Upload
others
View
47
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
DIKLAT TEKNIS KAP Edisi: 2014
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA UNTUK
KANTOR AKUNTAN PUBLIK
BUKU PESERTA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI TAHUN 2014
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014
KATA PENGANTAR
Pendidikan dan pelatihan (diklat) Sertifikasi Kantor Akuntan Publik (KAP)
merupakan diklat teknis yang wajib diikuti oleh KAP sebagai syarat agar
dapat menjadi mitra dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara
untuk dan atas nama BPK. Diklat Sertifikasi KAP membahas
pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta
pemeriksaannya.
Modul diklat teknis ini dikembangkan dengan bantuan narasumber BPK yang kompeten.
Diklat ini mengadopsi metode pembelajaran orang dewasa (andragogy) yang
mengutamakan keaktifan peserta diklat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga
instruktur lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Instrumen evaluasi yang digunakan juga
senantiasa diperbaiki agar penilaian yang dihasilkan dapat menggambarkan kondisi yang
sesungguhnya. Seluruh rancangan yang terintegrasi, mulai dari kurikulum, silabus, modul,
alat bantu pembelajaran, fasilitator, dan metode evaluasi yang telah kami perbaharui ini
merupakan kumpulan perangkat diklat yang diharapkan dapat mendukung implementasi
pembelajaran berbasis kompetensi, demi tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif.
Akhir kata, perkenankan kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT dan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap pengembangan modul ini.
Kami menyadari bahwa apa yang telah kami lakukan masih jauh dari sempurna. Masukan,
kritik, dan saran dari peserta diklat, instruktur, dan narasumber sangat berguna dalam
menyempurnakan diklat sebagai salah satu sarana pengembangan kompetensi mitra BPK.
Harapan kami, peserta dapat memperoleh manfaat yang besar sehingga diklat lebih
dirasakan sebagai suatu kebutuhan ketimbang suatu kewajiban, demi terbangunnya budaya
belajar SDM di BPK yang berlandaskan semangat independensi, integritas, dan
profesionalisme.
Jakarta, Oktober 2014
Dwi Setiawan Susanto, S.E., M.Si., Ak.
NIP 196911261996031001
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 ii
Halaman ini sengaja
dikosongkan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat ........................................................................................ 1
B. Kompetensi Diklat ............................................................................................................ 1
C. Metode Pembelajaran ..................................................................................................... 1
D. Kerangka Bahasan .......................................................................................................... 2
E. Peta Kompetensi .............................................................................................................. 2
BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA .................................................................. 3
A. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Pusat ..................................................... 3
B. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah ................................................ 16
BAB III PEMERIKSAAN KEUANGAN PEMERINTAH........................................................ 40
A. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah .................................................. 40
B. Pemeriksaan Berbasis Risiko Pada Pemeriksaan Keuangan ................................ 41
C. Pengembangan Prosedur Pemeriksaan..................................................................... 51
BAB IV PELAPORAN ............................................................................................................. 55
A. Temuan Pemeriksaan ................................................................................................... 56
B. Klasifikasi Temuan ......................................................................................................... 56
C. Alur Perumusan Opini ................................................................................................... 61
D. Jenis Opini ....................................................................................................................... 64
E. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) .............................................................................. 65
F. Jenis LHP ........................................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 69
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 iv
Halaman ini sengaja
dikosongkan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat
Mata diklat ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta diklat
agar mampu memahami pengelolaan keuangan negara dan prosedur pemeriksaannya.
Peserta pada mata diklat ini adalah akuntan pubilk (AP) yang bekerja untuk dan atas nama
BPK dalam melakukan pemeriksaan keuangan Negara.
B. Kompetensi Diklat
Standar Kompetensi Diklat:
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami
Keuangan Negara dan prosedur pemeriksaannya.
Kompetensi Dasar Diklat:
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diklat diharapkan memahami mengenai:
1. Pemeriksaan Keuangan Negara ;
2. Standar Akuntansi Pemerintahan;
3. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Pusat;
4. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah;
5. Pelaporan pemeriksaan
C. Metode Pembelajaran
Agar peserta diklat dapat memahami pengelolaan keuangan negara dan prosedur
pemeriksaannya maka proses belajar mengajar menggunakan pendekatan andragogi.
Dengan pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif melalui
komunikasi dua arah. Metode yang digunakan merupakan kombinasi dari ceramah, tanya
jawab, diskusi, dan latihan soal.
Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah, dimana
dalam proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar proses
pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi kelompok,
sehingga peserta diklat benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar
mengajar.
Dalam proses pembelajaran pada materi ini disertakan pula latihan soal dan kasus
untuk membantu peserta dalam mempercepat dan mempermudah memahami materi.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 2
Selain itu sebelum pelaksanaan diklat peserta diberikan bahan bacaan untuk sebagai bekal
diskusi dan tanya jawab dalam kelas.
D. Kerangka Bahasan
Buku Peserta ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum sebagai gambaran menyeluruh atas isi Buku
Peserta meliputi deskripsi singkat mata pelajaran, kompetensi diklat, metodologi
pembelajaran, kerangka bahasan, dan peta kompetensi.
BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Bab ini memuat tentang sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
BAB III PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Bab ini memuat tentang metodologi pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah.
BAB IV PELAPORAN
Bab ini memuat tentang hal-hal yang disajikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan.
E. Peta Kompetensi
Peta kompetensi yang diharapkan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengelolaan KN dan prosedur
pemeriksaannya
Kerangka logis penyusunan temuan
Memahami Pemeriksaan
Keuangan Negara
Memahami Pengelolaan Keuangan Negara (SPKPP, SPKPD,
SAP dan PBJ)
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 3
BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan mampu untuk
memahami sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah
A. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Pusat
1. Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan
pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya,
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Penyelenggaraan pemerintahan negara dalam mewujudkan tujuan bernegara
menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Presiden
selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara menguasakan kepada
Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan fiskal dalam hal ini APBN
2. Siklus APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Siklus APBN adalah rangkaian kegiatan dalam proses
penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan
perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang, seperti terlihat dalam gambar
2.1.
Gambar 2.1 Siklus APBN
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 4
Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran dilaksanakan (APBN t-1).
Semisal untuk APBN 2014, perencanaan dan penganggaran dilakukan pada 2013.
b. Penetapan/persetujuan APBN
Penetapan/persetujuan dilakukan pada APBN t-1, sekitar Oktober-Desember.
Kegiatan tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN (RAPBN) dan Rancangan
Undang-undang APBN. Berdasarkan persetujuan DPR, RUU APBN ditetapkan
menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN diikuti dengan penetapan Keppres
mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
c. Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan
(APBN t). Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan
menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat
untuk melaksanakan APBN.
d. Pelaporan dan pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap
pelaksanaan APBN, 1 Januari - 31 Desember. Laporan keuangan pemerintah
dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca,
dan Laporan Arus Kas (LAK), serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
e. Pemeriksaan dan pertanggungjawaban APBN
Tahap akhir siklus APBN adalah pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang
dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar Januari - Juli.
Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2014, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2015. Pemeriksaan ini dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara
keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan RUU tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa LK yang telah
diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 5
3. Penyusunan dan Penetapan APBN
Sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat dimulai dari penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran – Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) sampai dengan
pembuatan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Berikut merupakan proses
pengelolaan keuangan pemerintah pusat.
Gambar 2.2 Proses Penyusunan RKA-KL
a. Perencanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program Presiden melalui Bappenas sebagai pedoman bagi K/L
dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra – K/L). K/L
menyusun rencana kerja (Renja – K/L) untuk tahun anggaran yang sedang disusun
dengan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang
ditetapkan dalam Surat Edaran bersama Menteri Perencanaan (dhi. Bappenas)
dan Menteri Keuangan.
Bappenas menelaah Renja–K/L yang disampaikan Kementerian
Negara/Lembaga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Perubahan
terhadap program Kementerian Negara/Lembaga disetujui oleh Bappenas
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, berdasarkan usulan
Menteri/Pimpinan Lembaga Terkait. Berdasarkan Renja–K/L disusunlah rencana
kerja pemerintah (RKP) untuk periode 1 tahun.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 6
b. Penganggaran RAPBN
Setelah Menteri/Pimpinan Lembaga menerima Surat Edaran Menteri
Keuangan tentang pagu sementara bagi masing-masing program, Kementerian
Negara/Lembaga menyesuaikan Renja-KL menjadi RKA-KL yang dirinci menurut
unit organisasi dan kegiatan. Kementerian Negara/Lembaga membahas RKA-KL
bersama-sama dengan DPR. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada
Bappenas. Bappenas menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan
bersama DPR dengan Renja Pemerintah.
Menteri Keuangan menghimpun RKA-KL yang telah ditelaah untuk selanjutnya
membuat nota keuangan dan Rancangan APBN (RAPBN) yang antara lain isinya
pagu sementara.
c. Pembahasan dan Penetapan APBN
Nota keuangan dan RAPBN beserta himpunan RKA-KL yang telah ditetapkan
Menteri Keuangan disampaikan Pemerintah kepada DPR untuk dibahas bersama
dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN.
RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presiden
tentang Rincian APBN. Keputusan Presiden tentang Rincian APBN, menjadi dasar
bagi masing-masing KL untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran
(DPA). Konsep DPA, disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum (BUN) dan disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. Negara mempunyai
sumber pendapatan dan rencana belanja melalui K/L-nya.
1) Pendapatan
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih. Setiap K/L yang mempunyai sumber pendapatan wajib
mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan
tanggung jawabnya. Pendapatan Negara yang diterima KL tidak boleh
digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran tetapi harus disetorkan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 7
terlebih dahulu ke Kas Negara. Sesuai PP no. 45 tahun 2013 tentang tata cara
pelaksanaan APBN pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan,
penerimaan Negara bukan pajak dan pendapatan hibah.
2) Belanja
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih. Belanja dilaksanakan sesuai batas anggaran yang telah
ditetapkan dalam DIPA. Belanja di dalam DIPA dibagi dalam beberapa jenis,
yaitu Belanja pegawai, Belanja barang dan Belanja modal.
3) Pembiayaan
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pembiayaan adalah setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan terdiri dari penerimaan
pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
4. Pelaksanaan APBN
Terdapat beberapa mekanisme dalam melaksanaan APBN antara lain melalui
mekanisme penerimaan, pembayaran dan pengelola anggaran.
a. Mekanisme Penerimaan
mekanisme ini berlaku untuk semua penerimaan Negara, yaitu :
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
3. Pendapatan Hibah
KL mencantumkan seluruh estimasi pendapatan ke dalam DIPA. Menteri/
pimpinan lembaga selaku PA mengangkat/menetapkan Bendahara Penerimaan
untuk melaksanakan pemungutan PNBP pada satuan kerja di lingkungan KL
bersangkutan pada setiap awal tahun anggaran. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
Menteri/Pimpinan Lembaga membuka rekening penerimaan pada bank
umum/kantor pos setempat setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Bendahara Penerimaan wajib menyetor
penerimaan negara setiap akhir hari kerja ke kas negara dan wajib mengirim
rekening koran bulanan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN. Dalam hal
penerimaan negara diterima pada hari libur dan/atau di daerah tersebut tidak
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 8
terdapat Bank Perepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara Penerimaan
menyetor penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya.
Gambar 2.3 Ilustrasi proses penerimaan Negara
b. Mekanisme Pembayaran
Dalam melaksanakan anggaran belanja, diperlukan dokumen dan pengelola
anggaran yang kemudian melalui suatu proses yang dilaksanakan sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan di bidang pengadaan barang jasa Pemerintah. Berikut
ini merupakan bagan alir proses pembayaran pada satuan kerja.
Gambar 2.4 Bagan alir proses pembayaran pada satuan kerja
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 9
c. Pengelola Anggaran
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku penyelenggara urusan tertentu (Menteri Teknis)
dalam pemerintahan bertindak sebagai PA atas bagian anggaran yang disediakan untuk
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangannya tersebut.
PA/KPA melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam DIPA yang telah disahkan.
Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan seperti dalam DIPA, PA/KPA berwenang
mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan. Bagan berikut ini merupakan pihak yang diberi kuasa oleh PA/KPA untuk
melaksanakan anggaran.
Gambar 2.5 Struktur organisasi pengelola keuangan Negara (ideal menurut UU)
5. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan
Pemerintah Pusat. SAPP terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-
BUN) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil
pemerintah, dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, dan Sistem
Menteri
Pengguna Anggaran
Kuasa Pengguna Anggaran
Pembuat Komitmen
Bendahara
Bendahara Penerimaan
Bendahara Pengeluaran
Penguji Tagihan
Penerbit SPM
Unit Akuntansi
Instansi
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 10
Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku
pengguna anggaran.
Gambar 2.6 Unsur pembentuk SAPP
a. Sistem Akuntansi Instansi
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh Kementerian Negara/
Lembaga selaku pengguna anggaran yang dihasilkan dari Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK – BMN).
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 11
Gambar 2.7 Unsur pembentuk SAI
Mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban pada Sistem Akuntansi
Instansi, dapat diperhatikan pada gambar berikut.
Gambar 2.8 Mekanisme Pelaporan SAI
Dalam melaksanakan SAI, UAKPA akan melakukan pemrosesan data yang
nantinya menghasilkan laporan keuangan. Begitu juga UAKPB akan melakukan
perekaman data belanja modal dan barang persediaan. Proses ini secara sistem
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 12
dilakukan oleh UAKPA/B setiap hari atau setiap ada transaksi. Perekaman data
yang dilakukan oleh UAKPB kemudian setiap bulan dikonsolidasikan ke dalam
UAKPA. Hasil konsolidasian ini akan direkonsiliasikan UAKPA ke KPPN dan UAKPB
ke KPKNL. UAKPA dan UAKPB juga melaporkan data setiap triwulan ke UAPPA-W
dan UAPPB-W secara terpisah.
Proses yang sama akan berulang di tahap wilayah. UAPPA-W akan
mengkonsolidasikan laporannya dengan laporan UAPPB-W, yang diterima dari
UAKPA/B-UAKPA/B di lingkup kerjanya. Hasil konsolidasian itu akan
direkonsiliasikan dengan data yang diperoleh Kanwil DJPBN dari KPPN. Kanwil
DJPBN juga akan merekonsiliasikan data yang dimilikinya dengan Kanwil DJKN.
Jika tidak ada kesalahan maka masing-masing unit akuntansi wilayah akan
meneruskan laporannya ke unit akuntansi Eselon 1 setiap semester yang akan
melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi setahun sekali sebelum meneruskan ke
tingkat UAPA/B.
b. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN)
SA-BUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku Pengelola Fiskal,
dalam hal ini BUN dan BAPP. SA-BUN menghasilkan Laporan Keuangan Bendahara
Umum Negara (LK BUN).
Gambar 2.9 Gambaran umum megenai SA-BUN
SABUN terdiri dari beberapa subsistem yaitu:
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 13
a. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), yang terdiri dari Sistem Akuntansi Kas Umum
Negara (SAKUN) dan Sistem Akuntansi Umum (SAU).
b. Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SA-UP&H);
c. Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP);
d. Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP);
e. Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD);
f. Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (SA-BAPP);
g. Sistem Akuntansi transaksi khusus;
h. Sistem Akuntansi Badan Lainnya (SA-BL).
6. Laporan APBN
Pertanggungjawaban APBN berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN. LKPP merupakan
konsolidasian dari LK BUN dan LKKL seperti yang terlihat dalam gambar.LK BUN
diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN. LKKL diselenggarakan oleh
Kementerian Negara/ Lembaga.
Gambar 2.10 LKKL, LK BUN dan LKPP
a. Laporan K/L (LKKL)
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) UU nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan nomor
233/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor
171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Pusat, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA/PB menyusun dan menyampaikan
LKKL yang meliputi LRA, Neraca, dan CaLK kepada Menteri Keuangan selaku
pengelola fiskal, dalam rangka penyusunan LKPP, seperti dalam gambar.
Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat
Laporan Keuangan
KL
Laporan Keuangan
BUN+
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 14
Gambar 2.11 Isi laporan keuangan
b. Perubahan Sistem
Sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat yang ada sekarang
menggunakan 5 aplikasi yang terkotak-kotak berdasarkan fungsi, seperti terlihat
pada gambar.
Gambar 2.12 Sistem pengelolaan anggaran berdasarkan kas menuju akrual
Peraturan Pemerintah no 71 tahun 2010 tentang SAP mengamanatkan agar
akuntansi berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya untuk pelaporan
keuangan 2015. Berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah pusat 2014 mulai
menerapkan akuntansi berbasis akrual melalui Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat
Instansi (SAKTI) dan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SAKTI
digunakan oleh Menteri Teknis dan SAI digunakan oleh Kementerian Keuangan
selaku BUN.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 15
Gambar 2.13 Sistem pengelolaan anggaran berbasis akrual
Dengan adanya perubahan sistem, mengakibatkan perubahan laporan
keuangan seperti yang terlihat dalam gambar dan tabel berikut.
Gambar 2.14 Perubahan LK
Tabel 2.1 Perbedaan komponen LKPP
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual: SAP Berbasis Akrual:
Komponen LKPP terdiri dari 4 laporan (LRA, Neraca, LAK, dan CaLK);
Komponen LKPP terdiri dari 7 laporan (LRA, Laporan Perubahan SAL, LO, Neraca, LPE, LAK, dan CaLK);
Pendapatan, belanja dan pembiayaan diakui dan dicatat pada saat kas diterima /dikeluarkan;
Pendapatan, belanja dan pembiayaan diakui dan dicatat pada saat timbulnya hak dan kewajiban tanpa memperhatikan kas diterima/dikeluarkan;
Penyajian aset dalam neraca belum mencerminkan nilai bersih karena belum memperhitungkan penyusutan dan penyisihan piutang;
Penyajian aset dalam neraca mencerminkan nilai bersih dengan memperhitungkan penyusutan dan penyisihan piutang;
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 16
B. Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah
1. Gambaran Umum sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah
Regulasi yang diterbitkan terkait dengan pengelolaan keuangan pemerintah
daerah di antaranya yaitu:
a. Peraturan pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang sekarang telah disempurnakan
dengan PP Nomor 58 Tahun 2005.
b. Kepmendagri nomor 29 Tahun 2002 tentang tata cara Penyusunan APBD yang
kemudian digantikan dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan diubah dengan Permendagri Nomor
59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
c. Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.
Sistem Pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah meliputi sistem
pengelolaan keuangan daerah dan sistem pengelolaan barang daerah.
2. Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Penyelenggaraan keuangan negara perlu dilaksanakan secara profesional,
terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah
diamanatkan dalam Pasal 23C Undang-undang Dasar 1945 agar tercapai tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance). Asas-asas umum pengelolaan keuangan
negara adalah adalah asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas
spesialitas. Tambahan asas-asas baru dalam pengelolaan keuangan negara yang
berasal dari best practices atau penerapan kaidah yang baik antara lain adalah asas
akuntabilitas berorientasi hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan, dan
pemeriksaan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Asas pengelolaan
keuangan daerah adalah:
a. Tertib.
b. Taat pada peraturan perundang-undangan.
c. Efektif.
d. Efisien.
e. Ekonomis.
f. Transparan.
g. Bertanggung jawab.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 17
Pengelolaan sebagaimana tersebut di atas harus memperhatikan azas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
a. Keadilan. Keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau
keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang
obyektif.
b. Kepatutan. Tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan
proporsional.
c. Manfaat untuk masyarakat. Keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Dasar pengelolaan keuangan daerah adalah APBD yang berlaku dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah serta berpedoman kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat.
APBD meliputi penerimaan dan pengeluaran daerah. Penerimaan daerah terdiri dari:
a. Pendapatan daerah. Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
b. Penerimaan pembiayaan daerah. Penerimaan pembiayaan daerah merupakan
semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pengeluaran daerah terdiri dari:
a. Belanja daerah. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran
daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati
oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam
pemberian pelayanan umum.
b. Pengeluaran pembiayaan. Pengeluaran pembiayaan merupakan pengeluaran
yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tersebut di atas, pada intinya harus
mengatur penataan atas empat sistem utama, yaitu: (1) Sistem Perencanaan dan
Penganggaran; (2) Sistem Pelaksanaan Anggaran; (3) Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah; dan (4) Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 18
3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
a. Pengelola Keuangan Daerah
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah sebagai pengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
b. Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah Lainnya
a. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah adalah Sekretaris Daerah.
Berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam membantu kepala daerah
sekretaris daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan
daerah. Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas kepada kepala daerah.
b. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas:
1) menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
2) menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
3) melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah;
4) melaksanakan fungsi BUD;
5) menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
6) melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh
kepala daerah.
PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang:
1) menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
2) mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;
3) melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
4) memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas daerah;
5) melaksanakan pemungutan pajak daerah;
6) menetapkan SPD;
7) menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama
pemerintah daerah;
8) melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 19
9) menyajikan informasi keuangan daerah;
10) melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan
barang milik daerah.
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di Iingkungan satuan kerja pengelola
keuangan daerah selaku kuasa BUD. PPKD bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
c. Kuasa BUD
Penunjukan kuasa BUD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
Kuasa BUD, mempunyai tugas:
1) menyiapkan anggaran kas;
2) menyiapkan SPD;
3) menerbitkan SP2D;
4) menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;
5) memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank
dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;
6) mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan
APBD;
7) menyimpan uang daerah;
8) melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan
investasi daerah;
9) melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna
anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
10) melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
11) melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
12) melakukan penagihan piutang daerah.
Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD.
d. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang mempunyai
tugas:
1) menyusun RKA-SKPD;
2) menyusun DPA-SKPD;
3) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja;
4) melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
5) melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 20
6) melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
7) mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas
anggaran yang telah ditetapkan;
8) menandatangani SPM;
9) mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
10) mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya;
11) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
12) mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
13) melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah;
14) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah.
e. Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas
dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada
SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
Pelimpahan sebagian kewenangan berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah,
besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi,
kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan oleh kepala daerah atas usul
kepala SKPD.
f. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan
menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK. PPTK yang ditunjuk oleh
kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna
barang.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 21
g. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD
menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD
sebagai PPK-SKPD
h. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung
maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/ penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau
menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama
pribadi.
4. Struktur APBD
Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari:
1. pendapatan daerah;
2. belanja daerah;
3. pembiayaan daerah.
Struktur APBD diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang
bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan
perundangundangan. Klasifikasi APBD menurut urusan pemerintahan dan organisasi dapat
disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 22
Pendapatan daerah dikelompokan atas:
a. Pendapatan Asli Daerah
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri
atas:
1) Pajak daerah.
2) Retribusi daerah.
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan:
a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/
BUMD;
b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/
BUMN;
c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Disediakan untuk menganggarkan
penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci
menurut obyek pendapatan.
b. Dana Perimbangan
Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang
terdiri atas:
1) dana bagi hasil; terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak;
2) dana alokasi umum;
3) dana alokasi khusus.
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan
yang mencakup:
1) hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah,
badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa,
rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang
tidak perlu dibayar kembali.
2) dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan
korban/kerusakan akibat bencana alam;
3) dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota;
4) dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah;
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 23
5) bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
6) Pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah yang ditransfer langsung ke kas daerah, dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan pada
SKPKD.
7) Retribusi daerah, komisi, potongan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah,
pendapatan dari penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan, hasil penjualan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan dan hasil pemanfaatan atau
pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang dibawah
penguasaan pengguna anggaran/pengguna barang dianggarkan pada SKPD.
2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran
dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari:
a. Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Kelompok belanja tidak langsung menurut jenis belanja terdiri dari: belanja
pegawai; bunga; subsidi; hibah; bantuan sosial; belanja bagi basil; bantuan
keuangan; dan belanja tidak terduga.
Belanja pegawai sebagaimana dianggarkan pada belanja organisasi berkenaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Belanja bunga, belanja subsidi,
belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan
keuangan, dan belanja tidak terduga hanya dapat dianggarkan pada belanja
SKPKD.
b. Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang
terdiri dari:
1) Belanja pegawai.
Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintahan daerah.
2) Belanja barang dan jasa.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 24
Belanja barang/jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan
jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
3) Belanja modal.
Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.
Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar
harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai asset tersebut siap digunakan.
Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization
threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal.
Belanja langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta
belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah
dianggarkan pada belanja SKPD berkenaan.
c. Surplus/(Defisit) APBD
Surplus APBD terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar
dari anggaran belanja daerah.
Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil
dari anggaran belanja daerah. Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun
anggaran berpedoman pada penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri
Keuangan.
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang,
penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah
pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan
sosial.
Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial diwujudkan dalam bentuk program dan
kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara
fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut.
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran
tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian
pinjaman atau penerimaan piutang.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 25
Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran
berkenaan.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan.
a. Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA);
2) pencairan dana cadangan;
3) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
4) penerimaan pinjaman daerah;
5) penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
6) penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) pembentukan dana cadangan;
2) penanaman modal (investasi) pemerintah daerah;
3) pembayaran pokok utang; dan
4) pemberian pinjaman daerah.
Pembiayaan neto merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan
pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit
anggaran.
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA)
Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup
pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan,
pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan
penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga
sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
b. Dana Cadangan
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang
penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun
anggaran.
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan digunakan antara lain untuk
menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 26
milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi
penyertaan modal pemerintah daerah.
d. Penerimaan Pinjaman Daerah
Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman
daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan
pada tahun anggaran berkenaan.
e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah
Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi
penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau
pemerintah daerah lainnya.
f. Penerimaan Piutang Daerah
Penerimaan piutang digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber
dari pelunasan piutang fihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari
pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank,
lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya.
g. Investasi Pemerintah Daerah
Investasi pemerintah daerah digunakan untuk mengelola kekayaan pemerintah daerah
yang diinvestasikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
1) Investasi jangka pendek.
Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera
diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko
rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. Investasi jangka
pendek mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12
(duabelas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian Surat Utang
Negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Perbendaharaan Negara
(SPN).
2) Investasi jangka panjang.
Investasi jangka panjang digunakan untuk menampung penganggaran investasi
yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari
investasi permanen dan non-permanen. Investasi jangka panjang antara lain surat
berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan
usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal
saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah
untuk tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri, surat berharga yang
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 27
tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka
pendek.
h. Pembayaran Pokok Utang
Pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban
atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang.
i. Pemberian Pinjaman Daerah
Pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan
kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.
5. Pelaksanaan Anggaran Daerah
Pelaksanaan anggaran daerah meliputi mekanisme pelaksanaan penerimaan daerah dan
mekanisme pengeluaran daerah.
1. Mekanisme Penerimaan Daerah
a. Transaksi penerimaan Pendapatan Daerah
Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah
yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit.
b. Penerimaan Pendapatan melalui Bendahara Penerimaan
Bendahara Penerimaan menerima setoran dari wajib bayar, dan berkewajiban
menyetor semua uang yang diterima ke bank (Rekening Kas Daerah) paling lambat
1 (satu) hari kerja terdekat dari hari saat uang kas tersebut diterima. Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang mempunyai sumber pendapatan daerah (Unit Penghasil
Daerah/ UPD) wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya.
c. Bendahara Penerima Pembantu
Dalam hal obyek pendapatan daerah tersebar atas pertimbangan kondisi
geografis wajib pajak dan/atau wajib retribusi tidak mungkin membayar
kewajibannya langsung pada badan, lembaga keuangan atau kantor pos yang
bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan,
dapat ditunjuk bendahara penerimaan pembantu.
Bendahara penerimaan pembantu wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada bendahara penerimaan paling lambat
tanggal 5 bulan berikutnya. Bendahara penerimaan melakukan verifikasi,
evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 28
d. Penyetoran Penerimaan
Kepala daerah dapat menunjuk bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos
yang bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan.
Bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos menyetor seluruh uang yang
diterimanya ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak uang kas tersebut diterima. Walaupun demikian, atas atas
pertimbangan kondisi geografis yang sulit dijangkau dengan komunikasi dan
transportasi, penyetoran dapat melebihi ketentuan batas waktu penyetoran
ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
Bendahara penerimaan pembantu wajib menyetor seluruh uang yang diterimanya
ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak uang
kas tersebut diterima. Bendahara penerimaan pembantu
mempertanggungjawabkan bukti penerimaan dan bukti penyetoran dari seluruh
uang kas yang diterimanya kepada bendahara penerimaan. Pengisian dokumen
penatausahaan penerimaan dapat menggunakan aplikasi komputer dan/atau alat
elektronik lainnya.
e. Verifikasi penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD)
PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban bendahara penerimaan pada SKPD. Verifikasi, evaluasi dan
analisis dilakukan dalam rangka rekonsiliasi penerimaan. Mekanisme dan tata cara
verifikasi, evaluasi dan analisis diatur dalam peraturan kepala daerah.
Saldo rekening penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke
Rekening Kas Daerah.
f. Pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan
Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara
administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya.
Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara
fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku
BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 29
2. Mekanisme Pengeluaran Daerah
a. Penyediaan Dana
Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas
menerbitkan SPD. SPD disiapkan oleh kuasa BUD untuk ditandatangani oleh PPKD.
Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau dokumen lain
yang dipersamakan dengan SPD. Penerbitan SPD dilakukan perbulan, pertriwulan,
atau persemester sesuai dengan ketersediaan dana.
b. Permintaan Pembayaran
Berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD bendahara
pengeluaran mengajukan SPP kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran melalui PPK-SKPD. SPP terdiri dari: SPP Uang Persediaan (SPP-UP); SPP
Ganti Uang (SPP-GU); SPP Tambahan Uang (SPP-TU); dan SPP Langsung (SPP-LS).
Pengajuan SPP dilampiri dengan daftar rincian rencana penggunaan dana sampai
dengan jenis belanja.
c. SPP UP
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
Dokumen SPP-UP terdiri dari:
1) surat pengantar SPP-UP;
2) ringkasan SPP-UP;
3) rincian SPP-UP;
4) salinan SPD;
5) draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain uang persediaan saat pengajuan SP2D
kepada kuasa BUD;
6) lampiran lain yang diperlukan.
d. SPP GU
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka ganti uang persediaan.
Dokumen SPP-GU terdiri dari:
1) surat pengantar SPP-GU;
2) ringkasan SPP-GU;
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 30
3) rincian penggunaan SP2D-UP/GU yang lalu;
4) bukti transaksi yang sah dan lengkap;
5) salinan SPD;
6) draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain ganti uang persediaan saat pengajuan
SP2D kepada kuasa BUD;
7) lampiran lain yang diperlukan.
Ketentuan batas jumlah SPP-UP dan SPP-GU ditetapkan dalam peraturan kepala
daerah.
e. SPP TU
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara
pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk memperoleh persetujuan
dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam
rangka tambahan uang persediaan.
Dokumen SPP-TU terdiri dari:
1) surat pengantar SPP-TU;
2) ringkasan SPP-TU;
3) rincian rencana penggunaan TU;
4) salinan SPD;
5) draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak
dipergunakan untuk keperluan selain tambahan uang persediaan saat
pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
6) surat keterangan yang memuat penjelasan keperluan pengisian tambahan
uang persediaan;
7) lampiran lainnya.
Batas jumlah pengajuan SPP-TU harus mendapat persetujuan dari PPKD dengan
memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaan.
Dalam hal dana tambahan uang tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, maka
sisa tambahan uang disetor ke rekening kas umum daerah.
Ketentuan batas waktu penyetoran sisa tambahan uang dikecualikan untuk:
1) kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan;
2) kegiatan yang mengalami penundaan dari jadwal yang telah ditetapkan yang
diakibatkan oleh peristiwa di luar kendali PA/KPA.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 31
Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU digunakan dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan.
f. SPP LS
1) Untuk Pembayaran Gaji, Tunjangan dan Penghasilan Lain
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan
tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
Dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan terdiri dari:
a) surat pengantar SPP-LS;
b) ringkasan SPP-LS;
c) rincian SPP-LS;
d) lampiran SPP-LS.
2) Untuk Pengadaan Barang dan Jasa
PPTK menyiapkan dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa untuk
disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan
permintaan pembayaran.
Dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa terdiri dari:
a) surat pengantar SPP-LS;
b) ringkasan SPP-LS;
c) rincian SPP-LS;
d) lampiran SPP-LS.
Lampiran dokumen SPP-LS. untuk pengadaan barang dan jasa mencakup:
a) salinan SPD;
b) salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait;
c) SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani wajib
pajak dan wajib pungut;
d) surat perjanjian kerjasama/kontrak antara pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran dengan pihak ketiga serta mencantumkan nomor
rekening bank pihak ketiga;
e) berita acara penyelesaian pekerjaan;
f) berita acara serah terima barang dan jasa;
g) berita acara pembayaran;
h) kwitansi bermeterai, nota/faktur yang ditandatangani pihak ketiga dan
PPTK sertai disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 32
i) surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank
atau lembaga keuangan non bank;
j) dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari penerusan pirrjaman/hibah luar
negeri;
k) berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh pihak ketiga/rekanan
serta unsur panitia pemeriksaan barang berikut lampiran daftar barang
yang diperiksa;
l) surat angkutan atau konosemen apabila pengadaan barang dilaksanakan
di luar wilayah kerja;
m) surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan pekerjaan dari PPTK
apabila pekerjaan mengalami keterlambatan;
n) foto/buku/dokumentasi tingkat kemajuan/penyelesaian pekerjaan;
o) potongan jamsostek (potongan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku/surat pemberitahuan jamsostek);
p) khusus untuk pekerjaan konsultan yang perhitungan harganya
menggunakan biaya personil (billing rate), berita acara prestasi kemajuan
pekerjaan dilampiri dengan bukti kehadiran dari tenaga konsultan sesuai
pentahapan waktu pekerjaan dan bukti penyewaan/pembelian alat
penunjang serta bukti pengeluaran lainnya berdasarkan rincian dalam
surat penawaran.
Kelengkapan lampiran dokumen SPP-LS pengadaan barang dan jasa digunakan
sesuai dengan peruntukannya. Dalam hal kelengkapan dokumen yang diajukan
tidak lengkap, bendahara pengeluaran mengembalikan dokumen SPP-LS
pengadaan barang dan jasa kepada PPTK untuk dilengkapi.
Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS kepada pengguna anggaran
setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh persetujuan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
Permintaan pembayaran untuk suatu kegiatan dapat terdiri dari SPP-LS
dan/atau SPP-UP/GU/TU. SPP-UP/GU/TU untuk pembayaran pengeluaran
lainnya yang bukan untuk pihak ketiga.
SPP-LS untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga berdasarkan kontrak
dan/atau surat perintah kerja setelah diperhitungkan kewajiban pihak ketiga
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. SPP-LS belanja
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 33
barang dan jasa untuk kebutuhan SKPD yang bukan pembayaran langsung
kepada pihak ketiga dikelola oleh bendahara pengeluaran.
3) Untuk Belanja Bunga, Hibah, Bantuan dan Pembiayaan
Permintaan pembayaran belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja
bagi hasil, bantuan keuangan, dan pembiayaan oleh bendahara pengeluaran
SKPKD dilakukan dengan menerbitkan SPP-LS yang diajukan kepada PPKD
melalui PPK-SKPKD.
Dokumen yang digunakan oleh bendahara pengeluaran dalam
menatausahakan pengeluaran permintaan pembayaran mencakup:
a) buku kas umum;
b) buku simpanan/bank;
c) buku pajak;
d) buku panjar;
e) buku rekapitulasi pengeluaran per rincian obyek;
f) register SPP-UP/GU/TU/LS.
Dalam rangka pengendalian penerbitan permintaan pembayaran untuk setiap
kegiatan dibuatkan kartu kendali kegiatan. Buku-buku tersebut dapat
dikerjakan oleh pembantu bendahara pengeluaran.
Dokumen yang digunakan oleh PPK-SKPD dalam menatausahakan penerbitan
SPP mencakup register SPP-UP/GU/TU/LS. Pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS
yang diajukan oleh bendahara pengeluaran. Penelitian kelengkapan dokumen
SPP dilaksanakan oleh PPK-SKPD. Dalam hal kelengkapan dokumen yang
diajukan tidak lengkap, PPK-SKPD mengembalikan dokumen SPP-UP, SPP-GU,
SPP-TU, dan SPP-LS kepada bendahara pengeluaran untuk dilengkapi.
g. Perintah Membayar
Dalam hal dokumen SPP dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran menerbitkan SPM. Dalam hal dokumen SPP dinyatakan tidak
lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak
menerbitkan SPM. Dalam hal pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang
untuk menandatangani SPM.
Penerbitan SPM paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen
SPP. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 34
diterimanya pengajuan SPP. SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada kuasa BUD
untuk penerbitan SP2D.
h. Pencairan Dana
1) Mekanisme SP2D
Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak
melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Kelengkapan dokumen SPM-UP untuk penerbitan SP2D adalah surat pernyataan
tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
2) Penerbitan SP2D
Penerbitan SP2D paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya
pengajuan SPM. Penolakan penerbitan SP2D paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM.
Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang
persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan kepada pengguna
anggaran/kuasa penggguna anggaran.
Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran
langsung kepada pihak ketiga.
3) Dokumen SP2D
Dokumen yang digunakan kuasa BUD dalam menatausahakan SP2D mencakup:
a) register SP2D;
b) register surat penolakan penerbitan SP2D;
c) buku kas penerimaan dan pengeluaran.
i. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan
penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan
kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Dokumen pendukung SPP-LS dapat dipersamakan dengan bukti pertanggungjawaban
atas pengeluaran pembayaran beban langsung kepada pihak ketiga.
Bendahara pengeluaran pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara
fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penyampaian pertanggungjawaban
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 35
bendahara pengeluaran secara fungsional dilaksanakan setelah diterbitkan surat
pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.
j. Bendahara Pengeluaran Pembantu
Bendahara pengeluaran pembantu dapat ditunjuk berdasarkan pertimbangan
tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja,
lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif Iainnya.
Bendahara pengeluaran melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban pengeluaran.
k. Pemeriksaan Kas
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melakukan pemeriksaan kas yang
dikelola oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sekurang-
kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran melakukan pemeriksaan kas
yang dikelola oleh bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran
pembantu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. Pemeriksaan kas
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas.
Pengisian dokumen penatausahaan bendahara pengeluaran dapat menggunakan
aplikasi komputer dan/atau alat elektronik lainnya.
l. Penatausahaan Pendanaan Tugas Pembantuan
Gubernur melimpahkan kewenangan kepada bupati/walikota untuk menetapkan
pejabat kuasa pengguna anggaran pada SKPD kabupaten/kota yang menandatangani
SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang melaksanakan tugas
pembantuan di kabupaten/kota.
Bupati/walikota melimpahkan kewenangan kepada kepala desa untuk menetapkan
pejabat kuasa pengguna anggaran pada lingkungan pemerintah desa yang
menandatangani SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang
melaksanakan tugas pembantuan di pemerintah desa.
Administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
dana tugas pembantuan provinsi di kabupaten/kota dilakukan secara terpisah dari
administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kabupaten/kota. Administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan dana tugas pembantuan kabupaten/kota di pemerintah desa dilakukan
secara terpisah dari administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APB Desa.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 36
6. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Akuntansi keuangan pemerintah daerah merupakan bagian dari akuntansi sektor publik
yang mencatat dan melaporkan semua transaksi yang berkaitan dengan keuangan daerah.
Keuangan daerah meliputi semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang.
Siklus akuntansi pemerintah daerah merupakan perpaduan antara pola anggaran dan
siklus akuntansi keuangan. Siklus akuntansi pemerintah daerah dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Penetapan posisi keuangan awal tahun;
2. Pengesahan perda APBD;
3. Pendokumentasian transaksi dalam buku register;
4. Pencatatan realisasi pelaksanaan anggaran (meliputi transaksi pendapatan, belanja
dan pembiayaan) dalam buku jurnal, buku besar;
5. Penyusunan laporan keuangan dilaksanakan berdasarkan pada PP No. 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 37
Proses akuntansi pokok dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.15 Proses akuntansi pokok
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) adalah rangkaian sistematik dari prosedur,
penyelenggara, peralatan dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak
analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi
pemerintahan daerah. SAPD memuat pilihan prosedur dan teknik akuntansi dalam
melakukan identifikasi transaksi, pencatatan pada jurnal, posting kedalam buku besar,
penyusunan neraca saldo serta penyajian laporan keuangan.
PROSES AKUNTANSI POKOK
Dokumen Catatan Laporan
Jenis-Jenis Transaksi
Keuangan Pemda
APBD
Realisasi APBD
Buku Jurnal Buku Besar
Laporan Keuangan
Ditetapkan
Dewan
Dokumen Sumber
- SP2D - SPJ - Bukti memorial
Buku Pembantu
Kertas
Kerja
Bukti Penerimaan Kas
Bukti Pengeluaran Kas
Bukti Memorial
Bukti Penerimaan Kas
Bukti Pengeluaran Kas
Bukti Memorial
LRA dan LP SAL
Neraca, LO dan LPE
Laporan Arus Kas
CALK
Bukti Pengeluaran Kas
Bukti Memorial
Kumpulan
Rekening
(Ringkasan
dan Rincian)
SAP
KEBIJAKAN AKUNTASI
Pencatatn dan
Pengolongan
Peringkasan Pelaporan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 38
Penyajian laporan keuangan terdiri atas:
1. laporan realisasi anggaran;
2. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
3. neraca;
4. laporan operasional;
5. laporan arus kas;
6. laporan perubahan ekuitas; dan
7. catatan atas laporan keuangan.
SAPD terdiri atas:
1. sistem akuntansi PPKD mencakup teknik pencatatan, pengakuan dan pengungkapan
atas pendapatan-LO, beban, pendapatan-LRA, belanja, transfer, pembiayaan, aset,
kewajiban, ekuitas, penyesuaian dan koreksi.
2. sistem akuntansi SKPD mencakup teknik pencatatan, pengakuan dan pengungkapan
atas pendapatan-LO, beban, pendapatan-LRA, belanja, aset, kewajiban, ekuitas,
penyesuaian dan koreksi.
7. Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah
1. Laporan Realisasi APBD Semester Pertama
Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan
belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Laporan disertai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
2. Laporan Tahunan
PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan dan
disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan pertanggung
jawaban pelaksanaan anggaran SKPD. Laporan keuangan disampaikan kepada PPKD
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan pemerintah yang
mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan pemerintahan
daerah dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan
BUMD/perusahaan daerah. Laporan ikhtisar realisasi kinerja disusun dari ringkasan
laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dan laporan kinerja interim di
Iingkungan pemerintah daerah. Penyusunan laporan kinerja interim berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mengenai laporan kinerja interim di
lingkungan pemerintah daerah. Laporan keuangan pemerintah daerah dilampiri dengan
surat pernyataan kepala daerah yang menyatakan pengelolaan APBD yang menjadi
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 39
tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Laporan keuangan disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 40
BAB III PEMERIKSAAN KEUANGAN PEMERINTAH
A. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, merupakan salah satu tugas pokok
BPK-RI menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah merupakan pertanggungjawaban
pemerintah atas pelaksanaan APBN/APBD tahun anggaran tertentu. Laporan Keuangan
Pemerintah tersebut disusun dengan menggunakan suatu sistem akuntansi dan
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pemeriksaan atas Laporan keuangan merupakan jenis pemeriksaan keuangan yang
bertujuan untuk pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan tersebut dalam
semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Pemeriksaan
dilakukan berdasarkan pada standar pemeriksaan yang ditetapkan dengan Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 01 Tahun 2007 dalam
bentuk Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Sesuai mandatnya, BPK melakukan pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan
pemerintah pusat (LKPP), laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL), laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD), laporan keuangan Bank Indonesia, laporan
keuangan BUMN dan BUMD, serta lembaga lain yang termasuk dalam lingkup
keuangan negara.
Pemeriksa BPK melakukan pemeriksaan keuangan sesuai dengan SPKN, panduan
manajemen pemeriksaan (PMP), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Keuangan,
serta petunjuk teknis terkait lainnya. SPKN yang mengatur mengenai pemeriksaan
keuangan adalah pernyataan standar pemeriksaan (PSP) 01 (standar umum), 02
(standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan), dan 03 (standar pelaporan pemeriksaan
keuangan).
Metodologi Pemeriksaan Keuangan sesuai Draft Juklak Pemeriksaan Keuangan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 41
Gambar 3.1 Metodologi pemeriksaan keuangan
B. Pemeriksaan Berbasis Risiko Pada Pemeriksaan Keuangan
1. Pengertian Pemeriksaan Berbasis Risiko (Risk Based Audit /RBA)
Risk Based Audit (RBA) adalah suatu pendekatan audit yang memberikan fokus
pemeriksaan pada area/akun laporan keuangan yang memiliki risiko tinggi atas
terjadinya salah saji. RBA merupakan suatu metode audit yang dapat diterapkan
oleh pemeriksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya agar pemeriksaan dapat
berjalan secara efektif dan efisien. Pendekatan ini muncul karena adanya pemikiran
atas kompleksitas dan luasnya cakupan entitas yang diperiksa, sedangkan institusi
yang melakukan pemeriksaan memiliki keterbatatasan sumber daya, seperti jumlah
pemeriksa yang tidak mencukupi, biaya pemeriksaan yang belum memadai ataupun
jumlah hari pemeriksaan yang terbatas. Kompleksitas dan luasnya cakupan entitas
yang diperiksa juga tidak memungkinkan bagi pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan dengan menguji keseluruhan populasi (100% testing) karena selain
tidak efektif juga tidak efisien. Oleh karena itu, meskipun dengan keterbatasan
sumber daya yang ada, fokus pemeriksaan harus diarahkan pada area-area yang
berisiko tinggi agar hasil audit BPK (opini) bebas dari risiko kesalahan audit dan
dapat memenuhi harapan masyarakat berupa hasil audit yang berkualitas tinggi.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 42
Proses identifikasi risiko dalam RBA dimulai dari identifikasi risiko yang terdapat
pada tingkat entitas (entity level), risiko yang terdapat pada tingkat proses atau
siklus entitas (process level), dan kemudian identifikasi risiko yang terjadi pada
tingkat akun (account level). Melalui proses identifikasi risiko tersebut, diharapkan
pemeriksa dapat merancang prosedur pemeriksaan secara efektif dan efisien yaitu
fokus pada area-area yang bermasalah (berisiko tinggi).
2. Tujuan RBA
RBA bertujuan untuk memberikan keyakinan, pemahaman, dan pendalaman
mengenai risiko kepada pemeriksa maupun kepada entitas terperiksa. Metode RBA
tidak hanya memberikan manfaat bagi pemeriksa namun juga bagi entitas yang
diperiksa. Manfaat RBA bagi pemeriksa antara lain:
Pemeriksa dapat menyusun dan melaksanakan prosedur audit lebih efektif dan
efisien;
Pemeriksa dapat mengurangi (memitigasi) risiko dalam pelaksanaan audit;
RBA memberikan pendekatan audit sistematis dan unggul yang terfokus pada
pengurangan risiko;
Membantu pemeriksa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik atas
kegiatan operasi entitas yang diperiksa.
Sedangkan manfaat RBA bagi entitas terperiksa antara lain:
Auditee dapat memperoleh tingkat jaminan yang lebih tinggi atas proses dan
hasil audit;
RBA dapat membantu auditee dalam peningkatan proses manajemen,
pengelolaan dan pengendalian risiko dalam rangka mencapai tujuan organisasi;
RBA dapat memberikan nilai tambah bagi auditee melalui rekomendasi/ saran
yang terkait dengan peningkatan kinerja organisasi dan bagaimana pengelolaan
risiko operasi yang baik.
RBA dapat membantu auditee dalam meningkatkan pelaksanaan Good
Corporate Governance (GCG).
Penerapan RBA dalam pemeriksaaan keuangan dibagi menjadi tiga tahapan (fase) yaitu:
a. Perencanaan pemeriksaan (Planning audit)
Pada fase perencanaan beberapa langkah pemeriksaan yang dilaksanakan antara lain
pemahaman entitas, identifikasi dan analisis risiko, menyusun strategi pemeriksaan yang
mengarah pada risiko-risiko yang teridentifikasi, menetapkan materialitas, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan Interim (Interim audit)
Fase interim adalah pemeriksaan yang dilaksanakan sebelum berakhirnya tanggal
Neraca (31 Desember 20XX) dan umumnya dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai
dengan Desember. Pada fase ini beberapa langkah pemeriksaan yang dilaksanakan
antara lain melakukan pemahaman Sistem Pengendalian Internal (SPI), uji pengendalian,
dan uji substantif terbatas atas risiko yang telah diidentifikasi pada saat perencanaan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 43
Pengujian di fase interim ini akan membantu mengurangi beban kerja pada saat fase
akhir tahun (final) dan juga untuk menilai efektifitas SPI entitas.
c. Pemeriksaan akhir tahun (final year audit)
Pelaksanaan Pemeriksaan akhir tahun (atau lazim pula dikenal sebagai pemeriksaan
terinci) adalah fase pemeriksaan yang dimulai setelah laporan keuangan entitas
diserahkan ke BPK. Pada fase ini, pemeriksa antara lain melakukan uji pengendalian1. Uji
pengendalian dilakukan bila pemeriksa yakin bahwa tingkat pengendalian entitas cukup
efektif. Sebaliknya, bila pemeriksa beranggapan bahwa pengendalian entitas tidak
efektif maka pemeriksa akan melakukan pengujian substantif mendalam. Selain itu,
pemeriksa akan mereviu keseluruhan aspek-aspek yang disajikan dan diungkapkan di
dalam laporan keuangan.
3. Hubungan Antar Risiko
Selama proses pemeriksaan, pemeriksa selalu menghadapi ketidakpastian
(uncertainty). Contohnya ketidakpastian atas kecukupan dan ketepatan bukti
pemeriksaan, ketidakpastian atas tingkat efektivitas SPI entitas dan ketidakpastian
apakah entitas telah menyajikan laporan keuangan secara wajar dalam hal-hal yang
bersifat material. Kunci utama agar tercapai hasil pemeriksaan yang berkualitas adalah
pemeriksa mampu memperhitungkan segala ketidakpastian tersebut dengan cermat
selama melaksanakan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan keuangan, ketidakpastian
tersebut diukur dengan risiko. Kita mengenal beberapa jenis risiko yaitu: risiko bisnis
(business risk), risiko bawaan (inherent risk), risiko pengendalian (control risk), risiko
deteksi (detection risk), risiko pemeriksaan (audit risk), dan risiko kecurangan (fraud
risk).
Risiko deteksi diperoleh dengan menggunakan Model risiko pemeriksaan sebagai
berikut:
AAR = IR X CR X DR
sehingga
Risiko Deteksi = Risiko Pemeriksaan
Risiko Bawaan X Risiko Pengendalian
AAR = Risiko Pemeriksaan yang Dapat Diterima (Acepted Audit Risk)
IR = Risiko Bawaan (Inherent Risk)
CR = Risiko Pengendalian (Control Risk)
DR = Risiko Deteksi (Detection Risk)
1 Uji pengendalian yang dapat dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah uji dokumen. Observasi/ walktrhough hanya relevan dan dapat dilakukan pada tahun periode laporan keuangan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 44
Penentuan risiko deteksi dapat diihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Penentuan Tingkat Risiko Deteksi
Model risiko pemeriksaan yang dijelaskan di atas menjelaskan bahwa keterbatasan
akan tetap ada, karena model tersebut bukan rumusan pasti dalam penilaian risiko
pemeriksaan. Sehingga dimungkinkan bahwa risiko pemeriksaan yang sebenarnya
adalah lebih rendah atau lebih tinggi dari penilaian risiko yang ditetapkan pemeriksa
pada tahap perencanaan. Penilaian risiko pada tahap perencanaan membantu
pemeriksa dalam menentukan luas lingkup pengujian pada area-area yang akan
menjadi fokus pemeriksaan berdasarkan risiko yang telah diidentifikasi. Gambaran
atas hubungan antara risiko-risiko di atas dapat kita lihat dalam ilustrasi gambar
berikut ini:
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 45
Gambar 3.2 Hubungan antar Risiko
Dalam pemeriksaan keuangan, pemahaman risiko sebenarnya diawali sejak
pemahaman atas entitas. Identifikasi dan penilaian risiko sangat kritis saat pemeriksa
melakukan penilaian atas risiko pengendalian. Bila sistem pengendalian yang didesain
dan dioperasikan oleh entitas berjalan dengan efektif maka pemeriksa dapat
mengandalkan pada sistem pengendalian entitas tersebut. Oleh karena itu, pemeriksa
perlu menerapkan prosedur audit uji pengendalian (test of control). Namun sebaliknya
bila sistem pengendalian entitas tidak berjalan efektif maka pemeriksa tidak
menerapkan uji pengendalian, akan tetapi dilanjutkan dengan pengujian substantif
mendalam guna memperoleh keyakinan yang cukup atas objek yang diperiksanya.
4. Risiko dan Materialitas
Pengertian Materialitas
Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan
atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah
atau memengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi
tersebut, sehingga akan memengaruhi pengambilan keputusan. Keadaan yang
melingkupi yang harus dipertimbangkan pemeriksa dalam menetapkan materialitas di
antaranya adalah sifat dan jumlah pos dalam laporan keuangan yang diperiksa. Sebagai
contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu entitas mungkin tidak
material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran dan sifat yang berbeda.
Begitu juga, jumlah yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu kemungkinan
berubah dari satu periode ke periode yang lain. Sehingga dalam penetapan materialitas
tersebut pemeriksa dapat menggunakan pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.
Risiko Bawaan
Risiko Pengendalian
Risiko Deteksi
Risiko Pemeriksaan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 46
Tabel 3.2 Hubungan materialitas dan risiko pemeriksaan serta banyaknya bukti yang harus
diperoleh
5. Teknik Penilaian Risiko Bawaan
Analisis atas risiko bawaan pada level entitas dilakukan melalui Matriks Risiko Bisnis
(MRB) atau Business Risk Matrix (BRM). Dalam MRB, pemeriksa menganalisis isu-isu
signifikan baik yang merupakan faktor eksternal dan internal yang dapat berpengaruh
terhadap kewajaran laporan keuangan, isu-isu itulah yang merupakan risiko bawaan
bagi entitas (risiko bawaan level entitas).
1. Sifat bisnis/ industri entitas.
Risiko bawaan akun-akun pada satu entitas berbeda dengan entitas lainnya
tergantung dari karakteristik entitas masing-masing. Sebagai contoh, risiko bawaan
akun pendapatan pada entitas dengan sumber penerimaannya dominan dari PAD
atau dana bagi hasil akan lebih tinggi risiko bawaannya dibandingkan entitas
dengan sumber penerimaan didominasi dari dana transfer. Terdapat beberapa
akun yang karena karakteristiknya memiliki risiko bawaan tinggi tanpa dipengaruhi
sifat bisnis entitas, seperti akun kas dan setara kas. Informasi mengenai sifat bisnis/
industri entitas diperoleh pemeriksa dari hasil pemahaman entitas.
2. Temuan/ koreksi hasil pemeriksaan sebelumnya.
Dari tahapan pemantuan tindak lanjut pemeriksaan sebelumnya pemeriksa dapat
menganalisis risiko bawaan suatu akun. Temuan hasil pemeriksaan tahun
sebelumnya yang berupa salah saji dan koreksi memiliki risiko bawaan yang tinggi
karena berpotensi menjadi temuan berulang pada pemeriksaan tahun berjalan.
Misalnya dari hasil pemeriksaan tahun sebelumnya atas belanja modal
menunjukkan salah saji yang material maka risiko bawaan akun belanja modal yang
ditetapkan untuk pemeriksaan tahun berjalan adalah tinggi.
3. Hubungan dengan pihak-pihak terkait.
Jika akun-akun yang diperiksa merupakan transaksi antar pihak terkait yang dapat
memengaruhi independensi pihak-pihak yang bertransaksi tersebut maka
pemeriksa menilai risiko bawaan atas akun tersebut tinggi. Sebagai contoh: utang-
piutang, penjualan dan pembelian, transfer aset.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 47
4. Jenis-jenis transaksi (rutin/non-rutin) dan tingkat kompleksitasnya.
Pada transaksi-transaksi non rutin, kesalahan akan lebih banyak dijumpai karena
kurangnya pengalaman atau pengetahuan tentang bagaimana pencatatan atau
perlakuan akuntansinya jika dibandingkan dengan transaksi-transaksi yang sifatnya
rutin bagi entitas yang diperiksa. Oleh karena itu, akun-akun non rutin tersebut
risiko bawaannya lebih tinggi dibandingkan dengan akun-akun pada transaksi rutin.
Misalnya, akun-akun terkait transfer aset, akuisisi aset, atau tentang kesepakatan
sewa menyewa, memiliki risiko salah saji lebih besar dibandingkan akun-akun
pendapatan yang merupakan transaksi rutin entitas. Selain itu akun yang
memerlukan kalkulasi rumit akan memiliki risiko bawaan yang lebih tinggi dengan
suatu akun yang memerlukan kalkulasi sederhana.
Tingkat subyektivitas atas pertimbangan-pertimbangan yang disyaratkan oleh
standar akuntansi.
Beberapa akun membutuhkan asumsi, estimasi, kebijakan, dan pertimbangan
profesional manajemen yang cukup tinggi dalam perlakuan dan pencatatan
akuntansinya. Misalnya akun-akun yang terkait dengan depresiasi aset, penyisihan
piutang, dan revaluasi aset, membutuhkan pertimbangan profesional manajemen
yang disyaratkan oleh standar akuntansi sehingga kemungkinan terjadi kesalahan
dalam penyajian cukup tinggi. Oleh karena itu, risiko bawaan yang ditetapkan
pemeriksa terhadap akun-akun tersebut akan cenderung tinggi.
5. Faktor-faktor terkait dengan kecurangan terhadap laporan keuangan dan atau
penyalahgunaan aset.
Kecurangan terhadap laporan keuangan memengaruhi penilaian tingkat risiko
bawaan. Jika terdapat indikasi kecurangan atau kemungkinan terjadinya
kecurangan terhadap suatu akun tinggi maka risiko bawaan pada akun tersebut
juga akan tinggi. Misalnya terdapat indikasi kecurangan pada pengadaan
kendaraan maka akun belanja modal dan akun aset tetap akan memiliki risiko
bawaan yang tinggi.
6. Teknik Pemahaman dan Pengujian SPI
Penilaian atas efektivitas SPI (Penilaian Risiko Pengendalian) pada pemeriksaan atas LK
memberikan manfaat kepada para pemangku kepentingan dalam memberikan
penilaian atas akuntabilitas pengelolaan keuangan. Pengendalian internal yang efektif
pada tahun berjalan dapat memberikan gambaran kepada para pemangku kepentingan
bahwa kemungkinan salah saji dalam LK pada tahun selanjutnya juga relatif kecil.
Penilaian Risiko Pengendalian terdiri dari tahapan Pemahaman dan Pengujian SPI.
Penilaian Risiko Pengendalian dilakukan pemeriksa pada pengendalian internal atas
siklus transaksi (classess of transactions) atau aktivitas (kegiatan) entitas, bukan pada
kelas akun, karena akurasi dari keluaran sistem akuntansi (saldo akun) sangat
tergantung pada akurasi dari masukan dan proses (transaksi).
Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas LK dalam rangka menilai keandalan (reliability)
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 48
LK berdasarkan suatu asersi manejemen. Tujuan pemeriksaan berhubungan erat
dengan asersi manajemen karena asersi manajemen merupakan kriteria bagi pemeriksa
dalam melakukan pemeriksaan atas LK. Tujuan pemeriksaan (asersi) terkait siklus
transaksi meliputi:
1. Keterjadian (occurence), bahwa semua transaksi dan kejadian yang dicatat adalah
benar-benar terjadi, bukan fiktif;
2. Kelengkapan (completeness), bahwa semua transaksi dan kejadian yang seharusnya
dicatat telah dicatat;
3. Akurasi (accuracy), bahwa semua informasi akuntansi atas transaksi telah dicatat
dengan tepat atau akurat;
4. Pengeposan dan peringkasan (posting and summarisation), bahwa semua transfer
informasi dari data rekaman transaksi pada jurnal ke sub akun dan buku besar
adalah akurat;
5. Pengklasifikasian (classification), bahwa semua transaksi dan kejadian telah
diklasifikasikan pada akun yang tepat; dan
6. Waktu (timing), bahwa semua transaksi dan kejadian dicatat pada waktu yang tepat.
a. Pemahaman SPI
Pemahaman SPI meliputi pemahaman atas desain serta implementasi SPI entitas
sampai dengan penilaian awal atas risiko pengendalian. Pemeriksa melakukan
penilaian awal atas risiko pengendalian untuk setiap siklus transaksi berisiko yang
teridentifikasi dalam analisis Matriks Risiko Bisnis (MRB) entitas.
Dalam melakukan pemahaman SPI, pemeriksa perlu mempelajari dan menganalisis
hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. Temuan pemeriksaan tahun sebelumnya
dapat membantu pemeriksa dalam memberikan gambaran mengenai kondisi SPI
dan mengidentifikasi Risiko Pengendalian (RP) pada tahun LK yang diperiksa. Risiko
pengendalian adalah risiko bahwa SPI entitas tidak dapat mencegah atau
mendeteksi adanya salah saji material dalam LK.
Hasil pemeriksaan tahun lalu merupakan pertimbangan dalam pemahaman SPI akan
tetapi pemeriksa harus tetap melakukan prosedur pemahaman SPI sebagaimana
akan dijelaskan dalam modul ini.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 49
Gambar 3.3 Alur pertimbangan atas hasil pemeriksaan sebelumnya
Pemahaman SPI dalam pemeriksaan keuangan dimulai dari pemutakhiran data dan
dokumen SPI entitas sampai dengan memberikan nilai awal RP yang meliputi tujuh
kegiatan sebagai berikut:
1. Memperoleh (atau memutakhirkan) serta menelaah data dan informasi SPI.
2. Mendokumentasikan hasil pemahaman SPI.
3. Mengevaluasi implementasi SPI.
4. Mengidentifikasi pengendalian yang ada.
5. Mengidentifikasi kelemahan pengendalian.
6. Menentukan tingkat kelemahan pengendalian.
7. Menentukan nilai awal RP.
b. Pengujian SPI
Pengujian SPI dilakukan untuk memperoleh keyakinan atas efektivitas SPI berdasarkan
nilai awal risiko pengendalian yang diperoleh pada tahapan Pemahaman SPI. Terdapat
persamaan langkah dalam pengujian pengendalian dan pemahaman SPI, antara lain:
wawancara, pengujian dokumen dan data, serta observasi. Sedangkan perbedaan
antara pemahaman dan pengujian SPI adalah: 1) dalam Pemahaman SPI, prosedur
untuk memperoleh pemahaman dilakukan pada semua pengendalian pada siklus yang
teridentifikasi berisiko dari hasil analisis Matriks Risiko Bisnis (MRB). Sementara, pada
tahap pengujian pengendalian hanya dilakukan pada pengendalian dengan risiko
rendah dan/ atau sedang; 2) Prosedur Pemahaman SPI dilakukan hanya pada satu atau
Apakah ada temuan
pada pemeriksaan
sebelumnya?
tidak
ya
RP: Rendah
Sudah ada
tindak lanjut?
tidak
ya
RP: Tinggi
Apakah tindak lanjut
sudah selesai?
tidak
RP: Sedang/Tinggi
ya
RP: Rendah
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 50
beberapa transaksi (dalam observasi dokumen), sebaliknya pada pengujian
pengendalian dilakukan pada sampel yang lebih banyak dengan menggunakan teknik uji
petik pemeriksaan.
Uji pengendalian dilakukan terhadap atribut pengendalian untuk menyakinkan bahwa
keberadaan pengendalian tersebut berfungsi dalam memenuhi asersi manajemen.
Langkah-langkah dalam uji pengendalian adalah:
1. Merancang uji pengendalian.
2. Menguji pengendalian.
3. Mengevaluasi hasil pengujian.
4. Mendokumentasikan hasil.
5. Menentukan tingkat RP siklus.
6. Menyusun temuan sementara atas efektivitas SPI entitas, jika ada
c. Pengendalian Dalam Lingkungan Teknologi Informasi
Penggunaan teknologi informasi (TI) dalam sistem akuntansi entitas mampu
meningkatkan pengendalian internal entitas, namun disisi lain penggunan TI dapat pula
meningkatkan risiko pengendalian entitas. Pengendalian terkait penggunaan TI dibagi
menjadi Pengendalian umum (General control) dan Pengendalian Aplikasi (Application
control) :
1. Pengendalian umum (General control)
Pengendalian umum adalah pengendalian yang dioperasikan secara menyeluruh
untuk menyakinkan bahwa sistem komputer yang digunakan entitas stabil dan
dikelola dengan baik sehingga diperoleh tingkat keyakinan yang memadai bahwa
tujuan pengendalian internal secara keseluruhan dapat tercapai
Terdapat enam kategori pengendalian umum:
a. Administrasi dari fungsi TI.
Pandangan dan pemahaman pimpinan entitas mengenai TI berpengaruh
terhadap efektivitas TI yang dioperasikan oleh entitas.
b. Pemisahaan tugas TI
Pemisahan tugas diterapkan untuk memitigasi risiko penyalahgunaan atau
kecurangan dalam mengoperasikan sistem infromasi.
c. Pengembangan sistem.
Adanya pengembangan sistem memungkinkan adanya perubahan dalam
pengoperasian sistem informasi yang digunakan. Pengendalian atas perubahan
yang terjadi diperlukan untuk memastikan bahwa sistem dapat beroperasi
secara efektif.
d. Keamanan fisik dan online.
Pengendalian fisik atas komputer (termasuk perangkat keras, perangkat lunak,
fail data cadangan, dan media penyimpanan data) serta pembatasan akses atas
perangkat lunak online dan data terkait mampu memitigasi risiko adanya pihak
yang tidak berwenang mengakses dan/ atau merubah program dan fail data.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 51
e. Rencana cadangan (backup) dan kontijensi.
Pencadangan data tidak hanya bertujuan untuk mencegah kehilangan atau
rusaknya data, akan tetapi memungkinkan entitas tetap beroperasi jika suatu
saat sistem informasi terganggu.
f. Pengendalian perangkat keras.
Pengendalian perangkat keras dalam komputer biasanya disediakan oleh pembuat
komputer untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kegagalan sistem dalam
komputer.
2. Pengendalian Aplikasi (Application control)
Pengendalian aplikasi diterapkan pada proses transaksi. Pemeriksa mengevaluasi
pengendalian aplikasi untuk setiap siklus transaksi yang dinilai.Terdapat tiga
pengendalian aplikasi;
a. Pengendalian masukan (input controls).
Pengendalian masukan didesain untuk menyakinkan bahwa informasi yang
dimasukan dalam komputer adalah akurat, lengkap dan telah diotorisasi.
b. Pengendalian proses (Processing controls)
Pengendalian proses mencegah dan mendeteksi eror pada saat data transaksi
diproses.
c. Pengendalian keluaran (Output controls)
Pengendalian keluaran fokus pada pendeteksian eror setelah proses selesai.
Pengendalian ini bukan merupakan tindakan pencegahan.
Dalam menilai risiko pengendalian, pemeriksa juga harus mengidentifikasi
pengendalian dan kelemahan pengendalian terkait dengan penggunaan TI dalam
sistem akuntansi entitas. Pengendalian dan kelemahan pengendalian yang
teridentifikasi juga harus dianalisis hubungannya dengan asersi seperti
didokumentasikan dalam matriks risiko pengendalian.
C. Pengembangan Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pengujian substantif dirancang dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan
pemeriksaan sebelumnya, terutama dalam penilaian risiko baik risiko bawaan dan risiko
pengendalian. Tabel berikut dapat membantu pemeriksa dalam mengembangkan
strategi pemeriksaan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 52
Tabel 3.3 Pengembangan strategi pemeriksaan
No Akun Sig Siklus
Terkait
Risiko Bawaan Risiko Pengendalian Strategi Audit
Prosedur Audit Ket T/S/R Ket T/S/R
1. kas ya Siklus penerimaan dan pengeluaran kas
Rawan penyalahgunaan/ pencurian, pengeluaran fiktif
T - Menumpuknya pengeluaran di akhir tahun.
- Banyak penerimaan yang tidak jelas sumbernya
- Tidak ada rekonsiliasi saldo kas
T Substantif mendalam untuk semua asersi
(merupakan langkah/prosedur pemeriksaan untuk melakukan uji substantif atas akun kas sebagaimana dituangkan dalam program pemeriksaan)
Keterangan:
Sig = Signifikansi akun
T= Tinggi, S: Sedang, R: Rendah,
Pertama-tama, pemeriksa mendokumentasikan akun-akun berisiko yang telah
teridentifikasi pada tahap sebelumnya, terutama penilaian SPI. Kolom signifikan diisi
berdasarkan professional judgement pemeriksa dengan mempertimbangkan: 1) saldo
akun lebih besar daripada 50% materialitas awal maka akun tersebut signifikan dan 2)
walaupun saldo akun di bawah 50% materialitas awal namun akan menjadi signifikan
karena nilai transaksi yang besar dan professional judgement pemeriksa.
Langkah berikutnya adalah mendokumentasikan siklus yang terkait dengan tiap akun-
akun. Kemudian mendokumentasikan risiko bawaan dan risiko pengendalian termasuk
tingkat risikonya. Langkah-langkah tersebut kemudian menjadi bahan pertimbangan
pemeriksa dalam mengembangkan strategi pemeriksaan dan juga prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan.
Pengembangkan strategi pemeriksaan diformulasikan dari risiko deteksi tiap akun
tersebut. Risiko deteksi diperoleh dengan menggunakan audit risk model, dimana input
untuk mendapatkan risiko deteksi adalah risiko pemeriksaan, risiko bawaan, dan risiko
pengendalian. Tabel berikut dapat digunakan pemeriksa dalam menentukan risiko
deteksi dan lingkup pengujian substantif yang akan dilakukan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 53
Tabel 3.4 Penentuan risiko deteksi dan lingkup pengujian
Strategi pemeriksaan untuk menentukan sifat, saat, dan seberapa jauh prosedur pengujian
substantif, didasarkan pada masing-masing tingkat risiko deteksi yang berbeda, contohnya:
a. Strategi pemeriksaan pada tingkat DR yang rendah:
Sifat: Pengujian pemeriksaan atas seluruh asersi signifikan dengan menggunakan
prosedur pemeriksaan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan fisik atas saldo akhir
2) Reviu eksternal dokumen
3) Konfirmasi
4) Reperfomance
Saat: Seluruh pekerjaan yang signifikan dilaksanakan pada akhir tahun
Lingkup: Pengujian yang lebih luas (ekstensif/luas atas akun atau transaksi yang
signifikan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 54
b. Strategi pemeriksaan pada tingkat risiko deteksi yang tinggi:
Sifat: Pengujian pemeriksaan dengan menggunakan prosedur pemeriksaan sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan fisik (dilakukan pada tahap interim date)
2) Prosedur analitis
3) Pengujian substantif atas transaksi dan saldo
Saat: dilaksanakan pada interim dan akhir tahun
Lingkup: Pengujian yang lebih terbatas atas akun atau transaksi.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 55
BAB IV PELAPORAN
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan mampu untuk
memahami kerangka logis penyusunan temuan pemeriksaan
Pelaporan pemeriksaan merupakan tahap setelah tim pemeriksa menyelesaikan
pemeriksaan di lapangan. Proses pelaporan hasil pemeriksan meliputi enam tahap, seperti
yang terlihat dalam gambar.
Gambar 4.1 proses pelaporan hasil pemeriksaan
Fungsi dibuatnya laporan pemeriksaan adalah:
1. Sebagai media bagi auditor untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak
yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman.
3. Membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan oleh
instansi terkait.
4. Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan
yang semestinya telah dilakukan.
Input yang diperlukan dalam penyusunan konsep LHP antara lain:
1. Temuan Pemeriksaan (TP)
2. Risalah diskusi pembahasan TP dan Ikhtisar koreksi
3. Laporan Keuangan yang telah disesuaikan dengan iktisar koreksi
4. Worksheet
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 56
A. Temuan Pemeriksaan
Tahap pelaporan memerlukan konsep LHP yang berisi TP sebagai kumpulan indikasi
permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan di lapangan. TP merupakan temuan atau
indikasi permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan. Pada dasarnya, TP terkait dengan
1) Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, penyimpangan, dan
ketidakpatutan yang material untuk dilaporkan;
2) Kelemahan sistem pengendalian intern yang material untuk dilaporkan;
3) Kegagalan suatu program yang diperiksa; dan
4) Ketidaksesuaian kondisi dengan kriteria yang ditetapkan.
TP memuat unsur sebagai berikut.
1. Judul, berisi satu frase yang terdiri dari dua atau lebih kata, tetapi bukan kalimat, singkat,
dan jelas yang menggambarkan suatu kondisi atau kombinasi kondisi dengan akibat yang
signifikan.
2. Kondisi, berisi data/informasi/bukti atas suatu keadaan yang disajikan secara obyektif dan
relevan berdasarkan fakta yang ditemukan pemeriksa di lapangan.
3. Kriteria, berisi data/informasi yang menggambarkan keadaan yang diharapkan/seharusnya
terjadi. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit, dan
lengkap.
4. Akibat, menjelaskan secara logis pengaruh dari perbedaan antara kondisi (apa yang
ditemukan pemeriksa) dengan kriteria (apa yang seharusnya terjadi).
5. Sebab, memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang menjadi sumber
perbedaaan antara kondisi dan kriteria.
6. Komentar Instansi, merupakan tanggapan oleh entitas yang diperiksa terhadap indikasi
temuan. Komentar instansi tidak harus diperoleh dalam suatu pelaksanaan pemeriksaan.
B. Klasifikasi Temuan
Dalam menyusun TP, pemeriksa harus memperhatikan kerangka logis penulisan TP.
Langkah ini dilakukan agar objek yang akan diinformasikan dalam TP menjadi lebih fokus
pada informasi permasalahan yang akan dilaporkan. Salah satu kerangka logis yang
menjadi acuan dalam menyusun temuan adalah pedoman klasifikasi TP. Pedoman tersebut
memberikan gambaran mengenai pengelompokan temuan berdasarkan permasalahan
(kondisi) yang sejenis. Temuan dengan permasalahan yang sama harus disajikan dengan
cara yang sama (informasi penting harus disajikan dalam paragraf utama di bagian
“kondisi”). Permasalahan dengan kondisi yang serupa tersebut disebut dengan “jenis
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 57
temuan”. Sebagai contoh, apabila pemeriksa menemukan fisik pekerjaan yang diserahkan
oleh rekanan pengadaan kurang secara kuantitas atau dimensi panjang/lebar/luas, maka
informasi penting yang harus disajikan dalam kondisi, yang kemudian disebut jenis
temuan, disebut dengan kondisi “kurang volume pekerjaan”.
Selanjutnya, secara logis, temuan dengan kondisi serupa seharusnya memiliki akibat yang
serupa. Pengelompokan pada level ini disebut dengan “subkelompok temuan”
(sekelompok jenis temuan dengan akibat yang serupa). Sebagai contoh, temuan yang
mengungkap permasalahan kekurangan volume pekerjaan dengan temuan pengadaan
barang/jasa fiktif mengakibatkan kerugian negara sehingga klasifikasinya termasuk
subkelompok temuan “kerugian negara”. Jika terdapat masalah yang sama tetapi memiliki
akibat yang berbeda, maka hal tersebut dapat disebabkan adanya perbedaan prosedur
yang dilakukan dalam pemerolehan fakta di lapangan. Akibatnya, persepsi di antara
pemeriksa atas dampak permasalahan tersebut dapat berbeda pula.
Pada akhirnya, permasalahan dengan akibat yang sama (subkelompok temuan) akan
dikelompokkan dalam suatu kelompok yang disebut “kelompok temuan”. Kelompok
temuan terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, kelemahan SPI dan 3E (ekonomis, efisiensi, dan
efektivitas).
Secara ringkas, gambaran mengenai klasifikasi temuan dapat dilihat dalam diagram
berikut.
Jenis Temuan Subkelompok Temuan Kelompok Temuan
Gambar 4.2 Diagram klasifikasi temuan pemeriksaan
Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa harus dapat mengungkap penyimpangan yang
dapat mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Oleh karena itu, kelompok temuan
yang berpotensi untuk diungkap dalam laporan hasil pemeriksaan adalah kelompok
temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kelemahan SPI.
Temuan dikategorikan dalam ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
jika permasalahan yang ditemukan mengakibatkan:
TemuanPemeriksaan
Dikelompokkanberdasarkan
substansi (Kondisi) permasalahan yg
sejenis
Jenis temuandgn akibat yg
serupa
Subkelompoktemuan dgn
kriteria serupa
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 58
a. Kerugian; meliputi permasalahan sbb.
1) Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif
2) Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan
3) Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang
4) Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau
barang
5) Pemahalan harga (Mark up)
6) Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi
7) Pembayaran honorarium dan/atau biaya perjalanan dinas ganda dan/atau
melebihi standar yang ditetapkan
8) Spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak
9) Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan
10) Pengembalian pinjaman/piutang atau dana bergulir macet
11) Kelebihan penetapan dan pembayaran restitusi pajak atau penetapan
kompensasi kerugian
12) Penjualan/pertukaran/penghapusan aset negara/daerah tidak sesuai
ketentuan dan merugikan negara/daerah
13) Pengenaan ganti kerugian negara belum/tidak dilaksanakan sesuai
ketentuan
14) Entitas belum/tidak melaksanakan tuntutan perbendaharaan (TP) sesuai
ketentuan
15) Penghapusan hak tagih tidak sesuai ketentuan
16) Pelanggaran ketentuan pemberian diskon penjualan
17) Penentuan HPP terlalu rendah sehingga penentuan harga jual lebih rendah
dari yang seharusnya
18) Jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang
dan pemberian fasilitas tidak dapat dicairkan
19) Penyetoran penerimaan negara/daerah dengan bukti fiktif.
b. Potensi kerugian; meliputi permasalahan sbb.
1) Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa tetapi pembayaran
pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 59
2) Rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan barang hasil
pengadaan yang telah rusak selama masa pemeliharaan
3) Aset dikuasai pihak lain
4) Pembelian aset yang berstatus sengketa
5) Aset tidak diketahui keberadaannya
6) Pemberian jaminan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang
dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan
7) Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset
kepada negara/daerah
8) Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih
9) Penghapusan piutang tidak sesuai ketentuan
10) Pencairan anggaran pada akhir tahun anggaran untuk pekerjaan yang
belum selesai.
c. Kekurangan penerimaan; meliputi permasalahan sbb.
1) Penerimaan negara/daerah atau denda keterlambatan pekerjaan
belum/tidak ditetapkan dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah
atau perusahaan milik negara/daerah
2) Penggunaan langsung penerimaan negara/daerah
3) Dana Perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke kas daerah
4) Penerimaan negara/daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang
tidak berhak
5) Pengenaan tarif pajak/PNBP lebih rendah dari ketentuan
6) Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS
7) Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah.
d. Penyimpangan administrasi; meliputi permasalahan sbb.
1) Pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid)
2) Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran
3) Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan
kerugian negara)
4) Pemecahan kontrak untuk menghindari pelelangan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 60
5) Pelaksanaan lelang secara proforma
6) Penyimpangan terhadap peraturan per-UU-an bidang pengelolaan
perlengkapan atau barang milik negara/daerah/perusahaan
7) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu
lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll.
8) Koreksi perhitungan susbsidi/kewajiban pelayanan umum
9) Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi
tidak sesuai ketentuan
10) Penyetoran penerimaan negara/daerah atau kas di bendaharawan ke Kas
negara/daerah melebihi batas waktu yang ditentukan
11) Pertanggungjawaban/penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu
yang ditentukan
12) Sisa kas di bendahara pengeluaran akhir Tahun Anggaran belum/tidak
disetor ke kas negara/daerah
13) Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah
14) Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah
15) Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah
16) Pelampauan pagu anggaran.
e. Ketidakpatuhan yang mengandung indikasi tindak pidana (dilaporkan ke
aparat penegak hukum).
Adapun temuan yang mengungkap kelemahan SPI, mencakup:
a. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; meliputi
permasalahan sbb.
1) Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat
2) Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan
3) Entitas terlambat menyampaikan laporan
4) Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai
5) Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan belum didukung SDM yang
memadai
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 61
b. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja; meliputi permasalahan sbb.
1) Perencanaan kegiatan tidak memadai
2) Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan
Penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai ketentuan
3) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis
tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang
pendapatan dan belanja
4) Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/APBD
5) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan
6) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat peningkatan biaya/belanja
7) Kelemahan pengelolaan fisik aset.
c. Temuan kelemahan struktur pengendalian intern; meliputi permasalahan sbb.
1) Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau
keseluruhan prosedur
2) SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati
3) Entitas tidak memiliki Satuan Pengawas Intern
4) Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan
optimal
5) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai
C. Alur Perumusan Opini
Proses pembentukan opini dalam setiap pemeriksaan dilakukan setelah semua bukti hasil
pemeriksaan terkumpul. Tugas seorang pemeriksa profesional adalah mengolah bukti hasil
pemeriksaan sehingga memudahkan pemeriksa memberikan pendapat atas laporan
keuangan yang telah diperiksanya.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 62
Gambar 4.3 Pertimbangan opini pemeriksa
Terdapat tiga tingkatan materialitas yang digunakan auditor untuk menentukan opini
dalam laporan hasil pemeriksaan:
1. Nilainya tidak material
Jika kesalahan saji dalam laporan keuangan tidak mempengaruhi keputusan yang
dibuat oleh pengguna laporan keuangan maka hal tersebut dikategorikan tidak material,
sehingga auditor dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian.
2. Nilai material tetapi tidak mempengaruhi keseluruhan penyajian laporan keuangan
Jika laporan keuangan terdapat kesalahan saji yang dapat mempengaruhi keputusan
pengguna laporan keuangan tetapi secara keseluruhan laporan keuangan tersebut
disajikan secara wajar dan masih dapat digunakan, maka auditor dapat memberikan
opini wajar dengan pengecualian.
3. Nilai material sehingga nilai kewajaran laporan keuangan dipertanyakan
Jika auditor menemukan kesalahan dalam penyajian laporan keuangan dengan nilai
sangat material dan menemukan indikasi bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara
wajar, maka auditor harus menolak memberikan pendapat atau memberikan pendapat
tidak wajar.
Keterbatasan lingkup:
Temuan pemeriksaan akan berpengaruh terhadap opini apabila berkaitan dengan
pembatasan lingkup dan penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai prinsip akuntansi
yang berlaku umum dan tidak diterapkan secara konsisten (penyimpangan dari prinsip
akuntansi).
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 63
Gambar 4.4 Flow chart pembatasan lingkup
Keterbatasan lingkup merupakan kondisi dimana pemeriksa dihalangi atau tidak dapat
memperoleh bukti yang cukup untuk mengevaluasi apakah dampak kecurangan tersebut
telah atau akan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan. Dengan adanya
keterbatasan lingkup berarti pemeriksa tidak dapat menerapkan standar audit
(penyimpangan dari standar audit) dalam kegiatan pemeriksaan. Akibat dari keterbatasan
lingkup tersebut pemeriksa akan memberikan opini WDP jika keterbatasan lingkup hanya
pada akun tertentu dan TMP apabila keterbatasan lingkup meliputi seluruh akun.
Suatu temuan dapat dikategorikan sebagai temuan yang berkaitan dengan pembatasan
lingkup jika temuan tersebut berkaitan dengan ketidakcukupan bukti bagi pemeriksa untuk
melakukan prosedur audit, ketidakcukupan catatan akuntansi, dan/atau kelemahan system
pengendalian intern sehingga pemeriksa berkesimpulan bahwa system gagal dalam
menyajikan informasi yang wajar.
Sebelum menyimpulkan adanya pembatasan lingkup, pemeriksa harus terlebih dahulu
meyakinkan bahwa telah dilakukan prosedur alternatif. Prosedur alternatif dilakukan untuk
menguji kewajaran suatu akun agar mendapatkan keyakinan apakah memang terdapat salah
saji.
Pervasiveness
Pervasiveness dalam pemeriksaan merupakan pengaruh atau dampak suatu akun terhadap
keseluruhan LK. Sifat pervasive (berpengaruh secara keseluruhan) diantaranya dapat dilihat
dari kompleksitas, proporsinya terhadap LK secara keseluruhan, dan persyaratan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 64
pengungkapan yang bersifat fundamental. Sebagai contoh, akun belanja modal akan
mempengaruhi akun kas dan akun aset tetap, namun masih tergantung pada kompleksitas,
proporsi dan pengungkapannya.
D. Jenis Opini
Laporan pemeriksaan harus memuat suatu opini/ pendapat atas hasil audit laporan
keuangan. Opini merupakan pernyataan ‘seorang’ auditor profesional mengenai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dinyatakan
dalam laporan audit. Laporan keuangan dapat dikategorikan sebagai laporan keuangan
yang wajar jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan
b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode
telah cukup dijelaskan
c. Informasi dalam catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan
dengan cukup bedasarkan prinsip akuntansi berterima umum
Terdapat empat jenis opini atas kewajaran laporan keuangan yang dapat diberikan, yakni
sebagai berikut:
1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion memuat suatu pernyataan
bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP);
2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion memuat suatu pernyataan
bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecuali untuk dampak hal-hal
yang berhubungann dengan yang dikecualikan;
3. Tidak Wajar (TW) atau adverse opinion memuat suatu pernyataan bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
4. Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
/disclaimer opinion memuat suatu pernyataan bahwa pemeriksa tidak menyatakan
pendapat atas laporan keuangan. Alasan yang menyebabkan menolak atau tidak dapat
menyatakan pendapat harus diungkapkan dalam LHP yang memuat opini tersebut.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 65
E. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Pemeriksaan terhadap LK dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai
bahwa laporan tersebut bebas dari salah saji yang material dan secara wajar
menggambarkan realisasi dari posisi keuangan KL tersebut sesuai dengan Standard
Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berlaku. Berdasarkan UU nomor 15 tahun 2004
tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara pasal 16 (1), opini
pemeriksaan diberikan berdasarkan kriteria berikut.
1. Kesesuaian laporan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
LK suatu entitas harus berdasarkan SAP. Selain itu konsistensi dalam penerapan SAP
dalam laporan keuangan harus dimuat dalam LHP. Hal tersebut akan menggambarkan
komparabilitas laporan keuangan dari periode satu ke periode yang lain.
Jika pemeriksa menemukan bahwa laporan keuangan suatu entitas tidak sesuai
dengan SAP, maka pemeriksa akan memberikan opini wajar dengan pengecualian atau
opini tidak wajar.
2. Kecukupan Pengungkapan (adequate disclosures)
Laporan keuangan harus memuat informasi yang memadai terhadap semua aspek
yang material. Pengungkapan tersebut haruslah memadai dalam hal format, penataan
dan isi. Memutuskan apakah pengungkapan informasi telah memadai harus didasari
kepada apakah informasi tambahan akan berdampak material terhadap pengambilan
keputusan. Apabila informasi tersebut berdampak pada pengambilan keputusan, maka
informasi tersebut harus disertakan dalam laporan keuangan. Jika manajemen
memutuskan untuk tidak mengungkapkan informasi tersebut, maka pemeriksa akan
memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.
3. Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Dalam SPKN ditetapkan bahwa LHP dapat menetapkan standar pelaporan tambahan
antara lain pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan. Laporan ini menunjukan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
Jika pemeriksa tidak menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka pemeriksa tidak memiliki kewajiban untuk
menerbitkan laporan atas kepatuhan.
4. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern
Pemahaman atas pengendalian intern suatu entitas merupakah hal yang mutlak
dilakukan oleh pemeriksa, mengingat semua pemeriksaan terhadap laporan keuangan
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 66
merupakan audit atas dasar pengujian (test-based audit). Hal ini berarti bahwa
pemeriksa hanya melakukan pemeriksaan dengan menarik sample dari transaksi yang
dilakukan entitas pada periode pemeriksaan.
Terdapat hubungan terbalik antara efektifitas pengendalian intern dengan luas
prosedur audit rinci. Jika efektifitas pengendalian intern meningkat, yang berarti
catatan entitas dapat diandalkan serta aktiva entitas dapat dilindungi, maka
kebutuhan akan prosedur audit rinci akan menurun. Kuantitas bukti yang dibutuhkan
akan lebih sedikit dibandingkan dengan entitas yang memiliki pengendalian intern
yang longgar.
Jika laporan keuangan suatu entitas telah memenuhi semua kriteria perumusan opini
diatas, maka auditor berkewajiban memberkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
F. Jenis LHP
LHP merupakan bukti penyelesaian penugasan bagi pemeriksa yang dibuat dan
disampaikan kepada pemberi tugas. SPKN dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) 03
tentang Standar Pelaporan Keuangan Paragraf 5 b) dan c) menyatakan bahwa pelaporan
keuangan harus disertai dengan pelaporan temuan sistem pengendalian intern (SPI) dan
temuan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan Berikut jenis Laporan Hasil
Pemeriksaan, meliputi:
a. LHP atas laporan keuangan
b. LHP atas SPI
c. LHP atas kepatuhan
LHP atas laporan keuangan mengungkapkan:
1. Opini BPK
2. Laporan Keuangan (Neraca, Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan
Keuangan)
3. Gambaran umum pemeriksaan
Pengungkapan temuan SPI yang perlu dilaporkan adalah:
1. Apabila temuan SPI tersebut secara material berpengaruh pada kewajaran laporan
keuangan, pemeriksa mengungkapkan uraian singkat temuan tersebut dalam LHP
yang memuat opini atas kewajaran laporan keuangan sebagai alasan pemberian opini;
dan
2. Pengungkapan semua temuan SPI secara terinci dilaporkan dalam Laporan atas SPI
dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 67
Tujuan dari pengendalian intern adalah:
1. Menjaga keamanan harta milik suatu organisasi.
2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
3. Memajukan efisiensi dalam operasi.
4. Membantu menjaga agar tidak ada penyimpangan terhadap kebijakan manajemen
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Pengungkapan ketidakpatuhan yang perlu dilaporkan adalah:
1. Apabila ketidakpatuhan tersebut secara material berpengaruh pada kewajaran
laporan keuangan, pemeriksa mengungkapkan uraian singkat ketidakpatuhan
tersebut dalam LHP yang memuat opini atas kewajaran laporan keuangan sebagai
alasan pemberian opini; dan
2. Pengungkapan semua temuan terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang ditemukan selama pemeriksaan secara terinci dilaporkan dalam
Laporan atas Kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan.
Terdapat dua klasifikasi temuan pemeriksaan atas ketidakpatuhan berdasarkan SPKN,
yaitu:
1. Pelaporan Mengenai Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
dan Ketidakpatutan.
Standar Pemeriksaan mewajibkan pemeriksa untuk menemukan dan
mempertimbangkan dampak kecurangan dan atau penyimpangan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan serta menginformasikan hal tersebut kepada
lembaga/badan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap manajemen/pemerintah
seperti DPR/DPRD, Dewan komisaris, Komite Audit dan Dewan Pengawas. Dalam
laporan tersebut, pemeriksa harus menyampaikan kecurangan atau penyimpangan
tersebut dengan lugas dan jelas dengan perspektif yang wajar.
Selain itu, jika memungkinkan, pemeriksa menyampaikan temuan kecurangan dan atau
penyimpangan tersebut dengan mengembangkan unsur-unsur kondisi, kriteria, akibat
dan sebab.
2. Pelaporan Langsung tentang Kecurangan dan atau Penyimpangan dari Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 68
Pada saat memeriksa kepatuhan akan peraturan perundang-undangan, BPK harus
menanyakan pada pihak yang berwenang apakah laporan mengenai penyimpangan dari
ketentuan perundang-undangan tersebut akan menggannggu proses penyidikan atau
proses peradilan. Jika mengganggu proses penyidikan dan peradilan maka BPK harus
membatasi laporannya.
Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) terpisah
menjadi tiga buku, yaitu:
Buku I : Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan [KL]
Buku II : Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern [KL]
(Termasuk didalamnya laporan pemantauan atas temuan sistem
pengendalian intern)
Buku III : Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-
undangan [KL]. (Termasuk didalamnya laporan pemantauan atas temuan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan)
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 69
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2010 Tentang Penyusunan
Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata cara
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.171 Tahun 2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.05/2010 Tentang Tata Cara Penyusunan
Laporan Keuangan Konsolidasian Bendahara Umum Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 233/PMK.05/2011 Tentang
Perubahan Atas PMK No. 171/PMK.05/2007 Tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238/PMK.05/2011 Tentang
Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-05/PB/2007 Tentang Prosedur
Penyusunan Laporan Keuanga Pemerintah Pusat.
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 70
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: Per- 55/Pb/2012 Tentang
Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga.Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah
Buku Peserta Pemeriksaan Keuangan Negara untuk KAP
Pusdiklat BPK RI @ 2014 71
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Jl. Binawarga II, Kalibata Raya Jakarta Selatan 12750
Telepon : (021) 79190864 Faksimili : (021) 79190867 Surel : [email protected]