30
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik selama ribuan tahun yang tersimpan dilapisan bumi dalam jumlah yang sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan petrokimia. Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga hitam yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak bumi merupakan campuran yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai dari yang paling ringan seperti metana sampai dengan aspal yang berat dan berwujud padat. Produk sikomersial minyak bumi di mulai pada tahun 1857 dan sejak itu produksi terus meningkat. Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai, jutaan tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Disana bahan organik 1

Makalah VDU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Vacum Destillation Unit

Citation preview

Page 1: Makalah VDU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat

organik selama ribuan tahun yang tersimpan dilapisan bumi dalam jumlah yang

sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai

macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan

bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan

petrokimia.

Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga

hitam yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak bumi merupakan campuran

yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai

dari yang paling ringan seperti metana sampai dengan aspal yang berat dan

berwujud padat. Produk sikomersial minyak bumi di mulai pada tahun 1857 dan

sejak itu produksi terus meningkat.

Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori

yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan

bahwa binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai,

jutaan tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut.

Disana bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.

Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas-gas atau komponen yang larut dalam

air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang tertinggal dan

bahan-bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi minyak bumi

melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih rendah. Cairan

minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir alam atau

reservoir batu kapur

1.2. Sekilas Tentang PT. Pertamina Persero

I.2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)

Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Bidang usahanya

1

Page 2: Makalah VDU

adalah melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk memperoleh hasil

yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara serta memenuhi

kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri.

Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai saat ini Pertamina memiliki

tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, antara lain:

Tabel 1.2 Kapasitas Unit Pengolahan Pertamina di Indonesia

No. Unit Pengolahan DaerahKapasitas

(Barrel/hari)

1. Unit Pengolahan (UP) – I PangkalanBrandan 5.000

2.Unit Pengolahan (UP) –

IIDumai&SeiPakning 180.000

3.Unit Pengolahan (UP) –

III

Plaju& Sungai

Gerong134.000

4.Unit Pengolahan (UP) –

IVCilacap 300.000

5.Unit Pengolahan (UP) –

VBalikpapan 252.000

6.Unit Pengolahan (UP) –

VIBalongan 125.000

7.Unit Pengolahan (UP) –

VIIKasimSorong 10.000

JUMLAH 1.010.000

Sumber :LitbangPE UP II Dumai

Note : UP I idle/ dihentikanproduksinya

1.2.2. Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II Dumai

Saat ini, Pertamina UP II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan

kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :

1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD

2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD

2

Page 3: Makalah VDU

Pembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan

mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far

East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama

Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan

oleh kontraktor asing, yaitu:

1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin

dan instalasi.

2. TAISEI construction, Co, untukpembangunankonstruksikilang.

Unit yang pertama didirikana dalah Crude Distilation Unit (CDU/100)

yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak

mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Tetapi

saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku

SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas pengolahan rata-rata 127

MBSD. Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 8

September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari

kilang ini antara lain:

Naphtha

Kerosene

Solar/Automotive Diesel Oil (ADO)

Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax Residu (LSWR)

untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.

Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk

mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan

mendirikan unit-unit baru seperti:

1. Platforming Unit.

2. Naphtha Rerun Unit.

3. Hydrobon Unit.

4. Mogas Component Blending Plant.

Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan

ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan

3

Page 4: Makalah VDU

Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama

Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.

Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan

oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup

beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiridari unit-unit proses sebagai

berikut :

1. High Vacuum Distillation Unit (110)

2. Delayed Coking Unit (140)

3. Coke Calciner Unit (170)

4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)

5. Hydrocracker Unibon(211/212)

6. Distillate Hydrotreating Unit (220)

7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300/310)

8. HydrobonPlatforming Unit/PL-1 (301)

9. Amine-LPG Recovery Unit (410)

10. Hydrogen Plant (701/702)

11. Sour Water Stripper Unit (840)

12. Nitrogen Plant (940)

13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)

14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.

Dibangunnya Kilang Hydrocracker Complex ini bertujuan untuk

memproses lebih lanjut LSWR (LowSulfur Waxy Residu) yang dihasilkan oleh

Crude Distilling Unit (CDU) Dumai dan CDU Sungai Pakning, sehingga dapat

menghasilkan produk-produk BBM yang siap pakai. Dari 100 persen minyak

mentah yang diolah (100 persen Crude Intake) hanya dapat dihasilkan sekitar

37,5persen produk BBM, 62 persen LSWR (Residu), dan sisanya sekitar 0,5

persen gas. Sedangkan dengan mengolah LSWR lebih lanjut di unit proses

produksi Hydrcocracker Complex dapatdihasilkan produk BBM sekitar 93,34

persen dan sisa berupa produk gas yang digunakan sebagai bahanbakar (fuel) di

unit-unit proses produksi kilang.

4

Page 5: Makalah VDU

Selain itu dihasilkan produk padat berupa green coke dan calcined coke.

Produk ini digunakan kalangan industri untuk bahan elektroda dalam proses

peleburan biji alumunium. Kilang Dumai mengolah minyak mentah jenis

Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO) yang dihasilkan

oleh PT Caltex Pacific Indonesia. Kilang Dumai menghasilkan berbagai macam

produk BBM dan produk non BBM.

Kilang Sei Pakning terletak di tepi pantai Sungai Pakning dengan areal

seluas 40 hektare. Kilang minyak ini dibangun pada November 1968 oleh

Kontraktor Refican Ltd. (Refining AssociatesCanada Limited). Selesai dibangun

dan mulai berproduksi pada bulan Desember 1969. Pada awal beroperasi kapasitas

produksi 25.000 barel per hari.

Pada September 1975 seluruh operasi Kilang Sei Pakning beralih dari

Refican kepada Pertamina. Selanjutnya kilang ini mulai mengalami

penyempurnaan secara bertahap sehingga kapasitas produksinya dapat lebih

ditingkatkan. Pada akhir 1977 kapasitas produksi meningkat menjadi 35.000 barel

per hari dan April 1980 naik menjadi 40 barel per hari. Kemudian mulai 1982

kapasitas produksi sesuai dengan design, yaitu 50.000 barel per hari.

Bagian operasi Kilang Sungai Pakning terdiri atas: CDU, ITP (Instalasi Tanki

danPengapalan), utilities,dan laboratorium.

ITP di Kilang Sei Pakning adalah untuk menangani pengoperasian tangki

crude dan produk. Juga untukproses loading (muat) dan unloading (bongkar)

minyak mentah atau produk. Selain itu, pengelolaanseparator (penampung

sementara buangan minyak).Faslitias utilities di Kilang Sei Pakning mengelola

water treatment plant(WTP) Sejangat dan Water IntakeSungai Dayang. Selain itu

pengoperasian boiler (penghasil steam), pengoperasian WDcP (WaterDecoloring

Plant) dan RO (Reverse Osmosis). Juga pengoperasian Power Plant (pembangkit

listrik) danpengoperasian udara kempa (compression air).Power plant sendiri di

Kilang Sei Pakning digunakan untuk menyuplai listrik.

Kilang minyak Sungai Pakning mengolah SLC (Sumatera Light Crude)

sekitar 83 persen; LCO (Lirik CrudeOil) sekitar 15 persen; juga SPC (Selat

5

Page 6: Makalah VDU

Panjang Crude) dan Slop Oil masing-masing satu persen.Dari proses produksi

yang ada dihasilkanlah jenis-jenis produk gas & losses (1 persen); stright

runnaptha (SRN) sebesar 8 persen; kerosene (16 persen); solar/ADO (Automotive

Diesel Oil) (17 persen); danLSWR (58 persen).Naptha dari Sungai Pakning

dikirim ke Dumai dengan kapal laut untuk selanjutnya diolahdi Kilang Dumai

(Secondary Processing).Kerosene dan diesel dikirim dengan kapal ke Depot Siak

dan Tank Car ke Bengkalis dan sekitarnya. Disamping itu kadang dikirim juga ke

Belawan, Padang, Tembilahan, Krueng Raya, dan Tanjung Gerem.Sedangkan

produk LSWR dikirim dengan kapal laut ke Kilang Dumai untuk diproses di High

Vacuum Unit(HVU) dan selanjutnya diolah di Hydrocracker Unit (HCU).

Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh

Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :

1. Premium

2. Jet Petroleum Grade

3. Aviation Turbin.

4. Kerosin

5. Automotive Diesel Oil (ADO)

Sedangkan non-BBM antara lain :

1. LPG

2. Green Coke.

3. Calcined coke

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup makalah ini adalah penjelasan tentang proses,bahan dan

produk yang dihasilkan olehVacuum Distillation Unit (VDU) . Juga sekilas

gambaran Pertamina UP II Dumai, yang dilengkapi dengan flow chart Pertamina

UP II Dumai.

1.4. Tujuan

1. Memahami dan dapat menggambarkan keluaran proses yang mencakup

produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses

pengolahan minyak dan gas bumi.

6

Page 7: Makalah VDU

2. Memahami dan dapat menggambarkan diagram alir proses dan sistem

pemroses yang digunakan di Pertamina UP II Dumai.

3. Mendapatkan gambaran tentang wujud pengoperasian sistem pemrosesan atau

fasilitas yang berfungsi sebagai sarana pengolahan minyak dan gas bumi.

4. Merupakan tugas kelompok yng diberikan oleh Ibu Nirwna selaku Dosen mata

kuliah Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati.

7

Page 8: Makalah VDU

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kandungan Crude Oil

Crude oil mengandung berbagai macam komponen yang mempunyai titik

didih berbeda-beda, seperti tergambar dalam gambar berikut :

Gambar 2.1 Komposisi Crude Oil

Seperti terlihat pada gambar di atas, crude oil mengandung komponen

yang mempunyai titik didih > 370 oC. Jika bottom CDU (Atmospheric residue

atau long residue atau reduced crude) pada tekanan atmosferis dipanaskan hingga

temperature > 370 oC untuk dapat menguapkan komponen vacuum gas oil yang

terkandung dalam long residue, maka akan terjadi thermal decomposition.

Dengan menurunkan tekanan, hingga < 1 psia, maka komponen vacuum

gas oil tersebut dapat dipisahkan dari bottom VDU (vacuum residue atau short

residue) tanpa mengalami thermal decomposition. Kemudian keduanya (vacuum

gas oil dan vacuum residue) dapat dipisahkan menjadi 2 stream yang berbeda

untuk dapat meningkatkan margin kilang.

8

Page 9: Makalah VDU

2.2 Fungsi Vacuum Destilation Unit

VDU berfungsi untuk memisahkan umpan berupa Low sulphur waxy residue

(LSWR) yang berasal dari unit CDU menjadi fraksi yang lebih ringan berdasarkan

titik didihnya seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1. Prinsip dasar operasi

unit ini adalah distilasi pada keadaan vakum. Keadaan vakum diperoleh dengan

cara menarik produk gas pada bagian atas kolom dengan menggunakan tiga buah

steam jet ejector yang disusun seri sehingga terjadi penururunan tekanan reaktor.

Keadaan vakum ini diperlukan untuk menurunkan titik didih LSWR

sehingga pemisahan fraksi-fraksi minyak mentah dapat berlangsung dengan lebih

baik tanpa terjadi thermal Cracking. Proses pemisahan berlangsung pada

temperatur 400oC dan tekanan 18-22 mmHg. Kapasitas pengolahan unit ini adalah

92,6 MBSD.

2.3 Perbedaan antara CDU dan VDU

Tabel 2.1. Perbedaan antara CDU dan VDU

Parameter CDU VDU

Flash Zone

Pressure

1 atm (760 mmHg) 30 mmHgA

Flash Zone

Temp.

330-350 oC 400-410 oC

Heater COT 330-350 oC 416-427 oC

Produk LPG, Naphtha,

Kerosene, Diesel,

Atmospheric

Residue

Light Vacuum Gas Oil, Heavy

Vacuum Gas Oil, Vacuum Residue

(untuk VDU fuel type) dan Lube

Cut-1, Lube Cut-2, Lube-Cut-3

(untuk VDU lubes type; nama

tergantung viscosity atau viscosity

index-nya).

9

Page 10: Makalah VDU

2.4 Peralatan-peralatan yang digunakan pada VDU

a) Vacuum tower (V-1), condensate receiver (V-2),

b) feed surge drum (V-3, V-4), 1st dan 2nd

c) stage desalter intermediet blowdown (V-9),

d) steam disengaging drum (V-10),

e) KO drum (V-11),

f) Vacuum (V-5A, V-5B),

g) tempered Water expansion drum (V-6),

h) continue blowdown (V-8),

i) heater (H-1A, H-1B),

j) heat exchanger (E-1AB, E-2ABC, E-3ABCD, E-4AB, E-52ABC, E-53, E-

54, E-5AB, E-6AB, E-7ABCD, E-8AB, E-9A-I, E-10, E-11ABCD, E-12,

E-13A-J, E-15, E-16)

k) ejektor (J-51, J-52, J-53),

l) kompresor (C-1AB),

m) pompa (P-2AB, P-3ABC, P-4AB, P-5AB, P-6ABC, P-7, P-8AB, P-9AB,

P-10AB, P-11AB, P-12AB, P-13AB, P-14AB, P-15AB).

2.5 Produk yang dihasilkan VDU

a) Gas-gas yang dihasilkan sebagai fuel gas

b) LVGO (Light Vacuum Gas Oil) sebagai komponen blending Automotove

Diesel Oil (ADO)

c) HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) digunakan sebagai umpan ke unit HCU.

10

Page 11: Makalah VDU

Gambar 2.2 Diagram alir proses di VDU

LSWR dari unit CDU ditampung di V-3 untuk dihilangkan gasnya yang

kemudian akan dibakar di flare. Umpan V-3 dialirkan ke V-5A dan V-5B, lalu

untuk menghilangkan kandungan garam digunakan air yang berasal dari unit

SWS. Yang telah ditampung di V-4. Keluaran V-5AB yang berupa brine akan

diolah kembali, sedangkan minyak yang sudah tidak mengandung garam akan

dialirkan ke V-1 yang sebelumnya telah dipanaskan dengan E-2, E-3, dan H-1AB.

Umpan masuk ke V-1 pada temperatur 400 oC. Sebelum masuk ke V-2,

Produk atas diserap dengan mengggunakan J-51, J-52, dan J-53 kemudian

11

Page 12: Makalah VDU

didinginkan dengan E-52, E-53, dan E-54. Keluaran yang masih bisa diolah

sebagian dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi dialirkan ke slope tank. Gas yang

dihasilkan dimurnikan dari minyak di V-11.

Produk samping berupa LVGO dan HVGO yang masing-masing diambil

pada suhu 219oC dan 345oC. LVGO dipompakan dengan P-9AB dari V-1 dan

didinginkan dengan E-9A. Sebagian LVGO langsung diambil sebagai produk dan

sebagian lagi akan dikembalikan ke V-1 setelah dipanaskan terlebih dahulu

dengan E-10. HVGO dipompakan dengan P-6ABC dari V-1, sebagian

dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi digunakan untuk memanaskan umpan

melalui E-1AB dan E-2AB. Kemudian HVGO dilewatkan ke E-8AB untuk

pendinginan lebih lanjut. Keluaran E-8AB dibagi menjadi tiga aliran yaitu aliran

ke unit HCU 211 dan 212, serta aliran ke tangki HVGO. Produk bawah berupa

short residue diambil pada suhu 395 oC kemudan didinginkan dengan E-3.

Sebagian residu dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi akan diumpankan ke unit

DCU untuk diolah lebih lanjut. Residu juga sebagian dialirkan ke tangki

penyimpanan serta sebagian lagi dipanaskan dan diolah kembali di V-1.

2.6 Jenis Vacuum Distillation Unit

2.6.1 Fuel type

Vacuum Distillation Unit fuel type merupakan fraksinasi terbatas,

yang biasanya menghasilkan 3 macam produk, yaitu Light Vacuum Gas Oil

(LVGO), Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), dan Vacuum Residue. Produk

Light Vacuum Gas Oil biasanya sudah memenuhi spesifikasi diesel dan dapat

langsung dikirim ke tangki penyimpanan. Produk Heavy Vacuum Gas Oil

biasanya dikirim ke unit Hydrocracker atau Fluid Catalytic Cracking / FCC.

Sedangkan vacuum residue dapat diolah di Delayed Coking Unit atau

Visbraker atau sebagai komponen blending Low Sulfur Waxy Residue

(LSWR) atau sebagai komponen blending fuel oil.

Feed VDU fuel type adalah atmospheric residue yang berasal dari

CDU (boiling range 370 s/d 540 oC), sedangkan produknya berupa Light

Vacuum Gas Oil (boiling range 243 s/d 382 oC), High Vacuum Gas Oil

(boiling range 365 s/d 582 oC), dan Vacuum Residue (boiling range 582 oC).

12

Page 13: Makalah VDU

Aliran proses VDU Fuel Type secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 2.3 Diagram alir fuel type

2.6.2 Lubes type

Vacuum Distillation Unit lubes type memerlukan pemisahan yang baik

diantara lube cuts. Umpan VDU jenis ini sudah sangat tertentu karena produk-

produk lubes cut mempunyai spesifikasi yang sangat sempit. VDU lubes type

biasanya mempunya pressure drop yang lebih tinggi dan cut point yang lebih

rendah daripada VDU fuel type. VDU lubes type biasanya memproduksi 3-4

macam lube base oil dengan spesifikasi yang jauh lebih ketat jika

dibandingkan produk VDU fuel type (terutama dalam hal spesifikasi viscosity

dan viscosity index).

Feed VDU lubes type berupa atmospheric residue yang berasal dari CDU

atau unconverted oil yang berasal dari unit Hydrocracker.

Produk-produk VDU lubes type tergantung jenis grade lube base oil yang

ingin dihasilkannya, biasanya ada 3 jenis grade yang dapat dihasilkan oleh

VDU lubes type.

Aliran proses VDU Lubes Type secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut :

13

Page 14: Makalah VDU

Gambar 2.4 Diagram alir lubes type

2.7. Variabel Proses Vacuum Distillation Unit

Variabel proses yang berpengaruh pada operasi Vacuum Distillation Unit

adalah tekanan kolom VDU, temperature flash zone, temperature draw off

produk (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube Cut-2, Lube

Cut-3 untuk VDU lubes type).

a. Tekanan

Variabel proses utama yang mempengaruhi operasi VDU dan yield

produk gas oil adalah tekanan kolom VDU. Semakin vacuum tekanan kolom

VDU, maka semakin banyak yield produk gas oil dapat dihasilkan. Tekanan

kolom VDU yang dijadikan acuan adalah tekanan top kolom VDU. Biasanya

tekanan top kolom VDU diatur sekitar 15 mmHg untuk dapat memaksimalkan

yield produk. Semakin tinggi tekanan kolom maka yield produk gas oil akan

semakin sedikit dan yield produk vacuum bottom semakin banyak. Untuk

tekanan top kolom VDU sebesar 15 mmHg, maka tekanan bottom kolom

VDU/tekanan flash zone biasanya sekitar 30 mmHg (untuk kondisi tray yang

bersih).

14

Page 15: Makalah VDU

b. Flash Zone Temperature

Setelah tekanan, maka temperatur flash zone menjadi variabel proses

lain yang penting. Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin

banyak pula yield produk gas oil yang dihasilkan. Namun flash zone

temperature tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan

kecenderungan pembentukan coke pada sekitar flash zone (terutama di area

slop wax) menjadi tinggi. Best practice yang biasa dipakai adalah

temperature flash zone dijaga agar temperature draw off slop wax tidak lebih

dari 380 oC atau temperature stack slop wax tidak lebih dari 400 oC. Namun

jika kondisi packing tray sangat kotor maka best practice ini menjadi hampir

tidak mungkin dipakai, karena dengan menjaga kondisi operasi seperti ini

yield gas oil akan sangat rendah dan yield vacuum bottom akan menjadi

sangat tinggi. Best practice ini dapat sedikit diabaikan sambil menunggu

kedatangan packing tray dan plant stop untuk penggantian packing tray.

Kenaikan temperature draw off slop wax sebesar 10 oC akan menaikkan

kecepatan pembentukan coking sebanyak 2 kali lipat (UOP Engineering

Design Seminar, Des Plaines – Materi Vacuum Unit Design). Biasanya flash

zone temperature dijaga antara 397 s/d 410 oC.

Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan

mengatur Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.

c. Temperatur Bottom Kolom VDU

Temperatur bottom kolom VDU harus dijaga antara 370-380 oC

dengan alasan yang sama seperti telah dijelaskan pada point V.2.

Pengendalian temperatur bottom kolom VDU ini dilakukan dengan mengatur

jumlah produk bottom kolom VDU yang dikembalikan lagi ke bottom kolom

VDU setelah sebagian panasnya diserap di feed/bottom heat exchanger.

d. Temperatur Slop Wax

Slop wax section pada kolom VDU berfungsi untuk menghilangkan

5% gas oil terberat dari aliran uap yang mengalir ke atas dari flash zone.

Kepentingan penghilangan 5% gas oil terberat adalah untuk menghilangkan

kandungan metal dan asphaltene yang biasanya terkandung di dalam fraksi

terberat gas oil. Pengaturan temperature slop wax tidak dilakukan secara

15

Page 16: Makalah VDU

langsung tetapi dengan cara mengatur temperature flash zone/combined

outlet temperature fired heater. Best practice pengaturan temperature slop

wax adalah seperti telah dijelaskan pada point V.2.

e. Jumlah/Temperature Hot Reflux HVGO

Hot reflux HVGO biasa disebut juga sebagai HVGO wash karena

aliran reflux ini berfungsi untuk mencuci/membasahi packing tray yang

berada pada bagian bawah HVGO accumulator agar pada packing tray tidak

terjadi coking. Best practice UOP, jumlah hot reflux HVGO adalah 0,3-0,5

gpm/ft2 luas permukaan packing tray (2006 UOP Engineering Design

Seminnar, Des Plaines, USA).

f. Jumlah/Temperature Cold Reflux HVGO

Cold reflux HVGO berfungsi untuk mengatur spesifikasi produk

HVGO. Semakin tinggi temperature cold reflux HVGO (dan/atau semakin

banyak jumlah cold reflux HVGO) maka semakin banyak fraksi yang lebih

berat yang terkandung di dalam produk HVGO sehingga akan berefek pada

kualitas HVGO seperti end point HVGO dan kandungan metal meningkat.

g. Residence Time Produk Bottom di Bottom Kolom VDU

Semakin tinggi level bottom kolom VDU maka semakin tinggi juga

residence time-nya. Biasanya level bottom kolom VDU dijaga sekitar 50 %

yang merupakan optimasi antara residence time dan menghindari terjadinya

loss suction pada pompa bottom kolom VDU.

h. Gas Oil Draw off Temperature

Gas oil draw off temperature diatur untuk dapat menghasilkan yield

produk gas oil (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube

Cut-2, Lube Cut-3 untuk VDU lubes type). Untuk VDU fuel type dapat diatur

dengan memaksimalkan produk LVGO atau dengan memaksimalkan produk

HVGO. Jika spesifikasi produk LVGO sudah dapat memenuhi spesifikasi

produk diesel, maka lebih baik unit VDU dioperasikan dengan

memaksimalkan produk LVGO dan meminimalkan produk HVGO. Namun

jika spesifikasi produk LVGO tidak dapat memenuhi spesifikasi produk diesel

dan hanya digunakan sebagai salah satu komponen blending diesel, maka

lebih baik unit VDU dioperasikan dengan memaksimalkan HVGO, karena

16

Page 17: Makalah VDU

HVGO dapat diolah di unit Hydrocracker yang akan meng-crack HVGO

menjadi produk-produk yang bernilai lebih tinggi, yaitu, LPG, Naphtha,

Kerosene, dan Diesel.

i. Titik-titik yang berbahaya (Danger points).

Terdapat dua catatan penting dimana setiap orang yang berhubungan

dengan operasi unit vakum harus selalu diingat pada setiap waktu :

1. Air yang meski dengan lambat (slugs) memasuki kolom vakum akan

menyebabkan kerusakan tray yang besar (extensive tray damage) karena

air akan melimpah dibawah kondisi operasi normal. Line injeksi steam

harus dengan hati-hati didrain dari semua kondensat sebelum diinjeksi

dengan steam.

2. Tidak ada peralatan, selama dibawah vacuum, dapat dibuka ke atmosfir

pada setiap keadaan. Gunakan hanya sample point yang sudah dirancang

pada bagian discharge dari pompa-pompa.

2.8 Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Vacuum Distillation Unit

Permasalahan Penyebab Troubleshooting

Pour Point LVGO

tinggi.

Adanya fraksi HVGO yang

terikut sebagai produk LVGO.

Naikkan jumlah

reflux LVGO,

dan/atau

Turunkan

temperature reflux

LVGO.

Yield produk gas

oil rendah/yield

produk vacuum

bottom tinggi

Terbentuk coking pada packing

tray sehingga proses kontak uap-

cair dalam kolom VDU

terganggu.

Kevakuman kolom VDU kurang

(tekanan top kolom VDU naik).

Temperature flash zone rendah.

Temperature draw off gas oil

Naikkan temperature

flash zone.

Naikkan kevakuman

kolom VDU

(turunkan tekanan top

kolom VDU dengan

mengatur operasi

steam ejector).

17

Page 18: Makalah VDU

rendah. Naikkan temperature

draw off gas oil.

Leaking pada

downstream top

kolom VDU

(biasanya di

daerah

condenser).

Kondensasi gas yang

mengandung senyawa korosif.

Kebocoran pada sisi pendingin

yang medianya biasanya adalah

air laut.

Jika masih mungkin

mem-bypass

condenser, maka

dilakukan bypass

condenser dan

kemudian dilakukan

perbaikan condenser.

Biasanya disain VDU

masih tersedia spare

untuk condenser,

sehingga dapat

dilakukan change

over condenser untuk

kemudian condenser

yang bermasalah

dilakukan perbaikan.

Jika tidak mungkin

mem-bypass

condenser atau tidak

ada spare condenser,

maka unit harus stop

untuk dilakukan

perbaikan.

Loss suction

pompa bottom

VDU.

Level indicator bottom VDU

bermasalah.

Perbaiki level

indicator bottom

VDU.

Jika perbaikan level

indicator bottom

18

Page 19: Makalah VDU

VDU memakan

waktu lama atau

sudah tidak dapat

diperbaiki, maka

gunakan acuan

temperature pada

bottom kolom VDU

(biasanya bottom

kolom VDU didisain

memiliki 3 level

indicator).

19

Page 20: Makalah VDU

BAB III

KESIMPULAN

Pada destilasi terdapat beberapa unit-unit proses, salah satunya adalah high

vacuum unit. High vacuum unit merupakan unit yang menghasilkan gas oil dari

reduced crude pada tekanan yang jauh dibawah atmosferik, biasanya kurang dari 1

psia dan pada temperatur dimana baik fraksi gas oil maupun asphalt tidak

mengalami dekomposisi thermal. Prinsip dasarnya adalah bahwa titik didih semua

meterial turun pada tekanan yang lebih rendah yang berfungsi untuk memisahkan

umpan LSWR (Low sulphur Waxy Residu) dari CDU berdasarkan perbedaan titik

didih.

Pengolahan tahap II dimulai dengan vakum long residu di high vacuum unit

(HVU), produk distilasi HVU ini adalah Low Vacuum Gas Oil (LVGO), Heavy

Vacuum Gas Oil (HVGO), dan short residu. HCGO dan short residu direngkah

kembali untuk menghasilkan BBM. HVGO direngkah secara katalik dalam,

hydrocracker unibon (HCU) menghasilkan LPG, naphtha, kerosene, avtur, dan

solar dengan menggunakan katalis dan hidrogen tekanan tinggi. Short residu

direngkah secara termal dalam Delayed Coking Unit (DCU) dengan pemanasan

sampai 490 0C untuk menghasilkan LPG, naphtha, solar dan coke. Produk-produk

rengkahan ini berkualitas rendah sehingga harus di-treating sebelum dipasarkan.

20

Page 21: Makalah VDU

DAFTAR PUSTAKA

Eriyadi, Pemodelan dan Simulasi Steam Reformer Kilang Pertamina UP II Dumai, Bandung

Noname.2001.”HOC-Operating Manual High Vacuum RU II Dumai.”. PT.Pertamina(Persero)

Ramadahan,Hapip.2009.”Laporan Kerja Praktek PT.Pertamina RU II Dumai”. Pekanbaru:Fakultas Teknik Universitas Riau

Yunidar, Evaluasi Performance Heat Echanger E-1 s/d E-7 Train A (Pre Heater) Crude Distilation Unit, Laporan Kerja Praktek Pertamina UP II Dumai, Riau : Prodi D3 Teknik Kimia UNRI, 2004

21