21
Multidetector Computed Tomography dari Cidera Thorax : Indikasi, Teknik, dan Interpretasi Abstrak Latar Belakang : Trauma Thorax merupakan penyebab paling utama dari kematian dan kecacatan, khususnya pada kelompok populasi usia muda Metode : Diagnostik Imaging memainkan peran yang penting pada penatalaksanaan penyakit. Multi Detector Computed Tomography (MDCT) adalah metode imaging terpenting di masa ini. Metode Imaging ini memiliki salah satu keuntungan yaitu kecepatan yang tinggi dan tingginya resolusi geometric di berbagai bidang. Hasil : Metode ini memperbolehkan kita melihat bagian-bagian yang besar dari tubuh dengan pergerakan alat-alat yang lebih minimal dan dapat menghasilkan reformasi 3 dimensi dan multibidang yang akurat. Oleh karena beberapa keunggulannya, MDCT telah menjadi pilihan utama dalam tiap kejadian trauma dengan kecepatan tinggi. Kesimpulan : Artikel ini menyimpulkan posisi-posisi dari MDCT ini dalam algoritma penegakan diagnostik dari trauma thorax, aspek- aspek teknisnya dari pemeriksaan, serta temuan-temuan gambaran dari tiap trauma pada masing-masing kompartmen thorax. Poin Pembelajaran : Diagnostic Imaging memainkan peran penting pada penatalaksanaan penyakit.

Multidetector Computed Tomography Dari Cidera Thorax

Embed Size (px)

Citation preview

Multidetector Computed Tomography dari Cidera Thorax :

Indikasi, Teknik, dan Interpretasi

Abstrak

Latar Belakang : Trauma Thorax merupakan penyebab paling utama dari kematian dan

kecacatan, khususnya pada kelompok populasi usia muda

Metode : Diagnostik Imaging memainkan peran yang penting pada penatalaksanaan penyakit.

Multi Detector Computed Tomography (MDCT) adalah metode imaging terpenting di masa ini.

Metode Imaging ini memiliki salah satu keuntungan yaitu kecepatan yang tinggi dan tingginya

resolusi geometric di berbagai bidang.

Hasil : Metode ini memperbolehkan kita melihat bagian-bagian yang besar dari tubuh dengan

pergerakan alat-alat yang lebih minimal dan dapat menghasilkan reformasi 3 dimensi dan

multibidang yang akurat. Oleh karena beberapa keunggulannya, MDCT telah menjadi pilihan

utama dalam tiap kejadian trauma dengan kecepatan tinggi.

Kesimpulan : Artikel ini menyimpulkan posisi-posisi dari MDCT ini dalam algoritma penegakan

diagnostik dari trauma thorax, aspek-aspek teknisnya dari pemeriksaan, serta temuan-temuan

gambaran dari tiap trauma pada masing-masing kompartmen thorax.

Poin Pembelajaran :

Diagnostic Imaging memainkan peran penting pada penatalaksanaan penyakit.

MDCT merupakan metode imaging yang paling penting pada cidera jenis ini, sebagai penjelasan

lebih rinci dapat diperoleh di waktu berikutnya.

Multiplanar dan reformasi 3 dimensi secara signifikan membuat diagnosis lebih akurat.

Keywords : Multidetector Computed Tomography, Thorax, Luka dan Cidera, Trauma

Tumpul, Trauma Tajam

Pendahuluan

Pada Negara-negara industry cidera yang berbanding lurus mewakili sebuah problema sosio-

ekonomi. Injuri/cidera ini sering terjadi pada kelompok populasi usia muda dan sering

menyebabkan kematian tiba-tiba pada kelompok usia 25-44 tahun. Trauma Thorax terjadi sekitar

20% dari seluruh kasus kejadian trauma. Lebih dari 80% kasus trauma thorax berhubungan

dengan cidera pada bagian tubuh yang lain seperti kepala (69%), abdomen dan pelvis (43%), dan

ekstremitas (52%) [1,2]. Diagnostik Imaging memainkan peran utama dalam menentukan

prosedur terapi dan penetapan prognosis [3]. MDCT perlu dipertimbangkan untuk menjadi

metode imaging yang paling efektif di bidang ini dan oleh karena itu seharusnya MDCT dapat

menjadi bagian yang utuh dari departemen emergensi [4]. Artikel ini menyimpulkan posisi dari

MDCT di dalam algoritma penegakan diagnosis, teknik pemeriksaan dan temuan cidera-cidera

dari masing-masing bagian thorax.

Mekanisme Cidera, Klasifikasi

Trauma Thorax biasanya terjadi pada tabrakan/kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cidera

olahraga, dan korban kekerasan. Bagian-bagian thorax yang paling sering mengalami kerusakan

adalah dinding thorax (70%), pleura (50%), dan paru-paru (30-70%). Selain itu termasuk jarang

tetapi paling sering memburuk adalah pada cidera jalan napas/airway (2,8-5,4%), diafragma

(0,4-1,5%), pembuluh darah besar ( 1,1-2,2 % ) serta jantung (10%) [3,5].

Sesuai dengan penyebabnya, cidera dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu cidera tumpul

(90%) dan cidera tajam (10%). Cidera tumpul disebabkan oleh 3 mekanisme dasar yang mana

biasanya dapat terjadi secara bersamaan dari kombinasi ketiga mekanisme tersebut.

Mekanismenya antara lain, tubrukan langsung (Direct Impact), kompresi (Compression), dan

deselerasi (Deceleration) [4]. Tubrukan langsung pada thorax menyebabkan sebuah cidera

terlokalisasi pada dinding thorax tepat pada titik traumanya. Ketika terpapar oleh tekanan yang

besar, energinya dapat merusak struktur-struktur lebih dalam dari lintasan cidera, seperti paru-

paru, jantung, pembuluh darah, mediastinum, hati, dan limpa. Cidera kompresi dapat

menyebabkan kontusio atau ruptur. Jaringan parenkim paru, pleura, diafragma, dan cabang

trakeobronkial sering mengalami kerusakan pada cidera kompresi. Sedangkan cidera deselerasi

menyebabkan pergeseran dari organ-organ serta tekanan robekan pada daerah dimana organ-

organ tersebut terfiksasi. Cidera jenis ini secara umum terjadi pada cabang trakeobronkial, aorta,

jantung, dan diafragma (gambar 1). Penyebab dari cidera tajam biasanya sering dikarenakan luka

tusukan dan tembakan dari para korban kekerasan atau perang. Mengacu pada angka kejadian

yang lebih tinggi dari cidera jantung dan pembuluh darah, maka sebuah cidera tajam

menyebabkan kematian lebih tinggi apabila dibandingkan dengan trauma tumpul [6].

Gambar 1 Kombinasi dari dua mekanisme cidera, seorang pejalan kaki tertabrak mobil. Patah tulang iga, hemotoraks, dan pneumotoraks di sisi kiri gambar adalah hasil dari tubrukan langsung

(Direct Impact) (panah putih). Aortic pseudoaneurysm merupakan akibat dari deselerasi (panah hitam).

Metode-Metode Imaging

Gejala-gejala klinis dari cidera thorax sangat beragam dan sering tidak berkorelasi dengan

tingkat keparahan cidera. Ini menjadikan alasan bahwa diagnostic imaging telah menjadi

prosedur utama yang ditampilkan setelah masuk ke dalam sebuah fasilitas medik. Metode yang

paling sederhana dan paling cepat dilakukan dengan mudah termasuk metode radiografi thorax

dan ultrasound. Kedua metode ini bisa , terlebih pada pasien yang tidak stabil, menyediakan

informasi penting mengenai tampilan dari cidera serius yang memerlukan tindakan emergensi,

seperti kejadian tension pneumotoraks, hemotoraks luas, hemoperikardium, hemiperitoneum, dan

cidera organ-organ abdomen dibawah diafragma. Hanya saja metode-metode ini kurang sensitif

untuk beberapa jenis trauma, dan oleh karenanya, terutama pada cidera karena energi tinggi

metode-metode ini tidak dapat dipertimbangkan sebagai sebuah kepastian. Radiografi thorax

dilakukan pada cidera berat dengan posisi supine, yang mana akan mengurangi kontribusinya.

Deteksi kontusio dan laserasi dari jaringan parenkim hati serta sebuah hemotoraks dan

pneumotoraks yang lebih kecil, juga merupakan persoalan. Radiografi thorax juga tidak

memungkinkan untuk mendeteksi cidera pada jantung atau pembuluh darah [7,11]. Sebagai

tambahan, dari rendahnya sensitifitas dari metode ini pada beberapa cidera, selain itu rendahnya

spesifitasnya juga menjadi masalah. Sebuah gejala pelebaran pada mediastinum, yang mana bisa

menjadi sebuah tanda dari sebuah cidera pada pembuluh darah besar dan jantung, bisa menjadi

sebuah contoh. Walau bagaimanapun, hal ini hanya terdapat pada sekitar 20% dari kasus

keseluruhan. Temuan sisanya diakibatkan oleh perdarahan tanpa trauma dari pembuluh darah

besar atau juga sebab non-traumatik seperti lipomatosis mediastinal, kelainan konginetal,

perbesaran limfa nodul atau bahkan tumor [5,12]. Dibandingkan dengan ini semua, MDCT

memungkinkan pemeriksaan yang cukup akurat pada seluruh bagian thorax serta dapat

mengemukakan perubahan-perubahan yang tidak terdeteksi oleh metode-metode lainnya

( Gambar 2). Temuan-temuan lainnya juga biasa ditemukan oleh MDCT (mencapai 83% dari

kasus), tetapi nyatanya hanya beberapa dari kasus-kasus itu yang bisa mengubah proses terapi (7-

14%) [10,13-15].

Gambar 2 a,b Pasien dengan laserasi aorta. a. Topogram (analogi dari radiografi thorax) menunjukkan kenormalan pada lebarnya mediastinum. b. MDCT menunjukkan ruptur dari

isthmus aorta dengan hematom kecil periaorta (panah)

MDCT

Pelaksanaan dari MDCT telah meningkatkan secara signifikan ketepatan diagnosis dari cidera,

tidak hanya di area thorax, dan sekarang dipertimbangkan sebagai metode dasar dalam radiologi

cidera. Hal ini memungkinkan untuk memeriksa secara komprehensif seluruh struktur dari thorax

dengan sensitifitas dan spesifitas mendekati 100%. Resolusi spasial dan temporal yang baik

sekali adalah keuntungan utama. Oleh karena bidang data yang isotrop, MDCT memungkinkan

pertunjukan reformasi 2 dimensi dan 3 dimensi di berbagai bidang dan sudut pandang tanpa

kehilangan resolusi geometric dan untuk menilai struktur anatomi yang terletak secara terbalik

dari bidang axial. Sebuah pemeriksaan-berkecepatan tinggi dibutuhkan untuk melihat seluruh

area pemeriksaan dalam tahap perputaran post-kontras yang benar serta untuk meminimalisasi

gambaran artefak (Gambar 3) [4,16,17].

Gambar 3 a,b Efek dari penambahan kecepatan terlihat pada kualitas gambaran 3 dimensi a.6-row

MDCT, tambahan waktu 20 detik ; terlihat secara signifikan gambaran artefak pada jantung dan

aorta b. 64-row MDCT, waktu tambahan 7 detik ; jantung dan aorta berih dari artefak

Algoritma Diagnosis

Pilihan prosedur diagnostik bergantung pada kondisi pasien dan mekanisme cidera. Pada cidera

berenergi rendah (terjatuh dari ketinggian mencapai 3m dan kecelakaan lalu lintas dengan

kecepatan mencapai 50 km/h), metode standar termasuk X-Ray dan pemeriksaan ultrasound.

Pemeriksaan MDCT thorax sebaiknya dilakukan hanya pada kasus dengan temuan-temuan

kurang jelas atau jika penilaian lebih rinci diperlukan. Pada pasien dengan cidera berenergi tinggi

(jatuh dari ketinggian diatas 3 m dan kecelakaan lalu lintas pada kecepatan melebihi 50km/h)

serta trauma yang tidak diketahui mekanismenya, MDCT pada thorax perlu dilakukan sebagai

skrining. Pemeriksaan ini biasanya merupakan bagian dari keseluruhan CT badan. Pada pasien

yang stabil tanpa kelihatan perlu tindakan emergensi, pemeriksaan MDCT dapat dilakukan

secara langsung setelah masuknya pasien pada fasilitas perawatan kesehatan dan pemeriksaan

klinis utama. Pada kasus sirkulasi tidak stabil atau di saat farmakologikal sirkulasi dibutuhkan,

maka X-ray thorax posisi supine biasanya dilakukan hampir sama seperti pemeriksaan

ultrasound untuk mengeksklusikan temuan-temuan yang membutuhkan tindakan emergensi.

Pemeriksaan MDCT seharusnya dilakukan hanya setelah metode-metode penting ini selesai

dilakukan [18]. Pada masa dimana MDCT merupakan bagian dari departemen emergensi dan

pemeriksaan segera yang dapat dilakukan dengan resusitasi, maka langkah tadi bisa dihapuskan,

serta MDCT dapat digunakan di situasi ini sebagai metode imaging yang utama (Gambar 4).

Penggunaan secara rutin MDCT pada kasus-kasus cidera berenergi tinggi dihubungkan dengan

biaya yang lebih tinggi pula, beban radiasi dan beberapa temuan kecil lainnya. Meskipun begitu,

prosedur ini tidak bisa diacuhkan begitu saja karena ada resiko apabila ada penghilangan pada

jenis penyakit yang sukar terdeteksi, meski dapat diobati seperti cidera aorta [10].

Gambar 4 Algoritma Diagnostik yang digunakan pada Departemen Emergensi pada

RS.Universitas Charles di Pilson, Republik Ceko

Teknik Pemeriksaan

Protokol pemeriksaan beragam bagi berbagai peralatan sesuai dengan parameter teknisnya.

Secara umum, untuk meminimalisasi gambaran artefak, maka kecepatan tinggi pemeriksaan

harus digunakan pada kasus cidera, serta karenakebutuhan untuk melakukan reformasi di bagian

bidang yang lain maka resolusi tertinggi pada sumbu Z pun bisa digunakan. Thorax merupakan

area dengan penyerapan yang rendah terhadap radiasi dan memiliki kontras yang lebih tinggi

diantara tiap-tiap strukturnya, bagaimanapun, dalam pemeriksaan difokuskan pada thorax,

sebuah parameter pencahayaan bisa digunakan dibandingkan dengan pemeriksaan seluruh tubuh

yang mana area abdomen termasuk harus diambil pemeriksaannya. Ini sangat cocok untuk

mengaplikasikan pengaturan sistem pemberian dosis dari voltase dan nilai yang cocok sesuai

dengan kebiasaan pasien serta luas penyerapan radiasi pada daerah yang akan diperiksa [19].

Perawatan yang memperhatikan dosis radiasi sangat penting pada pasien anak-anak, dimana kita

dapat mengurangi beban radiasi dari 5 ke 10 kali dibandingkan pada pasien dewasa dengan

menggunakan parameter pencahayaan yang sesuai. Pengurangan dosis dicapai tidak hanya

dengan pengaturan dosis otomatis, tetapi juga dengan pengurangan dari nilai penyinaran sesuai

dengan berat badan pasien. Besar nilai Kilovolt dapat dikurangi menjadi 80-100, dan besar mAs

dapat diturunkan menjadi 30-80 (Gambar 5) [10]. Jika dicurigai cidera jantung dan aorta thoracis

(arteri ascendens), kita dapat menggunakan sinkronisasi ECG untuk mengeliminasi gambaran

artefak [21]. Dan jika memungkinkan dengan penghargaan terhadap kondisi pasien, pemeriksaan

seharusnya selalu ditampilkan dengan elevasi bagian tungkai atas.

Gambar 5 a,b pemeriksaan dengan dosis rendah pada anak usia 6 tahun. Pentingnya pengurangan

dosis dicapai setelah pengaturan kualitas penegakan diagnostik yang dapat diterima (80kV,

40efektif mAs, dosis panjang 37 mGy8cm). a Potongan axial, algoritma rekonstruksi yang halus b

Reformasi Koronal, algoritma rekonstruksi pelebaran sudut.

Aplikasi dari media kontras penting untuk pemeriksaan dari struktur pembuluh darah serta

jaringan parenkim tiap organ serta untuk mendeteksi adanya perdarahan aktif. Walau

bagaimanapun dianjurkan untuk menyiapkan sebuah penundaan pemindaian lebih lama (30-40

detik) apabila dibandingkan dengan pemeriksaan thorax standar (Gambar 6) [22,23].

Pemeriksaan pada trauma thorax biasanya dilakukan tanpa penggunaan kontras oral. Sejumlah

besar dari bahan kontras bisa dipakai pada kasus suspect Ruptur Esofagus, biasanya sebagai

tambahan untuk menyetarakan pemeriksaan temuan-temuan yang tidak jelas. Pada kasus ini,

media kontras-iodin-water soluble harus digunakan, yang mana tidak akan menyebabkan

komplikasi serta tidak mempengaruhi pengobatan pembedahan berikutnya. Pemeriksaan tanpa

menggunakan kontras dalam diagnosis primer tidaklah terlalu penting, tetapi dapat dimanfaatkan

untuk follow up yang difokuskan pada paru-paru, cabang bronkus, bahkan tulang.

Gambar 6 a,b Perdarahan aktif dalam hematoma ekstrapleural, pentingnya pemanjangan lama

penundaan pemindaian setelah injeksi kontras. a pemindaian ditunda 20 detik : tidak ada bukti

dari ekstravasasi bahan kontras b pemindaian ditunda 40 detik : ekstravasasi bahan kontras dari

arteri interkostalis (panah)

Potongan demi potongan disusun dalam tiga bidang utama (axial, coronal, dan sagital) atau

susunan tambahan pada bidang lainnya serta gambaran 3D seharusnya dapat digunakan untuk

evaluasi. Saat melihat jaringan-jaringan lunak, diperlukan susunan potongan dengan lebar 3-5

mm menggunakan sebuah resolusi inti yang halus yang biasa digunakan. Sebuah jenis potongan

denga lebar 0,6-1,5 mm dengan bersamaan sekitar 1/3 atau ¼ bagian bisa digunakan untuk

reformasi 2D dan 3D lainnya. Penggunaan perangkat lunak yang canggih dan perangkat keras

berkekuatan reformasi 3D bukanlan merupakan penghabisan waktu. Kegunaan utamanya adalah

menunjukkan lesi cidera dari tulang, pembuluh darah, atau percabangan bronkus. Faktanya,

metode-metode ini tidak dapat mendiagnosis sendirian, bisa menyederhanakan hubungan

anatomi dengan komunikasi pada ahli klinis.

Protokol pencitraan untuk cidera thorax di simpulkan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1 menunjukkan

protocol dari berbagai perlengkapan yang mungkin terdapat pada pemeriksaan MDCT. Tabel 2

menyederhanakan modifikasi dari protocol standar bergantung pada tampilan klinis serta tujuan

dari pemeriksaan itu sendiri.

Cidera Dinding Dada

Cidera dinding dada merupakan hal biasa yang terjadi. Fraktur merefleksikan intensitas serta

arah daripada tekanan saat cidera. Meskipun demikian, luasnya kerusakan pada dinding dada

tidak berkorelasi dengan cidera pada organ-organ intratorakal. Bukti ini terdapat pada anak-anak

atau dewasa muda dengan struktur tulang yang fleksibel sehingga cidera berat visceral bisa saja

terjadi walau tidak ditemukan fraktur disana.

Tulang Iga

Fraktur tulang iga merupakan cidera dinding dada yang paling sering terjadi. Terjadi hampir

pada 50% pasien dan pada kenyataannya tidak selalu sesuai secara klinisnya. Walau

bagaimanapun, kerusakannya pada perbatasan antara organ intratorakal dan intraabdominal bisa

sangat parah. Pada kasus fraktur multiple yang meliputi sedikitnya 3 tulang iga yang berurutan,

ketidakstabilan dinding dad bisa terjadi yang berhubungan dengan gagalnya mekanisme ventilasi

dan peningkatan resiko atelektasis (flail chest). Ketiga tulang iga pertama dilindungi oleh tulang

klavikula, punggung serta otot-otot. Oleh karenanya, fraktur-fraktur yang terjadi adalah fraktur

jenis energy tinggi. Fraktur-fraktur tersebut bisa dihubungkan dengan cidera pembuluh darah

yang berdekatan atau pun pleksus brakialis. Sedangkan pada fraktur tulang iga tiga terbawah,

sangatlah penting untuk memperhatikan adanya cidera heparnya, limpa, serta cidera ginjal.

MDCT dapat menunjukkan jumlah fraktur yang terjadi, lokasinya, serta derajat dislokasi lebih

akurat dibandingkan X-Ray. Berkebalikan dengan X-ray, MDCT juga dapat mendeteksifraktur

pada kartilago kosta (Gambar 7) [3,8].

Gambar 7 Fraktur Multipel Tulang Iga.

Proyeksi Koronal dengan Intensitas

Maximum.

Skapula

Fraktur skapula biasanya termasuk ke dalam cidera yang jarang terjadi. Biasanya disebabkan

oleh tubrukan langsung yang kuat atau pun akibat dari tubrukan axial. Hampir 40% dari kasus,

berhubungan dengan kontusio pulmo, pneumotoraks atau hematotoraks [24,25]. Paling sering

area pada daerah skapula serta leher yang terkena cidera (Gambar 8).

Gambar 8 Tampilan Synoptik dari thorax dengan

menggunakan sebuah gambaran ubahan volum.

Fraktur pecahan pada skapula kanan serta

fraktur multipel pada kanan

Sternum

Fraktur pada sternum terjadi dalam 8-10 % kasus pada cidera tumpul dada. Biasanya disebakna

oleh tubrukan langsung pada dinding dada bagian anterior (tersering biasanya tibrukan dengan

stir mobil). Serta bisa diikuti dengan hematom retrosternal. Kontusio jantung pun terjadi pada

sekitar 20-40 kasus. Cidera pada pembuluh darah mediastinum pun bisa terjadi. Hematom

retrosternal biasanya terpisah dari aorta oleh kepingan atau pun lemak. Gejala ini membuat

perbedaan dengan hematom dari aorta itu sendiri. Sebuah fraktur non-dislokasi tulang sterna bisa

terlewat pada pemindaian axial, oleh karenanya diperlukan reformasi sagital yang merupakan hal

paling penting untuk menegakkan diagnosis (Gambar 9) [3,16,26].

Gambar9

Klavikula

Fraktur klavikula biasanya terlihat dari pemeriksaan klinik. MDCT berguna, khususnya pada

penegakan diagnosis dari dislokasi sternoklavikular, yang paling banyak disebabkan oleh

mekanisme indirek. Dislokasi anterior paling sering terjadi dan jarang berat secara klinis.

Dislokasi posterior bisa dihubungkan dengan cidera vascular [27].

Tulang Belakang

Fraktur tulang belakang mewakili 16-30 % dari keseluruhan cidera spinal. Sering susah dideteksi

menggunakan pemeriksaan X-ray karena super posisi daripada struktur-struktur lainnya pada

dada. Mekanisme cidera yang paling sering termasuk tekanan fleksi dan axial. Mekanisme rotasi

terbatas pada rongga iga. Dislokasi serta fraktur tidak stabil, terjadi hampir 50% kasus

berhubungan dengan defisit neurologis pada cidera di area ini. Fraktur dikategorikan dalam dua

kelompok : minor dan mayor. Fraktur minor (processus spinosus, tranversa, dan artikularis, dan

rongga intraartikularis) sendiri jarang dihubungkan dengan ketidakstabilan spinalis atau defeist

neurologis. Menurut klasifikasi AO, fraktur mayor dibagi menjadi (A) fraktur kompresi, (B)

fraktur distraksi, dan (C) cidera multi-arah dengan patahan dan atau translasi. penilaian terhadap

kestabilan fraktur sangatlah krusial dalam menentukan pendekatan terapeutiknya. Fraktur tidak

stabil-lah yang dapat meningkatkan deformitas atau bahkan meningkatkan defisit neurologis, dan

kebutuhan akan stabilisasi tindakan bedah. Menurut teori tiga kolumna Denis, fraktur yang

melibatkan middle-columna serta melibatkan dua atau lebih columna dikatakan sebagai fraktur

tidak stabil. Ct merupakan pilihan metode utama untuk fraktur spinal. Seperti pada fraktur tulang

sternal, reformasi sagital sangat berperan penting di bidang ini (Gambar 9) [3,28,29].

Hematom Ekstrapleural

Saat hematom ekstrapleural disebabkan oleh cidera arteri interkostalis, yang berpotensi sebagai

kondisi yang mengancam [30]. Hal initerjadi jarang dihubungkan sebagai hasil dari cidera

dinding dada atau sebuah komplikasi dari tindakan intervensi (drainase, insersio dari

pemasangan kateter vena sentral) [31,33]. Akumulasi darah berada diantara pleura parietalis

dengan fasia endotorakalis. Temuan X-ray jarang spesifik. Pada pemeriksaan MDCT kita dapat

menemukan kumpulan darah terpisahkan dari paru-paru dengan kavitas pleura oleh lapisan tipis

lemak(Gambar 10)[33]. Hematom yang lebih luas memilki bentukan bikonveks [32]. Perdarahan

aktif dari arteri interkostalis dapat dilihat dalan ekstravasasi bahan kontras (Gambar 6).

Gambar10

Cidera Pleura

Pneumotoraks

Pada pneumotoraks sering bersamaan antara cidera tajam dan tumpul pada dada. Pada kasus

cidera tumpul, merupakan kedua tersering terjadi setelah fraktur tulang iga. Pneumotoraks tidak

hanya disebabkan oleh cidera langsung pada pleura, tetapi juga oleh rupturnya alveoli maupun

bronkus bersamaan dengan meningkatnya tekanan pada jalan napas (airway). Bisa juga

merupakan komplikasi dari prosedur medikal. Pada CT pneumotoraks bermanifestasi sebagai

kumpulan gas dalam rongga pleura sampai ke bagian belakang dinding ventral thorax. Pada

pemeriksaan X-ray Thorax dengan posisi supine, pneumotoraks sering bermanifestasi dengan

sangat berbeda, dan dalam 30-55% kasus bahkan tidak dapat dilihat sama sekali (Gambar 11)

[34,35]. Kepentingan klinis dari pneumotoraks bergantung tidak hanya pada ukurannya pada saat

pemeriksaan awal, melainkan juga pada tiap perkembangannya dari waktu ke waktu serta secara

keseluruhan kondisi pasien. Pada pasien yang ventilasinya baik, sebuah pneumotoraks ringan

yang terlewat bisa berkembang secara cepat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik dan

ventilasi [35]. Tension pneumotoraks merupakan kondisi mengancam yang serius, membutuhkan

drainase secepatnya. Hal ini merupakan hasil dari peningkatan tekanan intratorakal pada sisi

yang terkena dengan selanjutnya tekanan pada struktur mediastinum serta pengurangan pengisian

diastolik jantung [36]. Tension pneumotorkas sering dapat terdiagnosa sebelum menggunakan

MDCT. Gejala dasarnya antara lain peningkatan volum pada hemitoraks yang terkena,

pergeseran mediastinum ke arah yang sehat, dan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah

mediastinum (kebanyakan pada vena), serta depresi pada arkus difragmatika (Gambar 12) [16].

Hemotoraks

Perdarah pada rongga pleura biasanya paling sering disebabkan oleh laserasi pada jaringan

parenkim paru serta cidera lapisan pleura sendiri. Pada kasus ini, perdarahan biasanya perlahan-

lahan meningkat serta terbatas. Pada kasus perdarahan arteri (biasanya interkostalis), perdarahan

cepat meningkat dan memerlukan terapi pembedahan. Perdarahan yang tidak cukup luas tidak

harus terdeteksi pada pemeriksaan X-ray posisi supine. MDCT adalah metode yang belum

tertandingi untuk mendiagnosis cairan pada pleura. Darah memiliki densitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan air. Nilainya bergantung pada derajat koagulasinya. Nilai densitas cairan

darah antara 30 dan 50 HU, serta densitas keping darah antara 50-90 HU. Hematoma terkadang

bisa memiliki struktur lapisan (disebut sebagai hematocrit sign) (Gambar 13). Pada kasus

perdarahan aktif karena cidera arteri, kita dapat menunjukkan kebocoran bahan kontras ke dalam

hematoma [3,16].