Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
i
PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENTUBERCULOSIS PARU DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI DI RUANG LAVENDER RSUD KOTA KENDARI
TAHUN 2018
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program
Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH :
SRI WAHYUNINIM. P00320015095
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLTEKKES KEMENKES KENDARI
JURUSAN KEPERAWATANT.A 2018
ii
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sri Wahyuni
NIM : P00320015095
Institusi Pendidikan : Politeknik Kesehatan Kendari, Prodi DIII Keperawatan
Judul KTI : Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Tuberculosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari
Tahun 2018
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui
sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya sendiri.
Kendari, 02 Agustus 2018
( Sri Wahyuni )
iv
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Sri Wahyuni
2. Tempat / Tanggal Lahir : Anggalo Melai, 22 Januari 1997
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku / Bangsa : Tator, Muna / Indonesia
6. Alamat : Jln. Kelurahan Anggalomelai, Kec. Abeli
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri 07 Abeli tamat tahun 2009
2. SMP Negeri 07 Kendari tamat tahun 2012
3. SMK TUNAS HUSADA KENDARI tamat tahun 2015
4. POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI, Jurusan DIII Keperawatan
dari tahun 2015 sampai tahun 2018
v
MOTTO
Ilmu pengetahuan itu bukanlah yang dihafal,
Melainkan yang memberi manfaat.
Jika kita benar menginginkan sesuatu,
Kita akan menemukan caranya,
Namun jika kita tidak serius dengan hal itu,
Maka kita hanya akan menemukan suatu alasan.
vi
ABSTRAK
Sri Wahyuni (P00320015095) “Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari Tahun 2018”. Dibimbing oleh Bapak Indriono Hadi dan Bapak Abd. Syukur Bau. 4 tabel + 10 lampiran + 74 Halaman. Latar Belakang : Penyakit tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang masuk dalam saluran pernafasan. Indonesia sekarang berada pada ranking kedua negara dengan beban tuberculosis tertinggi di dunia. Pada tahun 2016 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.105 kasus baru BTA positif (BTA+), menurun dibandingkan tahun 2015 dengan 3.268 kasus. Di RSUD Kota Kendari di dapatkanjumlah kunjungan pasien Tuberculosis Paru pada tahun 2017 sebanyak 412 kasus.Tujuan: untuk melaksanakan proses asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang Lavender RSUD Kota Kendari pada tanggal 29 Juni – 03 Juli 2018. Metode : metode yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu deskriptif pada satu pasien Tuberculosis Paru. Hasil : Keluhan utama pasien saat dilakukan pengkajian yaitu batuk berdarah disertai sesak nafas. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan.Evaluasi keperawatan pada hari keempat yaitu pasien mengatakan batuk berwarna sedikit kecoklatan, pasien mengatakan tidak merasakan sesak, tidak ada suara nafas tambahan, pasien nampak mengeluarkan sputum berwarna coklat, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien sangat mampu, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, irama pernafasan reguler.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Tuberculosis Paru, Kebutuhan Oksigenasi
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah Subhanawataala atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus yang berudul “Penatalaksanaan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberculosis Paru dalam Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari tahun 2018” ini
dengan baik. Studi kasus ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan, Program Studi DIII Keperawatan, Politeknik
Kesehatan Kendari.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, studi kasus ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah Subhanawataala karena tanpa kehendak-Nya penulis tidak dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Askrening, SKM. M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
3. Bapak Indriono Hadi, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari. Sekaligus selaku dosen Pembimbing I penulis.
4. Bapak Abd. Syukur Bau, S.Kep., NS., MM selaku dosen Pembimbing II yang
selalu meberikan waktunya untuk membimbing dengan penuh kesabaran,
keikhlasan dan kebijaksanaan. Memberikan koreksi, Revisi serta masukan
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Tim penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran, masukan,
serta kritikan yang bermanfaat bagi penulis dalam melengkapi kesempurnaan
laporan studi kasus ini.
viii
6. Kepala Ruangan Lavender RSUD Kota Kendari beserta staf yang telah
memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan studi kasus.
7. Bapak dan Ibuku selaku kedua orangtua kandungku yang telah mengasuh,
membimbing, dan membesarkan penulis dengan penuh pengorbanan. Juga
kepada saudara dan keluarga besarku, terucap rasa terima kasih yang tak
terhingga atas untaian doa serta nasehat yang sangat berharga selama saya
menjalani pendidikan di Politeknik Kesehatan Kendari Prodi DIII
Keperawatan.
8. Rekan – rekan mahasiswa “Angkatan 2015” Politeknik Kesehatan Kendari
yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas
kebersamaan yang tercipta selama ini. Segala bantuan, rasa simpati dan empati
kalian berikan jangan terhenti sampai disini.
Semoga Allah Subhanawataala memberikan limpahan rahmat-Nya kepada
mereka, dan kelak mendapatkan balasan yang lebih baik dan lebih banyak dari-
Nya. Penulis menyadari bahwa studi kasus ini masih jauh dari sempurna, maka
dengan kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan untuk kesempurnaan studi kasus ini.
Kendari, 02 Agustus 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN................................................................ iHALAMAN SAMPUL DALAM............................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iiiHALAMAN KEASLIAN PENELITIAN................................................. ivHALAMAN RIWAYAT HIDUP.............................................................. vHALAMAN MOTTO ................................................................................ viHALAMAN ABSTRAK ............................................................................ viiHALAMAN KATA PENGANTAR.......................................................... viiiDAFTAR ISI............................................................................................... xDAFTAR TABEL ...................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Tujuan Studi Kasus .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Pernafasan ....................................................... 7
B. Konsep Dasar Tuberculosis ....................................................... 10
C. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi........................................ 16
D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi............................................ 21
E. Konsep Latihan Nafas dalam ..................................................... 30
F. Konsep Latihan Batuk Efektif.................................................... 32
BAB III. METODE STUDI KASUS
A. Rancangan Studi Kasus.............................................................. 34
B. Subyek Studi Kasus ................................................................... 34
C. Fokus Studi ................................................................................ 34
x
D. Definisi Operasional Studi Kasus .............................................. 34
E. Metode Pengumpulan Data........................................................ 36
F. Tempat Dan Waktu Studi Kasus................................................ 37
G. Analisa Data Dan Penyajian Data.............................................. 37
H. Etika Studi Kasus ...................................................................... 38
BAB IV. HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus ...................................................................... 39
B. Pembahasan............................................................................... 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 57
B. Saran.......................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ..........................................................41
Tabel 4.2 Analisa Data ..........................................................................................42
Tabel 4.3 Intervensi keperawatan..........................................................................43
Tabel 4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan..............................................44
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Bebas Administrasi
Lampiran 2 Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 3 Surat Usulan Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Pengantar Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Meneliti
Lampiran 7 Informed Consent
Lampiran 8 Format Pengkajian Kebutuhan Oksigenasi
Lampiran 9 Lembar Observasi
Lampiran 10 Foto Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yakni kuman batang aerob yang dapat hidup
terutama di paru-paru atau diberbagai organ tubuh lainnya, mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan
bakteri ini menjadi tahan asam (Nizar,2010).
Gambaran mekanisme penularan pada penyakit tuberculosis paru
disebabkan karena kuman Mycobacterium tuberculosis masuk dalam saluran
pernapasan. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara berupa
dahak yang melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel iniakan
menimbulkan reaksi peradangan dan menyebabkan gangguan atau keluhan
yang timbul pada sistem pernapasan dan keluhan yang timbul secara
sistematis (Nizar, 2010).
Keluhan yang muncul pada pasien yang menderita penyakit
Tuberculosis paru dibagi menjadi dua yaitu keluhan yang timbul pada
pernapasan dan keluhan yang timbul secara sistematis. Keluhan yang timbul
secara sistematis seperti demam, flu, keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, malaise. Sedangkan keluhan yang muncul pada pernapasan
2
diantaranya batuk, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada sehingga
menimbulkan masalah kebutuhan oksigen (Muttaqin, 2008).
Kebutuhan oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang memiliki
prioritas paling tinggi dalam hierarki Maslow. Oksigen merupakan kebutuhan
dasar paling vital dalam kehidupan manusia, sehingga tubuh bergantung pada
oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Oksigen harus secara
adequat diterima dari lingkungan ke dalam paru – paru, pembuluh darah,
jaringan, dan oksigen juga berperan dalam proses metabolisme sel. Apabila
terjadi gangguan pada oksigen, maka akan berdampak pada tiga proses yaitu
ventilasi, difusi, dan perfusi. Ventilasi akan terganggu karena saluran
pernafasan mengalami obstruksi akibat adanya penumpukkan secret sehingga
jumlah udara yang masuk dan keluar tidak adequat. Pada proses Difusi,
infeksi bakteri akan menyebabkan penebalan pada dinding membranealveolar
sehingga mengakibatkan gangguan proses pengiriman oksigen ke jaringan
(Potter & Perry, 2005).
Gangguan kebutuhan oksigen, menimbulkan masalah keperawatan
seperti ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
mucus yang berlebihan (Ardiansyah, 2012). Adapun intervensi yang diberikan
dalam masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu NIC : manajemen
jalan nafas. Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,
Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan, Latih pasien untuk
nafas dalam, Latih pasien untuk batuk efektif, Monitor status pernafasan dan
status oksigen, Lakukan fisioterapi dada dan Lakukan suction.
3
Menurut hasil penelitian Purwanti tahun 2013, dampak yang buruk
terjadi pada pasien dengan tuberculosis paru jika oksigen berkurang akan
mengalami sesak nafas yang akan menggangu proses oksigenasi, apabila tidak
terpenuhi akan menyebabkan metabolisme sel terganggu, dan terjadi
kerusakan pada jaringan otak apabila masalah tersebut berlangsung lama akan
menyebabkan kematian. Hal ini diperkuat hasil penelitian Setyaningsih tahun
2012 bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan pasien tuberculosis paru
adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Dari Karya Tulis Ilmiah Loly Oktari tahun 2017 yang berjudul asuhan
keperawatan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien
tuberculosis paru di ruang rawat inap RSUP Dr.M.Djamil Padang. Dalam
melakukan penelitian selama 6 hari dengan diagnosa keperawatan yang
didapatkan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas, intervensi menggunakan Nursing interventions
clasification (NIC) manajemen jalan nafas dengan cara posisikan pasien semi
fowler, lakukan fisioterapi dada, lakukan batuk efektif, auskultasi suara nafas
dan monitor pernafasan. Didapatkan hasil evaluasi masalah keperawatan
pasien mengatakan secret sudah berkurang, pasien tampak bisa mengeluarkan
secret dengan batuk efektif, pernafasan 20 kali per menit, pasien sudah tidak
terpasang oksigen, masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Laporan World Health Organitation (WHO) tahun 2015menyatat
terdapat 9,6 juta kasustuberculosis paru di dunia dan 58% kasus terjadi di
daerah Asia Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus
terbanyak tahun 2015 yaitu India (23%), Indonesia (10%), dan China (10%).
4
Indonesia sekarang berada pada ranking kedua negara dengan beban
tuberculosis tertinggi di dunia. Prevalensi Tuberculosis Paru di Indonesia
pada tahun 2013 mencapai 800 ribu – 900 ribu kasus (297 per 100.000) dan
telah mengalami penurunan angka kematian dan kesakitan pada tahun 2015
menjadi 280 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2015).
Indonesia pada awal Januari 2019 akan merancang Universal Health
Converage (UHC). Universal Health Converage ini merupakan kondisi
dimana setiap orang dapat menerima kebutuhan dasarnya berupa pelayanan
kesehatan, mulai dari upaya promotif, preventif dan kuratif serta rehabilitatif.
Dalam Universal Health Converage ini, Kementrian Kesehatan RI lebih
berfokus pada tiga hal yaitu eliminasi tuberculosis yang mana sampai
sekarang angkanya masih tinggi, penurunan stunting, dan peningkatan
cakupan dan mutu imunisasi.
Pada tahun 2016 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.105 kasus baru
BTA positif (BTA+), menurun dibandingkan Tahun 2015 dengan 3.268 kasus.
Seperti trend yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, penemuan kasus baru
tertinggi yang dilaporkan masih berasal dari 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten
Muna, Konawe dan Kota Kendari. Jumlah kasus baru di tiga kabupaten
tersebut mencapai >50% dari keseluruhan kasus baru BTA+ di Sulawesi
Tenggara (Profil Dinkes Prov. Sultra, 2016).
Pada tahun 2016 di RSUD Kota Kendari di dapatkan jumlah kasus
Tuberculosis Paru sebanyak 168 kasus khusus di Ruang Rawat inap RSUD
Kota Kendari, sedangkan jumlah kunjungan pada tahun 2017 kunjungan
pasien dengan Tuberculosis Paru sebanyak 412 kasus. Sedangkan kasus yang
5
didapatkan di ruangan Lavender periode Januari sampai Maret 2018 adalah
sebanyak 39 kasus Tuberculosis Paru (SIRS RSUD Kota Kendari, 2018).
Berdasarkan pada fenomena Tuberculosis Paru sebagai masalah
kesehatan dan pengalaman penulis saat melakukan praktek lapangan di RSUD
Kota Kendari, kasus Tuberculosis Paru hampir mencapai 100% dengan
gangguan kebutuhan oksigenasi. Maka penulis tertarik untuk mengambil
kasus tersebut dan dituangkan dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberculosis Parudalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Penatalaksanaan Asuhan Pada Pasien Tuberculosis Paru
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lavender RSUD Kota
Kendari?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang
lavender RSUD Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan Pengkajian keperawatan pada pasien Tuberculosis
Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
b. Mampu merumuskan Diagnosa keperawatan pada pasien Tuberculosis
Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
6
c. Mampu menyusun intervensi/rencana keperawatanpada pasien
Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
d. Mampu melakukan tindakan atau implementasi keperawatan pada
pasien Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Tuberculosis
Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset
keperawatan, khususnya studi kasus tentang penatalaksanaan kebutuhan
oksigenasi pada pasien Tuberculosis Paru.
2. Bagi Institusi/Pendidikan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan terhadap asuhan keperawatan dengan kebutuhan oksigenasi
pada pasien Tuberculosis Paru.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada
umumnya dan meningkatkan mutu pelayanan pada pasien dengan
Tuberculosis Paru sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi.
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan bisa menerapkan
perawatan jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit
Tuberculosis Paru.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Pernafasan
1. Pengertian
Pernafasan atau respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan
oksigen (O2) kemudian oksigen yang berada di luar tubuh dihirup
(inspirasi) melalui organ-organ pernafasan, dan pada keadaan tertentu bila
tubuh kelebihan karbondioksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk
mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan nafas
(ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara oksigen dan
karbondioksida dalam tubuh (Syaifuddin, 2011).
2. Organ – Organ Sistem Pernafasan
a. Hidung
Fossa nasalis terdiri atas ruang hidung (kavum nasi) merupakan
bagian dalam rongga hidung yang dindingnya dilapisi oleh tunika
mukosa disebut pinatary yang berfungsi mengeluarkan sekresi
mukosa.
Refleks batuk merupakan cara paru-paru mempertahankan diri
untuk bebas dari benda asing. Bronkus dan trakea sangat sensitif
sehingga setiap benda asing atau penyebab iritasi lain akan
merangsang refleks batuk.
8
b. Faring
Terdiri atas nasofaring, orofaring dan laringofaring.
1) Nasofaring : bagian faring yang terdapat dorsal kavum nasi dan
berhubungan dengan kavum nasi melalui konka dinding lateral.
Bagian lateral dinding nasofaring memiliki dua lubang yatu osteum
faring terletak di antara nasofaring dan orofaring yaitu suatu
penyempitan faring yang dibentuk oleh permukaan kranial
palatum mole yang dapat mencegah makanan dan minuman masuk
kedalam rongga hidung ketika menelan dan lubang medial (tuba
faringeo timpanika eustakil), pembesaran tonsil akan memperkecil
konka sehingga mengganggu pernafasan melalui hidung dan
menyebabkan kehilangan pendengaran.
2) Orofaring : mempunyai dua hubungan yaitu ventral dengan kavum
oris terdiri atas palatum molle arkus glasopalatinus dekstra dan
sinistra dorsum lingua, kedua arkus ini terdapat lekukan yang
disebut fossa tonsiliaris untuk mencegah masuknya kuman melalui
rongga mulut ke faring. Kaudal pada radiks lingua merupakan
batas antara laring dan faring.
3) Laringofaring : pada radiks lingua terdapat bangunan seperti
lingkaran, apabila tonsil palatine membesar maka akan
memperkecil istmus fausium.
9
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan
yang dilengkapi dengan otot, membran jaringan ikat, dan ligamentum.
Bagian atas laring membentuk tepi epiglotis. Tepi tulang dari pita
suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis disebut
supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.
d. Trakea
Bagian dalam trakea terdapat septum yang disebut karina yang
terletak agak ke kiri dari bidang median. Selain itu juga terdapat sel
bersilia yang berguna untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke
jalan pernafasan.
e. Bronkus
Cabang bronkus yang terakhir akan membangkitkan pernafasan
dan melepaskan udara ke paru-paru , pernafasan bronkiolus terjadi
dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli yang merupakan
tempat terjadinya pertukaran udara antara oksigen dan karbondioksida.
f. Paru – paru
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernafasan yang
berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan
pleura viselaris. Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan
terapung di dalam air, dan berada dalam rongga thorak.
10
B. Konsep Dasar Tuberculosis
1. Pengertian
Tuberculosis adalah suatu penyakit kronik menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar
kuman Tuberculosis sering menyerang parenkim paru dan menyebabkan
Tuberculosis paru, tetapi juga dapat menyerang bagian organ tubuh
lainnya seperti pleura, kelenjar limfe, tulang dan organ ekstra paru lainnya
(Aditama, 2008).
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri Tuberculosis dari
penderita yang belum mempunyai reaksi yang spesifik sehingga bakrteri
Tuberculosis yang dihirup melalui saluran pernafasan hingga ke alveoli.
Maka bakteri yang berada di alveoli akan dihancurkan oleh makrofag
dalam alveoli, jika bakteri di tangkap oleh magrofag yang lemah akan
dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit sehingga aliran darah
membentuk ssstuberkel (Muttaqin, 2008).
Tuberculosissekunder adalah jika terjadi resolusi dari infeksi
primer dan kemungkinan bakteri Tuberculosis masih hidup dalam keadaan
dorman di jaringan parut, 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktivasi penyakit Tuberculosis baik pasca primer ataupun sekunder
terjadi jika daya tahan tubuh menurun (Muttaqin, 2008).
2. Etiologi
Tuberculosisparu disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm
dan tebal 0,2 – 0,6 µm, struktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang
11
membuat kuman lebih tahan terhadap asam serta dari berbagai gangguan
kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan
dingin (Ardiansyah, 2012).
3. Patofisiologi
Ketika seorang klien TuberculosisParu batuk, bersin, atau
berbicara, maka tidak disengaja mengeluarkan droplet nuklei dan jatuh ke
tanah, lantai atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu
udara yang panas, droplet nuklei menguap. Proses penguapan droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
Tuberculosis yang terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh
seseorang yang sehat, maka orang tersebut berpotensi terinfeksi bakteri
tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air-bone
infection (Muttaqin, 2008).
Bakteri yang terhirup akan melewati pertahanan mukosilier saluran
pernafasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi
implantasi bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri
Tuberculosis disebut fokus primer atau lesi primer atau fokus Ghon.
Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan
fokus primer atau kompleks primer (Muttaqin, 2008).
Dalam waktu 3 – 6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan
menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri Tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberkulin dan tes Mantoux. Berpangkal dari
kompleks primer infeksi dapat menyebar keseluruh tubuh melalui berbagai
12
jalan yaitu percabangan bronkus, saluran limfe, aliran darah dan reaktivasi
infeksi primer atau infeksi pasca-primer (Muttaqin, 2008).
4. Manifestasi Klinik
Menurut Ardiasnyah (2012) gambaran klinis Tuberculosis
mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah
timbul bila tidak terjadi infeksi aktif dengan memperlihatkan gejala klinis
Tuberculosis yang dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Gejala Respiratori
Gejala respiratori sangat bervariasi mulai tidak bergejala
sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala
berupa batuk produktif ≥ 2 minggu, nyeri dada, batuk darah dan gejala
lain. Bila ada tanda penyebaran ke organ lain seperti pleura maka akan
terjadi nyeri pleura, sesak nafas, atau gejala meningeal (nyeri kepala,
kaku kuduk, dan sebagainya).
b. Gejala Sistemik
Gejala sistemik dapat timbul berupa demam, keringat malam,
anoreksia, dan penurunan berat badan.
5. Komplikasi
Komplikasi penderita TuberculosisParu menurut Ardiansyah (2012)
antara lain :
1. Perdarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
13
2. Penyebaran infeksi ke organ lain, misalnya otak, jantung, persendian,
ginjal, dan lain-lain.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan Tuberculosis Paru
Tujuan pengobatan tuberculosis paru adalah :
1) Menyembuhkan penderita
2) Mencegah kematian
3) Mencegah kekambuhan
4) Menurunkan tingkat penularan
Sedangkan jenis dan dosis OAT adalah:
1) Isoniasid (H) : Dikenal dengan INH, bersifat bekterisid, dapat
membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama
pengobatan.
2) Rifampisin (R) : Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-
dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.
3) Pirasinamid (Z) : Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang
berada dalam sel dengan suasana asam.
4) Streptomisin (S) : Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan
15 mg/kg BB.
5) Etambutol (E) : Bersifat sebagai bakteriostatik.
Obat tuberculosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8
bulan, supaya semua kuman termasuk kuman persister dapat
dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
14
sebagai dosis tunggal sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila
paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka
waktu pengobatan).
Kuman tubeculosis akan berkembang menjadi kuman kebal
obat (resistan). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan
obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Minum Obat (PMO). Pengobatan tuberculosis diberikan dalam dua
tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
a) Tahap Intensif/Awal
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat
setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif.
b) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu lebih lama.
b. Efek Samping Obat
Dalam pemakaian obat-obat anti tuberculosis tidak jarang
ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila
15
efek ini ditemukan, mungkin obat anti tuberculosis yang bersangkutan
masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tetapi bila
efek samping ini menganggu, obat antituberculosis yang bersangkutan
harus dihentikan pemberianya dan pengobatan tuberculosis dapat
diteruskan dengan obat lain (Aru W,Sudoyo.2006).
c. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling dapat
diandalkan dan diupayakan memiliki tiga buah spesimen untuk
pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara sewaktu, pagi,
sewaktu (SPS).
a) S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat
suspecttuberculosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang suspect membawa sebuah pot dahak untuk menampung
dahak pagi pada hari kedua.
b) P (pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas.
c) S (Sewaktu) : Dahak dikumpulkan di unit pelayanan kesehatan
pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2) Foto Rontgen, pemeriksaan rontgen diperlukan bila pasien yang
memiliki masalah-masalah, seperti hanya satu dari tiga specimen
yang positif, dan lain – lain.
16
3) Tes Tuberculin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam
menegakkan diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan
penyakit lain seperti infeksi HIV atau tuberculosisparu yang sangat
parah, karena dapat menghasilkan tes yang lemah meskipun pasien
dewasa atau anak berpenyakit tuberculosisparu aktif. Tes pada
anak dapat berubah karena BCG.
C. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi
1. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia
atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau
yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,
terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan
CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel. (Mubarak, 2007).
2. Fungsi Pernafasan
Pernafasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara
individu dan lingkungan. Fungsi utama pernafasan adalah untuk
memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel – sel tubuh dan
mengeluarkan CO2 yang dihasilkan oleh sel.
Saat bernafas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk
kemudian diangkut ke seluruh tubuh (sel – selnya) melalui darah guna
dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO2 akan
kembali diangkut oleh darah ke paru – paru untuk dibuang ke lingkungan
karena tidak berguna lagi bagi tubuh. (Mubarak, 2007).
17
3. Faktor Yang Mepengaruhi Fungsi Pernafasan
a. Faktor Fisiologis
1) Penurunan kapasitas angkut O2. Secara fisiologis daya angkut
hemoglobin untuk membawa O2ke jaringan adalah 97%. Akan
tetapi, nilai tersebut tidak dapat berubah sewaktu – waktu apabila
terdapat gangguan pada tubuh.
2) Penurunan konsentrasi O2 inspirasi. Kondisi ini dapat terjadi
akibat penggunaan alat terapi pernafasan dan penurunan O2
lingkungan.
3) Hipovolemia. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume
sirkulasi darah akibat kehilangan cairan ekstraseluler yang
berlebihan.
4) Peningkatan laju metabolik. Kondisi ini dapat terjadi pada kasus
infeksi dan demam yang terus menerus yang mengakibatkan
peningkatan laju metabolik.
5) Kondisi lainnya. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding
dada seperti kehamilan, obesitas, abnormalitas muskuloskeletal,
trauma, penyakit otot, penyakit susunan saraf pusat, dan penyakit
kronis.
b. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernafasan dapat menyediakan
kadar oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan
tetapi, pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat
terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen
18
tubuh. Kondisi tersebut antara lain gangguan pada sistem pernafasan,
kardiovaskuler, penyakit kronis, penyakit obstruksi pernafasan atas,
dan lain – lain.
c. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur. Bayi yang lahir prematur beresiko menderita
penyakit membran hialin yang ditandai dengan perkembangannya
membran serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernapasan.
Kondisi ini disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit
karena kemampuan paru dalam menyintesis surfaktan baru
berkembang pada trimester akhir.
2) Bayi dan anak-anak. Kelompok usia ini beresiko mengalami
infeksi saluran nafas atas seperti faringitis, influenza, konsilitis,
dan benda asing.
3) Anak usia sekolah dan remaja. Kelompok usia ini beresiko
mengalami infeksi saluran nafas akut akibat kebiasaan buruk
seperti merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya. Kondisi stress, kebiasaan merokok,
diet yang tidak sehat, kurang olahraga merupakan faktor yang
dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan paru.
5) Lansia. Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan
perubahan pada fungsi normal pernafasan, seperti penurunan
elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus, dan
kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga
berpengaruh pada penurunan kadar oksigen.
19
d. Faktor perilaku
Perilaku kesehatan individu dapat berpengaruh terhadap fungsi
pernapasannya. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan berolahraga,
kondisi emosional, dan penggunaan zat – zat tertentu secara tidak
langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
e. Lingkungan
1) Suhu. Faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap
afinitas atau kekuatan ikatan Hb dan O2. Dengan kata lain, suhu
lingkungan juga bisa memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
2) Ketinggian. Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada
tekanan udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun.
Akibatnya, orang yang tinggal di dataran tinggi cenderung
mengalami peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung.
Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan terjadi peningkatan
oksigen.
3) Polusi. Polusi udara seperti asap atau debu sering kali
menyebabkan sakit kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai
gangguan pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para
pekerja di pabrik asbes atau bedak tabur beresiko tinggi menderita
penyakit paru akibat terpapar zat – zat berbahaya.
20
4. Gangguan pada fungsi pernafasan
a. Perubahan pola nafas
Pola nafas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha
pernapasan. Pola nafas yang normal (eupnea) ditandai dengan
pernapasan yang tenang, berirama, dan tanpa usaha. Perubahan pola
nafas yang umum terjadi adalah takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
nafas kussmaul, hipoventilasi, dispnea dan orthopnea.
b. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel)
tidak adekuat akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan O2 pada
tingkat sel. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, kecemasan, pusing,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan konsentrasi, kelemahan,
peningkatan tanda – tanda vital, disritmia, pucat, sianosis, clubbing,
dan dispnea. Penyebabnya antara lain penurunan Hb dan kapasitas
angkut O2 dalam darah, penurunan konsentrasi O2 inspirasi,
ketidakmampuan sel mengikat O2, penurunan difusi O2 dari alveoli ke
dalam darah, dan penurunan perfusi jaringan.
c. Obstruksi jalan nafas
Obstruksi pada jalan nafas atas (hidung, faring, laring) dapat
disebabkan oleh benda asing seperti makanan, akumulasi sekret, atau
oleh lidah yang menyumbat orofaring pada orang yang tidak sadar.
Sedangkan obstruksi jalan nafas bawah meliputi sumbatan total atau
sebagian pada jalan nafas bronkus dan paru.
21
D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2008) fokus pengkajian pada Tuberculosis
Paru berdasarkan sistem tubuh manusia adalah :
a. B1 Breathing/ Sistem Pernafasan
1) Inspeksi : Sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan
menggunakan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi : Vokal fremitus meningkat
3) Perkusi : Bunyi resonan atau sonor
4) Auskultasi : Suara nafas ronkhi
b. B2 Blood/ Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Adanya parut dan kelemahan fisik
2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada
Tuberculosis Paru dengan efusi pleura masifmendorong ke sisi
sehat
4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal
c. B3 Brain/ Sistem persarafan
Kesadaran biasanya composmentis, adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
klien tampak wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis pada
22
Tuberculosis Paru dengan Hemoptoe masif dan kronis, dan sklera
ikterik pada Tuberculosis Paru dengan gangguan fungsi hati.
d. B4 Bladder/ Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai eksresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
e. B5 Bowel/ Sistem pencernaan & Eliminasi
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
f. B6 Bone/ Sistem integumen
Gejala yang muncul antara lain yaitu kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
Pengkajian Keperawatan Pada Kebutuhan Oksigenasi menurut
Hidayat, A (2009) yaitu :
a. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada kebutuhan oksigen
meliputi : Ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti
sinusitis, kondisi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor,
influenza, dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernafasan.
Hal – hal yang harus diperhatikan yaitu keadaan infeksi kronis
dari hidung, nyeri pada sinus, otitis media, nyeri tenggorokan, suhu
tubuh meningkat hingga 38,5 derajat celsius, nyeri kepala, lemah, dan
adanya edema.
23
b. Pola Batuk dan Produksi Sputum
Dengan menilai apakah batuk termasuk batuk kering, keras
dan kuat, berat. Kemudian apakah pasien mengalami sakit tenggorokan
saat batuk dan apakah pasien sedang merokok. Kemudian pengkajian
terhadap lingkungan apakah berdebu, penuh asap, dan adanya
penyebab alergi.
Kemudian pengkajian sputum dilakukan dengan memeriksa
warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah dari sputum yang
dikeluarkan oleh pasien.
c. Nyeri Dada
Untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor
yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi
pasien berubah, serta apakah ada kelainan saat inspirasi dan ekspirasi.
d. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi : Apakah nafas spontan melalui nasal, oral dan selang
endotrakeal atau tracheostomi, serta kebersihan dan adanya sekret,
perdarahan, edema, dan obstruksi mekanik.
Kemudian menghitung frekuensi pernafasan dan apakah
pernafasan bradipnea, takhipnea. Apakah sifat pernafasan
abdominal dan torakal, kemudian irama pernafasan apakah ada
perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi, pernafasan teratur atau
tidak dan pernafasan cheyne stokes.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, peradangan setempat, pleuritis,
adanya edema, dan benjolan pada dada. Gerakan dinding dada
24
apakah simetris atau tidak, jika ada kelainan paru adanya getaran
suara atau fremitus vokal yang jelas mengeras atau melemah.
3) Perkusi : untuk menilai suara perkusi paru normal (sonor) atau
tidak normal (redup).
4) Auskultasi : untuk menilai adanya suara nafas seperti bunyi nafas
vesikuler dan bunyi nafas bronkhial. Bunyi nafas tambahan seperti
bunyi ronkhi, suara wheezing dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan
Tuberculosis Paru menurut NANDA (2015), yaitu :
a. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus
dalam jumlah berlebihan
b. Ketidakefektifan Pola nafas yang berhubungan dengan Menurunnya
ekspansi paru
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan denganPerubahan suplai
oksigen
3. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
sekresi mucus yang berlebihan. Perencanaan keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan yaitu: Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 3 – 6 hari, dengan NOC : Status Pernafasan : Kepatenan jalan
nafas efektif. Dengan kriteria hasil :
25
1) Frekuensi pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
2) Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
3) Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi sedang (3) –
deviasi ringan (4)
4) Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
5) Pernafasan cuping hidung : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
6) Penggunaan otot bantu nafas : deviasi cukup (3) – deviasi ringan
(4)
7) Batuk : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
8) Akumulasi sputum : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
9) Dispnea saat istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
10) Dispnea dengan aktivitas ringan : deviasi cukup (3) – deviasi
ringan (4)
NIC : manajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
2) Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan
3) Latih pasien untuk nafas dalam
4) Latih pasien untuk batuk efektif
5) Monitor status pernafasan dan status oksigen
6) Lakukan fisioterapi dada
7) Lakukan suction
26
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Menurunnya
ekspansi paru. Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yaitu: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3
– 6 hari, dengan NOC : Status Pernafasan : Ventilasi efektif. Dengan
kriteria hasil :
1) Frekuensi pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
2) Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
3) Kedalaman inspirasi : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
4) Suara perkusi nafas : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
5) Penggunaan otot bantu nafas : deviasi cukup (3) – deviasi ringan
(4)
6) Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
7) Retraksi dinding dada : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
8) Pernafasan dengan bibir mengerucut : deviasi cukup (3) – deviasi
ringan (4)
9) Dispnea saat istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
10) Dispnea saat latihan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
11) Orthopnea : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
12) Pengembangan dinding dada tidak simetris : deviasi cukup (3) –
deviasi ringan (4)
NIC : Manajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
2) Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan
3) Latih pasien untuk nafas dalam
27
4) Latih pasien untuk batuk efektif
5) Monitor status pernafasan dan status oksigen
6) Lakukan fisioterapi dada
7) Lakukan suction
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen. Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan
yaitu : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 – 6 hari,
dengan NOC : Status Pernafasan : pertukaran gas efektif. Dengan
kriteria hasil :
1) Tekanan parsial oksigen di darah arteri (PaO2) : deviasi sedang (3)
– deviasi ringan (4)
2) Tekanan parsial karbondioksida di darah arteri (PaCO2) : deviasi
sedang (3) – deviasi ringan (4)
3) Saturasi oksigen : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
4) Keseimbangan ventilasi dan perfusi : deviasi sedang (3) – deviasi
ringan (4)
5) Dispnea saat istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
6) Dispnea dengan aktivitas ringan : deviasi cukup (3) – deviasi
ringan (4)
7) Perasaan kurang istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
NIC : Manajemen jalan nafas
1) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
2) Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan
3) Latih pasien untuk nafas dalam
4) Latih pasien untuk batuk efektif
28
5) Monitor status pernafasan dan status oksigen
6) Lakukan fisioterapi dada
7) Lakukan suction
4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Menurut Hidayat, A (2009) pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu :
a. Latihan nafas dalam
Merupakan cara bernafas untuk memperbaiki ventilasi alveoli
atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk dan mengurangi stress.
b. Latihan batuk efektif
Merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan
laring, trakhea dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan
nafas.
c. Pemberian oksigen
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan
oksigen ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen dilakukan
melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya
hipoksia.
29
d. Posisikan pasien semi fowler
Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi
tempat tidur yang meninggikan batang tubuh dan kepala di naikkan 15
sampai 45 derajat. Apabila pasien berada dalam posisi ini, gravitasi
menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi dada dan
ventilasi paru yang lebih besar.
e. PemberianSuction
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk
mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya
proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret
pada pasien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigenasi secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan klien dalam (Hidayat,A 2009) :
Mempertahankan status pernafasan : kepatenan jalan nafas efektif yang
ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengeluarkan secret,
frekuensi, dan irama nafas normal, serta tidak ditemukan adanya suara
nafas tambahan.
30
E. Konsep Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perlahan dan dada mengembang penuh. Adapun tujuan nafas dalam adalah
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk
mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola
aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi,
melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta
mengurangi kerja bernafas (Brunner, Suddarth, 2002).
Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang
dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
efisien, dan untuk mengurangi kerja bernafas. Latihan pernafasan dapat
meningkatkan pengembangan paru sehingga ventilasi alveoli meningkat dan
akan meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah sehingga kebutuhan
oksigen terpenuhi. Pemberian oksigen mungkin akan kurang berarti jika
pernafasan penderita tidak efektif. Latihan nafas dalam, juga diajarkan untuk
penderita yang sudah mengerti perintah dan kooperatif dengan tujuan
memperbaiki ventilasi, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan mekanisme batuk agar efektif,
mencegah atelektasis, memperbaiki kekuatan otot-otot pernafasan,
memperbaiki mobilitas dada dan vertebra thorakalis serta mengoreksi pola
pernafasan yang abnormal (Brunner, Suddarth, 2002).
31
Latihan nafas dalam bukanlah bentuk dari latihan fisik, ini merupakan
teknik jiwa dan tubuh yang bisa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna
mendapatkan efek relaks. Praktik jangka panjang dari latihan pernafasan
dalam akan memperbaiki kesehatan. Bernafas pelan adalah bentuk paling
sehat dari pernafasan dalam (Brunner, Suddarth, 2002).
Tehnik nafas dalam yang dilakukan pada penderita tuberkulosis ini
adalah dengan cara sebagai berikut :
1. Atur posisi penderita dengan posisi duduk di tempat tidur atau dikursi.
2. Letakkan satu tangan penderita di atas abdomen (tepat di bawah iga)
dantangan lainnya pada tengah-tengah dada untuk merasakan gerakan
dada dan abdomen saat bernafas.
3. Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomenterasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama
inspirasi, tahan nafas selama 2 detik.
4. Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka
sambilmengencangkan (mengkontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik.
5. Lakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik
setiappengulangan, ikuti dengan periode istirahat 2 menit.
6. Lakukan dalam lima siklus selama 15 menit (Brunner,Suddart, 2002).
32
F. Konsep Latihan Batuk Efektif
Batuk efektif adalah aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi
pada jalan nafas, yang bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi sekresi dan
mencegah risiko tinggi retensi sekresi (Muttaqin, 2008). Batuk efektif
merupakan latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu
di saluran nafas dengan cara dibatukkan. Batuk efektif merupakan suatu
metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga
tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal (Kapuk,
2012).
Menurut teori Kapuk (2012) menyatakan bahwa standar operasional
prosedur (SOP) keperawatan latihan batuk efektif. Tujuannya yaitu
membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret, mengeluarkan sputum untuk
pemeriksaan diagnostik laboratorium dan mengurangi sesak nafas akibat
akumulasi secret. Adapun standar operasional prosedur latihan batuk efektif
yaitu :
1. Peralatan Peralatan yang perlu disiapkan yaitu kertas tissue, bengkok,
perlak/alas, sputum pot berisi desinfektan dan air minum hangat.
2. Prosedur pelaksaan
a. Tahap pra interaksi:
1) Mengecek program terapi,
2) Mencuci tangan dan menyiapkan alat –alat.
b. Tahap orientasi: memberikan salam dan sapa nama pasien,menjelaskan
tujuan dan prosedur pelaksanaan serta menanyakan
persetujuan/kesiapan pasien.
33
c. Tahap kerja:
1) Menjaga privacy pasien
2) Mempersiapkan pasien,
3) Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
4) Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup),
5) Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah
lengkung pada punggung), meminta pasien menahan nafas hingga
3 hitungan
6) Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulut, bibir seperti meniup)
7) Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi
dari otot, memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien
bila duduk atau di dekat mulut bila tidur miring)
8) Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang ke-3:
inspirasi
9) Tahan nafas dan batukkan dengan kuat, menampung lender dalam
sputum pot serta merapikan pasien.
d. Tahap evaluasi :
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Berpamitan dengan klien
3) Mencuci tangan
4) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
34
BAB III
METODE STUDI KASUS
A. Rancangan Studi Kasus
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus deskriptif. Studi kasus
deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu
situasi individu yang besifat faktual.
B. Subyek Studi Kasus
Subyek studi kasus ini adalah pasien Tuberculosis paru dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen yang di rawat di ruang Lavender
RSUD Kota Kendari
C. Fokus Studi
Fokus studi dalam studi kasus ini yaitu :
1. Penerapan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru yang
mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
D. Definisi Operasional Fokus Studi
1. Tuberculosisparu adalah pasien yang didiagnosis oleh dokter dengan
tuberculosis paru.
2. Kebutuhan oksigen yang dimaksud dalam studi kasus ini yaitu jika pasien
tidak lagi diberikan oksigen, frekuensi dan irama pernafasan pasien dalam
batas normal 16 – 20 kali per menit, batuk dan produksi sputum
berkurang, dan tidak adanya bunyi nafas tambahan.
35
3. Pengkajian asuhan keperawatan dalam studi kasus ini yaitu Inspeksi :
frekuensi pernafasan dan irama pernafasan.Auskultasi : bunyi nafas
tambahan.Palpasi : nyeri tekan dan pergerakan dinding. Perkusi : bunyi
paru.
4. Diagnosa keperawatan dalam studi kasus ini yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas dan gangguan pertukaran
gas
5. Intervensi keperawatan dalam studi kasus ini di lakukan selama 3 - 6 hari
dengan diagnosa keperawatan :
a. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan denganmucus
dalam jumlah berlebihan. NOC : Status Pernafasan : Kepatenan jalan
nafas efektif. Dengan kriteria hasil :
1) Frekuensi pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)
2) Irama pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)
3) Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi berat (1) –
deviasi ringan (4)
4) Suara nafas tambahan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Menurunnya
ekspansi paru. NOC : Status Pernafasan : Ventilasi efektif. Dengan
kriteria hasil :
1) Frekuensi pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)
2) Irama pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)
3) Penggunaan otot bantu nafas : deviasi sangat berat (1) – deviasi
ringan (4)
36
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen. NOC : Status Pernafasan : pertukaran gas efektif. Dengan
kriteria hasil :
1) Saturasi oksigen : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)
2) Dispnea saat istirahat : deviasi sangat berat (1) – deviasi ringan (4)
3) Dispnea dengan aktivitas ringan : deviasi sangat berat (1) – deviasi
ringan (4)
4) Perasaan kurang istirahat : deviasi sangat berat (1) – deviasi ringan
(4)
NIC : Manajemen jalan nafasyaitu Posisikan pasien semi fowler
untuk memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas dan adanya suara
nafas tambahan, Latih pasien untuk nafas dalam, Latih pasien untuk batuk
efektif, Monitor status pernafasan dan status oksigen, Lakukan fisioterapi
dada, Lakukan suction..
6. Implementasi keperawatan dalam studi kasus ini yaitu pelaksanaan dari
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
7. Evaluasi keperawatan dalam studi kasus ini yaitu suatu penilaian untuk
membandingkan penilaian perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah dibuat.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Melakukan pengamatan langsung dengan cara melakukan
pemeriksaan yang berkaitan dengan perkembangan keadaan pasien.
37
2. Wawancara
Mengadakan wawancara pasien dengan keluarga, dengan
mengadakan pengamatan langsung.
3. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan fisik terhadap klien melalui : inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Studi Dokumentasi
Penulis memperoleh data dari medikal record dan hasil
pemeriksaan laboratorium
5. Metode Diskusi
Diskusi dengan tenaga kesehatan yang terkait yaitu perawat yang
bertugas di ruang keperawatan Lavender RSUD Kota Kendari.
F. Tempat Dan Waktu Studi Kasus
1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah di
Ruang Lavender RSUD Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2018.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 29 juni sampai 03 juli 2018.
G. Analisa Data Dan Penyajian Data
Setelah dilakukan pengumpulan data dari responden, kemudian
dilakukan analisa data dari hasil observasi, wawancara, dan lain – lain. Setelah
di analisa data tersebut, kemudian melakukan penyajian data. Penyajian data
38
dalam penelitian ini yaitu dengan menganalisis hasil penelitian yang disajikan
dalam bentuk narasi atau tekstuler.
H. Etika Studi Kasus
Dalam melakukan penelitian studi kasus ini penulis telah melakukan
langkah – langkah antisipatif dengan memenuhi beberapa etika dalam
penelitian yaitu :
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan pada pasien itu sendiri atau keluarga
pasien sebelum penelitian dilakukan. Peneliti akan menjelaskan maksud
dan tujuan studi kasus yang dilakukan sehingga apabila pasien bersedia
maka lembar persetujuan akan ditanda tangani, dan apabila pasien tidak
bersedia maka peneliti tidak memaksa dan akan menghormati hak – hak
pasien.
2. Anonymity dan Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari
pasien berupa lembar persetujuan, biodata, hasil wawancara dan lain –
lain. Sehingga dalam menguraikan data tanpa mengungkap identitas
pasien.
3. Privacy dan dignity
Pasien memiliki hak untuk di hargai terhadap apa yang akan
dilakukan terhadap dirinya dan mengontrol informasi yang dibagikan oleh
peneliti kepada orang lain.
39
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Juni 2018 dengan
menggunakan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik, medical record dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil pengkajian didapatkan data identitas pasien berinisial Tn. M umur
32 tahun, suku tolaki, beragama islam, pekerjaan sebagai petani,
pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), bertempat tinggal
di Desa Tongalino Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara. Pasien
masuk RSUD Kota Kendari pada tanggal 28 Juni 2018 pukul 20.00
dengan nomor register 163272 dan terdiagnosa medis sebagai penderita
Tuberculosis Paru.
a. Riwayat Kesehatan
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan keluhan utama yang
dirasakan oleh pasien saat ini adalah batuk berdarah, batuk yang
dirasakan sejak 1 hari yang lalu disertai sesak. Adapun keluhan lain
yang menyertai yaitu pasien mengeluh demam dan pasien mengeluh
nyeri dada saat batuk dengan skala nyeri 4 (sedang).
Pada pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pasien
mengatakan pernah dirawat sekitar 3 tahun yang lalu di Rumah Sakit
Wahiddin Makassar dengan keluhan yang sama. Adapun riwayat
40
pengobatan tuberculosis paru yaitu pasien mengatakan pernah
diberikan obat selama 6 bulan, ketika obatnya habis pasien berhenti
untuk meminum obat karena pasien merasa sudah sehat dari
penyakitnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat –
obatan, makanan, dan minuman. Pasien mengatakan berhenti merokok
sejak 5 bulan yang lalu dan mengkonsumsi alkohol selama 6 tahun.
Dari data genogram terlihat bahwa pasien merupakan anak
ketiga dari 3 bersaudara. Pasien mengatakan ayahnya pernah menderita
dengan keluhan yang sama dengan pasien. Saat ini pasien tinggal
bersama istri dan tiga orang anak.
b. Pemeriksaan fisik
Hasil dari pengkajian fisik didapatkan data keadaan umum
pasien lemah, kesadaran composmentis, tekananan darah 100/70
mmHg, frekuensi nadi 69 kali per menit, suhu badan 37,5 0C dan
frekuensi pernafasan 32 kali per menit.
Hasil pengkajian pada sistem pernafasan didapatkan bentuk
hidung normal, tidak ada polip, tidak ada secret, fungsi penciuman
baik. Hasil inspeksi dada simetris tidak ada retraksi dinding dada
meskipun pasien tampak sesak, pada palpasi dada vocal fremitus sama
pada kedua sisi paru, pada auskultasi terdapat bunyi nafas tambahan
ronkhi, pada perkusi dada hasilnya redup, pada pemeriksaan paru
pasien nampak sesak, terdapat batuk darah dengan sputum, irama nafas
irreguler namun tidak terlihat adanya retraksi dada.
41
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi
dan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Juni 2018. Hasil
rontgen : tuberculosis paru aktif kiri luas disertai tuberculosis
milier,pleura reaction dextra
Tabel 4.1Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tn. M
Tanggal 28 Juni 2018
Parameter Hematologi
Hasil Satuan Nilai Rujukan
WBC 9,73 103/µL 4.00 – 10.00MON# 1.20 103/µL 0.12 – 0.80BAS# 0.21 103/µL 0.00 – 0.10
LYM% 13.3 % 20.0 – 40.0MON% 12.3 % 3.0 – 8.0BAS% 2.2 % 0.0 – 1.0RBC 2.31 10^6/µL 4.00 – 5.50HGB 5.7 g/dL 12.0 – 16.0HCT 16.8 % 35.0 – 50.0MCV 72.9 fL 80.0 – 100.0
MCHC 33.9 g/dL 32.0 – 36.0PLT 560 103/µL 100 – 300
RDW-SD 32.3 fL 35.0 – 56.0PDW 13.3 fL 15.0 – 18.0
(Sumber : Laboratorium Patologi Klinik RSUD Kota Kendari)
d. Terapi
Terapi yang didapatkan pasien di Ruang Lavender yaitu terapi
infus Ringer Laktat 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxon 1 gram per 12
jam, injesi Vitamin K 1 ampul per 8 jam, injeksi Asam Tranexamat 1
ampul per 8 jam, injeksi Ranitidine 1 ampul per 12 jam, Codein 3x20
mg.
42
2. Analisa Data
Nama pasien : Tn. MUmur : 32 TahunNo. RM : 16-32-72
Tabel 4.2Analisa Data
Symptom Etiologi ProblemData Subjektif :1. Pasien mengatakan
batuk berdarah2. Pasien mengatakan
sesak nafas.3. Pasien mengatakan
pernah dirawat di rumah sakit sekitar 3 tahun yang lalu dengan keluhan yang sama
Data Objektif :1. Pasien nampak sesak2. Pasien nampak batuk
berdarah3. Terdapat suara nafas
tambahan ronkhi4. Irama pernafasan
irreguler5. Tanda – tanda vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 69 kali per menit
- Pernafasan : 32 kali per menit
- Suhu : 37,5 0C6. Hemoglobin : 5.7
g/dl
Mycobacterium tuberculosis
Airbone / inhalasi droplet
Saluran pernafasan atas
Bakteri bertahan di bronkus
Mucus dalam jumlah berlebihan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
(Sumber :data primer penelitian)4. Diagnosa Keperawatan
Sesuai data pengkajian yang didapatkan penulis yaitu Pasien
mengatakan batuk berdarah, pasien mengatakan sesak nafas, pasien
nampak sesak, pasien nampak batuk berdarah, terdapat suara nafas
tambahan ronkhi, irama pernafasan irreguler, tanda – tanda vital : tekanan
43
darah : 100/70 mmHg, nadi : 69 kali per menit, pernafasan : 32 kali per
menit, suhu : 37,5 0C. Dari data tersebut maka peneliti mengangkat
diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan mucus dalam jumlah berlebihan.
5. Intervensi Keperawatan
Nama pasien : Tn. MUmur : 32 TahunNo. RM : 16-32-72
Tabel 4.3Intervensi Keperawatan
Intervensi KeperawatanDiagnosa
Keperawatan Nursing outcomes
classification (NOC)Nursing
intervention classification
(NIC)
Rasional
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas
Status Pernafasan : Kepatenan jalan nafas efektif.Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil :a. Frekuensi pernafasan :
deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
b. Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
c. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)
d. Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
Manajemen jalan nafas1. Posisikan
pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,
2. Auskultasi adanya suara nafas tambahan,
3. Latih pasien untuk nafas dalam,
4. Latih pasien untuk batuk efektif,
5. Monitor status pernafasan dan status oksigen.
1. Posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas dan menstabilkan pola nafas pasien,
2. Adanya suara nafas tambahan yang menandakan gangguan pernafasan
3. Nafas dalam dapat memudahkan ekspansi maksimum paru – paru
4. Batuk efektif untuk
44
membantu mengeluarkan sputum secara maksimal agar jalan nafas kembali normal,
5. Mengetahui permasalahan pada pernafasan pasien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
6. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Nama pasien : Tn. MUmur : 32 TahunNo. RM : 16-32-72
Tabel 4.4
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
NoHari/Tanggal
& JamImplementasi Evaluasi Paraf
1. Sabtu, 30 Juni
2018
08.00
08.30
08.45
1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien masih sesak
2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : suara nafas tambahan ronkhi
3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat
Subjektif :1. Pasien
mengatakan batuk berdarah
2. Pasien mengatakan sesak nafas.
Objektif :1. Pasien nampak
sesak2. Terdapat suara
nafas tambahan ronkhi
Sri wahyuni
45
09.30
10.00
melakukan nafas dalam sesuai anjuran
4. Melatih pasien untuk batuk efektifHasil : pasien mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien tidak mampu
5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil :frekuensi pernafasan 29 kali per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian oksigen nasal kanul 3 liter
3. Pasien nampak mengeluarkan sputum sedikit disertai darah
4. kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien tidak mampu
5. frekuensi pernafasan 29 kali per menit
6. irama pernafasan irreguler
7. pemberian oksigen nasal kanul 3 liter
Analisis : 1. Masalah
keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
Planning :1. Intervensi
I,II,III,IV,V dilanjutkan
2. Minggu, 01
Juli 2018
08.00
08.30
08.40
1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien masih sesak
2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : suara nafas tambahan ronkhi
3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat melakukan nafas dalam sesuai anjuran
4. Melatih pasien untuk
Data Subjektif :1. Pasien
mengatakan batuk berdarah
2. Pasien mengatakan sesak nafas.
Data Objektif :1. Pasien nampak
sesak2. suara nafas
tambahan ronkhi3. Pasien nampak
mengeluarkan sputum sedikit disertai darah
Sri wahyuni
46
09.00
10.00
batuk efektifHasil : pasien mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien belum atau kurang mampu
5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil :frekuensi pernafasan 26 kali per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian oksigen nasal kanul 2 liter
4. kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien belum atau kurang mampu
5. frekuensi pernafasan 26 kali per menit
6. irama pernafasan irreguler
7. pemberian oksigen nasal kanul 2 liter
Analisis : 1. Masalah
keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
Planning :1. Intervensi
I,II,III,IV,V dilanjutkan
3. Senin, 02 Juli
2018
08.00
08.30
08.40
1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien mengatakan sesak yang dirasakan berkurang
2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : suara nafas tambahan ronkhi berkurang
3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat melakukan nafas dalam sesuai anjuran
Data Subjektif :1. Pasien
mengatakan batuk berwarna coklat
2. Pasien mengatakan sesak nafasnya berkurang.
Data Objektif :1. Pasien nampak
sesaknya berkurang
2. Terdapat suara nafas tambahan ronkhiberkurang
3. Pasien nampak mengeluarkan
Sri wahyuni
47
09.00
10.00
4. Melatih pasien untuk batuk efektifHasil : pasien mengeluarkan sputum yang berwarna coklat, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien mampu
5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil : frekuensi pernafasan 24 kali per menit, irama pernafasan reguler. Oksigen tidak diberikan
sputum berwarna coklat
4. kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien mampu
5. frekuensi pernafasan 24 kali per menit
6. irama pernafasan reguler
Analisis : 1. Masalah
keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
Planning :1. Intervensi
I,II,III,IV,V dilanjutkan
4. Selasa, 03 Juli
2018
08.00
08.30
08.40
08.50
1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien mengatakan tidak merasakan sesak
2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : tidak ada suara nafas tambahan
3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat melakukan nafas dalam sesuai anjuran
4. Melatih pasien untuk batuk efektifHasil : pasien
Data Subjektif :1. Pasien
mengatakan batuk berwarna sedikit kecoklatan
2. Pasien mengatakan tidak merasakan sesak.
Data Objektif :1. Tidak ada suara
nafas tambahan2. Pasien nampak
mengeluarkan sputum berwarna coklat
3. kemampuan untuk batuk dan
Sri wahyuni
48
09.30
mengeluarkan sputum berwarna sedikit kecoklatan, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien sangat mampu
5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil : frekuensi pernafasan 20 kali per menit, irama pernafasan reguler. Oksigen tidak diberikan
pengeluaran sputum : pasien sangat mampu
4. frekuensi pernafasan 20 kali per menit
5. irama pernafasan reguler
Analisis : 1. Masalah
keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
Discharge Planning :1. Memberikan
Health Education tentang pentingnya meminum obat yang teratur dan tepat waktu
2. Memberikan Health Education tentang cara mencegah penularan infeksi.
49
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil studi kasus dan tujuan penulisan studi kasus ini,
maka penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan hasil
studi kasus penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis
paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang Lavender RSUD Kota
Kendari yang dilakukan pada tanggal 29 Juni sampai 03 Juli 2018 yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang keadaan kesehatan pasien.
Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus pada
tanggal 29 Juni 2018 pukul 08.00 WITA dengan wawancara, observasi
langsung serta pemeriksaan fisik. Hasil yang didapatkan yaitu batuk
berdarah disertai sesak nafas. Keluhan lain adalahnyeri dada saat batuk
dengan skala nyeri 4 (sedang), keadaan umum pasien lemah, kesadaran
composmentis, pada auskultasi terdapat bunyi nafas tambahan ronkhi,
nafas irreguler, tekananan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 69 kali per
menit, suhu badan 37,5 0C dan frekuensi pernafasan 32 kali per menit.
Menurut teori Muttaqin (2008) pengkajian keperawatan pada
pasien tuberculosis paru yaitu sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas,
menggunakan otot bantu pernafasan, vokal fremitus meningkat, bunyi
perkusi paru resonan atau sonor, suara nafas ronkhi, kelemahan fisik,
denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya dalam batas normal,
50
kesadaran composmentis, adanya sianosis perifer, klien tampak wajah
meringis, konjungtiva anemis, pasien mengalami mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan berat badan.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis menemukan
semua data yang ada pada teori tidak semua dimiliki oleh pasien, tetapi
kondisi atau keluhan pasien saat pengkajian semuanya masuk pada teori.
Adapun data yang tidak ditemukan pada pasien yaitu menggunakan otot
bantu pernafasan, vokal fremitus meningkat, bunyi perkusi paru resonan
atau sonor, adanya sianosis perifer, klien tampak wajah meringis, pasien
mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Adanya kesenjangan antara teori dan hasil studi kasus yang
ditemukan oleh penulis karena pasien berada dalam tahap infeksi akut dari
tuberculosis paru dan setiapmanusiadalammemberikanresponbaik bio,
psiko, social dan spiritual terhadap stimulus berbeda-
bedasehinggagejaladankarakteristik yang didapatkan berbeda.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon
individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual
atau potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab.
Adapun diagnosa keperawatan yang ada pada teori NANDA (2015) yaitu
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan, Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
51
menurunnya ekspansi paru, dan Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan suplai oksigen.
Dari data pengkajian yang sudah didapatkan penulis, tidak semua
diagnosa keperawatan yang ada dalam teori terdapat pada pasien. Adapun
diagnosa keperawatan yang tidak terdapat pada studi kasus ini yaitu
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunya ekspansi paru
dan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai
oksigen.
Adapun alasan mengapa kedua diagnosa keperawatan tersebut
tidak dapat dimunculkan oleh penulis karena kondisi yang dialami pasien
tidak cukup untuk mengangkat diagnosa keperawatan dan ditinjau dari
definisi dan batasan karakteristik. Ketidakefektifan pola nafas adalah
inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi, batasan
karakteristiknya yaitu perubahan kedalaman pernafasan, perubahan
ekskursi dada, mengambil posisi tiga titik, bradipneu, penurunan tekanan
ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispneu,
fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir, takipneu, dan penggunaan
otot aksesorius untuk bernafas. Sedangkan Gangguan pertukaran gas
adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan elminasi carbondioksida
pada membran alveolar kepiler, batasan karakteristik yaitu PH darah arteri
abnormal, PH arteri abnormal, pernafasan abnormal, warna kulit
abnormal, konfusi, sianosis, penurunan carbondioksida, diaforesis,
dispneu, sakit kepala saat bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia,
52
iritabilitas, nafas cuping hidung, gelisah, samnolen, takikardi dan
gangguan penglihatan.
Maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan yang sesuai
dengan data pengkajian atau kondisi pasien yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu proses dalam pemecahan
masalah keperawatan yang merupakan keputusan awal tentang apa yang
akan dilakukan dari semua tindakan keperawatan sehingga tujuan yang
direncanakan dapat tercapai ( Dermawan, 2012). Perencanaan keperawatan
disusun berdasarkan konsep teori yang telah didapatkan dan diterapkan
secara aktual terhadap pasien tuberculosisi paru dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi.
Tujuan intervensi keperawatan terhadap diagnosa keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
4x24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil
berdasarkan NOC (Nursing Outcomes Classification) Status Pernafasan :
Kepatenan jalan nafas efektif : Frekuensi pernafasan : deviasi sedang (3) –
deviasi ringan (4), Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan
(4), Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi sedang (3) – deviasi
ringan (4), Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)
53
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis
menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intevention
Classification) manajemen jalan nafas : Posisikan pasien semi fowler
untuk memaksimalkan ventilasi,Auskultasi adanya suara nafas
tambahan,Latih pasien untuk nafas dalam,Latih pasien untuk batuk efektif,
dan Monitor status pernafasan dan status oksigen.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik dan menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012).
Berdasarkan masalah keperawatan tersebut penulis melakukan
implementasi keperawatan selama 4 hari sesuai dengan intervensi yang
telah dibuat dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam
rentang yang telah ditentukan. Adapun Intervensi keperawatan yang telah
ditentukan berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) yaitu :
Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,
Mengauskultasi adanya suara nafas tambahan, Melatih pasien untuk nafas
dalam, Melatih pasien untuk batuk efektif, dan Memonitor status
pernafasan dan status oksigen.
Implementasi yang direncanakan telah diterapkan, pasien dapat
menerapkan posisi semi fowler untuk membantu mengurangi sesak nafas,
Tehnik nafas dalam untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
efisien, meningkatkan relaksasi otot, dan Tehnik batuk efektif merupakan
54
suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi
sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal. Menurut hasil penelitian Laukhil, M (2016) dalam melakukan
latihan batuk efektif selama 4 hari secara berturut – turut hasilnya dinilai
sangat efektif dalam mengatasi manajemen bersihan jalan nafas.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah membandingkan hasil pelaksanaan
tindakan keperawatan dengan tujuan dan kriteria yang sudah ditetapkan
(Dermawan, 2012). Evaluasi hasil Tn. M dilakukan dengan metode SOAP
(Subjective,Objective, Analysis, and Planning), metode ini digunakan
untuk mengetahui keefektifan dari tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan
jalan nafas, pada hari pertama Sabtu 30 Juni 2018 pukul 08.00 WITA yaitu
Pasien mengatakan batuk berdarah, pasien mengatakan sesak nafas, pasien
nampak sesak, terdapat suara nafas tambahan ronkhi, pasien nampak
mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk batuk dan
pengeluaran sputum : pasien tidak mampu, frekuensi pernafasan 29 kali
per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian oksigen nasal kanul 3
liter. Masalah keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
belum teratasi, dan Intervensi dilanjutkan : Memposisikan pasien semi
fowler untuk memaksimalkan ventilasi, Mengauskultasi adanya suara
nafas tambahan, Melatih pasien untuk nafas dalam, Melatih pasien untuk
batuk efektif, dan Memonitor status pernafasan dan status oksigen.
55
Evaluasi keperawatan pada hari kedua Minggu 01 Juli 2018 pukul
08.00 WITA yaitu Pasien mengatakan batuk berdarah, pasien mengatakan
sesak nafas, pasien nampak sesak, suara nafas tambahan ronkhi, pasien
nampak mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk
batuk dan pengeluaran sputum : pasien kurang mampu, frekuensi
pernafasan 26 kali per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian
oksigen nasal kanul 2 liter. Masalah keperawatan dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas belum teratasi, dan Intervensi dilanjutkan :
Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,
Mengauskultasi adanya suara nafas tambahan, Melatih pasien untuk nafas
dalam, Melatih pasien untuk batuk efektif, dan Memonitor status
pernafasan dan status oksigen.
Evaluasi keperawatan pada hari ketiga Senin 02 Juli 2018 pukul
08.00 WITA yaitu Pasien mengatakan batuk berwarna coklat, pasien
mengatakan sesak nafasnya berkurang, pasien nampak sesaknya
berkurang, terdapat suara nafas tambahan ronkhiberkurang, pasien nampak
mengeluarkan sputum berwarna coklat, kemampuan untuk batuk dan
pengeluaran sputum : pasien mampu, frekuensi pernafasan 24 kali per
menit, irama pernafasan reguler. Masalah keperawatan dengan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi, dan Intervensi
dilanjutkan : Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan
ventilasi, Mengauskultasi adanya suara nafas tambahan, Melatih pasien
untuk nafas dalam, Melatih pasien untuk batuk efektif, dan Memonitor
status pernafasan dan status oksigen.
56
Evaluasi keperawatan pada hari keempat Selasa 03 Juli 2018 pukul
08.00 WITA yaitu Pasien mengatakan batuk berwarna sedikit kecoklatan,
pasien mengatakan tidak merasakan sesak, tidak ada suara nafas tambahan,
pasien nampak mengeluarkan sputum berwarna coklat, kemampuan untuk
batuk dan pengeluaran sputum : pasien sangat mampu, frekuensi
pernafasan 20 kali per menit, irama pernafasan reguler. Masalah
keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi karena
pemberian obat dan terapi oksigen, dan intervensi latihan nafas dalam dan
latihan batuk efektif.
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan atau intervensi keperawatan, implementasi dan
evaluasi keperawatan terhadap Asuhan Keperawatan pada pasien Tuberculosis
paru dal