Upload
acev-yunata
View
223
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TBM DIKLAT
Citation preview
1
Materi Diklat TBM Averroes
LUKA DAN PENANGANANNYA
Tim Penyusun :
Luqman Hadi Al-Farisi Muthi’ah Ramadhani Agus Bayu Budi Sukoco
Tim Bantuan Medis Averroes
Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Bengkulu
2
Daftar Isi
1. Penyembuhan Luka (Hal 1 – 9)
2. Penanganan Luka (Hal 10 – 34)
3. Manajemen Luka Pasca Penjahitan (Hal 34 – 41)
4. Tetanus (Hal 41 – 42)
5. Injeksi Intramuskular dan Subkutan (Hal 43 – 48)
6. Daftar Pustka (Hal 49)
3
Luka dan Penanganannya
1. Penyembuhan luka
a. Pendahuluan
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Adapun bentuk-bentuk
luka adalah sebagai berikut :
i. Luka : Terputusnya kontinuitas jaringan
ii. Luka sayat : Luka akibat benda tajam, tepi luka lurus/ teratur
(Gambar 1).
iii. Luka robek : Terjadi akibat trauma oleh benda yang tidak tajam,
tepi luka tidak rata (Gambar 2).
iv. Luka gores : Kerusakan hanya pada epidermis. Terjadi jika kulit
bergesekan dengan permukaan yang kasar (Gambar 3).
v. Luka memar : Dikarenakan benda tumpul, terlihat dari luar berwarna
kehitaman/kebiruan disebabkan oleh pecahnya kapiler
dibawah kulit (Gambar 4).
vi. Luka tusuk : Luka yang menembus organ tubuh setelah menembus
Kulit (Gambar 8).
vii. Luka tembak : Peluru atau benda yang ditembakkan akan
menyebabkan luka masuk yang bisa kecil, tetapi
memiliki luka keluar yang besar dan hancur
(Gambar 6).
viii. Luka avulsi : Terlepasnya kulit dengan paksa, dapat disertai jaringan
Dibawahnya (Gambar 7).
Gambar 1 Luka sayat Gambar 2 Luka robek
Gambar 4 Luka memar Gambar 3 Luka gores
4
b. Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi,
proliferasi, dan remodeling yang merupakan perupaan-ulang jaringan.
i. Fase inflamasi
1. Dimulai saat terjadi luka sampai kira-kira hari kelima.
2. Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai hemostasis,
hemostasis sendiri tercapai karena trombosit yang keluar dari
pembuluh darah saling melekat, dan bersama jala fibrin yang
terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
3. Trombus terbentuk dan rangkaian pembentuk darah diaktifkan,
sehingga terjadi deposisi fibrin.
4. Keping darah melepaskan platelet-derived growth factor
(PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β) yang
menarik sel-sel inflamasi.
5. Setelah hemostasis tercapai, terjadi vasodilatasi dan
permeabilitas pembuluh darah yang meningkatmenyebabkan
menjelasnya tanda-tanda klinis reaksi radang berupa warna
kemerahan (rubor), hangat (kalor), nyeri (dolor), dan
pembengkakan (tumor).
6. Jumlah neutrofil memuncak pada 24-48 jam pasca luka dan
membantu debridement.
7. Monosit memasukki jaringan dan berubah menjadi makrofag
yang memiliki jumlah paling tinggi pada hari ke 2 hingga 3
pasca luka.
8. Monosit yang berubah menjadi makrofag menyekresikan
berbagai sitokin dan growth factor yang dibutuhkan dalam
proses penyembuhan luka.
ii. Fase proliferasi
1. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia.
Gambar 5 Luka tusuk Gambar 6 Luka tembak
Gambar 8 Luka tusuk Gambar 7 Luka avulsi
5
2. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi hingga sekitar
minggu ketiga.
3. Fibroblast : ditarik dan diaktifkan oleh PDGF dan TGF-β :
memasuki luka pada hari ke-3, mencapai puncak sekitar hari
ke-7.
4. Terjadi sintesis kolagen terutama tipe III (smentara dan akan
digantikan oleh kolagen tipe I), angiogenesis, dan epitelisasi.
iii. Fase remodeling
1. Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari
penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan yang
sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya penyerupaan ulang
jaringan yang baru.
2. Berlangsung berbulan-bulan dan dikatakan berakhir jika semua
tanda radang telah lenyap.
3. Kolahen tipe I akan menggantikan kolagen tipe III.
4. Kekuatan luka akan meningkat sejalan dengan reorganisasi
kolagen sepanjang garis tegang kulit, cross-link kolagen.
5. Penurunan vaskularitas
6. Fibroblas dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama
fase remodeling
7. Luka dikatakan sembuh jika telah mengakhiri fase ini, adapun
cirinya adalah :
a. Tidak terlalu gatal
b. Tidak menonjol
c. Tidak merah
d. Lunak bila ditekan.
Gambar 9
Diagram A
Menunjukan jumlah
rata-rata dari sel yang
berperan dalam
penyembuhan luka
dibandingkan dengan
waktu pasca
terjadinya luka,
Diagram B
menunjukkan jumlah
rata-rata sintesis
matriks yang terjadi
pada luka
dibandingkan dengan
waktu pasca
terjadinya luka.
A
B
6
c. Cara penyembuhan luka
i. Penyembuhan primer (primary intention) atau sanatio per primam
intentionem
Terjadi bila luka segera diupayakan bertautan, biasanya dengan
bantuan jahitan. Sebaiknya dilakukan dalam beberapa jam setelah luka
terjadi. Parut yang terjadi biasannya lebih halus dan kecil.
ii. Penyembuhan sekunder (secondary intention) atau sanatio per
secundam intentionem
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan
secara alami. Sesuai untuk luka yang terinfeksi atau terkontaminasi dan
bila dijahit malah menjadi abses, memungkinkan drainase eksudat
yang diperkirakan akan keluar lama dan memungkinkan debridement
saat penggantian penutup luka. Cara ini biasannya memakan waktu
yang cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama
kalau lukanya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan
kontraksi hebat.
iii. Penyembuhan primer tertunda (tertiary intention)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang
camping seperti pada luka tembak, sering meninggalkan jaringan yang
tidak dapat hidup. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi
bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan
dan dieksisi dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari, baru
selanjutnya dijahit. Jika setelah eksisi luka langsung dijahit diharapkan
terjadi penyembuhan primer.
Gambar 10
Primary intention,
penyembuhan primer
didapat bila luka
bersih, tidak
terinfeksi, dan dijahit
dengan baik.
Secondary intention,
penyembuhan
sekunder luka
dibiarkan terbuka luka
terisi jaringan
granulasi, epitel
menutup granulasi
mulai dari pinggir.
Tertiary intention,
penyembuhan primer
tertunda atau
penymbuhan dengan
jabitan tertunda.
7
d. Gangguan penyembuhan luka
Gangguan penyembuhan luka dapat berasal dari dalam tubuh endogen
dan dari luar tubuh eksogen.
Tabel 1. Penyebab endogen dan eksogen gangguan penyembuhan luka
Penyebab Akibat / contoh
Endogen
Koagulopati Perdarahan
Gangguan sistem imun Infeksi virus : HIV, keganasan
lanjut, TBC
Hipoksia lokal Nekrosis
Kelainan arteri : atherosklerosis
Kelainan perdarahan : hemangioma
Gizi Malnutrisi
Malabsorbsi Penyakit saluran cerna
Defisiensi :
asam amino esensial
mineral Fe, Cu, Zn, Mn
hipovitaminosis : A, B-kompleks, C
Gangguan metabolisme Penyakit hati
Diabetes mellitus
Neuropati Anestesia : lepra
Infeksi jamur
Keganasan lokal Ulkus marjolin
Konstitusional Keloid
Keadaan umum kurang baik Usia lanjut
Penyakit cushing atau addison
Anemia
Eksogen
Pascaradiasi Penghambatan angiogenesis dan
proliferasi
Imunosupresi Obat-obat sitostatik, imunosupresan,
kortikosteroid
Infeksi TBC
Sifilis
Difteri
Infeksi nonspesifik
Jaringan mati Sekuester
8
Nekrosis
Kemiskinan vaskularisasi Luka diatas tendo achilles
Luka diatas tibia
Penyulit yang paling sering dan mungkin terjadi salah satunya adalah infeksi.
Adapun tanda luka terinfeksi adalah :
1. Tanda inflamasi lokal : kemerahan
2. Keluar pus atau terlihat pengumpulan pus
3. Tanda sistemik berupa demam.
Luka yang memiliki kemungkinan infeksi yang lebih tinggi :
1. Lambat dibawa ketenaga keshatan
2. Terdapat benda asing dalam luka
3. Luka sangat kotor
4. Luka gigitan
5. Luka tusuk yang dalam
6. Luka dalam mulut
7. Fraktur terbuka
8. Luka karena terhimpit
9. Luka pada jaringan iskemia.
e. Hemostasis normal & mekanismenya
Dalam keadaan normal, darah berbentuk cair dan berada dalam
pembuluh darah dan ruang jantung. Keadaan ini dipertahankan oleh faktor
hemostasis, yaitu hemostasis primer, hemostasis sekunder, dan sistem
fibrinolisis.
Gangguan dalam faktor hemostasis dapat menyebabkan perdarahan
atau trombosis. Perdarahan berarti keluarnya darah dari pembuluh darah,
sedangkan trombosis berarti membekunya darah didalam pembuluh darah.
Kedua keadaan tersebut bersifat patologis, hanya perdarahan pada menstruasi
yang bersifat fisiologis.
Mekanisme hemostasis normal adalah sebagai berikut :
1. Pembuluh darah, vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan aliran
darah kelokasi tersebut lebih lambat.
2. Trombosit, dengan perantara faktor von Willenbrand dapat menempel
pada subendotel. Reseptor yang dimiliki oleh trombosit menyebabkan
agregasi trombosit.
3. Aktivitas koagulasi, pada trauma, terjadi kerusakan jaringan yang
mengeluarkan faktor jaringan (tissue factor/ TF), TF bersama F VII
membentuk kompleks yang mengaktifkan F X menjadi F Xa. Jalur ini
disebut jalur ekstrinsik. Selain itu, kompleks ini juga mengaktifkan F
IX menjadi F IX aktif dalam jalur intrinsik. Jalur intrinsik koagulasi
juga diaktifkan melalui kontak faktor pembekuan F XII dengan
permukaan asing menjadi F XIIa mengaktifkan FXI menjadi FXIa, dan
9
terus berlanjut menjadi sebuah kaskade koagulasi. Semua mekanisme
yang berlangsung pada kaskade ini bertujuan untuk menghentikan
perdarahan.
f. Gangguan hemostasis
Masalah perdarahan pada pasien bedah tidak selalu disebabkan semata-mata
oleh tindakan operasi itu sendiri. Sebagian pasien memiliki gangguan
hemostasis yang bersifat kongenital sehingga perdarahan pada saat bedah dan/
atau pasca bedah tidak hanya disebabkan tindakan bedah, tetapi juga akibat
gangguan proses hemostasis yang telah ada sejak lahi ataupun didapat.
Penderita penyakit hati tahap lanjut dapat menderita berbagai faktor
pembekuan yang diproduksi oleh hepatosit. Penderita gangguan faal ginjal
tingkat lanjut juga dapat mengalami gangguan faal trombosit akibat adanya
metabolit berbobot molekul ringan dalam sirkulasi darah. Disamping itu,
konsumsi berbagai antiagregasi trombosit dan antikoagulan dapat
mempengaruhi koagulasi, seperti aspirin, OAINS, tiklopidin, klopidogrel, dan
obat anti reseptor GPIIIa/IIb.
g. Cara hemostasis
i. Tekanan
Pada tindak bedah superfisial, proses hemostasis dapat dilakukan
dengan penekanan diatas luka atau daerah perdarahan selama beberapa
saat, biasannya menggunakan kasa steril.
ii. Ligasi
Menjepit pembuluh darah yang terbuka dengan klem kesil kemudian
pembuluh darah tersebut diikat atau dijahit.
iii. Diatermi
Menggunakan elektrokauter yang mengalirkan listrik untuk membuat
darah menggumpal akibat panas.
iv. Turniket
Turniket biasannya dipasang untuk mengurangi/menghentikan
perdarahan untuk sementara waktu. Pemakaian turniket yang terlalu
lama dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, nervus, dan jaringan
lain akibat tekanan, dan yang lebih membahayakan adalah iskemia
jaringan disebelah distal turniket.
v. Anestesia hipotensif
Metoda ini secara tidak langsung menyebabkan hemostasis dengan
menurunkan tekanan darah.
10
2. Penanganan Luka
a. Tujuan, indikasi, penanganan luka khusus
Menjahit luka adalah proses menyatukan dua permukaan atau tepi luka,
sehingga menyatu dengan suatu cara tertentu, biasannya menggunakan
instrumen dan benang jahit.
i. Tujuan menjahit luka
1. Mencegah parut luka dikemudian hari menjadi parut hipertrofik
(tebal, gelap, tidak rata), atau keloid (tumbuh terus, gatal, nyeri)
2. Membuat bekas luka halus, tidak begitu nyata.
3. Memuaskan pasien dan mengurangi morbiditas.
ii. Indikasi menjahit luka
Adanya luka yang terbuka merupakan indikasi untuk ditutup secara
primer (dijahit).
1. Penyembuhan akan lebih baik dan lebih cepat bila ditutup
secara primer bila dibandingkan dengan penyembuhan
sekunder.
2. Bila luka lebih cepat ditutup maka kemungkinan infeksi dan
komplikasi berkurang
3. Bekas lukanya lebih baik
iii. Penanganan luka khusus
Ada beberapa kondisi yang membuat penjahitan luka tidak serta merta
dikerjakan oleh dokter jaga, guna menghindari maleficnce atau
kerugian pasien yaitu :
1. Luka yang terkontaminasi berat
2. Kehilangan jaringan yang bermakna
3. Luka yang kompleks pada wajah dan tangan yang memerlukan
segera penanganan spesialis bedah plastik.
4. Terdapat kerusakan pada struktur dibawah luka
5. Luka terbuka lama (>6 jam atau yang diperkirakan dengan
debridement tidak dapat bersih)
6. Perlu penilaian vitalitas jaringan dibawahnya (misalnya otot,
saraf, dll)
b. Penilaian luka
Inspeksi terhadap luka
Meliputi :
- Jenis luka
- Tahap penyembuhan luka
- Ukuran luka
11
Jenis luka berdasarkan tingkat kontaminasinya, luka diklasifikasikan
sebagai :
1. Luka bersih : luka elektif, bukan emergensi, tidak disebabkan
oleh trauma, ditutup secara primer tidak ada tanda inflamasi
akut, prosedur aseptik dan antiseptik dijalankan dengan baik,
tidak melibatkan traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier
dan genitourinarius. Kulit disekitar luka tampak bersih, tidak
ada tanda inflamasi. Jika luka sudah terjadi beberapa saat
sebelumnya, dapat terlihat sedikit eksudat (bukan pus), tidak
terlihat jaringan nekrotik di dasar luka. Risiko infeksi <2%.
2. Luka bersih terkontaminasi : luka urgent atau emergency tapi
bersih, tidak ada material kontaminan dalam luka. Risiko
infeksi <10%.
3. Luka terkontaminasi : tampak tanda inflamasi non-purulen;
luka terbuka < 4 jam; luka terbuka kronis; luka terbuka dan
luas; prosedur aseptik dan antiseptik tidak dijalankan dengan
baik; resiko infeksi 20%.
4. Luka kotor / terinfeksi : tampak tanda infeksi di sekitar luka,
terlihat pus dan jaringan nekrotik; luka terbuka > 4 jam;
terdapat perforasi traktus respiratorius, gastrointestinal, bilier
atau genitourinarius, resiko infeksi 40%.
Keadaan dasar luka mencerminkan tahapan penyembuhan luka. Karakteristik
dasar luka bervariasi dan sering diklasifikasikan berdasarkan tipe jaringan
yang berada di dasarnya, yaitu : nekrotik, loughy, granulasi, epithelial, dan
jaringan hipergranulasi. Pada satu luka sering terdapat beberapa jenis tipe
jaringan sekaligus. Keadaan dasar luka menentukan pemilihan dressing.
Gambar 11 Luka bersih Gambar 12 Luka bersih terkontaminasi
Gambar 13 Luka kotor Gambar 14 Luka terkontaminasi
12
1. Jaringan nekrotik
Akibat kematian jaringan, permukaan luka tertutup oleh lapisan
jaringan nekrotik (eschar) yang sering kali berwarna hitam atau
kecoklatan. Pada awalnya konsistensi lunak, tetapi kemudian akan
mengalami dehidrasi dengan cepat sehingga menjadi keras dan kering.
Jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan dan menjadi
fokus infeksi. Diperlukan pembersihan luka (debridement) dari
jaringan nekrotik secepatnya sehingga luka dapat memasuki tahapan
penyembuhan selanjutnya.
2. Slough
Slough, juga merupakan jenis jaringan nekrotik, merupakan material
lunak yang terdiri atas sel-sel mati, berwarna kekuningan dan menutupi
luka. Dapat berbentuk seperti serabut/benang yang menempel di dasar
luka. Slough harus dibedakan dari pus, dimana slough tetap menempel
di dasar luka meski diguyur air, sementara pus akan terlarut bersama
air. Slough merupakan predisposisi infeksi dan menghambat
penyembuhan luka, meski demikian, adanya slough tidak selalu
merupakan tanda terjadinya infeksi pada luka.
3. Jaringan granulasi
Granulasi adalah jaringan ikat yang mengandung banyak kapiler baru
yang akan membantu penyembuhan dasar luka. Jaringan granulasi
sehat berwarna merah jambu pucat atau kekuningan, mengkilat dan
terlihat seperti tumpukan kelereng. Jika disentuh terasa kenyal, tidak
nyeri dan tidak mudah berdarah meskipun dalam jaringan granulasi
terdapat banyak pembuluh darah baru.
4. Jaringan hiper granulasi
Hipergranulasi merupakan pembentukan jaringan granulasi secara
berlebihan. Hipergranulasi akan mengganggu migrasi epitel sehingga
memperlambat penyembuhan luka.
5. Jaringan epitel
Berupa jaringan berwarna putih keperakan atau merah jambu,
merupakan epitel yang bermigrasi dari tepi luka, folikel rambut atau
kelenjar keringat. Terbentuknya jaringan epithelial menandakan fase
penyembuhan luka tahap akhir hampir selesai.
Ukuran luka, harus diukur panjang, lebar, lingkar luka, kedalaman luka,
dan luas dasar luka, serta perubahan ukuran luka setiap kali pasien datang.
Pergunakan alat ukur yang sama supaya hasil ukuran akurat dan dapat saling
diperbandingkan.
Kedalaman luka diukur dengan bantuan aplikator atau cotton bud yang
dimasukkan tegak lurus ke dasar luka terdalam, tandai aplikator, ukur dengan
penggaris.
Kadang krusakan jaringan dan nekrosis meluas ke lateral luka,
dibawah kulit, sehingga sering tidak terlihat. Perlu dinilai ada tidaknya
13
pembentukan sinus , kavitas, traktus, atau fistula, yang dapat mengganggu
drainase eksudat, berpotensi infeksi dan menghambat penymbuhan luka.
c. Alat dan bahan untuk menjahit luka dan sterilisasi peralatan
i. Bahan
1. Antiseptik
Cairan antiseptik digunakan untuk mensucihamakan tepi dan
sekitar luka dan mencegah infeksi, cairan yang umum digunakan
adalah iodin povidon.
2. Cairan steril
Cairan digunakan untuk irigasi luka dengan cara
menyemprotkan cairan tersebut ke bagian dalam luka, untuk
menyemprotkan cairan tersebut dapat digunakan berbagai cara,
antara lain dengan spluit 50cc ataupun dengan melubangi kolf cairan
dan menyemprotkan luka. Cairan yang digunakan secara luas untuk
irigasi adalah NaCl 0,9% steril.
3. Kasa steril
Kasa steril digunakan untuk debridement, menghentikan
perdarahan, menutup luka setelah dijahit, menyerap eksudat,
membetasi penguapan, melindungi luka dan lain-lain.
4. Plester perekat
Digunakan untuk merekatkan kasa penutup luka atau untuk
penekanan ringan pada keadaan tertentu.
5. Anestesi lokal
Umumnya pada penjahitan luka digunakan anestesi lokal
dengan kerja cepat seperti lidokain. Perlu diingat bila lidokain
digunakan bersama adrenalin maka durasi kerja dan dosis maksimal
akan bertambah dan perdarahan akan berkurang, namun tidak boleh
dipakai pada daerah seperti jari-jari dan penis.
6. Sarung tangan steril
Digunakan selama penjahitan untuk menjaga alat-alat dan luka
tetap steril, selain itu fungsi yang tidak kalah penting adalah
mencegah penularan penyakit dari tenaga medis ke pasien begitupun
sebaliknya.
14
ii. Alat
1. Skapel
Skalpel adalah pisau yang tajam yang digunakan untuk operasi
dan diseksi anatomi.
Terdapat dua cara memegang skalpel :
a. Pegangan telapak tangan atau juga disebut pegangan pisau makan.
Skalpel dipegang dengan jari kedua sampai jari keempat, gagang
diletakkan sepanjang pangkal ibu jari dengan jari telunjuk terletak
sepanjang atas belakang dari pisau dan ibu jari di sepanjang sisi
skalpel. Pegangan ini paling baik untuk permulaan insisi dan
potongan yang besar. b. Pegangan pensil paling baik digunakan
untuk memotong dengan teliti dengan bilah yang lebih kecil. Skalpel
dipegang dengan ujung jari pertama dan jari kedua dan ujung ibu
jari. Gagang diletakkan diatas pada pangkal jari telunjuk dan ibu jari
yang gemuk. Perhatikan peletakan gagang tidak boleh terlalu jauh
sepanjang jari telunjuk karena akan menyebabkan pegangan tidak
stabil dan jari menjadi kram.
Gambar 15 Contoh skapel dan pemegang skapel Gambar 16 Semua jenis skalpel dengan
nomornya
Gambar 17
Memegang
skalpel cara
pegangan
pencil.
15
2. Gunting
Bentuk dan besarnya gunting bermacam-macam tergantung
penggunaannya. Berdasarkan di atas tadi gunting dibedakan menjadi
4 macam, yaitu :
1. Gunting Mayo, adalah gunting yang berukuran besar, biasa
digunakan untuk membelah fascia atau tendon; berdasar
bentuknya gunting Mayo dibedakan menjadi 2, yaitu berbilah
lengkung dan berbilah lurus.
2. Gunting Metzenbaum & Macindoes, adalah gunting yang
berukuran halus untuk melakukan diseksi jaringan. Berdasar
bilahnya juga dibedakan bilah lengkung dan bilah lurus.
Kedua jenis gunting di atas kedua ujung atau salah satunya
tumpul.
3. Gunting runcing, kedua ujungnya runcing untuk melakukan
diseksi secara cermat dan berdasarkan bilahnya juga dibedakan
menjadi bilah lengkung dan bilah lurus.
4. Gunting balutan & gunting benang, bentuk gunting biasanya
khusus, bilahnya tebal ujungnya tumpul. Gunting jaringan
tidak boleh dipakai untuk menggunting kasa dan benang serta
balutan.
Cara memegang gunting :
1. Masukkan ibu jari dan jari manis ke dalam lubang gunting.
2. Apabila dipegang dengan tangan kanan jari-jarinya tidak
dimasukkan lebih jauh dari sendi distal, tetapi jika dipegang
dengan tangan kiri maka harus dirnasukkan lebih jauh dari sendi
distal karena gerakan menekan dilakukan oleh ibu jari.
3. Menggunting paling baik dilakukan dengan bagian ujung
gunting, sehingga tidak akan melukai struktur jaringan di
sekitarnya.
Gambar 18 Memasang skalpel pada knife holder
16
3. Instrumen pemegang
Instrumen ini dibedakan 3 macam, yaitu :
1. Pemegang jarum, alat ini biasanya dilengkapi dengan pe-
ngunci di bagian belakang, ukurannya bermacam-macam, yaitu
pendek, sedang dan panjang, demikian juga ukuran bilahnya.
Pemegang jarum harus dipakai sesuai dengan ukuran jarum
yang dipegangnya.
Cara memegang needle holder :
- Masukkan ibu jari dan jari manis ke dalam lubang needle
holder
- Pasang jarum dengan benar
- Kunci needle holder sampai terdengar bunyi ”klik”, untuk
memastikan jarum telah terjepit dengan aman.
Gambar 19 Macam-macam gunting
Gambar 20 Cara memegang gunting dengan menggunakan tangan kanan dan kiri
Gambar 21 Needle holder
17
2. Pinset, alat ini digunakan untuk memegang dan menahan
jaringan pada waktu diseksi atau menjahit. Pinset ini dibedakan
menjadi 3 macam :
a. Pinset bergigi tajam, yang dapat dipakai untuk
memegang jaringan yang hanya memerlukan tekanan
minimal misalnya : subkutis, otot, fascia, tetapi tidak dap at
dipakai untuk memang struktur yang dapat berlubang
(peritoneum, pleura).
b. Pinset Adson, suatu pinset bergigi halus yang biasa dipakai
dalam menjahit kulit.
c. Pinset tidak bergigi, biasanya digunakan untuk
memegang kasa pada waktu membersihkan luka.
Cara memegang pinset :
- Pegang pinset seperti memegang pensil.
- Jaringan yang dijepit sebaiknya adalah dermis atau
subkutis, bukan kulit bagian luar.
- Jangan menjepit kulit terlalu keras, karena dapat
melukai kulit dan menyebabkan pembentukan parut.
Gambar 22 Cara memegang needle holder
Gambar 23 Pinset bergigi
Gambar 24 cara memegang pinset
18
3. Klem, sebagai alat untuk penjepit, macamnya diantaranya :
a. Klem arteri, biasa dipakal sebagai penjepit arteri
(hemostat), dilengkapi pengunci dengan bilah bergigi, ada
yang lurus dan ada yang lengkung.
b. Klem bergigi halus atau tidak bergigi (klem Allis), untuk
memegang kulit, fascia atau dikenal sebagai klem jaringan.
c. Klem Kocher, klem yang mempunyai bilah yang sangat
kuat dipakai untuk menarik jaringan yang sangat kuat.
d. Cunam, alat penjepit dengan ujung berbentuk cincin
biasa dipakai untuk menjepit kasa pembersih luka.
4. Instrumen penarik
Ada jenis yang harus dipegang dengan tangan, ada yang
dibiarkan terpasang tanpa harus dipegang. Panjang dan lebar bilah
serta bentuk gagangnya bervariasi. Apabila penarik ini mempunyai
ujung runcing tidak boleh dipergunakan dekat pembuluh darah atau
organ berongga.
5. Benang jahit
Benang jahit dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Dapat diserap
- Tidak menetap pada tubuh sehingga menurunkan
kemungkinan infeksi.
- Dapat kehilangan kekuatannya sebelum luka sembuh total.
- Menyebabkan reaksi lokal yang besar dibandingkan dengan
jenis benang yang tidak diserap tubuh.
b. Tidak dapat diserap
- Berguna untuk penutupan epitel kulit.
- Berguna untuk perbaikan hernia dan tendon.
Gambar 25 Cricle Hemostat (“Snap”)
Gambar 26 Klem Kocher
19
Mengenal benang
Yang perlu diperhatikan untuk memilih benang adalah karakteristik
bahan, daya tahan dan reaksi jaringan terhadap bahan tersebut serta
ukuran benang.
Karakteristik bahan benang ditentukan oleh : kekuatan, daya regang
dan elastisitas, kehalusan permukaan, kapilaritas serta reaksi jaringan
terhadap benang tersebut.
Bahan plastik seperti polipropilen tidak cocok digunakan di daerah-
daerah yangmendapat stres berulang kali, tetapi lebih cocok untuk
menjahit kulit karena tidak meninggalkan parut bekas benang tersebut.
Bahan-bahan jenis elastis (poliester, sutera) dapat menahan tarikan
yang berulang-ulang, biasa dipakai untuk meligasi.
Benang dengan permukaan kasar tidak dapat digunakan pada jaringan
yang peka terhadap iritasi (mata, mukosa usus) tetapi tidak
memerlukan simpul yang terlalu banyak sehingga cocok untuk jahitan
jelujur.
Bahan sintetis tidak menimbulkan reaksi jaringan yang hebat,
sedangkan bahan organik dapat menimbulkan reaksi jaringan yang
hebat.
Benang multifilamen akan menghisap cairan jaringan sehingga dapat
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Bahan benang yang dapat diserap oleh jaringan tidak perlu dilepas,
sedangkan benang dari bahan yang tidak dapat diserap jaringan harus
diambil (jahitan harus diangkat).
Jenis benang yang dapat diserap antara lain kolagen, catgut, asam
poliglikolat (Dexon), poliglaktin (Vicryl) dan polidioksanon (PDS).
1. Catgut plain – digunakan untuk menjahit membrane mukosa bibir
atau lidah serta laserasi superficial area genital. Diabsorpsi oleh
tubuh dalam waktu 1 minggu.
2. Catgut chromic – digunakan untuk menjahit fascia, otot atau ligasi
pembuluh darah. Diabsorpsi dalam 30-45 hari.
3. Vicryl – digunakan untuk menjahit fascia, otot atau ligasi pembuluh
darah. Absorpsi memerlukan waktu sampai 70 hari.
4. PDS – mahal, absorpsi memerlukan waktu sampai 5-6 bulan.
Jenis benang yang tidak dapat diserap (non-absorbable) antara lain
sutera/ silk/ seide (multifilamen), benang baja (monofilamen), Nilon
(Ethilon) dan polipropilen (Prolene).
1. Ethilon – paling sering digunakan untuk menutup luka dan menjahit
kulit pada pembedahan atau setelah trauma. Biasanya digunakan
bersama cutting needles.
2. Prolene – digunakan untuk menjahit syaraf, tendon atau pembuluh
darah. Biasanya digunakan bersama round body needles.
3. Silk dan Linen – sangat kuat, melekat erat pada jaringan dan dapat
mengakibatkan reaksi jaringan atau infeksi.
Untuk menjahit kulit, benang non-absorbable lebih baik karena
jaringan parut yang ditinggalkan lebih tipis, kecuali pada beberapa
kasus laserasi di wajah atau pada anak-anak di mana pengangkatan
jahitan sulit untuk dilakukan karena tidak kooperatif.
20
Ukuran baku benang yang ditetapkan oleh USP & BP (United State
Pharmacopoeia & Brithish Pharmacopoeia) dari nomor kecil (ukuran
11/0 atau benang mikro) sampai yang terbesar (nomor 6) atau ukuran
menurut metrik yang terbagi dalam sepersepuluh milimeter dari 0, 1
sampai 8.
Untuk menjahit laserasi di wajah dipergunakan benang ukuran 5-0
atau 6-0, di area lain di mana tidak terlalu mempertimbangkan hasil
osmetik dipergunakan benang ukuran 3-0 atau 4-0 yang berukuran
lebih besar dan lebih kuat.
Pada saat ini, selain dengan teknik penjahitan luka menggunakan
benang terdapat teknik menutup luka lainnya yaitu menggunakan :
1. Staples – untuk menutup luka di lokasi dengan regangan tinggi,
seperti kulit kepala, ekstremitas dan badan.
2. Strips dan tapes – digunakan untuk laserasi superficial di wajah.
Ringkasan karakteristik dari jenis benang yang paling sering digunakan
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Ringkasan karakteristik dari jenis benang yang paling sering
digunakan
Benang Waktu untuk
diserap tubuh
Penggunaan secara klinis
Plain cat
gut
1-2 minggu Penutupan lemak subkutan, ligasi
pembuluh darah kecil
Chromic
cat gut
2-3 minggu Penjahitan intradermal subkutan dan
ligasi
Vicrcyl
(braided)
2-3 bulan Penjahitan usus intradermal dan
anastomosis
PDS
(monofila
men)
6 bulan Sama seperti vicrcyl dan digunakan pada
daerah berpotensi infeksi
Silk
(braided)
permanen Penutupan kulit, anastomosis usus +
perbaikan hernia + perbaikan tendon
Prolene
(monofila
men)
permanen Anastomosis vaskular + perbaikan
hernia
Catatan tambahan :
Kekuatan jahitan
di tentukan oleh ukuran benang, jumlah jahitan yang dibuat, jarak
jahitan, dan jenis benangnya.
Lokasi Jahitan
21
untuk luka didaerah wajah, jaringan luka harus ditangani secara lembut.
Wajah memiliki suplai darah yang baik, maka jaringan luka yang masih
viable ditutup primer secepatnya kecuali bila luka sangan
terkontaminasi. Benang yang dipilih dapat jenis catgut kromik atau
benang monofilamen berukuran 5/0 atau 6/0.
Untuk luka tangan dan tungkai, dapat digunakan benang monofilamen
berukuran 3/0 atau 4/0. Sebaiknya jangan menggunakan catgut dengan
jarum yang besar.
Tabel 3. Ukuran dan jenis benang untuk berbagai jaringan
22
Tabel 4. Ukuran diameter benang jahit dan konversi satuan baku eropa
ke satuan metrik.
6. Jarum Jahit
Panjang jarum beragam, dari 2-60 mm. Kelengkungan jarum
ditentukan menurut kedalaman jaringan, sedangkan penampang
batang jarum ditentukan menurut lunak-kerasnya jaringan. Jarum
yang sangat melengkung digunakan untuk luka yang dalam,
penampang yang bulat untuk jaringan lunak, dan yang bersegi tajam
untuk kulit.
Mata Jarum
jarum yang bermata (traumatik), yakni berlubang sebagai
tempat memasukkan benang jahit, akan menghasilkan lubang
tusukan yang lebih besar, dan jarum ini dapat digunakan
berulang kali.
Jarum yang tidak bermata (atraumatik), yakni langsung
menyambung dengan benang jahit, menghasilkan lubang
yang lebih halus, tetapi hanya dapat digunakan sekali pakai.
23
Kelengkungan
Jarum lurus (straight), digunakan ketika menjahit jaringan agar
lebih mudah dicapai dan digunakan pada tempat yang dipegang
dengan jari langsung dan manipulasi dapat lebih mudah
dilakukan. Seperti traktus gastrointestinal, rongga hidung, saraf,
rongga mulut, faring, kulit, tendon, pembulih darah.
Jarum lengkung, memerlukan pemegang jarum (needle holder),
lengkungan jarum dapat berupa ½ lingkaran, ¼ lingkaran, atau
3/8 lingkaran.
o Jarum ½ lingkaran adalah yang paling umum digunakan.
Dapat digunakan untuk traktus bilier, mata, traktus
gatrointestinal, otot, rongga hidung, rongga mulut, pelvis,
peritoneum, faring, pleura, trktus respirasi, kulit, lemak
subkutan, dan traktus urogenital.
o Jarum ¼ lingkaran biasa digunakan dalam bedah mikro,
atau menjahit traktus bilier, mata, taktus gastrointestinal,
otot, rongga hidung, rongga mulut, pelvis, peritoneum,
faring, pleura, traktus respiratorius, kulit, lemak
subkutan, dan traktus urogenital.
o Jarum ¾ lingkaran biasanya digunakan untuk menjahit
dinding abdomen, traktus urogenital, anus, sistem
kardiovaskular, rongga hidung, rongga mulut, dan pelvis.
Panjang Jarum
Berkisar 2-60 mm
Daya tembus jarum
Jarum bermata bulat (rounded bodies) digunakan untuk
menjahit otot dan jaringan yang halus dan empuk.
Jarum berujung trokar (trochar point) digunakan untuk jaringan
cukup liat,
Jarum tajam (cutting) untuk jaringan liat seperti kulit.
Cara menggunakan
Jarum dapat digunakan dengan cara dipegang (hand-held), atau
dipegang dengan bantuan alat pemegang jarum (Instrument-held), cara
hand-held digunakan ketika ahli bedah menggunakan jarum lurus.
24
25
iii. Sterilisasi alat
Cara sterilisasi instrumen, barang, dan kain atau alat lain yang
dipakai dalam pembedahan harus diketahui benar oleh setiap petugas
ruang pembedahan. Ada beberpa cara melakukan sterilisasi alat-alat ini.
Sterilisasi kimiawi dilakukan dengan menggunakan bakterisid seperti
glutaraldehid 2%. Cara ini terutama misalnya alat endoskopi. Sebelum
digunakan dalam pembedahan, alat harus dibersihkan dengan pembilas
air steril.
Cara pemanasan dilakukan dengan penguapan bertekanan
tinggi (autoklaf), yaitu pada suhu 121˚C selama 15 menit, 126˚C
selama 10 menit, atau 134˚C selama 3 menit. Uap dalam autoklaf
haruslah jenuh dengan uap air dan tekanannya diatas tekanan
udara.pemanasan juga dapat dilakukan secara kering, yaitu dengan
pembakaran spirtus. Namun, pembakaran ini sebenarnya tidak
mensucihamakan.
d. Antisepsis
Komplikasi yang perlu diwaspadai dan dicegah pada pembedahan
adalah infeksi. Salah satu cara mencegahnya adalah Teknik Kerja Aseptik.
Teknik aseptik adalah satu cara untuk memperoleh dan memelihara
keadaan steril. Dasar dan teknik ini adalah bahwa infeksi berasal dan luar
tubuh, oleh karena itu teknik aseptik yang dipakai adalah mencegah masuknya
infeksi dan luar melalui tempat pembedahan.
Prosedurnya ada 3 bagian, yaitu :
1. Mensucihamakan medan operasi.
2. Mensucihamakan bagian tubuh yang kontak dengan medan operasi.
Gambar 27 Jenis-jenis ujung jarum
26
3. Sterilisasi alat-alat yang dipergunakan dalam pembedahan.
e. Anestesi lokal
Prosedur :
1. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
2. Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil (ukuran 25-30).
3. Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di sekeliling
luka untuk mencegah material kontaminan terdorong ke area yang bersih.
4. Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema kulit
sesaat setelah disuntikkan.
5. Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blockade syaraf
(misalnya di ujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena efek
anestesi lebih baik.
6. Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
7. Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan pencucian,
cek apakah anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak ditumpulkan oleh
anestesi lokal. Dengan anestesi yang adekuat pasien masih merasakan
tekanan, tapi tidak menyakitkan. Jepit ujung kulit dengan pinset atau
sentuh menggunakan ujung jarum. Bila pasien masih merasakan nyeri,
tambahkan anestesi.
f. Irigasi lokal / drainase
Tindakan mencuci luka harus dilakukan sesegera mungkin setelah
terjadi luka. Jika kulit terbuka, bakteri yang berada di sekitarnya akan
masuk ke dalam luka. Paling baik adalah menggunakan air mengalir dan
sabun. Tekanan dari pancaran air akan membersihkan luka dari bakteri dan
material kontaminan lain.
Pencucian luka harus dilakukan pada :
1. Luka dangkal
2. Luka dengan risiko tinggi terjadinya infeksi :
a. Gigitan binatang atau manusia
b. Luka kotor/ terkontaminasi
c. Laserasi
Gambar 28 blok nervus digitalis
27
d. Luka dengan kerusakan otot, tendo atau tulang di bawahnya.
e. Luka tusuk
Untuk membersihkan luka yang sangat kotor, misalnya kontaminasi
kotoran atau aspal, diperlukan irigasi tekanan tinggi (5-8 psi) atau tindakan
scrubbing Irigasi tekanan tinggi dilakukan dengan menyemprotkan NaCl
fisiologis atau akuades menggunakan spuit 10- 50 mL. Irigasi dengan tekanan
terlalu tinggi (>20-30 psi, misalnya dengan Jet shower tidak boleh dilakukan
karena justru merusak jaringan. Dokter dapat mengenakan kacamata pelindung
untuk menghindari percikan air ke mata. Jika luka sangat kotor, mungkin
diperlukan washlap dan pinset untuk membersihkan kotoran dari dalam luka.
Larutan antiseptik seperti alkohol atau hydrogen peroksida sebaiknya tidak
digunakan, sementara larutan antiseptik seperti povidone iodine 10% hanya
digunakan pada luka akut, dan tidak digunakan terlalu sering, karena justru
akan merusak sel-sel kulit baru dan sel-sel fagosit yang bermigrasi ke area
luka,sehingga risiko infeksi lebih besar dan penyembuhan luka lebih lama.
g. Debrideman
Debrideman adalah usaha menghilangkan jaringan mati dan jaringan
yang sangat terkontaminasi dengan mempertahankan secara maksimal struktur
anatomi yang penting. Jaringan mati tidak hanya menghalangi daerah luka
tetapi juga menyebabkan infeksi daerah luka, infeksi sistemik, sepsis,
amputasi, bahkan kematian. Debrideman akan memulihkan sirkulasi dan
pasokan oksigen yang adekuat ke daerah luka. Debrideman dilakukan pada
luka akut maupun kronik.
i. Debrideman autolitik
Tubuh yang berusaha untuk melakukan penghancuran jaringan
nonvital dengan enzim yang bekerja maksimal pada kondisi lembab.
Produk yang dapat mempertahankan kelembaban luka antara lain
hidrokoloid, film transparan, dan hidrogel.
ii. Debrideman enzimatik
Menggunakan salep yang memiliki kemampuan proteolitik, fibrinolitik,
dan kolagenase terhadap jaringan yang akan dihancurkan.
iii. Debrideman mekanis
Prinsip kerjanya adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa
yang telah dibasahi larutan salin normal, setelah kering kasa akan
melekat dengan jaringan yang mati. Saat penggantian balut jaringan
mati akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan 2-6 kali per hari.
iv. Debrideman biologis
Dilakukan dengan menggunakan larva yang disebut dengan maggot
debridemant therapy (MDT).
v. Debrideman bedah
Tindakan bedah ini menggunakan skapel, gunting, kuret, atau
instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik dari
28
luka. Tujuannya adalah mengeksisi luka sampai tercapai jaringan yang
normal dan vaskularisasinya baik.
Tabel 3. Memilih debrideman yang sesuai
Faktor yang
dipertimbangkan bedah enzimatik autolitik Mekanisme
Kecepatan 1 2 4 3
Selektivitas 2 1 3 4
Nyeri 4 2 1 3
Eksudat 1 4 3 2
Infeksi 1 3 4 2
Biaya 4 2 1 3
1 berarti terbaik, 4 berarti terburuk
h. Menjahit luka
Luka dapat ditautkan dengan jahitan sederhana atau matras; terputus atau
jelujur.
i. Jahitan sederhana dapat dibuat terputus atau jelujur.
ii. Jahitan matras dapat berupa matras vertikal, horizontal, terputus atau
jelujur.
iii. Pada jahitan terputus, benang disimpulkan dan digunting tiap 1 jahitan.
iv. Pada jahitan jelujur, benang ditempatkan melintang dan membujur
di satu sisi luka tanpa membuat simpul tiap 1 jahitan.
v. Jahitan terputus banyak dipakai untuk menjahit luka di kulit karena
apabila ada pus (cairan), dapat dilepas satu atau dua jahitan dan
membiarkan yang lain.
Gambar 29 prosedur debrideman tajam
Gambar 29 A dan B
29
vi. Jahitan matras vertikal berguna untuk merapatkan tepi luka secara
tepat tetapi tidak boleh dipakai di tempat yang vaskularisasinya kurang.
vii. Jahitan matras horizontal untuk menautkan fascia, tetapi tidak boleh
untuk menjahit subcutis, karena kulit akan bergelombang.
viii. Jahitan jelujur, lebih cepat dibuat serta lebih kuat tetapi bila ada satu
bagian terputus seluruh jahitan akan terbuka.
ix. Jahitan jelujur berkunci, merupakan jahitan jelujur dengan
menyelipkan benang dibawah jahitan yang telah terpasang. Cara ini
efektif menghentikan perdarahan, tetapi kadang-kadang jaringan
mengalami iskemia.
Indikasi jahitan jelujur :
1. Luka berbentuk lurus dengan tepi luka teratur
2. Tidak berisiko terinfeksi
Menjahit kulit
Cara :
1. Gunakan pinset diseksi bergerigi halus, untuk sedikit mengangkat
tepi luka.
2. Jarum lengkung jenis taper cut dengan benang nilon monofilamen
nomor 3/0 dipasang pada needle holder. Pemasangan itu diletakkan
antara 2/3 depan dan 1/3 belakang, lalu gagang needle holder
dikunci.
Gambar 30 Macam-macam jahitan jelujur. A. Jelujur, satu simpul diakhir, B. Jahitan jelujur berkunci, C. Dua
untai benang dengan simpul di tiap ujung dan disimpulkan di tengah, D. Over-and-over running stitch
Gambar 31 Macam-macam jahitan terputus A. Simple interrupted, B.
Matras vertical terputus, C. Matras horizontal terputus
30
3. Jahitan dimulai dari sisi luka yang letaknya paling jauh dari tubuh
operator, menuju ke arah operator.
4. Dengan pergelangan tangan pronasi penuh, siku membentuk
sudut 90˚ dan bahu abduksi, jarum ditusukkan di kulit secara tegak
lurus.
5. Tusukan jarum dilakukan 3 – 4 mm dari tepi luka, di dekat tempat
yang dijepit pinset. Jarak antar tusukan kurang lebih 0.5 – 1 cm.
Untuk jahitan di wajah, tusukan jarum dilakukan 2 – 3 mm dari tepi
luka dengan jarak antar tusukan 3 – 5 mm.
6. Kulit ditegakkan, dan dengan gerakan supinasi pergelangan serta
adduksi bahu yang serentak, jarum didorong maju dalam arah
melengkung sesuai dengan lengkungan jarum, tetapi jangan terlalu
dangkal (akan terbentuk dead space )
7. Setelah jarum muncul kembali di balik kulit, jarum dijepit
dengan klem pemegang jarum dan ditarik keluar (penjepitan ini
tidak boleh pada ujungnya, karena jarum dapat patah atau
bengkok).
8. Benang ditarik terus sampai ujungnya tersisa 3-4 cm dari kulit.
9. Tusukkan lagi jarum di tepi luka yang lain dengan cara dan
kedalaman yang sama.
10. Setelah jarum muncul di kulit, ditarik lalu dibuat simpul ikatan
2 x 1 x 2
11. Luka dibersihkan dan dinilai ketatnya ikatan
12. Simpul ditarik ke tepi ke arah pada ujung benang yang lebih pendek.
Menjahit Subkutis
Untuk menjahit lemak subkutis dilakukan jahitan terputus sederhana
Gambar 32 Memegang jarum menggunakan needle holder
Gambar 33 Menjahit kulit
31
dengan simpul terkubur.
Cara :
1. Pada jahitan ini lintasan jarum dimulai dan diakhiri di dalam luka.
2. Mengangkat tepi luka dengan pinset bergigi sehingga pertemuan
antara lemak dan dermis jelas.
3. Jahitan dimulai dan sisi yang jauh dari operator
4. Jarum lengkung berujung tapen dengan benang absorben
ditusukkan jauh ke jaringan lemak sampai keluar di dekat
permukaan.
5. Posisi tangan pemegang jarum pronasi maksimal lalu jarum
ditembuskan dengan gerak supinasi.
6. Setelah nomor 4, klem pemegang jarum dipindah untuk menjepit
kembali dan dengan gerakan pronasi serta supinasi jarum
ditusukkan dari arah permukaan ke lapisan dalam sisi yang lain.
7. Kemudian dibuat simpul dan benang dipotong.
Penjelasan tambahan :
Jahitan Simpul tunggal (simple interrupted suture)
Paling banyak digunakan dan merupakan jahitan baku. Jarum masuk kedalam
kulit yang membentuk sudut yang melewati dermis dalam pada titik yang
selanjutnya keluar ke titik yang berlainan. Setiap jahitan terputus disimpul
sendiri-sendiri. Umumnya dianggap teknik yang aman karena kegagalan satu
jahitan tidak memengaruhi seluruh jahitan, dan bila terjadi infeksi, cukup
dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi saja.
Jahitan Jelujur (continous suture)
Digunakan satu benang untuk seluruh panjang luka sehingga pengerjaan nya
lebih cepat. Namun bila ada benang yang putus, seluruh panjang luka akan
terkuak, dan bila terjadi infeksi, luka akan mengalami dehisensi.
Jahitan Matras
Digunakan bila diperlukan pertautan tepi luka yang tepat yang tidak dapat
dicapai dengan jahitan satu-satu biasa.
Gambar 34 Menjahit subkutis
32
Jahitan matras vertikal, dibuat dengan dua tusukan di tepi luka setebal
epidermis yang digabung dengan jahitan biasa. Pertautan yang lembut
dan longgar dibuat untuk menjaga kemungkinan edema yang selalu
terjadis etelah perlukaan. Keuntungan jahitan ini luka tertutup rapat
sampai ke dasar luka sehingga terjadinya rongga dalam luka dapat
dihindari.
Jahitan Subkutikuler
Adalah jahitan jelujur yang dibuat pada jaringan lemak tepat dibawah dermis.
Dapat berselang atau sinambung. Dapat dipakai benang yang diserap atau
tidak diserap. Pada jahitan berselang biasanya ujung benang ditanam, lalu
dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat dibawah dermis.
Stapler dan Agrafe
Stapler, terutama digunakan untuk waktu pendek pada insisi yang
panjang atau pada penutupan kulit atau flap sementara sebelum dijahit.
Agrafe, yang dipasangkan dengan pinset Michel dapat menutup luka
bedah dengan baik. Keuntungan cara ini adalah murah dan baik secara
kosmetik, tetapi pascabedah tampak jelek selama klip perpasang.
i. Menutup luka
Dressing adalah material penutup luka untuk mendukung
penyembuhan luka balut primer adalah balut yang berkontak dengan luka,
sedangkan balut sekunder adalah pembalut diatas pembalut primer.
Tujuan utama membalut luka adalah menciptakan lingkungan yang
ideal, yakni lembab, bagi proses penyembuhan luka, menyerap eksudat,
melindungi dari bakteri, debrideman, mengurangi udem, mengeliminasi ruang
mati, melindungi luka dari trauma dan robekan lebih lanjut, menjaga
kehangatan luka, dan memberi tekanan yang dapat membentu homeostasis
serta turut mencegah pembentukan parut yang buruk. Dalam kondisi lembab,
penyembuhan luka berlangsung 50% lebih cepat dibandingkan luka kering,
karena suasanannya merupakan kondisi yang paling optimal bagi kerja
makrofag, angiogenesis, dan re-epitelisasi.
Teknik pemasangan balut :
a. Balutan basah kering
Indikasi : untuk membersihkan luka kotor atau terinfeksi
Teknik :
a. Lembabkan kasa dengan saline steril
b. Buka lipatannya dan tutupkan pada luka
c. Pasang lembaran kassa steril kering diatasnya
d. Biarkan kassa menjadi kering kemudian diangkat
33
e. Saat kassa terangkat akan membawa serta debris. Jika kassa
merekat terlalu erat, lembabkan kassa supaya mudah diangkat.
f. Idealnya pembalut diganti 3-4 kali dalam sehari. Bahkan dapat
lebih sering pada luka sangat kotor. Pada luka bersih, balutan boleh
diganti 1-2 kali shari.
b. Balutan basah-basah
Indikasi :
Luka kering, supaya tetap kering
Menyerap eksudat
Teknik :
a. Lembabkan kain kassa dengan saline steril
b. Buka lipatannya dan tutupkan pada luka
c. Pasang lembaran kassa kering diatasnya
d. Kassa tidak boleh mengering dan menempel pada luka
e. Idealnya balutan diganti 2-3 kali sehari. Jika terlihat mengering,
tuangkan sedikit saline ke atasnya.
c. Salep antibiotika
Indikasi : supaya luka tetap bersih; menstimulasi penyembuhan luka.
Cara :
a. Aplikasikan salep diatas luka tipis-tipis menggunakan aplikator
atau cotton bud
b. Tutup dengan kassa steril
c. Salep diaplikasikan 1-2 kali sehari.
d. Memilih balutan
Untuk luka bersih, gunakan balutan basah-basah atau balutan mengandung
pelembab. Untuk luka yang memerlukan debrideman gunakan balutan
basah kering sampai luka bersih dan diganti dengan regimen balutan yang
berbeda. Untuk luka yang tertutup oleh jaringan nekrotik, tetap harus
dilakukan debrideman mekanis, baru kemudian ditutup dengan balutan
yang sesuai.
Gambar 35 Balut basah-kering
34
e. Mengganti balutan
3. Manajemen luka pasca penjahitan
a. Pendahuluan
Luka yang telah dijahit haruslah dijaga kebersihannya supaya tidak
terjadi infeksi. Bila terjadi infeksi maka akan terlihat bengkak, merah, dan
nyeri. Luka harus dijaga agar tetap kering dan tidak terkena trauma tambahan.
Pada hari ke-4 kasa harus diganti agar eksudat (protein) tidak sempat menjadi
media tumbuhnya bakteri. Bila kasa basah juga harus diganti.
Jahitan yang dibuat dengan benang yang tidak diserap harus dibuka
kembali. Waktu optimal untuk membuka jahitan bervariasi tergantung pada
berbagai faktor, diantaranya lokasi luka yang dijahit. Biasannya waktu
membuka jahitan berkisar antara 3 hari sampai 2 minggu, bergantung lokasi
Gambar 36 Langkah-langkah mengganti pembalut
35
lukanya. Bila jahitan tidak dibuka pada waktunya, akan tumbuh epitel
sepanjang benang yang masuk kedalam kulit sehingga berbekas bintik-bintik
dan antara dua tusukan jarum tampak baris gelap akibat iskemik kulit setempat
karena terjerat simpul. Pasca pengangkatan jahitan sebaiknya luka dilindungi
dari trauma dan regangan, memakai plester berpori dan hypoallergenic.
Tabel 3. Waktu pengangkatan jahitan berdasarkan lokasi jahitan
Lokasi Jahitan
Waktu
Pengangkatan
Jahitan (hari)
Wajah 3 sampai 4
Leher 5
Kulit Kepala 6
Dada / Abdomen 7
Lengan dan punggung tangan 7
Kaki dan punggung kaki 10
Telapak tangan / kaki 10
Luka teregang (tension) 14
Gambar 37
7 hari post operasi labioplasty jahitan
dibuka. Lem fibrin dibekas luka belum
kuat benar. Dalam 6 sampai 12 bulan
akan kuat dan dapat dikerjakan sesuatu
di atas luka ini misalnya krim pelembab
dan/atau plester penekan untuk
beberapa minggu.
36
b. Mengangkat / membuka jahitan
Jahitan dan luka diolesi terlebih dahulu dengan antiseptik. Hidrogen
peroksida baik untuk membersihkan darah dan eksudat yang keing. Kemudian
salah satu ujung simpul dipegang dengan pinset dan ditarik ke atas sehingga
salah satu bilah gunting benang dapat masuk, kemudian benang digunting dan
seluruh benang ditarik keluar menggunakan pinset anatomis. Pengguntingan
sebaiknya dilakukan dekat dengan permukaan kulit, agar bagian benang yang
ada diluar kulit (terkontaminasi) melalui kulit sesedikit mungkin.
c. Penyulit yang mungkin terjadi
i. Infeksi
Adapun tanda luka terinfeksi adalah :
a. Tanda inflamasi lokal : kemerahan
b. Keluar pus atau terlihat pengumpulan pus
c. Tanda sistemik berupa demam.
Gambar 38
Pasien pada gambar 37 dipasang
plester micropore hypoalergenic
berwarna coklat kulit, agar tidak terlalu
mencolok dan lebih patuh
pemakaiannya.
Gambar 39 Skema cara pembukaan jahitan
37
Luka yang memiliki kemungkinan infeksi yang lebih tinggi :
a. Lambat dibawa ketenaga keshatan
b. Terdapat benda asing dalam luka
c. Luka sangat kotor
d. Luka gigitan
e. Luka tusuk yang dalam
f. Luka dalam mulut
g. Fraktur terbuka
h. Luka karena terhimpit
i. Luka pada jaringan iskemia.
Antibiotik sistemik dapat diberikan bila luka beresiko tinggi untuk
infeksi, atau bila luka telah menunjukkan tanda-tanda infeksi. Cara
pemberiannya biasannya oral, namun bila dianggap perlu maka dapat
pula diberikan antibiotik topikal tapi pilihlah yang tidak dipakai pada
kebutuhan sistemik, misalnya neomycin. Pemilihan antibiotik
berdasarkan bakteri patogen yang paling sering ditemukan ditempat
tersebut.
ii. Dehisensi (jahitan jebol)
Adapun tanda dari dehisensi antara lain adalah :
a. Luka yerbuka kembali
b. Banang terlepas atau terputus
c. Keluar darah dari luka
d. Mungkin disertai juga dengan tanda-tanda infeksi
Faktor resiko dehisensi yang diketahui :
a. Berat badan berlebih
b. Usia tua
c. Nutrisi yang buruk
d. Telah ada skar sebelumnya
e. Kesalahan dalam penjahitan
f. Jarak antara kedua tepi saat ditautkan tegang
g. Diabetes mellitus
h. Merokok
i. Penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang
j. Adanya infeksi
k. Penderita keganasan
l. Radiasi pada tempat jahitan
m. Aktifitas berlebihan pada tempat jahitan
Tatalaksana yang dapat diberikan berupa :
38
a. Terapi bedah, membuang jaringan mati, luka dijahit kembali,
pemberian perekat misalnya plester steril antara tepi luka agar
tegangan pada jahitan dapat dikurangi,
b. Terapi medikamentosa dengan pemberian antibiotik dan
suplemen, dan
c. Atasi masalah yang mendasarinya.
d. Contoh hasil yang baik dan tidak baik
i. Contoh hasil jahitan yang tidak baik
Gambar 40
Luka dehisensi dan ditemukannya
kuman gram (-). Tampak banang biru
yang tak menolong pada penjahitan
ulang setelah deheseksi, karena
ditempatkan pada lemak, bukan di
dermis.
Gambar 41
Diberikan antibiotik sesuai kultur, eksisi
seluruh tepi luka. Dilakukan penjahitan
dermal-dalam dengan benang lama
diserap (lemak jangan dijahit)
dilanjutkan penjahitan kulit luar dengan
memasang drain yang tak tampak pada
gambar.
Gambar 43
Skar (bekas luka) pada lengan atas
seorang wanita usia 40 tahun
39
ii. Contoh hasil jahitan yang baik
Gambar 45
Defek kulit dan lemak di bawahnya pasca KLL
Gambar 44
Hasil jahitan yang tidak bagus setelah vena sectie
a. Arah sayatan transversal, terus menerus mendapatkan regangan (memotong
RSTL). Sebaiknya longitudinal atau “lazy S”.
b. Tidak dibuat jahitan dalam
c. Simpul menjerat, berbekas jelas
d. Saat dibuka jahitan tidak dilindungi plester.
e. Terjadi dehisensi, kemudian timbul epitel.
f. Bekas luka warnanya gelap.
Gambar 46
Pasca rekonstruksi dengan flap lokal.
40
e. Tips menghindari masalah
i. Tindakan asepsis dan antiseptik yang benar lebih baik dari pada
mengandalkan antibiotik yang kuat.
ii. Hindari menjahit kulit secara memaksa melawan ketegangan
iii. Atasi ketegangan tepi luka dengan “undermining”, menutup dengan
flap, membuat jahitan dermis dalam
iv. Sebelum menjahit kulit hendaknya tepi sudah menempel, kalau bisa
dibuat eversi hasilnya lebih bagus.
v. Jahitan kulit menyimpulkannya tidak menjerat tepi luka
vi. Jangan terburu-buru puas setelah benang jahitan diangkat dan luka
kering, proses penyembuhan masih berlangsung satu tahun kedepan.
vii. Atasi masalah yang mungkin timbul dengan tenggang waktu antara
luka dan maturitas.
viii. Bila beberapa jahitan dibuka tampak bekas luka meregang, jangan
lanjutkan pembukaan penjahitan. Pakailah plester steril untuk melawan
peregangan sekaligus merapatkan kembali luka.istirahatkan bagian
trsebut dari gerakan tubuh.
ix. Konsultasikan bila perlu, demi pasien.
x. Tidak pernah manusia/ dokter mencapai titik kesempurnaan dalam
bekerja, dengan petunjuknya kita berharap bisa berhasil.
Gambar 47
Bekas luka yang dijahit setelah satu tahun kemudian. Indurasi
dan kemerahan tidak nampak lagi (bekas luka telah matur)
41
f. Reassesment luka
Saat pasien datang kembali kepada dokter, dokter harus melakukan re-
assesment luka untuk memastikan manajemen luka yang diberikan efektif
dalam membantu penyembuhan luka.
Tabel 4 re-assesment luka
4. Tetanus
Jenis Luka
Gambaran Klinis Cenderung Tidak Tetanus Cenderung Tetanus
1. Umur Luka ≤ 6 jam ≥ 6 jam
2. Konfigurasi Luka Tepi luka rata Luka tidak rata
3. Dalam Luka ≤ 1cm ≥ 1cm
4. Mekanisme Luka Luka tajam, pisau, kaca Peluru, luka bakar,crush
5. Tanda Infeksi Tidak ada Ada
6. Jaringan Mati Tidak ada Ada
7. Bahan Kontaminan Tidak ada Ada
8. Jaringan Iskemik Tidak ada ada
Pencegahan
Pemberian Imunisasi Pasif
a. Diberikan antitoksin, antitoksin ada 2 bentuk :
i. Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak
boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti
complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius.
ii. Serum anti tetanus, serum yang dibuat dan plasma kuda yang
dikebalkan terhdap toksin tetanus. Pencegahan tetanus : 1 dosis
42
profilaktik (1.500 IU) atau lebih, diberikan secara intramuskuler
secepat mungkin kepada seseorang yang luka dan terkontaminasi
dengan tanah, debu jalan atau bahan lainnya yang dapat menyebabkan
infeksi Clostridium tetani. Dua minggu kemudian diberikan kekebalan
aktif dengan vaksin jerap tetanus, supaya jika mendapat luka lagi tidak
perlu diberi serum anti tetanus profilaktik, tetapi cukup diberi booster
vaksin jerap tetanus. Untuk pencegahan tiap ml mengandung :
antioksin tetanus 1.500 IU, Fenol 0,25% v/v. Untuk pengobatan tiap ml
mengandung : antioksin tetanus 5.000 IU, fenol 0,25% (2) Untuk
pengobatan : 10.000 IU atau lebih, secara intramuskuler atau intravena,
tergantung keparahan keadaan penderita.
b. Ada juga Tetanus Toxoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik
yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus
dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Tabel 6 Petunjuk penanganan tetanus pada luka
Riwayat Imunisasi Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin
Tidak diketahui ya tidak ya ya
0 – 1 ya tidak ya ya
2 ya tidak ya tidak*
3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak
* : Kecuali luka > 24 jam
** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)
*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16
43
5. Injeksi Intramuskular dan Subkutan
a. Injeksi Intramuskular
Obat dapat diserap melalui injeksi intramuskular bergantung pada
besarnya aliran darah ke tempat injeksi dan komposisi lemak dibandingkan
otot ditempat tersebut. Obat dapat dimodulasi sampai batas tertentu akbat
adanya panas lokal, massage, atau olahraga. Secara umum, tingkat penyerapan
di otot deltoid atau vastus lateralis lebih cepat dari pada injeksi pada otot
gluteus medius. Tingkat penyerapan di otot gluteus medius lebih lambat lagi
pada wanita. Kelebihan injeksi intramuskular adalah obat yang disuntikkan
dalam bentuk solution, oil, atau depot akan diserap dengan lambat dan konstan.
Pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi injeksi intramuskular adalah
memilih lokasi yang jauh dari pembuluh darah besar, saraf dan tulang.
Indikasi untuk injeksi intramuskular :
1. pasien yang tidak kooperatif
2. obat tidak dapat diberikan secara peroral
Kontraindikasi untuk injeksi intramuskular adalah
1. daerah yang inflamasi, udem, teriritasi, tahi lalat, tanda lahir,
jaringan parut
2. kelainan koagulasi
3. penyakit vaskuler perifer
4. syok
5. pasca terapi trombolitik
6. acute myocardial infarction
Komplikasi yang dapat terjadi pada injeksi intramuskular :
1. Rasa tidak nyaman dan nyeri; bisa terjadi memar atau bengkak
pada tempat injeksi
2. Berpotensi mencederai nervus yang berdekatan dengan situs
injeksi
3. Jangka panjang: fibrosis otot dan kontraktur, abses pada tempat
injeksi, gangrene dan cedera saraf (nervus radialis), infeksi
hepatitis B dan C atau HIV
4. Tidak merotasi lokasi pada pasien dengan injeksi berulang
mengakibatkan obat yang tidak terabsorbsi. Deposit tersebut
efek farmakologi yang diinginkan sehingga menyebabkan abses
atau fibrosis jaringan
44
Tabel 5 bioavaibilitas dan karakteristik pemberian obat.
Tabel availabilitas
(Table from
Katzung) Rute
pemberian
Bioavailabilitas (%) Karakteristik
Intravena (IV) 100 Onset paling cepat
Intramuskular (IM) 75 sampai ≤ 100 Untuk volume besar;
mungkin terasa sakit
Subkutan (SC) 75 sampai ≤ 100 Volume < IM;
mungkin terasa sakit
Oral (PO) 5 sampai < 100 Paling nyaman; first-
pass metabolism (+)
Rectal (PR) 30 sampai < 100 First pass
metabolism lebih
rendah dibanding
oral
Inhalasi 50 sampai < 100 Onset cukup cepat
(masih di bawah IV)
Transdermal 80 sampai <100 Absorpsi sangat
lambat, durasi kerja
panjang,
Terdapat 4 tempat utama Injeksi Intramuskular
a. Deltoid
i. Mudah dan dapat dilakukan pada berbagai posisi,
Namun kekurangannya adalah area penyuntikan kecil,
jumlah obat yang ideal (antara 0,5 – 1 mm).
ii. Volume suntikan ideal adalah antara 1 – 4 ml dan
maksimal 5 ml.
iii. Jarum disuntikan kurang lebih 2,5 cm tepat dibawah
tonjolan akromion.
iv. Organ penting yang dapat terkena adalah arteri
Brachialis atau nervus radialis. Hal ini terjadi apabila
kita menyuntik terlalu jauh kebawah.
v. Minta pasien untuk meletakkan tangan di pinggul seperti
gaya seorang pragawati, dengan demikian tonus ototnya
akan berada pada kondisi yang mudah disuntik dan
dapat mengurangi nyeri.
Gambar 48
Lokasi injeksi intramuskular
pada otot deltoid
45
b. Dorso Gluteal (M. Gluteus Lateralis)
i. Paling mudah dilakukan, namun angka terjadinya
komplikasi paling tinggi
ii. Hati-hati terhadap n.sciatus dan arteri glutea superior.
iii. Volume suntikan ideal adalah antara 2-4 ml.
iv. Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut sedikit
fleksi.
v. Indikasi : dosis 1 – 3 cc, (≤ 5 cc), 20 – 23 gauge, 1 – ½
inch jarum, sudut 90⁰ vi. KontraIndikasi: anak < 2 tahun atau OP berbadan kurus
Langkah:
i. OP berbaring miring atau telentang, kemudian menekuk
lutut dr sisi injeksi atau memutar ke arah dalam jari kaki
untuk merotasi paha.
ii. Temukan spina iliaka posterior garis penghubung ke
trochanter terbesar atau 5 – 7,6 cm di bawah puncak
iliaka. Area: di atas dari titik tengah garis khayal
tersebut
c. Ventro Gluteal (M. Gluteus Medius)
i. Indikasi : org dewasa dan anak < 7 bulan
ii. Dosis obat 1 – 3 cc, 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch jarum
Langkah :
i. Posisikan OP telentang lateral
ii. Letakan tangan kanan anda pada pinggul kiri pasien
pada Trochanter Mayor atau sebaliknya posisikan jari
Gambar 49
Lokasi injeksi intramuskular
pada otot Gluteus Lateralis
Gambar 50
Lokasi injeksi intramuskular
pada otot Gluteus Medius
46
telunjuk sehingga menyentuh SIAS. Kemudian
gerakkan jari tengah anda sejauh mungkin menjauhi jari
telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka jari telunjuk dan
jari tengah anda akan membentuk huruf “V”. Suntikan
jarum ditengah-tengah huruf V, maka jarum akan
menembus M.Gluteus Medius.
iii. Volume suntikan ideal antara 1 – 4 ml
iv. Lokasi ini cocok untuk anak di atas usia 7 tahun dan
dewasa. Posisi saat injeksi telungkup, telentang atau
miring. Namun paling memudahkan dalam posisi miring
dengan lutut di tekuk dan agak dinaikkan menuju dada.
d. Vastus Lateralis
i. Pada orang dewasa M. Vastus Lateralis terletak pada
sepertiga tengah paha bagian luar.
ii. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit diatasnya
perlu ditarik atau sedikit dicubit untuk membantu jarum
mencapai kedalaman yang tepat.
iii. Indikasi : bayi dan anak < 7 mo
iv. Dosis obat 1 – 4 ml (1 – 3 ml u/ bayi)
Langkah:
i. Posisikan OP telentang atau duduk
ii. Temukan trochanter terbesar dan kondilus femur lateral.
Area suntik : 1/3 tengah dan aspek antero lateral paha
iii. Volume ideal antara 1 – 5 ml (untuk bayi 1 - 3 ml).
b. Injeksi subkutan
Cara pemberian ini terutama dilakukan pada obat-obatan yang harus
menyebar dan diserap oleh tubuh secara perlahan-lahan bahkan sampai 24 jam,
seperti insulin dan morfin. Tempat yang dianjurkan untuk melakukan suntikan
Gambar 50
Lokasi injeksi intramuskular
pada otot Vastus Lateralis
47
subkutan adalah lengan bagian atas, kaki bagian atas, dan daerah sekitar pusar.
Disini kita dengan mudah kita mengambil/ memegang lipatan kulit dan
memasukkan jarum ke dalam jaringan lemak dan jaringan pengikatnya yang
ada dibawah kulit. Tergantung juga pada panjangnya jarum, kita masukkan ke
dalam dengan sudut 90˚ (pada jarum yang panjangnya 1 cm) atau dibawah
sudut 45˚ (pada jarum yang lebih panjang). Setelah kita memasukkan jarum,
kita rasakan apakah jarum ini bebas posisinya (tanda bahwa kita benar-benar
telah mencapai jaringan ikat dibawah kulit). Selanjutnya kita tarik
penghisapnya sedikit ke atas untuk melihat apakah jarum tidak mengenai
pembuluh darah. Jika ini memang yang dimaksud maka kita akan melihat
sejumlah darah di dalam tabung cairan pada spluit tersebut. Jika ini yang
terjadi maka kita akan menarik keluar jarum suntik kemudian memasukkanya
ke dalam kulit. Setelah cairan dikeluarkan secara perlahan-lahan kita dengan
cepat menarik jarum suntikan itu keluar, dan memijat-mijat tempat itu agar
tertutup kembali.
Pada pasien yang mendapatkan sejumlah suntikan subkutan, maka kita
harus secara terus menerus berganti tempat penusukan. Di samping itu kita
harus dengan teliti memperhatikan agar jangan menyuntikan pada tempat-
tempat dimana ada bekas jaringan yang terluka atau pada tempat dimana
terjadi edema.
Gambar 51
Posisi penyuntikan subkutan, posisi jarum
sembilan puluh derajat jika ukuran jarum
kurang dari 1cm, biasannya pada
penyuntikan menggunakan spluit insulin.
48
Gambar 52
Lokasi-lokasi penyuntikan secara
subkutan.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat dan de jong, edisi 3.
Jakarta : EGC.
2. Bedah Minor dan Manajemen Luka. Solo : UNS
3. Sudjatmiko, dkk. 2009. Menjahit Luka supaya bekasnya susah dicari. Jakarta : Sagung Seto.
4. Brunikardi, dkk. 2010. Schwartz’s Principle of Surgery, 9th Edition. USA : The McGraw-Hill
Companies, Inc