Ryff & Keyes, 1995). Seseorang yang mampu melewati dan
menghadapi masalah yang dihadapi dan berkompetensi dalam mengatur
lingkungan, maka akan mengarah pada kondisi psikologi yang positif dan
terbentuknya psychological well-being dalam dirinya.
Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria
fungsi psikologi positif. Psychological well-being adalah kondisi psikologis yang
4
ditentukan oleh hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap dirinya, yang
merupakan evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap
pengalaman akan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan
yang membuat psychological well-being-nya rendah, atau berusaha memperbaiki
keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well-being-nya meningkat
(Ryff, 1989). Orang yang memiliki skor psychological well-being yang rendah
akan mengalami kesulitan dalam mengatur urusan sehari-hari, merasa tidak
mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya dan
kurang memiliki kontrol terhadap lingkungannya (Ryff, 1989).
Psychological well-being penting untuk diteliti karena merupakan kunci
bagi seorang individu agar menjadi sehat secara utuh dan dapat memanfaatkan
serta mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara maksimal. Terutama bagi
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Banyaknya tuntutan dan tanggung jawab
yang dihadapi (Imonikebe, 2009) membuat mereka kesulitan dalam mengatasinya
dan tidak jarang hal tersebut juga bisa membuat mahasiswa stres dan juga
berakibat pada penurunan prestasi akademiknya. Menurut Dwyer & Cummings
(2001) mahasiswa tersebut membutuhkan psychological well-being yang baik
untuk dapat berhasil dalam mengejar akademik mereka (dalam Salami, 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang,
diantaranya adalah jenis kelamin (Ryff, 1989), usia (Ryff dalam Ryan & Deci,
2001), kepribadian(Schumutte & Ryff; dalam Ryan & Deci, 2001), kecerdasan
emosi (Shulman & Hemenover; dalam Extremera, Aranda, Galan, & Salguero,
5
2011), budaya (Ryff, 1989), status sosial ekonomi (Ryff dalam Ryan & Deci,
2001) dan rasa syukur (Wood, Joseph, & Maltby, 2009).
Kecerdasan emosi merupakan salah satu faktor penting dalam
psychological well-being (Shulman & Hemenover, 2006). Peneliti memilih
kecerdasan emosi sebagai variabel independen dalam penelitian ini karena dengan
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka dapat mempengaruhi psychological
well-being. Shulman dan Hemenover (2006) menyatakan bahwa jika seseorang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka individu tersebut akan dapat
mengontrol lingkungannya, mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di
lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupannya
sehingga individu tersebut tidak mengalami kesulitan dalam mengatur urusan
sehari-harinya. Hal ini karena individu yang memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi mampu mengontrol emosi negatif, mengarahkan pada perasaan untuk
penguasaan lingkungan hidup mereka sehingga memiliki psychological well-
being yang lebih baik (dalam Extremera dkk., 2011).
Goleman (2005) mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan
emosi yang baik akan memperoleh dampak positif dalam berbagai aspek
kehidupannya. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi,
sedikit mengalami tekanan emosi ketika berhadapan dengan keadaan yang
membuat stres. Dengan kata lain, individu tersebut lebih sering mengalami
perasaan positif. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Goleman (2005),
Ciarrochi, Chan, Caputi dan Robert (dalam Ciarrochi, Forgas, & Mayer, 2001)
menemukan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dapat
6
beradaptasi dengan sumber stres, sementara individu yang memiliki kecerdasan
emosi yang rendah, sulit dapat beradaptasi dengan sumber stres akibatnya menjadi
cenderung depresi, putus asa, dan perilaku negatif lainnya.
Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Landa, Martos, & Zafra
(2010) dijelaskan bahwa individu yang mampu memelihara atau meningkatkan
intensitas emosi positif yang dimiliki dan mampu mengurangi emosi yang negatif
dikatakan bahwa individu tersebut memiliki penerimaan diri, tujuan hidup, dan
pertumbuhan pribadi yang cukup tinggi. Dengan kata lain, ketika seseorang
memiliki tingkat kecerdasan emosi yang lebih tinggi, ia akan memiliki nilai yang
juga tinggi dalam enam dimensi psychological well-being. Salami (2010)
menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi
senantiasa akan memiliki kepuasan terhadap dirinya, kebahagiaan dan jauh dari
perasaan depresi.
Selain kecerdasan emosi, faktor yang mempengaruhi psychological well-
being seseorang adalah rasa syukur (Wood, Joseph, & Maltby, 2009). Peneliti
memilih variabel independen rasa syukur karena dengan bersyukur akan tercipta
suatu pandangan positif terhadap peristiwa yang terjadi. Jika seseorang bersyukur,
maka secara otomatis pandangannya akan menjadi positif, penilaian positif ini
sangat berguna bagi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dalam mengevaluasi
pengalaman-pengalaman yang didapatkan selama bekerja dan kuliah dengan
segala tuntutan dan tanggung jawab yang dihadapinya, sehingga individu dapat
memiliki psychological well-being yang baik, dimana ditunjukkan dengan mampu
berhubungan baik dengan orang lain, mampu menentukan sesuatu secara mandiri,
7
mampu mengatur kehidupannya, mampu memaknai hidup dan memiliki tujuan
hidup serta mengalami pertumbuhan hidup. Menurut Emmons & McCullough
(2003) gratitude atau rasa syukur merupakan sebuah bentuk emosi atau perasaan,
yang kemudian berkembang menjadi suatu sikap, sifat moral yang baik,
kebiasaan, sifat kepribadian, dan akhirnya akan mempengaruhi seseorang
menanggapi atau bereaksi terhadap sesuatu atau situasi.
Al-Fauzan (2005) menyebutkan bahwa rasa syukur adalah berterima kasih
kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan, baik dengan
hati, lisan maupun perbuatan. Rasa syukur menjadi salah satu kekuatan positif
yang paling memberikan keuntungan bagi diri individu, juga berhubungan dengan
psychological well-being (Wood, Joseph, & Maltby, 2009). Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya oleh Wood, Joseph, & Maltby (2009) rasa syukur secara
signifikan berkorelasi dengan psychological well-being. Rasa syukur berkaitan
dengan positive coping, fungsi sosial dan memiliki efek unik dan sebab-akibat
pada positive well-being dan hubungan sosial. Syukur sangat efektif dalam
meningkatkan well-being seperti membangun sumber daya psikologis, sosial, dan
spiritual (Emmons & McCullough, 2003). Semakin bersyukur seseorang, maka
well-being individu tersebut akan semakin tinggi, ia akan memiliki evaluasi
kognitif dan afektif yang positif tentang hidupnya, begitu pula dengan sebaliknya.
Dalam penelitian Bono, Emmons, McCullough (2004), disebutkan bahwa
bersyukur bisa mencegah emosi yang melemahkan dan mencegah kondisi
patologis. Ada banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari bersyukur,
8
diantaranya yaitu bisa menimbulkan ketenangan batin, hubungan interpersonal
yang lebih baik, dan kebahagiaan (dalam Linley & Joseph, 2004).
Selain kecerdasan emosi dan rasa syukur, faktor lain yang mempengaruhi
psychological well-being adalah jenis kelamin. Dari hasil penelitian Ryff (1989),
dimensi yang menunjukkan perbedaan signifikansi antara laki-laki dan perempuan
adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Wanita memiliki nilai
signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria karena kemampuan
wanita dalam berinteraksi dengan lingkungan lebih baik dibandingkan dengan
pria. Sejak kecil, stereotype gender telah tertanam dalam diri anak laki-laki
digambarkan sebagai sosok agresif dan mandiri, sementara itu perempuan
digambarkan sebagai sosok yang paling pasif dan tergantung, serta sensitif
terhadap perasaan orang lain dan hal ini akan terbawa sampai anak beranjak
dewasa.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dijabarkan diatas, peneliti
tertarik untuk melihat pengaruh variabel kecerdasan emosi, rasa syukur dan jenis
kelamin terhadap psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil
bekerja. Selain itu penelitian yang serupa masih jarang dilakukan, terutama pada
subjek mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Oleh karena itu, peneliti merasa
perlu untuk melakukan sebuah penelitian skripsi pada mahasiswa dengan judul
“Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Rasa Syukur terhadap Psychological well-being
Mahasiswa yang Kuliah sambil Bekerja”.
9
1.2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak
menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, peneliti
memfokuskan pada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam
konteks permasalahan yang terdiri dari:
1. Psychological well-being adalah kondisi psikologis yang ditentukan oleh hasil
evaluasi atau penilaian seseorang terhadap dirinya, yang merupakan evaluasi
atas pengalaman-pengalaman hidupnya.
2. Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan pribadi dan orang
lain, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengelola emosi baik pada diri
sendiri dan keterampilan sosial.
3. Rasa syukur adalah berterima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat yang
telah dianugerahkan, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan.
1.3.Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian
ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam
pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian,
masalah pokok penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh kecerdasan emosi dan rasa syukur terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
10
2. Seberapa besar pengaruh kecerdasan emosi dan rasa syukur terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tujuan, baik secara umum maupun
khusus yaitu sebagai berikut:
1. Secara umum yaitu untuk mengukur pengaruh kecerdasan emosi dan rasa
syukur terhadap psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil
bekerja.
2. Secara khusus tujuan penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengukur pengaruh mengenali emosi diri sendiri terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
b. Untuk mengukur pengaruh mengelola emosi terhadap psychological
well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
c. Untuk mengukur pengaruh memotivasi diri sendiri terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
d. Untuk mengukur pengaruh mengenali emosi orang lain terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
e. Untuk mengukur pengaruh keterampilan sosial terhadap psychological
well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
f. Untuk mengukur pengaruh syukur dengan hati terhadap psychological
well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
11
g. Untuk mengukur pengaruh syukur dengan lisan terhadap psychological
well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
h. Untuk mengukur pengaruh syukur dengan perbuatan terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis, diantaranya:
1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan bisa menambah wacana
keilmuan psikologi, khususnya bagi psikologi positif mengenai kecerdasan
emosi, rasa syukur dan psychological well-being.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat, yaitu:
a. Bagi almamater, penelitian ini dapat menambah referensi yang ada dan
dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan. Penelitian
ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terutama
dalam Ilmu Psikologi.
b. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
kepustakaan yang merupakan informasi tambahan yang berguna
bagi pembaca dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak yang mempunyai permasalahan yang sama atau ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut.
12
1.5. Sistematika Penelitian
Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American
Psychological Association (APA) style dan panduan penulisan skripsi dengan
pendekatan kuantitatif. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, peneliti
menyusunnya dalam bentuk beberapa bab seperti berikut:
BAB 1: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai prediksi
perilaku diet, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2: Landasan Teori
Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis penelitian.
BAB 3: Metode Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan tentang variabel penelitian, populasi dan
sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, instrumen penelitian,
validitas konstruk, metode analisis data dan prosedur penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini.
BAB 4: Hasil Penelitian
Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai pengolahan semua data
yang terkumpul dari penelitian ini dan analisa terhadap data.
13
BAB 5: Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan
menyimpulkan hasil penelitian. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisis
dan interpretasi data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Dalam
bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
14
BAB 2
KAJIAN TEORI
Dalam bab ini dibahas semua teori yang dapat menjelaskan masing-masing
variabel penelitian. Terlebih dahulu teori yang dibahas adalah mengenai teori-
teori yang berkaitan dengan psychological well-being yang dimulai dengan
definisi, aspek-aspek, faktor yang mempengaruhi dan juga pengukuran. Kemudian
peneliti membahas mengenai kecerdasan emosi dan rasa syukur.
1.1. Psychological well-being
2.1.1. Definisi Psychological well-being
Meningkatnya ketertarikan terhadap penelitian mengenai psychological well-
being muncul dari fenomena bahwa bidang ilmu psikologi sejak kemunculannya
lebih sering menekankan pada ketidakbahagiaan manusia dan penderitaan
dibandingkan dengan penyebab dan konsekuensi dari fungsi yang positif (Diener,
1984; Jahoda, 1958, dalam Ryff, 1989).
Pengetahuan mengenai psychological well-being masih kurang
dibandingkan dengan pengetahuan mengenai disfungsi psikologis. Hal ini
menyebabkan pengertian dasar mengenai kesehatan mental didefinisikan sebagai
kondisi tidak adanya gejala gangguan psikologis, seperti depresi dan kecemasan.
Tetapi menurut Ryff (1989), seseorang disebut sehat secara mental tidak hanya
15
ketika orang tersebut tidak menderita kecemasan, depresi, atau bentuk lain dari
gejala psikologis akan tetapi juga ketika hadirnya kondisi positif seperti kepuasan
terhadap kehidupan dan kualitas hubungan baik yang tinggi dengan orang lain.
Konsep Ryff (1989) berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang
positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Kesejahteraan psikologis
(psychological well-being) terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara
psikologis (psychologically-well). Ryff menambahkan bahwa psychological well-
being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan
individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada
pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu
sebagai hasil dari pengalaman hidupnya.
Ryff (1989) menjelaskan makna dari kesehatan mental yang positif dengan
beberapa konsep yang serupa, diantaranya seperti: konsep self-actualization
Maslow, pandangan Roger tentang fully functioning person, konsep kematangan
Allport, dan lain-lain. Konsep-konsep tersebut merupakan konsep yang
menekankan pentingnya menggali dan memanfaatkan potensi diri manusia. Ryff
sendiri menyebutnya sebagai konsep psychological well-being (Ryff, 1989).
Konsep psychological well-being yang diajukan oleh Ryff bersifat eudamonis.
Dalam perspektif eudamonism, well-being dicapai dengan merealisasikan atau
mewujudkan daimon (true self) yaitu dengan merealisasikan potensi diri manusia
yang sebenarnya. Konsep ini merupakan konsep multidimensional untuk
mengukur psychological well-being manusia.
16
Ryff (1989) mengajukan kritik terhadap pengertian psychological well-
being sebagai kebahagiaan dan kepuasan hidup tertentu. Terhadap konsep
psychological well-being sebagai kebahagiaan, Ryff mengajukan dua kritik, yaitu
bahwa tujuan utama penelitian Bradburn bukan untuk menentukan aspek-aspek
kesejahteraan psikologis (tetapi untuk mempelajari pengaruh dari perubahan-
perubahan sosial saat itu), dan kurang tepat jika kata Yunani “eudamonia”
diterjemahkan sebagai “kebahagiaan”. Hal ini didukung oleh Waterman (dalam
Ryff, 1989) yang mengatakan bahwa eudamonia lebih tepat didefinisikan sebagai
realisasi potensi individu dan bukan sebagai kebahagiaan. Ryff (1989)
mengatakan bahwa karakterisasi dari hal tertinggi yang bisa dicapai manusia
adalah usaha-usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan yang mewakili
realisasi potensi dari individu. Secara umum, Ryff menjelaskan literatur
psychological well-being yang mengatakan bahwa psychological well-being
sebagai kebahagiaan dan rumusan aspek-aspek psychological well-being sebagai
afek positif, afek negatif, dan kepuasan hidup pada mulanya tidak didasari oleh
landasan teori yang kuat. Alat-alat pengukuran psychological well-being yang
dikembangkan dalam penelitian-penelitian tersebut bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being yang
baik, dan tidaklah bertujuan untuk menetapkan aspek-aspek dari psychological
well-being.
Maka, Ryff (1989) kemudian mengajukan beberapa evaluasi terhadap
penelitian-penelitian tentang psychological well-being yang dilakukan
sebelumnya. Ia mengatakan bahwa individu yang mempunyai psychological well-
17
being yang baik tidak sekedar terbebas dari hal-hal yang menjadi indikator mental
negatif, seperti terbebas dari rasa cemas, tercapainya kebahagiaan, dan lain-lain.
Untuk mengetahui psychological well-being juga harus diukur kesehatan mental
positif, bagaimana pandangan individu terhadap potensi-potensi dalam dirinya.
Selama ini pengukuran tentang psychological well-being hanya meneliti
sejauhmana individu terbebas dari indikator mental negatif saja.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Ryff terhadap studi-studi mengenai
psychological well-being, ia berusaha mengajukan konsep psychological well-
being yang bersifat multidimensional. Menurut Ryff (1989), psychological well-
being adalah kondisi dimana seseorang memiliki kemampuan menerima diri
sendiri maupun kehidupannya di masa lalu, pengembangan diri, keyakinan bahwa
hidupnya bermakna dan memiliki tujuan, memiliki kualitas hubungan positif
dengan orang lain, kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara
efektif dan kemampuan menentukan tindakan sendiri. Psychological well-being
merupakan kondisi psikologis yang ditentukan oleh hasil evaluasi atau penilaian
seseorang terhadap dirinya, yang merupakan evaluasi atas pengalaman-
pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan
seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat psychological well-
being-nya rendah, atau berusaha memperbaiki keadaan hidupnya yang akan
membuat psychological well-being individu tersebut meningkat.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa psychological
well-being adalah perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak adanya
gejala-gejala depresi karena kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi
18
psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif,
mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan
kemandirian.
2.1.2. Aspek-aspek Psychological Well-being
Ryff (1989) mengemukakan enam dimensi dari psychological well-being yaitu:
1. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Kriteria kesejahteraan yang jelas paling berulang dalam perspektif
sebelumnya adalah rasa penerimaan diri individu. Penerimaan diri juga
merupakan ciri penting kesehatan mental, karakteristik individu yang
mengaktualisasikan dirinya, serta ciri kematangan dan karakteristik
individu yang berfungsi secara optimal. Dalam teori perkembangan
manusia, self acceptance berkaitan dengan penerimaan individu pada masa
kini dan masa lalunya (Ryff, 1989).
Seseorang yang memiliki skor self acceptance yang tinggi memiliki sikap
positif terhadap dirinya sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek
yang ada pada dirinya baik kualitas yang baik maupun buruk, dan merasa
positif terhadap kehidupan masa lalunya. Sedangkan seseorang yang
memiliki skor self acceptance yang rendah menunjukkan ketidakpuasan
terhadap dirinya, kecewa terhadap kehidupan masa lalunya, memiliki
masalah tentang kualitas personal tertentu, dan ingin menjadi orang yang
berbeda dari dirinnya sendiri (Ryff, 1989).
19
2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others)
Banyak teori sebelumnya menekankan pentingnya hubungan yang hangat,
hubungan yang penuh kepercayaan dengan orang lain, kemampuan untuk
mencintai dilihat sebagai komponen utama dari kesehatan mental. Individu
yang dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baikdideskripsikan
memiliki kemampuan berempati dan afeksi sesama manusia, mampu
mencintai, memiliki persahabatan yang dalam (memiliki kedekatan dengan
orang lain), dan identifikasi yang lebih baik dengan orang lain.
Keterampilan sosial merupakan salah satu kriteria dari kematangan
(maturity). Memiliki kedekatan dan mampu memberikan bimbingan serta
pengarahan kepada orang lain merupakan komponen yang penting.
Kesimpulannya, hubungan positif dengan orang lain itu merupakan konsep
penting dalam psychological well-being.
Seseorang yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini menunjukkan
mampu membina hubungan yang hangat, kepuasan, percaya pada orang
lain, memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat
menunjukkan empati, afeksi, dan keintiman, serta memahami prinsip
memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi. Sebaliknya,
seseorang yang memiliki skor rendah menunjukkan tingkah laku yang
tertutup dalam hubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat,
terbuka, peduli dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi dalam
membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi
dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ryff, 1989).
20
3. Otonomi (autonomy)
Dimensi ini diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur tingkah laku,
kemandirian, dan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri (self
determination) yang dianggap sebagai ciri yang penting dalam
psychological well-being. Individu yang fully functioning juga
digambarkan sebagai seseorang yang dapat menilai diri sendiri dengan
menggunakan standar personal dan tidak memandang orang lain untuk
mendapatkan persetujuan.
Seseorang yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini menunjukkan
bahwa orang tersebut dapat menentukan segala sesuatu seorang diri dan
mandiri, dapat menolak tekanan sosial untuk bertindak dan berlaku dalam
cara-cara tertentu, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat
mengevaluasi diri dengan standar personal. Sedangkan skor rendah
menunjukkan bahwa orang tersebut biasanya akan sangat memperhatikan
dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi orang lain, berpegang pada
penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, serta mampu
menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah
laku dengan cara-cara tertentu (Ryff, 1989).
4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Kemampuan seseorang untuk memilih atau membuat lingkungan sesuai
dengan kondisi psikologisnya merupakan ciri kesehatan mental. Untuk
mencapai tingkat kematangan, seseorang individu perlu memiliki
21
aktivitas-aktivitas yang berarti bagi dirinya. Kemampuannya untuk
memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks, kemampuan
untuk mengembangkan dan mengubah diri sendiri secara kreatif melalui
kegiatan-kegiatan fisik dan mental, serta mengambil keuntungan dari
kesempatan-kesempatan yang ada dalam lingkungan merupakan hal yang
penting dalam psychological well-being seseorang.
Seseorang yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini memiliki keyakinan
dan kompetensi dalam mengatur lingkungan, dapat mengendalikan
berbagai aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk
mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan
kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu memiliki dan
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai
pribadi. Sedangkan seseorang yang memiliki skor rendah menunjukkan ia
mengalami kesulitan dalam mengatur urusan sehari-hari, merasa tidak
mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan
sekitarnya, kurang peka terhadap kesempatan yang ada di lingkungannya,
dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungannya (Ryff, 1989).
5. Tujuan Hidup (purpose in life)
Individu yang sehat mental dianggap memiliki kepercayaan yang dapat
memberikan arti dan tujuan hidup. Seorang individu perlu memiliki
pemahaman yang jelas akan tujuan hidupnya, misalnya menjadi produktif
dan kreatif atau mendapatkan integrasi emosional di masa selanjutnya.
22
Jadi, seseorang dengan psychological well-being yang baik memiliki arah
dan tujuan yang membuat hidupnya berarti.
Seseorang yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi ini memiliki
tujuan dan arah dalam hidup, mampu merasakan arti dari masa lalu dan
masa kini, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta
memiliki tujuan dan target yang ingin dicapai dalam hidup. Sedangkan
skor rendah menunjukkan bahwa orang tersebut kurang memiliki arti
hidup, memiliki sedikit tujuan, arah dan cita-cita, tidak melihat tujuan dari
kehidupan yang dijalani, dan tidak memiliki harapan atau kepercayaan
yang memberi arti pada kehidupan.
6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Untuk dapat mencapai psychological functioning yang optimal, seseorang
tidak hanya dituntut untuk mencapai karakateristik-karakteristik
sebelumnya, namun juga berkembang sebagai individu. Kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi-potensi yang dimiliki
merupakan hal yang penting dalam pertumbuhan pribadi. Keterbukaan
terhadap pengalaman, misalnya, merupakan karakteristik penting dari fully
functoning person. Individu yang fully functioning terus bertumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan dan tidak berhenti pada suatu keadaan
statis. Individu akan selalu menghadapi tantangan-tantangan baru atau
tugas-tugas pada periode kehidupan yang berbeda. Jadi, pertumbuhan yang
23
berkelanjutan dan realisasi diri merupakan hal yang penting bagi
psychological well-being.
Seseorang yang memiliki skor tinggi pada dimensi yang terakhir ini
menunjukkan bahwa individu memiliki perasaan mengenai pertumbuhan
yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang sendiri sebagai
individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap
pengalaman-pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat kemajuan
diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu, berubah dalam cara efektif dan
lebih mencerminkan pengetahuan akan diri. Sedangkan skor rendah
menunjukkan bahwa individu merasa dirinya mengalami stagnasi, tidak
melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan
minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam
mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih baik.
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-being
Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi psychological well-being seseorang, diantaranya adalah jenis
kelamin (Ryff, 1989), usia (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001), kepribadian
(Schumutte dan Ryff; dalam Ryan & Deci, 2001), kecerdasan emosi (Shulman &
Hemenover; dalam Extremera dkk., 2011), budaya (Ryff, 1989), status sosial
ekonomi (Ryff, dalam Ryan & Deci, 2001) dan rasa syukur (Wood, Joseph, &
Maltby, 2009):
24
1. Faktor Demografis
Beberapa faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara
lain:
a. Jenis Kelamin
Menurut Ryff (1989), satu-satunya dimensi yang menunjukkan perbedaan
signifikan antara laki-laki dan perempuan adalah dimensi hubungan positif dengan
orang lain. Wanita memiliki nilai signifikan yang lebih tinggi dibanding pria
karena kemampuan wanita dalam berinteraksi dengan lingkungan lebih baik
dibanding pria. Sejak kecil, stereotype gender telah tertanam dalam diri anak laki-
laki digambarkan sebagai sosok agresif dan mandiri, sementara itu perempuan
digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap
perasaan orang lain dan hal ini akan terbawa sampai anak beranjak dewasa.
Penelitian dengan hasil serupa juga dilakukan oleh Raina dan Bakhsi (2013) yang
menyatakan bahwa perempuan memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi.
b. Usia
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989), ditemukan adanya
perbedaan tingkat psychological well-being pada orang dari berbagai kelompok
usia. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin
mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu tersebut
semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan
keadaan dirinya.
25
Individu yang berada dalam usia dewasa madya (mildlife) memiliki skor
tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan, otonomi, dan hubungan positif
dengan orang lain sementara pada dimensi pertumbuhan pribadi, tujuan hidup,
dan penerimaan diri mendapat skor rendah. Individu yang berada dalam usia
dewasa awal (young) memiliki skor tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi,
penerimaan diri, dan tujuan hidup sementara pada dimensi hubungan positif
dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan otonomi memiliki skor rendah
(Ryff dalam Ryan & Deci, 2001).
c. Budaya
Ryff (1989) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme atau kolektivisme
memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu
masyarakat. Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan
diri dan otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai
kolektivisme memiliki nilai yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan
orang lain.
d. Status Sosial Ekonomi
Ryff (dalam Ryan & Decci, 2001) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi
berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan
lingkungan dan pertumbuhan diri. Beberapa penelitian juga mendukung pendapat
ini (Ryan & Deci, 2001), dimana individu-individu yang memfokuskan pada
kebutuhan materi dan finansial sebagai tujuannya menunjukkan tingkat
kesejahteraan yang rendah. Hasil ini sejalan dengan status social atau kelas sosial
26
yang dimiliki individu akan memberikan pengaruh berbeda pada psychological
well-being seseorang.
Individu yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung
membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status ekonomi yang
lebih baik darinya. Individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah,
dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well-being
yang lebih tinggi.
2. Kecerdasan Emosi
Shulman dan Hemenover (2006) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki
kecerdasan emosi yang lebih tinggi, sedikit mengalami tekanan emosi ketika
berhadapan dengan keadaan yang membuat mereka stres. Dengan kata lain,
mereka lebih sering mengalami perasaan positif (dalam Extremera, Aranda, Galan
& Salguero, 2011).
Wong, Wong dan Chau (2001) menyimpulkan bahwa individu yang
memiliki kecerdasan emosi akan merasakan hubungan yang lebih baik dengan
orang lain, mereka juga merasakan bahwa mereka lebih mampu mengontrol
lingkungan mereka karena mereka mampu mengontrol emosi negatif yang mereka
rasakan. Mampu mengontrol emosi negatif dan lebih sering mengalami emosi
positif, membuat mereka memiliki psychological well-being yang lebih baik.
Orang yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai emosi mereka,
ditandai dengan adanya kesadaran diri yang sangat penting untuk penerimaan diri
yang merupakan salah satu dimensi dari kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989).
27
Kesadaran seseorang terhadap emosi mereka juga penting dalam dimensi otonomi
(menentukan pilihan hidup, kemandirian, dan kemampuan mengatur perilaku) dan
terhadap pertumbuhan pribadi yang juga merupakan dimensi dari psychological
well-being.
3. Kepribadian
Schumutte dan Ryff (1997) telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara
lima tipe kepribadian (the big five traits) dengan aspek-aspek psychological well-
being. Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang termasuk dalam kategori
ekstraversion, conscientiousness dan low neouroticism mempunyai skor tinggi
pada dimensi penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan keberarahan hidup.
Individu yang termasuk dalam kategori openness to experience mempunyai skor
tinggi pada dimensi pertumbuhan pribadi. Individu yang termasuk dalam kategori
agreeableness dan extraversion mempunyai skor tinggi pada dimensi hubungan
positif dengan orang lain dan individu yang termasuk kategori low neuriticism
mempunyai skor tinggi pada dimensi ekonomi (dalam Ryan & Deci, 2001).
4. Rasa Syukur
Menurut Emmons dan McCullough (2003) gratitude atau rasa syukur merupakan
sebuah bentuk emosi atau perasaan, yang kemudian berkembang menjadi suatu
sikap, sifat moral yang baik, kebiasaan, sifat kepribadian, dan akhirnya akan
mempengaruhi seseorang menanggapi atau bereaksi terhadap sesuatu atau situasi.
Rasa syukur adalah berterima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat
yang telah dianugerahkan, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan (Al-Fauzan,
28
2005). Rasa syukur menjadi salah satu kekuatan positif yang paling memberikan
keuntungan bagi diri individu, juga berhubungan dengan psychological well-being
(dalam Wood, Joseph, & Maltby, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Wood,
Joseph, & Maltby (2009) rasa syukur secara signifikan berkorelasi dengan
psychological well-being. Rasa syukur berkaitan dengan positive coping, fungsi
sosial dan memiliki efek unik dan sebab-akibat pada positive well-being dan
hubungan sosial. Syukur sangat efektif dalam meningkatkan well-being seperti
membangun sumber daya psikologis, sosial, dan spiritual (Emmons &
McCullough, 2003). Semakin bersyukur seseorang, maka well-being nya akan
semakin tinggi, ia akan memiliki evaluasi kognitif dan afektif yang positif tentang
hidupnya, begitu pula dengan sebaliknya.
Penelitian lain menyebutkan bahwa bersyukur bisa mencegah emosi yang
melemahkan dan mencegah kondisi patologis. Ada banyak sekali manfaat yang
bisa diambil dari bersyukur, diantaranya yaitu bisa menimbulkan ketenangan
batin, hubungan interpersonal yang lebih baik, dan kebahagiaan (Bono, Emmons,
McCullough; dalam Linley & Joseph, 2004).
2.1.1 Pengukuran psychological well-being
Instrumen yang paling populer digunakan adalah Ryff’s Psychological Well-Being
Scale yang mengukur 6 dimensi, yaitu penerimaan diri (self acceptance), memiliki
hubungan yang positif dengan orang lain (positive relation with orthers), otonomi
(autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), memiliki tujuan
29
hidup (purpose in life), menjadi pribadi yang berkembang (personal growth).
Pada penelitian ini menggunakan skala yang diadaptasi dari Ryff’s Psychological
Well-being Scale yang pernyataan dan jumlah itemnya disesuaikan dengan subjek
dan kebutuhan penelitian.
2.2. Kecerdasan Emosi
2.2.1. Definisi Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi semula diperkenalkan oleh Peter Salovey dari Universitas
Harvard dan John Mayer dari Universitas New Hampshire. Istilah itu kemudian
dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam karya monumentalnya Emotional
Inetlligence; Why It Can Matter More Than IQ tahun (Mujib, 2002)
Goleman (2005) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada
kemampuan kita mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan keterampilan sosial.
Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk
menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri, mengelola
dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri,
mengenali orang lain, dan keterampilan sosial dengan orang lain (Landa, Martos,
& Zafra, 2010).
Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatur
perasaan dan emosi sendiri, membedakan dan menggunakan informasi ini untuk
30
mengarahkan pemikiran dan tindakan seseorang (Salovey & Mayer; dalam
Panorama & Jdaitawi, 2011).
Bar-On, seorang psikolog Israel menjabarkan kecerdasan emosi sebagai
serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan
lingkungan (dalam Goleman, 2000).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi
adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan atau mengelola emosi baik
pada diri sendiri maupun ketika berhadapan dengan orang lain, dan
menggunakannya secara efektif untuk memotivasi diri dan bertahan pada tekanan,
serta mengendalikan diri untuk mencapai hubungan yang produktif.
2.2.2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Goleman (2005) mengemukakan lima aspek dari kecerdasan emosi, yaitu:
1. Mengenali emosi diri sendiri (knowing one’s emotions)
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
Kesadaran diri membuat kita lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran
tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut
dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum
31
menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting
untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
2. Mengelola emosi (managing emotions)
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan
agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci
menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan yang meningkat dengan intensitas
terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita.
Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri,
melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang
menekan.
Individu yang tidak dapat mengelola emosinya dengan baik lebih
cenderung merasa tertekan karena ia sulit bangkit dari kegagalan. Ciri berbeda
dimiliki oleh inidivdu yang dapat mengelola emosinya, yaitu ia dapat segera
bangkit dari kegagalan yang ia rasakan.
3. Memotivasi diri (motivating oneself)
Memotivasi diri adalah kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha
menemukan cara untuk mencapai tujuan. Ciri individu yang memiliki kemampuan
ini adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi
keadaan yang sulit, cukup terampil dan fleksibel dalam menemukan cara agar
sasaran tercapai dan mampu memecahkan masalah berat menjadi masalah kecil
32
yang mudah dijalankan. Individu yang dapat memotivasi dirinya sendiri
cenderung akan lebih produktif dan efektif dalam apa yang ia lakukan.
4. Mengenali emosi orang lain(recognizing emotions in others)
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut
Goleman (2005), kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,
menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan
empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih
mampu untuk mendengarkan orang lain.
5. Keterampilan social (handling relationship)
Keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama.Keterampilandalam berkomunikasi
merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Dengan
kemampuan tersebut, seseorang dapat mempengaruhi orang lain, memimpin
dengan baik, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, dan mudah bekerja
sama dengan orang lain.
2.2.3. Pengukuran Kecerdasan Emosi
Pengukuran kecerdasan emosi yang pernah digunakan adalah Bar-On’s EQ-I.
Instrument ini berbentuk self-report dan bebas budaya. EQ-I telah digunakan
33
untuk menilai ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6,21. Dan saat ini EQ-I
dikenal dalam memprediksi validitas disituasi kerja, salah satunya yang paling
sukses dan sering digunakan pada pengrekrutan di U.S.Air Force.
Pengukuran yang lain dalam mengukur kecerdasan emosi adalah
Multifactor Emotional Intelligence Scale (dalam Linley & Joseph, 2004). Berbeda
dengan EQ-I, MEIS berbentuk tes kemampuan (test of ability) yang terdiri dari
402 pernyataan. Peserta diberikan rangkaian tugas yang di disain untuk mengukur
kemampuan seseorang dalam menerima, mengidentifikasi, memahami, dan
diskriminan validity, tetapi tidak meramalkan keabsahan (validity).
Kemudian pengukuran Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence
Test (MSCEIT) merupakan pengembangan dari MEIS dan salah satu pengukuran
kecerdasan emosi yang unggul, karena instrumen ini telah digunakan lebih dari 50
penelitian dan 5000 partisipan, instrumen ini juga dapat digunakan dengan rentang
umur 17-79 tahun dengan reabilitas sebesar 0,91. Pengukuran lainnya adalah The
Emotional Intelligence Scale, yakni pengukuran lain dalam mengukur kecerdasan
emosi. Instrumen ini dikembangkan oleh Schutte yang terdiri dari 33 item
pernyataan dengan Alpha Cronbach (a) = 0,90 pada orang dewasa dan (a) = 0,78
untuk reliabilitas test-retest.
Namun pengukuran kecerdasan emosi dapat juga dilakukan sesuai
dengan indikator-indikator yang diambil dalam teori. Dalam penelitian ini,
pengukuran kecerdasan emosi pada penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Goleman (2005), yaitu
34
mengenali emosi orang lain, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri, empati
dan keterampilan sosial.
2.3. Rasa Syukur
2.3.1. Definisi Rasa Syukur
Syukur menurut bahasa berarti pujian atas sanjungan kepada orang yang telah
berbuat baik kepada kita. Syukur arti asalnya adalah tampak atau nyata, seperti
ucapan orang Arab “dabah syukur” (binatang itu tampak lebih gemuk dari
binatang lainnya), “naqah syukur” (unta betina yang banyak air susunya) maka
diungkapkan dengan kata-kata, “nabatah syukur” (tanaman yang dapat tumbuh
dengan baik di tanah yang kering).
Syukur berasal dari kata syakira-yasykuru seperti dalam ungkapan
“syakirat il-ibil tasykur” (unta itu gemuk karena rerumputan yang dimakan).
Adapun kata syakur adalah bentuk mubalaghah dari kata syukur yang merupakan
salah satu nama Allah, sedangkan syakur yang digunakan untuk hamba Allah
artinya mereka yang sungguh-sungguh bersyukur kepada Tuhannya dengan
menaati segala perintah-Nya dan menunaikan kewajiban beribadah kepada-Nya.
Al-Fauzan (2005) menjelaskan bersyukur menurut terminologi khusus
artinya memperlihatkan pengaruh nikmat ilahi pada diri seorang hamba pada
kalbunya dengan beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan, dan pada
anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah dan ketaatan. Dengan
demikian, sedikit nikmat pun menginspirasikan untuk banyak bersyukur, maka
35
terlebih lagi jika nikmat yang diperolehnya banyak. Dengan demikian, bersyukur
merupakan berterima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah
dianugerahkan, baik dengan hati, lisan, maupun perbuatan.
Dalam Makhdlori (2007) dijelaskan kata syukur secara lughawi
bermakna membuka dan menyatakan. Membuka kenikmatan, menyatakan
kenikmatan kepada orang lain, dan menyebut kenikmatan dengan lisan. Hakikat
syukur adalah menggunakan nikmat Allah swt untuk taat kepada-Nya dan tidak
menggunakannya untuk berbuat maksiat.
Abu Sa’id al-Kharraz mengungkapkan, “Syukur adalah mengakui nikmat
kepada yang memberi nikmat dan menyatakan rububiyyah-Nya”. Sedangkan
Harits al-Muhasibi menyatakan bahwa syukur adalah “Nilai tambah yang
diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bersyukur”.
Dalam kamus besar bahasa Arab, kata syukur diartikan sebagai ungkapan
terimakasih kepada Allah SWT; beruntung (yang di dalamnya menyatakan rasa
lega, senang, dan sebagainya). Namun dalam al-Qur’an kata syukur mempunyai
empat dasar makna, yakni (dalam Makhdlori, 2007):
1. Menyatakan pujian atas kebaikan yang diterima, dirasa, dan dinikmati
olehnya, yang di dalamnya termasuk keridhaan dan kepuasan walaupun nikmat
yang dirasa hanya sedikit.
2. Kelebatan pohon yang tumbuh subur yang dilukiskan dengan kalimat
sakarat asy-syajarat
3. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon parasit
4. Pernikahan yang sudah terlepas dari hukum haram
36
Ibnul Qayyim ra dalam Al-Fauzan (2005) menjelaskan bahwa syukur
dibangun atas lima sendi, yang mana syukur tidak akan sempuna tanpa kelimanya.
Kelima sendi tersebut adalah:
1. Ketundukkan orang yang bersyukur kepada Allah
2. Kecintaan kepada Allah
3. Pengakuan atas nikmat-nikmat Allah
4. Pujian kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya
5. Tidak menggunakannya pada hal-hal yang dibenci-Nya
Orang yang bersyukur adalah orang yang mengakui nikmat Allah dan
mengakui Allah sebagai pemberinya, tunduk kepada-Nya, cinta kepada-Nya, ridha
terhadap-Nya, serta mempergunakan nikmat itu dalam hal yang disukai Allah
dalam rangka taat kepada-Nya. Karena itu, syukur harus disertai ilmu dan amal
yang didasari oleh ketundukkan serta kecintaan kepada Allah Pemberi Nikmat (Al
Fauzan, 2005).
Ibnu Manzhur mengatakan bahwa syukur adalah membalas kenikmatan
(kebaikan orang lain) dengan ucapan, perbuatan dan niat. Seseorang harus
menyampaikan pujian (sanjungan) kepada yang memberinya dengan ucapan,
dengan ketaatan sepenuhnya, serta berkeyakinan bahwa yang memberinya adalah
tuannya (dalam Al Fauzan, 2005).
Dalam Hawwa (2002) menyatakan bahwa syukur adalah pengakuan
terhadap nikmat pemberi nikmat dengan penuh ketundukan maka pendapat
37
memandang kepada perbuatan lisan disamping sebagain keadaan hati. Selain itu
ada pendapat lain menyebutkan syukur adalah pujian atas pemberi kebaikan
dengan menyebut kebaikan-Nya maka pendapat ini memandang kepada amal lisan
semata-mata. Adapun pendapat yang menyatakan syukur adalah senantiasa berada
(i’tikaf) pada hamparan kehadiran hati (syuhud) dengan terus menerus menjaga
kehormatan maka pendapat inilah yang paling mencakup makna syukur, dan
hanya melisan yang tak terliputi di dalamnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bersyukur adalah
berterima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat baik dengan hati, lisan
maupun perbuatan.
2.3.2. Aspek-aspek Rasa Syukur
Menurut Syara’ syukur dibangun oleh tiga rukun atau sendi yaitu (dalam Al
Fauzan, 2005):
1. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati yaitu pengakuan bahwa semua nikmat itu datangnya
dari Allah, sebagai kebaikan dan karunia Sang Pemberi nikmat kepada
hamba-Nya. Manusia tidak mempunyai daya dan upaya untuk
mendatangkan nikmat itu, hanya Allah lah yang dapat
menganugerahkannya tanpa mengharapkan imbalan sepeser pun dari
hamba-Nya. Sebagai seorang hamba, ia harus menunjukkan bahwa dirinya
38
sangat membutuhkan nikmat itu, merasa cukup dengan nikmat yang telah
diberikan, dan tidak merasa puas dengan syukur yang telah ia lakukan.
Allah berfirman “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah-lah (datangnya).” (Q.S. An Nahl : 53)
Syukur dengan hati akan membuat seseorang merasakan keberadaan
nikmat itu pada dirinya, hingga ia tidak akan lupa kepada Allah
Pemberiannya. Syukur dengan hati akan membuat seorang hamba
menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan
berkeluh kesah, atau menghujat kepada Allah SWT, walaupun nikmat
yang diterima dinilai kecil. Ketahuilah bahwa tidak sempurna tauhid
seorang hamba hingga ia mengakui bahwa semua nikmat lahir dan batin
yang diberikan kepadanya dan kepada makhluk lainnya, semua itu berasal
dari Allah, kemudian ia menggunakannya untuk taat dan mengabdi
kepada-Nya.
Orang yang menyatakan dengan hatinya bahwa semua nikmat berasal dari
Allah, tapi terkadang dengan lisannya ia menyandarkan nikmat itu kepada
Allah, terkadang kepada diri dan jerih payahnya sendiri ataupun kepada
usaha orang lain, maka ia wajib bertobat dengan sungguh-sungguh dan
tidak lagi menyandarkan semua nikmat kecuali kepada Pemiliknya
(Allah).
39
2. Syukur dengan lisan
Syukur dengan lisan yaitu menyanjung dan memuji Allah atas nikmat-Nya
dengan penuh kecintaan, serta menyebut-nyebut nikmat itu sebagai pengakuan
atas karunia-Nya dan kebutuhan terhadapnya, bukan karena pamer atau
sombong. Dengan cara demikian, hati dan anggota tubuh dapat tergugah untuk
bersyukur.
Syukur dengan ucapan yang berhubungan dengan nikmat ada dua macam:
a. Bersifat umum, yaitu menyifati Allah dengan sifat kedermawanan,
kemuliaan, kebaikan, kemurahan, dan lain sebagainya dari sifat-sifat Nya yang
sempurna
b. Bersifat khusus, yaitu dengan menyebut-nyebut nikmat-Nya serta
mengabarkannya kepada orang-orang bahwa nikmat itu datangnya dari Allah,
sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan terhadap nikmat Rabbmu maka
hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (Q.S. Ad Dhuha:
11). Para ahli tafsir menerangkan bahwa maksud ayat tersebut adalah
hendaklah memuji Allah atas nikmat-Nya, juga diperintahkan untuk
memberitahukan nikmat itu kepada orang-orang jika hal itu akan memberi
kemaslahatan. Jika tidak, maka cukup dengan menyebut-nyebutnya saja,
karena dengan itu maka akan terdorong untuk mensyukurinya.
Menyebut-nyebut nikmat Allah merupakan salah satu sendi syukur. Jika
seorang hamba menyebut-nyebutnya, maka akan teringat kepada pemberinya
dan mengakui kelemahan dirinya dan dengan sendirinya ia akan tunduk
kepada Allah, memuji-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan banyak mengingat-
40
Nya dengan berbagai macam dzikir, sebab dzikir merupakan pangkalnya
syukur. Orang yang tidak mengingat Allah berarti tidak bersyukur kepada-
Nya.
3. Syukur dengan perbuatan
Sebagian ulama memberi penjelasan singkat mengenai pengertian syukur
dengan anggota badan (perbuatan), yaitu senantiasa melakukan atau
melaksanakan ketaatan dan berusaha menghindari kesalahan.
Syukur dengan anggota badan artinya anggota tubuh digunakan untuk
beribadah kepada Allah SWT, karena masing-masing anggota tubuh memiliki
kewajiban beribadah. Hal itu tidak akan sempurna kecuali dengan menaati
Allah dan rasul-Nya dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya, termasuk menggunakan nikmat-nikmat-Nya di jalan yang
diridhain-Nya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat kepada-
Nya. Seorang individu harus mengetahui hal-hal yang disukai Allah agar
dapat memanfaatkan nikmat dalam hal yang disukai-Nya itu.
2.3.3. Pengukuran Rasa Syukur
Pengukuran mengenai gratitude telah banyak dibuat dan digunakan oleh para
ahli, di antaranya adalah CQ-6 (The Gratitude Questionnaire-6). Pengukuran ini
dibuat oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2002) yang awalnya terdiri dari
39 pernyataan untuk mengukur empat aspek, yaitu: span, intensity, frequency,
dan density. Setelah dilakukan uji validitas tersisa enam pernyataan valid
41
sehingga pengukuran ini bernama CQ-6. Pada penelitian ini menggunakan skala
yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek rasa syukur dari Al
Fauzan (2005).
2.4. Kerangka Berpikir
Mahasiswa dipandang sebagai pemimpin masa depan. Mereka memiliki
keberhasilan akademis sebagai tujuan utama mereka. Untuk mencapai tujuan ini,
diperlukan dedikasi, pengorbanan, disiplin diri, motivasi dan hubungan baik
antara mahasiswa dan dosen. Mahasiswa dibebani dengan banyak tanggung jawab
dan tantangan (Salami, 2010).
Setiap mahasiswa memiliki tuntutan yang berbeda dari orang tua, mereka
harus bertanggung jawab terhadap pendidikan yang ditempuh dengan memberikan
hasil yang maksimal. Terlebih lagi bagi mahasiswa yang aktif kuliah dan bekerja,
dimana selain tanggung jawab terhadap pendidikannya harus bisa memenuhi
tanggung jawab dari pengelola usaha yang telah memperkerjakannya. Tanggung
jawab yang harus dipenuhi itu menjadi beban tugas tersendiri bagi mahasiswa
yang kuliah dan bekerja. Belum lagi permasalahan lain yang timbul dapat
mempengaruhi proses pemenuhan tuntutan yang ada, seperti permasalahan dalam
pergaulan atau permasalahan keluarga yang akan menambah tuntutan beban untuk
diselesaikan.
Mahasiswa yang bekerja seringkali mengalami kesulitan dalam mengatur
urusan sehari-hari mereka, membagi waktu antara bekerja dan kuliah. Mereka
sering tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas, laporan dan
42
belajar serta memiliki tanggung jawab terhadap beban tugas dari pekerjaan
mereka. Selain itu, padatnya kegiatan yang dijalani oleh mahasiswa yang kuliah
sambil bekerja membuat mereka memiliki waktu yang terbatas di kampus, jarang
terlibat aktivitas kampus dan sosial, sehingga menyebabkan kurangnya interaksi
dengan sesama temannya di kampus. Hal-hal tersebut merupakan indikator
rendahnya psychological well-being (Ryff, 1989).
Psychological well-being adalah kondisi mahasiswa yang kuliah sambil
bekerja yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan
hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi karena kondisi tersebut dipengaruhi
oleh adanya fungsi psikologis yang positif.
Sebagaimana yang telah disampaikan diatas bahwa banyak faktor-faktor
yang mempengaruhi psychological well-being yaitu faktor demografis seperti
jenis kelamin (Ryff, 1989), usia (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001), kepribadian
(Schumutte & Ryff; dalam Ryan & Deci, 2001), kecerdasan emosi (Shulman &
Hemenover; dalam Extremera dkk., 2011), budaya (Ryff, 1989), status sosial
ekonomi (Ryff, dalam Ryan & Deci, 2001) dan rasa syukur (Wood, Joseph, &
Maltby, 2009).
Dari faktor-faktor di atas peneliti ingin meneliti dua dari ketujuh faktor,
yang pertama adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi merupakan salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi psychological well-being mahasiswa yang
kuliah sambil bekerja. Goleman (2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan kita mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan
43
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan keterampilan sosial.
Seorang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja yang memiliki
kecerdasan emosi yang lebih tinggi, sedikit mengalami tekanan emosi ketika
berhadapan dengan keadaan atau situasi yang membuat mereka stres seperti
banyaknya tuntutan dan tanggung jawab sehingga membuat mereka sulit
mengatur jadwal atau urusan mereka sehari-hari.
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kesadaran diri membuat
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja lebih waspada terhadap suasana hati
maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka mahasiswa yang
kuliah sambil bekerja menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh
emosi.
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas
terlampau lama akan mengoyak kestabilan emosinya. Dalam hal ini, seorang
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja membutuhkan kemampuan untuk menjaga
agar emosi yang merisaukan tetap terkendali untuk menuju kesejahteraan emosi
tersebut.
Kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan harus dimiliki
44
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja agar tidak merasa tertekan dan dapat
bangkit dari kegagalan yang ia rasakan.
Memotivasi diri adalah kemampuan untuk bertahan dan terus berusaha
menemukan cara untuk mencapai tujuan. Ciri individu yang memiliki kemampuan
ini adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi
keadaan yang sulit, cukup terampil dan fleksibel dalam menemukan cara agar
sasaran tercapai dan mampu memecahkan masalah berat menjadi masalah kecil
yang mudah dijalankan. Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja juga harus dapat
memotivasi dirinya sendiri agar cenderung lebih produktif dan efektif dalam apa
yang ia lakukan.
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Menurut Goleman (2005), kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Mahasiswa yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia
lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang
lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama. Keterampilan dalam
berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina
hubungan.Oleh karena itu, mahasiswa yang kuliah sambil bekerja yang memiliki
kemampuan tersebut dapat mempengaruhi orang lain, memimpin dengan baik,
45
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, dan mudah bekerja sama dengan
orang lain.
Selain kecerdasan emosi, faktor yang mempengaruhi psychological well-
being seseorang adalah rasa syukur. Rasa syukur adalah berterima kasih kepada
Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan, baik dengan hati, lisan
maupun perbuatan (Al-Fauzan, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Wood, Joseph, dan Maltby,
2009) rasa syukur secara signifikan berkorelasi dengan psychological well-being.
Syukur sangat efektif dalam meningkatkan well-being seperti membangun sumber
daya psikologis, sosial, dan spiritual (Emmons & McCullough, 2003). Semakin
bersyukur seseorang, maka well-being-nya akan semakin tinggi, ia akan memiliki
evaluasi kognitif dan afektif yang positif tentang hidupnya, begitu pula dengan
sebaliknya.
Penelitian lain menyebutkan bahwa bersyukur bisa mencegah emosi yang
melemahkan dan mencegah kondisi patologis (Bono, Emmons, & McCullough;
dalam Linley & Joseph, 2004). Ada banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari
bersyukur, diantaranya yaitu bisa menimbulkan ketenangan batin, hubungan
interpersonal yang lebih baik dan juga kebahagiaan (Bono, Emmons, &
McCullough; dalam Linley & Joseph, 2004).
Syukur dengan hati akan membuat mahasiswa tersebut dapat merasakan
keberadaan nikmat itu pada dirinya, hingga ia tidak akan lupa kepada Allah
pemberiannya.
46
Syukur dengan lisan, jika seorang hamba menyebut-nyebutnya, ia akan
teringat kepada pemberinya dan mengakui kelemahan dirinya. Maka dengan
sendirinya akan tunduk kepada Allah, memuji-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan
banyak mengingat-Nya dengan berbagai macam dzikir, sebab dzikir merupakan
pangkalnya syukur.
Syukur dengan anggota badan artinya anggota tubuh digunakan untuk
beribadah kepada Allah Tuhan semesta alam, karena masing-masing anggota
tubuh memiliki kewajiban beribadah.
Dari latar belakang dan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya di atas,
maka dapat disimpulkan fokus penelitian adalah kecerdasan emosi (mengenali
emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, danketerampilan
sosial) dan rasa syukur (syukur dengan hati, syukur dengan lisan dan syukur
dengan perbuatan).
47
KECERDASAN EMOSI
1.
2.
3.
4.
RASA SYUKUR
Gambar 2.1. Bagan Kerangka berpikir pengaruh kecerdasan emosi dan rasa
syukur dengan psychological well-being mahasiswa yang kuliah
sambil bekerja
Mengenali emosi diri
sendiri
Syukur dengan
perbuatan
Syukur dengan lisan
Mengelola emosi
Memotivasi diri
Mengenali emosi orang
lain
Keterampilan sosial
Syukur dengan hati
Psychological
well-being
48
2.5. Hipotesis Penelitian
2.5.1. Hipotesis Mayor
Ha: Ada pengaruh antara mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial, syukur
dengan hati, syukur dengan lisan, dan syukur dengan perbuatan terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
2.5.2. Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh mengenali emosi diri sendiri pada kecerdasan emosi
terhadap psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha2: Ada pengaruh mengelola emosi pada kecerdasan emosi terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha3: Ada pengaruh memotivasi diri pada kecerdasan emosi terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha4 : Ada pengaruh mengenali emosi orang lain pada kecerdasan emosi terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha5: Ada pengaruh keterampilan sosial pada kecerdasan emosi terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
49
Ha6: Ada pengaruh syukur dengan hati terhadap psychological well-being
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha: Ada pengaruh syukur dengan lisan terhadap psychological well-being
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha8: Ada pengaruh syukur dengan perbuatan terhadap psychological well-being
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Ha9: Ada pengaruh jenis kelamin terhadap psychological well-being mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja.
50
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan tentang populasi, sampel, teknik sampling, variabel
penelitian, definisi operasional variabel, uji validitas intrumen, teknik analisis
data, serta prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian.
1.1.Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
1.1.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Langkah pertama yang harus dilakukan suatu penelitian yaitu dengan
mengidentifikasi dan mendefinisikan secara jelas populasi yang akan dilibatkan.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa atau mahasiswi di wilayah
Jabodetabek yang kuliah sambil bekerja.
Dengan kriteria:
1. Nilai IPK di atas 3.00, dengan IPK ini maka mahasiswa yang
kuliah sambil bekerja mampu mengatasi berbagai tekanan
kuliah sambil bekerja.
2. Bekerja 5 hari dalam seminggu, dengan jumlah hari kerja ini
maka mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mampu mengatasi
berbagai tekanan kerja sambil kuliah.
51
3. Beragama islam
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sejumlah 200 orang.
1.1.2. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat non probability sampling yang
berarti kemungkinan terpilihnya dari setiap responden anggota populasi tidak
dapat dihitung. Peneliti menggunakan teknik non probability sampling dengan
alasan tidak adanya data yang diperoleh mengenai populasi. Selain itu,
keterbatasan waktu dan biaya juga menjadi alasan bagi peneliti dalam
menggunakan teknik non probability sampling.
1.2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kecerdasan emosi
(mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, kemampuan
mengenali emosi orang lain dan keterampilan sosial), rasa syukur (lisan, hati dan
perbuatan) dan jenis kelamin. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah
psychological well-being.
1.2.1. Definisi Operasional Psychological Well-being
Psychological well-being adalah kondisi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja
yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan
tidak adanya gejala-gejala depresi karena kondisi tersebut dipengaruhi oleh
adanya fungsi psikologis yang positif yang diukur dengan skala psychological
52
well-being yang terdiri atas dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan
orang lain, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan
lingkungan dan kemandirian. Pengukuran dengan skor melalui skala Likert.
1.2.2. Definisi Operasional Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan mahasiswa yang kuliah sambil bekerja
dalam menggunakan atau mengelola emosi baik pada diri sendiri maupun ketika
berhadapan dengan orang lain, dan menggunakannya secara efektif untuk
memotivasi diri dan bertahan pada tekanan, serta mengendalikan diri untuk
mencapai hubungan yang produktif yang diukur dengan skala kecerdasan emosi
melalui dimensi mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain, dan keterampilan sosial. Pengukuran dengan skor
melalui skala Likert.
1.2.3. Definisi Operasional Rasa Syukur
Rasa syukur adalah berterima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat yang
telah dianugerahkan, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan yang diukur
dengan skala rasa syukur melalui aspek syukur dengan hati, syukur dengan lisan,
dan syukur dengan perbuatan. Pengukuran dengan skor melalui skala Likert.
53
1.3. Instrumen Pengumpulan Data
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan angket atau kuisioner. Sedangkan
instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan skala Likert,
dimana aspek pada variabel dijadikan sebagai tolak ukur penyusunan item
instrumen.
Setiap individu memiliki jawaban yang berbeda-beda, tidak ada jawaban
yang dianggap benar atau salah. Cara menjawabnya adalah dengan memberikan
tanda silang (X) atau Checklist (√) pada salah satu alternatif jawaban yang sudah
disediakan.
Pada skala penelitian ini digunkan empat pilihan jawaban, yaitu sangat
sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Tidak
dimasukannya pilihan tidak tahu dan ragu-ragu karena dikhawatirkan ada
kecenderungan responden akan memilih jawaban tidak tahu atau ragu-ragu,
sehingga tidak ada perbedaan atau variabeljawaban dari setiap item. Nilai untuk
keempat pilihan jawaban sebagi berikut:
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak Sesuai 2 3
Sangat Tidak Sesuai 1 4
54
Dalam penelitian ini, skala disusun dalam bentuk pernyataan favorable (positif)
dan unfavorable (negatif). Pada pernyataan positif, skor angka 1 pada pernyataan
positif memberikan arti bahwa pernyataan dalam skala tersebut sangat tidak
sesuai. Skor 2 memberikan arti bahwa pernyataan yang ada pada skala tersebut
tidak sesuai. Skor 3 memberikan arti bahwa pernyataan yang ada pada skala
tersebut sesuai. Skor 4 menunjukkan bahwa pernyataan tersebut sangat sesuai.
Sedangkan pada pernyataan negatif, angka 1 memberikan arti bahwa pernyataan
dalam skala tersebut sangat sesuai. Skor 2 memberikan arti bahwa pernyataan
yang ada pada skala tersebut sesuai. Skor 3 memberikan arti bahwa pernyatan
yang ada pada skala tersebut tidak sesuai. Skor 4 menunjukkan bahwa pernyataan
yang ada pada skala tersebut sangat tidak sesuai.
Adapun instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:
1.3.1. Psychological Well-being
Pada skala ini, peneliti menggunakan skala yang diadaptasi dari Ryff’s
Psychological Well-being Scale yang pernyataan-pernyataan pada item-itemnya
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian tetapi tetap berdasarkan aspek-aspek
psychological well-being menurut Ryff (1989). Pada tiap aspeknya peneliti
mengambil 4 item yang menjelaskan masing-masing aspek tersebut. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini.
55
Tabel 3.2.
Blue Print Psychological well-being
No Dimensi Indikator Item Total
Fav UnFav
1. Penerimaan
Diri
Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri 2 1, 3, 4 4
Memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk
didalamnya kualitas baik dan buruk
Menilai positif kehidupan yang sedang dijalani
2. Memiliki
hubungan
positif dengan
orang lain
Kemampuan individu untuk membina hubungan hangat
dengan orang lain (memiliki kedekatan dengan orang
lain)
6, 7 5, 8 4
Memiliki perasaan yang kuat akan empati sesama
manusia
Mempu mencintai dan membina hubungan interpersonal
yang dibangun atas dasar saling percaya
3. Otonomi Mampu mengarahkan diri dan bersikap mandiri 9, 10 11, 12 4
Mengevaluasi diri dengan standar personal
Mengatur tingkah laku secara mandiri
4. Penguasaan
lingkungan
Mampu mengelola dan mengontrol lingkungan sekitar 13, 14 15, 16 4
Memanfaatkan kesempatan yang ada secara efektif
Mampu menciptakan lingkungan yang cocok dengan
kondisi psikologisnya sendiri dalam rangka
pengembangan diri
5. Tujuan Hidup Adanya kejelasan tujuan hidup 17, 18 19, 20 4
Merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang
telah dijalani
Memiliki tujan dan sasaran hidup yang jelas
6.
Menjadi
pribadi yang
berkembang
Keinginan untuk terus mengembangkan potensinya 21 22, 23,
24
5
Terbuka terhadap pengalaman baru
Menyadari potensi-potensi yang dimilikinya
56
1.3.2. Kecerdasan Emosi
Pada skala ini, peneliti menggunakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Goleman (2005) yang untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3.
Blue Print Kecerdasan Emosi
No Aspek Indikator Item
Fav UnFav Total
1. Mengenali emosi diri
sendiri
Mampu mengenali dan memahami emosi
diri sendiri
1, 2 3, 4 8
Mampu memahami penyebab timbulnya
emosi
5, 6 7, 8
2. Mengelola emosi Mampu mengendalikan emosi 9, 10 11, 12 8
Mengekspresikan emosi dengan tepat 13, 14 15, 16
3. Memotivasi diri Optimis 17, 18 19, 20 8
Memiliki dorongan yang kuat 21, 22 23, 24
4. Mengenali emosi
orang lain
Peka terhadap perasaan orang lain 25, 26 27, 28 8
Mendengarkan masalah orang lain 29, 30 31, 32
5. Keterampilan Sosial Dapat berkomunikasi 33, 34 35, 36 8
Memikirkan kepentingan sosial 37, 38 39, 40
57
1.3.3. Rasa Syukur
Pada skala ini, peneliti menggunakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan aspek-aspek rasa syukur menurut Al Fauzan (2005) yang untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 3.4.
Blue Print Rasa Syukur
No Dimensi Indikator Item Total
Fav UnFav
1. Syukur dengan hati Mengetahui semua nikmat Allah 1, 2 3, 4 8
Menerima anugrah dengan penuh kerelaan atau
ikhlas
5, 6 7, 8
2. Syukur dengan lisan Mengucap syukur 9, 10 11, 12 8
Memuji Allah 13, 14 15, 16
3. Syukur dengan
perbuatan
Mengerjakan amal shaleh atau beribadah 17, 18 19, 20 8
Menggunakan nikmat yang diberikan Allah
dengan baik
21, 22 23, 24
1.4. Uji Validitas
1.4.1. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan Confirmatory
Faktor Analysis (CFA), untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji
struktur faktor yang diturunkan secara teoritis. Dalam hal ini, yang dimaksud
58
dengan teori adalah konsep bahwa seluruh item mengukur satu hal yang sama
(unidimensional) yaitu konstruk yang hendak diukur.
1.4.2. Uji validitas Konstruk Psychological Well-being
1. Penerimaan Diri (self acceptance)
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel psychological well-being (penerimaan diri). Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 16.05, df = 2, P-value = 0.00033, RMSEA = 0.188. Oleh karena itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 1.33, df = 1, P-value = 0.24923, RMSEA = 0.041.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu penerimaan diri.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table 3.5.
59
Tabel 3.5
Muatan faktor Psychological well-being (penerimaan diri)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.87 0.42 2.07 √
2 0.25 0.14 1.87 X
3 0.28 0.15 1.91 X
4 0.74 0.37 1.99 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 2 dan 3.
Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor
2dan 3 yang artinya item tersebut tidak akan diikutkan dalam analisis perhitungan
skor faktor.
2. Hubungan Positif dengan Orang Lain (positive relation with others)
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel psychological well-being (hubungan positif dengan
orang lain). Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 6.58, df = 2, P-value = 0.03727, RMSEA =
0.107. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
60
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.60, df = 1,
P-value=0.43886, RMSEA=0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu hubungan
positif dengan orang lain.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak.Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Muatan faktor Psychological well-being (hubungan positif dengan orang lain)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
5 0.32 0.11 2.96 √
6 0.39 0.11 3.54 √
7 0.69 0.16 4.16 √
8 0.21 0.10 2.09 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
61
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item
dalam dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
3. Otonomi (autonomy)
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel psychological well-being (otonomi). Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square=6.54, df =2, P-Value = 0.03805, RMSEA =0.107. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.35, df =1, P-Value = 0.55157, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu otonomi.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7.
62
Tabel 3.7
Muatan faktor Psychological well-being (otonomi)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
9 0.44 0.13 3.33 √
10 0.14 0.07 1.92 √
11 0.26 0.10 2.71 √
12 1.16 0.30 3.86 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96. Sehingga seluruh item
tersebut dapat ikut analisis dalam perhitungan skor faktor.
2. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel psychological well-being (penguasaan lingkungan). Dari
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit
dengan Chi-Square = 45.03, df = 2, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.329. Oleh
karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.28, df = 1, P-Value = 0.59936,
63
RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu penguasaan
lingkungan.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel3.8.
Tabel 3.8.
Muatan faktor Psychological well-being (penguasaan lingkungan)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
13 0.21 0.07 2.92 √
14 0.33 0.10 3.23 √
15 1.58 0.36 4.40 √
16 0.37 0.11 3.42 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96. Sehingga seluruh item
tersebut dapat ikut analisis dalam perhitungan skor faktor.
64
3. Tujuan Hidup
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel psychological well-being (tujuan hidup). Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 77.31, df =20, P-Value = 0.00000, RMSEA =0.120. Oleh karena itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 26.20, df =16, P-Value = 0.05122, RMSEA =
0.057. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu memiliki tujuan hidup.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9.
65
Tabel 3.9.
Muatan faktor Psychological well-being (tujuan hidup)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
17 0.60 0.10 6.04 √
18 0.90 0.13 7.12 √
19 0.37 0.08 4.45 √
20 -0.05 0.08 -0.61 X
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 dan bermuatan
negatif, yaitu item nomor 20. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang
akan di-drop adalah item nomor 20 yang artinya item tersebut tidak akan
diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
4. Pribadi yang Berkembang (personal growth)
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel psychological well-being (pribadi yang berkembang).
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit dengan Chi-Square = 77.31, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.120.
Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
66
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 26.20, df = 16, P-Value = 0.05122,
RMSEA = 0.057. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pribadi yang
berkembang.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel3.10.
Tabel 3.10.
Muatan faktor Psychological well-being (menjadi pribadi yang berkembang)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
21 0.42 0.08 5.61 √
22 0.38 0.08 4.99 √
23 0.77 0.07 11.27 √
24 0.80 0.07 11.71 √
25 0.64 0.07 9.00 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
67
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96. Sehingga seluruh item
tersebut dapat ikut analisis dalam perhitungan skor faktor.
1.4.3. Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi
1. Mengenali Emosi Diri Sendiri (knowing one’s emotion)
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kecerdasan emosi (mengenali emosi diri sendiri). Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 252.87, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.242. Oleh karena
itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 17.22, df = 10, P-Value = 0.06961, RMSEA =
0.060. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu mengenali emosi diri sendiri.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11.
68
Tabel 3.11.
Muatan faktor Kecerdasan Emosi (Mengenali Emosi Diri Sendiri)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.19 0.07 2.64 √
2 0.47 0.07 6.36 √
3 -0.04 0.10 -0.44 X
4 -0.13 0.10 -1.28 X
5 0.59 0.08 7.84 √
6 1.00 0.09 11.55 √
7 0.33 0.07 4.50 √
8 0.15 0.07 2.17 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 3
dan 4. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akandi-drop adalah item
nomor 3 dan 4 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan
skor faktor.
69
2. Mengelola Emosi (managing emotions)
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kecerdasan emosi (mengelola emosi). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
203.09, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.214. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 16.35, df = 13, P-Value = 0.23066, RMSEA = 0.036. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu mengelola emosi.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12.
70
Tabel 3.12.
Muatan faktor Kecerdasan Emosi (Mengelola Emosi)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
9 0.54 0.08 7.14 √
10 0.83 0.08 10.92 √
11 0.36 0.08 4.65 √
12 0.27 0.08 3.37 √
13 0.59 0.07 7.85 √
14 0.52 0.08 6.86 √
15 0.34 0.08 4.25 √
16 -0.06 0.09 -0.63 X
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t >1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 16.
Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor
16 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3. Memotivasi Diri (motivating oneself)
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kecerdasan emosi (memotivasi diri). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
71
197.65, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.211. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 11.84 , df = 10 , P-Value = 0.29621, RMSEA = 0.030 nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu memotivasi diri.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13.
72
Tabel 3.13.
Muatan faktor Kecerdasan Emosi (Memotivasi Diri)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
17 0.65 0.07 10.03 √
18 0.62 0.06 9.57 √
19 0.47 0.09 5.16 √
20 0.50 0.07 7.42 √
21 0.92 0.06 16.27 √
22 0.86 0.06 14.80 √
23 0.54 0.07 8.20 √
24 0.56 0.07 8.49 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96. Sehingga
seluruh item tersebut dapat ikut analisis dalam perhitungan skor faktor.
4. Mengenali Emosi Orang Lain (recognizing emotions in others)
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kecerdasan emosi (mengenali emosi orang lain). Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 315.71, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.273. Oleh karena
73
itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 18.91, df = 12, P-Value = 0.09078, RMSEA =
0.054. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu mengenali emosi orang lain.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14.
74
Tabel 3.14.
Muatan faktor Kecerdasan Emosi (Mengenali Emosi Orang Lain)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
25 0.47 0.07 6.50 √
26 0.47 0.07 6.56 √
27 0.70 0.07 10.69 √
28 0.88 0.06 15.01 √
29 0.63 0.07 9.54 √
30 0.59 0.07 8.63 √
31 0.60 0.07 8.89 √
32 0.65 0.07 9.75 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.14, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96. Sehingga
seluruh item tersebut dapat ikut analisis dalam perhitungan skor faktor.
5. Keterampilan Sosial (handling relationship)
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur kecerdasan emosi (keterampilan sosial). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
150.81, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.181. Oleh karena itu, peneliti
75
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 19.03, df = 13, P-Value = 0.12221, RMSEA = 0.048. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu keterampilan sosial.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.15.
Tabel 3.15.
Muatan faktor Kecerdasan Emosi (Keterampilan sosial)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
33 0.38 0.09 4.39 √
34 0.50 0.08 6.45 √
35 0.03 0.08 0.42 X
36 0.49 0.08 6.44 √
37 0.46 0.08 6.05 √
38 0.69 0.07 9.99 √
39 0.74 0.07 10.06 √
40 0.61 0.08 7.99 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1.96) ; X = tidak signifikan
76
Berdasarkan tabel 3.15, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktormya < 1,96 yaitu item nomor
35. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item
nomor 35 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor
faktor.
1.4.4. Uji validitas konstruk rasa syukur
1. Syukur dengan hati
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur rasa syukur (syukur dengan hati). Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 75.91,
df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.119. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 20.47, df = 17, P-Value = 0.25103, RMSEA = 0.032. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu mengenali syukur dengan hati.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak.Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
77
koefisien muatan faktor dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.16.
Tabel 3.16.
Muatan faktor Rasa Syukur (Syukur dengan Hati)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.59 0.07 8.39 √
2 0.81 0.06 13.40 √
3 0.62 0.07 9.51 √
4 0.90 0.06 15.43 √
5 0.81 0.06 13.45 √
6 0.69 0.06 10.74 √
7 0.28 0.07 3.83 √
8 -0.03 0.07 -0.39 X
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.16, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 8.
Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor
8 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
78
2. Syukur dengan Lisan
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur rasa syukur (syukur dengan lisan). Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
300.70, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.256. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 18.38, df = 12, P-Value = 0.13857, RMSEA = 0.048. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensiona) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu mengenali syukur dengan lisan.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak.Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.17.
79
Tabel 3.17
Muatan faktor Rasa Syukur (Syukur dengan Lisan)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
9 0.24 0.05 4.57 √
10 -0.04 0.04 -1.01 X
11 0.33 0.06 5.76 √
12 0.36 0.07 5.53 √
13 0.39 0.08 4.64 √
14 0.43 0.06 6.88 √
15 1.27 0.08 16.49 √
16 0.70 0.07 9.62 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.17, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktormya < 1,96 yaitu item nomor
10. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item
nomor 10 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor
faktor.
3. Syukur dengan Perbuatan
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur rsa syukur (syukur dengan perbuatan). Dari hasil analisis CFA
80
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
280.08, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.256. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 18.38, df = 12, P-Value= 0.10474, RMSEA = 0.052. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu syukur dengan perbuatan.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak.Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang
koefisien muatan faktor dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.18.
81
Tabel 3.18.
Muatan faktor Rasa Syukur (Syukur dengan Perbuatan)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
17 0.66 0.07 9.69 √
18 0.76 0.07 11.39 √
19 0.65 0.08 8.57 √
20 0.33 0.08 4.31 √
21 0.58 0.07 8.18 √
22 0.52 0.07 7.53 √
23 0.68 0.07 10.03 √
24 0.45 0.07 6.34 √
Ketergangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X =
tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.18, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96. Sehingga
seluruh item tersebut dapat ikut analisis dalam perhitungan skor faktor.
1.5. Metode Analisis Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis
regresi berganda (multiple reggression analysis) yaitu suatu metode untuk
menguji signifikan tidaknya pengaruh dari sekumpulan variabel bebas (variabel
82
independen) terhadap variabel terikat (variabel dependen). berikut ini adalah
persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini:
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+e
Keterangan:
Y = Psychological well-being
a = intercept
b = koefisien regresi
X1 = Mengenali emosi diri sendiri pada kecerdasan emosi
X2 = Mengelola emosi pada kecerdasan emosi
X3 = Memotivasi diri pada kecerdasan emosi
X4 = Mengenali emosi orang lain pada kecerdasan emosi
X5 = Keterampilan Sosial pada kecerdasan emosi
X6 = Syukur dengan hati
X7 = Syukur dengan lisan
X8 = Syukur dengan perbuatan
X9 = Jenis Kelamin
e = residu, yang dalam hal ini adalah seluruh variabel independen selain sembilan
variabel independen dalam penelitian ini yang mempengaruhi psychological well-
being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja namun tidak diteliti.
Adapaun data yang dianalisis dengan persamaan di atas adalah hasil
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true
83
score adalah skor faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS 18.0
dengan menggunakan item-item yang valid. Dengan demikian maka tidak perlu
lagi dilaporkan reliabilitasnya. Tujuan dari true score adalah agar koefisien regresi
tidak mengalami attenuasi atau underestimated (koefisien regresi yang terhitung
lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan). True score inilah
yang kemudian akan diteliti dengan analisis regresi berganda untuk menguji
hipotesis penelitian yang dibahas pada BAB 2.
Dalam analisis regresi berganda, besarnya presentase atau proporsi varians
psychological well-being yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV yang
bisa diteliti bisa diukur dengan menggunakan rumus R2, dimana:
R2 =
Adapun jumlah kuadrat regresi bisa diperoleh jika semua koefisien regresi
sudah dihitung. Rumus untuk menghitung jumlah kuadrat regresi adalah:
Ssreg = Σ (ỳ - ӯ)2 = b1Σx1y + b2Σx2y + b3Σx3y + ..... b9Σx9y, dimana:
ỳ = a + bx
Σx1y = Σ (x1 – x1bar) (y - ӯ)
Dan rumus untuk menghitung jumlah kuadrat y total adalah:
Ssy = Σ (y – ӯ)2
R2 diuji signifikan atau tidaknya dengan F tes. Rumus F tes adalah:
F =
⁄
( )( )⁄
, dimana :
84
n = banyaknya sampel
k = banyaknya independen varibel dengan df = k dan n- k – 1
jika R2 signifikan (P<0.05) berarti proporsi varians Y yang dipengaruhi oleh
kedua faktor (kecerdasan emosi dan rasa syukur) secara keseluruhan adalah
signifikan.
Jika telah terbukti signifikan maka peneliti akan menguji variabel mana dari
sembilan variabel independen yang signifikan. Dalam hal ini peneliti menguji
signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Dimana rumusnya:
Tbi = bi atau Sbi , dengan:
bi = koefisien regresi variabel yang ke – i
Sbi = standar deviasi sampling dari koefisien regresi yang ke – i
Jika tbi memiliki skor t > |1.96| maka koefisien regresi variabel tersebut
dinyatakan signifikan, sebaliknya jika t < 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan
tidak signifikan (dalam taraf signifikansi 0,05 atau 5%).
Dalam multiple regression analysis ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari variabel
dependen yang bisa diterangkan oleh variabel independen.
2. Uji Hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien
regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari
variabel independen yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang beberapa harga Y jika nilai variabel independen diketahui.
85
4. Sumbangan varian dari masing-masing aspek variabel independen yaitu
kecerdasan emosi dan rasa syukur dalam mempengaruhi psychological well-
being.
1.6. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti merumuskan masalah yang akan
diteliti. Kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut
dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori secara lengkap
kemudian menyiapkan, membuat, dan menyusun alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu psychological well-being, kecerdasan
emosi, dan rasa syukur berupa skala Likert yang dibuat oleh peneliti
berdasarkan teori yang didapat.
2. Meminta expert judgement yaitu dosen pembimbing, yang dianggap ahli untuk
menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan sudah benar dan tepat
berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
3. Menyesuaikan hasil expert judgement dengan pengklasifikasian yuang telah
dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan
dasar teori yang telah dikemukakan.
4. Menentukan sampel penelitian yaitu mahasiswa atau mahasiswa di wilayah
Jabodetabek yang kuliah sambil bekerja, pengambilan sampel bersifat non
probability sampling.
86
5. Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan angket
kepada para responden sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan.
6. Setelah melakukan penyebaran data atau angket, peneliti melakukan skoring
terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung dan mencatat
tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel. Kemudian, peneliti
melakukan analisis data. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
regresi berganda. Peneliti menggunakan teknik tersebut karena ingin mencari
pengaruh antara variabel independen kecerdasan emosi, rasa syukur dan jenis
kelamin terhadap variabel terikat psychological well-being. Dalam
menganalisis, peneliti menggunakan SPSS 18.0 .
87
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi empat bagian, yaitu deskripsi subjek penelitian,
deskripsi data penelitian, kategorisasi variabel penelitian, dan uji hipotesis
penelitian.
1.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 200 mahasiswa atau mahasiswi diwilayah
Jabodetabek yang kuliah sambil bekerja baik laki-laki maupun perempuan dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Nilai IPK di atas 3,00
2. Bekerja 5 hari dalam seminggu
3. Beragama islam
Selanjutnya, akan dijelaskan deskripsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
sebagai berikut:
88
Tabel 4.1.
Gambaran Umum Subjek Berdasaekan Jenis Kelamin
No Identitas Subjek Frekuensi
Persentasi
Jenis Kelamin
1 Perempuan 131 65.5 %
2 Laki-laki 69 34.5 %
Jumlah 200 100 %
Dari tabel diatas, didapat informasi berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam
penelitian ini didominasi oleh perempuan dengan persentase 65.5%, dibandingkan
dengan laki-laki hanya 34.5% dari 200 subjek.
1.1.Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin
Peneliti menguji perbedaan pengaruh jenis kelamin terhadap tingkat psychological
well-being sebagai uji pendahuluan untuk kemudian melihat nilai signifikansinya.
Berikut ini disajikan tabel yang menunjukkan deskripsi data berdasarkan jenis
kelamin.
Tabel 4.2.
Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin
N Mean
Statistic Std. Deviation
Perempuan 131 51.0880 1.20339
1.59557 Laki-laki 69 47.9345
89
Dari tabel diatas, diketahui nilai mean psychological well-being yang dimiliki
oleh responden laki-laki (47.9345) lebih kecil daripada responden perempuan
(51.0880). Hal ini menunjukkan bahhwa laki-laki memiliki psychological well-
being yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan.
1.2.Deskripsi Statistik Masing-Masing Variabel Penelitian
Data skor psychological well-being, kecerdasan emosi, dan rasa syukur diperoleh
melalui angket yang disebar kepada mahasiswa dan mahasiswi di wilayah
Jabodetabek yang kuliah sambil bekerja.
Tabel 4.3.
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PWB 200 24.26 73.06 50.0000 9.09742
KE1 200 20.89 63.77 50.0000 8.71478
KE2 200 26.15 71.40 50.0000 8.99288
KE3 200 24.98 69.91 50.0000 9.18981
KE4 200 26.71 68.99 50.0000 9.05902
KE5 200 25.46 72.05 50.0000 8.53695
RS1 200 22.31 63.43 50.0000 9.14928
RS2 200 26.18 70.03 50.0000 9.55042
RS3 200 18.00 65.35 50.0000 8.88291
Valid N (listwise) 200
90
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 200
orang dengan skor psychological well-being yang terendah adalah 24.26
sedangkan skor psychological well-being yang tertinggi adalah 73.06, kemudian
skor kecerdasan emosi aspek mengenali emosi diri memiliki skor terendah 20.89
sedangkan skor tertingginya adalah 63.77, aspek mengelola emosi memiliki skor
terendah 26.15 dan skor tertingginya adalah 71.40, aspek memotivasi diri
memiliki skor terendah 24.98 dan skor tertingginya adalah 69.91, aspek mengenali
emosi orang lain memiliki skor terendah 26.71 dan skor tertingginya adalah 68.99,
aspek keterampilan sosial memiliki skor terendah 25.46 sedangkan skor
tertingginya adalah 72.05, selanjutnya aspek dari rasa syukur yaitu syukur dengan
hati memiliki skor terendah 22.31 dan skor tertinggi 63.43, aspek syukur dengan
lisan memiliki skor terendah 26.18 dan skor tertinggi 70.03, terakhir aspek syukur
dengan perbuatan memiliki skor terendah 18.00 dan skor tertinggi 65.35.
1.2.1. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Berikut ini diuraikan analisis deskriptif psychological well-being, kecerdasan
emosi, dan rasa syukur. Dalam tabel 4.5 berikut akan dijelaskan tentang mean,
standard deviation, range, dan variance dari masing-masing variabel penelitian.
91
Tabel 4.4.
Tabel Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation Variance
PWB 200 48.80 24.26 73.06 50.0000 9.09742 82.763
KE 200 52.91 19.87 72.78 50.0000 9.51356 90.508
RS 200 53.70 12.78 66.47 50.0000 9.45259 89.351
Valid N
(listwise)
200
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur.
Tabel 4.5.
Norma skor
Norma Rentang Intepretasi
X <Mean <50 Rendah
X >Mean ≥ 50 Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori untuk psychological well-being, kecerdasan emosi, dan rasa syukur
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
92
1.2.2. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-being
Dibawah ini disajikan tabel yang menunjukkan sebaran variable psychological
well-being yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah.
Tabel 4.6.
Kategorisasi Tingkat Psychological well-being
Psychological Well-being
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 92 46.0 46.0 46.0
Tinggi 108 54.0 54.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Berdasarkan tabel 4.7, ditemukan bahwa 54.0% dari total responden memiliki
psychological well-being tinggi dan 46% responden memiliki tingkat
psychological well-being rendah.Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat psychological well-being yang paling dominan
berada pada kategori tinggi.
1.2.3. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi
Selanjutnya, di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan sebaran kategorisasi
tingkat kecerdasan emosi.
93
Tabel 4.7.
Kategorisasi Kecerdasan Emosi
Dimensi Frequency Percent Valid Percent
Mengenali Emosi Diri Sendiri Rendah 112 56.0 56.0
Tinggi 88 44.0 44.0
Mengelola Emosi Rendah 83 41.5 41.5
Tinggi 117 58.5 58.5
Memotivasi Diri Rendah 95 47.5 47.5
Tinggi 105 52.5 52.5
Mengenali Emosi Orang Lain Rendah 105 52.5 52.5
Tinggi 95 47.5 47.5
Keterampilan sosial Rendah 99 49.5 49.5
Tinggi 101 50.5 50.5
Dari tabel di atas, ditemukan bahwa 44% dari total responden memiliki tingkat
mengenali emosi diri sendiri tinggi dan 56% responden memiliki tingkat
mengenali emosi diri sendiri rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat mengenali emosi diri sendiri yang paling dominan
berada pada kategori rendah.
Pada variabel mengelola emosi ditemukan bahwa 58.5% dari total
responden memiliki tingkat mengelola emosi tinggi dan 41.5% responden
memiliki tingkat mengelola emosirendah. Dapat disimpulkan bahwa dari
94
keseluruhan responden yang diteliti, tingkat mengelola emosi yang paling
dominan berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya, ditemukan bahwa 52.5% dari total responden memiliki
tingkat memotivasi diri sendiri tinggi dan 47.5% responden memiliki tingkat
memotivasi diri sendiri rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat memotivasi diri sendiri yang paling dominan
berada pada kategori tinggi.
Pada variabel mengenali emosi orang lain ditemukan bahwa 47.5% dari
total responden memiliki tingkat mengenali emosi orang lain tinggi, 52.5%
responden memiliki tingkat mengenali emosi orang lain rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat mengenali
emosi orang lain yang paling dominan berada pada kategori rendah.
Kemudian, pada variabel keterampilan sosial ditemukan bahwa 50.5%
dari total responden memiliki tingkat keterampilan sosial tinggi dan 49.5%
responden memiliki tingkat keterampilan sosial rendah. Dapat disimpulkan bahwa
dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat keterampilan sosial yang paling
dominan berada pada kategori tinggi.
1.2.4. Kategorisasi Tingkat Rasa Syukur
Di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan sebaran kategorisasi tingkat rasa
syukur.
95
Tabel 4.8.
Kategorisasi Syukur
Dimensi Kategori Frequency Percent Valid Percent
Syukur dengan Hati Rendah 100 50.0 50.0
Tinggi 100 50.0 50.0
Syukur dengan Lisan Rendah 77 38.5 38.5
Tinggi 123 61.5 61.5
Syukur dengan Perbuatan Rendah 112 56.0 56.0
Tinggi 88 44.0 44.0
Dari tabel di atas, ditemukan bahwa 50% dari total responden memiliki tingkat
rasa syukur dengan hati tinggi dan 50% responden memiliki tingkat rasa syukur
dengan hati rendah. Pada vaiabel syukur dengan lisan ditemukan bahwa 61.5%
dari total responden memiliki tingkat rasa syukur dengan lisan yang tinggi dan
38.5% responden memiliki tingkat rasa syukur dengan lisan rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat rasa syukur
dengan lisanyang paling dominan berada pada kategori tinggi. Sedangkan pada
rasa syukur dengan perbuatan ditemukan bahwa 44% dari total responden
memiliki tingkat rasa syukur dengan perbuatan tinggi dan 56% responden
memiliki tingkat rasa syukur dengan perbuatan rendah. Dapat disimpulkan bahwa
dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat rasa syukur dengan perbuatan
yang paling dominan berada pada kategori rendah.
96
1.3. Uji Hipotesis Penelitian
1.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 18.0. Dalam regresi, terdapat tiga hal yang
harus diperhatikan. Pertama, besaran R-Square untuk mengetahui berapa persen
(%) varians variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Kedua,
apakah secara keseluruhan variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Terakhir, memperhatikan signifikan tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing variabel independen.
Langkah pertama, peneliti melihat besaran R-Square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel
independen.
Untuk tabel R-Square dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9.
Tabel R-Square
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
dimension0
1 .667a .445 .419 6.93548
a. Predictors: (Constant), JK, KE5, KE2, RS2, KE1, RS1, KE3, RS3, KE4
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa diperoleh R-Square dengan nilai 0.445 atau
sebesar 44.5%.Artinya, proporsi varians dari psychological well-being yang
dijelaskan oleh semua variabel independen adalah sebesar 44.5%, sedangkan
55.5% sisanya dipengaruhi oleh variabellain di luar penelitian ini.
97
Langkah kedua, peneliti melakukan uji F untuk menganalisis pengaruh
dari keseluruhan variabel independen. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.10.
Anova pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7330.673 9 814.519 16.934 .000a
Residual 9139.160 190 48.101
Total 16469.833 199
a. Predictors: (Constant), JK, KE5, KE2, RS2, KE1, RS1, KE3, RS3, KE4
b. Dependent Variable: PWB
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada kolom paling kanan
adalah 0.000 atau p = 0.000 dengan nilai p < 0.05. Dengan demikian hipotesis
nihil yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari seluruh
variabel independen terhadap psychological well-being ditolak. Artinya, terdapat
pengaruh yang signifikan dari mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial, rasa syukur
dengan lisan, hati, perbuatan dan jenis kelamin terhadap psychological well-being
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-
masing IV. Jika sig < 0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti
variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
psychological well-being pada mahasiswa yang kuliah sambil kerja. Adapun
besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap
98
psychological well-being pada mahasiwa yang bekerja dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.11.
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.199 4.922 -.040 .968
KE1 .001 .066 .001 .014 .989
KE2 .135 .058 .134 2.337 .020
KE3 .222 .069 .225 3.241 .001
KE4 .096 .074 .096 1.308 .193
KE5 .159 .077 .149 2.057 .041
RS1 .297 .072 .298 4.145 .000
RS2 .165 .060 .174 2.760 .006
RS3 -.070 .073 -.068 -.947 .345
JK -.183 1.045 -.010 -.175 .861
a. Dependent Variable: PWB
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel di atas, dapat diketahui
persamaan regresi sebagai berkut: (*signifikan)
Psychological well-being = -0.199 + 0.001mengenali emosi diri +
0.135*mengelola emosi + 0.222*memotivasi diri + 0.096mengenali emosi orang
lain + 0.159*keterampilan sosial + 0.297*rasa syukur dengan hati + 0.165*rasa
syukur dengan lisan – 0.070rasa syukur dengan perbuatan - 0.183jenis kelamin
Dapat dilihat bahwa hanya koefisien regresi mengelola emosi, memotivasi
diri, keterampilan sosial, syukur dengan hati, dan syukur dengan lisan yang
99
sigifikan. Hal ini berarti dari sembilan hipotesis minor terdapat lima yang
signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing
independen variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel Mengenali Emosi Diri Sendiri (KE1)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .001 dengan signifikansi .993
(sig > 0.05),hal ini menunjukkan bahwa variabelmengenali emosi diri
sendiri pada kecerdasan emosi secara positif tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap psychological well-being.
2. Variabel Mengelola Emosi (KE2)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.135 dengan signifikansi
0.020 (sig < 0.05), hal ini menunjukkan bahwa variable mengelola
emosi pada kecerdasan emosi secara positif mempengaruhi secara
signifikan terhadap psychological well-being. Artinya semakin tinggi
variabel mengelola emosi maka semakin tinggi psychological well-
being.
3. Variabel Memotivasi Diri (KE3)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0. 222 dengan signifikansi
0.001 (sig < 0.05), hal ini menunjukkan bahwa variabel memotivasi
diri pada kecerdasan emosi secara positif mempengaruhi secara
signifikan terhadap psychological well-being. Artinya semakin tinggi
variabel memotivasi diri maka semakin tinggi psychological well-
being.
100
4. Variabel Mengenali Emosi Orang Lain (KE4)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.096 dengan signifikansi
0.195 (sig > 0.05), hal ini menunjukkan bahwa variabel mengenali
emosi orang lain pada kecerdasan emosi secara positif tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap psychological well-being.
5. Variabel Keterampilan Sosial (KE5)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.159 dengan signifikansi
0.038 (sig < 0.05), hal ini menunjukkan bahwa variable keterampilan
sosial pada kecerdasan emosi secara positif mempengaruhi secara
signifikan terhadap psychological well-being. Artinya semakin tinggi
variabel keterampilan sosial maka semakin tinggi pula psychological
well-being.
6. Variabel Syukur dengan Hati (RS1)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.297 dengan signifikansi
0.000 (sig < 0.05), hal ini menunjukkan bahwa variable syukur dengan
hati pada rasa syukur secara positif mempengaruhi secara signifikan
terhadap psychological well-being. Artinya semakin tinggi variabel
syukur dengan hati maka semakin tinggi pula psychological well-
being.
7. Variabel Syukur dengan Lisan (RS2)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.165 dengan signifikansi
0.006 (sig < 0.05), hal ini menunjukkan bahwa variable syukur dengan
lisan pada rasa syukur secara positif mempengaruhi secara signifikan
101
terhadap psychological well-being. Artinya semakin tinggi variabel
syukur dengan lisan maka semakin tinggi pula psychological well-
being.
8. Variabel Syukur dengan Perbuatan (RS3)
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.070 dengan signifikansi
0.338 (sig > 0.05), artinya variable syukur dengan perbuatan pada rasa
syukur secara negatif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap
psychological well-being.
9. Variabel Jenis Kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar –0.183 dengan signifikansi
0.891 (sig > 0.05), artinya variable jenis kelamin secara negatif tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap psychological well-being.
Koefisien regresi B merupakan koefisien regresi yang tidak terstandar
(unstandarized) dalam pengunaan skala yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
koefisien regresi B tidak dapat melihat koefisien regresi mana yang lebih tinggi
.Untuk dapat membandingkan koefisien regresi maka harus melihat koefisien
terstandar (standardized coefficient) beta. Dari koefisien beta ini, dapat dilihat
angka koefisien regresi mana yang menunjukkan pengaruh yang lebih kuat
terhadap variabel dependen.
Berdasarkan koefisien beta, urutan invariabel dependen yang memiliki
pengaruh dari yang paling kuat hingga yang paling lemah terhadap munculnya
psychological well-being pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja adalah:
102
1. Syukur dengan hati dengan nilai 0.298.
2. Memotivasi diri dengan nilai 0.225
3. Syukur dengan lisan dengan nilai 0.174
4. Keterampilan sosial dengan nilai 0.154
5. Mengelola emosi pada kecerdasan emosi dengan nilai 0.134
1.3.2. Pengujian Proporsi Varians Masing-masing Invariabel dependen
Selanjutnya, peneliti menjelaskan mengenai proporsi varians. Pengujian pada
tahapan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians
dari masing-masing variabel independen terhadap psychological well-being. Pada
tabel 4.12 kolom pertama adalah penambahan varians variabel dependen dari tiap
variabel independen yang dianalisis satu per satu tersebut, kolomkedua
merupakan nilai murni varians variabel dependen dari tiap variabel independen
yang dimasukkan secara satu per satu, kolom ketiga adalah nilai F hitung bagi
variabel independen yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi
variabel independen yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan
denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai variabel independen
pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah
yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih
besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikansi yang
akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proposi varians pada
psychological well-being dapat dilihat pada table 4.12.
103
Tabel 4.12
Kontribusi Varians Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
Model Summary
Model
R R Square
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
dimension0
1 .240a .058 .058 12.123 1 198 .001
2 .355b .126 .068 15.410 1 197 .000
3 .545c .298 .171 47.848 1 196 .000
4 .586d .343 .046 13.509 1 195 .000
5 .602e .363 .020 6.028 1 194 .015
6 .650f .423 .060 19.991 1 193 .000
7 .665g .442 .020 6.773 1 192 .010
8 .667h .445 .003 .922 1 191 .338
9 .667i .445 .000 .031 1 190 .861
a. Predictors: (Constant), KE1
b. Predictors: (Constant), KE1, KE2
c. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3
d. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4
e. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5
f. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1
g. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2
h. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2, RS3
i. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2, RS3, JK
Dari tabel di atas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel KE1 (mengenali emosi diri sendiri) memberikan sumbangan
sebesar 5,8% dalam varians psychological well-being. Sumbangan
tersebut signifikan secara statistik dengan F= 12.123 dan df1=1,
df2=198.
2. Variabel KE2 (mengelola emosi) memberikan sumbangan sebesar
6,8% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut
signifikan secara statistik dengan F= 15.410 dan df1=1, df2=197.
104
3. Variabel KE3 (memotivasi diri) memberikan sumbangan sebesar
17,1% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut
signifikan secara statistik dengan F= 47.848 dan df1=1, df2=196.
4. Variabel KE4 (mengenali emosi orang lain) memberikan sumbangan
sebesar 4,6% dalam varians psychological well-being. Sumbangan
tersebut signifikan secara statistik dengan F=13.509 dan df1=1,
df2=195.
5. Variabel KE5 (keterampilan sosial) memberikan sumbangan sebesar
2% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut
signifikan secara statistik dengan F=6.028 dan df1=1, df2=194.
6. Variabel RS1 (syukur dengan hati) memberikan sumbangan sebesar
6% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut
signifikan secara statistik dengan F= 19.991 dan df1=1,df2=193.
7. Variabel RS2 (syukur dengan lisan) memberikan sumbangan sebesar
2% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut
signifikan secara statistik dengan F=6.773 dan df1=1, df2=192.
8. Variabel RS3 (syukur dengan perbuatan) memberikan sumbangan
sebesar 0.3% dalam varians psychological well-being. Sumbangan
tersebut signifikan secara statistik dengan F=0.992 dan df=1, df2=191.
9. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0% dalam
varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan
secara statistik dengan F=0.031 dan df=1, df2=190.
105
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 5 variabel independen,
yaitu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri,
keterampilan sosial, syukur dengan hati dan syukur dengan lisan yang signifikan
sumbangannya terhadap psychological well-being, jika dilihat dari besarnya
pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan independen
variabel (sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dari kesembilan
independen variabel tersebut dilihat mana yang paling besar memberikan
sumbangan terhadap variabel dependen. Hal tersebut dapat diketahui dengan
melihat nilai R2change, semakin besar maka semakin banyak sumbangan yang
diberikan terhadap variabel dependen.
106
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti membahas kesimpulan dan diskusi berdasarkan hasil
penelitian yang telah diperoleh. Selain itu, juga akan diberikan saran dari segi
teoritis dan juga praktis untuk penelitian selanjutnya.
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
bahwa ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi dan rasa syukur terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Dari kelima aspek kecerdasan emosi, dimensi mengelola emosi,
memotivasi diri, dan keterampilan sosial yang berpengaruh signifikan terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil kerja dengan arah positif.
Dan dari ketiga aspek rasa syukur, dimensi syukur dengan hati dan lisan yang
berpengaruh signifikan terhadap munculnya psychological well-being mahasiswa
yang kuliah sambil kerja dengan arah positif.
Sedangkan variabel mengenali emosi diri dan orang lain, syukur dengan
perbuatan dan jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
107
5.2.Diskusi
Kecerdasan emosi mempengaruhi psychological well-being mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Shulman dan Hemenover (2006) yang menyatakan bahwa
seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan dapat mengontrol
lingkungannya karena mampunya mengontrol emosi negatif, mengarahkan pada
perasaan untuk penguasaan lingkungan hidup mereka dan memiliki psychological
well-being yang lebih baik (dalam Extremera, Aranda, Galam, & Salguero, 2011).
Variabel pertama yang mempengaruhi psychological well-being
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dalam penelitian ini adalah mengelola
emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengelola emosi memiliki pengaruh
yang signifikan dan secara positif terhadap psychological well-being mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja dengan konstribusi sebesar 6,8%. Semakin mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja tersebut mampu mengelola emosinya dengan baik
maka semakin tinggi psychological well-being-nya. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chiarrochu, Chan, Caputi & Robert (dalam
Petrides& Furnham, 2003) yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki
mampu mengelola emosinya dengan baik, maka orang tersebut akan mengalami
tekanan emosi yang lebih sedikit ketika berhadapan dengan keadaan yang
membuat mereka tertekan, individu tersebut akan lebih merasakan atau
mengalami emosi yang positif. Pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja,
pengelolaan emosi yang baik sangat diperlukan dalam psychological well-being
108
nya, karena dengan banyaknya tuntutan dan tanggung jawab yang dihadapi oleh
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut seringkali membuat emosinya
cenderung negatif. Dengan adanya pengelolaan emosi yang baik maka akan
membuat mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut lebih dapat mengatur
emosi negatif yang dihadapinya sehingga mahasiswa tersebut merasakan emosi
positif. Dengan kata lain, individu yang dapat mengelola emosinya dengan baik
mampu untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati,
temperamen, motivasi dan hasrat atau keinginan yang merupakan kunci
pengetahuan diri dan akan menuntun pada tingkah laku yang tepat untuk
menghadapi masalah atau kesulitan dalam menghadapi situasi yang dihadapi.
Selain itu, individu yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi lebih
memungkinkan untuk sukses dan sejahtera, karena individu ini bisa menghadapi
segala hal dalam situasi apapun.
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi psychological well-being
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja pada penelitian ini adalah memotivasi diri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memotivasi diri memiliki pengaruh yang
signifikan dan secara positif mempengaruhi psychological well-being mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja dengan konstribusi sebesar 17,1%. Semakin
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut dapat memotivasi diri sendiri
dengan baik maka semakin tinggi psychological well-being-nya. Salami (2010)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi
yang tinggi senantiasa akan memiliki kepuasan terhadap dirinya, kebahagiaan, dan
jauh dari perasaan depresi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Goleman
109
(2005), bahwa individu yang memiliki kemampuan memotivasi diri yang baik,
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati, serta memiliki perasaan motivasi yang positif. Pada mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja yang mampu memotivasi dirinya untuk tetap optimis
dan berusaha untuk menghadapi setiap tuntutan dan tanggung jawab mereka
apapun bentuknya, mereka pasti memiliki kepuasan terhadap dirinya dan perasaan
bahagia dalam menjalani kehidupan. Seseorang yang mampu memotivasi dirinya
dengan baik memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi
masalah yang sulit, terampil dan fleksibel dalam menemukan cara untuk mencapai
tujuan, mampu menyelesaikan masalah besar menjadi masalah kecil yang mudah
diatasi. Seseorang yang memiliki nilai motivasi diri yang tinggi memiliki
kepercayaan yang tinggi tentang dirinya. Hal ini biasanya ditandai dengan
perilaku menghargai diri sendiri, menerima berbagai kekurangan dan kelebihan
yang ia miliki, mampu menentukan segala sesuatu sendiri tanpa bergantung
dengan orang lain. Individu tersebut juga fleksibel sehingga mudah beradaptasi
dan terus berusaha menemukan cara untuk mencapai tujuannya termasuk mencoba
hal baru. Jadi ketika mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mampu memotivasi
dirinya dengan baik maka mahasiswa tersebut mampu mengarahkan dirinya.
Variabel kecerdasan emosi lain yang berpengaruh secara signifikan
terhadap psychological well-being dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial memiliki pengaruh yang
signifikan dan secara positif mempengaruhi psychological well-being mahasiswa
yang kuliah sambil bekerja dengan konstribusi sebesar 2%. Semakin tinggi
110
keterampilan sosial mahasiswa yang kuliah sambil bekerja maka semakin tinggi
psychological well-being-nya. Penelitian lain yang memperkuat hasil tersebut
adalah penelitian Wong, Wong dan Chau (2001) yang menyatakan bahwa
individu yang memiliki kecerdasan emosi akan merasakan hubungan yang lebih
baik dengan orang lain sehingga individu tersebut merasakan bahwa mereka lebih
mampu mengontrol lingkungan. Ini dikarenakan adanya kemampuan untuk
mengontrol emosi negatif yang dirasakan sehingga lebih sering mengalami emosi
positif yang membuat psychological well-being yang dimiliki lebih baik.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari kelima dimensi kecerdasan emosi,
mengenali emosi diri sendiri dan orang lain tidak mempengaruhi secara signifikan
psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, akan tetapi
walaupun tidak signifikan, kedua variabel ini memberikan pengaruh dan berarah
positif. Hasil yang diperoleh ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Adeyomo dan Adeleye (2008) yang menyatakan bahwa individu yang
memiliki skor tinggi dalam kecerdasan emosi tentunya memiliki psychological
well-being yang tinggi pula. Karena individu yang memiliki pengetahuan baik
mengenai emosi dapat mengenali emosi diri mereka sendiri dan orang lain,
sehingga memiliki adanya kesadaran diri yang sangat penting untuk penerimaan
diri yang merupakan salah satu dimensi dari psychological well-being. Hasil yang
tidak sesuai dengan penelitian tersebut bisa jadi disebabkan oleh rendahnya
pemahaman mereka terhadap emosi diri mereka sendiri dan orang lain. Hal ini
bisa dilihat dari hasil kategorisasi tingkat kecerdasan emosi yang ada pada tabel
111
4.7 yang menunjukkan sampel pada variabel mengenali emosi diri sendiri dan
orang lain berada pada kategori rendah.
Bukti bahwa rasa syukur mempengaruhi tingkat psychological well-being
secara signifikan adalah ditengah ketidakberdayaannya manusia selalu memiliki
kesempatan untuk melihat hidup secara lebih positif. Hal ini juga membuktikan
bahwa rasa syukur memang suatu hal yang bersifat subjektif, untuk bersyukur
tidak perlu menunggu mempunyai banyak harta atau membandingkan apa yang
kita dapatkan dengan yang orang lain dapatkan. Beryukur sebagai penghayatan
subjektif merupakan salah satu cara yang membawa kesejahteraan. Dengan
demikian jika mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dapat bersyukur mereka juga
memiliki potensi untuk menjadi sejahtera dapat dimiliki.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Emmons, McCullough
dan Tsang (2004), dalam menggali dan mengumpulkan data ilmiah tentang sifat,
penyebab dan konsekuen rasa syukur terhadap kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Menurut hasil penelitian tersebut rasa syukur merupakan faktor yang
terlupakan dalam penelitian tentang kebahagiaan. Menurut Emmons, McCullough
dan Tsang (2004), bersyukur adalah sebentuk manifestasi yang tidak bisa
dipisahkan dari standar moral. Bersyukur juga merupakan komponen integral dari
kesehatan, pelengkap kekurangan, dan kesejahteraan. Hasil penelitian mereka juga
mengatakan bahwa orang yang bersyukur memiliki tingkatan yang lebih tinggi
dalam emosi positif, kepuasan hidup, vitalitas, optimisme, dan lebih rendah dalam
tingkat depresi atau stres. Rasa syukur memperkaya rasa bahagia dalam tingkatan
112
yang lebih tinggi daripada turunnya emosi negatif. Syukur lebih membuat bahagia
daripada menghilangkan kesedihan.
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa bersyukur dapat mencegah emosi
yang melemahkan dan mencegah kondisi patologis (Bono, Emmons, &
McCullough, dalam Linley & Joseph, 2004). Salah satupenelitian yang
menunjukkan hal tersebut adalah penelitianyang dilakukan oleh Fredrickson,
Tugade, Waugh, dan Larkin (dalam Liney & Joseph, 2004). Penelitian tersebut
bertujuan untuk melihat frekuensi emosi positif dan negatif sebelum dan sesudah
peristiwa tragis 11 September 2011 di WTC, Amerika Serikat. Dari 20 emosi,
bersyukur ada pada urutan kedua emosi yang paling sering dialami. Ditemukan
bahwa emosi positif merupakan karakteristik penting yang dapat membantu
mengatasi peristiwa 11 September, dan bersyukur memiliki peran potensial dalam
intervensi yang dilakukan.
Dari ketiga variabel rasa syukur, hanya syukur dengan perbuatan yang
tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini mungkin saja dikarenakan item yang
digunakan untuk mengukur variabel syukur dengan perbuatan terlihat memiliki
social desirability yang cukup tinggi. Ini dapat dilihat dari item-item pada variabel
tersebut yang cukup banyak di-drop dibandingkan item-item pada variabel lain.
Kemudian variabel jenis kelamin juga tidak berpengaruh secara signifikan, hal ini
mungkin dikarenaka dikarenakan tidak adanya perbedaan antara perempuan dan
laki-laki dalam mempengaruhi psychological well-being.
113
5.3.Saran
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penelitian ini sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi
kekurangan dan keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis dan saran
praktis. Saran tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang
akan meneliti variabel dependen yang sama.
5.3.1. Saran Teoritis
Mempertimbangkan hasil penelitian ini yang menemukan bahwa pengaruh
kecerdasan emosi dan rasa syukur terhadap psychological well-being hanya
sebesar 44.5% maka bagi peneliti lain yang tertarik meneliti variabel dependen
yang sama agar melibatkan variabel independen lain yang mempengaruhi tingkat
psychological well-being selain kecerdasan emosi dan rasa syukur, seperti usia,
budaya, status sosial ekonomi, dan kepribadian. Dengan mempertimbangkan
variabel-variabel tersebut, diharapkan penelitian selanjutnya akan lebih
menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya.
5.3.2. Saran Praktis
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa mengelola emosi,
memotivasi diri dan keterampilan sosial pada kecerdasan emosi dan syukur
dengan hati dan lisan pada rasa syukur berkontribusi terhadap tingkat
psychological well-being pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, maka hasil
114
tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk mahasiswa yang kuliah sambil
bekerja untuk meningkatkan pemahaman mengenai emosi mereka seperti
mengikuti training-training, seminar mengenai kecerdasan emosi atau membaca
buku-buku mengenai peningkatan kecerdasan emosi karena kecerdasan emosional
merupakan sesuatu yang dapat diajarkan dan dapat dipelajari. Kemudian agar
lebih meningkatkan syukur dengan perbuatan seperti lebih giat lagi dalam bekerja
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT juga melakukan intervensi agar
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja ini dapat meningkatkan kekuatan-kekuatan
positif yang ada di dalam diri mereka dengan bersyukur. Intervensi dapat
dilakukan dalam bentuk ceramah keagamaan, seminar atau pelatihan mengenai
rasa syukur untuk meningkatkan psychological well-being-nya.
111
Daftar Pustaka
Adeyemo, D.A.& Adeleye, A.T. 2008. Emotional intelligence, religiosity
and self-efficacy as predictors of psychological well-being among
secondary school adolescents in Ogbomoso, Nigeria. Europes
Journal of Psychology February, 2005.
Al Fauzan, S.A. (2005). Indahnya bersyukur: Bagaimana meraihnya.
Bandung: Marja.
Ciarrochi, J., Chain, A.Y.C., Caputi,P., & Robert, R. (2001). Measuring
emotional intelligence.Inc.Ciarrochi, J.P. Forgas, & J.D.Mayer
(Eds), Emotional Intelligence in everyday life: a scientific inquiry
(pp.25-45). Philadelphia, PA: Psychology Press.
Emmons, R. A., & McCullough, M.E. (2003). Counting blessing versus
burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective
well-being in daily life. Journal of Personality and Social
Psychology. Vol. 84, No. 2, 377 – 389 .
Extremera, N., Aranda, D. R., Galan, P., & Salguero, J.M. (2011).
Emotional intelligence and its relation with hedonic and eudamonic
well-being: a prospective study, Personality and Individual
Difference, 51, 11-16
Goleman, D. (2000). Emotional intelligence. Inc. San Francisco,
CA:Jossey-Bass
Goleman, D. (2005). Emotional intelligence. New York: Bantam Books.
Hawwa, Said. (2002). Mensucikan Jiwa. Jakarta: Rabbani Press
Landa, J.M.A., Martos, M. P., & Zafra, E.L. (2010). Emotional
intelligence and personality traits as predictors of psychological
112
well-being in spanish undergraduates. Social Behaviour and
Personality. 38(6), 783-794
Linley, P.A., & Jospeh, S. (2004). Positive psychology in
practice;gratitude in practice and practice of gratitude. USA.
Makhdlori, Muhammad. (2007). Bersyukurlah maka engkau akan kaya:
metode cerdas meraih lapang hati dan rezeki berbasis energi dzikir
dan syukur. Jogjakarta: DIVA Press
McCullough, M.E., Emmons, R.A., & Tsang, J. (2002). The grateful
disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of
Personality and Social Psychology. Vol. 82, No. 1 , 112-127.
McCullough, M.E., Emmons, R.A., & Tsang, J. (2004). The grateful
disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of
Personality and Social Psychology. Vol. 82, No. 1 , 112-127.
Mujib, A., & Mudzakir, J. (2002). Nuansa-nuansa psikologi islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Panorama, M. M, Jdaitawi, T. (2011). Relationship between emotional
intelligence and work-family conflict of university staff in
Indonesia.
Petrides, K.V. & Furnham, A. (2003). Behavioral Validation in two
studies of emotion recognition and reactivity to mood induction.
European Journal of Personality. 17: 39–57
Raina, M., & Bakshi, A. (2013). Emotional intelligence predicts
eudamonic well-being. Journal of Humanities dan Social Science,
11 (3), 42-47
Ryan, R.M., & Deci, E.L. (2001). On happiness and human potentials: A
review of research on hedonic and eudamonic well-being. Annual
Review of Psychology, 52, 141 – 166.
113
Ryff, C.D. (1989). Happiness is everything, or is it? Exploration on the
meaning of psychological well–being, Journal of Personality and
Social Psychology. 57: 1069 – 1081.
Salami, S.O. (2010). Emotional intelligence, self efficacy, psychological
well-being and student’s attitudes implications for quality
education. European Journal of Educational Studies 2 (3).
Wong, C., Wong, P.,& Chau, S. (2001). Emotional intelligence, students
attitudes towards life and the attainment of education goals: An
exploratory study in Hongkong. New Horizon in Education. The
Journal of Education, Hongkong Teachers Association.
Wood, A. M., Joseph, S., & Maltby, J. (2009). Gratitude predicts
psychological well-being above the big five facets. Journal of
Personality and Individual Different. Vol. 46, No. 10, 443 – 447.
Assalamualaikum Wr. Wb
Salam Sejahtera
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya bermaksud mengadakan penelitian mengenai
mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan
dapat saya peroleh dengan adanya kerjasama Anda dalam mengisi data ini.
Penelitian ini menggunakan 3 buah skala. Dalam mengisi skala tidak ada jawaban yang salah.
Setiap orang memiliki jawaban yang berbeda, oleh karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai
dengan diri Anda dengan sejujur-jujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Semua
Jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian ini.
Bantuan Anda dalam menjawab pertanyaan pada skala ini merupakan bantuan yang amat besar dan
berarti bagi keberhasilan penelitian ini.
Atas perhatian dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Farhanah Murniasih
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial : Universitas :
Usia : Jurusan/Semester :
Jenis Kelamin : IPK :
Dalam seminggu saya bekerja ....... hari Agama :
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
..............................................................
(Nama/Inisial dan tanda tangan)
PETUNJUK
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan, lalu berilak tanda checklist (√) pada salah satu
pilihan jawaban yang paling mewakili keadaan diri Anda pada saat ini. Adapun pilihan
jawaban tersebut adalah :
SS : Sangat Sesuai
S : Sesuai
TS : Tidak Sesuai
STS : Sangat Tidak Sesuai
Contoh :
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa bahagia dengan kehidupan saya √
Skala 1
No Pernyataan STS TS S SS
1 Kesalahan di masa lalu membawa saya melakukan usaha-
usaha terbaik
2 Saya menikmati banyak hal yang terjadi tanpa ingin
merubahnya
3 Dalam banyak hal, saya merasa kecewa dengan prestasi
dalam hidup
4 Sikap saya terhadap diri sendiri, tidak sepositif sikap orang
lain terhadap diri mereka
5 Teman-teman menilai saya sebagai orang yang cuek
6 Saya senang berbagi cerita dengan teman dan anggota
keluarga
7 Orang – orang di sekitar menganggap saya sebagai
pendengar yang baik dan mau meluangkan waktu untuk
berbagi dengan mereka
8 Sedikit teman yang mau mendengarkan saat saya ingin
curhat
9 Saya berani menyampaikan pendapat dalam forum diskusi
meskipun bertentangan dengan pendapat kebanyakan
orang
10 Keputusan yang saya ambil umumnya tidak dipengaruhi
orang lain
11 Saya mencemaskan pendapat orang lain tentang saya
12 Sulit bagi saya mengemukakan pendapat ketika ada diskusi
13 Saya adalah orang yang aktif dalam merencanakan hidup
14 Saya senang membuat rencana untuk masa depan dan
berusaha mewujudkannya
15 Saya mengerjakan sesuatu tanpa ada tujuan
16 Saya merasa lelah melakukan semua hal yang harus
dilakukan dalam hidup
17 Saya merasa perlu untuk memiliki pengalaman baru yang
menantang seperti yang orang lain pikirkan
18 Saya tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang memperluas
wawasan
19 Hidup saya sudah berjalan dengan baik sesuai dengan apa
adanya tanpa ingin mencoba cara/hal baru untuk
merubahnya
20 Saya sulit mengubah kebiasaan-kebiasaan lama saya
dengan kebiasaan / pengalaman yang baru
21 Saya mampu mengelola tanggung jawab dengan baik
dalam kehidupan sehari-hari
22 Saya bisa menyesuaikan segala kebutuhan yang harus
dikerjakan karena mampu mengatur waktu antara kuliah
dan bekerja
23 Saya sulit menyesuaikan diri dengan orang lain dan
lingkungan sekitar
24 Saya merasa kewalahan dengan tanggung jawab yang
dihadapi
25 Saya kesulitan dalam mengatur hidup sesuai dengan yang
diinginkan
Skala 2
No Pernyataan STS TS S SS
1 Jantung berdetak kencang, menandakan bahwa saya
marah
2 Saya senang berbagi perasaan bahagia dengan teman saya
3 Saya bingung dengan perubahan yang terjadi dalam diri
4 Saya sulit merasakan perasaan yang datang tiba-tiba
5 Saya mengetahui hal-hal yang membuat saya sedih
6 Saya mengetahui hal-hal yang dapat membuat saya
senang
7 Saya mampu memahami penyebab saya marah
8 Saya sulit memahami mengapa saya kecewa
9 Saya berusaha meyakinkan diri untuk tenang ketika berada
dalam kesulitan
10 Saya mampu menenangkan diri ketika dalam keadaan kesal
11 Saya mampu menahan marah ketika dibuat kesal oleh
teman
12 Saya sulit menahan marah ketika dibuat kesal oleh teman
13 Di dalam kesulitan yang sedang dihadapi, saya berusaha
tenang
14 Saya mudah melepaskan diri dari perasaan kecewa, sedih
atau marah yang berlarut-larut
15 Ketika sedang dalam keadaan kesal, semua orang di sekitar
akan saya marahi
16 Saya memendam kesedihan, kekecewaan atau kemarahan
dalam diri
17 Walau hambatan menghadang, saya selalu memacu
semangat untuk berhasil
18 Saya berani dalam membuat setiap keputusan
19 Saya takut sekali akan kegagalan
20 Saya pesimis dalam menghadapi kesulitan
21 Di dalam kesulitan yang sedang dihadapi, saya tetap
optimis
22 Saya mampu memotivasi diri untuk pencapaian hasil yang
terbaik
23 Ketika sedang sedih, saya tidak bisa berbuat apa-apa
24 Saya sulit bangkit setelah mengalami kegagalan
25 Saya tahu apa yang teman saya rasakan hanya dengan
melihat mereka
26 Saya mampu menghayati kesedihan yang dirasakan orang
lain
27 Sulit bagi saya memahami orang lain
28 Saya kurang memperdulikan perasaan orang lain
29 Saya mendengar dengan penuh perhatian, bila teman
sedang berbicara
30 Saya mendengarkan dengan antusias ketika teman
bercerita tentang masalahnya
31 Saya senang memotong pembicaraan teman yang sedang
bercerita
32 Saya sulit mendengar dengan penuh perhatian bila orang
lain sedang berbicara
33 Saya menyukai setiap orang yang saya jumpai
34 Saya mudah bergaul dengan orang baru
35 Menunjukkan perasaan saya kepada orang lain bukanlah
hal yang penting bagi saya
36 Saya merasa gelisah ketika bertemu dengan orang yang
tidak dikenal
37 Saya mendahulukan kepentingan teman daripada
kepentingan pribadi
38 Saya senang menolong teman yang membutuhkan
pertolongan
39 Saya mengutamakan kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum
40 Saya cuek dengan masalah sosial di masyarakat
Skala 3
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya senang dengan segala yang ada saat ini
2 Keberhasilan yang saya dapat adalah pemberian dari Allah
3 Saya menikmati pekerjaan dengan senang hati
4 Ketika mendapat nikmat, saya terima dengan perasaan
senang
5 Saya yakin musibah yang terjadi pada saya memiliki hikmah
yang positif
6 Saya merasa senang apapun pemberian Allah pada diri
sendiri
7 Saya merasa kecewa ketika mendapat musibah
8 Musibah yang terjadi pada saya merupakan teguran dari
Allah
9 Saya mengucapkan alhamdulillah, ketika mendapatkan nilai
A
10 Saya senang mengajarkan teman yang mengalami kesulitan
memahami perkuliahan
11 Saya mengeluh ketika apa yang didapatkan tidak sesuai
dengan keinginan
12 Mengucapkan alhamdulillah bukanlah suatu kebiasaan
saya ketika mendapatkan nikmat
13 Berdoa setiap sebelum melakukan pekerjaan merupakan
suatu kebiasaan saya di tempat kerja
14 Walaupun sibuk, saya meluangkan waktu untuk membaca
Al Qur’an setiap hari
15 Saya menjadi malas meluangkan waktu untuk berdzikir
16 Kegiatan yang padat membuat saya meninggalkan
kebiasaan berdzikir
17 Walaupun sibuk, saya tetap menjalankan shalat wajib
18 Saya senang membantu teman yang membutuhkan
pertolongan
19 Saya senang berfoya-foya
20 Pekerjaan yang menumpuk membuat saya meninggalkan
shalat
21 Sekalipun biasa-biasa saja, saya merasa beruntung memiliki
pekerjaan dibandingkan dengan teman lain
22 Saya melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh
23 Menolong teman yang membutuhkan hanya membuang-
buang waktu saja bagi saya
24 Menyisihkan sebagian uang untuk bersedekah bukanlah
suatu hal yang biasa saya lakukan
ITEM10.34
ITEM28.46
ITEM37.90
ITEM40.82
DV1 0.00
Chi-Square=1.33, df=1, P-value=0.24923, RMSEA=0.041
2.07
1.87
1.91
1.99
PSYCHOLOGICAL WELL BEING
SYNTAX DIMENSI PENERIMAAN DIRI UJI VALIDITAS PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DA NI =25 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM7 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI = dv2.cor SE 1 2 3 4/ MO NX = 4 NK = 1 TD = SY lx=fr LK DV1 fr lx 1 - lx 4 fr td 4 1 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI PENERIMAAN DIRI
PATH DIAGRAM
ITEM58.60
ITEM67.76
ITEM72.44
ITEM89.45
DV2 0.00
Chi-Square=0.60, df=1, P-value=0.43886, RMSEA=0.000
2.96
3.54
4.16
2.09
SYNTAX DIMENSI HUBUNGAN POSITIF DENGAN ORANG LAIN UJI VALIDITAS PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DA NI =25 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM7 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI = dv2.cor SE 5 6 7 8 / MO NX = 4 NK = 1 TD = SY, FI LK DV2 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 4 1 PD OU AD = OFF IT = 1000 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI HUBUNGAN POSITIF DENGAN ORANG LAIN
ITEM96.37
ITEM109.97
ITEM119.33
ITEM12-0.50
DV3 0.00
Chi-Square=0.35, df=1, P-value=0.55157, RMSEA=0.000
3.33
1.92
2.71
3.86
SYNTAX DIMENSI OTONOMI UJI VALIDITAS PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DA NI =25 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM7 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI = dv2.cor SE 9 10 11 12/ MO NX = 4 NK = 1 TD = SY, FI LK DV3 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 2 1 PD OU AD = OFF IT = 1000 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI OTONOMI
ITEM139.94
ITEM148.79
ITEM15-1.31
ITEM168.01
DV4 0.00
Chi-Square=0.28, df=1, P-value=0.59936, RMSEA=0.000
2.92
3.23
4.40
3.42
SYNTAX DIMENSI PENGUASAAN LINGKUNGAN UJI VALIDITAS PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DA NI=4 NO= 200 MA=KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM7 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI = dv2.cor SE 9 10 11 12/ MO NX = 4 NK = 1 TD = SY, FI LK DV2 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 FR TD 2 1 PD OU AD = OFF IT = 1000 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM PENGUASAAN LINGKUNGAN
ITEM175.70
ITEM180.88
ITEM199.26
ITEM209.97
DV5 0.00
Chi-Square=3.07, df=2, P-value=0.21550, RMSEA=0.052
6.04
7.12
4.45
0.61
SYNTAX DIMENSI TUJUAN HIDUP UJI VALIDITAS PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DA NI =25 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM7 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI = dv2.cor SE 17 18 19 20/ MO NX = 4 NK = 1 TD = SY lx=fr LK DV1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI TUJUAN HIDUP
ITEM219.45
ITEM229.56
ITEM235.99
ITEM245.34
ITEM258.31
DV6 0.00
Chi-Square=6.09, df=4, P-value=0.19278, RMSEA=0.051
5.61
4.99
11.27
11.71
9.00
SYNTAX DIMENSI PERTUMBUHAN PRIBADI UJI VALIDITAS PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DA NI =25 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM7 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI = dv2.cor SE 1 2 3 4/ MO NX = 4 NK = 1 TD = SY lx=fr LK DV1 fr lx 1 - lx 4 fr td 4 1 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI PERTUMBUHAN PRIBADI
ITEM19.98
ITEM29.40
ITEM310.07
ITEM49.76
ITEM58.08
ITEM6-0.00
ITEM79.84
ITEM89.97
KE1 0.00
Chi-Square=17.22, df=10, P-value=0.06961, RMSEA=0.060
2.64
6.36
-0.44
-1.28
7.84
11.55
4.50
2.17
KECERDASAN EMOSI
SYNTAX DIMENSI MENGENALI EMOSI DIRI SENDIRI UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI DA NI =40 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37 ITEM38 ITEM39 ITEM40 PM SY FI = KE.cor SE 1 2 3 4 5 6 7 8/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK KE1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 8 7 TD 4 3 TD 5 1 TD 7 3 TD 7 4 TD 8 3 TD 6 3 TD 8 4 TD 6 4 TD 3 1 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI MENGENALI EMOSI DIRI SENDIRI
ITEM98.65
ITEM103.52
ITEM119.55
ITEM129.76
ITEM138.26
ITEM148.77
ITEM159.59
ITEM169.95
KE2 0.00
Chi-Square=16.35, df=13, P-value=0.23066, RMSEA=0.036
7.14
10.92
4.65
3.37
7.85
6.86
4.25
-0.63
SYNTAX DIMENSI MENGELOLA EMOSI
UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI DA NI =40 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37 ITEM38 ITEM39 ITEM40 PM SY FI = KE.cor SE 9 10 11 12 13 14 15 16/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK KE2 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 4 3 TD 7 4 TD 5 1 TD 7 6 TD 7 3 TD 8 7 TD 8 2 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI MENGELOLA EMOSI
ITEM179.19
ITEM189.73
ITEM197.99
ITEM2010.01
ITEM214.28
ITEM226.55
ITEM239.88
ITEM2410.43
KE3 0.00
Chi-Square=11.84, df=10, P-value=0.29621, RMSEA=0.030
10.03
9.57
5.16
7.42
16.27
14.80
8.20
8.49
SYNTAX DIMENSI MEMOTIVASI DIRI
UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI DA NI =40 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37 ITEM38 ITEM39 ITEM40 PM SY FI = KE.cor SE 17 18 19 20 21 22 23 24/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK KE3 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 8 7 TD 7 1 TD 8 2 TD 8 4 TD 8 1 TD 7 4 TD 6 4 TD 5 3 TD 6 3 TD 3 1 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI MEMOTIVASI DIRI
ITEM259.67
ITEM269.76
ITEM278.74
ITEM285.29
ITEM299.21
ITEM309.29
ITEM319.19
ITEM328.84
KE4 0.00
Chi-Square=18.91, df=12, P-value=0.09078, RMSEA=0.054
6.50
6.56
10.69
15.01
9.45
8.63
8.89
9.75
SYNTAX DIMENSI MENGENALI EMOSI ORANG LAIN UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI DA NI =40 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37 ITEM38 ITEM39 ITEM40 PM SY FI = KE.cor SE 25 26 27 28 29 30 31 32/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK KE4 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 6 5 TD 2 1 TD 3 2 TD 8 2 TD 8 1 TD 5 3 TD 5 1 TD 7 1 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI MENGENALI EMOSI ORANG LAIN
SYNTAX DIMENSI MEMBINA HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI DA NI =40 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26 ITEM27 ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32 ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37 ITEM38 ITEM39 ITEM40 PM SY FI = KE.cor SE 33 34 35 36 37 38 39 40/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK KE5 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 7 1 TD 5 4 TD 7 2 TD 2 1 TD 5 1 TD 4 1 TD 8 7 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI MEMBINA HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN
ITEM339.18
ITEM348.76
ITEM359.97
ITEM369.09
ITEM379.21
ITEM387.58
ITEM395.68
ITEM407.84
KE5 0.00
Chi-Square=19.03, df=13, P-value=0.12221, RMSEA=0.048
4.39
6.45
0.42
6.44
6.05
9.99
10.06
7.99
ITEM18.95
ITEM28.21
ITEM39.47
ITEM45.06
ITEM58.10
ITEM69.11
ITEM79.91
ITEM89.97
RS1 0.00
Chi-Square=20.47, df=17, P-value=0.25103, RMSEA=0.032
8.39
13.40
9.51
15.43
13.45
10.74
3.83
-0.39
RASA SYUKUR
SYNTAX DIMENSI SYUKUR DENGAN HATI
UJI VALIDITAS RASA SYUKUR DA NI =24 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 PM SY FI = RS.cor SE 1 2 3 4 5 6 7 8/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK RS1 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 8 7 TD 4 1 TD 6 5 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI SYUKUR DENGAN HATI
ITEM910.56
ITEM109.99
ITEM1110.33
ITEM1210.11
ITEM138.57
ITEM1410.39
ITEM15-3.24
ITEM166.97
RS2 0.00
Chi-Square=16.07, df=11, P-value=0.13857, RMSEA=0.048
4.57
-1.01
5.76
5.53
4.64
6.88
16.49
9.62
SYNTAX DIMENSI SYUKUR DENGAN LISAN UJI VALIDITAS RASA SYUKUR DA NI =24 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 PM SY FI = RS.cor SE 9 10 11 12 13 14 15 16/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK RS2 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 2 1 TD 7 5 TD 8 6 TD 5 2 TD 5 1 TD 4 1 TD 8 3 TD 3 1 TD 5 4 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM DIMENSI SYUKUR DENGAN LISAN
ITEM178.46
ITEM186.62
ITEM197.17
ITEM2010.89
ITEM218.91
ITEM229.61
ITEM238.39
ITEM249.66
RS3 0.00
Chi-Square=18.38, df=12, P-value=0.10474, RMSEA=0.052
9.69
11.39
8.57
4.31
8.18
7.53
10.03
6.34
SYNTAX DIMENSI SYUKUR DENGAN PERBUATAN UJI VALIDITAS RASA SYUKUR DA NI =24 NO = 200 MA = KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 PM SY FI = RS.cor SE 17 18 19 20 21 22 23 24/ MO NX = 8 NK = 1 TD = SY,FI LK RS3 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 FR TD 4 1 TD 8 7 TD 7 4 TD 6 2 TD 4 3 TD 5 3 TD 3 2 TD 6 5 PD OU AD = OFF IT = 500 FS TV MI SS
PATH DIAGRAM SYUKUR DENGAN PERBUATAN
ANALISIS REGRESI VARIABEL PENELITIAN
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
dimension0
1 RS3, KE2, KE1, KE5, RS2, KE3, RS1, KE4a . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PWB
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
dimension0
1 .667a .445 .422 6.91786
a. Predictors: (Constant), RS3, KE2, KE1, KE5, RS2, KE3, RS1, KE4
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7329.194 8 916.149 19.144 .000a
Residual 9140.639 191 47.857
Total 16469.833 199
a. Predictors: (Constant), RS3, KE2, KE1, KE5, RS2, KE3, RS1, KE4
b. Dependent Variable: PWB
OUTPUT REGRESI
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.263 4.896 -.054 .957
KE1 .001 .066 .001 .009 .993
KE2 .135 .058 .134 2.344 .020
KE3 .223 .068 .225 3.254 .001
KE4 .095 .073 .095 1.301 .195
KE5 .160 .077 .150 2.087 .038
RS1 .296 .071 .298 4.152 .000
RS2 .165 .060 .174 2.766 .006
RS3 -.070 .073 -.069 -.960 .338
a. Dependent Variable: PWB
PENGUJIAN PROPORSI VARIANS MASING-MASING INDEPENDENT VARIABLE Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
dimension0
1 KE1a . Enter
2 KE2a . Enter
3 KE3a . Enter
4 KE4a . Enter
5 KE5a . Enter
6 RS1a . Enter
7 RS2a . Enter
8 RS3a . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PWB
Model Summary
Model
R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
dimension0
1 .240a .058 .053 8.85334 .058 12.123 1 198 .001
2 .355b .126 .117 8.54777 .068 15.410 1 197 .000
3 .545c .298 .287 7.68292 .171 47.848 1 196 .000
4 .586d .343 .330 7.44889 .046 13.509 1 195 .000
5 .602e .363 .346 7.35467 .020 6.028 1 194 .015
6 .650f .423 .405 7.01914 .060 19.991 1 193 .000
7 .665g .442 .422 6.91645 .020 6.773 1 192 .010
8 .667h .445 .422 6.91786 .003 .922 1 191 .338
a. Predictors: (Constant), KE1
b. Predictors: (Constant), KE1, KE2
c. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3
d. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4
e. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5
f. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1
g. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2
h. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2, RS3
ANOVAi
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 950.255 1 950.255 12.123 .001a
Residual 15519.578 198 78.382
Total 16469.833 199
2 Regression 2076.166 2 1038.083 14.208 .000b
Residual 14393.667 197 73.064
Total 16469.833 199
3 Regression 4900.500 3 1633.500 27.674 .000c
Residual 11569.333 196 59.027
Total 16469.833 199
4 Regression 5650.057 4 1412.514 25.457 .000d
Residual 10819.776 195 55.486
Total 16469.833 199
5 Regression 5976.133 5 1195.227 22.096 .000e
Residual 10493.700 194 54.091
Total 16469.833 199
6 Regression 6961.049 6 1160.175 23.548 .000f
Residual 9508.784 193 49.268
Total 16469.833 199
7 Regression 7285.062 7 1040.723 21.755 .000g
Residual 9184.771 192 47.837
Total 16469.833 199
8 Regression 7329.194 8 916.149 19.144 .000h
Residual 9140.639 191 47.857
Total 16469.833 199
a. Predictors: (Constant), KE1
b. Predictors: (Constant), KE1, KE2
c. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3
d. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4
e. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5
f. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1
g. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2
h. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2, RS3
i. Dependent Variable: PWB
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 37.463 3.655 10.250 .000
KE1 .251 .072 .240 3.482 .001
2 (Constant) 25.663 4.635 5.536 .000
KE1 .221 .070 .211 3.154 .002
KE2 .266 .068 .263 3.926 .000
3 (Constant) 16.685 4.364 3.823 .000
KE1 .054 .067 .052 .808 .420
KE2 .155 .063 .154 2.468 .014
KE3 .456 .066 .461 6.917 .000
4 (Constant) 11.576 4.453 2.599 .010
KE1 .002 .067 .002 .026 .980
KE2 .151 .061 .150 2.480 .014
KE3 .372 .068 .375 5.465 .000
KE4 .244 .066 .243 3.675 .000
5 (Constant) 8.036 4.627 1.737 .084
KE1 -.004 .066 -.004 -.067 .947
KE2 .170 .061 .168 2.799 .006
KE3 .330 .069 .333 4.757 .000
KE4 .145 .077 .144 1.881 .061
KE5 .199 .081 .187 2.455 .015
6 (Constant) 5.165 4.463 1.157 .249
KE1 -.050 .064 -.048 -.790 .430
KE2 .145 .058 .144 2.493 .014
KE3 .239 .069 .242 3.461 .001
KE4 .100 .074 .100 1.352 .178
KE5 .168 .078 .157 2.154 .033
RS1 .295 .066 .297 4.471 .000
7 (Constant) -.415 4.892 -.085 .932
KE1 -.009 .065 -.009 -.144 .886
KE2 .132 .058 .131 2.294 .023
KE3 .224 .068 .226 3.267 .001
KE4 .090 .073 .090 1.237 .218
KE5 .160 .077 .151 2.092 .038
RS1 .270 .066 .271 4.101 .000
RS2 .142 .054 .149 2.603 .010
8 (Constant) -.263 4.896 -.054 .957
KE1 .001 .066 .001 .009 .993
KE2 .135 .058 .134 2.344 .020
KE3 .223 .068 .225 3.254 .001
KE4 .095 .073 .095 1.301 .195
KE5 .160 .077 .150 2.087 .038
RS1 .296 .071 .298 4.152 .000
RS2 .165 .060 .174 2.766 .006
RS3 -.070 .073 -.069 -.960 .338
a. Dependent Variable: PWB
Excluded Variablesh
Model
Beta In t Sig. Partial Correlation
Collinearity
Statistics
Tolerance
1 KE2 .263a 3.926 .000 .269 .988
KE3 .503a 7.701 .000 .481 .862
KE4 .390a 5.730 .000 .378 .884
KE5 .392a 5.898 .000 .387 .919
RS1 .507a 7.866 .000 .489 .876
RS2 .321a 4.881 .000 .328 .986
RS3 .298a 4.366 .000 .297 .935
2 KE3 .461b 6.917 .000 .443 .806
KE4 .365b 5.487 .000 .365 .874
KE5 .390b 6.110 .000 .400 .919
RS1 .472b 7.342 .000 .464 .847
RS2 .288b 4.449 .000 .303 .964
RS3 .259b 3.823 .000 .263 .906
3 KE4 .243c 3.675 .000 .255 .773
KE5 .262c 4.017 .000 .276 .781
RS1 .349c 5.261 .000 .353 .717
RS2 .213c 3.515 .001 .244 .925
RS3 .166c 2.609 .010 .184 .857
4 KE5 .187d 2.455 .015 .174 .566
RS1 .310d 4.644 .000 .316 .685
RS2 .190d 3.204 .002 .224 .914
RS3 .128d 2.028 .044 .144 .828
5 RS1 .297e 4.471 .000 .306 .680
RS2 .183e 3.122 .002 .219 .911
RS3 .121e 1.937 .054 .138 .826
6 RS2 .149f 2.603 .010 .185 .891
RS3 .013f .204 .839 .015 .688
7 RS3 -.069g -.960 .338 -.069 .569
a. Predictors in the Model: (Constant), KE1
b. Predictors in the Model: (Constant), KE1, KE2
c. Predictors in the Model: (Constant), KE1, KE2, KE3
d. Predictors in the Model: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4
e. Predictors in the Model: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5
f. Predictors in the Model: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1
g. Predictors in the Model: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2
h. Dependent Variable: PWB