21
TENTANG : DI SUSUN O L E H FITRI REZKY HAMZANI KELAS : XII (Dua belas) Bidang studi : Bahasa Arab

Makalah Arabiyah Fiti

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahasa Arab

Citation preview

TENTANG :

DI SUSUNOLEH

FITRI REZKY HAMZANI

KELAS : XII (Dua belas)Bidang studi : Bahasa Arab

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt. Yang maha pengasih lagi maha penyayang. Berkat rahmat dan karunia-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan dan disusun dengan baik. Mudah mudahan dengan makalah ini siswa lebih mudah memahami pelajaran Bahasa Arab, khususnya tentang marifatul asma: almubtada wal khabar wal fail wal matuf alal marfu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan adanya masukan, saran, dan kritik dari semua pihak demi perbaikan makalah ini pada masa mendatang. Demikianlah, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin .

Sei Kamah I, 15 september 2012

Penulis

A. MARFUATUL ASMAIsim-isim yang marfu adalah isim-isim yang ber-irob rofa. Jama dari marfu adalah marfuaat (Isim-isim yang marfu)

Suatu isim menjadi marfu dalam 7 keadaan:1. Mubtada ()Yaitu isim marfu yang terletak di awal kalimat.

Misal : (Alkitaabu jadiidun) = Buku itu baruKata (= buku) merupakan mubtada, karena terletak di awal kalimat.2. Khobar Mubtada ()Yaitu yang menyempurnakan makna mubtada.Pada kalimat di atas, kata (= baru) merupakan khobar, karena menyempurnakan makna mubtada3. Isim kaana ( ) dan saudara-saudaranyaYaitu setiap mubtada yang dimasuki oleh kaana atau saudara-saudaranya.

Misal : (Kaana al kitaabu jadiidan) = (Adalah/dahulu) Buku itu baru.

Kata (= buku) merupakan isim kaana, karena kata tersebut awalnya mubtada, setelah dimasuki kaana, maka istilahnya bukan mubtada lagi, tetapi isim kaana.4. Khobar Inna ( ) dan saudara-saudaranyaYaitu setiap khobar mubtada yang dimasuki oleh inna dan saudara-saudaranya.

Misal : (inna al kitaaba jadiidun) = Sesungguhnya buku itu baru.

Kata (= baru) merupakan khobar inna, karena karena kata tersebut awalnya khobar mubtada, setelah dimasuki inna, maka istilahnya bukan khobar mubtada lagi, tetapi khobar inna 5. Fail ()Yaitu isim marfu yang terletak setelah fiil lil malum (setelah kata kerja aktif) dan menunjukkan pada orang atau sesuatu yang melakukan perbuatan atau yang mensifati perbuatan tersebut. Dengan kata lain, Fail = subjek.

Misal : (Qoro-a at-Tholibu risaalatan) = Siswa itu telah membaca surat.

Kata (= siswa) merupakan fail, karena terletak setelah kata kerja aktif (yaitu membaca), dan yang orang yang melakukan perbuatan (yang membaca adalah siswa), jadi siswa itu sebagai subjek.6. Naibul Fail ( )Yaitu isim marfu yang terletak setelah fiil mabni lil majhul (setelah kata kerja pasif) dan menempati kedudukan fail setelah dihapusnya fail tersebut.

Misal : (Quriat ar-Risaalatu) = Surat itu telah dibaca.

Kata (= surat) merupakan naibul fail, karena terletak setelah kata kerja pasif (yaitu dibaca)

B. MUBTADA & KHABARSebelum berbicara mengenai Mubtada dan Khabar, sepatutnya untuk diketahui terlebih dahulu bahwa kalimat () baik kalimat sempurna maupun tidak, dalam bahasa arab terbagi menjadi dua, yaitu Jumlah ismiyah ( ) adalah kalimat yang didahului oleh isim dan setiap isim yang berada di awal kalimat tersebut dinamakan mubtada dan bagian yang melengkapinya dinamakan Khabar yang mana hukumnya dalam Irab harus mengikuti kepada mubtada. Dan Jumlah Filiyah ( ) yaitu kalimat yang didahului oleh fiil. Dengan mengetahui pembagian jumlah tersebut akan mempermudah dalam memahami akan mubtada dan khabar, dan dalam kesempatan kali ini kita akan membahas secara garis besar tentang mubtada dan khabar.1. Pengertian mubtada dan khabar

Mubtada adalah isim yang dirafakan yang kosong dari amil-amil sebangsa lafadzh dan juga merupakan Isim sharih atau isim muawwal yang berkedudukan sebagi subjek dalam kalimat ismiyah, Khabar adalah isim yang dirafaakan yang disandarkan kepada mubtada. Atau disebut juga prediket yakni sesuatu yang menjelaskan mubtada, tanpa kehadirannya tidak sempurna suatu kalimat.

Mubtada (Subjek) dan Khabar (Predikat) pada Jumlah Ismiyyah (Kalimat Nominal). Perhatikan contoh-contoh Jumlah Ismiyyah di bawah ini: = rumah itu besar

= rumah itu besar (lagi) indah

= rumah besar itu indah

= rumah besar itu indah (lagi) mahal

Dalam contoh di atas terlihat bahwa semua Isim yang terdapat dalam Jumlah Ismiyyah adalah Marfu (mengalami Irab Rafa), tandanya adalah Dhammah.2. Contoh mubtada dan khabar ." " (Zaid itu berdiri) . .(kedua Zaid bediri) . . (banyak Zaid berdiri)Keterangan : Untuk lebih mudah memahami apa itu mubtada ? dan apa itu khabar ?, coba anda perhatikan contoh diatas : Yang pertama Kalimat ( )artinya : zaid itu berdiri. Lafadz () sebagai Mubtada. sedangkan Lafadz ( ) sebagai khabarnya. Sesuai dengan definisi mubtada, bahwa mubtada adalah isim yang di rafa'-kan (atau berharkat Dhammah) yang kosong dari amil-amil Lafdzy yang masuk. Sedangkan khabar adalah isim yang dirafa-kan yang disandarkan kepada mubtada.Catatan Tambahan

Jika mubtadanya Mufrad (bentuk tunggal), maka khabar mengikutinya. dan jika Mubtada berbentuk Tatsniyah, maka khabar mengikuti. begitu juga jika Mubtada berbentuk jamak(mengandung arti banyak), maka khabarnya pun sama

Mubtada dipersyaratkan mesti marifat, yakni ia merupakan sesuatu yang telah dimaklumi atau dikenal. Dalam bahasa arab marifat mencakup:1. Isim alam2. Isim dhamir3. Isim Isyarah4. Isim maushul5. Mudhaf ilal marifatMubtada ()Namun beberapa hal di perbolehkan mubtada berbentuk nakirah, yakni : sesuatu yang tidak dikenal. Apabila:Adapun Isim marfuyang terletak setelah mubtada yang tidak memiliki khabar yang dibarengi oleh Nafyu atau istifham maka kedudukannya dalam Irab kalimat adalah sebagai berikut:1. Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan setelahnya adalah isim yang tunggal contohnya ( ) atau ( ) maka Irabnya ada dua kemungkinan, Pertama: sifat yang pertama setelah istifham (musafir) adalah mubtada dan setelahnya adalah Fail karena letaknya setelah Isim Fail, atau Naib Fail apabila terletak setelah isim maful, keduanya marfumenempati kedudukan khabar. Kedua: Sifat yang pertama (musafir) adalah khabar yang didahulukan (khabar muqaddam) sedangkan kata (rajul) adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar).2. Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal kemudian setelahnya adalah Mutsanna (yang menunjukkan bentuk dua) atau Jamak, maka sifat yang pertama adalah mubtada dan isim setelahnya tersebut adalah Fail atau naib fail yang menempati posisi khabar, contoh ( ) dan ( ) kata Muhmil adalah mubtada sedangkan thalibani adalah Fail karena terletak setelah isim Fail, dan kata Mahbub adalah mubtada sedangkan Muqshirun adalah Nab Fail karena terletak setelah Isim Maful.3. Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau Jamak dan setelahnya adalah mutsanna atau jamak maka isim yang pertama adalah khabar yang didahulukan (khabar muqaddam) dan isim yang setelahnya adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar), contohnya ( ) dan ( ), kata musafirani dan muqshirun adalah khabar muqaddam sedangkan dhaifani dan mujtahidun adalah Mubtada muakkhar.Asal dari Mubtada adalah Marifah atau mubtada haruslah isim yang marifah sebagaimana pada contoh-contoh di atas, kecuali apabila didahului oleh nafyu atau istifham maka boleh mubtada itu nakirah dengan catatan kenakirahannya tidaklah mengurangi dan mempengaruhi makna yang dapat diperincikan sebagai berikut:a. Nakirah tersebut menunjukkan kekhususan baik dengan menyebutkan sifat atau tidak, ataupun nakirah tersebut secara lafadznya bersandar pada marifat, contohnya ( ) dan contoh yang idhaf ( ).b. Nakirah yang menunjukkan pada sesuatu yang umum, baik mubtadanya adalah bentuk yang umum, contohnya ( ), kata man di sini adalah bentuk nakirah yang umum. Maupun mubtada yang nakirah tersebut terletak dalam kalimat yang didahului oleh nafyu atau istifham, contohnya ( ) dan ( ).c. Mubtada yang nakirah haruslah didahului oleh kalimat yang terdiri dari jar majrurr atau dharf, contohnya ( ), mubtada di sini adalah nakirah karena di dahului oleh jar majrur, dan ( ), kata asyjar adalah nakirah karena didahului oleh dzharf.d. Nakirah harus Athaf (mengikuti) pada marifah atau diikutkan pada marifah, contohnya ( ) kata rajul di sini nakirah karena ikut pada Muhammad. dan ( ) kata rajul diikutkan pada yusuf.e. Mubtada yang nakirah merupakan jawaban atas pertanyaan, contohnya, ada yang bertanya ( ) maka jawabannya () dengan menggunakan nakirah, takdirnya adalah ( ).f. Terletak setelah Laula (), contoh ( ).g. Jika khabarnya adalah sesuatu yang aneh yang keluar dari kebiasaan, contohnya ( =pohon bersujud).Apabila kita melihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat perbedaan kedudukan mubtada yang kadang didahulukan (mubtada muqaddam) dan kadang diakhirkan (mubtada muakkhar), kesemuanya itu mempunyai aturan yang wajib didahulukan maupun boleh didahulukan.

Wajib mendahulukan MubtadaMubtada itu wajib didahulukan apabila:1. Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di dalam kalimat, seperti isim syarat, atau istifham atau Ma yang menunjukkan ketakjuban, contohnya ( =barangsiapa yang membaca syair maka akan bertambah kekayaannya dengan bahasa), kata Man di sini adalah mubtada yang harus di dahulukan karena posisinya dalam kalimat sebagai pembukaan dan pendahuluan, contoh lain ( =siapakah yang akan bepergian besok), kata man di sini adalah kata Tanya yang harus selalu didahulukan dan ia adalah mubtada, contoh lain ( =alangkah indahnya musim semi) Kata Ma disini adalah Ma takjub yang mana harus dan wajib didahulukan.2. Mubtada yang menyerupai isim syarat, contohnya ( =yang menang maka baginya piala), kata allazi dalam kalimat ini menyerupai isim syarat.3. Isim tersebut haruslah disandarkan kepada isim yang menempati posisi dan kedudukan kata pendahuluan, contohnya ( ) kata amal disandarkan pada Man yang kedudukannya sebagai pendahuluan.4. Apabila khabarnya adalah jumlah filiyah dan failnya adalah dhamir yang tersembunyi yang kembali kepada mubtada, contohnya ( =Muhammad bermain bola) kata yalab adalah khabar jumlah filiyah dan failnya dhamir tersembunyi kembali ke Muhammad.5. Isim tersebut haruslah disertai dengan huruf Lam untuk memulai atau Lam tauwkid, contoh ( ) kata addar dimasuki oleh lam ibtida, dan ( ) dimasuki lam tawkid.6. Mubtada dan khabarnya adalah Marifat atau kedua-duanya nakirah dan tidak adanya kata yang menjelaskannya, contohnya ( ) jika ingin memberitahukan tentang bapaknya maka wajib didahulukannya, dan ( ) jika ingin memberitahukan tentang Muhammad.7. Mubtada teringkas khabarnya oleh Illa atau Innama, contohnya ( ) dan ( ).Selain dari tujuh masalah di atas, maka boleh mendahulukan atau mengakhirkan mubtada.

Wajib menghilangkan MubtadaMubtada wajib dihilangkan dalam hal-hal sebagai berikut:1. Apabila mubtada ikut kepada Sifat yang marfu dengan tujuan memuji atau menghina atau sebagai rasa iba dan saying, contohnya ( ) mubtadanya dihilangkan karena disifati oleh sifat yang rafa, asalnya adalah ( ). Contoh lain ( =jauhilah dari orang jahat yang jelek sifatnya), asalnya adalah ( ) mubtada nya wajib dihilangkan karena disifati oleh sifat yang marfu.2. Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah, contohnya ( ) asalnya adalah ( ) dengan menghilangkan mubtadanya yaitu ahd.3. Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fiilnya, contohnya ( ) asalnya adalah ( ) maka wajib menghilangkan mubtadanya.4. Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah kata Nima () dan Bisa () dan terletak diakhir, contohnya ( =alangkah baiknya pelajar yaitu Muhammad) dan ( =alangkah buruknya pelajar yang pemalas), muhammad dan kusul pada contoh di atas adalah khabar dari mubtada yang dihilangkan, asalny adalah ( ) dan ( ).Selain dari empat masalah ini, mubtada juga kebanyakan dihilangkan jika terletak setelah kata qaul (berkata), contohnya ( ) mubtadanya dihilangkan, asalnya adalah ( ), contoh lain, ( ) dan ( ) asalnya adalah ( ) dan ( ). Atau mubtadanya terletak setelah Fa sebagai jawban dari syarat, contohnya ( ) asalnya adalah ( ).

Boleh menghilangkan MubtadaMubtada boleh dihilangkan dan dihapus sebagai jawaban atas pertanyaan orang yang bertanya ( )?, dan jawabnya () aslinya adalah ( ), atau Mubtada itu boleh dihilangkan apabila ada kalimat atau kata yang menunjukkan tentangnya, contohnya firman Allah SWT ( ) kata Falinafsihi kedudukannya rafa khabar dan dhamir Ha majrur bil idhafah sedangkan mubtadanya mahzuf (dihilangkan) begitu juga pada wa man asaa faalaiha, asalnya adalah ( ) dan ( ).Dan boleh juga menghilangkan Mubtada dan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan kepadanya, contohnya ( ) yang dihapus dari kalimat tersebut adalah mubtada dan khabarnya yaitu ( ) aslinya haruslah ( ) dihapus karena telah dijelaskan pada kalimat sebelumnya.Khabar ()Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai Jumlah Ismiah ( ) yang terdiri dari dua bagian yang memberikan petunjuk serta pemahaman kepada pendengar agar diterima. Para pakar Nahwu menyebut bagian pertama dari jumlah ismiah ini dengan Mubtada karena ia adalah bagian yang dimulai dalam pembicaraan, sedangkan bagian keduanya dinamakan Khabar karena ia memberitahukan keadaan yang ada pada mubtada, dan bisa saja terdiri dari segala bentuk sifat baik ia isim fail, atau maful ataupun tafdhil, contohnya, ( ) dan ( ).

Hukum KhabarPara ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah sebagai berikut:1. Wajib merafa (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab khabar itu marfuadalah mubtada , contohnya ( ) Karim adalah khabar marfudisebabkan oleh mubtada. Contoh lain ( ) Khair khabar mubtada marfu.2. Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya ( ) fadhil adalah nakirah dan ia khabar mubtada.3. Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari segi tunggalnya atau tasniyah (bentuk duanya) ataupun jamak, contoh ( ), ( ), dan ( ).4. Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan kepadanya, dan masalah ini nanti akan dibahas pada pembahasannya.5. Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan dibahas nanti pada pembahasannya.6. Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya hanya satu, contohnya ( ) zakiyun dan fithn adalah khabar mubtada, contoh lain ( ).7. Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan pembahasan ini pun akan di bahas pada pembahasannya.

Macam-macam KhabarKhabar terbagi menjadi tiga, yaitu:1. Khabar Mufrad () yaitu khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada tunggal atau mutsanna (bentuk dua) ataupun jamak, dan harus disesuaikan dengan Mubtada dalam pentazkiran (berbentuk muzakkarf=lk) atau tanis juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak. Contoh ( =bulan bersinar), ( =pelajar pr itu sopan).2. Khabar Jumlah (), yaitu khabar yang berbentuk kalimat baik jumlah ismiah () maupun filiyah (). Contoh khabar jumlah ismiah ( =taman itu pepohonannya berwarna hijau) atau ( =pakaian itu warnanya bersih), Atsaub =adalah mubtada pertama, Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf, dhamir Hu=mudhaf ilaih, Nashi=khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya menempati posisi rafa yaitu khabar dari mubtada pertama. Adapaun contoh khabar mubtada dari jumlah filiyah, ( =anak-anak bermain di taman) yalabun adalah fiil mudharimarfukarena khabar mubtada yang berbentuk jumlah filiyah. Khabar jumlah baik ismiah maupun filiyah haruslah berhubungan dengan mubtada.3. Khabar syibhu jumlah ( ) yaitu khabar yang bukan mufrad atau jumlah akan tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur ( ) dan dharf =kata keterangan,(). Contoh khabar dari jar wal majrur ( =buku di dalam tas), ( =air di dalam teko). Contoh khabar dari dharf makan (keterangan tempat), ( =surga dibawah telapak kaki ibu), ( =burung di atas pohon), contoh dharf zaman (keterangan waktu), ( =bepergian pada hari kamis), ( =akan bepergian setelah seminggu).

Wajib mendahulukan KhabarKhabar wajib di dahulukan dari mubtada dalam keadaan sebagai berikut:1. Apabila mubtada nya adalah isim nakirah yang semata-mata tidak untuk memberitahukan dan khabarnya adalah jar wal majrur atau dharf, contohnya ( =di sekolah ada para guru), ( =ada tamu). Jika mubtadanya nakirah dengan maksud untuk memberitahukan maka hukumnya boleh didahulukan atau pada tempatnya semula, contohnya ( ).2. Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan pada kata Tanya, contohnya ( =bagaimana kabarmu), ( =anak siapa ini) atau ( =jam berapa perginya).3. Apabila ada dhamir yang berhubungan atau bergandengan dengan mubtada sedangkan kembalinya dhamir tersebut kepada khabarnya atau sebagian dari khabarnya, contohnya, ( =di sekolah ada murid-murid-nya), ( =di tama nada anak-anak-nya), dhamir yang ada pada mubtada kembali kepada khabarnya.4. Meringkas khabar mubtada dengan Illa () atau Innama (), contohnya, ( =tiada yang menang kecuali Muhammad), ( =yang menang adalah Muhammad), dalam contoh ini kata faiz diringkas atau dipendekkan sebagai sifat dari Muhammad.Boleh mendahulukan atau mengakhirkan khabar apabila khabarnya sebagai pengkhususan setelah kata Ni () ma dan Bisa (), contohnya ( =alangkah baiknya lelaki itu muhammad), ( =alangkah buruknya perbuatan khianat), Muhammad di sini bisa saja mubtada muakkhar dan jumlah filiyah sebelumnya adalah khabar muqaddam, dan bisa saja mubtadanya dihilangkan dan Muhammad di sini adalah khabarnya, karena apabila pengkhususan setelah ni ma dan bi sa didahulukan atas fiilnya maka ia adalah mubtada dan jumlah filiyahnya adalah khabar muakhhar oleh sebab itu boleh didahulukan atau diakhirkan.

Boleh menghilangkan KhabarKhabar boleh dihilangkan apabila terletak setelah Iza al fajaiyah (tiba-tiba), contohnya ( =saya keluar tiba tiba ada harimau), ( =saya sampai tiba-tiba hujan), khabarnya dihilangkan, asli dari kalimat tersebut adalah ( ) dan ( ). Apabila ada dalil yang menjelaskannya maka khabar pun boleh dihilangkan, yang dapat ditemukan pada jawaban dari pertanyaan, misalanya ada yang bertanya ( =siapa yang alpa?), jawabannya () dengan menghapus khabarnya yaitu ( ) karena telah dijelaskan pada pertanyaannya. Dan apabila jumlah ismiah mengikuti (athf) pada jumlah ismiah yang tidak dihilangkan khabarnya, maka boleh menghilangkan khabar pada jumlah ismiah yang mathuf, contohnya ( =muhammad rajin dan ahmad juga), asal dari kalimat di atas ( ), dihilangkan khabar jumlah ismiah yang matuf karena telah dijelaskan pada sebelumnya.

Wajib menghilangkan KhabarAdapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah sebagai berikut:1. apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang menunjukkan pada sumpah, contohnya ( =demi hidupmu saya bersaksi dengan kebenaran), khabarnya wajib dihilangkan, asalnya adalah ( ).2. Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat tersebut menunjukkan akan keberadaan dari sesuatu, dan hal itu terdapat pada kata yang bergandengan dengan jar majrur atau dharf, contohnya ( =air berada di dalam teko), ( =buku berada di atas meja), yang menunjukkan khabarnya telah dihilangkan yaitu (). Dan apabila mubtadanya terletak setelah Lau la () maka khabarnya yang berarti keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya ( =jika tidak ada Allah, maka mobil akan menabrak anak itu), khabar yang dihilangkan adalah kata () pada contoh ini.3. Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang disandarkan pada mashdar dan setelahnya bukanlah khabar melainkan hal yang menduduki tempatnya khabar, contohnya ( =saya mendukung pelajar yang berprestasi), (: =sebaik-baik shalatnya sorang hamba dalam keadaan khusu) asalnya adalah ( ).4. Khabarnya terletak setelah huruf Wau () yang berarti dengan/bersama (), contohnya, ( =semua pelajar bersama kawanya), wau di sini berarti bersama sehingga khabarnya dihilangkan, dan khabar yang dihilangkan adalah kata ().

Kesimpulan dan Perhatian1. Asal dari pada mubtada adalah marifah sedangkan khabar adalah Nakirah, contohnya ( ), namun kadang ada mubtada datang dalam bentuk marifat dan khabarnya pun marifat, contohnya ( ) dan ( ) mubtadanya marifah dan khabarnya pun marifah karena idhafah. Contoh lain ( ) assabiqun yang pertama adalah mubtada dan yang kedua adalah khabarnya, sama dengan ( ), terdiri dari mubtada dan khabar, tapi bisa juga assabiqun dan anta yang kedua adalah taukid (menegaskan) pada yang pertama.2. Jika mubtadanya adalah mashdar marfu, maka mubtadanya boleh didahulukan, contohnya ( ).3. Asal dari khabar mubtada adalah satu, namun boleh saja khabar terhadap mubtada menjadi banyak, contohnya ( ) kata penyair, penulis dan penulis kisah semuanya adalah khabar dari mubtada yang menunjukkan bolehnya taaddud khabar terhadap mubtada.4. Haruslah memperhatikan pnyesuaian antara khabar dan mubtada, sebagaimana yang telah disebutkan pada hukum-hukum khabar di atas, akan tetapi ada sebagian ayat-ayat Al Quran yang membingungkan dan menimbulkan kesan bertentangan dengan hukum penyesuaian tersebut, padahal jika dilihat dengan seksama ternyata semua itu ada kesesuaian antar keduanya.5. Khabar yang terdiri dari jarr dan majrur atau dharf pada dasarnya bukanlah khabar, melainkan ia berhubungan dengan kata yang dihilangkan, dan kata yang dihilangkan tersebutlah yang marfu yang menunjukkan ia adalah khabar, contohnya, ( ) jarr majrur di sini hanyalah berhubungan dengan kata yang dihilangkan yaitu khabar mubtada, takdirnya adalah () atau ().6. Khabar mufrad boleh diikutkan (athaf) kepada khabar jarr majrur, contohnya ( ) aysaddu qaswah khabar yang diathafkan pada jar majrur yaitu kal hijarah.7. Boleh memisahkan antara mubtada dan khabar, contohnya ( ), kata hum adalah mubtada, dan yuqinun adalah khabarnya, dipisahkan oleh jar majrur yang berkaitan dengan khabarnya yaitu yuqinun.

C. FAILA.Pengertian Fail

. .

Fail adalah isim yang dirafakan(berharkat Dhammah) yang disebutkan sebelum fiilnya(kata kerja) dan menunjuk kepada yang melakukan perbuatan. Dengan kata lain, Fail = subjek.

PeneranganFai'l itu hampir sama dengan subjek (di dalam bahasa Indonesia), hanya saja fa'il harus terletak setelah fi'il (kata kerja). Jadi kalau kita mau buat kalimat "Ahmad duduk", dalam bahasa arab kata kerjanya diawal sebelum fa'il (subjek), (jalasa Ahmadu). Fa'il terdapat pada jumlah fi'liyyah (kalimat yang diawali dengan fi'il), sementara pada jumlah ismiyyah (kalimat yang diawali dengan isim), seperti (Ahmadu jalasa), maka kata bukan dikatakan fa'il, tapi mubtada', karena kata merupakan isim yang terletak di depan kalimat, sementara fa'il harus terletak setelah fi'il.Fail (Subjek Pelaku) atau Naib al-Fail (Pengganti Subjek Pelaku) pada Jumlah Filiyyah (Kalimat Verbal). Contoh: = Muhammad datang

= Umar menang

= orang kafir itu dikalahkan

= syaitan itu dilaknat

(=Muhammad) > Fail > Marfu dengan tanda Dhammah (=Umar) > Fail > Marfu dengan tanda Dhammah (=orang kafir) > Naib al-Fail > Marfu dengan tanda Dhammah. (=syaitan) > Naib al-Fail > Marfu dengan tanda Dhammah.Pahamilah baik-baik semua kaidah-kaidah yang terdapat dalam pelajaran ini sebelum melangkah ke pelajaran selanjutnya.C. MATUF ALAL MARFU

Arti 'Athaf

Tabi' (lafazh yang mengikuti) yang antara ia dengan matbu'nya ditengah-tengahi oleh salah satu huruf 'athaf. Contoh: = telah datang Zaid dan 'Amr. Lafazh 'Amr mengikuti kepada lafazh Zaid yang ditengah-tengahi oleh wawu huruf 'athaf. Lafazh 'Amr ma'thuf (di-'athaf-kan), sedangkan lafazh Zaid yang di-'athafi-nya (ma'thuf 'alaih). Contoh lainnya adalah seperti: = aku telah melihat Muhammad dan Bakar. = aku telah memakan nasi dan daging. = aku telah membeli buku tulis dan pena. Huruf 'athaf ada sepuluh, yaitu sebagai berikut: 1. , contoh: = telah datang Zaid dan 'Amr (bersamaan).2. , contoh: = telah datang Zaid lalu 'Amr (berurutan). 3. , contoh: = telah datang Zaid kemudian 'Amr (terselang lama). 4. , contoh: = Zaid atau 'Amr telah datang (diragukan). 5. , contoh: = Zaid atau 'Amr telah datang (diragukan). 6. , contoh: = telah datang Zaid dan atau 'Amr (memilih). Atau seperti: = dia telah membeli buku tulis dan atau pena. 7. , contoh: = Zaid tidak datang, melainkan 'Amr. 8. , contoh: = Zaid tidak datang, tetapi 'Amr (datang). (Maksudnya sama dengan ). 9. , contoh: = Zaid telah datang, 'Amr tidak. 10. , pada sebagian tempat, contoh: = aku telah memakan ikan hingga kepalanya. Perlu diketahui bahwa tidak setiap lafazh hatt menjadi huruf 'athaf; karena adakalanya menjadi huruf nawshib bila berhadapan dengan fi'il mudhari' dan adakalanya menjadi huruf jar, seperti = sampai terbit fajar. (aI-Qadr: 5)

Apabila Anda meng-'athaf-kan kepada lafazh yang di-rafa'-kan, berarti Anda me-rafa'-kan pula ma'thuf-nya, atau meng-'athaf-kan kepada lafazh yang di-nashab-kan, berarti Anda me-nashab-kan pula ma'thuf-nya, atau meng-'athaf-kan kepada lafazh yang di-khafadh-kan, berarti Anda meng-khafadh-kan pula ma'thuf-nya, atau meng-'athaf-kan kepada lafazh yang di-jazm-kan; berarti Anda men-jazm-kan pula ma'thuf-nya, seperti perkataan: (telah berdiri Zaid dan 'Amr), (aku telah melihat Zaid dan 'Amr), (aku telah bersua dengan Zaid dan 'Amr), (Zaid tidak berdiri dan tidak pula duduk), (diwajibkan Shalat dan Zakat), dan sebagainya. Kata nazhim:

Sesuaikanlah oleh kalian ma'thuf dengan ma'thuf 'alaih dalam hal i'rab-nya yang telah diketahui.

Dengan memakai huruf wawu, fa, au, am, tsumma, hatt, bal, l, lkin dan imm.