40
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman, setelah mengalami pertambahan penduduk dan perkembangan teknologi secara terus menerus. Situasi kehidupan masyarakat menjadi berubah. Di lain pihak jenis dan jumlah kebutuhan hidup menjadi makin tidak terbatas. Barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak dapat lagi diambil langsung dari alam, tetapi harus diproduksi lebih dahulu. Memproduksi jagung yang efisien secara teknis dapat dicapai dengan menggunakan peralatan pertanian modern. Tetapi biaya per unit baru akan menjadi murah jika skala produksinya minimal 200 hektar. Padahal kemampuan keuangan petani hanya untuk 2,5 hektar. Untuk skala produksi sekecil itu, menggunakan peralatan pertanian modern walaupun efisien secara teknis, menimbulkan biaya produksi per kilogram jagung yang sangat tinggi. Petani lebih memilih teknik produksi dengan peralatan sederhana. Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan berubah-ubah, tergantung pada

Makalah Teori Biaya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Biasanya, biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Jika kita membeli sebuah produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk tersebut, maka tidak akan ada masalah yang timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya produk tersebut. Namun demikian, jika barang tersebut dibeli lalu disimpan untuk sementara waktu dan kemudian baru rumit lagi, jika barang tersebut merupakan aset yang bermacam-macam pada beberapa periode waktu yang tak terbatas. Lantas berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode tertentu?

Citation preview

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, setelah mengalami pertambahan penduduk dan

perkembangan teknologi secara terus menerus. Situasi kehidupan masyarakat menjadi

berubah. Di lain pihak jenis dan jumlah kebutuhan hidup menjadi makin tidak terbatas.

Barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak dapat lagi

diambil langsung dari alam, tetapi harus diproduksi lebih dahulu. Memproduksi jagung

yang efisien secara teknis dapat dicapai dengan menggunakan peralatan pertanian

modern. Tetapi biaya per unit baru akan menjadi murah jika skala produksinya

minimal 200 hektar. Padahal kemampuan keuangan petani hanya untuk 2,5 hektar.

Untuk skala produksi sekecil itu, menggunakan peralatan pertanian modern walaupun

efisien secara teknis, menimbulkan biaya produksi per kilogram jagung yang sangat

tinggi. Petani lebih memilih teknik produksi dengan peralatan sederhana.

Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan

berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Biasanya,

biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Jika kita

membeli sebuah produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk

tersebut, maka tidak akan ada masalah yang timbul dalam pendefinisian dan

pengukuran biaya produk tersebut. Namun demikian, jika barang tersebut dibeli lalu

disimpan untuk sementara waktu dan kemudian baru rumit lagi, jika barang tersebut

merupakan aset yang bermacam-macam pada beberapa periode waktu yang tak

terbatas. Lantas berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode tertentu?

Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya

relevan (relevant cost). Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk

melengkapi formulir pajak pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan diperlukan

untuk membuat perincian jumlah rupiah yang aktual yang dikeluarkan untuk

membeli tenaga kerja, bahan baku dan peralatan modal yang digunakan dalam

produksi. Dan untuk tujuan-tujuan pembayaran pajak, pengeluaran rupiah historis

adalah biaya relevan yang dimaksudkan di atas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep biaya ?

2. Apa definisi dari biaya peluang (opportunity cost) ?

3. Apa perbedaan biaya eksplisit dan biaya implisit ?

4. Apakah perbedaan biaya incremental dan sunk cost ?

5. Apa hubungan antara produksi, produktivitas dan biaya ?

6. Bagamana konsep biaya jangka pendek dan jangka panjang ?

7. Bagaimana ukuran perusahaan dan pabrik ?

8. Bagaimana ukuran perusahaan dan fleksibilitas ?

9. Bagaimana analisis peluang – pokok ?

C. Tujuan

1. Menjelaskan bagaimana konsep biaya

2. Menjelaskan definisi dari biaya peluang

3. Dapat membedakan biaya eksplisit dan biaya implicit

4. Dapat membedakan biaya incremental dan sunk cost

5. Mengetahui hubungan antara produksi, produktivitas dan biaya

6. Untuk menegtahui konsep biaya jangka pendek dan jangka panjang

7. Untuk mengetahui bagaimana ukuran perusahaan dan pabrik

8. Untuk mengetahui bagaimana ukuran perusahaan dan fleksibilitas

9. Untuk mengetahui bagaimana analisis peluang – pokok

II. PEMBAHASAN

A. Konsep Biaya

Pengertian biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya kesempatan. Konsep ini

dipakai analisis teori biaya produksi. Dalam konsep ini ada biaya eksplisit dan biaya

implisit. Biaya eksplisit adalah biaya-biaya yang secara eksplisit terlihat, terutama

melalui laporan keuangan. Contoh biaya eksplisit adalah biaya listrik, telepon dan air,

pembayaran gaji buruh dan gaji karyawan. Biaya implisit adalah biaya kesempatan,

antara lain biaya tenaga kerja, biaya barang modal dan biaya kewirausahaan. Biaya

barang modal, dalam biaya ekonomi penggunaan barang modal bukanlah berapa besar

uang yang harus dikeluarkan untuk menggunakannya, melainkan berapa besar

pendapatan yang diperoleh bila mesin disewakan kepada perusahaan lain.

Wirausahawan adalah orang yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk

ditransformasi menjadi output berupa barang dan jasa. Atas keberanian menanggung

resiko, pengusaha mendapat balas jasa berupa laba. Laba adalah kelebihan pendapatan

yang diperoleh dibanding dengan pengeluaran yang dilakukan.

B. Biaya Peluang (opportunity cost)

Sumber daya ekonomi mempunyai nilai karena sumber daya tersebut bisa

digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa untuk konsumsi. Ketika sebuah

perusahaan menggunakan suatu sumber daya untuk memproduksi sebuah produk

tertentu perusahaan tersebut juga menawarkan sumber daya tersebut kepada para

pemakai alternatif. Oleh karena itu konsep biaya peluang menunjukkan kenyataan

bahwa semua keputusan didasarkan pada pilihan diantara tindakan alternatif. Biaya

peluang sebuah sumber daya ditentukan oleh nilai penggunaan alternatif terbaik dari

sumber daya tersebut.

C. Biaya Eksplisit dan Implisit

Biaya eksplisit adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan

untuk membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam

berproduksi. Contoh: biaya tenaga kerja, sewa gedung, dll. Biaya implisit adalah biaya

yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak dikeluarkan langsung dari kas perusahaan.

Biaya implisit diperhitungkan dari faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh

perusahaan.

Biaya penggunaan sumber daya mencakup biaya eksplisit dan biaya implisit.

Upah yang dibayarkan, pengeluaran untuk listrik, pembayaran untuk bahan-bahan

baku, bunga yang dibayarkan kepada para pemegang obligasi perusahaan dan sewa

bangunan. Biaya implisit berkenan dengan setiap keputusan yang jauh lebih sulit untuk

dihitung. Biaya-biaya implisit ini tidak memasukkan pengeluaran-pengeluaran tunai

dan oleh karena itu seringkali diabaikan dalam analisis pembuatan keputusan. Sewa

yang bisa diterima seorang petani dari ladang jika la tidak menggunakan ladang

tersebut merupakan biaya implisit dari kegiatan-kegiatan pertaniannya.

D. Biaya Incremental dan Sunk Cost

Incremental cost adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan atau

pengurangan output (biasanya merupakan hasil dari kegiatan produksi/operasi).

Incremental cost juga merupakan biaya yang terjadi sebagai akibat dari suatu

keputusan. Incremental cost diukur dari berubahnya IC karena suatu keputusan. Oleh

sebab itu sifatnya bisa variabel, bisa juga fixed. Contoh: penambahan biaya total

produksi karena keputusan manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan bahan

baku.

 Sunk cost adalah biaya yang sudah terlanjur keluar, dan tidak relevan lagi

untuk memperhitungkan biaya maupun imbalan yang didapat. Logika dari definisi

biaya ini adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai alternatif keputusan yang dibuat

untuk melapisi pengeluaran yang ada, pengeluaran tersebut akan tetap ada (keluar).

Contoh, saya tertarik untuk membeli motor sport seharga Rp.200 juta. Saya membayar

uang tanda atau down payment sebesar 2 juta kepada si penjual. Suatu ketika, saya

tertarik untuk membeli motor low rider. Saya harus membayar lunas sebesar Rp.56 juta

untuk bisa mendapatkan motor tersebut. Pilihan dari kedua opsi tersebut, apakah saya

membeli motor sport atau membeli motor low rider, itu tidak akan berpengaruh kepada

uang tanda sebesar 2 juta tadi.

E. Produksi, Produktivitas dan Biaya

Produktivitas yang tinggi menyebabkan tingkat produksi yang sama dapat

dicapai dengan biaya yang lebih rendah. Produktivitas dan biaya mempunyai hubungan

terbalik. Jika produktivitas makin tinggi, biaya produksi akan makin rendah. Begitu

juga sebaliknya. Dalam jangka pendek ada faktor produksi tetap yang menimbulkan

biaya tetap, yaitu biaya produksi yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi.

Dalam jangka panjang,karena semua faktor produksi adalah variabel artinya biaya

produksi dapat disesuaikan dengan tingkat produksi. Dalam jangka panjang,

perusahaan akan lebih mudah meningkatkan produktivitas dibanding dalam jangka

pendek. Itu sebabnya ada perusahaan yang mampu menekan biaya produksi. Sehingga

setiap tahun biaya produksi per unit makin rendah. Pola pergerakan biaya rata – rata ini

berkaitan dengan karakter fungsi produksi jangka panjang.

F. Biaya Jangka Pendek Dan Jangka Panjang

Penggunaan konsep biaya relevan untuk keputusan penentu tingkat output dan

harga secara, tepat membutuhkan suatu pemahaman tentang hubungan antaa biaya

dan output suatu perusahaan atau dengan kata lain fungsi biayanya tergantung

pada fungsi produksi preusahaan dan fungsi penawaran pasar dari input-input yang

digunakan perusahaan tersebut.

1. Kurva Biaya Jangka Pendek

Baik biaya tetap maupun biaya variabel akan mempengaruhi biaya jangka

pendek sebuah perusahaan. Sebuah kurva biaya total jangka pendek ditunjukkan oleh

gambar 6.1.(a). Tampak jelas pada gambar tersebut, biaya total atau total cost (TC)

pada setiap tingkat output adalah jumlah dari biaya tetap total atau fixed cost (TFC) dan

biaya variabel total atau variabel cost (TVC).

Karena biaya-biaya, apakah biaya rata-rata atau biaya marjinal, digunakan hampir

untuk semua tujuan-tujuan pembuatan keputusan operasional, maka akan sangat

bermanfaat bagi kita untak menelaah biaya-biaya ini.

Average Fixed Cost = AFC =

Average Variabel Cost = AVC =

Average (Total) Cost = AC = AFC + AVC

Q

TFC

Q

TFC

Q

TFC

Marginal Cost =

Gambar 6.1. Kurva-kurva biaya jangka pendek

2. Kurva Biaya Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, suatu perusahaan tidak mempunyai input tetap, oleh

karena itu semua biaya jangka panjang adalah variabel. Selain itu, sebagaimana kurva-

kurva biaya jangka pendek mengggunakan kombinasi-kombinasi input yang optimal

(least cost combination) untuk memproduksi setiap tingkat output (pada skala pabrik

tertentu), maka kurva-kurva biaya jangka panjang juga dibuat dengan menggunakan

asumsi bahwa sebuah pabrik yang optimal (pada tingkat teknologi tertentu) digunakan

dQ

dTC

Q

TC

untuk memproduksi tingkat output tertentu.

Dengan harga-harga input yang konstan dua kali lipat input akan menduakali

lipatkan biaya totalnya yang menghasilkan sebuah fungsi biaya total JQ yang linear,

seperti dilukiskan oleh gambar 6.2. Jika fungsi produksi sebuah perusahaan bersifat

decreasing returns to scale, seperti telah dilukiskan pada gambar 5.10. input harus

lebih dari dua kali lipat untuk menghasilkan output dua kali lipat.

Gambar 6.2. Fungsi Biaya Total (TC) yang menunjukkan sistem produksi yang Constant

Returns to Scale

Selanjutnya dengan menganggap harga-harga input tidak bertambah

(konstan), fungsi biaya yang berkaitan dengan suatu sistem produksi akan meningkat

dengan tingkat kenaikan yang semakin besar, seperti ditunjukkan dalam gambar 6.3.

Fungsi produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns dan kemudian

decreasing returns telah dilukiskan dalam gambar 6.3. fungsi produksi ini ditunjukkan

lagi dalam gambar 6.4. Di sini proporsi kenaikan biaya lebih kecil dari proporsi

kenaikan output pada kisaran decreasing returns to scale, tetapi lebih besar pada saat

terjadi decreasing returns to scale.

Semua hubungan langsung antara fungsi produksi dan fungsi biaya yang

dijelaskan di atas didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga input adalah konstan.

Jika harga-harga input merupakan fungsi dari output, maka fungsi biaya tersebut akan

menunjukkan kenyataan itu. Misalnya, fungsi biaya suatu prusahaan pada keadaan

constant returns input yang dibeli, akan berbentuk seperti ditunjukkan oleh gambar 6.3.

proporsi kenaikan biaya akan lebih besar dari proporsi kenaikan output. Di lain pihak,

potongan kuantitas (pembelian) akan rnenghasilkan sebuah fungsi produksi yang

meningkat pada decreasing return, seperti halnya halnya pada increasing returns dalam

gambar 6.4.

Kemudian, tampak bahwa walupun biaya dan produksi berhubungan, sifat dari

harga-harga input harus ditelaah lebih dahulu sebelum kita mencoba untuk

menghubungkan sebuah fungsi biasa dengan fungsi produksi yang mendasarinya. Harga-

harga input dan produktivitas secara bersama-sama menentukan fungsi biaya total

tersebut.

Gambar 6.3. Fungsi Biaya Total (TC) Yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang

Increasing Returns to Scale

Return To Scale

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pola produksi di mana mula-mula

increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale. Scale produksi yang

ekonomis (economies of scale), yang menyebabkan biaya rata-rata jangka panjang atau

log-run average cost (LRAC) menurun, terjadi karena hubungan produksi dan

hubungan pasar. Spesialisasi dalam penggunaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor

penting yang menghsilkan economies of scale. Para pekerja disebuah perusahaan kecil

biasanya mempunyai beberapa pekerjaan, dan keahlian mereka untuk suatu jenis pekerjaan

biasanya lebih rendah dari para pekerja yang hanya berspesialisasi dalam satu pekerjaan

saja dan produktivitas tenaga kerja seringkali lebih tinggi dalam suatu perusahaan

yang besar, dimana individu bisa dipekerjakan untuk suatu pekerjaan tertentu. Hal

tersebut akan menurunkan unit biaya produksi untuk skala produksi yang lebih besar.

Gambar 6.4. Fungsi Biaya Total (TC) Yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang

Mula-mula Increasing Returns To Scale Kemudian Decreasing Returns To Scale.

Faktor teknologi juga bisa menimbulkan economies of scale. Skala produksi yang

besar biasanya memungkinkan penggunaan peralatan modern yang canggih. Produktivitas

peralatan tersebut seringkali juga meningkatkan jumlah produksi lebih cepat daripada

biaya. Misalnya, pemangkit listrik yang berkekuatan 500.000 kilowatt biasanya

membutuhkan biaya tidak sampai dua-kali dari biaya pembangkit listrik yang

berkekuatan 250.000 kilowatt.

Adanya potongan-potongan kuantitas (pembelian) juga bisa menyebabkan

economies of scale melalui pembelian bahan baku, persediaan dan input-input lainnya

secara besar-besaran. Keadaan yang ekonomis ini meluas sampai biaya kapital. Biasanya,

semakin besar suatu perusahaan maka ia mempunyai akses yang lebih besar pula terhadap

pasar modal dan bisa memperoleh dana dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Faktor-

faktor tersebut dan yang lain-lainnya bisa menghasilkan increasing returns to scale dan

oleh karena itu akan menurunkan biaya-biaya. Ada beberapa tingkat output, economies to

scale biasanya tidak berlangsung lama, karena kemudian biaya rata-rata atau average cost

(AC) mulai meningkat. Kenaikan AC pada tingkat output yang tinggi seringkali

disebabkan oleh keterbatasan menajemen dalam mengkoordinasi sebuah organisasi pada

saat manajemen tersebut mencapai ukuran yang sangat besar daripada output (yang

menyebabkan kenaikan unit biaya) dan manajemen menjadi kurang efisien yang akhirnya

meningkatkan biaya produksi suatu produk. Walaupun keberadaan diseconomies of scale

seperti itu masih diperdebatkan oleh para peneliti, namun kenyataan menunjukkan bahwa

diseconomies memang terjadi dalam industri-industri tertentu.

Elastisitas Biaya

Walaupun Gambar 6.1., 6.3. dan 6.4. sangat membantu untuk menjelaskan

hubungan antara biaya total (TC) dan output dengan returns to scale, tetapi akan lebih

mudah bagi kita untuk menghitung returns to scale suatu sistem produksi melalui

elastisitas biaya.

Elastisitas biaya, c mengukur persentase perubahan biaya total (TC) yang

disebabkan oleh satu persen perubahan output.

Secara aljabar elastisitas biaya tersebut adalah :

c=Persentase perubahanbiaya total(TC)

Persentase perubahanoutput (Q)

=

Hubungan antara elastisitas biaya dengan returns to scale adalah sebagai berikut:

Jika maka Returns to scale

Persentase ATC < persentase Q c < I Increasing

Persentase ATC = persentase Q c = I ConstantPersentase A TC > persentase Q c > I Decreasing

Pada elastisitas biaya lebih kecil satu (c < 1), biaya akan meningkat lebih lambat

daripada output. Jika harga-harga Input tidak berubah (konstan), maka c < I tersebut

secara tidak langsung menunjukkan rasio output-input yang lebih tinggi dan keadaan

increasing returns to scale c = 1, maka proporsi kenaikan output dan biaya besarnya sama

dan ini menunjukkan constant returns to scale. Jika c > 1, maka setiap kenaikan output

akan menyebabkan kenaikan biaya yang lebih besar, ini menunjukkan keadaan decreasing

returns to scale.

TC

Q

Q

TC

Pengetahuan tambahan mengenai skala produksi yang ekonomis dan hubungan

antara biaya jangka panjang dan jangka pendek bisa diperoleh melalui penelaahan kurva

biaya rata-rata jangka panjang atau long-run average cost (LRAC). Karena kurva-kurva

biaya jangka panjang menunjukkan skala-skala pabrik yang optimal untuk setiap tingkat

produksi, maka kurva LRAC bisa dianggap sebagai amplop dari kurva-kurva biaya rata-rata

jangka pendek atau short-run average cost (SRAC). Konsep ini dilukiskan pada gambar

6.5. dimana 4 kurva SRAC menyajikan 4 skala pabrik yang berbeda. Keempat pabrik

tersebut masing-masing mempunyai kisaran output paling efisien. Misalnya pabrik A,

mempunyai sistem produksi dengan biaya terkecil (least cost) pada kisaran antara 0 dan

Q, unit. Pabrik B pada kisaran antara Q1 dan Q2, sedangkan pabrik C pada kisaran antara

Q2 dan Q3, dan pabrik D pada kisaran di atas Q3.

Bagian yang bergaris tebal pada sebab kurva dalam gambar 6.5. tersebut

menunjukkan LRAC minimum untuk menghasilkan setiap tingkat output, dengan

mengasumsikan bahwa hanya ada empat kemungkinan skala pabrik. Kita bisa

menggeneralisir hal tersebut dengan menganggap bahwa pabrik-pabrik tersebut

mempunyai berbagai ukuran, dimana masing-masing mempunyai ukuran sedikit lebih besar

dari yang sebelumnya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 6.6. kurva SRAC. Pada setiap

titik singgung tersebut, skala pabrik yang terjadi adalah optimal. Sistem biaya yang

dilukiskan dalam gambar 6.5 dan 6.6 mula-mula menunjukkan keadaan increasing

returns to scale kemudian decreasing returns to scale. Pada kisaran output yang

dihasilkan oleh pabrik A, B dan C dalam gambar 7.5 biaya rata-rata (AC) menurun.

Menurunnya biaya tersebut menunjukkan bahwa kenaikan biaya total lebih kecil daripada

output. Karena biaya minimum pabrik D lebih besar daripada pabrik C, maka sistem

tersebut menunjukkan decreasing returns to scale pada tingkat output yang lebih tinggi.

Gambar 6.5. Kurva SRAC untuk empat skala pabrik yang berbeda

Sistem produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns to scale,

kemudian constant returns to scale, dan kemudian dimishing returns to scale akan

menghasilkan kurva LRAC yang berbentuk U seperti ditunjukkan pada gambar 6.6.

perhatikan bahwa dengan kurva LRAC yang berbentuk U, pabrik yang paling effisien untuk

setiap tingkat output biasanya tidak akan beroperasi pada SRAC minimum, seperti yang bisa

dilihat pada gambar 6.5. kurva SRAC pabrik B lebih rendah. Secara umum, pada saat

increasing returns to scale terjadi, pabrik yang mempunyai biaya terkecil untuk

menghasilkan suatu output akan beroperasi lebih rendah dari kapasitas, penuhnya. Hanya

untuk satu tingkat output dimana LRAC minimum (output Q* dalam gambar 6.5. dan

6.6.), sebuah pabrik yang optimal akan beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya.

Pada semua tingkat output dalam kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi, yakni

pada setiap output yang lebih besar dari Q*, pabrik yang paling efisien akan beropersi

pada suatu tingkat output yang sedikit lebih besar dari pada kapasitasnya.

Gambar 6.6. Kurva LRAC Sebagai "Amplop" Dari Kurva-kurva SRAC

Biaya Minimum Yang Efesien

Bentuk kurva LRAC tidak hanya penting karena implikasinya bagi penentuan skala

pabrik, tetapi juga karena ia mempengaruhi tingkat persaingan potensial yang akan tejadi

dalam suatu industri, keadaan yang mula-mula increasing returns to scale dan kemudian

constant returns to scale sering dijumpai. Dalam industri-industri seperti itu, kurva

LRAC-nya berbentuk L. Biasanya, persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri

yang mempunyai kurva LRAC yang berbentuk U dan pada yang berbentuk L atau kurva

LRAC yang berslope menurun. Pengetahuan mengenai hal ini bisa diperoleh melalui

penelaahan konsep biaya minimum efficient scale (MES) dari sebuah pabrik. MES ini

didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah minimum. MES akan terdapat

pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U (output Q* dalam Gambar 7.5 dan 7.6)

dan pada sudut kurva LRAC yang berbentuk L.

Pada umumnya persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri-industri

dimana MES-nya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan industri secara total

karena kecilnya faktor penghalang untuk memasuki industri tersebut, misalnya persyaratan

investasi modal dan tenaga kerja terlatih. Persaingan tidak akan begitu keras jika MES

cukup besar karena faktor penghalang untuk memasuki pasar cenderung cukup kuat

sehingga membatasi jumlah pesaing potensial. Untuk mengamati pengaruh persaingan pada

suatu tingkat MES tertentu, kita harus selalu memperhatikan ukuran industri secara

keseluruhan. Dalam industri-industri yang cukup besar, jumlah pesaing yang sangat besar

dan efisien bisa muncul. Dalam keadaan seperti itu, walaupun MES cukup besar secara

absolut, tetapi MES tersebut bisa sangat kecil secara relatif, dan persaingan yang keras

masih mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, jika kerugian biaya operasi yang kecil dari ukuran

MES pabrik-pabrik itu secara relatif kecil, maka kadang-kadang akan ada akibat-akibat anti

persaingan. Dengan kata lain, pengarah halangan dari MES tersebut tergantung pada ukuran

MES pabrik tersebut dibandngkan dengan permintaan industri secara total.

G. Ukuran Perusahaan Dan Pabrik

Fungsi produksi dan biaya terdapat baik pada tingkat pabrik secara individual,

perusahaan-perusahaan dengan beberapa pabrik (multi-plant firm), maupun pada tingkat

perusahaan secara keseluruhan. Fungsi biaya sebuah perusahaan dengan beberapa pabrik

merupakan penjumlahan fungsi biaya dari pabrik-pabrik secara individual.

Gambar 6.7. Tiga Kemungkinan Kurva LRAC untuk Sebuah Perusahaan

Dengan Beberapa Pabrik

Untuk menjelaskan hal tersebut, anggap bahwa keadaan yang ditunjukkan oleh

gambar 7.6 terjadi yakni sebuah kurva LRAC yang berbentuk U pada tingkat pabrik. Jika

permintaan cukup besar, maka perusahaan tersebut akan menggunakan pabrik sebanyak

N dimana masing-masing ukurannya optimal dan menghasilkan output sebesar Q* unit.

Dalam kasus ini, bagaimanakah bentuk kurva LRAC sebuah perusahaan.

Gambar 6.7 menunjukkan 3 kemungkinan. Pertama, LRAC keadaan yang ekonomis dan

disekonomis dalam pengkombinasian pabrik-pabrik yang ada. Kedua, biaya mengalami

penurunan ada semua kisaran output, seperti ditunjukkan gambar 6.4(b), jika

perusahaan-perusahaan dengan beberapa pabrik (multiplant firm) lebih efisien daripada

perusahaan-perusahaan dengan satu pabrik. Kasus-kasus seperti terjadi disebabkan oleh

ekonomisnya biaya pengoperasian berbagai pabrik. Kemungkinan ketiga, ditunjukkan oleh

gambar 6.7(c) adalah biaya mula-mula menurun (sampai Q* merupakan output dari

pabrik yang paling efisien) dan kemudian menarik. Disini mula-mula terjadi economic of

scale, kemudian biaya koordinasi menjadi lebih besar daripada manfaat yang bisa diperoleh.

H. Ukuran Perusahaan Dan Fleksibilitas

Apakah pabrik yang bisa menghasilkan sejumlah output tertentu pada kemungkinan

biaya terendah juga merupakan pabrik yang optimal untuk menghasilkan tingkat output

yang diharapkan? Jawabnya adalah pasti tidak. Perhatikan keadaan berikut. Misalkan

permintaan aktual akan suatu produk tertentu tidak bisa harapkan sebesar 5.000 unit per

tahun. Dua kemungkinan distribusi probabilitas dan permintaan tersebut ditunjukkan

dalam gambar 6.8. Distribusi L menunjukkan permintaan dengan derajat variabilitas yang

rendah, sedangkan distribusi H menunjukkan variasi permintaan yang lebih tinggi.

Sekarang anggap ada dua pabrik yang bisa digunakan untuk menghasilkan

tingkat output yang dibutuhkan tersebut. Pabrik A sangat terspesialisasi dan dilengkapi

dengan alat-alat tertentu untuk menghasilkan tingkat output yang ditentukan pada tingkat

biaya per unit yang rendah. Namun, jika output yang dihasilkan tersebut lebih atau kurang

dari output yang telah ditentukan itu dalam kasus ini 5.000 unit, maka biaya produksi akan

meningkat dengan cepat. Di lain pihak, pabrik B lebih fleksibel. Output bisa diperbanyak

atau diperkecil tanpa ada kelebihan biaya, tetapi unit biaya tidak tidak serendah pabrik A

pada tingkat output optimalnya. Kedua kasus ini ditunjukkan dalam gambar 6.9.

Pabrik A lebih efisien dari pabrik B untuk output antara 4.500 dan 5.500 unit, tetapi

di luar kisaran tersebut pabrik B mempunyai biaya yang lebih rendah. Manakah pabrik yang

akan dipilih? Jawabnya tergantung pada perbedaan biaya relatif pada tingkat-tingkat

output yang berbeda dan distribusi probabilitas permintaan.

Gambar 6.8. Distribusi Probalibilitas permintaan

Gambar 6.9. Pabrik-pabrik Alternatif Untuk Menghasilkan Output Sebanyak 5.000 Unit

Perusahaan tersebut akan memilih perusahaan berdasarkan total rata-rata yang

diharapkan atau expected total cost ( A Q Q dan varibulitas biaya tersebut ).

Dalam hal ini, jika distribusi probabilitas permintaan dengan variasi yang rendah,

distribusi L adalah tepat, maka fasilitas yang semakin terspesialisasi akan optimal.

Jika distribusi probabilitas H lebih tepat melukiskan keadaan permintaan, maka

biaya minimum yang lebih rendah dari fasilitas yang semakin terspesialisasi

tersebut tidak hanya akan ditutup, oleh kemungkinan biaya produksiyang lebih

tinggi di luar kisaran output 4.500-5.000 unit dan pabrik B bisa memitiki biaya yang

diharapkan lebih rendah atau suatu kombinasi biaya-biaya yang diharapkan yang

lebih menarik dan mempunyai variasi biaya yang potensial .

I. Analisis Peluang Pokok

Analisis peluang-pokok (break enven analysis) atau sering juga disebut

analisis konstribusi laba merupakan teknik analisis penting yang digunakan untuk

mempelajari hubungan-hubungan antara biaya, penerimaan dan laba. Sifat analisis

peluang-pokok ini dilukiskan dalam gambar 6.10 yakni sebuah grafik dasar peluang-

pokok, yang terbentuk dari kurva biaya total (TC) dan penerimaan dan

penerimaan total (TR) suatu perusahaan. Volume output

Gambar 6.10. Grafik Peluang-pokok

ditunjukkan oleh sumbu horisontal, sedangkan penerimaan dan biaya

ditunjukkan pada sumbu vertikal. Karena biaya tetap (FQ) selalu konstan tanpa

memandang berapapun jumlah output yang dihasilkan, maka FC tersebut

ditunjukkan oleh garis yang mendatar. Biaya variabel (VQ) pada setiap output

ditunjukkan oleh jarak antara kurva TC dan kurva FC. Kurva TR menunjukkan

hubungan harga/permintaan akan produk perusahaan tersebut dan laba/kerugian pada

setiap output ditunjukkan oleh jarak antara kurva TR dan kurva TC.

Walaupun gambar 6.10 disebut grafik peluang-pokok dan bisa digunakan untuk

menentukan kuantitas output di mana perusahaan tersebut dimulai memperoleh laba

yang positif, nilai analitisnya bisa juga digunakan untuk menentukan tingkat output

peluang-pokok. Grafik tersebut menggambarkan hubungan penerimaan dan biaya pada

seluruh tingkat output dan oleh karena itu bisa digunakan untuk menganalisis apa

yang terjadi terhadap laba jika volume output berubah-ubah.

Analisis Peluang-pokok Linear

Dalam penerapan analisis peluang-pokok, hubungan yang linier biasanya digunakan

untuk menyederhanakan analisis tersebut. Analisis peluang-pokok nonlinear cukup menarik

secara intelektual karena alasan pokok yaitu: (1) tampaknya masuk akal untuk menduga

bahwa banyak kasus kenaikan penjualan bisa dicapai hanya jika harga diturunkan, dan

(2) analisis fungsi biaya menunjukkan bahwa biaya variabel rata-rata (AVC) akan

turun pada kisaran output tertentu dan kemudian meningkat. Namun demikian, seperti

tampak pada contoh, analisis linear cukup memadai untuk berbagai penggunaan.

Grafik peluang-pokok memungkinkan seseorang memusatkan perhatiannya terhadap

unsur-unsur pokok dari laba seperti: penjualan, biaya tetap (FC), dan biaya variabel (VC).

Selain itu, walaupun grafik peluang-pokok linear dilukiskan mulai dari tingkat output

sama dengan nol sampai dengan tingkat output yang paling tinggi, tetapi tak seorang pun

yang menggunakan analisis ini yang akan memikirkan tingkat output yang tertinggi dan

terendah tersebut. Dengan kata lain, para pengguna grafik peluang-pokok sesungguhnya

hanya memperhatikan kisaran output yang relevan dan di dalam kisaran tersebut fungsi

linear mungkin cukup tepat.

Gambar 6.11 menunjukkan sebuah grafik peluang-pokok yang linear. Biaya tetap

(FQ) sebesar Rp 60 juta ditunjukkan oleh sebuah garis horisontal. Biaya variabel (VC)

dianggap sebesar Rp 1.800,- per unit, maka biaya total (TQ) akan meningkat sebesar Rp

1.800,- per unit untuk setiap satu unit tambahan output yang dihasilkan. Produk tersebut

dianggap dijual dengan harga Rp 3.000,- per unit, jadi penerimaan total (TR) adalah

sebuah garis lurus dari titik origin. Slope dari garis TR tersebut lebih curam daripada

slope TC. Hal tersebut terjadi karena perusahaan tersebut akan menerima penghasilan

sebanyak Rp 3.000,- untuk setiap unit produk yang dihasilkan, tetapi hanya

mengeluarkan sebesar Rp 1.800,- untuk biaya tenaga kerja, bahan-bahan dan input-input

variabel lainnya.

Gambar 6.11. Grafik Peluang-pokok Yang Linear

Sampai titik peluang-pokok, yang ditunjukkan oleh perpotongan antara garis TR dan

garis TC, perusahaan tersebut menderita kerugian. Selain melampaui titik tersebut,

perusahaan itu mulai memperoleh laba. Gambar 7.11 menunjukkan titik peluang-pokok

pada tingkat penjualan dan tingkat biaya sebesar Rp 150 juga yang terjadi pada tingkat

produksi sebanyak 50.000 unit.

Analisis Peluang-pokok Secara aljabar

Walaupun grafik peluang-pokok merupakan flat yang sangat berguna untuk

melukiskan hubungan laba atau output, tetapi teknik-teknik aljabar biasanya merupakan

suatu alat yang lebih efisien untuk menganalisis masalah-masalah pengambilan

keputusan. Teknik aljabar untuk menyelesaikm masalah peluang-pokok bisa

digambarkan dengan menggunakan hubungan-hubungan biaya dan penerimaan yang

ditunjukkan dalam gambar 6.11. Mula-mula, misalkan:

P = Harga jual per unit

Q = Kuantitas yang diproduksi dan yang dijual

TFC = Total Fixed Cost (Biaya tetap Total)

AVC = Average Variable Cost (Biaya variabel Rata-rata)

Kuantitas peluang-pokok, yang didefinisikan sebagai volume output dimana TR

(P.Q) persis sama dengan TC (TFC + AVC.Q). Dalam contoh yang digambarkan oleh

gambar 6.1l, P Rp 3.000,00 AVC = Rp 1.800,00 dan TFC = Rp 60 juta. Kuantitas

peluang-pokok diperoleh sebagai berikut:

Q=60 juta3000−1 .800

=50 . 000

Catatan: P.Q = RFC + AVC.Q

(P-AVC) Q = TFC

Q= TFCP−AVC

III. KESIMPULAN

Hubungan-hubungan biaya memainkan peran kunci dalam hampir semua keputusan

manajerial. Konsep-konsep biaya menunjukkan hubungan antara fungsi biaya dengan

fungsi produksi dan beberapa hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Walaupun

konsep biaya relevan berbeda-beda untuk suatu keadaan dengan keadaan lainnya, tetapi

ada beberapa hubungan yang umum ditemui dalam analisis biaya tersebut. Pertama, biaya

relevan biasanya didasarkan pada konsep penggunaan alternatif. Biaya relevan suatu

sumberdaya ditentukan oleh nilainya dalam penggunaan alternatif yang terbaik. Kedua,

biaya relevan dari sebuah keputusan hanya mencakup biaya-biaya yang dipengaruhi oleh

tindakan yang sedang dilakukan. Inilah yang disebut dengan biaya inkremental. Jika satu

biaya tertentu tidak berubah dengan adanya suatu tindakan, maka biaya inkremental yang

relevan adalah sama dengan nol.

Penggunaan konsep biaya relevan membutuhkan suatu informasi tentang hubungan

biaya atau output dari sebuah perusahaan atau fungsi biayanya. Fungsi biaya tersebut

ditentukan oleh fungsi produksi dan fungsi penawaran input yang digunakan perusahaan

tersebut, di mana fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis antara input dan output

dan harga-harga input mengubah hubungan fisik tersebut menjadi fungsi biaya atau output.

Dua fungsi biaya yang utama yang digunakan dalam pembuatan keputusan-keputusan

manajerial adalah fungsi biaya jangka pendek yang digunakan dalam keputusan-keputusan

sehari-hari dan fungsi biaya jangka panjang yang digunakan untuk tujuan-tujuan

perencanaan. Jangka pendek adalah periode waktu di mana beberapa sarana produksi

sebuah perusahaan tidak bisa diubah, dan jangka panjang adalah periode waktu yang cukup

panjang yang memungkinkan perusahaan untuk mengubah sistem produksinya secara

penuh melalui penambahan, pengurangan atau penggantian asset-asetnya.

Bentuk kurva biaya ditentukan oleh adanya economic scale atau diseconomic scale.

Jika terjadi economic scale, maka elastisitas biaya terhadap output akan lebih kecil dari

satu (ec < 1), dan biaya per unit akan turun jika output naik. Jika terjadi diseconomic scale,

maka ec > 1, dan kurva biaya rata-rata (AC) akan menaik. Analisis pulang pokok

merupakan suatu alat yang penting untuk menganalisis hubungan antara biaya tetap (FC),

biaya variabel (VC), penerimaan, dan laba. Penggunaannya mencakup antara lain analisis

pertambhan laba yang digunakan dalam konsep kontribusi laba.

DAFTAR REFERENSI

Salvatore, Dominick. 2005. Managerial Economics = Ekonomi Manajerial Dalam Perekonomian Global, buku 1. Terjemahan. “ Dominick Salvatore “2005. Salemba Empat. Jakarta.

Carter, William    2009.  Akuntansi Biaya. Edisi 14. Dialihbahasakan oleh Krista. Jakarta: Salemba Empat

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/EKONOMIMANAJERIAL/document/Ekonomi_Manajerial_(.pdf)/BAB_6.pdf?cidReq=EKONOMIMANAJERIAL

http://blog.ub.ac.id/parlist/2013/05/19/makalah-ekonomi-manajerial-teori-biaya/