25
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana- prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) : No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI); No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL); No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL; No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah; No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan; No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan; No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian; No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya. Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan SMA adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan 1

Penetapan KKM Kur KTSP

Embed Size (px)

Citation preview

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

BAB I BAB I PENDAHULUANPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) : • No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI); • No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL);• No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL;• No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah; • No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; • No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru; • No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan; • No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan; • No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian; • No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan• No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya.

Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan SMA adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum.

Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan

1

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Menengah dijelaskan bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum.

Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; Analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.

Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.

Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat memberikan informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan di satuan pendidikan.

B. Tujuan

Penyusunan panduan ini bertujuan untuk:1. Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan analisis terhadap hasil belajar yang dicapai;

2. Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang optimal sehingga meningkat secara bertahap;

3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.

2

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

BAB IIBAB II PENGERTIAN DAN FUNGSI PENGERTIAN DAN FUNGSI

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal

Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.

Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.

Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.

Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.

B. Fungsi Kriteria Ketuntasan MinimalFungsi kriteria ketuntasan minimal:

3

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;

2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;

3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah;

4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;

5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.

4

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

BAB IIIMEKANISME PENETAPAN KKM

A. Prinsip Penetapan KKM

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;

2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi

3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;

4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;

5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;

6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;

7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal.

B. Langkah-Langkah Penetapan KKMPenetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:

1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut:

5

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;

2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;

3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;

4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik.

C. Penentuan Kriteria Ketuntasan MinimalHal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah:1. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi

dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut:a. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan

pada peserta didik;b. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang

bervariasi;c. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang

diajarkan;d. peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;e. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;f. peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian

tugas/pekerjaan;g. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena

memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;

h. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar.

Contoh 1. SK 2. : Memahami hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam

perhitungan kimia (stoikiometri)KD 2.2 : Membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukum-

hukum dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia

Indikator : Menentukan pereaksi pembatas dalam suatu reaksi

6

KKMIndikator

KKMIndikator

KKMKD

KKMKD

KKMSK

KKMSK

KKMMP

KKMMP

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Indikator ini memiliki kompleksitas yang tinggi, karena untuk menentukan pereaksi pembatas diperlukan beberapa tahap pemahaman/penalaran peserta didik dalam perhitungan kimia. Contoh 2. SK 1. : Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan

kimiaKD 1.1. : Memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-

sifat unsur, massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel periodik serta menyadari keteraturannya, melalui pemahaman konfigurasi elektron

Indikator : Menentukan konfigurasi elektron berdasarkan tabel periodik atau nomor atom unsur.

Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena tidak memerlukan tahapan berpikir/penalaran yang tinggi.

2. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah. a. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan

kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran;

b. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah.

Contoh: SK 3. : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri

KD 3.3 : Menjelaskan keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan percobaan

Indikator : Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan, dan volume pada pergeseran keseimbangan melalui percobaan.

Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik.

3. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang bersangkutanPenetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.Contoh penetapan KKMUntuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian yang disepakati oleh guru mata pelajaran. Contoh:

Aspek yang dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian

KompleksitasTinggi< 65

Sedang65-79

Rendah80-100

Daya DukungTinggi80-100

Sedang65-79

Rendah<65

Intake siswaTinggi80-100

Sedang65-79

Rendah<65

7

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan.

Aspek yang dianalisis Kriteria penskoran

Kompleksitas Tinggi1

Sedang2

Rendah3

Daya Dukung Tinggi3

Sedang2

Rendah1

Intake siswa Tinggi3

Sedang2

Rendah1

Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:

1 + 3 + 2 x 100 = 66,7

9

Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.

Contoh:

PENENTUAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL PER KD DAN INDIKATOR

Mata Pelajaran : KIMIAKelas/semester : X/2Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit,

serta reaksi oksidasi-reduksi

Kompetensi Dasar/Indikator

Kriteria Pencapaian Ketuntasan Belajar Siswa

(KD/Indikator)

Kriteria Ketuntasan

MinimalKomplek

SitasDaya

dukung Intake Penget Praktik

3.1. Mengidentifikasi sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit berdasarkan data hasil percobaana. Menyimpulkan gejala-gejala

hantaran arus listrik dalam berbagai larutan berdasarkan hasil pengamatan.

b. Mengelompokkan larutan kedalam larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.

c. Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan arus listrik.

d. Menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar

Rendah(80)

Sedang(70)

Tinggi(65)

Tinggi(65)

Tinggi(80)

Tinggi(80)

Tinggi(80)

Tinggi(80)

Sedang(70)

Sedang(70)

Rendah(65)

Rendah(65)

72

76,6

73,3

70

70

72

Nilai KKM KD merupakan angka bulat, maka nilai KKM 72,47 dibulatkan menjadi 72.

8

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Mata Pelajaran : KIMIAKelas/semester : X/2Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit,

serta reaksi oksidasi-reduksi

Kompetensi Dasar/Indikator

Kriteria Pencapaian Ketuntasan Belajar Siswa

(KD/Indikator)

Kriteria Ketuntasan

MinimalKomplek

sitasDaya

dukung Intake PPK Praktik

3.1. Mengidentifikasi sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit berdasarkan data hasil percobaana. Menyimpulkan gejala-gejala

hantaran arus listrik dalam berbagai larutan berdasarkan hasil pengamatan.

b. Mengelompokkan larutan kedalam larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya.

c. Menjelaskan penyebab kemampuan larutan elektrolit menghantarkan arus listrik.

d. Menjelaskan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar

Rendah(3)

Sedang(2)

Tinggi(1)

Tinggi(1)

Tinggi(3)

Tinggi(3)

Tinggi(3)

Tinggi(3)

Sedang(2)

Sedang(2)

Rendah(2)

Rendah(2)

75

88,9

77,8

66,7

66,7

75

Catatan: hasil rata-rata dari indikator merupakan nilai KKM untuk KD

9

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

BAB IVANALISIS KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL

sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya.

Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas X, XI, atau XII terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain:

1. KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;

2. KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;

3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI, atau XII.

Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta didik per mata pelajaran.

Contoh FORMAT

ANALISIS PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR PESERTA DIDIK PER KD

Nama Sekolah :Mata pelajaran :Kelas/semester :

No

Nama Siswa

KKM

Pencapaian Ketuntasan Belajar Peserta Didik/KDSK 1 SK 2 SK 3KD KD KD

1.1 1.2 dst 2.1 2.2 dst 3.1 3.2 dst

….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. …..

1

2

3

4

5

dst

Rata-rata

Ketuntasan belajar (dalam %)

≤ 49

10

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Frek

wen

si

jm

l sis

wa

50-74

75-100

≥ KKM sekolah

REKAPITULASI PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR MINIMAL SEKOLAH

Nama sekolah :Mata pelajaran :Kelas :Kondisi bulan :

No SK No KDKKM Tingkat KKM sekolah Tingkat KKM pencapaian

Sekolah pencapaian maks rerata min maks rerata Min

SK1KD.1.1 70.00 75.00

75 72,5 70 80 77,5 75KD 1.2 75.00 80.00

SK 2

KD 2.1 75.00 70.00

75 70 65 70 69 67KD 2.2 70.00 70.00

KD 2.3 65.00 67.00

dst

11

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

DAFTAR PUSTAKA

Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing behavioral objective. New York: David Mc Key Company.

Mardapi, Dj. dan Ghofur, A, (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Fokus Media.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta, 2006.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta, 2006.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Popham,W.J., (1999). Classroon Asessment: What teachers need to know. Mass: Allyn-Bacon.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Fokus Media.

12

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

CHAPTER I INTRODUCTION

A. Background

Government policies in education has rolled to the enactment of Government Regulation Number 19 Year 2005 on National Education Standards (SNP) covering the content standards, process standards, competency standards, standards of educators and education personnel, infrastructure standards, standards of management, finance standards , and standard of educational assessment.

Follow-up of the SNP is the enactment of the Minister of National Education (the game): • No. 22 year 2006 about Content Standards (SI); • No. 23 of 2006 on Graduate Competency Standards (SKL); • No. 24 years of 2006 and No. 6 of 2007 on the Implementation of SI and SKL; • No. 12 year 2007 on the Supervision of Standards of School / Madrasah; • No. 13 of 2007 on the Standard Principal / Madrasah; • No. 16 year 2007 on the Standards of Academic Qualifications and Competencies Teachers; • No. 18 year 2007 regarding the Certification of Teachers; • No. 19 year 2007 about the Management Standards; • No. 20 year 2007 on the Standard Assessment; • No. 24 year 2007 on the Standard Equipment; and • No. 41 of 2007 on the Standard Process. Law no. 20 of 2003 on National Education System and PP. 19 year 2005 on National Education Standards mandate that the curriculum at the level of Elementary and Secondary Education developed by each educational unit. The government no longer set a national curriculum as in the previous period. Education unit must develop its own curriculum in accordance with the characteristics and needs and potential learners, society and environment.

Different Regulation of the Minister of Education relating to the National Education Standards is a reference and guidance in developing, implementing, evaluating its appropriateness, and follow up results of the evaluation Education Unit Level Curriculum (SBC).

Regulation of the Minister of National Education (the game), No. 14 of 2005 on the Organization and Administration of the Directorate General of Primary and Secondary Education Department said that one task of the Sub-Directorate of Learning - Directorate of high school is to prepare the materials for policy, standards, criteria, and guidelines and providing technical guidance, supervision, and evaluation of curriculum.

Furthermore, in Permendiknas No. 25 of 2006 regarding details of Task Unit in the Environment Directorate-General of Primary and Secondary Education explained that the details of the task Sub-Learning - the Directorate of Development High School, among others, carrying out preparation of materials for preparing guidelines and procedures for

13

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

implementation of learning, including the preparation of guidelines for implementation curriculum.

Curriculum development unit level education based on national standards require measures and strategies that should be assessed on the basis of a careful and thorough analysis. The analysis was done to the demands contained in the formulation of competency standards of competence and basic competencies; analysis of needs and potential learners, society and environment; Analysis of opportunities and challenges in advancing education in the future with the dynamics and complexity of the higher.

Translation of Competency Standards (SK) and Basic Competency (KD) as part of the Education Unit Level Curriculum development is done through the development of syllabus and learning implementation plan. Syllabus is a general description with SK-KD develop an indicator, learning activities, learning materials, and assessment. Further elaboration of the syllabus in the form of learning implementation plan.

Determination of minimum criteria for mastery learning is the early stages of learning outcomes assessment as part of step Education Unit Level Curriculum development. Competency-based curriculum that uses a reference in the assessment criteria, requires that educators and education units establish minimum criteria that a benchmark achievement of competence. Therefore, guidance is needed to provide information about the establishment of minimum criteria for completeness is done in the educational unit.

B. Goal

The preparation of this guide aims to: 1. Providing a broader understanding of how to define criteria for completeness Minimal (KKM) subjects in the educational unit, as well as an analysis of learning outcomes achieved; 2. Encourage increased quality of education through the establishment of optimal KKM thus increased gradually; 3. Encourage educators and education units conduct a thorough and careful analysis in the KKM establish and follow up.

C. Scope

The scope of the determination of completeness Minimum Criteria (KKM) includes understanding and function of KKM, KKM setting mechanisms, and analysis of KKM.

CHAPTER II UNDERSTANDING AND FUNCTION MINIMAL CRITERIA exhaustiveness (KKM)

A. Understanding criteria Minimum exhaustiveness

One of the principles of assessment in competency-based curriculum is to use the reference criteria, namely use certain criteria in determining the graduation of students. Lowest criteria to declare learners achieve exhaustiveness exhaustiveness criterion called Minimal (KKM).

14

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

KKM shall be established before the beginning of the school year begins. No matter how big the number of students who exceed the limit of completeness at least, does not change the decisions of educators in the state graduating and not graduating learning. The reference criteria are not necessarily altered by the results of empirical assessment. In the reference norm, the normal curve is often used to determine completeness learners' learning if the average result is less satisfactory. The final value is often converted from the normal curve to get a large number of learners who exceed the value of 6.0 according to the proportion of the curve. Reference criteria requires educators to take action appropriate to the results of the assessment, which provides remedial services for the unfinished and / or enrichment services for those who already exceed the minimum criteria for completeness.

Minimum completeness criteria set by the educational unit based on the consensus reached subject teachers in the education unit or multiple units of education that have similar characteristics. Consideration MGMP educator or an academic forum to be the main consideration determining KKM.

Exhaustiveness criterion shows the percentage level of achievement of competencies that are stated with the maximum number 100 (one hundred). Maximum number 100 is the ideal completeness criteria. Exhaustiveness of national targets is expected to reach at least 75. Education units can start from a minimum completeness criteria under the national target and then increased gradually.

Criteria for completeness of at least a reference together with educators, learners, parents and learners. Therefore, the parties having interests in the assessment at the school are entitled to know. Education units necessary to disseminate that information can be accessed easily by students and or parents. Minimum completeness criteria should be included in the Learning Outcomes Report (LHB) as a reference in addressing the learning outcomes of students.

B. Minimum Criteria Function exhaustiveness

The function of minimum completeness criteria:

1. as a reference for educators in assessing the competence of learners according to the basic competencies of subjects that followed. Each basic competence can be identified based on the KKM ketercapaiannya specified. Educators must provide the appropriate response to the attainment of basic competencies in the form of service delivery remedial or enrichment services;

2. as a reference for students in preparing themselves to follow the assessment of subjects. Each competency base (KD) and set KKM indicators to be achieved and mastered by learners. Learners are expected to prepare themselves in following the assessment in order to achieve the value exceeds the KKM. If it can not be achieved, learners must know the KD-KD unresolved and need repair;

3. can be used as part of a component in evaluating learning programs in the school. Keterlaksanaan evaluation and curriculum program results can be seen from the successful achievement of KKM as benchmarks. Therefore, the achievement of KD based on the KKM set needs to be analyzed to obtain information about the map KD-KD each subject that is easy

15

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

or difficult, and how improvements in the learning process and compliance infrastructure in schools;

4. is a pedagogic contract between learners and educators with the education unit with the community. The successful achievement of KKM is an effort that must be conducted jointly between the educator, learner, leader of the education unit, and the elderly. Educators make efforts to achieve the KKM by maximizing the learning process and rating. Learners make efforts to achieve the KKM with proactive follow the learning activities and tasks that have been designed educators. Parents can help by providing motivation and support for their children in learning to follow. While head of education unit seeks to maximize the fulfillment of the need to support the implementation process of learning and assessment in schools;

5. is a target of achieving education units in each subject competency. Education units must do all it can to exceed the specified KKM. The successful achievement of KKM is one of the educational unit of performance benchmarks in education programs. Educational unit with a KKM high and conducted in a responsible manner can be the benchmark of quality of education for the community. CHAPTER III DETERMINATION MECHANISMS KKM

A. Determination of KKM principle

Determination of Minimum Criteria exhaustiveness need to consider some of the following provisions:

1. Determination of KKM is the decision-making activities that can be done through qualitative and or quantitative methods. Qualitative methods can be done through professional judgment by educators to consider the capabilities and experience of educators to teach academic subjects at school. While quantitative methods performed with a range of rates agreed in accordance with the determination of the prescribed criteria;

2. Determination of the minimum criteria for completeness is done through a minimal learning completeness analysis on each indicator with respect to complexity, carrying capacity, and the intake of learners to achieve basic competency mastery and competency standards

3. Criteria for completeness of at least every Basic Competency (KD) is the average of the indicators contained in the Basic Competence. Learners otherwise have achieved a certain mastery learning to KD if such person has reached the minimum mastery learning has been established for all indicators in these KD;

4. Criteria for completeness of at least every Competency Standards (SK) is the average KKM Basic Competency (KD) contained in the decree;

5. Criteria for minimum mastery of subjects is the average of all the KKM-SK contained in one semester or one year of learning, and included in the Learning Outcomes Report (LHB / Report Card) learners;

6. Indicators is a reference / reference for educators to create test questions, both Deuteronomy Daily (UH), Middle Deuteronomy Semester (UTS) and Deuteronomy End

16

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Semester (UAS). Test questions or tasks should be able to reflect / show the achievement of the indicators tested. Thus educators need not do weighting the overall results of tests, because they all have equal results;

7. On every indicator or possible existence of differences in basic competence exhaustiveness value is minimal.

B. Determination Steps KKM

KKM determination made by the teacher or group of subject teachers. KKM determination step is as follows:

1. Teachers or group of teachers set KKM subjects by considering three aspects of the criteria, namely complexity, carrying capacity, and the intake of learners with the following scheme:

The result of the determination KKM indicators continued on the KD, SK until KKM subjects;

2. KKM determination result by the teacher or group of subject teachers certified by the principal to be standard in teacher assessment; 3. KKM disosialisaikan assigned to the parties concerned, namely students, parents, and education services; 4. KKM included in the LHB at the time of the assessment results reported to parents / guardians of students.

C. Determination of completeness Minimum Criteria

Things that should be considered in determining the minimum completeness criteria are:

1. The level of complexity, difficulty / complexity of each indicator, basic competencies, and competency standards to be achieved by learners.

An indicator is said to have a high level of complexity, if the achievements are supported by at least one of a number of conditions as follows:

a. teachers who understand correctly competency to be dibelajarkan on learners; b. teachers who are creative and innovative learning methods are varied; c. teachers who master the knowledge and ability to fit the field being taught; d. students with high reasoning ability; e. learners are proficient / skilled to apply the concept; f. learners thorough, creative and innovative in solving the task / job; g. long enough to understand the material because it has a level of difficulty and complexity is

17

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

high, so that in the learning process requires repetition / training; h. level of reasoning ability and high precision so that learners can achieve mastery learning.

Example 1. SK 2. : Understanding the basic laws of chemistry and its application in chemical calculations (stoichiometry) KD 2.2: Proving and communicating the enactment of basic laws of chemistry through experiments and apply the concept of complete mole in chemical calculations Indicator: Determine the limiting reagent in a reaction

This indicator has a high complexity, because in order to determine the limiting reagent required several stages of understanding / reasoning of students in chemistry calculations.

Example 2. SK 1. : Understanding the atomic structure, periodic properties of elements and chemical bonds KD 1.1. : Understanding the atomic structure by Bohr's atomic theory, properties of elements, relative atomic mass, and periodic properties of elements in the periodic table and realize their arrangement, through the understanding of electron configurations Indicator: Determine the electron configurations based on the periodic table or the atomic number elements.

This indicator has low complexity because it does not require a stage of thinking / reasoning that high.

2. Capability of supporting resources in the organization of learning at each school.

a. Educational facilities in accordance with the demands of competency to be achieved learners such as libraries, laboratories, and equipment / materials for the learning process; b. Availability of personnel, school management, and awareness of school stakeholders.

Example: SK 3. : Understanding the reaction kinetics, chemical equilibrium, and the factors that influence it, and its application in everyday life and industry KD 3.3: Explaining the balance and the factors that influence a shift toward balance by experimenting Indicators: Summing up the effects of changes in temperature, concentration, pressure, and volume on the shifting balance through trial.

Carrying capacity for this indicator is high if the school has adequate infrastructure facilities to conduct experiments, and teachers are able to present the lesson well. But the carrying capacity is low if the school does not have the means to conduct an experiment or a teacher is not able to present the lesson well.

3. Ability level (intake) average learners in your school

Determination of the intake in class X can be based on the result of selection at the time of admission of new learners, the National Examination Score / school, junior high school report card, enter the selection test or psychological test, while the determination of the intake in class XI and XII based on the ability of students in previous classes.

18

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Example determination KKM

To facilitate analysis of each indicator, need to be made an agreed scale of assessment by teachers of subjects. Example:

The aspects analyzed Criteria and Assessment Scale High Complexity <65 Medium 65-79 Low 80-100 High Support Resources Medium 80-100 65-79 Low <65 Intake High students Medium 80-100 65-79 Low <65 Or by using the points / score in each criteria set.

Aspects of the scoring criteria were analyzed High Complexity 1 Medium 2 Low 3 High Support Resources 3 Medium 2 Low 1 Intake High students 3 Medium 2 Low 1

If the indicator has the criteria of high complexity, high bearing capacity and the intake of students is, the value-KKM is:

1 + 3 + 2 x 100 = 66.7 9

KKM is the round number value, then its value is 67-KKM.

Example:

CRITERIA FOR DETERMINING MINIMUM PER exhaustiveness KD AND INDICATORS

Subject: CHEMISTRY Class / semester: X / 2 Competency Standards: Understand the properties of non-electrolyte solution and the

19

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

electrolyte, and oxidation-reduction reaction

Basic Competencies / Indicators exhaustiveness Student Achievement Criteria (KD / Indicators) Minimum Criteria for completeness Complex Carrying capacity Intake Penget Sitas Practice 3.1. Identifying the nature of non-electrolyte solution and the electrolyte based on experimental data a. Summing up the symptoms of the conducting electrical current in a variety of solutions based on the observations. b. Grouping solution into a solution of electrolyte and non electrolyte based on electrical conductivity properties. c. Explaining the cause of the ability of an electrolyte solution delivers an electrical current. d. Explaining that the electrolyte solution to form ionic compounds and polar covalent compounds

Low (80)

Medium (70)

High (65)

High (65)

High (80)

High (80)

High (80)

High (80)

Medium (70)

20

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Medium (70)

Low (65)

Low (65)

72

76,6

73,3

70

70

72

KKM KD values are rounded figures, the value of KKM 72.47 rounded to 72.

Subject: CHEMISTRY Class / semester: X / 2 Competency Standards: Understand the properties of non-electrolyte solution and the electrolyte, and oxidation-reduction reaction

Basic Competencies / Indicators exhaustiveness Student Achievement Criteria (KD / Indicators) Minimum Criteria for completeness Complex Carrying capacity Intake sitas PPK Practice 3.1. Identifying the nature of non-electrolyte solution and the electrolyte based on experimental data a. Summing up the symptoms of the conducting electrical current in a variety of solutions based on the observations. b. Grouping solution into a solution of electrolyte and non electrolyte based on electrical conductivity properties. c. Explaining the cause of the ability of an electrolyte solution delivers an electrical current. d. Explaining that the electrolyte solution to form ionic compounds and polar covalent compounds

21

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Low (3)

Medium (2)

High (1)

High (1)

High (3)

High (3)

High (3)

High (3)

Medium (2)

Medium (2)

Low (2)

Low (2)

75

88,9

22

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

77,8

66,7

66,7

75

Note: the average of the indicator is a value for KD KKM

CHAPTER IV MINIMAL CRITERIA ANALYSIS exhaustiveness

Achievement of minimum completeness criteria need to be analyzed to be followed up in accordance with the results obtained. Follow-up is needed to make repairs and improvements in the implementation and assessment of learning. Results of analysis is also used as a material consideration in determining KKM next semester or year of learning.

Analysis of achieving minimum mastery criterion aims to determine the level of achievement KKM has been determined. Having completed the assessment should be done every KD KKM attainment analysis. This activity is intended to analyze the average achievement of students of class X, XI, or XII of the KKM which had been set in each subject. Through this analysis will be obtained data include:

1. KD can be accomplished by 75% - 100% of the total students in class X, XI, or XII; 2. KD can be accomplished by 50% - 74% of the total students in class X, XI, or XII; 3. KD can be accomplished by ≤ 49% of the total number of students of students of class X, XI, or XII.

Benefit analysis is the basis for a minimal increase completeness criteria in the next semester or year of learning. Analysis of the achievement of minimum completeness criteria is based on the data processing acquisition value of each student per subject.

Examples FORMAT ANALYSIS OF ACHIEVEMENTS learning completeness DIDIK PARTICIPANTS PER KD

School Name: Subjects:

23

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Class / semester:

No. Student Name

KKM Achievement of learning completeness Participants Educate / KD SK 1 SK 2 SK 3 KD KD KD 1.1 2.1 2.1 2.2 ff ff ff 1.3 2.3 ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. 1 2 3 4 5 ff Average Mastery learning (in%) Frequency Qty ≤ 49 students 50-74 75-100 ≥ school KKM

RECAPITULATION OF MINIMAL learning completeness SCHOOL ACHIEVEMENT

Name of school: Subjects: Class: Condition months: No Decree No. Level KD KKM KKM KKM school achievement level School attainment average max min average max Min SK1 KD.1.1 70.00 75.00 75 72.5 70 80 77.5 75 KD 02.01 75.00 80.00 SK 2 KD 2.1 75.00 70.00 75 70 65 70 69 67 KD 02.02 70.00 70.00 KD 03.02 65.00 67.00 ff

24

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

REFERENCES

Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing behavioral objectives. New York: David Mc Key Company.

Mardapi, Dj. and Ghofur, A, (2004). General Guidelines for Developing Assessment; competency based curriculum in high school. Jakarta: Directorate General of Secondary Education.

Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc..

Minister of National Education Regulation No. 14 of 2005 on the Organization and Administration of the Directorate General for Primary and Secondary Education Department of Education. Jakarta: Directorate General for Primary and Secondary Education.

Government Regulation Number 19 Year 2005 on National Education Standards, London: Focus Media.

Regulation of the Minister of National Education Republic of Indonesia Number 22 Year 2006 on the Content Standards, Jakarta, 2006.

Regulation of the Minister of National Education Republic of Indonesia Number 23 Year 2006 on Competency Standards Graduates, Jakarta, 2006.

Regulation of the Minister of National Education Republic of Indonesia Number 24 Year 2006 on Implementation of Content Standards and Competency Standards Graduates as amended by Regulation of the Minister of National Education Republic of Indonesia No. 6 of 2007. Jakarta: Directorate General for Primary and Secondary Education.

Minister of National Education Regulation No. 25 of 2006 regarding details of Task Unit in the Environment Directorate-General of Primary and Secondary Education. Jakarta: Directorate General for Primary and Secondary Education.

Regulation of the Minister of National Education Republic of Indonesia Number 20 Year 2007 on the Standard Assessment of Education. Jakarta: Directorate General for Primary and Secondary Education.

Popham, W.J., (1999). Classroon assessment: What Teachers need to know. Mass: Allyn-Bacon.

Law Number 20 Year 2003 on National Education Systems, Jakarta: Focus Media.

25