Upload
erika-pratami
View
76
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PORTOFOLIO
TRAUMATIC BRAIN INJURY
Penyusun:dr. Erika Pratami
Pembimbing :dr. Naek S. Sinaga
dr. Horas P. H. Naibahodr. Nur Jannatun Naimah
RSUD CAHAYA BATIN KAUR BENGKULU2014
1
Portofolio (Kasus I)
Nama Peserta: dr. Erika Pratami
Nama Wahana: RSUD Cahaya Batin Kaur Bengkulu
Topik: Traumatic Brain Injury susp. Epidural Hemmoraghi
Tanggal (kasus): 30 Desember 2014
Nama Pasien: Nn. Z No. RM: 06 – 03 – 178
Tanggal Presentasi: 7 Januari 2014 Nama Pendamping: dr. Naek S. Sinaga, dr. Horas Naibaho
Tempat Presentasi: RSUD Cahaya Batin Kaur Bengkulu
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Perempuan 19 tahun, datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 1 jam SMRS pasca KLL disertai nyeri kepala hebat.
2
Tujuan:
Mencegah dan mengobati hipertensi intracranial akibat cedera kepala, memelihara proses metabolism otak dan edukasi
kepada pasien serta keluarga tentang kondisi pasien dan prognosisnya.
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Nama RS: RSUD Cahaya Batin Kaur Telp: - Terdaftar sejak:30 Desember 2014
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis:
Traumatic Brain Injury susp. EDH (Epidural Hemorraghi)
Gambaran Klinis:
Satu jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Selama di perjalanan ke RS pasien terus memegangi kepala dan mengeluhkan
nyeri di daerah tersebut.
Dua jam SMRS pasien mengalami kecelakaan, terjatuh dari sepeda motor saat dibonceng tanpa menggunakan helm dengan posisi jatuh
ke sisi kanan dan kepala membentur aspal. Setelah terjatuh pasien masih sadar, masih dapat berjalan, tidak kejang, mual maupun muntah,
tidak ada perdarahan dari hidung ataupun telinga, namun mengeluhkan nyeri hebat di kepala disertai benjolan sebesar bola pingpong di
sisi kanan kepala. Pasien langsung dibawa ke Puskesmas diberi obat tablet dan disarankan untuk dirujuk ke Bengkulu tapi keluarga
membawa pasien pulang ke rumah terlebih dahulu.
3
2. Riwayat Pengobatan:
Sebelum ke RS pasien sempat berobat ke puskesmas diberi obat tablet namun keluhan tidak membaik.
3. Riwayat kesehatan/Penyakit:
Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penggunaan obat-obatan, kejang disangkal. Riwayat DM, penyakit
jantung dan penyakit sistemik lain disangkal.
4. Riwayat keluarga:
Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat diabetes, hipertensi, keganasan dan penyakit sistemik lain
disangkal.
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien seorang pelajar SMA
6. Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus.
7. Lain-lain:
Tidak ada
4
PEMERIKSAAN FISIK (30 Desember 2014)
Survei Primer
a. Airway
Clear, no cervical pain
b. Breathing
- Pernafasan : 20 x/menit tipe torako-abdominal
- Gerak dinding dada simetris tipe pernapasan torako-abdominal
- Suara nafas vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, stridor (-), krepitasi (-)
c. Circulation
- Nadi : 54 x/menit, regular, kuat, isi cukup, equal (+)
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
d. Disability
- GCS : 7 (E2,V1,M4)
- Pupil : bulat anisokor diameter 5 mm/3 mm
refleks cahaya langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung +/+
- Parese motorik : sulit dinilai
- Parese sensorik : sulit dinilai
- Refleks fisiologis : ekstremitas superior / + ekstremitas inferior / +
- Refleks patologis : ekstremitas superior - / - ekstremitas inferior - / +
5
Survei Sekunder
Kesadaran : Sopor (E2,V1,M4)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tidak sesak, tidak sianosis
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 54 kg
BMI : BB/TB2 = 54/(1,60)2 = 20 (kesan gizi baik)
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 54x/menit, reguler,kuat, isi cukup, equalitas (+)
Suhu : 37 C (suhu aksila dengan termometer digital)⁰
Pernapasan : 18 x/menit, tipe torakoabdominal, reguler, kedalaman cukup
Status Generalis
Kulit : kuning langsat, turgor cukup, tidak pucat, tidak kuning, tidak sianosis
Kepala : normosefali, deformitas (–), nyeri tekan (–)
Rambut : Beruban, persebaran rambut merata dan mulai renggang, pendek dan tidak mudah dicabut
Mata : AVOD CF (3/60) AVOS CF (3/60), konjungtiva pucat – / –, sklera ikterik – / –, pupil isokor, refleks cahaya langsung + / +,
refleks cahaya tidak langsung + / +, shadow test - / -, kekeruhan lensa – / –, xanthelasma – / –
Telinga : liang telinga ADS lapang,membran timpani ADS intak, serumen + / +, secret, nyeri tekan tragus – / –, nyeri tekan mastoid – / –
Hidung : deformitas (–), deviasi septum (–), sekret (– / –), konka bilateral tidak edema
Tenggorokan: arkus faring simetris, uvula di tengah, faring hiperemis (–), tonsil T1/T1
Gigi mulut : higienitas oral cukup, karies dentis (+), kavitas (+), stomatitis angular (–), lidah tidak pucat, sianosis sentral (–)
Leher : JVP (5+2) cm H2O posisi supinasi, refluks hepatojugular (+), tiroid tidak teraba membesar, KGB tidak teraba membesar, deviasi
6
trakea (-), bruit karotis (-)
Dada : Kelainan bentuk dada tidak tampak, diameter anteroposterior kesan dalam batas normal, puting tampak simetris, sikatriks (–),
massa (–), venektasi (–), ekspansi dada tampak simetris, tulang iga terlihat, sela iga tampak tidak melebar, retraksi interkostal
(-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave (–), thrust (–), tap (–), thrill (-)
Perkusi : perkusi jantung redup, batas jantung kanan di sela iga 5, linea sternalis dekstra, batas jantung kiri di sela iga 5, linea
midklavikula sinistra, dua jari lateral, pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-) gallop (–)
Paru
Inspeksi : hemitoraks simetris statis-dinamis, pernapasan terlihat regular tipe pernapasan abdomino-torakal
Palpasi : fremitus kanan simetris kiri, emfisema subkutis (–), massa (–)
Perkusi : Redup pada apeks dan lapang paru kanan; batas paru-hepar di sela iga 5, linea midklavikula dekstra, batas paru-gaster di sela
iga 6, linea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler, rhonki basah kasar pada lapang paru kanan, wheezing – / –
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (–), massa (–), massa pulsasi (–), darm contour (–)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba, ballotement (–)
Perkusi : timpani, shifting dullness (–)
Auskultasi : bising usus (+) reguler, bruit (–)
Punggung : skapula simetris, deformitas vertebra (–), nyeri ketok CVA – / -
7
Status Neurologis
GCS : 7 (E2,V1,M4)
Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mata : Pupil bulat anisokor diameter 5 mm/3 mm,
refleks cahaya langsung +/+
refleks cahaya tidak langsung +/+
Nervus kranialis : sulit dilakukan pemeriksaan
Daftar Pustaka
1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru.
2. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org. diakses 19 Juni 2008]
3. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam : Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli
Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI, 2004.
4. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery 2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996.
5. Gennarelli TA, Meaney DF. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery 2nd edition. New York : McGraw Hill, 1996.
6. Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia :
lippincot William & Wilkins, 2003.
7. Findlaw Medical Demonstrative Evidence. Closed head traumatic brain injury. Http://findlaw.doereport.com. [diakses 19 Juni 2014]
8. Saanin S. Cedera Kepala. Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery. [diakses 19 Juni 2014].
8
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Gerak Pasif Pasif
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Tonus Normotoni Normotoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologis / + / +
Refleks patologis - / - - / -
Klonus - -
Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
9. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra Grafindo, 2005
Hasil Pembelajaran:
1. Mengklasifikasikan cedera kepala berdasarkan GCS
2. Melatih keterampilan dalam melakukan pemeriksaaan status neurologis
3. Melakukan penanganan awal umum untuk mencegah terjadinya hipertensi intrakranial
4. Memberikan tata laksana farmako dan non farmako pada pasien untuk mencegah perburukan kondisi klinis pasien
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif
Keluhan Utama : penurunan kesadaran 1 jam SMRS pasca KLL
Keluhan tambahan : nyeri kepala hebat
2. Objektif
Satu jam SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Selama di perjalanan ke RS pasien terus memegangi kepala dan mengeluhkan
nyeri di daerah tersebut.
Dua jam SMRS pasien mengalami kecelakaan, terjatuh dari sepeda motor saat dibonceng tanpa menggunakan helm dengan posisi jatuh ke
sisi kanan dan kepala membentur aspal. Setelah terjatuh pasien masih sadar, masih dapat berjalan, tidak kejang, mual maupun muntah, tidak
ada perdarahan dari hidung ataupun telinga, namun mengeluhkan nyeri hebat di kepala disertai benjolan sebesar bola pingpong di sisi kanan
kepala. Pasien langsung dibawa ke Puskesmas diberi obat tablet dan disarankan untuk dirujuk ke Bengkulu tapi keluarga membawa pasien
pulang ke rumah terlebih dahulu.
9
Pemeriksaan Fisik (19/06/2014)
Survei Primer
a. Airway
Clear, no cervical pain
b. Breathing
- Pernafasan : 20 x/menit tipe torako-abdominal
- Gerak dinding dada simetris tipe pernapasan torako-abdominal
- Suara nafas vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, stridor (-), krepitasi (-)
c. Circulation
- Nadi : 54 x/menit, regular, kuat, isi cukup, equal (+)
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
d. Disability
- GCS : 7 (E2,V1,M4)
- Pupil : bulat anisokor diameter 5 mm/3 mm
refleks cahaya langsung +/+
refleks cahaya tidak langsung +/+
- Parese motorik : sulit dinilai
- Parese sensorik : sulit dinilai
- Refleks fisiologis : ekstremitas superior / +
ekstremitas inferior - / -
10
- Refleks patologis : ekstremitas superior - / -
ekstremitas inferior - / -
e. Exposure : Hematom Ø 5 cm di regio temporalis kanan
Survei Sekunder
Kesadaran : Sopor (E2,V1,M4)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tidak sesak, tidak sianosis
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 54 kg
BMI : BB/TB2 = 54/(1,60)2 = 20 (kesan gizi baik)
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 54x/menit, reguler,kuat, isi cukup, equalitas (+)
Suhu : 37 C (suhu aksila dengan termometer digital)⁰
Pernapasan : 18 x/menit, tipe torakoabdominal, reguler, kedalaman cukup
Status Generalis
Kulit : kuning langsat, turgor cukup, tidak pucat, tidak kuning, tidak sianosis
Kepala : normosefali, deformitas (–), nyeri tekan (–)
Rambut : Beruban, persebaran rambut merata dan mulai renggang, pendek dan tidak mudah dicabut
Mata : AVOD CF (3/60) AVOS CF (3/60), konjungtiva pucat – / –, sklera ikterik – / –, pupil isokor, refleks cahaya langsung + / +,
refleks cahaya tidak langsung + / +, shadow test - / -, kekeruhan lensa – / –, xanthelasma – / –
Telinga : liang telinga ADS lapang, membran timpani ADS intak, serumen + / +, secret, nyeri tekan tragus – / –, nyeri tekan mastoid -/-
Hidung : deformitas (–), deviasi septum (–), sekret (– / –), konka bilateral tidak edema
Tenggorokan: arkus faring simetris, uvula di tengah, faring hiperemis (–), tonsil T1/T1
11
Gigi mulut : higienitas oral cukup, karies dentis (+), kavitas (+), stomatitis angular (–), lidah tidak pucat, sianosis sentral (–)
Leher : JVP (5+2) cmH2O posisi supinasi, refluks hepatojuguler (+), tiroid tidak teraba membesar, tidak teraba pembesaran KGB,
deviasi trakea (–), bruit karotid (–)
Dada : Kelainan bentuk dada tidak tampak, diameter anteroposterior kesan dalam batas normal, puting tampak simetris, sikatriks (–),
massa (–), venektasi (–), ekspansi dada tampak simetris,tulang iga terlihat,sela iga tampak tidak melebar, retraksi interkostal (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra, dua jari lateral, heave (–), thrust (–), tap (–), thrill (-)
Perkusi : perkusi jantung redup, batas jantung kanan di sela iga 5, linea sternalis dekstra, batas jantung kiri di sela iga 5, linea midklavikula
sinistra, dua jari lateral, pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-) gallop (–)
Paru
Inspeksi : hemitoraks simetris statis-dinamis, pernapasan terlihat regular tipe pernapasan abdomino-torakal
Palpasi : fremitus kanan simetris kiri, emfisema subkutis (–), massa (–)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru; batas paru-hepar di sela iga 5, linea midklavikula dekstra, batas paru-gaster di sela iga 6, linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler, rhonki – / –, wheezing – / –
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (–), massa (–), massa pulsasi (–), darm contour (–)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba, ballotement (–)
Perkusi : timpani, shifting dullness (–)
12
Auskultasi : bising usus (+) reguler, bruit (–)
Punggung : skapula simetris, deformitas vertebra (–), nyeri ketok CVA – / +
Ekstremitas : akral hangat, edema – / –, CRT < 2”, jari tabuh (–)
Kekuatan motorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: Biseps / ++
Triseps / ++
Patella ++ / ++
Achilles ++ / ++
Status Neurologis GCS : 7 (E2,V1,M4) Kaku kuduk : Tidak dilakukan pemeriksaan Mata : Pupil bulat anisokor diameter 5 mm/3 mm,
refleks cahaya langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung +/+
Nervus kranialis : sulit dilakukan pemeriksaan
3. Assessment (Penalaran Klinis)
Traumatic Brain Injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun ti dak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1,2
Traumatic Brain Injury merupakan salah satu penyebab kematian, kesakitan dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi
yang signifikan terhadap kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900
orang per 100.000 populasi.3 Terdapat 200 hingga 500 orang dirawat di unit gawat darurat, 150 hingga 250 orang dirawat di rumah sakit
dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang meninggal ( 50% di rumah sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya (Bruns
13
Ekstremitas Superior Ekstremitas InferiorGerak Pasif Pasif Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai Tonus Normotoni Normotoni Trofi Eutrofi Eutrofi Refleks fisiologis / + / + Refleks patologis - / - - / - Klonus - - Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
and Hauser, 2003). Data menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar 1.400.000 orang mengalami Traumatic Brain Injury setiap tahun di Amerika
Serikat, dimana 50.000 orang meninggal dan 235.000 orang dirawat di rumah sakit. Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara lain
akibat jatuh (28%), kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor (20%), bertubrukan dengan benda yang bergerak maupun
diam (19%), dan penyebab lainnya. 4 Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto
Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.1
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu
berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta berdasar morfologi.1,5,6
A. Berdasarkan mekanisme
Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. 1,5,6
Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul. 1,5,6
B. Berdasarkan beratnya
Ringan (GCS 14-15) 1,5,6
Sedang (GCS 9-13) 1,5,6
Berat (GCS 3-8) 1,5,6
C. Berdasarkan morfologi
Fraktura tengkorak
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture,
depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: 1,5,6
- Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit 1,5,6
- Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’. 1,5,6
14
- Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. 1,5,6
- Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural. 1,5,6
Lesi intrakranial
Fokal (epidural, subdural, intraserebral)
Perdarahan Epidural
Adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Paling sering
terjadi di regio temporal atau tempor-parietal akibat robeknya arteri meningea media. Epidural hematom dapat
menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis
berupa hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah,
kejang, penurunan nadi dan peningkatan suhu. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan
gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. 1,5,6,8
Perdarahan subdural
Perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar
30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan
sinus draining. Namun dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau
tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya
lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang
sangat segera dan pengelolaan medis agresif. 1,5,6,8
a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan
15
cedera otak besar dan cedera batang otak. 1,5,6,8
b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio
serebri.Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan kesadaran. 1,5,6,8
c) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian
menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa
minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.1,5,6,8
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang
subaraknoid . Diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat
trauma dapat memasuki ruang subarahnoid dan disebut sebagai perdarahan subarahnoid (PSA). Luasnya PSA
menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.1,5,6,8
Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul
apabila terjadi perdarahan intraserebral.1,5,6,8
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah
lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).
Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan. 1,5,6,7,8,9
16
Difusa (komosio ringan, komosio klasik, cedera aksonal difusa)
Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera
kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya
parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme luas pembuluh darah dikarenakan adanya
perdarahan subarahnoit traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak dengan manifestasi iskemia yang
luas edema otak luas disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari
gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi .
Cedera akson difus (difuse aksonal injury)
Keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut
proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan
inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya
rotasi antara inti profunda dengan inti permukaan.1,5,6,7,8,9
Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme
lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan
besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang
begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah
datangnya gaya yang mengenai kepala.1,5,6,7,8,9
Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan
parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih
disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik. 1,5,6,7,8,9
17
Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri
berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak. 1,5,6,7,8,9
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder.3 Cedera primer
merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda
keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala.5 Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.1 Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup). Cedera sekunder merupakan cedera yang
terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.6
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan radiologis. Pada anamnesis penting ditanyakan tentang mekanisme trauma. Pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey meliputi tanda vital dan sistem organ. Penilaian GCS awal saat pasien dating sangat penting untuk
18
menilai kegawatdaruratan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan lebih dalam mencakup pemeriksaan batang otak, saraf
cranial, fumgsi motorik dan fungsi sensorik serta refleks.9 Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen
kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya penderita cedera kepala diperiksa dengan CT Scan,
terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.6,9
Indikasi pemeriksaan CT Scan pada kasus cedera kepala adalah:
Secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi cedera kepala sedang dan berat.9
Cedera kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak9
Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii9
Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran9
Sakit kepala yang hebat9
Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak9
Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.
SKALA GCS
19
Jenis Pemeriksaan NilaiRespon membuka mata (E)
Buka mata spontan Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara Buka mata bila dirangsang nyeri Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun
4321
Respon verbal (V) Komunikasi verbal baik Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang Kata-kata tidak teratur Suara tidak jelas Tidak ada reaksi
54
321
Respon motorik (M) Mengikuti perintah Melokalisir nyeri Fleksi normal Fleksi abnormal Ekstensi abnormal
Tidak ada reaksi
65432
1
Penatalaksanaan cedera kepala sesuai dengan tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat.3 Tidak semua
pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara lain:
1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam) 9
2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit) 9
3. Penurunan tingkat kesadaran9
4. Nyeri kepala sedang hingga berat9
5. Intoksikasi alkohol atau obat9
6. Fraktura tengkorak9
7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea9
8. Cedera penyerta yang jelas9
9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan9
10. CT scan abnormal9
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei
primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak
sekunder dan mencegah homeostasis otak.3 Prinsip utama penatalaksaan pada kasus traumatic brain injury adalah cegah atau obati hipertensi
20
intrakranial, memelihara kebutuhan metabolik otak (hipokapnea, kontrol cairan, diuretic (manitol)
Adapun tindakan umum yang dapat dilakukan pada kasus traumatic brain injury antara lain
- Elevasi kepala 30°
Meningkatkan venous return ® CBV menurun ® TIK turun
- Hiperventilasi ringan
Menyebabkan PCO2 ¯ ® vasokonstriksi ® CBV¯ ® TIK ¯
- Pertahankan tekanan perfusi otak (CPP) > 70 mmHg (CPP=MAP-ICP)
- Pertahankan normovolemia
Tidak perlu dilakukan dehidrasi, karena menyebabkan CPP ¯ ® hipoperfusi® iskemia
- Pertahankan normothermia
• Suhu dipertahankan 36-37°C
• Terapi hipothermia (ruangan berAC)
• Setiap kenaikan suhu tubuh 1°C meningkatkan kebutuhan cairan ± 10%
- Manitol
• Osmotik diuresis, bekerja intravaskuler pada BBB yang utuh
• Efek : dehidrasi (osmotik diuresis), rheologis, antioksidan (free radical scavenger)
• Dosis 0,25-1g/kgBB/pemberian, diberikan 4-6x/hari
• Diberikan atas indikasi da tanda klinis terjadinya herniasi klinis & radiologis TIK meningkat
Pada pasien ini, didapatkan keluhan utama berupa penurunan kesadaran pasca terjatuh dari sepeda motor dengan keluhan lain berupa
nyeri kepala hebat. Dari kedua keluhan serta riwayat terjatuhnya pasien ini maka diagnosis pasien ini jelas merupakan kasus cedera kepala
(traumatic brain injury) berdasarkan skala GCS yang diperiksa termasuk dalam klasifikasi cedera kepala berat (severe head injury) serta
diduga telah terjadi perdarahan epidural. Diagnosis ini pun ditunjang dengan pemeriksaann fisik berupa adanya penurunan skala GCS
21
(somnolen), bradikardia, adanya tanda lateralisasi ke kanan berupa pupil anisokor dan penurunan refleks fisiologis pada ekstremitas kanan. Hal
ini mendukung diagnosis perdarahan epidural. Namun masih perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan untuk lebih memastikan
kembali diagnosa kerja pada pasien serta tata laksana yang akan diberikan pada pasien. Mengingat fasilitas CT scan tidak ada maka pasien
dirujuk ke RS lain. Meskipun diagnose kerja belum dapat ditegakkan prinsip penanganan awal pasien cedera kepala berat (untuk mencegah
hipertensi intrakranial) sudah diberikan berupa bed rest dengan elevasi kepala 30°, pemberian O2 dan manitol (untuk menurunkan tekanan
intracranial), asam traneksamat (untuk menghentikan on going bleeding di dalam ruang epidural) dan citicholin (mencegah kerusakan neuron
akibat perdarahan) yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Prognosis:
ad vitam : dubia ad malam
ad fungsionam : dubia ad malam
ad sanasionam : ad bonam
4. Plan
Diagnosis:
Traumatic Brain Injury Susp. Epidural hemmoraghi
Rencana diagnosis dilakukan pemeriksaan CT scan di RS lain untuk menegakkan diagnosa kerja serta pemberian tata laksana
yang sesuai
Penatalaksanaan:
Non Farmakologis :
Bed rest elevasi kepala 30°
Farmakologis :
22
Oksigen 3 liter per menit
IVFD RL 20 tpm makro
Loading manitol 300 ml dilanjutkan maintenance 150 ml per 8 jam
Inj. asam traneksamat 1 gr
Inj. citicholin 1 gr
Rujuk ke RS lain untuk dilakukan pemeriksaan CT scan dan penanganan lebih lanjut.
Edukasi
1. Memberikan penjelasan umum kepada pasien dan keluarga tentang diagnosa sementara berupa cedera kepala berat, kondisi pasien saat
itu dan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada pasien.
2. Memberikan penjelasan umum kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya dilakukan pemeriksaan CT scan segera.
Konsultasi :
Konsultasi dengan spesialis saraf mengenai traumatic brain injury susp epidural hemmoraghi
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Pemantauan tanda vital, keadaan umum dan
perburukan gejala selama perawatan di RS
Observasi setiap 15 menit sekali selama di
RS sebelum dirujuk ke RS lain
Memantau perburukan gejala pasien dan
menilai efektivitas dosis obat terhadap
perbaikan kondisi pasien
23