26

Click here to load reader

TUGAS SOSIAL BUDAYA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN INDRAMAYU

Citation preview

Page 1: TUGAS SOSIAL BUDAYA

TUGAS MAKALAH

PENGARUH MASUKNYA AGAMA ISLAM TERHADAP

PERKEMBANGAN KEBIASAAN, ADAT DAN BUDAYA NELAYAN

TRADISIONAL DI PESISIR UTARA JAWA (INDRAMAYU)

Page 2: TUGAS SOSIAL BUDAYA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan tradisonal hidup, tumbuh, dan

berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial

masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan tradisional merupakan bagian

dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di

kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan.

Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya

bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya sumberdaya

perairan lainnya, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya

identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007). Baik

nelayan, petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan kelompok-

kelompok sosial yang langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber daya

pesisir dan kelautan.

Daerah pesisir sangat dinamis dan memiliki keanekaragaman kebiasaan, adat dan

budaya, dalam masyarakat nelayan tradisional. Keanekaragaman ini terjadi karena

perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh nelayan tradisional. Cunha (1997)

mengatakan bahwa kelahiran pengetahuan tradisional nelayan banyak didasari

karakteristik konteks fisik lautan yang mengelilinginya. Pengetahuan ini

diproduksi secara kultural dan diakumulasi melalui pengalaman dan terus menerus

dievalusi dan diciptakan kembali berdasarkan fitur lingkungan laut yang bergerak

dan unpredictable (Baidawi, 2009:1).

Realitas keyakinan masyakarat nelayan bergantung kepada laut, misalnya,

kepercayaan tentang adanya kekuatan luar biasa pada laut yang tidak bisa lepas

dari kehidupan masyarakat nelayan di negeri ini. Praktik keanekaragaman tertentu

yang erat kaitannya dengan masyarakat nelayan terjadi hampir di setiap

masyarakat.

Halaman : 1

Page 3: TUGAS SOSIAL BUDAYA

Di Indramayu, praktik kebiasaan, adat dan budaya seperti itu juga terjadi. Namun,

sejak berlangsungnya proses penyebaran dan pelembagaan Islam, sebagian besar

masyarakat nelayan memeluk Islam. Dalam sejarah tercatat para wali

menyebarkan Islam menggunakan berbagai instrumen kesenian sehingga yang

lahir kemudian adalah agama Islam yang tercampur dengan tradisi lokal.

Contohnya, Sunan Gunung Djati yang menyebarkan Islam melalui media

kesenian masyarakat setempat. Hal ini menyebabkan terjadinya proses tarik

menarik antara budaya lokal dan budaya luar. Tak jarang, proses ini menghasilkan

dinamika budaya masyarakat setempat. Sehingga di dalam kehidupan masyarakat

pesisir terdapat praktik-praktik sinkretisme dan atau akulturasi budaya, seperti

menjalankan ritual di dalam ajaran Islam, namun masih tetap mempercayai

berbagai keyakinan lokal yang biasanya bertentangan dan dilarang dalam ajaran

agama Islam.

Ritual-ritual tradisi setempat itu diwariskan turun temurun dari leluhur, seperti

pesta laut atau Nadran, membakar kemenyan sebelum melaut, menggunakan

jimat-jimat untuk kesaktian dan sebagainya merupakan beberapa tradisi lokal

yang diyakini oleh para nelayan mampu menambah berkah. Mereka percaya

bahwa ada kekuatan gaib yang, tidak mampu mereka visualisasikan, tapi mereka

meyakininya dalam hati. Untuk itu dalam tulisan ini ingin mengetahui komitmen

beragama masyarakat nelayan yang berada di antara persinggungan agama Islam

dan kebudayaan setempat, serta menelisik lebih jauh tentang respon mereka

terhadap perubahan sosial

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui :

1. Bagaimana pengaruh ajaran Islam terhadap kebiasaan, adat dan budaya yang

dimiliki masyarakat nelayan di pesisir , khususnya di daerah Indramayu.

2. Bagaimanakah Nelayan Tradisional di Indramayu menyikapi perubahan

sosial? Apakah mempengaruhi komitmen religius mereka atau tidak?

Halaman : 2

Page 4: TUGAS SOSIAL BUDAYA

C. Ruang Lingkup Masalah

Makalah mengenai kebiasaan, adat dan budaya masyarakat pesisir ini difokuskan

kepada masyarakat nelayan tradisional di Indramayu.

.

D. Tujuan dan Manfaat

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Mengetahui pengaruh ajaran Islam terhadap kebiasaan, adat dan budaya yang

dimiliki masyarakat nelayan di pesisir , khususnya di daerah Indramayu.

2. Mengungkap sikap kaum nelayan dalam menjalankan ritual agamanya di

tengah arus perubahan masyarakat

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pengetahuan pengaruh ajaran Islam terhadap kebiasaan, adat dan

budaya yang dimiliki masyarakat nelayan di pesisir , khususnya di daerah

Indramayu

2. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan potensi sumber

daya masyarakat pesisir, khususnya hubungan antara komitmen agama dan

etos kerja.

3. Memberikan pemahaman alternatif tentang hakikat dan dinamika Islam dalam

masyarakat pesisir Indramayu.

Halaman : 3

Page 5: TUGAS SOSIAL BUDAYA

BAB II

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDRAMAYU

DAN PENGARUHNYA TERHADAP TRADISI NELAYAN

A. Penyebaran dan Kelembagaan

Berdasarkan catatan sejarah Islam masuk ke Indramayu baru sekitar abad ke-15.

Penyebaran Islam di Indramayu tidak lepas dari jasa Pangeran Cakra Buana atau

Walangsungsang atau Mbah Kuwu Sangkan dari Cirebon. Selanjutnya,

penyebaran Islam diteruskan oleh Sunan Gunung Djati, keponakan Pangeran

Cakra Buana.

Sejarah penyebaran Indramayu memang tak lepas dari sejarah penyebaran Islam

di Cirebon. Dalam menjalankan pemerintahannya, Sunan Gunung Djati

menggunakan sistem desentralisasi. Adapun pola kekuasaan Kerajaan Islam

Cirebon menggunakan pola Kerajaan Pesisir, di mana pelabuhan mempunyai

peranan yang sangat penting dengan dukungan wilayah pedalaman menjadi

penunjang yang vital. Program-program yang dijalankan dalam memipin

pemerintahan di Cirebon, menurut Sunarjo (1983) adalah intensitas

pengembangan agama Islam ke segenap penjuru Tatar Sunda, termasuk ke

Indramayu.

Menyadari posisi Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam, pusat

kekuasaan politik, serta pusat perekonomian yang sangat strategis, maka Sunan

Gunung Djati mempercepat pengembangan kota tersebut. Untuk hal itu, maka ia

menjalin hubungan dengan Kerajaan Islam Pesisir Utara Jawa yaitu Kerajaan

Islam Demak. Dalam berdakwah, Sunan Gunung Djati berkomunikasi dengan

budaya lokal setempat. Ia menggunakan media kesenian, seperti wayang, rudat,

berokan, dan barang. Penyebaran Islam juga dilakukan pada abad ke-19 ketika

sebagian anak-anak Indramayu dimasukkan ke pesantren di Buntet, Kempek,

Cirebon. Hal demikian juga terjadi pada masyarakat pesisir Indramayu. Islam

Halaman : 4

Page 6: TUGAS SOSIAL BUDAYA

datang melalui wali sanga dan para santri dari Pesantren Kempek Cirebon. Dari

sinilah pergumulan antara tradisi Islam dan tradisi lokal bermula.

B. Komitmen Religius Masyarakat Nelayan Indramayu

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, kehidupan para nelayan di

Indramayu masih berpegang teguh pada tradisi lokal. Kegiatan keagamaan ( di

Mesjid ) , aktivitas kebiasaan, adat dan budaya masyarakat nelayan dinilai kurang.

Pasalnya, para nelayan lebih banyak menghabiskan aktivitasnya di laut. Selama

satu atau dua bulan mereka melaut secara berkelompok bersama sebagian anggota

keluarga atau kawan-kawannya. Berdasarkan pengalaman berinteraksinya dengan

nelayan dapat dikatakan bahwa komitmen agama Islam pada masyarakat nelayan

belum begitu kuat. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi shalatnya, seberapa sering

ia shalat di mesjid, mengaji, dan membantu aktivitas-aktivitas keagamaan lainnya.

Namun, beberapa sudah ada yang rajin melakukan ritual Islam dan

menyekolahkan anak-anaknya di sekolah madrasah. Namun kebanyakan jama’ah

yang shalat Jum’at di mesjid adalah kalangan petani dan sedikit nelayan yang

rajin datang. Beberapa nelayan melakukan shalat lima waktu di atas perahu.

Sebagian ada yang ke mesjid namun belum bisa merepresentasikan tingginya

ketaatan para nelayan terhadap ajaran Islam. Sebaliknya, dalam soal keyakinan,

para nelayan di daerah Limbangan lebih mempercayai kekuatan alam, yaitu

kekuatan laut. Kebiasaan, adat dan budaya masyarakat nelayan lebih tepat disebut

sebagai keyakinan spiritual.

Upacara sedekah laut atau yang biasa disebut Nadran menunjukkan bahwa para

nelayan meyakini akan adanya kekuatan supranatural yang tidak bisa

divisualisasikan, tetapi hanya bisa dirasa. Artinya, kalau mereka tidak

menjalankan pesta laut maka mereka yakin akan banyak perahu yang terbalik

serta kecelakaan di laut lainnya.

Halaman : 5

Page 7: TUGAS SOSIAL BUDAYA

Sementara itu, dalam soal ketaatan menjalankan ibadah Islam, sebagian besar

nelayan shalat hanya sesempatnya saja karena mereka melaut. Namun

menariknya, jika kapal diterpa angin badai, tak jarang salah mereka (nelayan)

mengumandangkan azan di atas kapal. Hal ini terbilang ironi mengingat di satu

sisi, nelayan rutin mengikuti upacara sedekah laut yang bersifat sinkretik, tapi di

sisi lainnya mereka juga ingat Allah saat maut menghadang.

Dari paparan si atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi ideologis masyarakat

nelayan berada di antara persinggungan Islam dan keyakinan mereka terhadap

kekuatan alam yang besar.

Kondisi nelayan yang berbulan-bulan berada di laut, diterpa gelombang, hujan

badai, dan bertaruh nyawa membuat para nelayan sadar bahwa laut menyimpan

suatu kekuatan besar. Kaum nelayan di Indramayu memiliki serangkaian ritual

tradisi lokal sebelum melaut. Mereka biasa bertanya kepada orang pintar kapan

waktu yang pas untuk melaut. Mereka akan tersugesti setelah bertanya pada orang

pintar, begitupun setelah melakukan sedekah laut. Kebiasaan nelayan yang sampai

sekarang sulit dihilangkan adalah meminum minuman keras dan mengunjungi

warung remang-remang selepas melaut selama satu hingga dua bulan. Mereka

sesungguhnya paham bahwa minuman keras dilarang dalam agama Islam, namun

mereka tetap melakukannya dengan alasan miras adalah obat manjur untuk

mengatasi pegal linu.

C. Tradisi Islam di Pesisir Indramayu

Masyarakat pesisir memiliki ciri khas dalam kegiatan-kegiatan upacaranya.

Berbeda dengan masyarakat pedalaman, masyarakat pesisir lebih adaptif terhadap

ajaran Islam (Syam, 2005:165). Namun, terdapat akulturasi budaya Hindu-Budha

yang diwariskan oleh nenek moyang mereka sehingga yang lahir kemudian adalah

sinkretisme atau mencampuradukkan Islam dengan tradisi setempat. Oleh karena

itu, tak jarang ritual-ritual yang ada yaitu perpaduan antara warisan kepercayaan

animisme, Hindu, Budha, dan Islam. Beberapa rangkaian upacaranya diselipkan

Halaman : 6

Page 8: TUGAS SOSIAL BUDAYA

petikan ayat-ayat al-Qur’an. Berikut merupakan ritual-ritual sakral di pesisir

Indramayu :

1) Nadran atau Pesta Laut

Nadran atau pesta laut merupakan salah satu tradisi yang dilestarikan oleh para

nelayan di tengah berbagai gelombang perubahan dengan caranya tersendiri, baik

dilakukan melalui proses akulturasi, sinkretisme, atau kedua-duanya. Nadran

merupakan hasil akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak

ratusan tahun secara turun-temurun. Kata “nadran” sendiri, menurut para nelayan,

berasal dari kata “nazar” yang dalam agama Islam berarti “pemenuhan janji”.

Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan

ritual dalam agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa

laut agar diberi limpahan hasil laut, dan merupakan ritual tolak bala

(keselamatan). Menariknya, upacara ini setiap tahunnya menghabiskan dana

puluhan hingga ratusan juta karena masyarakat pesisir meyakininya sebagai suatu

ritual wajib yang apabila tidak dikerjakan maka akan menimbulkan berbagai

marabahaya.

Ada beberapa rangkaian ritual dalam pesta laut ini. Sewaktu pergelaran tari

Jaipong dilakukan oleh puluhan penari, para juru kunci membakar kemenyan dan

menyiapkan sebutir telur ayam kampung. Sebelum dilarung ke laut, perhau

terlebih dahulu diberkati. Proses dimulai ditandai dengan pelemparan telur ayam

kampung perahu. Perahu yang telah diisi sesajen kemudian dilarung ke laut.

Sesajen yang diberikan oleh masyarakat disebut ancak, yaitu anjungan berbentuk

replika perahu yang berisi kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan,

makanan khas, dan lain sebagainya.

Sebelum dilepaskan ke laut, ancak diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-

tempat yang telah ditentukan sambil diiringi dengan berbagai suguhan seni

tradisional, seperti tarling, genjring, bouroq, barongsai, telik sandi, jangkungan,

ataupun seni kontemporer. Baru-baru ini kebijakan mengenai Nadran berubah.

Biasanya, Nadran dilakukan setahun sekali, namun karena pihak KUD melihat

nadran yang menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta maka Nadran

Halaman : 7

Page 9: TUGAS SOSIAL BUDAYA

diadakan menjadi dua tahun sekali. Namun, dalam perjalanannya kebijakan ini

diprotes keras oleh para nelayan karena menurut mereka, kecelakaan laut lebih

banyak terjadi karena ritual nadran diadakan dua tahun sekali. Dari sini tampak

bahwa para nelayan sangat memegang teguh aspek spiritual mereka melalui

penyelenggaraan Nadran. Mereka rela tidak melaut selama satu hingga dua bulan

demi melaksanakan nadran yang menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta.

Penulis melihat fenomena ini sebagai sesuatu yang kontraproduktif. Di satu sisi

para nelayan mati-matian melaut untuk mendapatkan hasil laut sebanyak

mungkin, namun di sisi lain mereka juga rela menghabiskan penghasilan mereka

demi upacara sedekah laut. Kepercayaan mereka terhadap kekuatan laut terbilang

sudah sangat mengakar. Dengan demikian, mereka lebih teguh memegang

komitmen religius yang bersifat sinkretis dibandingkan dengan komitmen mereka

terhadap Islam yang murni.

2) Bertanya Kepada Orang Pintar Sebelum Melaut

Nelayan terkenal dengan tradisinya yang selalu bertanya kepada orang pintar

sebelum membuat perahu, membuat jaring, hingga waktu keberangkatan. Orang

pintar yang dimaksud adalah seseorang yang dianggap “mandi” atau sakti

ucapannya. Mereka diyakini bisa menerawang dan hanya mau terbuka kepada

para nelayan yang hendak meminta petunjuk.

Masing - masing nelayan memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan ritual

ini. Biasanya, setelah membersihkan perahu, dengan ditemani oleh orang pintar

atau paranormal, mereka membakar kemenyan dan membacakan wirid-wirid

tersendiri. Mereka beranggapan bahwa asap dari bakaran itu akan menyampaikan

do’a mereka ke langit. Tujuannya tidak lain adalah untuk ngalap berkah agar hasil

yang diperoleh bisa lebih banyak. Sisi sinkretisme terlihat dari do’a-do’a yang

dipanjatkan. Ritual ini diturunkan turun temurun dari para leluhur dan sulit

dihilangkan karena telah menjadi budaya yang mengakar di kalangan nelayan.

Selain itu pula, do’a membakar kemenyan diambil dari potongan ayat-ayat Al-

Qur’an atau dzikir - dzikir umat Islam pada umumnya. Namun, jumlah dzikirnya

Halaman : 8

Page 10: TUGAS SOSIAL BUDAYA

memiliki aturan tersendiri. Seperti “subhanallah” yang dibaca seribu kali dan

sebagainya. Masing-masing nelayan memiliki “pakem” tersendiri dalam

melaksanakan ritual ini. Ritual ini tidak bisa sembarangan diperlihatkan ke orang

selain anggota kelompok si nelayan.

Selain itu, nelayan percaya bahwa hal demikian membuat mereka tersugesti dan

etos kerjanya bisa lebih baik. Bila ada satu kelompok yang mendapatkan hasil laut

melimpah maka kelompok lain akan bertanya kepada “dukun” siapa nelayan itu

meminta do’a. Selain dalam soal pekerjaan, bertanya kepada orang pintar juga

dilakukan ketika keluarga nelayan akan melaksanakan hajatan, seperti khitanan

anak, pernikahan, dan waktu keberangkatan putri mereka ketika hendak merantau

bekerja di luar negeri.

Faktanya adalah para nelayan terkadang tidak sungguh-sungguh mengetahui

apakah orang pintar itu memang benar-benar orang pintar. Seorang juragan kapal

mengatakan bahwa ia seringkali “membohongi” para nelayan tentang waktu

melaut, padahal dirinya bukan merupakan orang pintar sungguhan.

Bagaimanapun, menurutnya, para nelayan lebih mudah tersugesti dengan orang-

orang yang sudah terlanjur ia percaya. Bertanya pada orang pintar diharapkan

dapat memperoleh hasil terbaik. Namun, sangat disayangkan sepulang melaut,

banyak di antara nelayan yang menghabiskan uangnya untuk foya-foya, mabuk-

mabukan dan bermain perempuan di warung remang-remang.

3) Menggunakan Jimat Untuk Menguatkan Fisik

Nelayan biasa menggunakan jimat-jimat tertentu ketika bekerja. Jimat tersebut

didapatkan dari orang pintar, seperti secarik kertas bertuliskan al-qur’an gundul

yang dibungkus kain putih (Rajah), batu alam, dan keris. Hal ini juga tak jarang

mereka dapat dari hasil ziarahnya ke Cirebon. Jimat tersebut ditengarai

memberikan kekuatan yang tidak bisa dicerna oleh akal. Misalnya, seorang

nelayan yang diberi jimat batu alam, akan mampu mengangkat hasil laut di

pelabuhan yang bebannya berton-ton. Nelayan biasanya tersugesti dengan hal-hal

semacam ini. Bahkan, beberapa kejadian tidak masuk akal lainnya sering dialami

Halaman : 9

Page 11: TUGAS SOSIAL BUDAYA

oleh para nelayan berkat jimat tersebut. Contohnya, perahu yang seharusnya

diterjang ombak, terdorong dengan sendirinya ke daratan, atau seorang nelayan

yang sudah tenggelam bisa selamat, sampai ke darat dengan berpegangan pada

sebatang pohon mengambang. Kepercayaan memelihara jimat ini menandakan

bahwa para nelayan lebih memilih menggunakan cara pragmatis untuk

meningkatkan etos kerja.

4) Melekan dan Sambetan

“Melekan” merupakan tradisi nelayan sebelum melaut. Nakhoda kapal berjaga

sepanjang malam, berbaring di atas kapal dengan mata terbuka. Ritual ini biasa

disebut dengan melekan. Di waktu subuh mereka akan berangkat, setelah

sebelumnya melakukan ritual sambetan, yaitu mencipratkan air ke tubuh perahu

sambil mengucapkan dzikir selamatan yang dipetik dari ayat-ayat al-Qur’an. Air

sambetan dibuat dari air ditambah cabe kunyit lalu direbus. Jika mereka gagal,

perahu yang akan disalahkan.

5) Ngalap Berkah ke Makam Wali dan Makam Orangtua

Banyak para nelayan yang meminta berkah ke makam wali di Cirebon, yaitu

makam Sunan Gunung Djati. Mereka biasa berziarah di sana dan memanjatkan

do’a-do’a di depan makam. Wali dalam hal ini diyakini sebagai orang suci atau

seseorang yang memiliki kharisma di masanya. Ziarah ke makam nenek atau

kakek juga menjadi tradisi masyarakat setempat. Mereka biasa menyediakan dan

makan sesajen di samping makam sambil berbicara di depan kuburan siang hari.

Tujuannya adalah meminta restu untuk melakukan serangkaian aktivitas, seperti

anak nelayan yang hendak pergi merantau ke luar negeri sebagai TKW.

6) Sesajen di Perempatan dan Waktu Malam Takbiran

Seperti kebanyakan masyarakat pesisir lainnya, kaum nelayan Indramayu juga

masih mempercayai adanya makhluk halus. Setiap malam takbiran, para keluarga

nelayan bisa menaruh sesajen di suatu ruangan tertentu, seperti nasi, kembang

Halaman : 10

Page 12: TUGAS SOSIAL BUDAYA

tujuh rupa, buah-buahan, dan lain-lain. Mereka percaya bahwa setiap malam

takbiran, orangtua mereka yang sudah meninggal mengunjungi rumah mereka,

berkumpul di malam takbiran. Sesajen itu kadang dibiarkan hingga membusuk,

kadang juga esok paginya dimakan bersama-sama. Dari sini terlihat sisi

sinkretisme juga karena memanfaatkan momen Lebaran, yaitu hari raya Islam,

sekaligus menyediakan sesajen untuk para orangtua yang sudah meninggal. Ritual

ini tidak pernah ketinggalan dilakukan. Dengan demikian, ada komitmen religius

yang kuat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.

Selain malam takbiran, banyak yang masih mempercayai makhluk halus di

perempatan jalan. Biasanya, jika ada anak yang sakit, mereka akan menaruh

sesajen di perempatan jalan dan dibiarkan begitu saja. Namun, semakin zaman

berkembang, sebagian sudah menyadari bahwa pergi ke dokter lebih baik

ketimbang menaruh sesajen di perempatan. Tradisi lokal tersebut berasal dari

tradisi Hindu yang diwariskan oleh generasi tua.

Kemudian, karena dakwah Sunan Gunung Djati lah terjadi sinkretisme. Namun,

menurutnya lagi, tidak bisa semudah itu mengubah tradisi. Setiap individu

memiliki hak untuk meyakini kebenaran menurut dirinya. Dari ritual-ritual yang

dilakukan masyarakat setempat dapat disimpulkan bahwa para nelayan lebih

berkomitmen menjalankan tradisi lokal yang dicampur dengan ajaran Islam.

D. Pengaruh Islam Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Nelayan

Di dalam kehidupan ini memang tidak ada sesuatu yang tidak mengalami

perubahan. Salah satu yang juga berubah, meskipun lambat adalah budaya.

Perubahan budaya tentunya tidak hanya menyangkut budaya material, akan tetapi

juga perubahan pada sistem kognitif, sistem tindakan dan simbol-smbolnya

(Syam, 242:2005). Sekalipun masyarakat nelayan Indramayu mengkonstruksi

pandangan Islam dan tradisi lokalnya, ritual-ritual tradisi lokal tersebut ternyata

tidak berakar dari tradisi yang kaku.

Di antara ritual-ritual yang telah disebutkan, beberapa di antaranya terdapat

perubahan.

Halaman : 11

Page 13: TUGAS SOSIAL BUDAYA

1. Perubahan Budaya: Dari Tradisi Lokal ke Tradisi Islam Lokal

Ritual-ritual yang telah dijelaskan di atas sejatinya dari masa ke masa terus

mengalami perubahan. Pada Upacara Nadran misalnya, bacaan-bacaan yang

dibacakan dipetik dari ayat-ayat al-Qur’an, bukan lagi literatur-literatur Hindu.

Dalang yang memainkannya pun adalah seorang ustad yang pernah naik haji.

Begitupula dengan menaruh sesajen di perempatan, sebagian nelayan di

Indramayu sudah paham bahwa pergi ke puskesmas atau rumah sakit itu lebih

aman, kecuali jika sudah tidak ada jalan lagi, mereka akan pergi ke pengobatan

alternatif.

Sekalipun para nelayan melakukan ritus-ritus sakral yang sinkretis, mereka

menerima dakwah Islam dengan terbuka. Para nelayan tidak berkeberatan jika

anak-anak mereka disekolahkan di sekolah madrasah. Pendirian madrasah dan

mesjid sesungguhnya berkat jasa para elit agama yang berasal dari kalangan NU

dan Muhammadiyah. Perbedaan antara nelayan yang menjalankan agama Islam,

dengan nelayan yang lebih percaya hal-hal sinkretik ketika tahlilal

diselenggarakan akan nampak. Para nelayan yang beraliran sinkretik lebih

memilih untuk diam atau membawakan makanan saja, tapi tidak ikut berdzikir.

NU (Nahdhatul Ulama) sesungguhnya lebih mudah diterima di kalangan nelayan

karena karakteristiknya yang kompromi terhadap tradisi lokal.

2. Pembinaan Nilai Agama Islam Bagi Generasi Penerus

Adanya organisasi keagamaan turut mempengaruhi keadaan masyarakat nelayan,

terutama kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak

mereka. Mereka tanpa dipaksa, menyekolahkan anak-anak mereka ke madrasah

dan bahkan ada yang memasukkannya di pesantren-pesantren Cirebon sehingga

ketika pulang kembali, mereka memberikan pemahaman Islam yang lebih

terhadap orangtua mereka.

Nelayan sudah cukup sadar untuk mengerti pentingnya pendidikan agama di

madrasah-madrasah. Hal ini merupakan langkah awal yang baik untuk

Halaman : 12

Page 14: TUGAS SOSIAL BUDAYA

mengembalikan komitmen keislaman mereka lewat anak-anak mereka. Jika pola

pikir masyarakat nelayan sulit diubah dan lebih memilih komitmen terhadap

sinkretisme maka para aktor Islam di sana lebih menekankan pendidikan agama

Islam kepada generasi penerusnya.

Dahulu, para nelayan bahkan tidak sampai tamat SD, tetapi sekarang sudah cukup

banyak nelayan yang sadar untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah

umum juga. Walaupun salah satu alasannya terbilang unik, yaitu untuk menjadi

seorang nakhoda kapal, seseorang harus bisa mengerti penunjuk arah atau peta. Di

sekolah umum ini pun ada mata pelajaran agama yang diajarkan kepada anak-

anak nelayan.

Halaman : 13

Page 15: TUGAS SOSIAL BUDAYA

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari kajian sebelumnya kiranya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertama, Pengaruh ajaran islam terhadap para nelayan tercermin dari frekuensi

mereka dalam menjalankan ajaran agama Islam, adanya simbol-simbol dan

organisasi Islam, serta praktik-praktik di luar Islam yang cenderung ke arah

sinkretisme. Dakwah yang dilakukan oleh para wali di Indramayu

menyebabkan terjadinya akulturasi budaya, yaitu perpaduan dua budaya atau

lebih yang menghasilkan kebudayaan baru namun tetap tidak menghilangkan

cirinya masing-masing. Akibat dari akulturasi Hindu dan Islam inilah akhirnya

menghasilkan percampuran antara Islam dan tradisi lokal. Melalui medan

budaya, pewarisan tradisi silakukan dari generasi ke generasi.

Dari data-data yang ada, nelayan di daerah Indramayu lebih berkomitmen

untuk menjalankan tradisi Islam lokal ketimbang ritual Islam yang murni.

Terbukti dari ritus-ritus yang mereka lakukan, seperti nadran yang

menghabiskan puluhan hingga ratusan juta, menggunakan jimat, ziarah ke

makam wali dan para orangtua yang sudah meninggal, menyediakan sesajen,

serta bertanya kepada orang pintar.

2. Kedua, bahwasanya komitmen religius masyarakat nelayan lahir dari

konstruksi sosial yang dibangun oleh masyarakat nelayan sendiri. Sekalipun di

Indramayu terdapat proses perpaduan antara Islam dan tradisi lokal, namun

tetap Islam belum bisa menyentuh kedalaman budaya lokal yang sudah ada,

tetap berada di luar sebagai suatu keyakinan tersendiri. Itulah mengapa para

tokoh agama lebih fokus ke anak-akan nelayan dalam memberikan asupan

ajaran Islam ketimbang para orangtua yang sudah mengkonstruksi dimensi

ideologisnya sendiri. Dalam proses konstruksi sosial, para nelayan akan

memahami latar sejarah mengapa ada tarik menarik antara tradisi Islam dan

Halaman : 14

Page 16: TUGAS SOSIAL BUDAYA

tradisi lokal. Aspek ini sejalan dengan religious knowledge (dimensi

intelektual)

B. Saran

Diharapkan ada suatu pemberdayaan bagi masyarakat nelayan dalam soal etos

kerja dan pemahaman terhadap pentingnya pendidikan agama Islam bagi generasi

penerus. Kesadaran beragama menjadi penting karena dengannya masyarakat

dapat mempertahankan nilai dan moral, terlebih di tengah arus perubahan sosial.

Adanya tradisi Islam lokal dan agen-agen elit yang berperan dalam pendidikan

agama diharapkan akan bisa sedikit demi sedikit mengubah ritus-ritus yang

menyebabkan masyarakat nelayan bersikap pragmatis. Menjadi PR bagi para

tokoh agama untuk memberikan pelajaran kepada para nelayan agar tidak lagi

melakukan kegiatan seperti mabuk-mabukan dan berkunjung ke rumah remang-

remang.

Halaman : 15

Page 17: TUGAS SOSIAL BUDAYA

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Sayuthi. 2002.Metodologi Penelitian Agama.PT Raja Grafindo Persada:

Jakarta

Baidawi, Hanafi.2009.”Konstruksi Kebiasaan, adat dan budaya Masyarakat

Nelayan. Studi Terhadap Ritual Rokat Tase di Desa Branta”. Skripsi

Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Geertz, Clifford.1983.Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa.PT

Djaya Pirusa: Jakarta

Syam, Nur.2005.Islam Pesisir.PT LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta: Yogyakarta

Suparlan, Parsudi.2005.Sukubangsa dan Hubungan Antra

Sukubangsa.YPKIK Press: Jakarta

Ginkel, Rob van. 2007. Coastal Cultures: An Anthropology of Fishing and

Whaling Traditions. Apeldoorn: Het Spinhuis Publishers.

http://www.javanologi.info

http://bengkelbudaya.wordpress.com/

Halaman : 16