Manajemen Mutu Terpadu, Kuliah Dari Buku SIM

Embed Size (px)

Citation preview

Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen Kualitas Terpadu

(Total Quality Management)

TQM tidak hanya berlaku dalam dunia bisnis, tetapi bisa diterapkan juga dalam dunia pendidikan yang berkecimpung dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Istilah kualitas mengandung berbagai macam makna berlainan, Goetsch dan Davis (1984) merumuskan kualitas sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pengguna produk/jasa.

Ada tiga tahap perkembangan konsep kualitas. Pertama era Craftmanship: individu sangat terampil mengerjakan semua tugas yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/jasa yang berkualitas. Peranan pimpinan, petugas operasional dan pengendali kualitas ditumpuk pada satu orang. Konsep ini telah lama ditinggalkan karena berkembangnya konsep manajemen ilmiah yang mengatakan bahwa perlu pemisahan antara perencanaan dan implementasi, sehingga muncul era division of labor. Era pembagian tugas ini mengatur bahwa manajemen bertanggungjawab akan perencanaan sedangkan bagian operasi ditangani oleh tenaga kerja atau buruh, dan untuk menjaga kualitas dibentuk departemen kualitas yang terpisah. Sejalan dengan meningkatnya volume dan kompleksitas operasi, kualitas juga berkembang menjadi isu yang semakin rumit. Pada era ini muncul masalah besar mengenai 3 K (komunikasi, koordinasi dan kerja sama) akibat pemisahan think (yang dilakukan oleh pihak koordinasi) dan act (yang dilaksanakan oleh pihak pegawai lapangan). Akhirnya mendorong munculnya era total quality management.

Pertama kali konsep TQM pertama kali dikemukakan oleh Nancy Warren, yang mengandung makna every process, every job, dan every person. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya secara terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. Selain itu TQM menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan karakteristik TQM yaitu:

1) Fokus pada pelanggan (internal dan eksternal)

2) Berorientasi pada kualitas

3) Menggunakan pendekatan ilmiah

4) Memiliki komitmen jangka panjang

5) Kerja sama tim

6) Menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan

7) Pendidikan dan pelatihan

8) Menerapkan kebebasan yang terkendali

9) Memiliki kesatuan tujuan

10) Melibatkan dan memberdayakan karyawan.

Menurut Creech, produk atau jasa merupakan titik pusat bagi tujuan dan prestasi sebuah organisasi. Kualitas sebuah produk atau jasa tidak mungkin ada tanpa kualitas di dalam proses. Kualitas dalam proses tidak mungkin terjadi tanpa adanya organisasi yang tepat. Organisasi akan menentukan kesehatan dan vitalitas keseluruhan sistem manajemen karena itu ditempatkan di tengah-tengah kelima pilar TQM. Organisasi yang tepat, tidak ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi pilar-pilar lainnya. Setiap pilar tergantung pada empat pilar yang lain, bila salah satu pilar lemah, semuanya akan turut lemah.

Bill Creech, mantan jendral berbintang empat berhasil menerapkan prinsip TQM semasa Perang Teluk. Prinsip yang digunakan dikenal dengan istilah Lima Pilar TQM yang terdiri atas produk, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen seperti pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Lima Pilar TQM

Program TQM harus memenuhi kriteria agar dapat mencapai kesuksesan dalam implementasinya. Kriteria tersebut adalah:

1) Program harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam aktivitas proses dan produk/jasa.

2) Program harus memiliki sifat kemanusiaan yang kuat untuk menerjemahkan kualitas dalam cara memperlakukan karyawan, selalu diikut sertakan dan diberi inspirasi.

3) Program harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang di semua tingkatan, terutama pada barisan depan sehingga antusias keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan dan bukan sekadar slogan.

4) Harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijakan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah-celah organisasi.

TQM dalam Lembaga Pendidikan

Efektifitas organisasi lembaga pendidikan tidak dapat dicapai tanpa orang-orang yang memiliki kemampuan dan komitmen sepenuhnya terhadap semua hirarki organisasi. TQM merupakan suatu proses peralihan yang dikendalikan oleh pengendali eksternal melalui kepatuhan terhadap prosedur dalam proses kebiasaan yang ditanamkan dalam kultur organisasi. TQM berorientasi pada pelanggan dan secara-terus-menerus meningkatkan kualitas berarti TQM harus memiliki konsep dengan jangkauan luas dan mengandung dua unsure yang saling tergantung yaitu kultur organisasi dan sejumlah konsep baru.

Dengan demikian TQM harus berbasis quality of working life (QWL). Plowman (1990) berpendapat bahwa perilaku manajemen pendidikan mengalami masalah dalam mengembangkan kualitas total karena mengalami berbagai permasalahan, Dari berbagai permasalahan tersebut kultural sebagai permasalahan utama, sehingga hambatan kultural menjadi penyebab ketidakselarasan hubungan fungsional, komunikasi yang buruk di antara fungsi organisasi, dan sikap manajemen terhadap staf yang memperlakukan staf seolah-olah tidak mampu berpikir.

QWL sebagai suatu cara berpikir tentang orang, pekerjaan dan organisasi dengan elemen-elemen berupa adanya perhatian tentang dampak pekerjaan pada orang-orang pegawai dan aktivitas organisasi serta gagasan partisipasi dalam pemecahan masalah organisasi dan pembuatan keputusan. QWL berfokus pada bagaimana pekerjaan dapat menyebabkan pekerja menjadi lebih baik. Aspek utama QWl adalah partisipasi dalam proses membuat keputusan organisasi. Secara operasional QWL menggambarkan aktivitas yang dapat dirasakan oleh pekerja sebagai usaha yang mengarah pada terciptanya kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Ini merupakan kultur esensial dan tiap penopang keberhasilan TQM. QWL menimbnulkan komitmen timbal balik yang tinggi antara individu terhadap sasaranm lembaga pendidikan serta antara lembaga pendidikan dengan kebutuhan pengembangan individu yang terlibat. Keterlibatan individu harus bebas rasa takut dan keterlibatan diperlukan untuk memanfaatkan wawasan dan konsep yang timbul. Jadi QWL sebagai sasaran, proses dan filosofi organisasi.

QWL sebagai sasaran bertujuan menciptakan peningkatan kerja, keterlibatan pegawai, kepuasan individu dalam lembaga pendidikan, dan efektivitas organisasi. Sebagai proses, QWL memerlukan usaha untuk mencapai sasaran organisasi, keterlibatan seluruh unsur organisasi dalam lembaga pendidikan diharapkan dapat memberi kontribusi pada lembaga pendidikan tersebut sehingga mereka memperoleh kepuasan, kebanggan dan pertumbuhan pribadi. QWL memandang seluruh unsur organisasi sebagai asset yang harus dipelihara, dikembangkan, ditingkatkan pengetahuannya, keterampilannya, dan komitmennya.

Ada lima karakteristik dengan strategi keterlibatan seluruh unsur organisasi:

1) Ada pendelegasian yang memberikan tanggungjawab untuk melakukan pengambilan keputusan kepada individu yang memiliki informasi yang relevan dan tepat waktu serta memiliki keterampilan

2) Ada kerja tim lintas batas fungsional dan melibatkan orang yang tepat. Setiap individu dalam organisasi harus diintegrasikan dalam proses operasi dan pelayanan terhadap pelanggan.

3) Memberdayakan sumber daya manusia, berarti meberikan peluang dan menghargai kontribusi SDM.

4) Ada integrasi antara SDM dan TI sehingga anggota organisasi memberikan inisiatif dan kreativitas di bidang operasi, administrasi maupun penguasaan TI.

5) Rasa kebersamaan artinya setiap anggota memiliki visi yang didasarkan atas seperangkat nilai yang jelas, misi organisasi yang jelas, dan metode untuk merealisasikannya.

Dengan karakteristik tersebut di atas, akan tumbuh energi pembelajaran dan kualitas sehingga lembaga pendidikan akan menerima suatu kualitas pendidikan secara memuaskan dan tepat waktu.

Komitmen, kinerja dan keterlibatan unsur organisasi dapat memberikan kepuasan pada pelanggan. Lembaga pendidikan harus membangun lingkungan belajar yang berkesinambungan yang dapat menciptakan inovasi baru serta membangun kultur dalam mendukung SDM. Kualitas pendidikan harus terus diperbaiki, informasi harus terus mengalir secara bebas antar fungsi sehingga ada kerja sama sebagai sebuah tim. Organisasi dengan keterlibatan individu tinggi memerlukan pimpinan yang memiliki nilai manajerial dan leadership. Model organisasi QWL diawali dan diakhiri dengan Lingkaran Kualitas (Quality of circle).

Implementasi TQM dalam Manajemen Pendidikan

Suksesnya implementasi TQM dalam dunia bisnis mengilhami organisasi lainnya termasuk organisasi pendidikan untuk mengadopsinya. Beberapa pengamat mempertanyakan kelayakan dan kesesuaian konsep TQM untuk diimplementasikan dalam manajemen pendidikan, seperti halnya Taylor dan Hill (1993), McCulloch (1993) berargumentasi bahwa TQM merupakan konsep yang sulit dievaluasi dalam lembaga pendidikan. Holmes dan Gerard (1995) berpendapat bahwa TQM mungkin cocok untuk fungsi pendukung tetapi tidak cocok untuk fungsi pembelajaran yang merupakan inti dari sebuah lembaga pendidikan.

Menurut Herbert, Dellana dan Bass (1995), ada 4 bidang utama dalam lembaga pendidikan yang dapat mengadopsi prinsip-prinsip TQM. Pertama, penerapan TQM untuk meningkatkan fungsi-fungsi administrasi dan operasi lembaga pendidikan. Kedua, mengintegrasikan TQM dalam kurikulum. Ketiga, penggunaan TQM dalam metode pembelajaran di kelas. Keempat, menggunakan TQM untuk mengelola aktivitas riset lembaga pendidikan.

Ada enam tantangan pokok yang perlu dikaji dan dikelola secara strategis dalam rangka menerapkan konsep TQM pada lembaga pendidikan, yakni yang berkenaan dengan (1) kualitas jasa, (2) fokus kepada pengguna jasa pendidikan, (3) kepemimpinan, (4) perbaikan yang berkesinambungan, (5) manajemen SDM, (6) manajemen berdasarkan fakta. Semua ini sesuai dengan yang diamanatkan UURI No 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 4 ayat (6) yang menyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian kualitas layanan pendidikan. Selain itu pasal 5 ayat (10 juga menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.

Keberhasilan jasa pendidikan ditentukan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para pengguna jasa pendidikan (peserta didik). Sebelum itu, ada baiknya kita tinjau dulu makna jasa. Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Jadi jasa berupa suatu kegiatan yang bermanfaat bagi pihak lain dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Kotler dalam Ety Rochaety dkk, 2005, mengemukakan pengertian jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud, yang melibatkan hubungan antara penyaji jasa dengan konsumen pemakai dan tidak ada pemindahan kepemilikan (transfer of ownership) antara keduanya. Dalam menghasilkan jasa tersebut digunakan produk fisik untuk mendukung aktivitasnya.

Zithaml dan Berry mengemukakan bahwa jasa dapat diartikan sebagai unjuk kerja (performance) ataupun prosedur kerja, tindakan dan aktivitas (deeds), maupun proses (process) yang dilakukan oleh organisasi, orang atau institusi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Sementara itu jasa pendidikan bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya dibutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill/ keterampilan khusus dalam bidang pendidikan dan padat modal karena memerlukan peralatan (infrastuktur) yang lengkap dan harganya cukup mahal.

Secara umum jasa memiliki karakteristik utama sebagai berikut:

1) Tidak berwujud (Intangibility): jasa pendidikan tidak berwujud seperti halnya produk fisik. Pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentang kualitas jasa tersebut yang dapat diperoleh atas dasar lokasi lembaga pendidikan, penyelenggara, peralatan, biaya. Untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan, maka lembaga pendidikan dapat melakukan: a) meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud, b) menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan), c) menciptakan suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name), d) memakai nama seseorang yang sudah dikenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.

2) Tidak terpisahkan (Inseparability)

Jasa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan pelanggannya yaitu peserta didik.

3) Bervariasi (variability)

Jasa pendidikan yang diberikan seringkali berubah-ubah, tergantung kepada siapa yang menyajikan, kapan serta di mana disajikan jasa pendidikan tersebut. Oleh karena itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai kualitas yang sesuai standar. Untuk mengantisipasi hal itu lembaga pendidikan dapat melakukan beberapa strategi dalam mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan, yaitu: 1) melakukan seleksi dan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan SDM jasa pendidikan yang lebih baik, 2) membuat standarisasi proses kerja dalam menghasilkan jasa pendidikan dengan baik, 3) selalu memonitor kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran, keliuhan maupun survei pasar.

4) Mudah musnah (perishability)

Jasa pendidikan tidak dapat disimpan lama atau jasa pendidikan mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada waktu mendatang. Karakteristik jasa yang mudah musnah bukanlah masalah jika permintaan akan jasa stabil karena jasa pendidikan mudah dalam persiapan pelayanannya. Jika permintaan berfluktuasi, lembaga pendidikan akan menghadapi masalah dalam mempersiapkan pelayanannya. Oleh karena itu perlu program pemasaran jasa yang sangat cermat agar permintaan terhadap jasa pendidikan selalu stabil.

Karakteristik jasa pendidikan antara lain sebagai berikut:

1. Lembaga pendidikan termasuk jasa murni (pure services), pemberian jasa yang dilakukan didukung sarana pendukung seperti ruangan kelas, kurni, meja, buku dan lain-lain.

2. Jasa yang diberikan lembaga pendidikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa (peserta didik), meskipun sekarang ada program distance learning atau belajar jarak jauh.

3. Penerima jasa pendidikan berbasis orang, berdasarkan hubungan dengan pengguna jasa maka peserta didik sebagai high contact system (hubungan/interaksi yang tinggi antara pemberi dengan pengguna jasa). Penerima jasa sebagai bagian dari sistem lembaga pendidikan tersebut.

4. Hubungan antara lembaga pendidikan dengan pelanggan (peserta didik) berdasarkan member relationship (anggota lembaga pendidikan) tersebut. Sistem pemberian jasa secara terus-menerus dan teratur sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan.

Kualitas Pelayanan pada Jasa Pendidikan

Len Berry, Parsu Parasuraman dan Valerie Zithaml (1988 menyatakan bahwa kualitas jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau diterima secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan oleh mereka, dapat dikatakan pelayanan berkualitas. Jika sebaliknya tidak berkualitas. Bila kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan. Kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang diterima.

Harapan pelanggan jasa didasarkan pada informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu, serta komunikasi ekseternal. Pengaruh tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2 Dimensi Kualitas Pelayanan yang mempengaruhi Harapan dan Kenyataan

Dimensi kualitas pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Reliability (keterandalan)

Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, akurat dan memuaskan. Misalnya mata pelajaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan, jadwal pembelajaran, proses pembelajaran yang akurat, penilaian yang obyektif, bimbingan dan penyuluhan serta aktivitas lain yang memperlancar proses pembelajaran peserta didik.

2. Assurance (jaminan)

Mencakup pengetahuan, kompetensi, etika, respek terhadap peserta didik serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas bahaya dan keraguan. Misalnya, seluruh staf administrasi, staf pengajar, pejabat struktural benar-benar kompeten di bidangnya sehingga reputasi lembaga pendidikan positif di mata masyarakat.

3. Tangibles (kejelasan)

Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, staf pengajar dan sarana komunikasi. Misalnya, fasilitas pembelajaran (ruang, kursi, meja, papan tulis, media, dsb), laboratorium, perpustakaan, tempat parkir, kantin, tempat ibadah, fasilitas olahraga, busana staf pengajar dan karyawan.

4. Empathy (empati)

Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan peserta didiknya. Misalnya, staf pengajar mengenal peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran, pengajar berperan sesuai dengan fungsinya, perhatian yang tulus diberikan kepada para siswanya berupa kemudahan mendapatkam pelayanan, keramahan, komunikasi serta kemampuan memahami kebutuhan peserta didik. 5. Responsifness (pertanggungjawaban)

Kemauan/kesediaan para staf untuk membantu peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap. Misalnya pembimbing mudah ditemui untuk konsultasi. Proses pembelajaran interaktif sehingga peserta didik lebih memperluas wawasan berpikir dan kreatif, prosedur administrasi lembaga pendidikan yang sederhana.

Beberapa ahlimengemukakan dimensi kualitas, tetapi jika diperhatikan hampir semuanya bertitik tolak dari lima dimensi kualitas jasa yang dikemukakan oleh pendapat Parasuraman.

Dalam mempertahankan kualitas pelayanan jasa pada lembaga pendidikan menurut Gasperstz yang harus diperhatikan adalah perbaikan kualitas jasa yang berkesinambungan, yaitu:

1. Ketepatan waktu yang berkaitan dengan proses pendidikan dan.lamanya pendidikan

2. Akurasi pelayanan berkaitan dengan rehabilitasi pelayanan secara berkesinambungan dan mengeurangi kesalahan yang dilakukan dalam pelayanan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan terutama yang berhubungan langsung dengan masyarakat umum.

4. Tanggungjawab berkaitan dengan penanganan saran, penanganan keluhan.

5. Kelengkapan menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung serta sarana pelayanan yang saling menunjang dan melengkapi.

6. Variasi model pelayanan, inovasi dalam pelayanan lembaga pendidikan, misalnya menawarkan waktu pembelajaran yang fleksibel bagi mahasiswa yang berperan ganda sebagai karyawan.

7. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya tempat belajar yang legal menurut ketentuan yang ditetapkan.

8. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan khusus bagi sekelompok pelanggan yang meminta penanganan khusus.

9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkaoitan dengan lokasi lembaga pendidikan, ruang tempat pelayanan, kemudahan menjangkau tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi, petunjuk yang mudah diakses pelanggan.

10. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti prasaran lingkungan lembaga pendidikan, kebersihan, kantin, pelayanan kesehatan.

Pendekatan dalam Layanan Jasa Pendidikan yang Berkualitas

Jasa pendidikan memiliki karakteristik cukup kompleks dibandingkan jasa lainnya, selain itu padat modal dan memiliki nilai dari pengguna jasa, memerlukan SDM yang memiliki dedikasi, kapabilitas, maupun keterampilan yang spesifik. Dalam memebrikan pelayanan yang berkualitas, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan kepada pengguna jasa, yaitu:

1. Pendekatan Service Triangle (Segitiga Layanan)

Ada tiga elemen dalam segitiga layanan yaitu strategi layanan (service strategy), sumber daya manusia (SDM) yang memberikan layanan (service people), dan sistem layanan (service system) dimana pengguna jasa pendidikan sebagai titik pusat.

Gambar 3 Segitiga Layanan

Strategi layanan yang efektif didasari pada misi yang dapat dimengerti oleh seluruh individu dalam lembaga pendidikan., diikuti oleh tindakan nyata yang bermanfaat bagi pelanggan dan mampu membedakannya dengan lembaga lain sebagai pesaingnya. Untuk merapkan strategi layanan yang efektif, lembaga pendidikan perlu memiliki paket layanan (service package), yaitu suatu kerangka layanan untuk memuaskan keinginan dan harapan pelanggan yang terdiri dari layanan utama dan layanan pendukung.

SDM yang memberikan layanan kepada pelanggan ada tiga yaitu: pertama, SDM yang berinteraksi langsung dengan pelanggan (guru, dosen); kedua, SDM yang memberikan layanan hanya temporer (laboran, teknisi, staf administrasi, pegawai) dan; ketiga, SDM penjaga keamanan. Semua kelompok harus memusatkan perhatian pada para pelanggan dengan cara mengetahui stiapa pelanggan lembaga pendidikan, apa kebutuhannya, dan tahu cara memenuhi atau memuaskan kebutuhannya, sehingga perlu budaya organisasi yang menitik beratkan pada naluri untuk memberikan layanan, lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja, sistem penghargaan yang memoyivasi, adanya kesempatan karir yang luas, etos kerja yang tinggi, energik, penuh optimisme, serta proses seleksi yang efektif.

Sistem layanan atau prosedur layanan kepada para pelanggan melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan SDM yang ada, secara konsisten dengan paket layanan yang disediakan dan dirancang sederhana sehingga mudah dipahami pelanggan. Sistem layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan layanan dengan sistem yang hampir tidak kelihatan oeleh pelanggan.

2. Pendekatan Total Quality Service (TQS)

Total Quality Service (TQS) atau layanan kualitas terpadu adalah suatu keadaan ketika lembaga pendidikan memiliki kemampuan memberikan pelayanan berkualitas kepada para pelanggan maupun pemilik pelanggan (pemerintah atau yayasan) dan pengawainya. TQS memiliki 5 elemen, satu dengan lainnya saling terkait seperti digambarkan pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 Total Quality Service (TQS)

Riset Pasar dan Pelanggan

Riset pasar adalah suatu kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat lembaga pendidikan berada meliputi identifikasi pasar, analisis demografis dan analisis kekuatan yang ada di dalam pasar itu sendiri. Riset pelanggan untuk mencari tahu tentang harapan, keinginan dan perasaan pelanggan secara individual terhadap layanan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan. Hasil kedua riset dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

Perumusan Strategi

Perumusan strategi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru. Untuk merumuskan strategi yang efektif dibutuhkan pengetahuan yang mendukung proses pembelajaran, misi lembaga pendidikan, kode etik profesi, pendekatan untuk memenangkan persaingan, pengetahuan TI, operasi jasa dan struktur organisasi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Strategi merupakan kemudi bagi lembaga pendidikan dalam memberikan layanan yang berkualitas.

Pendidikan, pelatihan dan Komunikasi

Diklat sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan kualitas layanan SDM agar mampu memberikan layanan yang berkualitas pula. Komunikasi berperan dalam mendistribusikan informasi kepada setiap individu yang terlibat dalam lembaga pendidikan. Dikla dan kimunikasi sebagai motor penggerak yang mampu memberikan layanan berkualitas.

Penyempurnaan Proses

Penyempurnaan proses sebagai usaha di setiap hirarki manajemen lembaga pendidikan agar secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberian layanan dan secara aktif memberikan pembaharuan layanan. Penyempurnaan proses membutuhkan kajian dan pengujian yang diperlukan untuk perbaikan tata cara, kebijakan, peraturan, metode kerja yang ada dalam lembaga pendidikan. Proses yang terus-menerus disempurnakan merupakan alat kendali untuk dapat mengarah ke kualitas yang lebih baik.

Penilaian, Pengukuran dan Umpan Balik

Penilaian, pengukuran dan umpan balik berperan dalam menginformasikan kepada pemberi jasa pendidikan, seberapa jauh mampu memenuhi keinginan dan harapan pelanggannya. Hasil ini dapat dijadikan dasar untuk memberikan balas jasa kepada pelanggan, serta memberikan isyarat kepada lembaga tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan perlu diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.

Menurut A.Parasuraman, Leonard L. Berry dan Valerie A. Zeithaml (1990) terdapat lima kesenjangan yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan berkualitas kepada pelanggannya. Kelima kesenjangan tersebut digambarkan sebagai berikut.

Gambar 5 Kesenjangan Yang Dapat Terjadi dalam Memberikan Layanan Berkualitas

1. Kesenjangan 1: antara Harapan Pelanggan dan Persepsi Manajemen Lembaga Pendidikan, terjadi akibat pihak manajemen lembaga pendidikan salah memahami apa yang menjadi harapan pelanggan.

2. Kesenjangan 2: antara Persepsi Manajemen Lembaga Pendidikan dan Spesifikasi Kualitas Layanan, terjadi sebagai akibat salah menerjemahkan persepsi pihak manajemen lembaga pendidikan atas harapan para pelanggannya ke dalam bentuk tolok ukur kualitas layanan.

3. Kesenjangan 3: antara Spesifikasi Kualitas Layanan dan Layanan Yang Diberikan, diakibatkan oleh ketidakmampuan SDM lembaga pendidikan untuk memenuhi standar kualitas layanan yang ditetapkan.

4. Kesenjangan 4: antara Layanan Yang Diberikan dan Komunikasi Ekternal, terjadi karena lembaga pendidikan tidak mampu memenuhi janjinya yang dikomunikasikan secara eksternal melalui promosi.

5. Kesenjangan 5: antara Harapan Pelanggan dan kenyataan Layanan yang Diterima, sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan pelanggan.Di antara kelima kesenjangan, yang paling penting adalah kesenjangan 5, untuk menghilangkan kesenjangan tersebut maka hilangkan kesenjangan 1 hingga kesenjangan 4 dengan cara yang diusulkan oleh Zeithaml sebagai berikut:

1. Menghilangkan kesenjangan 1:

Berikan kesempatan para pelanggan untuk menyampaikan ketidakpuasannya

Cari tahu keinginan dan harapan para pelanggan pendidikan sejenis

Lakukan penelitian tentang pelanggan dan harapan pelanggan

Bentuk kelompok pelanggan

Perbaiki kualitas komunikasi antara SDM dalam lembaga pendidikan

Kurangi birokrasi lembaga pendidikan

2. Menghilangkan kesenjangan 2:

Perbaiki kualitas kepemimpinan lembaga

Tingkatkan komitmen SDM terhadap kualitas layanan Dorong SDM agar lebih inovatif dan responsif Standarisasi pekerjaan yang ingion dicapai secara efektif3. Menghilangkan kesenjangan 3:

Perjelas uraian pekerjaan

Meningkatkan kesesuaian antara SDM, teknologi dan pekerjaan

Ukur kinerja dan berikan penghargaan atas kinerja

Bangun kerjasama antar SDM

Perlakukan pelanggan sebagai bagian dari keluarga besar lembaga pendidikan

4. Menghilangkan kesenjangan 4:

Perlancar arus komunikasi antar unit dalam lembaga pendidikan

Berikan pelayanan yang konsisten

Berikan perhatian yang lebih besar pada aspek vital kualitas layanan

Jaga agar pesan yang disampaikan ke eksternal tidak melebihi kemampuan lembaga

Dorong pelanggan menjadi pelanggan yang baik dan loyal.

Berry (1995) memberikan sebuah kerangka yang lebih komprehensif untuk menghilangkan kesenjangan 1 sampai dengan 4, dikenal dengan Strategi Layanan Efektif, seperti gambar berikut.

Gambar 6 Strategi Layanan Efektif

Dari gambar di atas, Berry menempatkan langkah 1, kepemimpinan sebagai prioritas utama, tanpa kepemimpinan yang efektif layanan yang berkualitas sulit diwujudkan. Ada 4 cara untuk menumbuhkan kepemimpinan yang efektif: - dorong kelancaran proses pembelajaran dikalangan pimpinan lembaga pendidikan, - promosikan orang yang tepat untuk mendukung pimpinan, - tekankan pada peran serta individu, - kembangkan iklim saling percaya.

Langkah kedua, kepemimpinan yang efektif harus diikuti dengan keberadaan sistem informasi layanan yang menyediakan data dan informasi yang rtelevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan kualitas layanan. Sistem informasi yan efektif akan mampu menyampaikan keinginan dan harapan pelanggan, mengidentifikasi berbagai kekurangan layanan yang diberikan, memantau kualitas layanan pesaing, memberikan umpan balik untuk perbaikan dan memberikan tolok ukur kualitas layanan.

Langkah ketiga, merumuskan strategi layanan sebagai perekat SDM bagi lembaga pendidikan sehingga mereka dapat bergerak bersama menuju pelayanan yang berkualitas. Oleh karena itu strategi layanan harus dipahami oleh setiap individu yang ada di lembaga pendidikan, juga strategi layanan harus mampu memberikan indikasi kepada piohak manajemen mengenai layanan yang kurang berkenan sehingga dapat diambil langkah perbaikan.

Langkah keempat. Strategi layanan harus bisa diterapkan bukan hanya sebatas kata-kata mutiara. Untuk implementasi diperlukan faktor pendukung antara lain:

1. Struktur organisasi lembaga pendidikan sebagai media perkembangan budaya yang menitik beratkan pada penyempurnaan yang berkesinambungan, sebagai pemandu perbaikan kualitas layanan, peningkatan teknis sumber daya dan dapat memberikan jalan keluar atas berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas layanan.

2. Teknologi yang dapat diterapkan untuk memperbaiki sumber daya, metode kerja dan sistem informasi yang semuanya mendukung upaya perbaikan kualitas layanan

3. SDM yang memiliki sikap, perilaku, pengetahuan dan kemampuan yang mendukung efektifitas realisasi strategi layanan.

FN

08

Di muka telah dipaparkan bahwa ada enam tantangan pokok yang perlu dikaji dan dikelola secara strategis dalam rangka menerapkan konsep TQM pada lembaga pendidikan, yakni yang berkenaan dengan (1) kualitas jasa, (2) fokus kepada pengguna jasa pendidikan, (3) kepemimpinan, (4) perbaikan yang berkesinambungan, (5) manajemen SDM, (6) manajemen berdasarkan fakta. Berikut ini akan dipaparkan upaya perbaikan layanan pada lembaga pendidikan setiap tantangan tersebut.

1. Kualitas Jasa

Masalah layanan yang tampak belum tentu merupakan masalah yang sebenarnya. Bisa saja masalah yang tampak hanya merupakan gejala dari persoalan lain yang tidak tampak. Untuk mempermudah dan mengidentifikasi masalah kualitas layanan. Heskett et.al dalam Etty R. menyampaikan sebuah konsep yang disebut service profit chain ( rantai laba dari layanan) seperti berikut.

Gambar 7 Rantai Laba dari Layanan

Berdasarkan gambar di atas, masalah kualitas layanan ekternal sebenarnya masalah layanan internal juga meskipun kualitas layanan ekternal sangat berbeda dengan kualitas layanan internal. Kualitas layanan internal adalah kepuasan bagi pegawai, budaya kerja, lingkungan kerja yang kondusif, sistem balas jasa yang motivatif, kesempatan karier yang luas serta program diklat yang menitik beratkan pada kualitas layanan. Sedangkan kualitas layanan ekternal dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan sehingga menjadi pelanggan yang loyal dan dapat menghasilkan lulusan yang berprestasi dan jumlah peserta didik yang akan bertambah secara berkesinambungan.

2. Fokus Kepada Pengguna Jasa Pendidikan

Kepuasan pengguna jasa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting. Oleh karena itu dalam menerapkan TQM di lembaga pendidikan, siswa/mahasiswa sebagai pelanggan harus dilayanai dengan baik. Menurut Lewis dan Smith (1994) ada tiga pelanggan yaitu pelanggan internal (guru/dosen, siswa, pegawai adminitrasi akademik, guru pembimbing); pelanggan eksternal langsung (pegawai adiministrasi, calon siswa, lembaga pendidikan lain); dan pelanggan eksternal tidak langsung (masyarakat umum, alumni, penyandang dana)

3. Kepemimpinan

Kualitas lembaga pendidikan juga bergantung pada factor intangibles, terutama sikap manajemen tingkat atas (Pimpinan lembaga pendidikan, kepal sekolah, rektorat). Pencapaian kualitas bukan hasil penerapan jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang mensyaratkan kepemimpinan trasformasional atau visioner karena perilaku kepemimpinan merupakan kualitas total dari semua unsur kepemimpinan.

Dalam konteks TQM, pemimpin harus memiliki karakteristik pribadi yang mampu mendorong, memotivasi, jujur, punya integritas, percaya diri, inisiator, kreativator, mampu beradaptasi dan fleksibel, mempunyai kognitif, pengetahuan dan kharismatik. Pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada semua jajaran manajemen agar mampu mengembangkan budaya TQM.

Pimpinan agar menciptakan visi yang jelas dan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kualitas dan berupaya menfokuskan pemuasan kebutuhan pengguna jasa pendidikan, menumbuhkan sense of teamwork dalam pekerjaan, menumbuhkan standard of excellence. Visi yang telah dirumuskan agar dikomunikasikan ke seluruh jajaran lembaga pendidikan untuk menyampaikan perubahan, inovasi dan pengambilan keputusan. Pimpinan harus mendapat dukungan dan bantuan para pegawai secara berkesinambungan, oleh sebab itu pimpinan harus menerapkan kepemimpinan tranmsformasional melalui tiga hal yaitu: pertama, penyampaian inspirasi dalam mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menfokuskan upaya dan mengekspresikan tujuan dengan cara yang sederhana. Kedua, mempromosikan secara intelektual, rasional dan pemecahan masalah secara ilmiah. Ketiga, pemberian konsiderasi yang bersifat individu untuk memberikan perhatian secara pribadi dan memberdayakan petugas lembaga pendidikan. Gaya kepemimpinan partisipatif dan memberdayakan seluruh jajaran petugas lembaga pendidikan merupakan infrastruktur organisasi yang sangat vital bagi perkembangan budaya TQM.

4. Perbaikan Yang Berkesinambungan

Perbaikan yang berkesinambungan berkaitan dengan komitmen dan proses. Komitmen pada kualitas dimulai dengan dedikasi pada misi dan visi bersama dan pemberdayaan semua partisipan untuk mewujudkan visi tersebut. proses pertbaikan yang berkesinambungan dapat dilakukan berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Siklus ini merupakan siklus perbaikan yang tidak pernah henti dan berlaku pada semua organisasi/lembaga.

Upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan harus menggunakan pendekatan sistem terbuka melalui (1) pendekatan akreditasi yang berfokus pada input lembaga pendidikan (prestasi siswa, jumlah kelas, dan sumber daya fisik), dengan asumsi bila input berkualitas tinggi akan diperoleh output berkualitas tinggi pula; (2) pendekatan outcome assessment (evaluasi lulusan, pekerjaan/jabatan lulusan dll) dan (3) pendekatan sistem terbuka yang menekankan kebutuhan akan kualitas pada tahap input, proses transformasi dan output. Penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dapat digambarkan seperti gambar 8 berikut.

Gambar 8 Penyempurnaan Kualitas Berkesinambungan pada Lembaga Pendidikan

5. Manajemen SDM

SDM merupakan pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir sebuah layanan dam lembaga dan merupakan asset organisasi yang paling vital. Oleh sebab itu, kesuksesan mengimplementasikan TQM sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan, kesungguhan dan kompetensi SDM lembaga pendidikan tersebut. Pergeseran dari manajemen tradisional yang menganut budaya 2 K (komando dan kontrol) menuntut pergeseran paradigma baru dengan budaya 3 K (komitmen, kerjasama dan komunikasi) dalam praktek MSDM. Blackburn dan Rosen (1993) mengajukan 14 komponen strategi SDM yang dapat menfasilitasi penerapan TQM, yaitu:

1. Manajemen puncak bertanggungjawab untuk memprakarsai dan mendukung visi budaya TQM.

2. Visi tersebut diklarifikasi dan disosialisasikan kepada semua anggota organisasi

3. Sistem yang memungkinkan terjalinnya komunikasi ke atas, dikembangkan, dilaksanakan dan diperkokoh

4. Pelatihan TQM bagi semua karyawan didukung secara aktif oleh manajemen puncak bagi semua karyawan

5. Tersedia program yang melibatkan partisipasi karyawan

6. Organisasi wajib mengembangkan proses untuk menangani isu kualitas yang melibatkan berbagai macam perspektif

7. Karyawan diberdayakan dalam mengambil keputusan berkualitas dan desain pekerjaan harus menyatakan hal itu dengan jelas

8. Penilaian kinerja yang dilakukan manajemen ditekankan untuk membantu para karyawan melakukan usaha berkualitas yang berhubungan dengan pekerjaan di masa mendatang

9. Sistem kompensasi mencerminkan kontribusi kualitas yang berkaitan dengan tim kerja, termasuk penguasaan keterampilan tambahan.

10. Sistem pengakuan non finansial agar mendukung upaya pencarian kualitas total

11. Para karyawan di semua jenjang memungkinkan untuk menyampaikan perhatian, gagasan dan reaksi mereka terhadap inisiatif kualitas.

12. Isu keamanan dan kesehatan dikembangkan secara proaktif, bukan reaktif.

13. Program rekrutmen, seleksi, promosi dan pengembangan karir karyawan mencerminkan realita baru untuk mengelola dan bekerja dalam lingkungan TQM

14. Profesionalisme SDM tidak melupakan pengelolaan fungsi SDM dengan pedoman yang sama dalam membantu pihak lain untuk mengimplementasikan proses yang mendukung TQM.

6. Manajemen Berdasarkan Fakta

Pengambilan keputusan harus berdasarkan fakta tentang kualitas yang diperoleh dari seluruh jajaran organisasi.Implementasi TQM memikat namun sekaligus mengikat karena menuntut perombakan fundamental dari budaya tradisional dan juga menuntut komitmen dan totalitas yang harus benar-benar direalisasikan.

Masalah kualitas pendidikan di Indonesia yang rendah, sering ditanggung dianulir akibat kualitas guru yang rendah. Guru memang menjadi unsur yang sangat vital dalam meningkatkan kualitas pendidikan, oleh sebab itu kualitas guru harus ditingkatkan. Memang, sudah banyak guru kehilangan kebanggaan, dedikasi dan kepahlawanan, bahkan kekurangan ilmu dan kekurangan moralitas meskipun sudah banyak program dilaksanakan dengan dana yang tidak sedikit. Kompetensi profesional guru sudah ditingkatkan namun bila tidak didukung oleh kompetensi professional dari perumus, pengambil keputusan dan pengelola pendidikan, kualitas pendidikan belum tentu meningkat. Pola pikir birokrat harus selalu menyuarakan pentingnya quality control, quality assurance dan total quality.

Dengan total quality menghendaki semua unsur agar berkualitas, sehingga perlu mensyaratkan murid berkualitas, sekolah berkualitas, lingkungan berkualitas, program berkualitas, proses berkualitas, sistem berkualitas, birokrasi berkualitas, kebijakan berkualitas, dewan pendidikan berkualitas, dinas pendidikan berkualitas dan dukungan masyarakat yang berkualitas pula. Pemerintah dan masyarakat harus ikhlas menghormati guru sebagai pendidik anak bangsa dan peduli agar guru dapat hidup wajar sebagai manusia biasa dan guru yang melaksanakan amanat tersebut harus memiliki citra diri yang positif. (Kompas, 1 Mei 2004)

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu pendidikan mencakup aspek pembinaan yang berkelanjutan, guru yang luar biasa, nilai moral yang luhur, nilai ujian yang gemilang, dukungan orang tua, sumber daya yang melimpah, penerapan teknologi mutahir, kepemimpinan yang tangguh dan terarah, kepedulian dan perhatian terhadap anak didik, kurikulum yang seimbang. Menurut W. Edward Deming, 80% mutu pendidikan lebih disebabkan oleh manajemen dan 20% oleh SDM. Berarti mutu yang kurang optimal berawal dari manajemen yang tidak professional sehingga kepemimpinan dan kebijakan juga tidak professional pula.

Menurut Kepmen Pendidikan Nasional RI No. 53/U/2001 tentang pedoman penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggraan Persekolahan Bidang pendidikan dasar dan menengah bahwa penilaian keberhasilan pendidikan di sekolah mencakup empat komponen sebagai berikut:

1. Komponen pertama yang diukur adalah kegiatan dan kemajuan belajar siswa. Tujuannya terutama untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran berlangsung, proses pembimbingan dan pembinaan kepada siswa, mengukur efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan perkembangan hasil belajar siswa.

2. Komponen kedua, berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum. Tujuannya untuk mengetahui kesesiuaian kurikulum dengan dinamika tuntutan kebutuhan masyarakat, pencapaian kemampuan siswa berdasarkan standar kompetensi yang telah ditetapkan, ketersediaan sumber belajar yang relevan dengan tuntutan kurikulum, cakupan materi muatan local sesuai dengan kebutuhan daerah setempat, serta kelancaran pelaksanaan kurikulum sekolah secara keseluruhan.

3. komponen ketiga adalah guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh kemampuan dan kewenagan professional masing-masing personil dapat ditampilkan dalam pekerjaan sehari-hari.

4. Komponen keempat, kinerja satuan pendidikan sebagai satu keseluruhan. Penilainnya mencakup kelembagaan, kurikulum, siswa, guru dan non guru, sarana/prasarana, administrasi serta keadaan umum satuan pendidikan tersebut.

Penilaian tersebut untuk melihat sejauh mana mutu pendidikan yang bisa dicapai sekolah tersebut, bagaimana posisinya jika dibandingkan dengan sekolah lain yang ada disekitarnya maupun secara nasional. Keemapat komponen tersebut sebagai alat kontrol bagi perbaikan dan pengembangan mutu sekolah selanjutnya. Oleh sebab itu sudah pada tempatnya bila penyelenggara pendidikan/sekolah dituntut melaksanakan manajemen peningkatan mutu terpadu.

Deming mengelompokkan dua faktor penyebab kegagalan mutu pendidikan yaitu penyebab umum dan penyebab khusus. Penyebab umum adalah adalah desain kurukulum yang rendah, gedung tidak memadai, lingkungan kerja tidak menunjang, sistem dan prosedur kerja tidak cocok, pengaturan waktu tidak mencukupi, kurangnya sumber dan pengembangan staf tidak memadai. Penyebab khusus adalah tidak dipatuhinya prosedur dan peraturan, staf tidak memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja sebagaimana mestinya, kurang motivasi, gagal berkomunikasi serta perlengkapan tidak memadai.

Edward Sallis berpendapat bahwa manajemen mutu merupakan lingkaran perbaikan berkelanjutan dan sangat menekankan pada improvement and change (perbaikan dan perubahan) seperti terlihat pada gambar 9.

Gambar 9 Lingkaran Mutu

Untuk mengatasi kendala yang ada dalam implementasi manajemen mutu harus dilandasi oleh perubahan sikap dan cara kerja semua personil. Semua ini menuntut kerja keras, disiplin tinggi, pengorbanan, mengubah mindset dan paradigma kerja dari kuantitas pelaksanaan tugas menjadi kualitas pelaksanaan tugas, sehingga diperlukan pimpinan dan staf yang professional. Perbaikan mutu pendidikan harus membelajarkan siswa bukan sekadar mengetahui dan memahami tetapi harus mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills /HOTS) yang ditandai dengan kemampuan berpikir kritis, analisis, kreatif, reflektif dan transformasional.Daftar Pustaka

Akdon. 2006. Strategic Management for Educational Management. Bandung: Alfabeta.

Barrett Derm. 1994. Paradigma TQM, Ide Kunci Yang Membuatnya Bekerja. Oregon: Productivity Press.

Edward Sallis. 2006. Total Quality Management in Education. diterjemahkan oleh Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD.

Eti Rochaety, dkk. 2005. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

FN

2008

Organisasi

Produk

Komitmen

Pemimpin

Proses

Komunikasi dari mulut ke mulut

Kebutuhan perorangan

Komunikasi eksternal

Pengalaman masa lalu

Dimensi Kualitas Pelayanan

Reliability (keterandalan)

Assurance (jaminan)

Tangibles (kejelasan)

Empathy (empati)

Responsifness (pertanggungjawaban)

Disingkat RATER

Jasa yang diharapkan

Jasa yang diterima

Kualitas jasa yang diterima

Strategi Layanan

Pelanggan

Sistem Layanan

Sumber Daya Manusia

Riset Pasar dan Pelanggan

TQS

Perumusan

Strategi

Penilaian, Pengukuran dan Umpan Balik

Penyempurnaan Proses

Diklat dan Komunikasi

Layanan Yang Diterima

Spesifikasi Kualitas Layanan

Persepsi Manajemen Lembaga Pendidikan atas Harapan Pelanggan

Komunikasi Ekternal

Layanan Yang Diberikan

Menumbuhkan Kepemimpinan yang Efektif

Membangun

Sistem Informasi

Layanan

Merumuskan Strategi

Layanan

Menerapkan

Strategi

Layanan

Langkah 1

Langkah 2

Langkah 3

Langkah 4

Kualitas Layanan Internal

Kepuasan Kerja Pegawai

Produktivitas Pegawai

Loyalitas Pegawai

Kualitas Layanan Eksternal

Kepuasan Pelanggan

Loyalitas Pelanggan

Lulusan Lembaga Pendidikan Berprestasi Tinggi

Kuantitas Peserta Didik yang Masuk Lebih Banyak

Akreditasi

Penyempurnaan Kualitas Berkesinambungan

Assessment

Input

Proses

Transformasi

Output

Karakteristik siswa

Karakteristik kelas

Sumber Daya Finansial

Fasilitas

Program

Desain

Input Program

Metode Penyampaian

Umpan Balik

Analisis

Prestasi Siswa

Yang lulus/ drop-out

Alumni berprestasi

Pekerjaan/

jabatan

Learners Experience

Leadership

Teams

Strategy

System

Quality

Evaluation

Staff Motivation

PAGE 1