Upload
murtiretno
View
162
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan
substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif
mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya
kesetaraan.
Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, hirarki sosial, dan
berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan.
Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan
kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur
mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat
antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India,
Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan).
Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung
elemen dasar serba manusia, manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan
Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman,
berdasarkan apa yang diatur oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya
pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna keragaman dalam ilmu sosial budaya dasar ?
2. Apa makna kesetaraan dalam ilmu sosial budaya dasar ?
3. Apa saja yang menjadi unsur-usur keragaman dalam masyarakat ?
4. Apa pengaruh keragaman terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara,
dan kehidupan global ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui makna keragaman dalam ilmu social budaya dasar.
2. Untuk mengetahui makna kesetaraan dalam ilmu social budaya dasar.
3. Untuk mengetahui unsur-usur keragaman dalam masyarakat
4. Untuk mengetahui pengaruh keragaman terhadap kehidupan beragama,
bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan global
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MAKNA KERAGAMAN
Keragaman berasal dari kata ragam. Dalam kamus besar bahasa indonesia ragam
berarti(1) sikap, tingkah laku, cara; (2) macam, jenis; (3) musik, lagu, langgam; (4) warna,
corak ; (5) laras ( tata bahasa ), keragaman menunjukan adanya banyak macam. Sedangkan
keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan
dalam berbagai bidang terutama suku bangsa, ras, agama, ideologi, dan budaya. Kergaman
dalam masyarakat adalah sebuah keadaan yang menunjukkan perbedaan yang cukup banyak
macam atau jenis dalam masyarakat.
Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan
kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang (Azyumardi Azra,
2003)Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai
fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor
penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi
pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Keragaman adalah kondisi dimana di dalamnya terdapat berbagai perbedaan baik ras,
agama, dan keyakinan, sedangkan kesederajatan adalah sama tingkatan (pangkat,
kedudukan), dimana adanya perbedaan tetap berada pada satu tingkatan atau kedudukan yang
sama. Keragaman adalah perbedaan yang indah, sehingga dalam keragaman kita harus
berpikir keindahan yang sangat unik. Karena jika kita tidak melihat suatu perbedaan kita
tidak akan melihat suatu keindahan karena tidak ada perbandingan. Namun, banyak individu
melihat perbedaan atau keragaman yang berada disekitar mereka adalah sesuatu yang salah.
3
Seharusnya mereka dapat berpikir bagaimana kita dapat menilai sesuatu jika kita
tidak dapat membandingkan sesuatu. Kita akan mengerti sesuatu itu indah, itu baik, itu bagus
ketika kita sudah menemukan sesuatu pembanding untuk membandingkan sesuatu yang kita
nilai, dan itulah hakikat dari keragaman dan perbedaan.
2.2 MAKNA KESETARAAN
Kesetaraan adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada
manusia tetap memiliki suatu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki. Kesetaraan
adalah persamaan harkat, nilai harga taraf, yang membedakan makhluk yang satu dengan
yang lainnya. Sedangkan kesetaraan dalam masyarakat adalah suatu keadaan yang
menunjukkan adanya pemeliharan kerukunan, perdamaian, dan saling menjaga harkat dan
martabatnya. Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman
identitas yang disandang.
Kesetaraan merupakan hal yang dimiliki manusia sejak lahir. Kesetaran manusia
bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkatan atau kedudukan yang
sama. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak
dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan dalam derajat
kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial,
terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil
mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata.
Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan
meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal
rasial, suku bangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.
4
2.3 UNSUR-UNSUR KERAGAMAN DALAM MASYARAKAT
1. Suku Bangsa dan Ras
Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke
sangatlah beragam. Dari keragaman tersebut ada perbedaan ras dari ciri-ciri biologis lahiriah
yang sama seperti rambut, warna kulit, ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain
sebagainya. Suku bangsa yang ada di Indoseia lebih dari 300 suku bangsa. Sedangkan ras
yang ada di Indonesia antara lain ras mongoloid yang terdapat di bagian barat Indonesia dan
ras austroloid yang terdapat di sebelah timur Indonesia. Jumlah manusia akan terus
berkembang hingga menjadi banyak suku dan bangsa yang berbeda-beda. Manusia tidak bisa
memilih agar dilahirkan di suku atau bangsa tertentu. Karenanya, manusia tidak pantas
membanggakan dirinya atau melecehkan orang lain karena faktor suku atau bangsa.
2. Agama dan Keyakinan
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan
yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan
gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.
Dalam kenyataannya fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah:
a. Berfungsi edukatif, yaitu ajaran agama secara hukum berfungsi menyuruh dan
melarang.
b. Berfungsi sebagai perdamaian.
c. Berfungsi sebagai sosial control.
d. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.
Di Indonesia, agama merupakan unsur yang sangat penting dan sudah ada beberapa agama
yang telah diakui, hal itu merupakan bukti adanya keragaman dalam hal agama atau
kepercayaan. Adapun terhadap keragaman manusia dalam hal kepercayaan, sikap, dan
5
perilakunya, manusia tidak dipandang sederajat. Ada yang mulia dan ada yang hina,
bergantung pada kadar ketakwaannya.
3. Ideologi dan Politik
Ideologi adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat
terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan
kepercayaan yang fundamental. Sedangkan politik bermakna usaha dalam menegakkan
keteriban sosial. Fungsi ideologi adalah untuk memperkuat landasan moral dalam suatu
tindakan. Adanya banyak partai di Indonesia merupakan bukti keragaman dalam hal ideologi
dan politik. Meskipun pada keyataanya Indonesia hanya mengakui pancasila sebagai satu-
satunya ideologi.
4. Adat dan Kesopanan (Tatakrama)
Tatakrama yang dianggap arti bahasa jawa yang berarti “adat sopan santun, basa
basi”, pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap
sesuai kaidah atau norma tertentu. Tatakrama di bentuk dan dikembangkan oleh masyarakat
itu sendiri dan diharapkan akan terjadi interaksi sosial yang tertib dan efektif di dalam
masyarakat itu sendiri.
5. Kesenjangan Ekonomi dan Sosial
Indonesia merupakan negara berkembang dimana masalah perekonomian
diperhatikan agar dapat meningkat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial. Dalam hal ini terlihat jelas
bahwa terdapat penggolongan orang berdasarkan kasta.
6
2.4 PENGARUH KERAGAMAN TERHADAP KEHIDUPAN BERAGAMA,
BERMASYARAKAT, BERNEGARA, DAN KEHIDUPAN GLOBAL
Indonesia adalah negara dengan struktur masyarakat yang majemuk dan memiliki
banyak keragaman dalam banyak hal. Keragaman tersebut dapat mempengaruhi kehidupan
kita. Banyak pengaruh yang timbul karena adanya keragaman, diantaranya adalah :
1) Didalam kelompok-kelompok sering kali terjadi segmentasi karena memiliki
kebudayaan yang berbeda.
2) Struktur sosial terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non
komplemeter.
3) Kurang adanya pengembangan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang
nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
4) Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya, karena adanya perbedaan.
5) Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan
didalam bidang ekonomi.
6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Selain pengaruh diatas, jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan,
besar kemungkinan tercipta masalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan
bangsa seperti :
1) Terjadinya disharmonisasi, dimana tidak ada penyesuaian atas keragaman antara
manusia dengan dunia lingkungannya.
2) Terjadi diskriminatif terhadap suatu kelompok masyarakat tertentu yang akan
memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang
merugikan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
7
3) Terjadi eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat
bermacam-macam, antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras/sukunya
kelompoknya lebih tinggi dari ras/suku/kelompok lain, menganggap kelompok
lain derajatnya lebih rendah dari pada kelompoknya sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan
oleh pengaruh negative dari keragaman, yaitu :
1) Semangat Religius
Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan kepada umatnya, semua agama
mengajarkan nilai - nilai yang menghargai sesama manusia, alam, dan lingkungan
serta kebesaran tuhan sang pencipta.
2) Semangat Nasionalisme
Mengadakan program-program pendidikan yang mencakup ideologi
multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan.
3) Semangat Pluralisme
Menanamkan jiwa anti diskriminasi dalam masyarakat.
4) Semangat Humanisme
Menumbuhkan rasa cinta tanah air, toleransi, dan solidaritas antar sesama.
5) Dialog antar umat beragama
Membangus suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan
antar beragama, media masa, dan harmonisasi dunia.
8
2.5 MASYARAKAT MULTIKULTURAL DAN MASALAH SILANG BUDAYA
Masyarakat indonesia dan kompleks kebudayaannya masing-masing plural (jamak)
dan heterogen (anekaragam). Pluralitas sebagai kontradiksi dari singularitas mengindikasikan
adanya suatu situasi yang terdiri dari kejamakan, yaitu dijumpainya berbagai sub kelompok
masyarakat yang tidak bisa di satu kelompokkan satu dengan yang lainnya, demikian pula
dengan kebudayaan mereka, sementara heterogenitas merupakan kontraposisi dari
homogenitas mengindikasi suatu kualitas dari keadaan yang menyimpan ketidak samaan
dalam unsur-unsurnya.
Hambatan-hambatan yang potensial dimiliki oleh suatu masyarakat yang plural dan
heterogen juga dapat ditentukan dalam banyak aspek lainnya yaitu struktur sosial yang
berbeda akan menghasilkan pola dan proses pembuatan keputusan sosial yang berbeda,
pluralitas dan heterogentitas seperti diuraikan di atas juga tanpa memperoleh tantangan yang
sama kerasnya dengan tantangan terhadap upaya untuk mempersatukannya melalui konsep
negara kesatuan yang mengimplikasikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dilakukan
secara sentralistik.
Masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri dari berbagai budaya karena adanya
berbagai kegiatan dan pranata khusus dimana setiap kultur merupakan sumber nilai yang
memungkinkan terpeliharanya kondisi kemapanan dalam kehidupan masyarakatta
pendukungnya, setiap masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers) cenderung
menjadikan kebudayaannya sebagai kerangka acuan bagi perikehidupannya yang sekaligus
untuk mengukuhkan jati diri sebagai kebersamaan yang berciri khas.
Sehingga perbedaan antar kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan
dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam
tatanan sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak jaman nenek moyang, kebhinekaan
budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai merupakan kekayaan yang tak ternilai
9
dalam khasanah budaya nasional karena diunggulkannya suatu nilai oleh seseorang atau
sekelompok masyarakat.
Bukan berarti tidak dihiraukannya nilai-nilai lainnya melainkan kurang dijadikannya
sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku dibandingkan dengan nilai yang
diunggulkannya. Sehingga permasalahan multikultural justru merupakan suatu keindahan bila
indentitas masing-masing budaya dapat bermakna dan diagungkan oleh masyarakat
pendukungnya serta dapat dihormati oleh kelompok masyarakat yang lain bukan untuk
kebanggan dan sifat egoisme kelompok.
Apalagi bila diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu misalnya
digunakanya simbol-simbol budaya jawa yang “salah kaprah” untuk membengun struktur dan
budaya politik yang sentralistik. Masalah yang biasanya dihadapi oleh masyarakat majemuk
adalah adanya persentuhan dan saling hubungan antara kebudayaan suku bangsa dengan
kebudayaan umum lokal, dan dengan kebudayaan nasional. Diantara hubungan-hubungan ini
yang paling kritis adalah hubungan antara kebudayaan suku bangsa dan umum.
Pemaksaan untuk merubah tata nilai atau upaya penyeragaman budaya seringkali
dapat memperkuat penolakan dari budaya-budaya daerah, atau yang lebih parah bila upaya
mempertahankan tersebut, justru disertai dengan semakin menguatnya Etnosentrime
Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri
adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan
standar kelmpok sendiri. Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam
mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain
dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat
dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap
kelompok etnis dan bangsa yang lain.
10
Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal dari kelompok
masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan, pengalaman,
maupun komunikasi sehingga sangat mudah terprofokasi. Perlu pula dipahami bahwa
sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada berbagai keterbatasan tersebut.
Dalam masyarakat selalu bekerja dua macam kekuatan yaitu kekuatan yang ingin menerima
perubahan dan kekuatan yang menolak adanya perubahan.
Meskipun selalu terdapat dua kekuatan, namun sejarah memperlihatkan bahwa kaum
konserfatif cepat atau lambat akan terdesak untuk memberi tempat pada adanya perobahan.
Proses itu seringkali tidak berjalan secara linier tetapi berjalan maju mundur. Konflik antara
kaum progresif dengan kaum konserfative maupun konflik diantara kaum progresif itu
sendiri. Dalam “masyarakat yang sudah selesai” konflik itu sudah ditempatkan dalam suatu
mekanisme yang biasanya merupakan tatanan sosial politik yang sudah dirasionalisasikan
sehingga konflik itu didorong untuk diselesaikan secara argumentatif.
Sebaliknya pada masyarakat berkembang (masyarakat yang belum selesai) konflik itu
biasanya berlangsung “secara liar” karena para pelakunya masih sama-sama mencari
mekanisme untuk menyelesaikan/ mengatasi perbedaan-perbedaan di antara mereka secara
rasional, susahnya dalam bersama-sama mencari mekanisme itu masing-masing kekutan
progresif itu juga berusaha untuk mencari kekuatan yang dominan, untuk mencari dan
menentukan bentuk mekanisme penyelesaian, kadang-kadang bentuk mekanisme itu bisa
diusahakan serasional mungkin tetapi bisa saja terjadi bahwa usaha-usaha itu dipadu dengan
pemaksaan fisik.
Dengan pemahaman pada fenomena tersebut landasan sosial budaya masyarakat
Indonesia yang bercorak pada masyarakat majemuk (plural society) perlu memperoleh
perhatian dan dikaji kembali, karena ideology masyarakat majemuk lebih menekankan pada
keanekaragaman suku bangsa akan sangat sulit untuk diwujudkan dalam masarakat yang
11
demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan proses-proses
demokratisasi, ideology harus digeser menjadi ideology keanekaragaman budaya atau multi
kulturalisme, Kemajeukan masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa maka
yang nampak mencolok dalam kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekakanan pada
pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan
digunakannya kesukubangsaan tersebut sebagai acuan utama bagi jati diri individu.
Ada sentimen-sentimen kesukubangsaan yang memiliki potensi pemecah belah dan
penghancuran sesama bangsa Indonesia karena masyarakat majemuk menghasilkan batas-
batas suku bangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka yang menghasilkan
penjenjangan sosial, secara primordial dan subyektif. Konflik-konflik yang terjadi antar etnik
dan antar agama yang terjadi sering kali berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik
asli setempat dengan pendatang, konflik – konflik itu terjadi karena adanya pengaktifan
secara berlebihan jati diri etnik untuk solidaritas dalam memperebutkan sumber daya yang
ada.
2.6 MASALAH KESETARAAN GENDER
Masalah kesetaraan gender di Indonesia merupakan sendi utama proses
demokrastisasi karena menjamin terbukanya akses dan peluang bagi seluruh elemen
masyarakat. Tidak tercapainya cita-cita demokrasi seringkali dipicu oleh perlakuan yang
diskriminatif dari mereka yang dominan baik secara struktural maupun secara kultural.
Perlakuan diskriminatif ini merupakan konsekuensi logis dari suatu pandangan yang bias dan
posisi asimetris dalam relasi sosial. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan tersebut
dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang
termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih
terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap
12
tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif meski tidak menutup kemungkinan laki-laki juga dapat mengalaminya.
Gender merupakan konstruksi sosial terhadap perbedaan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang menghasilkan atribut, posisi, peran dan kategori sosial tertentu. Konstruksi
sosial tersebut dibutuhkan sebagai bagain dari mekanisme survival suatu masyarakat. Oleh
sebab itu, konstruksi gender bersifat kontektual dan relative sesuai dengan ruang dan waktu
tertentu. Gender menjadi persoalan sosial ketika terjadi perubahan dalam masyarakat
disebabkan oleh pergeseran techno-environment pada tingkat makro namun tidak disertai
dengan perubahan pola relasi dan posisi sosial sehingga membawa kerugian bagi mereka
yang berada pada posisi yang subordinatif. Pembakuan peran dalam suatu masyarakat
merupakan kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh menyangkut
persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan
dampak negatifnya, budaya patriarkhi dianggap sebagai akar persoalan.
Gender sebagaimana kategori sosial yang lain seperti ras, etnis, agama dan klas, dapat
mempengaruhi kehidupan seseorang termasuk partisipasi mereka dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu masyarakat dengan nilai patriarkhi yang kental
dapat menghalangi kaum perempuan untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan dan
kemajuan peradaban manusia. Kesetaraan dalam konteks ini adalah kesetaraan akses pada
bidang hukum, kesempatan, termasuk kesetaraan upah kerja, kesetaraan dalam
pengembangan sumberdaya manusia dan sumber-sumber produktif lainnya.
Kemerdekaan Indonesia merupakan jaminan bagi terjadinya proses demokratisasi
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat persamaan hak bagi
seluruh rakyat Indonesia baik laki-laki dan perempuan. Namun demikian, persamaan hak
berbasis gender ini seringkali terhalang oleh berbagai kepentingan di mana subordinasi
perempuan memberikan manfaat secara politik maupun kultural.
13
Masalah-masalah ketimpangan gender yang masih lazim terjadi di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Ketimpangan jenjang pendidikan
Ketimpangan jenjang pendidikan merupakan hak bagi setiap manusia baik laki-laki
dan perempuan. Namun dalam prakteknya, partisipasi perempuan dalam pendidikan
makin menurun pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anak-anak perempuan
merupakan pihak yang paling rentan terhadap kecenderungan putus sekolah apabila
keuangan keluarga tidak mencukupi. Hal tersebut disebabkan oleh suatu pandangan
kultural yang mengutamakan anak laki-laki baik sebagai penerus keluarga maupun
sebagai mencari nafkah utama. Pandangan tersebut sangat merugikan perempuan
dalam tingkat ekonomi menengah ke bawah di mana mereka juga harus memberikan
kontribusi ekonomi keluarga. Akses pendidikan yang rendah sangat berpengarruh
pada akses terhadap sumber-sumber produksi di mana mereka lebih banyak
terkonsentrasi pada pekerjaan informal yang berupah rendah.
2. Kesenjangan akses sumber daya produktif
Kesenjangan akses sumber daya produktif dapat mengakibatkan ketidaksetaraan akses
terhadap sumber daya produktif (productive resources) informasi dan permodalan,
termasuk pemilikan tanah. Di daerah pedesaan kepemilikan tanah perempuan lebih
rendah dari kaum laki-laki. Banyak perempuan yang tidak memiliki akses permodalan
yang sama dengan laki-laki sehingga berpengaruh terhadap kontribusinya terhadap
ketahanan keluarga. Di tempat kerja, posisi perempuan cenderung lebih rendah secara
managerial dan struktural. Bias gender tentang kepemimpinan mengakibatkan
rendahnya peluang perempuan untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
14
Perbedaan pembagian kerja produksi dan reproduksi antara laki-laki dan perempuan
turut serta mempertajam kesenjangan struktural. Pada umumnya, pekerjaan
reproduksi seperti pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak-anak yang secara
kultural diserahkan pada perempuan tidak diberi nilai setara dengan pekerjaan
produksi dalam kebijakan kerja. Peran ganda (produksi dan reproduksi) yang harus
dilakukan oleh kaum perempuan membuat mereka tidak dapat berkompetisi secara
objektif dalam mencapai jenjang promosi dan kepangkatan serta pendidikan lanjutan
yang sama. Pada level yang lebih rendah, terbatasnya akses perempuan di bidang
ekonomi juga menurunkan daya tahan dan daya tawar perempuan dalam rumah
tangga.
3. Ketidaksetaraan Partisipasi Politik
Ketidaksetaraan perempuan dan laki-laki di bidang pendidikan dan akses terhadap
sumber daya produktif juga mempengaruhi partisipasi politik. Pola relasi patriarkhis
priyayi Jawa dan konsep `pencari nafkah utama` (breadwinner) kolonial diadopsi
untuk menciptakan ketergantungan ekonomi dan politik perempuan terhadap laki-laki.
Manfaat politik dari pembakuan peran ini merupakan kombinasi antara konsep
kontrol patriarkhi dan modal ekonomis (economic captial) kapitalisme. Secara
sederhana dapat diasumsikan bahwa mereka yang mengendalikan ekonomi adalah
yang mengendalikan kekuasaan. Pada struktur yang lebih makro, negara dengan
kemampuan ekonomi besar dan mengendalikan politik global dan pada tingkat yang
lebih mikro, termasuk dalam pola relasi keluarga mereka yang memiliki akses
terhadap `cash economy’ (gaji) adalah penentu orientasi politik keluarga. Interpretasi
keagamaan konservatif turut serta menguatkan pola ketergantungan ini dengan
menjadikan aspek ‘nafkah’ yang bersifat mendukung fungsi reproduksi perempuan
15
menjadi fungsi ketergantungan submisif perempuan terhadap superioritas laki-laki di
dalam rumah dan, juga, di luar rumah.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari pembahasan mengenai Manusia,
Keragaman, dan Kesetaraan adalah sebagai berikut.
1. Keragaman adalah kondisi dimana di dalamnya terdapat berbagai perbedaan baik ras,
agama, dan keyakinan, sedangkan kesederajatan adalah sama tingkatan (pangkat,
kedudukan), dimana adanya perbedaan tetap berada pada satu tingkatan atau kedudukan
yang sama.
2. Kesetaraan adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada
manusia tetap memiliki suatu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
Kesetaraan adalah persamaan harkat, nilai harga taraf, yang membedakan makhluk yang
satu dengan yang lainnya. Sedangkan kesetaraan dalam masyarakat adalah suatu
keadaanyang m menunjukkan adanya pemeliharan kerukunan, perdamaian, dan saling
menjaga harkat dan martabatnya.
3. Indonesia adalah negara dengan struktur masyarakat yang majemuk dan memiliki banyak
keragaman dalam banyak hal. Keragaman tersebut dapat berpengaruh terhadap kehidupan
beragama, bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan global.
4. Kita akan bisa secara optimal memanfaatkan sumber daya manusia yang dalam hal
jumlah sangatlah potensial yang secara setara bisa ikut berpartispasi untuk mencapai
tujuan bangsa yaitu setara dalam kesempatan memperoleh pendidikan yang memadai,
setara dalam memperoleh pendapatan sesuai dengan kemampuan masing-masing, dan
setara dalam berpartisipasi dalam menentukan masa depan bangsa dalam tata sistem
demokrasi yang membagi kekuasan menjadi tigakekuasaan yang setara satu sama yang
17
lain - konsep trias politika - yaitu kekuasan legislatif, eksekutif dan yudikatif yang
mempunyai kekuatan yang setara untuk menjalankan fungsi saling mengingatkan (check
and balance).
5. Kita akan bisa memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah dengan secara optimal,
dengan adanya sumber daya manusia yang setara untuk kepentingan pembangunan
Indonesia. Konsep 'trias politika' juga akan mengikutsertakan rakyat dalam kebijaksanan
negara dalam memanfaatkan sumber daya alam secara optimal untuk kesejahteraan rakyat
besama.
6. Penghargaan terhadap kesetaraan manusia juga berarti suatu penghargaan tergadap HAM
maupun nilai nilai 'humanisme universal' yang akan menempatkanIndonesia dalam
deretan bangsa - bangsa yang lebih terhormat dalam masyarak antar bangsa.
7. Secara nyata suatu realisasi dari filsafat dasar Pancasila secara keseluruhan dan
penghargaan nilai keagamaan yang pada hakekatnya sangat menghargai kesetaraan
manusia.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Yudi. Ilmu Sosial Budaya Dasar (http://yudihartono.wordpress.com/)
Herimanto, Drs. M.Pd Msi ‐ Winarno S.Pd Msi. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Husodo, siwono yudo. 2009. Pancasila dan Keberlanjutan NKRI
(http://www.liveconector.com/)
Mulyana, Agung. 2006. Memahami Masyarakat Multikultural. Suara Karya.
Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia (http://maharsi-rujio.blogspot.com)
Supartono W, Drs. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Timoera, Dwi Afrimetty. 2011. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: UPT MKU Universitas
Negeri Jakarta
Wahyudi, M Zaid. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel Islam
(http://ajaranislam.com/)
Yunanto, Ignatius. 2008. Martikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa Indonesia
(http://joenanto.multyply.com/)
19