View
216
Download
0
Embed Size (px)
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Legitimasi
Ghozali dan Cariri (2007:411) mengungkapkan definisi teori legitimasi
sebagai suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan
sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan
merupakan bagiannya. Seiring dengan berjalannya waktu, nilai dari sistem sosial
yang terdapat di masyarakat terus berubah-ubah. Berdasarkan dari definisi teori
legitimasi, untuk mendapatkan legitimasi memerlukan proses yang sifatnya
berkesinambungan. Legitimasi didapatkan apabila yang dijalankan oleh
perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat. Jika
terjadi ketidak selarasan antara sistem nilai perusahaan dengan nilai masyarakat
maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya sehingga dapat mengancam
kelangsungan hidup perusahaan.
ODonovan (2002) berpendapat legitimasi organisasi saling berkaitan dan
saling mempengaruhi antara masyarakat dan perusahaan. Legitimasi dapat
dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang
dilakukan oleh suatu entitas adalah tindakan yang diinginkan, pantas ataupun
sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan
secara sosial (Suchman, 1995). Dalam posisi sebagai bagian dari maasyarakat,
operasi perusahaan seringkali mempengaruhi masyarakat sekitarnya.
Eksistensinya dapat diterima sebagai anggota masyarakat, sebaliknya
10
eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan tidak menyesuaikan diri dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau bahkan merugikan anggota
komunitas tersebut. Oleh karena itu, perusahaan melalui manajemennya mencoba
memperoleh kesesuaian antara tindakan organisasi dan nilai-nilai dalam
masyarakat umum dan publik yang relevan.
Jika dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak, teori legitimasi sangat
berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak. Teori legitimasi merupakan
suatu kondisi dimana suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai
dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya.
Dalam hal kepatuhan wajib pajak dalam membaar pajak hotel, wajib pajak harus
mengikuti atau sejalan dengan suatu sistem dimana wajib pajak harus mengikuti
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Kebijakan tersebut telah
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2011 yang
mengatur tentang pajak hotel. Dengan demikian wajib pajak diharapkan
menyadari kewajibannya yaitu wajib pajak harus patuh dan secara sukarela dalam
membayar pajak karena dampaknya akan dinikmati wajib pajak dan akan
membantu dalam hal pembangunan nasional.
2.1.2 Teori Kepatuhan (Compliance Theory)
Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-limu sosial khususnya di bidang
psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses
sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu. Menurut
Saleh (2004) terdapat dua perspektif dasar dalam literatur sosiologi mengenai
kepatuhan pada hukum, yang disebut instrumental dan normatif.
11
Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh
kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan-perubahan dalam
tangible, insentif, dan penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif
normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan
berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Seorang individu cenderung
mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma
internal mereka.
Sedangkan penelitian mengenai teori kepatuhan telah diterapkan secara luas
pada perpajakan. Terdapat 14 variabel-variabel yang mempengaruhi pajak
kepatuhan. Variabel-variabel tersebut adalah umur, jenis kelamin, pendidikan,
level pendapatan, sumber pendapatan, pekerjaan/status, etika, kewajaran,
kompleksitas, hubungan dengan internal revenue service (IRS), sanksi,
probabilitas deteksi, dan tingkat pajak. Selain itu terdapat beberapa variabel lain
yang mempengaruhi kepatuhan pajak seperti proporsi pengendalian individu,
biaya komplain, pengaruh penyusun pajak, lokasi geografis dan mobilitas
pembayar pajak, dan hal-hal lain dimana pembayar pajak mempersepsikan
keputusan kepatuhannya.
Berdasarkan perspektif normatif maka sudah seharusnya bahwa teori
kepatuhan ini dapat diterapkan di bidang perpajakan. Wajib pajak wajib
memenuhi ketentuan dalam undang-undang khususnya dalam penyampaian
laporan pajak berkala secara tepat waktu kepada instansi pajak. Rochmat
Soemitro mengatakan secara umum teori kepatuhan dapat digolongkan dalam
teori konsensus dan teori paksaan (Antari, 2012). Bagi teori konsensus dasar
12
ketaatan terletak pada penerimaan masyarakat terhadap sistem hukum. Dalam hal
perpajakan yang terkait dalam teori konsensus, dengan sikap wajib pajak yang
patuh dan memahami akan pentingnya fungsi maupun manfaat dari pajak, maka
akan tercipta suatu penerimaan dari wajib pajak mengenai sistem perpajakan yang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan merupakan pagar penjaga
agar wajib pajak tetap berada pada koridor peraturan pajak dan fiskus dalam
melaksanakan tugasnya tidak hanya untuk kegiatan formalitas saja, melainkan
juga untuk memperkuat kebenaran dari transaksi dan kepatuhan hukum dengan
undang-udang yang berlaku agar wajib pajak tetap patuh menjalankan hak dan
kewajibannya membayar pajak (Hidayat, 2005).
2.1.3 Pengertian Pajak
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam Mardiasmo (2011:1)
mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi pajak menurut Soeparman Soehamidjaja,
pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
atau jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Waluyo, 20011:3).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat dari pengertian pajak, adalah sebagai berikut:
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
13
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
public investment.
5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur.
2.1.4 Penggolongan Pajak
Pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipungut memiliki kriteria
sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Pajak dapat digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu menurut sifatnya, sasaran obyeknya, dan lembaga pemungutannya
(Mardiasmo, 2011:5)
1) Menurut golongannya
(1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan.
(2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2) Menurut sifatnya
(1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan.
14
(2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3) Menurut lembaga pemungutannya
(1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Bea Materai.
(2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Reklame, dan Pajak Hiburan.
2.1.5 Fungsi Pajak dan Fungsi Pajak Daerah
Fungsi pajak adalah sebagai berikut:
1) Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan
(budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan
pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.
Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen
penerimaan dalam negeri pada APBN.
15
2) Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) :
pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang
lebih tinggi kepada bar