11
Nama : Martina L Kelas : XIA1 Musik Melayu dan Perkembangannya Seni musik Melayu sangat terpengaruh musik Cina, Portugis, India, Arab, dan Persia, sehingga bentuk awalnya tidak dapat diterka lagi. Dalam perkembangannya, musik Melayu menghadapi berbagai masalah, sehingga perlu dilakukan pengkajian yang mendalam. Alat-alat musik utama orang Melayu ialah gendang, rebana, serunai, rebab, kecapi, suling, gong, gambang, saron, kromong, dan canang. Tiga alat musik istimewa lainnya secara khusus hanya boleh dimainkan untuk raja-raja, yaitu nafiri, lengkara, dan nobat. Biasanya dimainkan ketika raja berarak (mengadakan kunjungan). Alat-alat musik melayu sering digunakan untuk mengiringi drama tari Melayu Makyong yang sangat populer. Kadang-kadang pertunjukan diselingi musik biola, gendang, dan tawak-tawak (tetawak). Musik ini digunakan untuk mengiringi ronggeng yang menari sambil menyanyikan lagu-lagu berirama lambat maupun cepat. Lagu berirama lambat yang dinyanyikan antara lain Mak Inang Pulau Kampai, Lagu Dua, dan Hitam Manis. Salah satu lagu yang bertempo cepat yaitu Pulau Sari, yang sekarang kita kenal sebagai lagu pengiring tari Serampang XII. Peralatan musik tersebut sudah berperan dalam masyarakat Melayu sebelum tahun 1930. Sejarah kesenian Melayu dapat ditelusuri dengan melihat pengaruh dunia luar dalam seni musik, lagu, dan tari Melayu. Pengaruh ini terjadi karena hubungan dagang antara Kerajaan Melayu Aru yang berpusat di Deli dengan Malaka sudah berlangsung sejak abad ke-13. Sejak tahun 1511 M Malaka menjadi benteng Portugis, sehingga pengaruh Portugis juga mewarnai nada dan gerak tari Melayu yang disesuaikan dengan resam dan kebiasaan suku itu. Pengaruh Portugis tersebut tergambar dalam tari atau rentak Pulau Sari yang lebih dikenal dengan nama Serampang XII. Pengaruh Siam juga diterima melalui Kedah dan Perlis dalam seni dramatari Makyong, Menora, dan Mendu di wilayah Luhak Teluk Aru di Langkat dan di Kerajaan Serdang. Pengaruh Arab datang sejalan dengan masuknya Islam ke negeri-negeri Melayu. Corak Arab dapat dilihat dalam kesenian Zapin (Gambus), Kasidah, Rodat atau Barodah, serta Zikir Barat. Pengaruh Tamil (Keling, India Selatan) muncul dalam teater dan alat musik. Alat musik India seperti harmonium dan tabla digunakan

Musik Melayu Dan ya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Musik Melayu Dan ya

Nama : Martina LKelas : XIA1

Musik Melayu dan Perkembangannya

Seni musik Melayu sangat terpengaruh musik Cina, Portugis, India, Arab, dan Persia, sehingga bentuk awalnya tidak dapat diterka lagi. Dalam perkembangannya, musik Melayu menghadapi berbagai masalah, sehingga perlu dilakukan pengkajian yang mendalam.

Alat-alat musik utama orang Melayu ialah gendang, rebana, serunai, rebab, kecapi, suling, gong, gambang, saron, kromong, dan canang. Tiga alat musik istimewa lainnya secara khusus hanya boleh dimainkan untuk raja-raja, yaitu nafiri, lengkara, dan nobat. Biasanya dimainkan ketika raja berarak (mengadakan kunjungan).

Alat-alat musik melayu sering digunakan untuk mengiringi drama tari Melayu Makyong yang sangat populer. Kadang-kadang pertunjukan diselingi musik biola, gendang, dan tawak-tawak (tetawak). Musik ini digunakan untuk mengiringi ronggeng yang menari sambil menyanyikan lagu-lagu berirama lambat maupun cepat. Lagu berirama lambat yang dinyanyikan antara lain Mak Inang Pulau Kampai, Lagu Dua, dan Hitam Manis. Salah satu lagu yang bertempo cepat yaitu Pulau Sari, yang sekarang kita kenal sebagai lagu pengiring tari Serampang XII. Peralatan musik tersebut sudah berperan dalam masyarakat Melayu sebelum tahun 1930.

Sejarah kesenian Melayu dapat ditelusuri dengan melihat pengaruh dunia luar dalam seni musik, lagu, dan tari Melayu. Pengaruh ini terjadi karena hubungan dagang antara Kerajaan Melayu Aru yang berpusat di Deli dengan Malaka sudah berlangsung sejak abad ke-13.

Sejak tahun 1511 M Malaka menjadi benteng Portugis, sehingga pengaruh Portugis juga mewarnai nada dan gerak tari Melayu yang disesuaikan dengan resam dan kebiasaan suku itu. Pengaruh Portugis tersebut tergambar dalam tari atau rentak Pulau Sari yang lebih dikenal dengan nama Serampang XII. Pengaruh Siam juga diterima melalui Kedah dan Perlis dalam seni dramatari Makyong, Menora, dan Mendu di wilayah Luhak Teluk Aru di Langkat dan di Kerajaan Serdang.

Pengaruh Arab datang sejalan dengan masuknya Islam ke negeri-negeri Melayu. Corak Arab dapat dilihat dalam kesenian Zapin (Gambus), Kasidah, Rodat atau Barodah, serta Zikir Barat. Pengaruh Tamil (Keling, India Selatan) muncul dalam teater dan alat musik. Alat musik India seperti harmonium dan tabla digunakan untuk mengiringi lagu Melayu. Rentak (tempo) yang dihasilkan pada masa itu juga dikenal dengan nama chalti. Kesenian Melayu seperti musik, lagu, maupun tari yang berkembang hingga pertengahan tahun 1930 dan akhir tahun 1942 sangat bersebati dengan masyarakat pendukungnya. Dulu pengarang lagu-lagu Melayu umumnya tidak mencantumkan namanya dalam karya mereka, tetapi ada juga nama pengarang yang sempat diketahui dari mulut ke mulut. Mereka sudah lanjut usia, dan sebagian sudah meninggal dunia. Di antara mereka adalah, Tengku Perdana atau Dahlan Siregar (alm.) yang menciptakan lagu Pulau Putri, dan Tengku Zubir yang lebih dikenal dengan nama Tengku Cubit yang menciptakan Kuala Deli. Lagu ini sangat terkenal di tanah Deli. Usman menciptakan lagu Dodoi Di Dodoi.

GambusGambus adalah alat musik petik seperti mandolin yang berasal dari Timur Tengah.

Paling sedikit gambus dipasangi 3 senar sampai paling banyak 12 senar. Gambus dimainkan sambil diiringi gendang. Sebuah orkes memakai alat musik utama berupa gambus dinamakan orkes gambus atau disebut gambus saja. Di TVRI dan RRI, orkes gambus pernah membawakan acara irama padang pasir.

Orkes gambus mengiringi tari Zapin yang seluruhnya dibawakan pria untuk tari pergaulan. Lagu yang dibawakan berirama Timur Tengah. Sedangkan tema liriknya adalah keagamaan. Alat musiknya terdiri dari biola, gendang, tabla dan seruling.

Kini, orkes gambus menjadi milik orang Betawi dan banyak diundang di pesta sunatan dan perkawinan. Lirik lagunya berbahasa Arab, isinya bisa doa atau shalawat. Perintis orkes

Page 2: Musik Melayu Dan ya

gambus adalah Syech Albar, bapaknya Ahmad Albar, dan yang terkenal orkes gambus El-Surayya dari kota Medan pimpinan Ahmad Baqi.

KasidahKasidah (qasidah, qasida; bahasa Arab: ,"قصيدة" bahasa Persia: atau قصیده چكامه

dibaca: chakameh) adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim.Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia selain Arab. Grup kasidah modern membawa seorang penyanyi bintang yang dibantu paduan suara wanita. Alat musik yang dimainkan adalah rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern, misalnya: biola, gitar listrik, keyboard dan flute. Perintis kasidah modern adalah grup Nasida Ria dari Semarang yang semuanya perempuan. Lagu yang top yakni Perdamaian dari Nasida Ria. Di tahun 1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album kasidah modern.

NasyidNasyid adalah salah satu seni Islam dalam bidang seni suara.Biasanya merupakan

nyanyian yang bercorak Islam dan mengandungi kata-kata nasihat, kisah para nabi, memuji Allah, dan yang sejenisnya. Biasanya nasyid dinyanyikan secara acappela dengan hanya diiringi gendang. Metode ini muncul karena banyak ulama Islam yang melarang penggunaan alat musik kecuali alat musik perkusi.

Periodisasi Perkembangan Musik Melayu1. Periode 1942–1945

Pada masa pemerintahan Jepang, penampilan kesenian sangat kurang, tidak seperti sebelumnya. Kekurangan sangat terasa pada tahun 1942–1945, karena pergolakan politik yang terjadi pada masa itu. Walaupun demikian pada saat-saat tertentu lagu-lagu Melayu masih dapat didengarkan dari kelompok ronggeng yang sengaja dipanggil ke Istanauntuk menghibur. Lagu-lagu Melayu seperti Senandung Dendang Sayang, Senandung Laksamana Mati Dibunuh, Senandung Anak Tiung, Mak Inang Pulau Kampai, Mak Inang Kayangan, Lagu Dua, Tanjung Katung, dan Lagu Dua Seratus Enam tidak luput dari pendengaran. Lagu Dua Pulau Sari yang bertempo cepat dan selalu mengakhiri tari Serampang XII juga sempat terdengar. 

2. Periode 1945–1949 Pada tahun 1945–1949 revolusi sosial melanda kerajaan-kerajaan. Pertunjukan kesenian jarang dipertontonkan lagi. Pada masa itu masyarakat memfokuskan diri pada kebutuhan sehari-hari dan aktif berjuang melawan penjajahan. Pemusik, penari, dan penyanyi andalan sudah terpencar dan banyak yang beralih profesi. Beberapa alat musik telah dijual, sementara sebagian besar lainnya tidak terpelihara. Menjelang tahun 1950 beberapa pemusik, penari, dan penyanyi andalan itu sudah lanjut usia dan meninggal.

3. Periode 1950–1965 Pada periode ini, seni tari, lagu, dan musik Melayu kembali mendapat tempat di

kalangan masyarakat, baik masyarakat Melayu sendiri maupun masyarakat Indonesia lainnya. Pada masa itu muncul tokoh tari Melayu yang bernama Sayuti, seorang pegawai PP&K Sumatera Utara yang berhasil menggugah seluruh masyarakat lndonesia dengan tari Melayu hasil gubahannya. Beliau berusaha mempopulerkan tari Melayu dengan menggunakan metode yang ringkas dan mudah dipelajari. Sayuti menggubah tari Tiga Serangkai yang terdiri dari tari Senandung dengan lagu Kuala Deli, tari Mak Inang dengan lagu Mak Inang Pulau Kampai, dan tari Lagu Dua dengan lagu Tanjung Katung. Selain itu, tari Mak Inang, tari Cek Minah Sayang , tari Anak Kala, dan beberapa tari Melayu lainnya juga digubahnya. Sebagai klimaks, Sayuti menggubah dua belas macam ragam berdasarkan tari-tari Melayu yang ada. Tari ini kemudian dikenal dengan tari Serampang XII.

Tari Serampang XII ini sangat menarik minat dan perhatian masyarakat, terutama generasi muda. Hal ini terbukti dengan terselenggaranya Festival Serampang XII pada setiap tahun sejak awal kegemilangannya hingga sekarang. Setiap pengiriman misi kesenian ke luar

Page 3: Musik Melayu Dan ya

negeri maupun pada kesempatan mengisi acara kesenian di Istana Negara, Serampang XII dan beberapa tari Melayu lainnya selalu mendapat sambutan. Tahun-tahun tersebut boleh dikatakan sebagai masa suburnya kesenian tari Melayu.

Perkembangan tari Melayu sejalan dengan perkembangan musiknya. Di mana-mana terdengar lagu-lagu Melayu dan pada saat itulah lahir komponis tiga zaman, Lili Suhairi dan biduanita kawakan, Rubiah. Keduanya dipandang sebagai tokoh yang banyak berjasa dalam memasyarakatkan musik dan lagu-lagu Melayu. Usaha itu dilakukan Lili Suhairi pada saat memimpin orkes Studio Medan. Kemudian bermunculan orkes-orkes Melayu lainnya seperti orkes Sukma Murni, Budi Pekerti, Rayuan Kesuma, dan lain-lain. Zaman itu juga telah melahirkan biduan dan biduanita Nasir, Nur Ainun, Zaidar, dan lainnya.

Seiring dengan tumbuhnya orkes tersebut muncul orkes Melayu versi baru pimpinan Tengku Nazly. Atas bimbingan ayahandanya yang berkemauan keras, dia menghimbau rekan-rekan dan keluarga terdekatnya untuk membentuk orkes yang kemudian diberi nama Tropicana. Lagu-lagu Melayu yang dibawakan orkes ini sebagian besar adalah lagulagu Melayu yang sudah diubah warnanya tanpa meninggalkan rasa dan penyajiannya. Dengan kata lain, lagu-lagu Melayu dibawakan dengan tempo cha-cha, rumba, marenggue, mambo, beat Barat yang sangat populer pada masa itu, dan sebagainya. Lagu-lagu mereka sempat direkam oleh perusahaan piringan hitam Lokananta pada tahun 1958 dengan menampilkan T. Kamarulzaman, Dahlia, T. Nazly, Mayang Murni, dan T. Sitta Syaritsa.

Orkes tersebut banyak dibantu oleh tokoh musik Abdul Muis Rajab (alm.) dalam hal aransemen. Walaupun Abdul Muis Rajab berasal dari tanah rencong, tetapi minatnya terhadap lagu-lagu Melayu besar sekali. Selain mengaransemen, ia juga menciptakan lagu Melayu. Salah satu lagu ciptaannya adalah Dendang Putri. Orkes ini dibina oleh Tengku Luckman Sinar yang sekaligus memegang alat perkusi. Para anggota orkes ini berprinsip setiap penyanyi harus membawakan lagu-lagu Melayu dengan ciri khas Melayu, yaitu gerenek dan tekuk lagu dalam teknik pembawaan lagu.

Musik Melayu mengalami masa suram pada masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, yaitu akhir tahun 1965, karena perhatian masyarakat tertumpu pada perbaikan situasi setelah meletusnya G 30 S/PKI. Keadaan saat itu tidak memungkinkan bagi mereka untuk meneruskan profesinya, sementara banyak tokoh musik yang berpindah tempat atau pindah profesi.

Pembinaan Dan Perkembangan Setelah keadaan tenang dan pemerintah berkeinginan memajukan kebudayaan nasional, kita segera sadar perlunya pelestarian kebudayaan bangsa. Kebijakan pemerintah di bidang pariwisata, telekomunikasi, dan kebijakan lain sangat bermanfaat bagi pembinaan kesenian dan kebudayaan. Pada umumnya pelayanan kesenian disalurkan melalui wadah tertentu yang sudah terarah, sehingga menimbulkan gairah bagi seniman dan pecinta seni di Indonesia untuk berkesenian. Perubahan itu juga dirasakan kesenian Melayu yang menunjukkan prospek baik dengan munculnya kesenian Melayu di televisi, lahirnya karya film yang berkultur Melayu (Musang Berjanggut), dan penyiaran musik dan lagu Melayu melalui RRI yang diselenggarakan oleh masyarakat Melayu dan masyarakat daerah lain.

Beberapa Perkembangan MusikMusik tradisional Melayu kembali muncul, seperti musik angkatan Makyong Serdang

pimpinan T. Luckman Sinar, yang mengiringi tari-tarian dari Himpunan Seni Budaya Melayu Sri Indra Batu Medan yang penulis pimpin. Penampilan pertama pada tahun 1976 mendapat respon dari masyarakat, baik masyarakat Melayu maupun masyarakat daerah lain. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat masih merindukan jenis musik tersebut. Berbagai perkumpulan dan organisasi kesenian yang menggunakan alat musik campuran juga muncul di luar kota.

Selain itu juga tumbuh minat kaum muda untuk membawakan lagu-lagu Melayu dengan orkes, band, dan musik kecil yang membuahkan aransemen baru yang terpengaruh musik Barat,

Page 4: Musik Melayu Dan ya

seperti tempo cha-cha, mambo, rumba, dan sebagainya. Kelompok yang terpengaruh tersebut seperti SIRlS Combo pimpinan THM. Daniel. Dia dan rekan-rekannya meneruskan warna dan corak orkes Tropicana.

Minat masyarakat daerah lain pun semakin besar. Ini ditandai dengan dibawakannya lagu-lagu Melayu oleh orkes Minang. Bahkan penyanyi-penyanyi pop pun sering membawakan lagu-lagu Melayu, seperti lagu Bunga Tanjung, Seringgit Dua Kupang, Mak Inang Pulau Kampai, dan sebagainya. Tumbuhnya tari-tari kreasi baru juga menghasilkan aransemen musik Melayu baru, walaupun sebagian besar lagu yang mengiringi tarian tersebut masih seperti lagu-lagu yang biasa didengar.

Musik Melayu dipengaruhi oleh musik asing, termasuk musik India yang membuahkan rentak atau tempo yang disebut chalti. Chalti ini kemudian melejit dan lebih dikenal sebagai musik dangdut. Sebagian orang mengakui bahwa lagu dangdut adalah lagu Melayu, sedang masyarakat Melayu sendiri ada yang enggan mengakuinya sebagai lagu Melayu. Jika melihat sejarah, mungkin pengaruh itu ada pada musik Melayu awal. Sekarang pengaruh tersebut sudah tidak jelas, karena ada pengaruh lain sehingga berbeda dengan rentak dan tempo chalti.

Berikut beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk pengembangan musik Melayu.  Pertama, perlu diadakan pergelaran musik tradisional untuk kepentingan apresiasi dan pengenalan oleh generasi muda, juga sebagai salah satu usaha untuk merangsang minat dalam bidang penciptaan di kalangan musisi. Kedua, institusi, lembaga, dan organisasi kesenian, baik pemerintah maupun swasta, diharapkan selalu mengadakan sayembara dalam bidang musik (tradisional dan modern) dengan hadiah yang merangsang. Ketiga, perlu dilakukan inventarisasi dan registrasi hasil karya cipta musik Melayu pada masa dahulu dan masa sekarang. Keempat, perlu mendirikan lembaga pengembangan penelitian musik/tari. Kelima, perlu menyelenggarakan seminar lagu dan tari Melayu untuk mendapatkan pedoman dasar dari keduanya. Keenam, teknik improvisasi atau gaya pembawaan lagu yang diwariskan oleh tradisi musik Melayu (seperti gerenek, tekuk, berenjut, dan sebagainya) hendaknya lebih diperhatikan dan menjadi salah satu bidang penelitian, karena hal itu merupakan bagian yang esensial dalam membawakan lagu-lagu Melayu. Ketujuh, masyarakat Melayu umumnya dan pemuka adat Melayu khususnya, diharapkan dapat berlapang hati untuk menerima nilai artistik dan estetika baru dalam karya-karya baru yang terlepas dari nilai-nilai lama atau berbeda dari yang didengar dan dilihat selama ini, karena eksperimen seperti itu juga merupakan perwujudan ekspresi baru dan merupakan sumbangan bagi khazanah dan perbendaharaan repertoar musik/gerak tari Melayu khususnya dan Indonesia umumnya. 

Tari Melayu dan Perkembangannya

Tari Melayu sebagai kebudayaan pesisir telah mengalir menelusuri pantai Nusantara, ibarat pengantar komunikasi rasa yang merata. Rasa yang mengalir kemudian lebur dan mengendap dalam perantauannya. Pengendapan ini sangat terasa dalam musik, sedangkan dalam unsur gerak bisa dirasakan melalui karakter dan sifat gerak tarinya. Komunikasi rasa dalam tarian mempunyai

Page 5: Musik Melayu Dan ya

daya yang lebih wajar dalam hubungan dan pergaulan antarmanusia. Ia tidak memerlukan daya penyampaian yang rumit. Esensi penyampaiannya terletak pada nilai spiritual. Sifatnya yang begitu sensitif dalam komunikasi kebudayaan ini juga dapat membawa faktor negatif. Misalnya, cepat dicintai, tetapi cepat pula dilupakan. Dalam konteks ini, munculnya tari Serampang XII pada tahun 50-an yang geraknya bertolak dari unsur tari Melayu menarik untuk dikaji.

Ada yang mengatakan bahwa tari Serampang XII yang diharapkan dapat menjadi tari pergaulan nasional itu tidak bisa disamakan dengan proses sosialisasi bahasa nasional kita, meskipun keduanya berasal dari Melayu. Usaha yang kurang berhasil ini disebabkan karena dalam seni tari terdapat kadar nonpraktis, nonkonkrit, dan noninformatif yang lebih besar daripada yang terdapat dalam bahasa sebagai keperluan dalam hidup bermasyarakat. Bila tidak ada keperluan yang lebih kuat yang bisa memberi motivasi terhadap eksistensi seni tari, gejala musiman akan sering muncul dalam seni tari. Kalau dulu ada tari Serampang XII, kemudian muncul Jaipongan, maka kini ada breakdance. Apabila diperlukan bentuk tari nasional, maka proses pembentukannya memakan waktu. Waktu ini bisa diperpendek apabila fungsi tari bisa dibina untuk kepentingan nasional. Sebelum terbentuknya tari nasional yang bisa dibanggakan sebagai ekspresi nasional yang secara kualitas baik, kita perlu meningkatkan fungsinya sebagai sarana pemersatu.

Dalam menemukan kaidah rasa yang sama dalam seni tari, kita mengkaji masalah fungsi tari Melayu, baik dalam bentuk aslinya di daerah asalnya maupun nuansa dalam berbagai perkembangannya. Kalau berbicara mengenai tari Melayu, sebetulnya kita membahas orang Melayu, sejarah, dan perkembangannya. T. Luckman Sinar (1976) sudah menjelaskan latar belakang tari Melayu sejak munculnya kerajaan-kerajaan di sebelah timur Sumatera. Tari Melayu kita temukan sebagai bagian dari bentuk teater Bangsawan, Makyong, Mendu, dan sebagainya dengan bobot gerak yang tidak sama, namun sejenis. Tari Serampang XII dipopulerkan sebagai bentuk tari pergaulan yang dilakukan berpasang-pasangan, bertolak dari irama atau rentak. Demikian pula dikenal penamaan tari atau bagian tarian yang disebut sebagai rentak Senandung, rentak Mak Inang, rentak Lagu Dua, dan rentak Pulau Sari yang dibedakan atas penjenisan iramanya.

Bentuk-bentuk yang berkembang melalui teater dan sejenisnya mempunyai makna ekspresi yang berbeda dibanding tari pergaulan. Penelitian teater Melayu sebetulnya mempunyai ruang lingkup yang luas, karena tidak terbatas pada satu etnik saja. Perkembangan teater Bangsawan oleh beberapa kalangan dianggap sebagai peralihan dari teater tradisional ke teater modern di Melayu (Bujang, 1975). Di lain pihak ada faktor penting yang tidak bisa diabaikan yakni bahwa teater Bangsawan menggunakan bahasa Melayu, yang pada awal pertumbuhannya memberi sumbangan pada pertumbuhan franca kita.

Perlu diketahui bahwa pada proses hibrid dalam kesenian, unsur seni tarilah yang  paling cepat mencair dan menghilang dimakan zaman. Bekas-bekas yang tertinggal sudah sangat tipis, karena pola-pola dalam seni tari cepat dilupakan bila tidak ada disiplin yang mengikat eksistensinya atau adanya nilai-nilai tertentu yang mengikatnya pada kegunaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Apabila dalam kesenian ada nilai yang mengikat unsur gerak yang dikaitkan dengan status dalam masyarakat Melayu ataupun dengan pergaulan kehidupan beragama, maka seni tari dapat meninggalkan bekas yang lebih berarti dan terpelihara di masyarakat pendukungnya, seperti pada tari Zapin.

Tari Zapin merupakan kesenian Melayu yang kental warna dan napas lslamnya. Tari ini tersebar ke mana-mana. Ada yang mengatakan tari Zapin berasal dari Arab. Menurut cerita, di Siak ada seorang Sultan keturunan Arab yang sangat gemar dengan tari ini dan mengembangkannya sehingga tari ini memiliki status kebangsawanan (Festival Kesenian Rakyat, 1979). Seorang pemuda yang pandai menari Zapin akan bertambah martabatnya dalam mencari jodoh. Hal ini menguntungkan bagi perkembangan tari Zapin di daerah tersebut (Kadir, t.t.). Di berbagai pusat pendidikan Islam di pulau Jawa, tari Zapin dipelihara sebagai keperluan pendidikan kepemudaan (Tim, 1984). Tari Zapin selanjutnya tersebar ke berbagai daerah seperti Kalimantan, Lombok, dan daerah lainnya. Meskipun namanya mengalami perubahan, tetapi tari ini sudah menjadi sarana

Page 6: Musik Melayu Dan ya

hiburan umum, seperti tari Jepen di Kalimantan. Di Betawi juga terdapat tari Zapin yang belum lama berkembang.

Di samping itu terdapat sejenis tari yang cukup jelas ciri kemelayuannya dan sudah ada sejak awal abad ke-20, yaitu tari Sambrah. Dahulu tari ini hanya dilakukan oleh kaum pria diiringi orkes harmonium yang memainkan lagu-lagu Melayu. Penari-penarinya sering disebut sebagai ronggeng laki-laki dan sering dikaitkan dengan hiburan orkes Gambus. Bedanya, Sambrah memakai harmonium dan memainkan lagu-lagu Melayu, sedangkan orkes Gambus tanpa harmonium dan lagunya berirama gurun pasir. Kalau dilihat, tariannya menyerupai rentak Senandung dan rentak Mak Inang dan dalam tarian juga digunakan selendang.

Menurut penelitian berbagai ahli, tari senantiasa relevan bagi manusia sejak zaman dahulu hingga kini. Dengan demikian, tari senantiasa mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia (Lange, 1975). Fungsi tari tidak bisa lepas dari kebudayaan dan peradaban manusia. Apabila kebudayaan dan peradaban bisa berubah, demikian pula fungsi tari, sehingga tidak aneh kalau ada fungsi lama dan fungsi baru yang berdiri secara bersamaan. Relevansi seni tari sangat bergantung pada fungsi tari tersebut. Tari mudah punah apabila tidak berfungsi lagi. Fungsi tari dapat berubah, karena arti tari bagi masyarakat pendukungnya berubah. Hal ini tergantung pada perkembangan peradaban masyarakat yang bersangkutan. Melalui tari kita bisa menilai tingkat peradaban manusia serta kadar komunikasi, baik antarsesamanya maupun dengan bangsa lain.

Sejalan dengan fungsinya, tari mempunyai nilai. Salah satu fungsi yang bisa dimiliki suatu tari adalah sebagai pengikat rasa persatuan karena di dalamnya terkandung nilai spiritual komunal yang dapat mengikat masing-masing pribadi ke dalam kelompok tertentu. Nilai spiritual dalam tari sangat penting, karena memberi arti fungsional bagi kehidupan manusia. Pergeseran nilai spiritual dalam tari menyebabkan pergeseran fungsinya dan sedikit banyak menentukan perkembangan seni tari.

Apabila dalam pembahasan seni tari kita mau membatasi diri pada Melayu Riau, maka tidak banyak yang bisa dibicarakan. Penulisan tentang hal ini belum banyak, kalaupun ada mungkin dari tokoh tari Melayu seperti T. Luckman Sinar, T. Sitta Syaritsa, dan T. Nazly A. Mansur. Di samping itu, kita berusaha menarik informasi sebanyak mungkin dari karya sastra dan budaya Melayu pada umumnya ataupun dari karya klasik sastra Melayu pada khususnya seperti Sejarah Melayu dan Sulalatussalatin. Dalam dua tulisan klasik tersebut ditemukan beberapa istilah menari seperti berlayam, yaitu menari dengan melila-lilakan pedang, perisai, dan lain-lain, dan mengigal, yaitu menari dengan gaya menarik, sedangkan versi lain dari tulisan ini mengartikan mengigal dengan menari mengikuti gaya Sunda. Selain itu, ada istilah tari seperti menandak dan joget. Penggambaran ini muncul ketika Raja Malaka berkunjung ke Majapahit. Tarian-tarian yang digambarkan cenderung tari hiburan kraton. Istilah tari seperti igal, tandak, dan joget lazim dikenal di daerah Jawa. Sejarah tari Melayu meliputi periode sebelum Malaka dikuasai Portugis, yaitu sebelum abad ke-16, setelah itu pusat Kerajaan Melayu pindah ke selatan Johor dan Kepulauan Riau.

Sudah waktunya untuk menemukan data segar supaya seni tari Melayu dalam berbagai perkembangan budaya kita bisa lebih dimengerti, dan supaya pembahasan tentang fungsi tari tidak kembali ke fungsi lain yang sudah hilang atau memudar. Melihat tari melalui sudut pandang antropologis bisa membuka tabir ketertutupan seni tari Melayu, karena sudut pandang itu melihat tari dari kedudukannya yang paling hakiki dalam kehidupan manusia (Lange, t.t.). Tari sebagai komponen budaya manusia memiliki fungsi khusus seperti nilai sosial, nilai ritual, pengobatan, dan rekreasional. Tari-tari upacara yang mempunyai kekuatan-kekuatan magis mempunyai bobot kualitas gerak yang lebih tinggi daripada tari yang bermakna rekreasional karena nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Tari-tari sejenis ini dapat berkembang menjadi tari pentas dan bisa memiliki disiplin tertentu, sedangkan tari sosial yang bermakna rekreasional yang mempunyai fungsi dalam rasa kebersamaan dan kekeluargaan suatu kelompok masyarakat tertentu perlu memiliki bobot gerak yang lebih lentur.

Teater Makyong adalah teater tradisional Melayu yang terdapat di daerah Riau, Sumatera Timur, dan juga di Malaysia. Melihat pada peninggalannya, Makyong di masa lalu selalu

Page 7: Musik Melayu Dan ya

disponsori oleh pihak istana Melayu. Jika diperhatikan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, Makyong ini tampaknya berangkat dari seni tari rakyat seperti Joget, Tandak, dan Ronggeng Melayu. Beberapa pendapat mengatakan bahwa Makyong berfungsi sebagai pelipur lara belaka, tetapi menilik pada upacara Buka Tanah yang sekarang masih dilaksanakan di Pulau Bintan, pasti ada makna lebih dalam, yang mungkin juga spiritual, daripada sekadar sebagai pelipur lara saja.

Dalam perkembangan kehidupan kebangsaan sekarang, kita harus berbicara tentang fungsi tari yang menunjang martabat bangsa kita atau yang diperlukan dalam meningkatkan kecerdasan bangsa kita. Dalam pembinaan teknis keahlian tari, kita sudah harus berbicara mengenai fungsi seni yang bisa dibagi berdasarkan kepentingan, yaitu: (1) seni pertunjukan, yang menurut bentuknya terdiri dari seni tari, seni teater, seni musik, dan lain-lain, (2) keperluan substantif dalam pendidikan umum, pergaulan sosial, penerangan masyarakat, dan lain-lain.