Upload
lilis-setiyorini
View
18.232
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menetapkan kode etik guru
pada 2013. Kode etik tersebut akan mengikat dan mempertegas guru sebagai
profesi. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB
PGRI) Sulistiyo mengatakan,kode etik ini akan berlaku seperti dokter yang
mempunyai satu naungan organisasi profesi yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Sedangkan guru sesuai UU Guru dan Dosen No 14/2005 mempunyai PGRI untuk
membuat kode etik tersebut. Sulistiyo menjelaskan, kode etik tersebut akan
mengatur hubungan guru dan siswa,guru dan orang tua/wali murid,guru dan
masyarakat, guru dan sekolah dan rekan sejawat,profesi dan guru dengan
organisasi profesi,serta aturan antara guru dan pemerintah.
Untuk kode etik guru dengan peserta didik, guru tidak membuka rahasia
siswanya. Sedangkan kode etik guru dengan orang tua seperti tidak boleh mencari
keuntungan pribadi dengan orang tua/wali.Selanjutnya kode etik dengan
masyarakat yaitu guru harus peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.
Sementara hubungannya dengan sekolah dan rekan sejawat yakni guru memiliki
beban moral untuk bekerja profesional dan tidak mengeluarkan penyataan keliru
terkait kualifikasi dan kompetensi sejawat.
Sedangkan antara guru dan profesinya yakni guru tidak menerima janji,
pemberian dan pujian yang dapat memengaruhi profesinya. Sedangkan kode etik
guru dengan pemerintah seperti guru tidak akan menghindar dari kewajiban yang
dibebankan pemerintah untuk kemajuan pendidikan. Pada Januari 2013 kode etik
guru Indonesia segera diterapkan. Bersamaan dengan itu dibentuk dewan
kehormatan guru untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan
rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
guru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh
mengapresiasi dan mendukung kode etik guru. Dengan begitu, para guru akan
memiliki norma yang jelas dalam menjalankan semua tugas-tugasnya sebagai
1
tenaga pendidik.”Kode etik guru itu sangat positif dan memang
diperlukan,”imbuhnya. Selain itu, Nuh juga mendorong upaya PGRI untuk
menjadi sebuah organisasi profesi. ”Kami mendukung dan kami akan bekerja
sama dengan PGRI,”kata dia. Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar
berpendapat, kode etik ini merupakan langkah yang bagus untuk merealisasikan
guru sebagai profesi sesuai UU Guru dan Dosen.Selain itu, kode etik ini juga akan
mempertegas batasan guru sebagai profesi dan aparatur negara yang mudah sekali
rancu apabila ada tugas yang tidak sesuai profesi yang dibebankan pemerintah.
A. Latar Belakang.
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) mulai diberlakukan Januari 2013.
KEGI sangat berkaitan dengan mutu guru dan mutu pendidikan di Indonesia.
Guru perlu ada kode etik yang menjadi rambu-rambu profesi sama halnya dengan
profesi lainnya seperti jurnalis atau dokter yang memiliki kode etik.
Guru mempunyai kedudukan sebagai “Guru Sebagai Profesi”atau tenaga
profesional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru
dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode
etik.
Kode Etik Guru Indonesia yang telah disepakati Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, memiliki relevansi, sesuai kompentensi pedagogik dan
profesional seorang guru karena di dalamnya juga mengatur hubungan antara
guru, peserta didik, orangtua, masyarakat, teman sejawat, serta organisasi profesi
lain maupun profesinya sendiri.
Saat ini sudah dibentuk Dewan Kehormatan Guru di seluruh kabupaten
dan kota di Indonesia yang akan menerima laporan atas pelanggaran KEGI yang
2
dilakukan guru. Untuk itu, semua guru tanpa kecuali harus mentaati kode etik ini
dan jika dalam melaksanakan profesinya terbukti menyalahi kode etik, maka akan
dijatuhi sanksi tegas sebagaimana diatur dalam Kode Etik Guru Indonesia.
Beberapa suplemen Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), diantaranya :
semua pelanggaran guru yang berhubungan dengan profesi guru (di/dalam
kelas, lingkungan sekolah, yang masih ada hubungan dengan/berkaitan dengan
hubungan guru-murid – murid-guru, proses berlajar-mengajar, serta hal-hal
yang bisa dikategorikan sebagaihubungan guru-nurid – murid-guru), maka
harus dilaporkan ke ke/pada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI)
perselisihan antara masyarakat dengan guru terkait profesi guru, maka harus
dilaporkan ke ke/pada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).
jika kesalahan/pelanggaran yang dilakukan guru tak berhubungan dengan
profesi guru, misalnya narkoba, pembunuhan, hingga teroris, atau pelanggaran
hukum lainnya, maka polisi langsung memproses tanpa melewati DKGI;
DKGI kabupaten – kota.
Selanjutnya, DKGI menjalankan proses penegakan kode etik hingga tahap
persidangan; hasil dari persidangan, bisa berujung pemberian sanksi, sanksi
administrasi, kepegawaian, hukum pidana; masing-masing sanksi (kategori
ringan, sedang, berat), ditetapkan berdasar keputusan DKGI.
Jika putusan sidang di Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI )
menjatuhkan vonis atau pun sanksi, yang nyata-nyata melanggar hukum (yang
berlaku di NKRI), maka diserahkan ke pihak kepolisian; guru juga memiliki
hak banding atas putusan tersebut.
Dengan adanya Kode Etik Guru Indonesia, masyarakat tidak perlu merasa
khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa guru seperti sering terjadi selama
ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-guru untuk
berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara,
mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang
merupakan hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi
kesempatan untuk menggunakan buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku
3
tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk mempertahankan pangsa pasarnya
pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak bisa dipakai oleh
kelas berikutnya.
Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-
muridnya, meski hal ini juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang
tua takut kalau terjadi apa-apa pada anaknya jika tidak mengikuti les tersebut,
maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les tersebut.
Disisi lain, Kode Etik Guru Indonesia ini memberi payung hukum bagi
guru dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, sehingga
masyarakat dan pihak-pihak lain tidak dapat semena-mena menghakimi guru jika
ada permasalahan yang menyangkut profesi guru.
B. Tujuan
Peenyusunan makalah ini bertujuan :
Dapat mengetahui Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
Mengetahui bagaimana profesionalisme seorang guru mentaati kode etik
guru
C. Rumusan Masalah
Apa arti kode etik guru yang sebenarnya
Bagai mana menerapkan kode etik guru
D. Batasan masalah
Pembahasan makalah ini hanya terbatas pada Penerapan Kode Etik pada Profesi
Guru
4
BAB II
PENERAPAN KODE ETIK PADA PROFESI
A. Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua
pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian
yang lebih luas menjadi: kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh
nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti
sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan
sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
Menurut Dedi Supriadi 1999 profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau
jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Abin syamsudin 2000. Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang
tidak dimiliki rang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan
keguruan tingkat tinggi
Galbreath, J. 1999 profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan
hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya
didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa
senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.
B. Pengertian Profesional
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister
(1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan
teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan
profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan
yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional
dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan
terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2)
penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu
pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka.
5
Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta
riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat
Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan
antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu
pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena
pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya
paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad
21 yaitu;
1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
2. Penguasaan ilmu yang kuat;
3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan
teknologi; dan
4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah
dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru
yang profesional.
C. Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.Tujuan
kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang
telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan
itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian
tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka
6
profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan
zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan
tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak
sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah
dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi
memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan,
pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar
kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan
Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap
melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik
Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.
Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan
(yang membedakannya dari murni pribadi) yang merupakan panduan yang
dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai
ciri utama keberadaan sebuah profesi.
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan
konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif
dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya
ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat.
Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan
penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah
hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan
profesional.
Kode etik sebagai bimbingan praktisi. Dan hendaknya diungkapkan
sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan
demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga
sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode
etik hendaknya cocok untuk kerja keras
7
Sebuah kode etik menunjukkan penerimaan profesi atas tanggung jawab dan
kepercayaan masyarakat yang telah memberikannya
Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia ini merupakan hasil rumusan Konferensi
Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Meskipun banyak organisasi
profesi guru tetapi berdasarkan pengalaman pada banyak jenis profesi dan negara,
Kode Etik profesi sejenis bersifat tunggal.
Ada 7 kode etik yang harus dipatuhi, yaitu yang mengatur hubungan guru
dengan peserta didik, orangtua/walimurid, masyarakat, sekolah dan rekan sejawat,
profesi, organisasi profesi dan pemerintah. Tiap-tiap pokok hubungan itu tertuang
dalam beberapa butir sebagai berikut:
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga
sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara
individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan meng-gunakannya
untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajaryang efektif dan
efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar
batas kaidah pendidikan.
8
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gang-guan yang
dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keselu-ruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara
adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta
didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,
menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-
alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profe-sionalnya
kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial,
kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional
dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
2. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa:
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien
dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan
objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang
9
bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai
kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada
umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi
denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak
atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
3. Hubungan Guru dengan Masyarakat:
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengem-bangkan
pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan
dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan
masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-
nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan
masyarakat.
g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya
kepada masyarakat.
h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan
bermasyarakat.
10
4. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antar sesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan
kesejawatan dengan standardan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan junior-nya untuk
tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan
dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas
pendidikan dan pembelajaran.
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan
dalam setiaptindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalan-kan
tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari
kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan
dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan penda-pat yang
akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya
atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
11
pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau
tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5. Hubungan Guru dengan Profesi:
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan
dan bidang studi yang diajarkan.
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggung jawab atas
konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung jawab,
inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional
lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat profesionalnya.
g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari
tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di
bidang pendidikan dan pembelajaran.
6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya:
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara
aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan
kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang
memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan
12
masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas
konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-
tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi
profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
7. Hubungan Guru dengan Pemerintah:
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program
pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD
1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang
Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan
yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan berne-gara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh
pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan
pembelajaran.
e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang
berakibat pada kerugian negara.
D. Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru
13
Guru dalam menjalani profesinya sebagai guru perlu mematuhi dan
mempelajari Kode Etik Guru Indonesia.
Etika Profesi Pendidikan, menunjukkan adanya hubungan antara profesi
dengan dunia pendidikan yang memerlukan adanya etika. Kata etika berasal dari
bahasa Yunani “ethos” bermakna adat kebiasaan, etika terkait dengan tingkah
laku manusia mana yang baik dan buruk sesuai dengan akal pikiran. Etika juga
lazim disebut “akhlaq” yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara
yang terpuji dan yang tercela. Sedangkan profesi merupakan kelompok lapangan
kerja khusus dan dalam melaksanakan kegiatan memerlukan ketrampilan dan
keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia.. Profesi hanya dapat dicapai
dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dan ruang lingkup yang luas,
mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta
adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota
yang menyandang profesi tersebut.
Profesi mensyaratkan adanya pengetahuan formal, maka hal ini
menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan. Lembaga
pendidikan ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan
pengetahuan profesional.
Mencermati kode etik guru yang mengatur hubungan antara guru dan
murid, dapat kita lihat sebagai berikut :
Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi
proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah,
dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara
individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan meng-gunakannya
untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus
14
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah
yang menyenangkan sebagai lingkungan belajaryang efektif dan efisien bagi
peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar
batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gang-guan yang
dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keselu-ruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara
adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan
dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta
didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,
menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-
alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya
kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial,
kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan
peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
15
Pengaturan mengenai hubungan guru- peserta didik (murid) dalam kode
etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode
etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi
pelanggaran etika profesi guru. Tetapi bila kita mencermati bunyi kode etik di
atas, terasa belum jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid. Banyak poin-
poin dalam kode etik itu yang tidak dapat terukur dengan jelas. Instrumen yang
digunakan untuk menilai pelaksanaan tiap butir kode etik guru itu juga masih
tidak jelas. Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan
menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk
dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru
Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan
Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal
salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi saran dan pertimbangan
dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid
itu berbunyi:
Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya;
Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada
murid;
Guru tidak boleh berpacaran dengan murid;
Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid;
Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan
kepada murid,
Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid;
Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya
kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini
mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik
dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga,
guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun
berada.
16
Peranan tim asesor dalam menilai kinerja guru sangat menentukan
keberhasilan implementasi kode etik guru ini bagi pelaksanaan pembelajaran.
Menurut PP No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga
pendidik yang profesional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan
memenuhi persyaratan. Sebagai tenaga profesional, seharusnya setiap guru benar-
benar menghayati dan mengamalkan Kode Etik Guru Indonesia.
E. Kesimpulan
Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan yang
akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar
kode etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru
yang melanggar.
Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan
sebuah profesi akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai
sebuah profesi tentu akan meningkatkan pendapatan mereka, sehingga mereka
tidak perlu mencari sumber penghasilan lain untuk menutupi kebutuhan hidup
keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan biaya untuk
pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan
prestise pekerjaan guru.
F. Saran
Yang perlu diatur dalam kode etik guru adalah apa yang boleh dan tidak
boleh atau pantas dan tidak pantas dilakukan seorang guru. Indikator "boleh-tidak
boleh dan pantas-tidak pantas" suatu tindakan harus jelas agar memberi arah jelas
untuk bertindak atau menilai apakah seorang guru melanggar kode etik atau tidak.
Bila indikator "boleh-tidak boleh atau pantas-tidak pantas" itu tidak jelas, baik
bagi guru maupun orang lain, sulit untuk menilai apakah guru itu melanggar kode
etik atau tidak.
17
DAFTAR PUSTAKA
Keneth AS , Jonas ES. 2007. Etika Profesi Kependidikan. Yogyakarta:
Universitas Sandha.
Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.
http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/penerapan-kode-etik-
pada-profesi-guru.html
http://lenterakecil.com/kode-etik-guru-indonesia-kegi-2013/
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.
18