Makalah Adat Desa Tenganan

  • Upload
    badjek

  • View
    629

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah ini menjelaskan mengenai hukum adat di desa Tenganan, Bali.

Citation preview

Perkawinan Adat Desa Tenganan Pegringsingan

Oleh :1. Nurul Amalia1247042322. Badzlina Putri1247042653. Gladena Liveria 1247042664. Emilda Tri Ernia1247042675. Dini Meisa124704268S1 ILMU HUKUM 2012 CUNIVERSITAS NEGERI SURABAYAKata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya, penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Perkawinan Adat Desa Tenganan Pegringsingan ini dengan tepat waktu. Makalah ini menjelaskan tentang hasil penelitian penulis terhadap sistem perkawinan adat yang berlangsung di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi teman teman pembaca mengenai sistem perkawinan adat yang berada di dalam Desa Adat Tenganan Pegringsingan tersebut.Tak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian makalah ini oleh penulis, sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Penulis juga memohon maaf yang sebesar besarnya atas semua kesalahan penulis dalam proses kerja penulis menyelesaikan makalah ini.Penulis mengharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi teman teman pembaca untuk lebih mengerti dan memahami mengenai sistem dalam tatanan kehidupan perkawinan di Desa Adat Tenganan. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis untuk perbaikan makalah penulis selanjutnya.

Sidoarjo, November 2013

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangPerkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam diri manusia , yakni menyatukan dirinya dengan diri orang lain dalam suatu ikatan pernikahan yang suci dan sakral. Perkawinan tidak hanya menjadikan kedua mempelai terhubung satu sama lain, tetapi juga menghubungan keluarga dan kerabat dari masing masing mempelai. Perkawinan dilakukan tidak hanya sebatas menghindarkan diri dari perbuatan zina, melainkan juga dengan tujuan untuk membentuk dan memperkuat tali hubungan dengan sesame manusia. Selain itu, tujuan utama perkawinan adalah membangun keluarga baru yang rukun dan damai, yang nantinya akan melahirkan anak baik yang akan membawa pengaruh baik bagi lingkungan nya. Perkawinan yang sah menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut agama dan kepercayaannya masing masing. Syarat itulah yang harus dipenuhi oleh setiap pasangan yang akan menikah dan berumah tangga, jika mereka ingin Negara mengakui perkawinan yang dilakukannya, yakni melaksanakan perkawinannya berdasarkan agama dan kepercayaannya masing masing. Jika tidak, maka status perkawinan itu tidaklah sah menurut ketentuan Hukum Nasional, tetapi sah menurut ketentuan perkawinan menurut apa yang diyakininya.Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia, yang juga memiliki penduduk terbanyak di Indonesia. Bali kaya akan keragaman budaya, adat, dan istiadatnya. Keragaman itulah yang akan membawa perbedaan pada pandangan hidup masyarakatnya dalam menanggapi suatu permasalahan, perkawinan contohnya. Tidak semua masyarakat Bali mengerti tentang Hukum Nasional, karena keberadaannya dikalahkan oleh Hukum Adat yang menjadi pedoman pelaksanaan kehidupan kesehariannya . Berdasarkan kehidupan keseharian masyarakat Bali, sistem perkawinan yang dilaksanakan merupakan sistem perkawinan yang endogami, dimana setiap penduduknya hanya diperbolehkan melaksanakan perkawinan dengan sesama penduduk yang berada di desanya, jika tidak , maka mereka akan diasingkan dan dibuang dari tatanan warga desa disana. Tetapi, dalam pelaksanaannya kini, banyak masyarakat Desa Tenganan yang melakukan perkawinan dengan orang di luar desanya. Hal ini semakin banyak dilakukan oleh warga dari tahun ke tahun. Mulai terbukanya masyarakat Tenganan terhadap sesuatu baru yang baik adalah salah satu yang menjadi penyebabnya.

1.2 Rumusan MasalahBerikut ini adalah rumusan masalah yang penulis buat untuk menjawab segala permasalahan yang dibahas penulis dalam makalah ini, diantaranya :a. Apa yang dimaksud dengan perkawinan? b. Bagaimana penjelasan mengenai perkawinan dalam tatanan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia?c. Bagaimana sistem perkawinan yang ada di Indonesian?d. Apa sistem perkawinan yang dianut oleh masyarakat Desa Tenganan? Bagaimana pelaksanaan sistem perkawinan tersebut?e. Apakah masyarakat Desa Tenganan mengenal perceraian? Apa konsekuensi jika ada yang melakukan perceraian?1.3 Tujuan PenulisanBerikut ini adalah tujuan dari dibuatnya makalah yang membahas mengenai penelitian penulis tentang perkawinan yang terjadi dalam masyarakat adat Desa Tenganan , diantaranya :a. Mengetahui segala sesuatu mengenai perkawinan , sahnya perkawinan, dan tata cara pelaksanaan perkawinan menurut Hukum Positif yang berlaku di Indonesia dan di Desa Tenganan Pegringsingan Balib. Mengetahui berbagai macam sistem perkawinan yang dianut oleh banyak masyarakat adat di Indonesia, termasuk sistem perkawinan adat di Desa Tengananc. Mengetahui berbagai jenis sistem kekerabatan yang dianut oleh beragam masyarakat adat di Indonesia, termasuk di Desa Tenganan Pegringsingan yang juga menganut dan menerapkan sistem kekerabatan yang ditunjukkan melalui bentuk perkawinan yang ada di dalamnyad. Mengetahui akibat dari perpecahan perkawinan, termasuk perceraian jika dilakukan oleh masyarakat adat Indonesia dan juga Tenganane. Mengetahui pembagian harta warisan dan harta bersama / harta gono gini dalam keluarga jika nantinya diperebutkan

1.4 Manfaat Penulisan

a. Mengerti dan memahami berbagai macam sistem perkawinan, sistem kekerabatan, sistem perceraian, dan sistem pembagian harta warisan atau harta bersama dalam tatanan kehidupan masyarakat adat Indonesia, terutama masyarakat adat Tenganan, dan juga untuk lebih memahami berbagai bentuk upacara yang diadakan di Tenganan dalam rangka perkawinan yang diselenggarakan warga desanya. BAB IIPEMBAHASAN2.1 PerkawinanPerkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara pria dan wanita yang dilakukan dengan melakukan serangkaian peristiwa sakral guna membentuk dan membangun keluarga yang aman dan terkendali. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, setelah kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya , perkawinan diatur sedemikian rupa oleh hukum, baik Hukum Nasional maupun Hukum Adat guna memberikan penjelasan dan tata cara pelaksaan yang baik mengenai perkawinan itu sendiri. Dalam tatanan Hukum Positif, perkawinan secara ringkas dijabarkan dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ), dan dijabarkan secara lebih meluas dan mendetail melalui Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974. Segala sesuatu mengenai perkawinan yang tidak diatur dalam KUH Perdata, dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ada pada Undang Undang tersebut. Karena sifat dan perincian hal mengenai perkawinan, lebih jelas terungkap dalam Undang Undang tersebut.Perkawinan yang sah menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut agama dan kepercayaannya masing masing. Dan, itu merupakan syarat sah nya suatu perkawinan, jika perkawinan tersebut ingin diakui oleh Negara keberadaannya di depan hukum.Berdasarkan pengamatan kami, dalam setiap peristiwa perkawinan di Tenganan, perkawinan tersebut selalu dilaksanakan berdasarkan agama dan kepercayaan dari masing masing mempelai, yakni agama dan kepercayaan Hindu. Dan, itu dilangsungkan melalui berbagai macam proses upacara perkawinan , sehingga perkawinan itu resmi terjadi dan mempelai pun resmi menjadi suami istri. Setiap peristiwa perkawinan di Tenganan juga dicatatkan di dalam Kantor Catatan Sipil resmi yang berada di dalam lingkungan wilayah mereka. Sehingga, setiap perkawinan yang dilaksanakan di dalam lingkungan tersebut sah secara hukum nasional, hukum adat, serta agama dan kepercayaannya masinn masing. Oleh karena itu, Negara harus mengakui dan melindungi setiap perkawinan yang terjadi di dalamnya.

2.2 Sistem PerkawinanDalam sistem tatanan hukum adat di Indonesia, ada 3 macam sistem perkawinan yang sering kita kenal, diantaranya :a. Sistem endogami. Dalam sistem endogami ini, seseorang yang ingin melaksanakan perkawinan diwajibkan untuk memilih pasangan hidup yang berasal dari wilayah desa atau sukunya sendiri. Jika tidak, maka orang tersebut akan dikenai sanksi berupa pengasingan dirinya ke luar wilayah daerah itu sendiri. Daerah penganut sistem ini, diantaranya adalah Toraja.b. Sistem eksogami. Dalam sistem ini, seseorang yang ingin melaksanakan perkawinan hanya diperbolehkan menikah dengan orang yang berada di luar wilayah desa atau sukunya sendiri. Daerah penganut sistem ini, diantaranya adalah Suku Batak, Gayo, dan beberapa di wilayah Sumatera Selatan.c. Sistem eleuthrogami. Dalam sistem ini, seseorang yang ingin melaksanakan perkawinan diberikan kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya, baik itu dalam suku atau desanya sendiri, maupun yang berada dalam luar suku atau desanya. Perkawinan itu bisa dilaksanakan apabila yang dipilih bukanlah orang yang bertalian keluarga dengannya, seperti orang yang bernasab ( turunan dekat ) dan bermusyaharah ( per-iparan ) dengan kita. Berdasarkan pengamatan dan penelitian kami, masyarakat Desa Tenganan adalah masyarakat yang menerapkan sistem endogami dalam sistem perkawinannya. Meskipun sistem endogami ini semakin lama semakin tergeser oleh zaman, ada sebagian masyarakat adat setempat yang masih mempertahankannya. Sistem ini diterapkan dengan cara melarang orang Tenganan untuk melaksanakan perkawinan dengan orang di luar desa Tenganan itu sendiri, Orang Tenganan hanya diperbolehkan menikah dengan orang Tenganan itu sendiri. Jika ada penduduk Tenganan yang melangsungkan perkawinan dengan orang luar desa, maka penduduk itu akan dikenai sanksi berupa pengasingan dirinya dari Desa Tengganan dan pengeluaran dirinya dari tatanan warga ( karma ) Desa Tenganan, serta penghapusan hak waris yang dimilikinya dengan sengaja, akibat dari perbuatan pelanggaran hukum adat yang tertulis dalam Awig Awig mereka.Di Desa Tengananan, perkawinan merupakan bagian dari peristiwa penting yang sakral dan suci untuk selalu dijaga keutuhannya. Maka dari itu, sebelum seseorang ingin melaksanakan perkawinan, seseorang itu harus meyakinkan hatinya akan keputusan perkawinan yang akan dia ambil. Karena menurut keyakinan mereka, peristiwa perkawinan hanya dilakukan sekali seumur hidup, sehingga dalam proses pemilihan calon mempelai juga harus dilaksanakan dengan sebaik baiknya agar nantinya perkawinan itu bisa dijaga keutuhannya hingga akhir hayat si mempelainya.Perkawinan di Desa Tenganan hanya boleh dilakukan antara pria dewasa ( teruna ) dan perempuan dewasa ( deha ) yang didahului dengan suatu peristiwa pengumpulan laki laki dan perempuan yang ingin menikah dalam suatu asrama untuk diberikan pembekalan, pembelajaran, dan bimbingan oleh Ketua Adat atau tokoh adat setempat untuk menjadi seorang dewasa yang mampu menjalankan perkawinan dengan sebaik baiknya, sebelum nantinya perkawinan itu benar terlaksana. Kegiatan ini berlangsung selama satu tahun dalam suatu rumah yang sengaja dijadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka. Kegiatan ini sering dinamakan dengan Meteruna Nyoman / Gantih. Setelah melalui proses kegiatan ini, para pemuda yang sudah dinyatakan dewasa oleh Ketua Adat boleh mendaftarkan dirinya untuk melaksanakan perkawinan yang biasanya dilakukan pada Bulan Juni. Pendaftaran ini hanya boleh dilakukan oleh laki laki yang sudah dewasa ( teruna ), dan perempuan yang didaftarkannya menjadi calon mempelainya juga harus perempuan yang sudah dewasa ( deha ). Setelah semua syarat terpenuhi, maka mereka bisa melaksanakan perkawinan sesuai dengan bulan dan tanggal baik menurut mereka. Kegiatan ini dinamakan dengan Meajak ajakan. Setelah serangkaian kegiatan itu selesai dilakukan, barulah prosesi pelaksanaan perkawinan bisa dilangsungkan, karena perkawinan mereka sudah mendapatkan persetujuan dari Ketua Adat mereka. Prosesi perkawinan dimulai dengan Masenin, yakni suatu proses dimana orang tua laki laki mendatangi rumah orang tua perempuan dengan tujuan meminang anak perempuannya untuk dinikahkan dengan anak laki laki nya. Proses ini dilakukan melalui serangkaian upacara adat yang disebut Ngabase Base , yakni upacara pembawaan sirih pinangan ( base suhunan ) oleh orang tua laki laki kepada orang tua perempuan sebagai tanda bahwa si laki laki telah meminang si perempuan dengan diwakili oleh kedua orang tuanya. Apabila peminangan itu diterima oleh kedua orang tua perempuan, maka base suhunan yang dibawanya akan dijadikan porosan ( daun sirih yang dijepit ) yang selanjutnya diberikan kembali kepada orang tua laki laki sebagai tanda bahwa pinangannya telah diterima. Sejak saat itu pula, antara laki laki dan perempuan itu sudah terikat dalam status pertunangan. Keduanya diwajibkan untuk saling menjaga diri hingga sampai tanggal perkawinannya ditentukan.Pada hari diselenggarakannya perkawinan, pihak laki laki menjemput pihak perempuan ke rumahnya untuk dibawa pulang kembali ke rumah mempelai laki laki dengan meminta persetujuan terlebih dahulu terhadap keluarga mempelai perempuan. Jika persetujuan sudah didapatkannya, sbarulah si laki laki membawa pulang si perempuan menuju ke rumahnya. Sesampainya mereka di rumah si mempelai laki laki, wanita itu memasuki rumah melalui pintu masuk melewati jalan sebelah utara Bale Tengah, menuju kandang babi. Dan, dari sinilah mereka menuju meten ( kamar tidur ) dan diharuskan untuk tinggal selama satu hari, tanpa boleh keluar kamar. Sementara , keluarga dari laki laki mengadakan nyalanang pejati, ( pemberitahuan ke rumah si gadis bahwa si gadis telah berada rumahnya ), Peristiwa dibawanya seorang gadis oleh seorang pemuda ke rumahnya dinamakan merangkat atau ngaten ( kawin ). Sedangkan, upacara perkawinan atau mebea dilaksanakan setelah pasangan mempelai itu menemukan tanggal baik untuk pelaksanaan upacara adatnya. 2.3 Sistem KekerabatanSistem kekerabatan yang terdapat dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia sangatlah beragam. Di setiap wilayah di Indonesia, pastilah memiliki sistem kekerabatan yang menjadi panutannya, dan keseluruhan itu tidaklah sama. Hal ini tergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah ajaran leluhur, adat istiadat, kepercayaan, dan lain sebagainya. Dari sistem kekerabatan yang berbeda akan menimbulkan perbedaan juga pada bentuk perkawinan yang dianut oleh masyarakat setempatnya, diantaranya :a. Sistem patrilinealSistem patrilineal merupakan suatu sistem penarikan garis keturunan yang dilakukan berdasarkan garis keturunan ayah atau laki laki. Menurut sistem ini, jika perempuan telah menikahi laki laki yang keluarganya bersistem patrilineal, maka perempuan itu akan putus hubungan dengan keluarganya dan menjadi anggota dari keluarga suaminya. Berikut ini adalah bentuk perkawinan yang cocok dengan sistem tersebut, antara lain : Perkawinan jujur Perkawinan mengganti Perkawinan mengabdi Perkawinan meneruskan Perkawinan bertukar Perkawinan ambil anak

b. Sistem matrilineal. Sistem ini menarik garis keturunan dari pihak ibu atau pihak perempuan. Sehingga, pada saat terjadinya perkawinan, si perempuan tidak mengikuti keluarga si laki laki, tetapi si laki laki lah yang mengikuti keluarga istri, dengan tidak memutuskan hubungan kekeluargaannya. Bentuk perkawinan yang sesuai dengan sistem ini adalah Perkawinan Semenda, yakni perkawinan yang dilakukan tanpa adanya pembayaran jujur dari pihak laki laki kepada pihak perempuan. Setelah perkawinan berlangsung, si laki laki ini wajib mengikuti pihak istri dan memberikan penghidupan bagi istri, anak, serta keluarganya. c. Sistem parental / bilateralSistem parental / bilateral ini menarik garis keturunan melalui hubungan kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu. Sehingga, pada saat terjadinya perkawinan nanti, kedua belah pihak masih terikat oleh keluarganya masing masing dengan tetap saling menjaga keutuhan dan keberlangsungan perkawinan . Dalam sistem ini, tidak ada kata saling menghilangkan antara satu sama lain. Masing masing keluarga bersama sama hidup dengan akur dan harmonis antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan penelitian kami, masyarakat Desa Tenganan cenderung menjadi masyarakat yang bersistem parental, dimana pada saat terjadinya perkawinan, pihak laki laki tetap berhubungan dengan keluarga dan kerabat dari pihak laki laki, dan pihak perempuan pun tetap berhubungan dekat dengan keluarganya. Kedua pasangan tersebut bersinergi menjadi satu kesatuan utuh yang saling membantu keluarga satu sama lain. Si suami memiliki kewajiban dengan istri dan keluarganya, dan si istri pun juga memiliki kewajiban terhadap suami dan keluarganya. Kewajiban ini harus dilaksanakan sepenuhnya oleh keduanya dengan saling melengkapi satu sama lain.

2.4 Sistem PerceraianDalam kehidupan berumah tangga antara suami dan istri, perceraian merupakan suatu hal yang sangat mereka hindari, karena perceraian akan selalu menimbulkan dampak tak baik bagi kelangsungan rumah tangga dan anak yang menjadi keturunannya kelak. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat di Indonesia menolak adanya perceraian dalam kehidupan rumah tangganya. Selain perbuatan yang tidak disenangi Tuhan, perceraian juga dianggap oleh sebagian masyarakat adat sebagai suatu bentuk pelanggaran akan hukum adat . Perceraian bisa merupakan salah satu bentuk dari putusnya perkawinan . Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Apabila perkawinan putus karena perceraian, maka bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya. Menurut hukum adat yang berlaku di Indonesia, perceraian haruslah didasarkan oleh kesepakatan dan mufakat antara pasangan suami dan istri yang ingin bercerai, beserta keluarganya. Jika perceraian merupakan jalan terakhir yang harus diambil dalam sebuah perkawinan, maka perceraian itu haruslah diajukan ke Pengadilan, baik dalam Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri sebagai gugatan cerai. Jika tidak melalui proses di muka hukum Pengadilan, proses perceraian bisa dilakukan melalui serangkaian proses adat sesuai dengan hukum adat istiadat yang mereka yakini dan percayai. Dalam tatanan kehidupan rumah tangga penduduk Desa Tenganan, mereka tidak mengenal kata perceraian. Karena di dalam Awig Awig mereka, perceraian merupakan sesuatu yang dilarang untuk dilakukan dalam perkawinan. Jika perceraian itu tetap dilaksanakan, mereka mungkin bisa dikenai sanksi berupa pengucilan dirinya dalam kehidupan desa, karena tidak bisa menjaga keutuhan rumah tangganya dengan baik.2.5 Sistem Warisan dan Harta Gono GiniHarta Gono Gini atau Harta Bersama merupakan harta benda yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan, baik itu diperoleh oleh suami maupun istri. Menurut Undang Undang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, yakni harta yang dimiliki suami dan istri, meskipun dalam perolehannya, suami atau istri yang memperolehnya. Sedangkan, harta yang dibawa oleh masing masing suami atau istri merupakan harta bawaan yang penguasaannya berada di tangan masing masing pembawa harta benda tersebut. Dan, harta bawaan ini tidak termasuk dalam harta bersama atau harta gono gini dalam perkawinan, kecuali ada perjanjian perkawinan yang mengatakan tentang hal itu. Berdasarkan pengamatan dan penelitian kami di Desa Tenganan Pegringsingan, harta bersama atau harta gono gini disebut sebagai hak guna kaya, dimana siapapun berhak menggunakan harta tersebut selama itu masih dalam ketentuan yang berlaku. Jika ada suatu permasalahan , yang mengakibatkan harta gono gini ini harus dibagikan, maka porsi dari suami adalah sama dengan istri, atau mungkin bisa jadi porsi suami lebih besar dibandingkan dengan istri, karena suami lebih aktif bekerja dibandingkan dengan istrinya, Apabila salah satu dari suami istri tersebut ada yang meninggal terlebih dahulu, maka harta tersebut juga dibagikan kepada salah satu pihak yang masih hidup. Jika suami yang meninggal terlebih dahulu, maka hartanya jatuh ke tangan istri, dan sebagian ditunjukkan kepada istri. Jika istri yang meninggal terlebih dahulu, maka harta tersebut sepenuhnya menjadi milik suami dan sebagiannya diturunkan kepada anak.Sedangkan , Harta warisan adalah harta yang akan diwariskan oleh si pewaris pada ahli waris ( orang yang berhak menerima warisan ) kelak saat pewaris sudah tidak ada lagi di dunia ini. Harta warisan berbeda dengan harta peninggalan, karena harta peninggalan tidaklah selalu dijadikan warisan kepada anak turunannya kelak, sedangkan harta warisan akan dijadikan warisan bagi anak turunannya kelak. Berdasarkan fakta dan keadaan yang terjadi di Desa, sistem warisan yang berlaku di dalamnya merupakan sistem warisan yang pukul rata, dimana bagian laki laki sama dengan bagian perempuan, meskipun terkadang nilainya berbeda. Harta warisan ini dibagikan kepada anak berdasarkan kedudukan anak itu sendiri di keluarga. Anak yang terakhir akan mendapatkan rumah, harta benda tak bergerak dibagikan sama rata, sedangkan tanah beserta isinya dimanfaatkan oleh seluruh keluarga dan dibagikan hasilnya untuk kepentingan keluarga itu sendiri.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanMasyarakat adat Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu dari masyarakat yang menganut dan menjalankan sistem endogami dalam pelaksanaan perkawinannya, dimana keseluruhan masyarakat hanya diperbolehkan untuk melakukan perkawinan dengan orang yang berada di dalam wilayah desanya saja, tanpa terkecuali Ketentuan ini secara jelas tercantum dalam Awig Awig ( hukum adat tertulis ) yang sudah mengikat mereka sejak zaman dahulu. Mereka juga dilarang untuk melakukan perkawinan dengan sepupunya sendiri, karena mereka menganggap hal itu akan membawa efek buruk pada anak keturunanya kelak. Ketentuan ini sudah dijalankan dari zaman nenek moyang mereka dahulu, hingga sampai saat ini pun mereka tetap kokoh dengan pandangan hidupnya bahwa perkawinan hanyalah boleh dan haruslah dilakukan hanya dengan sesama warga desa . Apabila ada warga yang melanggar ketentuan ini, ,maka warga tersebut akan diasingkan dari lingkungan Desa Tenganan, atau bahkan dibuang dan dihapuskan hak serta kedudukannya dalam masyarakat desa. Selain itu, untuk proses pencatatan perkawinan, mereka secara penuh mengikuti Hukum Nasional yang berlaku di dalamnya, yakni mencatatkan setiap perkawinannya dalam Catatan Sipil, sehingga perkawinan yang mereka lakukan tidak hanya sah menurut Hukum Adat yang mereka pegang, tetapi juga sah secara Hukum Nasional.3.2 SaranSaran ini penulis sampaikan berdasarkan penglihatan dan pengamatan penulis di dalam fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan. Saran ini penulis tunjukkan kepada keseluruhan warga Desa Tengganan Pegringsingan, pihak pemerintah, serta . Untuk keseluruhan warga desa Tengganan, sebaiknya lebih membuka diri dalam melihat segala kemungkinan baik yang berada di luar desa, karena perkawinan yang dilaksanakan sebatas dengan warga desa, tidak akan membawa kemajuan bagi kehidupan warga desa di dalamnya. Terkadang, orang perlu berbuat yang lebih untuk mendapatkan yang lebih. Tidak ada salahnya, menikah dengan orang luar desa, asalkan itu membawa dampak baik bagi penghidupan orang yang menikah, keluarga, lingkungan yang menyertainya , serta tidak melanggar aturan yang berlaku di dalamnya. Selain itu, para anggota masyarakat Tenganan dan juga Ketua Adat Tenganan diharapkan mampu untuk bisa membuat seperangkat aturan tertulis mengenai pembagian harta warisan dan harta perkawinan bersama untuk menghindari segala bentuk pertikaian yang akan timbul terkait selisih paham akan perihal itu.

Kata Penutup

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya, penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Perkawinan Adat Desa Tenganan Pegringsingan ini dengan tepat waktu. Makalah ini menjelaskan tentang hasil penelitian penulis terhadap sistem perkawinan adat yang berlangsung di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Perkawinan pada masyarakat tersebut ternyata hanya boleh dilakukan dengan sesama warga desa, tanpa adanya pengecualian. Tak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian makalah ini oleh penulis, sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Penulis juga memohon maaf yang sebesar besarnya atas semua kesalahan penulis dalam proses kerja penulis menyelesaikan makalah ini.Penulis mengharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi teman teman pembaca untuk lebih mengerti dan memahami mengenai sistem dalam tatanan kehidupan perkawinan di Desa Adat Tenganan. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis untuk perbaikan makalah penulis selanjutnya.Sidoarjo, November 2013

Penulis

Daftar Pustaka Bushar. Muhammad. 2006. Pokok Pokok Hukum Adat. Jakarta. Penerbit : PT Pradnya ParamitaHadikusuma. Hilman. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Lampung. Mandar Maju Wignjodipoero. Soerojo SH. 1995. Pengantar Dan Asas Asas Hukum Adat. Jakarta. PT Toko Gunung Agung