Click here to load reader
Upload
maria-kehi
View
986
Download
51
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
SISTEM MUSKULOSKELETAL I
" KELAINAN JARI ( SINDAKTILI, POLIDAKTILI, BRAKIDAKTILI )"
DISUSUN OLEH :
Anindya Paramita
Erik Susanti
Flori Juliant Pello
Gootama Catur
Mariana Kehi
Riski Angger
Waluyo Dwi Oktavianto
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Askep Klien dengan
“kelainan jari ( sindaktili, polidaktili, brakidaktili )” ini dapat terselesaikan. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sistem Muskuloskeletal I. Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Blitar, Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................4
1.3 TUJUAN.................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................6
2.1 DEFENISI...............................................................................................................6
2.2 ETIOLOGI..............................................................................................................7
2.3 TANDA DAN GEJALA .........................................................................................8
2.4 KLASIFIKASI...................................................................................................8
2.5 PATOFISIOLOGI...............................................................................................9
2.6 MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................10
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK...........................................................................10
2.8 PENATALAKSANAAN.........................................................................................11
BAB 111 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OSTEOBLASMA.......14
3.1 PENGKAJIAN...................................................................................................14
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN.........................................................................15
3.2.1 NCP..........................................................................................................15
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................16
3.1 KESIMPULAN.......................................................................................................16
3.2 SARAN...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................17
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu kelainan bawaan sejak lahir adalah sindaktili yakni kelainan jari berupa
pelekatan dua jari atau lebih sehingga telapak tangan menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau
angsa. Dalam keadaan normal, ada sejumlah gen yang membawa “perintah” kepada deretan sel di
antara dua jari untuk mati, sehingga kedua jari tersebut menjadi terpisah sempurna. Pada kelainan
ini, gen tersebut mengalami gangguan. Akibatnya, jari-jari tetap menyatu dan tidak terpisah
menjadi lima jari. Jari yang sering mengalami pelekatan adalah jari telunjuk dengan jari tengah,
jari tengah dengan jari manis, atau ketiganya. Sindaktili terjadi pada 1 dari 2.500 kelahiran. Lebih
banyak terjadi pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan.
Polidaktili merupakan kelainan pertumbuhan jari sehingga jumlah jari pada tangan atau
kaki lebih dari lima. Dikenal juga dengan nama hiperdaktili. Bila jumlah jarinya enam disebut
seksdaktili, dan bila tujuh disebut heksadaktili. Polidaktili terjadi pada 1 dari 1.000 kelahiran.
Penyebabnya bisa karena kelainan genetika atau faktor keturunan, sehingga kelainan ini
tidak dapat dilakukan pencegahan. Bentuknya bisa berupa gumpalan daging, jaringan lunak, atau
sebuah jari lengkap dengan kuku dan ruas-ruas yang berfungsi normal. Tapi, umumnya hanya
berupa tonjolan daging kecil atau gumpalan daging bertulang yang tumbuh di sisi luar ibu jari
atau jari kelingking. Kelebihan jari pada sisi ibu jari lebih banyak daripada sisi jari kelingking.
Brakidaktili adalah kelainan berupa pertumbuhan jari yang lebih pendek dari ukuran
normal akibat kelainan genetika yang diturunkan dari sebuah gen dominan. Artinya, bila salah
satu orang tua memiliki gen ini, si anak pasti akan mengalami kelainan jari-jari ini. Brakidaktili
terjadi pada 1 dari 4.000 kelahiran.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Sindaktili,polidaktili dan brakidaktili?
2. Apa etiologi sindaktili,polidaktili, dan brakidaktili?
3. Bagaimana patofisiologi sindaktili,polidaktili, dan brakidaktili?
4. Apa manifestasi klinik sindaktili,polidaktili dan brakidaktili?
5. Bagaimana penatalaksanan sindaktili,polidaktili dan brakidaktili?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindaktili, polidaktili dan
brakidaktili?
1.3 TUJUAN PENULISAN
A. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskulus
yaitu sindaktili, polidaktili, dan brakidaktili.
B. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan:
Pengertian sindaktili, polidaktili dan brakidaktili
Etiologi sindaktili, polidaktili dan brakidaktili.
Patofisiologi sindaktili, polidaktili, dan brakidaktili.
Manifestasi klinik sindaktilil, polidaktili, brakidaktili.
Penatalaksanaan sindaktili, polidaktili dan brakidaktili.
Asuhan keperawatan pada klien dengan sindaktili, polidaktili, dan brakidaktili.
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 DEFENISI
Sindaktili merupakan kelainan jari berupa pelekatan dua jari atau lebih sehingga
telapak tangan menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau angsa (webbed fingers). Sindaktili
merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan pada jari-jari tangan, jari-jari tidak
terpisah, dan bersatu dengan yang lain. Dapat terjadi hubungan satu, dua, atau lebih jari-jari.
Hubungan jari-jari dapat terjadi hanya pada kulit dan jaringan lunak saja, tetapi dapat pula
terjadi hubungan tulang dengan tulang. (Muttaqin, 2008)
Dalam keadaan normal, ada sejumlah gen yang membawa “perintah” kepada deretan
sel di antara dua jari untuk mati, sehingga kedua jari tersebut menjadi terpisah sempurna.
Pada kelainan ini, gen tersebut mengalami gangguan. Akibatnya, jari-jari tetap menyatu dan
tidak terpisah menjadi lima jari. Jari yang sering mengalami pelekatan adalah jari telunjuk
dengan jari tengah, jari tengah dengan jari manis, atau ketiganya. Sindaktili terjadi pada 1 dari
2.500 kelahiran.
Polidaktili atau polidaktilisme (berasal dari bahasa Yunani kuno πολύς (polus)
yang artinya banyak dan δάκτυλος (daktulos) yang artinya jari, dikenal sebagai
hiperdaktilisme, yaitu anomali kongenital pada manusia dengan jumlah jari tangan
atau kaki berlebihan. Kelainan ekstremitas kongenital bervariasi dari kelainan yang
hampir tak terlihat hingga tidak adanya ekstremitas.
Suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P, sehingga penderita
akan mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya dan atau pada
kakinya. Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Polidaktili
juga dikenal sebagai Hyperdaktili, bisa terjadi ditangan atau dikaki manusia ataupun
hewan. Tempat jari tambahan tersebut berbeda-beda ada yang di dekat ibu jari dan
ada pula yang berada di dekat jari kelingking.
Polidaktili merupakan suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P,
sehingga penderita akan mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya
dan atau pada kakinya.Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif
pp. Polidaktili juga dikenal sebagai Hyperdaktili, bisa terjadi ditangan atau dikaki
manusia ataupun hewan. Tempat jari tambahan tersebut berbeda-beda ada yang di
dekat ibu jari dan ada pula yang berada di dekat jari kelingking.Bila jumlah jarinya
enam disebut seksdaktili, dan bila tujuh disebut heksadaktili.
Brakidaktili
1.2 ETIOLOGI
A. SINDAKTILI Kebanyakan akibat kelainan genetika atau keadaan di dalam rahim yang menyebabkan posisi janin
tidak normal, cairan amnion pecah, atau obat-obatan tertentu yang dikonsumsi ibu selama masa
kehamilan. Apabila penyebabnya akibat kelainan genetika, maka tidak dapat dilakukan pencegahan.
Kemungkinannya dapat diperkecil bila penyebabnya adalah obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama
hamil.
Penyebab langsung sindaktili sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan
fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua
faktor secara bersamaan. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi
terjadinya sindaktili antara lain :
a. Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
sindaktili pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum
Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan
daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu
keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat
diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah
dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya.
b. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ.
c. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-
obatan yang tidak perlu sama sekali, walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari
karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian
trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang
tidak dapat dihindarkan ; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
d. Faktor Radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan
diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada
hamil muda.
e. Faktor Gizi
Kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik
gizinya.
f. Faktor-Faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
B. POLIDAKTILI
Adapun etiologinya yaitu sebagai berikut:
· Asphyxiating thoracic dystrophy
· Carpenter syndrome
· Ellis-van Creveld syndrome(chondroectodermal dysplasia)
· Familial polydactyly
· Laurence-Moon-Biedl syndrome
· Rubinstein-Taybi syndrome
· Smith-Lemli-Opitz syndrome
· Trisomi 13
· Trisomi 21
· Tibial hemimelia. (http://www.umm.edu/ency/article/ 003176trt.htm)
Sebagaimana telah disebutkan di atas, polidaktili dapat bermanifestasi tunggal
atau sebagai bagian dari suatu sindrom anomali kongenital. Bila diagnosis berdiri
sendiri maka berhubungan dengan mutasi dominan autosom pada gen tunggal, namun
variasi pada berbagai gen juga mungkin terjadi. Secara khusus gen mutasi yang
terlibat dalam pola perkembangan, akan menyebabkan anomali kongenital dengan
polidaktili sebagai salah satu sindromnya.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya polidaktili antara lain :
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu
pasangan suami istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga
polidaktili. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas polidaktili pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini
ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh
bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau
kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering
sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan
dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
2. Faktor Teratogenik
Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari
bahasa Yunani yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis,
teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel
selamakehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga
pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir).
Di dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 434.1 (2001), teratogenik
adalah sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan kecacatan tubuh pada
kelahiran.
Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ
yang dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen
akan berefek teratogenik pada suatu organisme, bila diberikan pada saat
organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah terbentuknya sel
jaringan, sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak
akan terjadi. Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan.
Malformasi (kelainan bentuk) janin disebut terata, sedangkan zat kimia yang
menimbulkan terata disebut zat teratogen atau teratogenik.
Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam
pembentukan sel, jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan
fisiologi dan biokimia yang terjadi pada fase organogenesis. Umumnya
bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan golongan nya yakni
bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis.
a. Faktor teratogenik fisik
Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur
fisik misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila
ibu terkena radiasi nuklir (misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan
agen fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik.
Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan
radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena
mengganggu berbagai macam organ. Dalam menghindari terpaaan agen
teratogen fisik, maka ibu sebaiknya menghindari melakukan foto rontgen
apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen yang terlalu sering dan berulang pada
kehamilan kurang dari 12 minggu dapat memberikan gangguan berupa
kecacatan lahir pada janin.
b. Faktor teratogenik kimia
Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia
yang bila masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ
tubuh janin dapat menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan
bahan teratogenik adalah bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan
untuk mengobati beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di
negara-negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi alkohol pada ibu
hamil selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat
menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang dikenal
dengan fetal alkoholic syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut masuk
kedalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak
terganggu dan terjadi penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga
dapat menimbulkan bayi mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh
dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan. Obat-obatan untuk kemoterapi
kanker umumnya juga bersifat teratogenik. Beberapa polutan lingkungan
seperti gas CO, senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer dalam
lingkungan juga dapat menimbulkan efek teratogenik.
c. Faktor teratogenik biologis
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu
hamil. Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan
herpes merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu
hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan berbagai
kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu,
beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga
dapat memberikan efek teratogenik.
C. BRAKIDAKTILI
1.3 PATOFISIOLOGI
A. SINDAKTILI
Pada awal perkembangan janin manusia, selaput jari- jari kaki adalah normal. Pada sekitar 16
minggu kehamilan, apoptosis (kematian sel) berlangsung dan enzim menghilangkan selaput tersebut.
Pada beberapa janin, proses ini tidak terjadi sepenuhnya antara semua jari tangan atau kaki sehingga
selaput tersebut menetap.Sindaktili (jari-jari saling berlekatan) yang disebabkan gen homozigot
(karier) melakukan perkawinan dengan sesamanya, kemungkinan anaknya adalah :
P : Ss (normal karier) >< Ss (normal karier)
G : S dan s
F1 :
SS = sindaktili
Ss = normal karier
Ss = normal karier
ss = normal
Dari perkawinan tersebut, kemungkinan anaknya yang normal dan yang menderita sindaktili adalah
3 :1.
B. POLIDAKTILI
Polidaktili, disebabkan kelainan kromosom pada waktu pembentukan organ tubuh
janin. Ini terjadi pada waktu ibu hamil muda atau semester pertama pembentukan organ
tubuh. Kemungkinan ibunya banyak mengonsumsi makanan mengandung bahan
pengawet. Atau ada unsur steratogenik yang menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Kelebihan jumlah jari bukan masalah selain kelainan bentuk tubuh. Namun demikian,
sebaiknya diperiksa kondisi jantung dan paru bayi, karena mungkin terjadi multiple
anomali.
Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Pada individu
heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbeda-beda sehingga lokasi
tambahan jari dapat bervariasi. Bila seorang laki-laki polidaktili heterozigotik menikah
dengan perempuan normal, maka dalam keturunan kemungkinan timbulnya polidaktili
adalah 50% (teori mendel). Ayah polidaktili (heterozigot) Pp x, ibu normal homozigot
(pp) maka anaknya polidaktili (heterozigot Pp) 50%, normal (homozigot pp) 50%.
C. BRAKIDAKTILI
1.4 MANIFESTASI KLINIK
A. SINDAKTILI
Bentuknya ada yang pelekatannya hanya sepertiga dari panjang jari, atau sepanjang
jari saling melekat. Pelekatan juga bisa hanya terjadi pada jaringan kulit, tendon (jaringan
lunak), bahkan pada kedua tulang jari yang bersebelahan. Kelainan ini dapat mengganggu
proses tumbuh-kembang karena jari yang dempet menghambat pertumbuhan jari dari
gerakan jari-jari lain di sampingnya. Bila tidak diatasi, dapat mengganggu perkembangan
mental anak. Kadangkala dilakukan cangkok kulit untuk menutup sebagian luka,
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit yang lebih lama dibandingkan operasi
penanganan polidaktili.
B. POLIDAKTILI
1. Ditemukan sejak lahir.
2. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki.
3. Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat melekat
sampai ke tulang.
4. Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat jari lainnya.
5. Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.
C. BRAKIDAKTILI
1.5 PENATALAKSANAAN
A. SINDAKTILI
Penanganan sindaktili dapat berupa tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan
kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukan kelainan kongenital pada
bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor
penyebab langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.
Cara mengatasinya dengan melakukan operasi pemisahan pada jari-jari yang saling melekat
atau menyatu. Operasi pemisahan jari-jemari dilakukan setelah anak berumur antara 12-18 bulan. Bila
ada beberapa jari yang melekat, operasi pemisahan dilakukan satu persatu untuk menghindari
komplikasi pada luka dan sistem perdarahan jari yang dipisahkan.Penatalaksanaan yang sering
dilakukan adalah tindakan operasi dengan memisahkan jari-jari yang kemungkinan memerlukan skin
graft.(Muttaqin, 2008)
B. POLIDAKTILI
Pembedahan diindikasikan untuk memperbaiki kosmetik dan bila ada keluhan
kecocokan untuk memakai sepatu (bila polidaktili terdapat pada kaki). Biasanya operasi
dilakukan saat usia pasien lebih dari 1 tahun agar pengaruh pada perkembangan dan gaya
jalan minimal. Operasi sebaiknya ditunda hingga perkembangan tulang (ossifikasi)
selesai sehingga memungkinkan penilaian anatomi yang akurat.
1. Polidaktili pada tangan
Klasifikasi Waffel digunakan untuk menyederhanakan pengkategorian secara
klinis dan perencanaan prosedur pembedahan.
Pedoman dalam mengoperasi polidaktili pada jari tangan:
a. Jari radial hipoplastik yang direseksi.
b. Pada polidaktili tipe II dan III dengan kaliber yang simetris dan memiliki komponen
tulang, dipillih prosedur Bilhaut Cloquet yang memungkinkan stabilitas sendi karena
mempertahankan ligamentum kolateral ulnar dan radial sendi interphalanx. Komplikasi
prosedur antara lain kekakuan sendi, hipertrofi jaringan parut, deformitas punggung kuku.
Perbaikan nail bed yang cermat dan rekonstruksi ukuran kuku yang serupa untuk
mencegah masalah kecacatan ini. Penting pula untuk memperingatkan pasien akan jari
yang tersisa pasti akan mengalami hipoplasia, yaitu dalam hal lebar dan lingkarannya.
c. Untuk polidaktili tipe II, instabilitas sendi sering terjadi karena kelainan berkembang
pada level sendi. Ligamentum kolateral, perlekatan kapsul, dan tendon ekstrinsik dari jari
hipoplastik merupakan struktur esensial untuk menjaga stabilitas sendi. Instabilitas yang
mucul belakangan akibat gangguan pada jaringan lunak yang mengakibatkan peregangan
kronik dan rekonstruksi jaringan lunak yang tidak seimbang. Oleh karena itu, lebih baik
dilakukan over-tensioning pada rekonstruksi jaringan lunak. Namun penilaian instabilitas
sendi (>5% angulasi pada IPJ) sering pula tidak tepat.
d. Pada polidaktili tipe III, anomali tidak mencapai IPJ sehingga diharapkan hasil yang
memuaskan setelah dilakukan eksisi sederhana. Meskipun demikian, dilaporkan pula
adanya komplikasi setelah ligasi sederhana pada bifid thumb yaitu deformitas Z ibu jari
(Z thumb deformity), instabilitas sendi, dan deformitas sendi. Namun instabilitas sendi ini
dapat pula berasal dari instabilitas preoperatif. Tarikan eksentrik pada oto-otot ekstensor
pada IPJ mungkin berperan dalam perubahan sekunder dalam kapsul sendi dan
ligamentum kolateral. Over-tightening ligament kolateral dan re-alignment tendon
ekstrinsik yang tepat dapat memperbaiki instabilitas sendi. Prosedur Bilhaut-Cloquet
tidak dapat memperbaiki instabilitas sendi pada polidaktiili tipe III akibat eksisi
sederhana, namun bisa pada tipe II.
e. Ligamentum kolateral radial dengan perlekatannya pada flap periosteal dipertahankan
dan over-tightened untuk menjaga stabilitas sendi dan mencegah deformitas.
f. Jari tipe II dan IV biasanya berhubungan dengan phalanx proksimal dan kepala
metakarpal yang sangat besar.
g. Osteotomi korektif lebih dipilih untuk deformitas angular residual tulang.
h. Realignment dengan atau tanpa augmentasi tendon penting untuk mengembalikan
kelurusan aksial dan mencegah deformitas Z karena tarikan tendon yang eksentris. Pada
tipe IV, prosedur yang biasa dilakukan adalah suturing duplicated extensor jari radial ke
ekstensor longus jari ulnar dan melekatkan kembali m. abductor pollicis brevis dan m.
extensor pollicis brevis ke basis phalanx proksimal. Delapan dari sebelas penderita
polidaktili tipe IV mengalami instabilitas sendi, dan tiga mengalami deformitas sendi.
Komplikasi ini lebih nyata pada MCPJ yang besar dan pada proksimal deformitas. Empat
pasien dengan kaput metacarpal I yang bifaset dan membesar yang melalui rekonstruksi
mengalami kekakuan sendi. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan kontur permukaan
artikulasi kaput metacarpal, yang dapat diatasi dengan kondroplasti yang teliti dengan
scalpel tajam untuk membuat permukaan artikulasi yang sesuai dengan basis phalanx
proksimal. Suatu on-top plasty (transposisi bagian distal sebuah jari terhadap bagian
proksimal dari jari lain) pada kasus ini menghasilkan keluaran yang bagus dan ibu jari
dengan alignment normal. Pada polidaktili tipe IV, jari ulnar dengan kaliber yang sama
dan unit tendon fungsional yang intak dipindahkan ke basis komponen radial, tepatnya
phalanx proksimal komponen ulnar. Permukaan artikular ulnar dengan kaput metacarpal
dirapikan untuk membentuk basis yang stabil, dan disesuaikan ukurannya degan phalanx
proksimal komponen radial. Prosedur ini menjaga integritas pembungkus jaringan lunak
yang penting pada sisi radial, khususnya ligamentum kolateral, kapsul dan otot abduktor
pollicis. K-wire intraosseus dipasang sementara untuk mentransfikskan osteotomi. Perlu
diperhatikan re-alignment pada tendon dengan aksis baru pada jari yang direkonstruksi.
Prosedur ini menghasilkan penyatuan tulang yang lebih baik dan mencegah komplikasi
lambat.
i. Tujuan terapi polidaktili adalah untuk mempertahankan jari yang paling fungsional,
tanpa mengingat apakah berupa bi- atau tri-phalangeal
2. Polidaktili pada kaki
Penanganan termasuk eksisi jari tambahan dan rekonstruksi jaringan lunak di
sekitar jari yang tersisa untuk memperbaiki kesejajaran bila terdapat deviasi. Jari paling
medial pada polidaktili preaksial dan jari paling lateral pada polidaktili postaksial adalah
jari yang dipilih untuk direseksi agar kaki bisa menyempit dengan tepi lateral atau medial
yang lurus. Pada polidaktili postaksial, dilakukan insisi oval atau racquet-shaped pada
jari paling lateral melalui kulit dan fasia. Tendon dibelah ke distal sejauh mungkin.
Kapsul sendi metatarsophalangeal (MTP) dibelah dan jari dipisahkan dari artikulasinya.
Ketelitian diperlukan untuk menyeimbangkan dengan tepat antara musculus hallucis
abductor dan adductor serta meminimalkan hallux varus. Koreksi terhadap longitudinal
bracket epiphysis mencegah berkembangnya hallux varus dan metatarsal I yang
kependekan. Kapsul diperbaiki seakurat mungkin. Bila jari yang lebih lateral yang
hipoplastik dan dieksisi, ligamentum intermetatarsal harus ditaksir ulang. Penempatan
Kirschner wire (K-wire) selama 4-6 minggu dapat membantu mempertahankan posisi dan
mencegah deformitas varus atau dapat pula dibalut atau digips (cast). Pada polidaktili
sentral, insisi racquet-shaped dorsal dilakukan pada dasar/lantai duplikasi. Jari tambahan
dieksisi melalui disartikulasi. Ligamentum intermetatarsal dinilai ulang sebelum ditutup.
Gips (cast) atau orthosis bermanfaat pada postoperasi untuk meminimalkan sisa kaki
depan yang melebar. Dengan indikasi kosmetik, dilakukan penutupan kulit plastik/sintetis
yang cermat. Walking cast pada memungkinkan anak-anak bisa tetap bergerak aktif dan
sekaligus melindung daerah insisi. Komplikasi postoperatif antara lain hallux varus
residual dan jaringan parut akibat operasi.
C. BRAKIDAKTILI
BAB 111
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINDAKTILI
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, Paliatif atau
Provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
penyakit tersebut dirasakan oleh klien, Regional (R) yaitu penyakit tersebut menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
ketidaknyamanan atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan penyakit tersebut.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit sindaktili.
3. Pengkajian
Pengumpulan data klien, baik subjektif ataupun objektif melalui anamnesis riwayat penyakit,
pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
a. Aktivitas : kelelahan umum
b. Integritas ego : perasaan gugup, perasaanterancam,cemas, takut, menolak, marah, gelisah,
menangis.
c. Pengkajian Fisik : Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang diantaranya amati
kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas, lakukan palpasi untuk
mengetahui adanya edema atau nyeri tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui
adanya pembengkakan. Skelet tubuh di kaji mengenai adanya deformitas tulang dam
kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat dijumpai.
Pemendekan ekstermitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis harus di catat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi biasanya menunjukkan adanya fraktur tulang. Bisa teraba krepitus ( suara
berderik ) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan
untuk mencegah cedera lebih lanjut ( Smeltzer, 2002)
4. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
2) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
3) Harga diri rendah berhubungan dengan kelainan kongingetal
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
3) Resiko tinggi terhad ap infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
5. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
Hasil Yang Diharapkan :
• Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam berhadapan dengan
mereka.
• Tampil santai, dapat beristirahat / tidur cukup.
• Melaporkan penurunan rasa takut dan cemas berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi :
a)Informasikan pasien / orang terdekat tentang peran advokat perawat intraoperasi.
R/ : Kembangkan rasa percaya / hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan control pada
lingkungan yang asing.
b) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan prosedur
pembedahan.
R/ : Rasa takut yang berlebihan atau terus menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang
berlebihan, resiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur / zat-zat anestesi.
c)Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.
R/ : Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien untuk menghadapinya
secara realistis, misalnya kesalahan identifikasi / operasi yang salah, kesalahan anggota tubuh
yang di operasi.penggambaran yang salah, dll.
d) Diskusikan penundaan / penangguhan pembedahan pembedahan dengan dokter,
anestesiologis, pasien dan keluarga sesuai kebutuhan.
R/ : Mungkin diperlukan jika rasa takut yang berlebihan tidak berkurang / teratasi.
2) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Hasil Yang Diharapkan :
• Mengutarakan pemahaman proses penyakit / proses pra operasi dan harapan pasca operasi.
• Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
• Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat pilihan terapi
berdasarkan informasi dan setuju untuk menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk
menjelaskan kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan pasien untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pra operasi individual : pembatasan dan prosedur pra
operasi / pasca operasi misalnya perubahan urinarius dan usus, pertimbangan diet, tingkat /
perubahan aktivitas, latihan pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan partisipasi dalam
perawatan pasca operasi
3) Harga diri rendah berhubungan dengan kelainan kongingetal
Hasil yang diharapkan :
· Mengungkapkan penerimaan diri
· Komunikasi terbuka
· Pemenuhan peran yang signifikan
· Keinginan untuk melawan orang lain
Intervensi :
a) Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri
b) Tentukan rasa percaya diri pasien dalam penilaian diri
c) Ajarkan keterampilan untuk bersukap positif melalui bermain peran, conroh peran,
diskusi, dan sebagainya
d) Berikan informasi tentang pentingnya konseling dan ketersediaan sumber-sumber di
komunitas
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Hasil Yang Diharapkan :
• Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
• Tampak santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
a) Kaji karakteristik, lokasi dan intensitas nyeri klien (skala 0-10).
R/ : Mengetahui tingkat rasa nyeri, berguna dalam pengawasan keefektifan obat.
b) Ajarkan teknik relaksasi seperti : imajinasi, musik yang lembut.
R/ : Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi
nyeri / rasa tidak nyaman.
c)Berikan posisi yang nyaman.
R/ : Posisi dapat membantu mengurangi nyeri.
d) Kolaborasi dengan medik pemberian analgetik.
R/ : Terapi analgetik dapat mengurangi nyeri.
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Hasil Yang Diharapkan :
• Mencapai penyembuhan luka.
• Mendemonstrasikan tingkah laku / teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah
komplikasi.
Intervensi :
a) Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah.
R/ : Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan.
b) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
R/ : Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka / berkembangnya
komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.
c) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
R/ : Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan, apabila
pengeluaran cairan terus menerus / adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya
komplikasi (misalnya perdarahan, infeksi).
d) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik
yang ketat.
R/ : Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang
dapat menyebabkan ekskoriasi (pengikisan kulit).
e) Gunakan teknik aseptik saat merawat luka / jahitan.
R/ : Mencegah infeksi dan mencegah transmisi infeksi bakterial pada luka jahitan.
f) Perhatikan intake nutrisi klien.
R/ : Penting untuk mempercepat penyembuhan luka.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Hasil Yang Diharapkan :
• Mengidentifikasikan factor-faktor resiko individu dan intervensi untuk mengurangi
potensial infeksi.
• Pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi :
a) Tetap pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur / kebijakan aseptik.
R/ : tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi.
b) Uji kesterilan semua peralatan.
R/ : Benda-benda yang dipaket mungkin tampak steril, meskipun demikian, setiap benda
harus secara teliti diperiksa kesterilannya, adanya kerusakan pada pemaketan, efek
lingkungan pada paket, dan teknik pengiriman.
c) Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada waktu terjadi.
R/ : Kontaminasi dengan lingkungan / kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril
menjadi tidak steril sehingga meningkatkan resiko infeksi.
d) Berikan antibiotik sesuai petunjuk.
R/ : Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau kontaminasi.
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Hasil Yang Diharapkan :
• Mengutarakan pemahaman proses penyakit / harapan pasca operasi.
• Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
• Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat pilihan terapi
berdasarkan informasi dan setuju untuk menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk
menjelaskan kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan pasien untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pasca operasi individual : pembatasan dan prosedur
pasca operasi misalnya perubahan urinarius dan usus, pertimbangan diet, tingkat / perubahan
aktivitas, latihan pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan partisipasi dalam
perawatan pasca operasi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POLIDAKTILI
1. Pengkajian
a. Anamnesis mengenai riwayat keluarga
b. Riwayat pranatal – postnatal
c. Pengkajian hasil laboratorium
d. Pemeriksaan status neurologis
e. Riwayat kelahiran serta berat badan lahir harus dilakukan dengan hati –hati.
f. Pemeriksaan fisik dilakukan keseluruh tubuh untuk menggali adanya kelainan
atau anomali lainnya dibagian tubuh lain. Pemeriksaan fisik dengan dilakukan
secara sistematik.
Berikut adalah pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu :
a. Catat dan dokumentasikan nomor jari tangan yang mengalami gangguan, keterlibatan
jaringan yang mengalami penambahan, penyatuan, panjang setiap jari, dan tampilan
dari kuku.
b. Pengambilan foto pada tangan terutama pada saat pertama kali kunjungan biasanya
sangat membantu diagnosis.
c. Lakukan pergerakan pasif untuk memeriksa adanya penambahan tulang dengan
penambahan jaringan lunak.
d. Periksa dengan mempalpasi adanya polidaktili yang tersembunyi.
e. Tingkat anomali dari struktur tendon dan neurovakular mencerminkan kompeksitas
dari polidaktili. Adanya kondisi polidaktili komplet atau kompleks biasanya melibatkan
bagian distal dari falang ( jari ).
f. Selalu melakukan pemeriksaan radiografi untuk membantu identifikasi anomali lainnya,
seperti bony synostosis, delta falang atau symphalangism.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan konsep diri (citra diri) b/d anomali kongenital / perubahan bentuk
tubuh (kaki/tangan)
2) Ansietas b/d rencana pembedahan.
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis,
dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai penyakit atau
pengobatan.
b. Pasca Operasi
1) Nyeri b/d luka pascaoperasi
2) Kerusakan integritas kulit b/d pembedahan
3) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan pembedahan
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis,
dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai penyakit atau
pengobatan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan konsep diri (citra diri) b/d anomali kongenital / perubahan
bentuk tubuh (kaki/tangan)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
menunjukkan harga diri dengan mengungkapkan penerimaan diri secara verbal.
Intervensi :
a) Dorong individu mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai
bagaimana individu merasakan, memikirkan atau memandang dirinya.
R/ : dapat membantu klien berfikiran positif terhadap dirinya sendiri
b) Dorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang
mendukung.
R/ : memberikan rasa percaya diri klien
c) Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan penambahan jari klien
R/ intervensi awal bisa mencegah distress psikologis pada klien
d) Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif
R/ mekanisme koping yang positif dapat membantu klien lebih percaya diri,
kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan dan mencegah terjadinya
kecemasan tambahan
e) Orientsikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan
f) Libatkan system pendukung dalam perawatan klien
R/ kehadiran system pendukung meningkatkan citra diri klien.
2) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
Tujuan : setelah klien diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam berhadapan
dengan mereka, tampil santai, dapat beristirahat / tidur cukup, dan melaporkan
penurunan rasa takut dan cemas berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi :
a) Informasikan pasien / orang terdekat tentang peran advokat perawat
intraoperasi.
R/ : Kembangkan rasapercaya / hubungan, turunkan rasa takut akan
kehilangan control pada lingkungan yang asing.
b) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya
penundaan prosedur pembedahan.
R/ : Rasa takut yang berlebihan atau terus menerus akan mengakibatkan reaksi
stress yang berlebihan, resiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap
prosedur / zat-zat anestesi.
c) Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.
R/ : Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien untuk
menghadapinya secara realistis, misalnya kesalahan identifikasi / operasi yang
salah, kesalahan anggota tubuh yang di operasi.penggambaran yang salah, dll.
d) Diskusikan penundaan / penangguhan pembedahan pembedahan dengan
dokter, anestesiologis, pasien dan keluarga sesuai kebutuhan.
R/ : Mungkin diperlukan jika rasa takut yang berlebihan tidak berkurang /
teratasi.
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengutarakan pemahaman proses penyakit / proses pra operasi dan harapan
pasca operasi, dapat melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan
alasan dari suatu tindakan, dan memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat
pilihan terapi berdasarkan informasi dan setuju untuk menikuti prosedur dan
adanya kesempatan untuk menjelaskan kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan pasien
untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pra operasi individual : pembatasan
dan prosedur pra operasi / pasca operasi misalnya perubahan urinarius dan
usus, pertimbangan diet, tingkat / perubahan aktivitas, latihan pernapasan dan
kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan partisipasi
dalam perawatan pasca operasi.
b. Pasca Operasi
1) Nyeri b/d luka pasca operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam, diharapkan
nyeri klien berkurang bahkan hilang
Intervensi :
a) Kaji karakteristik, lokasi dan intensitas nyeri klien (skala 0-10).
R/ : Mengetahui tingkat rasa nyeri, berguna dalam pengawasan keefektifan
obat.
b) Ajarkan teknik relaksasi seperti : imajinasi, musik yang lembut.
R/ : Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien
untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman.
c) Berikan posisi yang nyaman.
R/ : Posisi dapat membantu mengurangi nyeri.
d) Kolaborasi dengan medik pemberian analgetik.
R/ : Terapi analgetik dapat mengurangi nyeri
2) Kerusakan integritas kulit b/d tindakan pembedahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam, diharapkan
klien menunjukkan penyembuhan jaringan progresif.
Intervensi :
a) Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah.
R/ : Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan.
b) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
R/ : Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka /
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang
lebih serius.
c) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
R/ : Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses
penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus menerus / adanya eksudat yang
bau menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya perdarahan, infeksi).
d) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan
teknik aseptik yang ketat.
R/ : Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi (pengikisan kulit).
e) Gunakan teknik aseptik saat merawat luka
R/ : Mencegah infeksi dan mencegah transmisi infeksi bakterial pada luka
f) Perhatikan intake nutrisi klien.
R/ : Penting untuk mempercepat penyembuhan luka.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Tujuan :setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengidentifikasikan factor-faktor resiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi, dan dapat mempertahankan lingkungan aseptik
yang aman.
Intervensi :
a) Tetap pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur / kebijakan
aseptik.
R/ : tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi.
b) Uji kesterilan semua peralatan.
R/ : Benda-benda yang dipaket mungkin tampak steril, meskipun demikian,
setiap benda harus secara teliti diperiksa kesterilannya, adanya kerusakan pada
pemaketan, efek lingkungan pada paket, dan teknik pengiriman.
c) Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada
waktu terjadi.
R/ : Kontaminasi dengan lingkungan / kontak personal akan menyebabkan
daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga meningkatkan resiko infeksi.
d) Berikan antibiotik sesuai petunjuk.
R/ : Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau
kontaminasi.
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai penyakit atau pengobatan.
Tujuan :setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat mengutarakan
pemahaman proses penyakit / harapan pasca operasi, melakukan prosedur yang dilakukan
dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat pilihan terapi
berdasarkan informasi dan setuju untuk menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk
menjelaskan kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan pasien untuk
belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pasca operasi individual : pembatasan dan
prosedur pasca operasi misalnya perubahan urinarius dan usus, pertimbangan diet,
tingkat / perubahan aktivitas, latihan pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa
sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan partisipasi dalam
perawatan pasca operasi.
BAB 1V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Sindaktili merupakan kelainan jari berupa pelekatan dua jari atau lebih sehingga telapak tangan
menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau angsa (webbed fingers). Sindaktili merupakan kelainan
bawaan yang paling sering ditemukan pada jari-jari tangan, jari-jari tidak terpisah, dan bersatu dengan
yang lain.
Polidaktili merupakan suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P,
sehingga penderita akan mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya dan
atau pada kakinya
4.2 SARAN
Saran yang dapat disampaikan dalam penulis ini adalah sebagai berikut :
· Para pembaca dapat menggunakan makalah ini untuk menambah wawasan
mengenai “kelainan jari ( sindaktili,polidaktili,brakidaktili)”
· Penulis menyarankan kepada para pembaca agar dapat membahas lebih lanjut
mengenai “kelainan jari ( sindaktili,polidaktili,brakidaktili)”
DAFTAR PUSTAKA