25
Diagnosis dan Penatalaksanaan Tinea Cruris Marlina Putri Purnamasari Pekpekai 102013041 F2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Telp : (021) 5694-2061 [email protected] Abstracts Tinea cruris is widespread, especially in the tropical area, there are many in the Indonesia.Tinea cruris is a skin disease that is included in Dermatophytosis. Dermatophytosis is a superficial mycosis caused by dermatophyte fungi categories, namely Tricophyton, Epidermophyton, and Microsporum. In tinea cruris will be found existence efloresensi such as erythematous macules, demarcated by more active edge. May consist of papules or pustules. Investigations to establish the diagnosis of dermatophyte infection can be done by direct microscopic examination. Predilection place on the skin in the inguinal region, on the inside and the perineum. Treatment of dermatophyte infections usually respond well to topical antifungal within 2-4 weeks. Keywords: Tinea cruris, Dermatophytosis, Mycosis superficial Abstrak Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di Indonesia.Tinea cruris merupakan salah satu dari penyakit kulit yang masuk dalam Dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, yaitu Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Pada tinea cruris akan didapati 1

PBL BLOK 15 Tinea Cruris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah PBL Blok 15

Citation preview

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tinea CrurisMarlina Putri Purnamasari Pekpekai

102013041F2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Telp : (021) [email protected]

Abstracts

Tinea cruris is widespread, especially in the tropical area, there are many in the Indonesia.Tinea

cruris is a skin disease that is included in Dermatophytosis. Dermatophytosis is a superficial

mycosis caused by dermatophyte fungi categories, namely Tricophyton, Epidermophyton, and

Microsporum. In tinea cruris will be found existence efloresensi such as erythematous macules,

demarcated by more active edge. May consist of papules or pustules. Investigations to establish

the diagnosis of dermatophyte infection can be done by direct microscopic examination.

Predilection place on the skin in the inguinal region, on the inside and the perineum. Treatment

of dermatophyte infections usually respond well to topical antifungal within 2-4 weeks.

Keywords: Tinea cruris, Dermatophytosis, Mycosis superficial

Abstrak

Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di Indonesia.Tinea

cruris merupakan salah satu dari penyakit kulit yang masuk dalam Dermatofitosis.

Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan

dermatofita, yaitu Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Pada tinea cruris akan

didapati adanya Efloresensi berupa Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi yang lebih

aktif. Dapat terdiri dari papula atau pustula. Investigasi untuk menegakkan diagnosis infeksi

dermatofita dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Tempat

Predileksi mengenai kulit pada daerah inguinal, pada bagian dalam dan perineum. Pengobatan

infeksi dermatofita biasanya merespon baik terhadap antijamur topikal dalam waktu 2-4 minggu.

Kata Kunci : Tinea Cruris , Dermatofitosis , Mikosis Superficialis

1

Pendahuluan

Laki – laki berusia 30 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak coklat pada

kedua lipatan paha yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu . Gatal terutama dirasakan saat

cuaca panas atau saat berkeringat banyak . Pasien mengobati sendiri dengan salep hidrokortison

tetapi tidak terdapat perbaikan dan kelainan kulit meluas , diduga bahwa diagnosis pasien

tersebut adalah Tinea cruris.

Tinea cruris merupakan salah satu dari penyakit kulit yang masuk dalam golongan

Dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur

golongan dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum.

Berdasarkan bagian tubuh manusia yang diserang yaitu tinea kapitits (kulit dan rambut kepala),

tinea barbae (pada dagu dan jenggot), tinea kruris (daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan

kadang-kadang perut bagian bawah), tinea pedis et manum (kaki dan tangan), tinea ungulatum

(kuku jari tangan dan kaki), tinea korporis (bagian yang lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea).

Pada tinea kruris kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi terbatas tegas. Tinea

kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering di lihat di indonesia. 1

Untuk memperkuat dugaan tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang Tinea

cruris yaitu meliputi anamnesis , pemeriksaan fisik maupun penunjang , gejala klinis , working

diagnosis dan differential diagnosis , etiologi serta patofisiologi , penatalaksanaan hingga

prognosis dari penyakit infeksi jamur tersebut.

Anamnesis

Anamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya, termasuk

alasan berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien.

Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom)

dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam

menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah

pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.2

Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada

kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Terdapat sejumlah pertanyaan rutin yang harus diajukan

kepada semua pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas ( nama , umur , alamat dan

pekerjaan ) , keluhan utama, keluhan penyerta,riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit

2

menahun, riwayat penyakit sekarang yang spesifik terhadap diagnosa sementara, riwayat

pengobatan dan riwayat social.2

Keluhan utama terkait masalah kulit tersering di antaranya adalah ruam, gatal, bengkak,

ulkus, perubahan warna kulit, bersisik ,keputihan , rasa baal dan pengamatan tak sengaja saat

pasien datang dengan keluhan utama kondisi medis lain.1,3

Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Dimana letaknya? Sudah

berapa lama? Apakah terasa gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar

matahari, dan alergen potensial)?. Dimana letak benjolan? Apakah terasa gatal? Apakah

berdarah? Apakah bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan ditempat lain?.

Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat, ikterus, pucat)? 1,3

Adakah gejala penyerta yang menunjukan adanya kondisi medis sistemik (misalnya

penurunan berat bada, atralgia, dan lain-lain). Tanyakan juga pernahkan pasien mengalami

gangguan kulit, ruam, dan lain-lain? dan Apakah pasien memiliki alergi akan sesuatu. Riwayat

pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep atau

alternatif yang dimakan atau topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit?

Pernahkan/apakah pasien menggunakan imunosupresan? Dan bagaimana efek yang timbulkan

obat tersebut , apakah hasilnya berkurang atau bahkan bertambah parah. 1,3

Untuk riwayat penyakit keluarga tanyakan apakah ada riwayat penyakit kulit atau atopi

dalam keluarga atau adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa.3 Pada

Riwayat sosial , tanyakan bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari,

alergen potensial, atau parasit kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan

peliharaan baru, dan lain-lain? Apakah pasien baru-baru ini berpergian ke luar negeri? Adakah

pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar air).1,3

Hasil anamnesis :

Identitas diri : laki- laki ; Usia 30 tahun

Keluhan utama : Adanya bercak coklat pada lipatan paha yang gatal sejak 4 minggu yang

lalu. Keluhan gatal makin terasa bila berkeringat.

Riwayat Penyakit Sekarang : bercak makin melebar

Riwayat pengobatan : diobati dengan hidrokortison tetapi tidak membaik

Riwayat Penyakit Dahulu : -

3

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat social : -

Pemeriksaan fisik

Hasil temuan objektif adalah bersifat klinis (berarti kebanyakan melalui inspeksi,palpasi

dan dengan alat bantu sederhana seperti kaca pembesar ,gelas obyek dan sonde).Ini berguna

untuk mengindentifikasi perubahan pada kulit dan mukosa.perubahan dapat mengenai seluruh

tubuh (gambaran umum,misalnya warna kulit,tebal,turgor dan suhu) atau sirkumskripta pada

daerah kulit setempat. Pemeriksaan kulit dilakukan dengan cahaya yang cukup sementara pasien

berbaring terlentang. 4

Inspeksi 3

Dilihat apa saja kelainan kulit yang ditemukan dan tentukan distribusinya.

Asimetris, simetris, lokal atau meluas. Perhatikan morfologi apakah berupa eritema atau

urtikaria, merah dan bersisik (eksematosa, psoriasiform atau likenoid), vaskulitis,

vesikobulosa atau eritroderma ? Periksa tempat lain yang mungkin terkena. Lengkapi

dengan pemeriksaan pada kulit kepala, mata, tangan dan kuku, mulut, daerah anogenital

dan kaki.3 Tentukan perluasan (lokal, regional, generalisata atau universal) dan pola

distribusi (simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit atau

folikular). Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari ?

Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular,

serpiginosa, bertangkai) ? Mendokumentasikan kelainan kulit dengan akurat sangat

penting dan bisa dibantu oleh foto.

Palpasi 3

Lakukan palpasi lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan dan kedalaman.

Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan drainase.2

Pada tinea cruris akan didapati adanya Efloresensi berupa Makula eritematosa dan

kadang terdapat gambaran kecoklatan , berbatas tegas dengan tepi lebih aktif. Dapat terdiri dari

papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula

hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat

menimbulkan gambaran likenifikasi.3,4

4

Pemeriksaan penunjang

Investigasi untuk menegakkan diagnosis infeksi dermatofita dapat dilakukan dengan

pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Diagnosis laboratorium dibuat berdasarkan

pemeriksaan langsung kerokan kulit, dan kuku dengan KOH 10-20% yang ditambah dengan 5%

gliserol kemudian dipanaskan pada suhu 51-54oC. KOH disini berfungsi sebagai zat yang

melisiskan sel kulit, kuku, dan rambut sehingga elemen jamur yang diinginkan terlihat jelas.

Penambahan zat warna seperti chlorazole black E atau tinta parker biru-hitam pada KOH

semakin mempermudah terlihatnya elemen jamur. Pada sediaan KOH dari kulit, kuku, dan

rambut, jamur tampak sebagai hifa berseptum dan bercabang. Hifa tersebut dapat membentuk

artrospora yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora yang tersusun padat ( gambar 1 ). 1,5

Gambar 1. Gambaran mikroskop dengan KOH 10-20% .6

Pemeriksaan mikroskopis secara langsung memperlihatkan hifa yang panjang dan

bercabang yang merupakan karakteristik dari infeksi dermatofit tetapi tingkat spesifisitas dan

sensitivitas kurang.5

Pembiakan jamur dilakukan secara in vitro dengan menggunakan medium Sabouraud

Dextrose Agar (SDA) yang dibubuhi antibiotic dan disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur

ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang dibentuk. SDA dapat digunakan untuk

menentukan karakteristik organisme secara makroskopis dan mikroskopis , merupakan diagnosis

dengan teknik yang spesifik, tetapi membutuhkan waktu yang lama.5

Diagnosis kerja

5

Diagnosis dapat ditegakkan sesuai dengan gejala klinis dan juga didapat dari anamnesa.

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan

ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung

seumur hidup ( gambar 2). Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas

ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. 1,3-5

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi terbatas tegas. Peradangan

pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk

yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak

hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris

merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat diindonesia. 1

Gambar 2. Tinea cruris . 6

Pada tinea kruris organisme dapat terlihat pada preparat kalium hidroksida (KOH) dari

kerokan sisik bagian tepi yang meluas. Kultur jamur juga dapat membantu mengkonfirmasi

diagnosis. Tinea kruris tidak berfluoresensi di bawah sinar lampu wood. 5

Diagnosis banding

Dermatitis intertrigo

Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis

terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai

dengan stadium penyakitnya. Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah

lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur ( gambar

6

3) . Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2

permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh

Candida albicans,. Mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan gesekan, panas, dan

maserasi dengan menjaga lipatan dingin dan kering. 7

Langkah-langkah ini dapat dicapai dengan menggunakan AC dan bubuk

penyerap( bedak) dan dengan mengekspos lipatan kulit ke udara. Kompres dengan larutan

Burow 1:40, , atau kantong teh basah sering efektif, terutama jika diikuti dengan mengipasi atau

dinginkan dengan pengeringan. Permukaan kulit di lipatan mendalam dapat dibiarkan terpisah

dengan kapas atau kain linen; Namun, pastikan untuk menghindari pakaian yang ketat, oklusif.

Apabila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan formulasi yang mengandung zat protektif,

antimikroba, dan steroid topical. 7

Gambar 3 .Intertrigo . 8

Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh

Corynebacterium minitussismum, merupakan batang gram + , yang merupakan flora normal

tubuh. ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak (paling sering )

dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa,

berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi

dan warna kulit penderita. 9

7

Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk.

Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan

tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi

merupakan tanda khas dari eritrasma ( gambar 4). Skuama kering yang halus menutupi lesi dan

pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat

berfluoresensi merah membara (coral red) . 9

\

Gambar 4. Erytrasma . 10

Untuk pencegahan dapat dicuci dengan benzoyl peroxide , pemberian pengobatan topical

berupa imidazoles , benzoyl peroxide gel , erythromycin sol. Untuk sistemik berikan

erythromycin 250 mg selama 14 hari ( bila sudah melebar dan membandel ). 9

Kandidiasis intertriginosa

Gejala klinis Kanidiasis intertriginosa dapat menjadi suatu temuan yang tidak disengaja,

atau pasien dapat mengeluhkan nyeri, gatal, dan maserasi di regio yang terkena. Area tersebut

biasanya merah “menyerupi daging sapi” dan berbecak, dengan lesi satelit. Lesi tersebut sering

ditemukan pada aksila, lipat paha, dan lipatan inframamari atau panus. Ujung mulut (keilitis

angularis atau perleche) dan sela jari tangan dan jari kaki juga terinfeksi secara periodik.

Dermatitis popok dapat terjadi pada bayi dan pada orang berusia lanjut yang mengalami

inkontenesia. 11

Candida adalah flora normal, tetapi sifat patogenennya dapat dipermudah oleh

lingkungan mikro yang hangat dan lembap pada lipatan kulit. Regio intertriginosa mengalami

8

gesekan friksi kronik yang merusak epidermis dan memungkinkan terjadinya invasi kandida ke

jaringan (gambar 5 ). Penurunan resisten pejamu pada berusia lanjut, penyandang diabetes, atau

pasien dengan gangguan imun dapat meningkatkan kemungkinan infeksi. Faktor predisposisi

lainnya meliputi obesitas. Lingkungan hidup yang lembap, higigene yang buruk, penggunaan

antibiotik, kehamilan, trauma kulit, penggunaan steroid topikal, dan gangguan peradangan kulit

seperti psoriasis. Pustul dapat ditemukan intak seperti satelit-satelit. Maserasi kronik dapat

menyebabkan pembentukan fisura. 11

Gambar 5 . Kandidiasis intertriginosa. 12

Diagnosis klinis infeksi jamur dapat dikonfirmasi dengan preparat kalium hidroksida

(KOH) dari kerokan kulit memperlihatkan budding spora dan pseudohifa atau hifa sejati.

Penyakit kulit kandida mungkin tidak dapat dibedakan dari infeksi dermofita. 3,11

Komplikasi kandidiasis intertiginosa meliputi infeksi kandida persisten atau rekuren dan

superinfeksi bakteri, yang dapat disertai peningkatan resisten terhadap obat antimikroba azol.

Pada pasien dengan gangguan imun yang berat, kandidemia, kandidiosis sistemik dapat terjadi.11

Pasien harus dianjurkan untuk menjaga kulit agar tetap kering dengan bedak antijamur

dan menggunakan secara teratur pengering rambut, lampu, atau handuk. Pakaian yang ketat

harus dihindari. Pengobatan lokal meliputi penggunaan topikal salah satu krim azol atau

ciclopiroz olamin. Diflucan oral (flukonazol) dapat digunakan pada kasus yang berat atau jika

obat topikal tidak dapat digunakan dengan mudah pasien tertentu. 3,11

Psoriasis

9

Merupakan penyakit inflamasi kronis dan residif. Psoriasis menyerang 1-2 % penduduk

amerika serikat. Banyak pasien menyadari bahwa mereka membawa diagnosis psoriasis. Pasien

dapat datang dengan lesi kulit yang biasanya tersebar yang dapat gatal, bersisik atau nyeri. 13

Psoriasis disebabkan oleh gangguan autoimun. Limfosit T diaktifkan dalam berespon

terhadap rangsangan tak dikenal terkait dengan sel langerhans kulit. Pengaktifan sel T

menyebabkan pembentukan sitokin pro-inflamatori termasuk faktor nekrosis tumor alfa, dan

faktor pertumbuhan yang merangsang proliferasi sel abnormal dan pergantiannya. Waktu

pertukaran normal sel epidermis adalah sekitar 28-30 hari. Pada psoriasis, epidermis di bagian

yang terkena diganti setiap 3-4 hari. Pertukaran sel yang cepat ini menyebabkan peningkatkan

derajat metabolisme tersebut. Peningkatan aliran darah menimbulkan eritema. Pertukaran dan

proliferasi yang cepat tersebut menyebabkan terbentuknya sel-sel yang kurang matang. Trauma

ringan pada kulit dapat menimbulkan peradangan berlebihan sehingga epidermis menebal

terbentuklah plak. 13

Psoriasis yang paling sering ditemukan adalah psoriasis vulgaris, dan apabila mengenai

bagian lipatan paha disebut psoriasis inversa atau intertriginosa ( gambar 6 ).13

Gambar 6 . Psoriasis Inversa ( Intertriginosa ). 14

Faktor risiko psoriasis yaitu dari genetik untuk pembentukan psoriasis disertai peningkatan

insiden pada anggota keluarga. Faktor lingkungan termasuk trauma pada kulit, infeksi virus atau

bakteri, rokok dan stres dapat memperparah penyakit. 7

10

Gambaran klinis :7,13

Plak eritomatosa berbatas tegas ditutupi oleh skuama putih keperakan yang tebal

biasanya , terutama di lutut, suku, kulit kepala, dan lipatan kulit.

Lesi dapat timbul secara perlahan tanpa diketahui, awalnya satu atau dua lesi, lalu

bergabung menjadi banyak lesi

Sering dijumpai, pemisahan kuku dan nail pit

Gejala meningkat pada musim panas dan memburuk pada musim dingin.

Diagnosis dapat ditentukan apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya fenomena

tetesan lilin ( khas pada psoriasis , dimana apabila skuama pada lesi penderita kita gerus , maka

skuama tersebut akan berubah menjadi putih , seperti menggores pada lilin ), fenomena Auspitz

( pin point bleeding ) , dan fenomena Kobner. 7

Pada psoriasis vulgaris , bila berlanjut dapat berkomplikasi menjadi Psoriasis pustulosa,

eritrodema psoriatika dan arthritis psoriasis . Pengobatan topikal dengan Asam salisilat (salep

atau losion 2-6%) mengurangi lesi yang hiperkeratosis dan bersisik. Penggunaanya seringkali

digabungkan dengan tar batubara atau ditranol. Pasta tar batubata efektif namun penggunaanya

tidak menyenangkan. Sampo tar batubara bisa digunakan bagi lesi di kulit kepala, dan mandi tar

batubara jika lesi sangat luas. Kalsipotriol dan takalsitol adalah derivat vitamin D yang bisa

digunakan secara topikal untuk psoriasis ringan sampai sedang. 7

Pengobatan sistemik dapat diberikan Metrotrexat , Retinoid (derivat vitamin A)

digunakan bagi psoriasis yang berat dan resisten. Tazaroten , ataupun menggunakan biological

agent ( Etanercept, alefacept , efaluzimab).7,13

Etiologi

Sinonim dari tinea cruris yaitu eczema marginatum, gym itch, hobie itch, jock itch,

ringworm of the groin, tinea inguinalis. Merupakan penyakit kulit Dermatofitosis yang termasuk

dalam mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur ini

mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin pada kuku, rambut, dan

stratum korneum kulit. Berdasarkan sifat morfologi, jamur golongan dermatofita dikelompokkan

dalam 3 genus: Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. 1,3,7

11

Pada tinea cruris, penyebabnya ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes,

atau Epidermophyton floccosum. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada

perempuan.1,3,7

Epidemiologi

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatofit

pada jaringan yang mengandung keratin , seperti stratum korneum, rambut dan kuku. Infeksi

jamur yang sering menyebabkan dermatofitosis adalah genus Trichophyton, Microsporum dan

Epidermophyton. Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum dan Microsporum canis

adalah agen penyebab tinea corporis dan tinea cruris paling sering. Infeksi Dermatofitosis

diperkirakan telah menyerang 20-25% dari populasi di seluruh dunia, dan insiden terus

meningkat. 1,3,5,7

Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di

Indonesia. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki postpubertal, namun perempuan juga dapat

terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan

pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat,

keringat, dan baju mandi yang lembap dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi

tinea kruris. Faktor risiko yang lain adalah obesitas dan diabetes mellitus.5

Patofisiologi

Jamur golongan dermatofita selain mengeluarkan enzim keratinase yang mencerna

keratin, patogenitasnya juga meningkat karena produksi mannan yaitu suatu komponen dinding

sel yang bersifat immunoinhibitor. Mannan juga mempunyai kemampuan menghambat eliminasi

jamur oleh hospes dengan menekan kerja sel mediated immunity.1,3

Beberapa faktor didalam tubuh hospes juga memiliki peran dalam menghambat

patogenitas dari jamur dermatofita ini. Progesterone contohnya. Hormone ini dapat menghambat

pertumbuhan jamur golongan dermatofita, karena itulah insiden dermatofitosis lebih banyak

pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.1

Tinea cruris adalah infeksi umum pada daerah selangkangan, genital, daerah kemaluan,

perineum dan kulit daerah perianal. Secara klinis dapat ditemukan hanya tinea corporis atau tinea

cruris, tetapi juga dapat menemukan kedua. Penularan dapat melalui kontak langsung dengan

individu atau hewan yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda-benda yang mengandung

12

skuama yang terinfeksi. Pakaian tertutup dan kelembaban tinggi yang terkait dengan frekuensi

dan keparahan erupsi dermatofitosis. Sering juga terjadi karena adanya kaitan dengan tinea pedis

, dimana pasien menularkan dengan cara menggaruk bagian yang gatal pada kaki lalu

menggaruk bagian paha dalam sehingga jamur berpindah melalui kuku penderita. 1,3,7

Gejala Klinis

Predileksinya mengenai kulit pada daerah inguinal, pada bagian dalam dan perineum.

Gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-mula lesi ini

berupa bercak eritematosa dan gatal, yang dapat menyebar karna tepi lesi yang aktif dari lipat

inguinal dan berkembang mengenai aspek anterior paha. Ruam juga dapat menyebar ke celah

anus. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang disertai dengan banyak

vesikel kecil-kecil. Tinea kruris berbatas tegas dan jarang mengenai skrotum. Kedua gambaran

ini yang membedakan penyakit ini dari kandidiasis. 1,3,5,7Tinea cruris yang muncul dalam bentuk

beberapa papula eritematosa berbatas tegas, dengan tepi yang lebih tinggi. Biasanya terasa gatal

atau nyeri dapat terjadi maserasi dan infeksi sekunder.5

Kelainan yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum

bersifat kronik dan relative tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan

daerah tepi yang tampak tidak begitu aktif. Sedangkan kelainan oleh Tricophyton

mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan. Bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel

dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.1,3,5

Penatalaksanaan

Medika mentosa

Pengobatan infeksi dermatofita biasanya merespon baik terhadap antijamur topikal dalam

waktu 2-4 minggu. Jika pasien memiliki lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal,

preparat anti-jamur dapat diberikan secara oral, antara lain, griseofulvin, ketoconazole,

itraconazole dan terbinafine. 5

Dilaporkan pada satu kasus tinea corporis dan tinea cruris pada seorang pria berusia 54 tahun

yang disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes jenis granular yang merespon dengan baik

untuk ketoconazole oral dan topikal miconazole 2% krim.5

Antijamur topikal meliputi obat golongan azol, seperti klortimazol, ketokonazol, atau

mikonazol. Obat-obat tersebut memiliki spektrum aktivasi yang luas dengan cakupan beberapa

13

jamur gram-positif juga. Obat tersebut memerlukan pemakaian tiap hari dan tetap aktif di kulit

selama 1 minggu setelah pemakaian. Obat yang lebih baru seperti ciclopirox, butenaftin dan

haloprogin telah dicoba dengan hasil beragam. Mikostatin (nistatin) tidak ditemukan efektif pada

pengobatan tinea kruris. Pengobatan topikal tersebut harus mencangkup 2 cm melewati tepi lesi

yang terkena. Steroid topikal dapat digunakan sebagai tambahan pada kasus inflamasi berat.

Untuk pasien dengan penekanan sistem imun, pasien dengan penyakit yang luas, dan

pasien yang gagal diobati dengan pengobatan topikal, maka Ketokonazol, flukonazol,

itrakonazol, atau terbinafin dan Griseofulvin dapat diberikan per oral. Pemberian Flukonazole

150 once weekly for 2-4 weeks in an efficacious and safe regimen in the treatment of tinea

corporis and cruris.15 Pengobatan tinea pedis pada orang yang terkena tinea kruris diperlukan

untuk mencegah rekurens. 7, 5

Non Medika Mentosa

Manajemen non-medicamentosa dan pencegahan kekambuhan penyakit ini sangat

penting, seperti mengurangi faktor-faktor predisposisi, yaitu suhu, kelembaban dan oklusi

dengan menganjurkan memakai pakaian longgar dan bahan-bahan yang mudah menyerap

keringat, mengeringkan badan setelah mandi dan berkeringat, kehilangan berat badan jika

obesitas, dan mencuci pakaian yang terkontaminasi, mengobati juga infeksi jamur ditempat lain

misalnya pada tinea pedis . Jangan berbagi handuk dengan orang lain dan cucilah handuk

sesering mungkin, dan Jauhkan handuk penderita ketika memiliki infeksi jamur kulit untuk

mengurangi kemungkinan menularkan infeksi jamur kepada orang lain.16

Komplikasi klinis

Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi

jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.Komplikasi klinis jarang

terjadi, tetapi superinfeksi area oleh bakteri penyebab selulitis dapat terjadi. Komplikasi ini lebih

sering terjadi pada orang dengan gangguan imun. 1,3,5,7,16

Prognosis

Dengan penatalaksanaan yang tepat , prognosis baik . Asalkan pasien tetap menjaga

kelembapan dan kebersihan pasca terapi . 1,3

14

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa Tinea kruris merupakan suatu

penyakit kulit yang termasuk dalam kelompok dermatofitosis yang merupakan golongan

mikosis superficialis , yang disebabakan oleh Jamur Dermatofita . Memiliki gejala klinis berupa

lesi dengan efluoresensi tertentu pada daerah lipatan paha yang disertai gatal. Lesi bersifat aktif

pada bagian pinggir dengan sedikit squama . Dapat diobati dengan antijamur topikal maupun

secara oral . dengan demikian maka hipotesis dapat diterima.

Daftar pustaka

1. Mulyati , Sjarifuddin PK , Susilo J. Dermatofitosis .Dalam : Sutanto I, Ismid IS,

Sjarifuddin PK , Sungkar S (ed). Buku ajar parasitologi kedokteran . Edisi 4. Jakarta :

Badan Penerbit FK UI ;2013 .h. 319-24

2. Supartondo, Setiyohadi B : Anamnesis . Dalam . AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata

M , Setiati S ( Editors). Buku ajar ilmu penyakil dalam. Jilid 1 .Edisi 5. Jakarta : Interna

Publishing ;2009.h.25-8.

3. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis . Dalam : Djuanda A, Hamzah M,

Aisah S (editor). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke – 6 .Jakarta : Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2013.h. 34-5.

4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:

Erlangga;2007.h.1815-6.

5. Risdianto A, Kadir D, Amin S. Tinea corporis and tinea cruris caused by trichophyton

mentagophytes type granular in asthma bronchiale patient. Department of

Dermatovenereology Medical Faculty of Hasanuddin University . Di unduh dari :

journal.unhas.ac.id/index.php/ijdv/article/download/663/563 , 21 April 2015.

6. Gambar diunduh dari : www.medicaljournals.se , 21 April 2015

7. Mistiaen P, Poot E, Hickox S, Jochems C, Wagner C. Preventing and treating intertrigo in

the large skin folds of adults: a literature overview. Dermatol Nurs. Feb 2004;16(1):43-6,

49-57

15

8. Gambar diunduh dari : http://www.dermnet.com/images/intertrigo/picture/10601 , 21

April 2015

9. Graham-Brown R , Burns T . Dermatologi . Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2005.h. 21-2,

33-4.

10. Gambar diunduh dari : http://www.lookfordiagnosis.com/mesh_info.php?

term=erythrasma&lang=1 , 21 April 2015.

11. Siregar RS. Penyakit jamur kulit. Edisi ke-2 . Jakarta : EGC ; 2004 .h.50-1

12. Gambar diunduh dari : http://derma.freehostia.com/42_dermatitis_intertriginos.php, 21

April 2015

13. Gudjonson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Goldsmith LA , Katz SI , Gilchrest BA , Paller

AS , Leffel DJ , Wolff K . Fitzpatrick’s dermatology in general medicine . 7 th Edition .

New York : McGraw-Hill Company ; 2008. h. 192-3

14. Gambar di unduh dari : http://www.enzyklopaedie-dermatologie.de/artikel?id=3351 , 21

April 2015.

15. Stary, A., Sarnow, E. (1998). Fluconazole in the treatment of tinea corporis and tinea

cruris. Dermatology, 196(2), 237-41. 

16. Kenny T. Tinea cruris :fungal groin infection.Egton Medical Information System .

Diupload tanggal 19 July 2012 . Diunduh dari : http://www.patient.co.uk/health/tinea-

cruris-fungal-groin-infection , 21 April 2015

16