22
TUGAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA DASAR FILOSOFI AKSARA JAWA Disusun Oleh : Kelompok 3 Nurul Vanidia H0914071 Rafika Annisa Asharia H0914073 Rizkina Lestari U. P. H0914081 Yoshepine Dian H. H0914093 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Citation preview

Page 1: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

TUGAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA DASAR

FILOSOFI AKSARA JAWA

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Nurul Vanidia H0914071

Rafika Annisa Asharia H0914073

Rizkina Lestari U. P. H0914081

Yoshepine Dian H. H0914093

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2014

Page 2: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia merupakan bangsa besar yang terdiri dari banyak suku

bangsa. Masing-masing suku bangsa ini memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri.

Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa sudah sejak lama, bangsa

Indonesia mengenal kebudayan dan menjadi bangsa yang berbudaya. Kekayaan

berupa kebudayaan ini harus dijawa agar dapat terpelihara dengan baik.

Salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia dalah suku Jawa. Suku

Jawa memiliki banyak peninggalan kebudayan, salah satunya adalah Aksara Jawa.

Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya Jawa yang tak ternilai

harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya menjadi suatu peninggalan yang

patut dilestarikan. Orang Jawa sudah mempunyai bentuk penulisan aksara yang

dianggap adi luhung oleh leluhur bangsa Jawa hingga kini. Namun belakangan ini

banyak pemuda Indonesia yang sudah lupa akan kebudayaan yang luhur tersebut.

Padahal sesungguhnya, aksara Jawa mengandung banyak nilai luhur yang sangat

bermanfaat bagi hidup kita.

Bentuk Hanacaraka yang sekarang sudah dipakai sudah tetap sejak masa

Kesultanan Mataram tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara

ini adalah modifikasi daria Aksara Kawi dan merupakan abugida. Aksara Jawa

memiliki arti filosofis dan cerita dibaliknya. Hanacara memiliki arti yang berarti

disetiap hurufnya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah Aksara Jawa ?

2. Bagaimana bentuk dan makna Aksara Jawa ?

3. Bagaimana eksistensi Aksara Jawa pada masyarakat Solo?

C. TUJUAN

1. Mengetahui sejarah Aksara Jawa.

Page 3: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

2. Mengetahui bentuk dan makna Aksara Jawa.

3. Mengetahui eksistensi Aksara Jawa pada masyarakat Solo.

Page 4: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Aksara Jawa

Aksara Jawa pertama kali diciptakan  atau diperkenalkan oleh Mpu

Hubayun pada tahun ± 911 SM (Sebelum Masehi). Dalam perjalanan

sejarah pada tahun 50 SM (Sebelum Masehi) Prabu Sri Maha Punggung I

atau Ki Ajar Padang I mengadakan perubahan pada Haksara  dan sastra

Jawa. 

Bertepatan tanggal  21 Juni 77 M oleh Prabu Ajisaka atau Prabu

Sri Maha Punggung III melakukan kembali perubahan aksara dan kalender

Jawa, dalam budaya Jawa ketika menghitung selalu dimulai dari angka nol

(Das), sehingga Kalender Jawa kembali bermulai  pada tanggal 1

Badrawarna (Suro) tahun Sri Harsa, Windu Kuntara adalah tanggal 1,

Bulan 1, Tahun 1, Windu 1 tepat pada hari Radite Kasih (Minggu Kliwon)

ditetapkan permulaan  perhitungan  Kalender Jawa, bertepatan tanggal  21

Juni 78 Masehi. Kalender Jawa memakai pedoman peredaran Matahari. 

Prabu Ajisaka adalah asli orang Jawa bukan dari India, serta

memiliki banyak  nama atau gelar, yaitu: Prabu Jaka Sangkala, Prabu

Widayaka, Prabu Sindula, Prabu Sri Maha Punggung III, Ki Ajar Padang

III. Salah satu petilasannya ada di Mrapen (Api Abadi) daerah Grobogan,

Purwodadi, Jawa Tengah. Bukti kalau Ajisaka asli Jawa adalah pusaka

yang diperebutkan oleh para pembantu (punakawan) Ajisaka adalah keris,

dan sampai detik ini diakui oleh seluruh dunia bahwa Keris adalah asli

budaya Jawa. Seandainya Ajisaka berasal dari India, tentu di India akan

banyak ditemukan pusaka keris kuno maupun baru.

Para pembantu (punakawan) Ajisaka sebenarnya ada empat orang,

bukan dua orang seperti yang selama ini dikenal atau diajarkan di bangku

sekolah. Jika ditilik dari segi bahasa, nama-nama pembantu (punakawan)

Ajisaka menggunakan bahasa Jawa Kuna atau Kawi. Adapun nama-nama

pembantu (punakawan) Ajisaka adalah:

Page 5: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

1. Dura : dibaca dengan tetap menggunakan vokal “a”. Jika dibaca

dengan vokal “O”, artinya akan berubah jauh dan menjadi tidak ada

keterkaitan atau tidak relevan (duro=bohong). Sedangkan dalam

berbagai catatan sejarah bahasa dan sastra Jawa,bahasa Jawa mulai

banyak menggunakan vokal “O” dalam pelafalannya sesudah abad ke-

14 dan 15 karena dipengaruhi oleh sastra Arab. “Dura” (ra dibaca

dengan vokal “A”) dalam bahasa Jawa Kuna berarti “unsur alam  dari

anasir air “ (Hidrogen), sedangkan “Dura” (ra dibaca dengan vokal

“O”) artinya “bohong”.

2. Sambadha : jika dibaca dengan vokal “A” dalam bahasa Jawa Kuna

berarti “unsur alam dari anasir api” (Nitrogen), tetapi kalau dibaca

dengan vokal “O” (sembodho) artinya “mampu” dan hal ini tidak

relevan dengan sangkan paraning dumadi maupun sangkan

dumadining bhawana.

3.  Duga : “ga” jika dibaca dengan vokal “A”  dalam bahasa Jawa Kuna

berarti “unsur alam dari anasir tanah” (karbon), tetapi kalau dibaca

dengan vokal “O” berarti “pangati-ati” (dugo-kiro) diartikan dalam

bahasa Indonesia secara bebas berarti “peringatan & arahan” dan juga

tidak relevan dengan sangkan paraning dumadi maupun sangkan

dumadining bhawana.

4. Prayuga : jika dibaca dengan vokal “A” bahasa Jawa Kuna berarti

“unsur alam dari anasir angin (Oksigen)” , tetapi kalau dibaca

“prayugo” artinya “sebaiknya” dan juga tidak relevan dengan sangkan

paraning dumadi maupun sangkan dumadining bhawana.

Semua empat anasir tersebut adalah anasir alam yang ada pada alam

semesta atau Jagad Gedhe atau Bhawana Ageng atau Makrokosmos, serta

terdapat juga pada tubuh manusia atau Jagad Cilik atau Bhawana Alit atau

Mikrokosmos. Sedang nama Ajisaka juga asli bahasa Jawa Kuna (Aji-

Saka) yang berarti seorang Raja yang mengerti dan mempunyai

kemampuan spiritual atau Raja-Pinandhita atau Pemimpin Spiritual.

Dengan kata lain adalah seorang pemimpin yang ahli ilmu tata negara,

Page 6: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

bangsa, masyarakat (kehidupan), sekaligus menguasai tentang agama atau

spiritual (hidup). Karena Aji artinya Raja, sedang Saka artinya tiang atau

pedoman hidup.

Ajisaka berarti seorang raja yang mengerti akan “hidup” dan

“kehidupan”.  Sehubungan dengan hal tersebut, pada pasangan

(sandangan) aksara Jawa ada simbol-simbol 4 anasir alam, antara lain : 

1. Karbon atau Tanah disimbolkan dengan Pepet.

2. Hidrogen atau Air disimbolkan dengan Wulu.

3. Nitrogen atau Api disimbolkan dengan Soco atau Cecek.

4. Oksigen atau Angin disimbolkan dengan Layar. 

B. Bentuk dan Makna Aksara Jawa

Adapun makna dari huruf dalam aksara Jawa adalah sebagai

berikut :

Ha : Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang

Maha Suci

Na : Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia

hanya selalu ke sinar Illahi

Ca : Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang

Maha Tunggal

Ra : Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih

nurani

Ka : Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk

kesajeteraan alam

Page 7: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Da : Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa

adanya

Ta  : Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi,

ketelitian dalam memandang hidup

Sa : Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti

kasih Tuhan

Wa : Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun

implikasinya bisa tanpa batas

La : Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan

Illahi

Pa : Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah

Dha : Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu

dimulai dari dasar

Ja : Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami

kehendak-Nya

Ya: Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas

titah/kodrat Illahi

Nya : Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat

kehidupan

Ma : Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam

menyembah Ilahi

Ga: Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani

Ba : Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam

Tha : Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan

Nga : Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi

manusia

Selain itu, terdapat pendapat lain mengenai makna aksara Jawa, yakni

makna aksara Jawa yang didasarkan pada esensi kisah Ajisaka. Adapun

kisah Ajisaka adalah sebagai berikut :

Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara bersama dua

pengabdinya yaitu, Sembada dan Dora. Suatu hari, Ajisaka ingin pergi

Page 8: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

berkelana, bertualang meninggalkan Pulau Majethi. Sebelum pergi, ia

berpesan pada Sembada yang setia agar menjaga keris pusakanya dan

mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali

dirinya sendiri: Ajisaka dan membawanya ke pegunungan Kendeng.

Saat itu, ada negeri di Jawa yang terkenal makmur bernama Negeri

Medang Kamulan. Negeri itu dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar.

Seorang raja yang berbudi luhur dan bijaksana. Namun semuanya berubah

ketika sang juru masak masak kerajaan teriris jarinya saat memasak

sehingga potongan kulit dan darahnya masuk ke dalam sup sang raja.

Karena hal itulah raja menjadi bengis dan suka makan orang. Rakyatnya

satu persatu dimakannya.

Ajisaka dan Dora saat itu tiba di hutan yang sangat lebat. Ia

mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong. Aajisaka dan Dora

segera menghampiri si lelaki. Kemudian lelaki itu bercerita bahwa Prabu

Dewata Cengkar suka makan rakyatnya sendiri dan ia melarikan diri dari

Prabu Dewata Cengkar. Karena hal itu, Ajisaka merasa prihatin. Dengan

gagahnya, Ajisaka memasuki istana. Suasana di sana tampak sepi. Para

pengawal istana terkejut mendengar pernyataan Ajisaka yang ingin

mengorbankan dirinya untuk dimakan raja.

Tetapi Ajisaka memiliki satu persyaratan, yaitu ia meminta sebidang

tanah seluas sorban. Permintaan itu dikabulkan oleh Prabu. Sang Prabu

menarik salah satu ujung sorban, ajaibnya sorban itu setiap di ulur terus

memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang

Kamulan. Karena senangnya mendapatkan mangsa yang masih muda dan

segar, sang prabu terus mengulur sorban sampai pantai laut selatan.

Kemudian Aji Saka mengibaskan sorban tersebut, membuat Prabu Dewa

Cengkar terlempar ke laut. Wujudnya pun berubah menjadi buaya putih.

Mengetahui kabar tersebut, seluruh rakyat kembali dari tempat

pengungsian. Aji Saka dinobatkan menjadi raja menggantikan prabu

Dewata dengan gelar Prabu Anom Aji Saka. Ia memimpin dnegan arif dan

bijaksana. Sehingga keadaan seluruh rakyat makmur.

Page 9: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka

teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia

pun mengutus Dora, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris

pusaka itu di tanah leluhur. Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti:

jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris

pusakanya.

Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya

harus berkelahi dan tewas bersama karena perbedaan pendapat diantara

keduanya. Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama:

yaitu memegang teguh amanat junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah

tragis tentang dua abdi yang setia ini selalu berulang dari jaman ke jaman,

bahkan dari generasi ke generasi.

Hal ini menunjukan bahwa aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili

spiritualitas orang Jawa yang terdalam, yaitu kerinduannya akan harmoni

dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah

harmoni.

Adapun makna filosofis aksara jawa adalah sebagai berikut :

Ha-Na-Ca-Ra-Ka 

Hal ini berarti ada ”utusan” yakni utusan hidup, berupa nafas yang

berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada

yang mempercayakan, ada yang dipercaya, dan ada yang dipercaya untuk

bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia

sebagai ciptaan.

Da-Ta-Sa-Wa-La 

Hal ini memiliki arti bahwa manusia telah diciptakan dengan takdir yang

sudah ditentukan sampai akhir hidupnya. Manusia tidak boleh sawala atau

mengelak, manusia dengan segala atributnya harus bersedia melaksanakan,

menerima, dan menjalankan kehendak Tuhan.

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya 

Page 10: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Bagian ini bermakna menyatunya zat pemberi hidup (Ilahi) dengan yang

diberi hidup. Maksud kata padha yang berarti sama atau sesuai, tercermin

dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya berarti

menang atau unggul, sungguh-sungguh, dan bukan sekedar menang atau

menang tidak sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga 

Huruf-huruf ini berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang

dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya, manusia harus

pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk

mewiradat dan berusaha untuk menanggulanginya.

C. Hasil Wawancara

Untuk meninjau relevansi hasil studi literatur melalui internet

dengan fakta yang sesungguhnya, kami juga melakukan wawancara

kepada pihak-pihak yang menguasai bidang sastra daerah, khususnya

daerah Jawa.

Adapun narasumber kami Bapak Narso, Abdi Dalem Keraton

Surakarta.

“Pada awalnya, aksara jawa diciptakan oleh Ajisaka. Pada jaman dahulu,

aksara jawa disebut dengan sebutan “Kawi Kura”, huruf-huruf pada aksara

jawa masa kini pun berbeda dengan huruf-huruf pada kawi kura.

Menurut saya, membaca aksara jawa itu sama halnya dengan membaca

basmalah, namun dalam arti lain. Maknanya sama, yaitu kita meminta

pertolongan dari Tuhan, agar tetap selamat. Aksara jawa tidak hanya bisa

dimaknai dengan cara membacanya dengan cara biasa, namun dengan

membalik kata-katanya, seperti hanacaraka menjadi karacanaha itu juga

mempunyai makna. Makna dari aksara jawa yang dibaca terbalik adalah,

“mengatasi sesuatu yang negatif”. Siklus hidup manusia antara nilai positif

dan nilai negatifnya selalu berkesinambungan, bisa disebut juga sebagai

manusia itu harus memiliki keseimbangan hidup antara nilai positif dan

nilai negatif dalam hidup.

Page 11: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Aksara jawa saat ini sudah mulai ditinggalkan, bahkan sudah tidak

termasuk dalam kurikulum. Saya pribadi berharap bahwa aksara jawa bisa

terus dilestarikan. Namun semua masih tergantung pada pemerintah dan

masyarakat Indonesia, jika dari pemerintah saja sudah mulai melupakan

pentingnya aksara jawa, bagaimana kita bisa berharap bahwa aksara jawa \

akan tetap lestari? Aksara jawa bukanlah sesuatu hal yang hanya bisa

dihapalkan, namun juga harus dimaknai artinya.“

D. Hasil Pengamatan

Selain menggunakan metode wawancara kami juga menggunakan metode

penelitian dengan pengamatan untuk menjawab permasalahan terakhir

yaitu tentang eksistensi aksara jawa di kota Solo. Kami mengambil metode

pengamatan karena dianggap paling relevan untuk melihat perkembangan

budaya aksara jawa di masyarakat. Kami mengunjungi Balai kota

Surakarta, Telkom Solo, dan beberapa pusat perbelanjaan. Ternyata kami

menemui plank gedung-gedung tersebut menggunakan alfabet dan aksara

jawa. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa aksara jawa masih hidup di

tengah hiruk pikuk Kota Solo.

Page 12: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Lampiran

Gambar 1. Transkrip Aksara Jawa

Gambar 2. Alquran dengan Terjemahan Bahasa dan

Page 13: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

\

Gambar 4. Museum Keraton Surakarta

Gambar 5. Halaman Depan Museum Keraton Surakarta

Page 14: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

Gambar 6. Bapak Narso sebagai narasumber

Gambar 7. Beberapa gedung yang masih menggunakan aksara jawa

Page 15: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar

BAB III

KESIMPULAN

Aksara Jawa memiliki filosofi yang sangat mendalam jika mau

menelaahnya. Kearifan budaya Jawa diwujudkan dalam bentuk aksara Jawa yang

sampai sekarang kita kenal. Sejarah aksara Jawa mengandung nilai-nilai

kehidupan yang bisa dipetik dan dijadikan pelajaran hidup. Kisah Ajisaka dan dua

pengikutnya yang setia, Dora dan Sembada merupakan cikal-bakal dari lahirnya

aksara Jawa.

Ha-na-ca-ra-ka yang berarti ada utusan.

Da-ta-sa-wa-la yang berarti mengemban tugas yang sama.

Pa-da-ja-ya-nya yang berarti memiliki nasib yang sama.

Ma-ga-ba-tha-nga yang berarti sama-sama menjadi mayat.

Banyak makna yang terkandung dalam aksara Jawa, seperti kesetiaan,

keseimbangan dalam hidup yang harus selalu dijaga, takdir manusia yang telah

ditentukan oleh Tuhan, keharmonisan manusia dengan alam yang harus dijaga dan

masih banyak lainnya. Betapa aksara Jawa yang sering dianggap sebelah mata

ternyata memiliki makna yang mendalam. Aksara Jawa dewasa ini sudah jarang

digunakan. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Kota Surakarta menyelamatkan

dan melestarikan aksara Jawa tersebut dengan menggunakannya sebagai tulisan

pada tempat umum. Oleh karena itu, kita sebagai generasi pewaris budaya dan

peradaban, hendaknya budaya semacam ini perlu dilestarikan dan memaknainya

lebih dalam.

Page 16: Tugas Ilmu Sosial Dan Ilmu Budaya Dasar