32
MAKALAH KELOMPOK KECIL EPIDURAL HEMATOM EDH DISUSUN OLEH: 1. Kurnia dewita (1202074) 2. Lesi Lestari 3. Marsela riska R (1202093) 4. Resa Dian Arista (1202119)

MAKALAH EDH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dibuat oleh kelompok 6

Citation preview

MAKALAH KELOMPOK KECIL

EPIDURAL HEMATOM

EDH

DISUSUN OLEH:

1. Kurnia dewita (1202074)

2. Lesi Lestari

3. Marsela riska R (1202093)

4. Resa Dian Arista (1202119)

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

TAHUN 2014

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Hematoma epidural adalah perdarahan dalam ruang antara tabula interna

kranii dengan duramater. Pada anak-anak duramater melekat pada dinding

periosteum kranium sedangkan pada dewasa duramater paling lemah di

daerah temporal.

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang

paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak juga dikelilingi

oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura.

Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan

membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan

yang hebat di kepala kemungkinan akan membentuk suatu lubang,

pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan

dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh

darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang

antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan

sebutan epidural hematom.

2. ANATOMI dan FISIOLOGI

Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,

padat dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan

trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan

lapisan membrane dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar.

Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat

menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan

laserasi pada kulit kepala. Tepat dibawah galea terdapat ruang

subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-

pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke

dalam tengkorak, yang jelas meperlihatkan betapa pentingnya

pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea

terkoyak.

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan yang keras yang tidak

memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua

dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar

disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna.

Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea

anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak

menyebabkan terkopyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan

arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat

menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan

meninges adalah duramater, arachnoid, dan piamater.

1. Duramater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas 2

lapisan:

a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh

periosteum yang membungkus dalam calvaria.

b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa

yang kuat yang berlanjut terus di foramen magnum dengan

duramater spinalis yang membungkus medula spinalis.

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang

laba-laba.

3. Piamater cranialis, lapisan terdalam yang halus yang mengandung

banyak pembuluh darah.

3. ETIOLOGI

Hematoma epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,

beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom, misalnya:

benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi

akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

4. PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan

durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah

satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila

fraktur tulang tengkorak didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi

di daerah frontal atau oksipital.Arteri meningea media yang masuk di dalam

tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di

permukaan dan os temporale. Perdarahan yangterjadi menimbulkan hematom

epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskandurameter lebih lanjut dari

tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan

padalobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini

menyebabkan bagianmedial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran

tentorium. Keadaan inimenyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang

dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus

formationretikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.

Di tempat initerdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan

pada saraf inimengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan

pada lintasankortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan

kelemahan responsmotorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,

dan tanda babinski positif.Dengan makin membesarnya hematoma, maka

seluruh isi otak akan terdorong kearahyang berlawanan, menyebabkan tekanan

intracranial yang besar. Timbul tanda-tandalanjut peningkatan tekanan

intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguantanda-tanda vital

dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa

teruskeluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau

terbentur mungkinpenderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam

waktu beberapa jam ,penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif

memberat, kemudian kesadaranberangsur menurun. Masa antara dua

penurunan kesadaran ini selama penderita sadarsetelah terjadi kecelakaan di

sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karenacedera primer yang

ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematomacedera

primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma

primerberat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan

diri dan tidakpernah mengalami fase sadar. Sumber perdarahan :

Artery meningea ( lucid interval : 2 –3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan

venadiploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf

karenaprogresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura

sehinggalangsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi

trans dan infratentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang

mengeluh nyeri kepalayang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,

harus segera di rawat dandiperiksa dengan teliti.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.

Pasien dengan kondisi seperti ini sering kali tampak memar disekitar mata

dan dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran

hidung atau telinga.

Banyak gejala yang muncul bersamaan pada saat terjadi cedera kepala. Gejala

yang sering tampak:

a. Penurunan kesadaran bisa sampai koma.

b. Bingung

c. Penglihatan kabur

d. Susah bicara

e. Nyeri kepala yang hebat

f. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

g. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala

h. Mual

i. Pusing

j. Berkeringat

k. Pucat

l. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese

atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan

mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi

negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan

tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai

koma, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua

pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.

Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya

disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika epidural hematom disertai dengan

cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan

gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, tidak dapat didiagnosa pasti sebagai epidural

hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi

yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang

yang memotong sulcus arteria meningea media.

b. CT Scan

Dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera

intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single)

tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,

paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen

(hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong kesisi kontralateral.

Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma. Densitas yang

tinggi pada stage yang akut (60-90 HU), ditandai dengan adanya

peregangan dari pembuluh darah. Gambaran CT scan hematoma

subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens

berbentuk bulan sabit.

c. MRI

Akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser

posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI

juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.

6. PENATALAKSANAAN

a. Penanganan Darurat:

1) Dekompresi dengan trepanasi sederhana

2) Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

b. Terapi Keperawatan:

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera

spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi

tekanan intracranial dan meningkatkan drainase vena.

c. Terapi Medikamentosa

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap

6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) untuk mengatasi edema

cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih

mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis

dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah

timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang

dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana

(THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf

pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal

ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai untuk

mengatasi tekanan intracranial yang meninggi dan mempunyai efek

protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa

diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan

kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 3 jam serta drip 1

mg/kgBB/jam untuk mencapai kadar serum 3-4 mg%.

d. Terapi Operatif

Operasi dilakukan bila terdapat:

1) Volume hematom > 30 ml (kepustakaan lain > 44 ml)

2) Keadaan pasien memburuk

3) Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi dibidang bedah saraf adalah life saving dan untuk

fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya

menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini disebabkan

oleh lesi desak ruang. Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak

ruang bervolume:

1) > 25cc = desak ruang supratentorial

2) > 10cc = desak ruang infratentorial

3) > 5cc = desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek massa yang

signifikan:

1) Penurunan klinis

2) Efek massa dengan volume > 20cc dengan midline shift > 5mm

dengan penurunan klinis yang progresif

3) Tebal epidural hematoma > 1cm dengan midline shift > 5mm dengan

penurunan klinis yang progresif

7. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada:

a. Lokasinya (infratentorial lebih jelek)

b. Besarnya

c. Kesadaran saat masuk kamar operasi

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,

karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian

berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat

buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.

8. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan

sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma

epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko

mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60 %

penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada

umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien

yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-

laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.

Tipe- tipe:

a. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri

b. Subacute hematoma ( 31 % )

c. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. ASKEP

a. PENGKAJIAN

1) BREATHING

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama

jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,

frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau

Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing

(kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan

produksi sputum pada jalan napas.

2) BLOOD

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah

bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan

transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan

mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda

peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,

disritmia).

3) BRAIN

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi

adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran

sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,

kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan

hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada

nervus cranialis, maka dapat terjadi :

a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku

dan memori).

b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,

kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi

pada mata.

d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada

nervus vagus

f) menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

g) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah

jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan

menelan.

4) BLADER

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,

inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.

5) BOWEL

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,

muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan

selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses

eliminasi alvi.

6) BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,

paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena

imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau

ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena

rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan

refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus

otot.

b. DIAGNOSA

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

hipovolemia

3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

4) resiko cedera dengan factor resiko hambatan fisik

c. INTERVENSI

No. Diagnosa Kep. Tujuan dan Kriteria

hasil

intervensi

1 Nyeri akut

berhubungan

dengan agen

cedera fisik

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama 3x24 jam

diharapkan pasien

menunjukan tingkat

nyeri ditandai dengan :

1. Tingkat nyeri pada

3 atau kurang

2. Frekuensi

nafas,nadi,dan

tekanan darah pada

batas normal

3. Memperlihatkan

relaksasi yang

efektif

Manajemen Nyeri

(NIC)

1. Kaji nyeri yang

komprehensif

meliputi: lokasi,

karakter, durasi.

2. Kendalikan factor

lingkungan yang

menimbulkan

ketidaknyamanan

3. Ajarkan teknik

relaksasi

4. Kolaborasi dokter

pemberian

analgetik

2 Ketidakefektifan

Perfusi jaringan

serebral

berhubungan

dengan

hipovolemia

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama 3x24 jam

diharapkan pasien

menunjukan status

sirkulasi ditandai

dengan :

1. Tidak mengalami

sakit kepala

2. Tekanan darah

dalam batas

normal

Pemantauan tekanan

intracranial (NIC)

1. Pantau TIK dan

respon neurologis

pasien

2. Lakukan

modalitas terapi

kompresi

3. Beritahukan

keluarga tentang

penyakit pasien

3. Pupil sama besar

dan reaktif

4. Kolaborasi

pemberian obat

untuk

meningkatkan

volume

intravaskuler

3 Ansietas

berhubungan

dengan

perubahan status

kesehatan

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama 3x24 jam

diharapkan pasien

menunjukan

pengendalian diri

terhadap ansietas, di

tandai dengan :

1. Mempertahankan

performa peran

2. Menggunakan

teknik relaksasi

untuk meredakan

ansietas

3. Tandan – tanda

vital pasien dalam

batas normal

Penurunan Ansietas

(NIC)

1. Menentukan

kemampuan

pengambilan

keputusan

2. Berikan pijatan

pungguing atau

leher bila perlu

3. Sediakan

informasi

mengenai

diagnosis,terapi,

dan prognosis

4. Kolaborasi

pemberian obat

untuk

menurunkan

ansietas

4 resiko cedera

dengan factor

resiko hambatan

fisik

Setelah dilakukan

tindakan perawatan

selama 3x24 jam

diharapkan

pengendalian resiko, di

tandai dengan :

Manajemen

lingkugan :

keamanan (NIC)

1. Identifikasi

factor

lingkungan yang

1. Menerapkan

strategi

pengendalian resiko

2. Menghindari cidera

fisik

3. Mempersiapkan

lingkungan yang

aman

memungkinkan

resiko jatuh

2. Bantu ambulasi

pasien

3. Berikan materi

yang

berhubungan

dengan tindakan

mencegah cidera

4. Kolaborasi

dengan

fisioterapi dalam

ambulasi pasien.

2. SAP

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Tema : Epidural Hematom

Sub Tema : penatalaksanaan Epidural Hematom

Sasaran : keluarga pasien

Tempat : Ruang B

Hari/tanggal : Selasa 25 april 2014

Waktu : 30 menit

a. Tujuan Intruksi Umum

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit,di harapkan

keluarga pasien dapat menjelaskan tentang penyakit Epidural

Hematom.

b. Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit di harapkan klien

dapat:

1. Menjelaskan pengertian Epidural Hematom dengan benar

2. Menyebutkan factor penyebab yang dapat menimbulkan

penyakit Epidural Hematom.

3. Menyebutkan pencegahan Epidural Hematom.

4. Menjelaskan penatalaksanaan penatalaksanaan Epidural

Hematom..

c. Materi

1. Pengertian penyakit Epidural Hematom

2. Factor penyebab dari penyakit Epidural Hematom

3. Pencegahan Penyakit Epidural Hematom

4. Penatalaksanaan penyakit Epidural Hematom

d. METODE

1. Ceramah

2. .tanya jawab

e. Kegiatan

No Kegiatan penyuluh peserta waktu

1 pembukaan Salam pembuka

Menyampaikan

tujuan

Apersepsi

Menjawab salam

Menyimak

menjawab

pertanyaan

5 menit

2 isi Menjelaskan

pengertian,

penyebab,

pencegahan,

penatalaksanaan

penyakit

Epidural

Hematom

Memberi

kesempatan

peserta bertanya

Menjawab

pertanyaan

mendengarkan

dengan penuh

perhatian

menanyakan hal-

hal yang belum

jelas

memperhatikan

jawaban dari

15

menit

penceramah

3 penutup evaluasi

menyimpulkan

memberi pesan

salam penutup

menjawab

pertanyaan

mendengarkan

mendengarkan

menjawab salam

10

menit

f. Media

Power point

g. Evaluasi

1. formatif

Klien mampu menjelaskan tentang penyakit Epidural

Hematom.

2. Sumatif

Klien mampu menjelaskan tentang:

a) Pengertian Epidural Hematom.

b) Penyebab Epidural Hematom.

c) Pencegahan Epidural Hematom.

d) Penatalaksanaan Epidural Hematom.

Yogyakarta, 24 april 2014

Pembimbing penyuluh

(Isnanto, S.kep.Ns) (kelompok 2)

3. LEGAL ETIK

ASPEK LEGAL

Dalam kasus ini, peran perawat sebagai advokat harus bertanggung jawab

membantu klien dan keluarga dalam hal inform concern atas tindakan

keperawatan yang dilakukan. Selain itu juga harus mempertahankan dan

melindungi hak-hak klien serta memastikan kebutuhan klien terpenuhi.

SEGI ETIK KEPERAWATAN

a. Otonomi

Prinsip bahwa individu mempunyai hak menentuka diri sendiri,

memperoleh kebebasan dan kemandirian

Perawat yg mengikuti prinsip ini akan menghargai keluhan gejala

subjektif (misal : nyeri), dan meminta persetujuan tindakan sebelum

prosedur dilaksanakan

b. Nonmaleficience

Prinsip menghindari tindakan yg membahayakan. Bahaya dpt berarti

dgn sengaja, risiko atau tidak sengaja membahayakan.

Contoh : kecerobohan perawat dalam memberikan pengobatan

menyebabkan klien mengalami cedera

c. Beneficience

Prinsip bahwa seseorang harus melakukan kebaikan. Perawat

melakukan kebaikan dengan mengimplementasikan tindakan yg

menguntungkan/bermanfaat bagi klien.

Dapat terjadi dilema bila klien menolak tindakan tersebut, atau ketika

petugas kesehatan berperan sebagai peneliti

d. Justice

Prinsip bahwa individu memiliki hak diperlakukan setara.

Cth : ketika perawat bertugas sendirian sementara ada beberapa pasien

di sana maka perawat perlu mempertimbangkan situasi dan kemudian

melakukan tindakan secara adil.

e. Fidelity

Prinsip bahwa individu wajib setia terhadap komitmen atau

kesepakatan dan tgg jawab yg dimiliki.

Kesetiaan jg melibatkan aspek kerahasiaan / privasi dan komitmen

adanya kesesuaian antara informasi dgn fakta.

f. Veracity

Mengacu pada mengatakan kebenaran. Bok (1992) mengatakan bahwa

bohong pada orang yg sakit atau menjelang ajal jarang dibenarkan.

Kehilangan kepercayaan thd perawat dan kecemasan karena tdk

mengetahui kebenaran biasanya lebih merugikan.

Ditinjau dari segi etik keperawatan, dalam kasus Perikarditis ini

perawat harus menggunakan prinsip etika otonom dimana sebelum

diadakan tindakan operasi pasien harus ditanyai terlebih dahulu setuju

atau tidak (inform concern).

4. JURNAL

Epidural Hematoma Causing Brown-Sequard Syndrome: Case Report

ABSTRACT

OBJECTIVE:

Spontaneously occurring epidural hematoma without any identified

etiology is a rare phenomenon. These are often neurosurgical emergencies;

therefore prompt diagnosis and treatment are paramount. Because of the

rarity of this condition, we illustrated its presentation, evaluation and

management in this recent case.

CASE:

A 63-year-old male presented to our emergency room with right-sided

hemiparesis and contralateral hypoesthesia, consistent with a C5 Brown-

Sequard syndrome. An initial evaluation for cerebral infarction was

unremarkable, including a negative brain computerized tomography

imaging. Cervical magnetic resonance imaging (MRI) revealed a cervical

epidural hematoma. The patient underwent emergent laminectomy for

decompression and evacuation of the hematoma within

24 hours of presentation to the emergency room. The patient's symptoms

improved remarkably after surgery and a 4th-month follow-up MRI

evaluation was normal.

CONCLUSION:

This report highlights the various presentations, evaluation, and

management options for this rare diagnosis. It emphasizes the necessity of

prompt diagnosis for possible emergent intervention.

KEYWORDS:

Cervical epidural hematoma, Brown-Sequard syndrome, Spinal cord,

Acute hemiparesis, Surgical treatment, Acute neck pain

DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. McCarty L., : 1995Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,Anugrah P.

Jakarta: EGC

Hafid A, 2004,Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D., Jakarta:

EGC

 Markam S, 2005. Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada

University Press, Yogyakarta,

Wilkinson, Judith, M .2011.Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta:EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi mahasiswa keperawatan. Jakarta : EGC