Upload
nsazizah
View
192
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
huii
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
PADA INTRANATAL CARE DI RUANG PONEX
RSUD KOTA SALATIGA
Oleh :
Tri Wulandari
Nim. 1308073
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2013
Konsep Dasar
A. Pengertian
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan (Abdul H, 2008).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2004).
Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana
pemakaian cairan pada orang dewasa antara 1.500ml - 3.500ml/hari, biasanya pengaturan
cairan tubuh dilakukan dengan mekanisme haus.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan
yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
B. Komposisi Cairan Utama
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :
1. Cairan Intraseluler (CIS)
Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh (Abdul H,
2008). Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water
[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989).
Pada orang dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau ⅔ dari TBW, contoh:
pria dewasa 70kg CIS 25liter. Sedangkan pada bayi 50% cairan tubuhnya adalah
cairan intraseluler.
2. Cairan Ekstraseluler (CES)
Cairan Exstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan menyusun sekitar 30%
dari total cairan tubuh. Pada orang dewasa CES menyusun sekitar 20% berat tubuh
(Price & Wilson, 1986). CES terdiri dari tiga kelompok yaitu (Abdul H, 2008) :
a. Cairan intravaskuler (plasma) yaitu cairan di dalam sistem vaskuler.
b. Cairan intersitial yaitu cairan yang terletak diantara sel.
2
c. Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta
mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah
antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan yaitu: anion dan kation.
C. Faktor-Faktor Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
antara lain :
1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih
mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia
lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal
atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika intake nutrisi
tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum
albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan
dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glikogen
otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila
berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
3
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses Pasien dengan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi
intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah,
perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut
biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri.
Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus
gastrointestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan
proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal outputurine sekitar 1400-
1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada orang yang
sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas
kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap
mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
b. IWL (Invisible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan mekanisme
difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah
berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat
maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini
berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum
tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.
d. Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui
mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
4
D. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh
Mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam empat proses (proses transport)
yaitu :
1) Difusi
Yaitu perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area berkonsentrasi
rendah dengan melintasi membrane semipermiabel. Kecepatan difusi dipengaruhi
oleh tiga hal, yakni ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur larutan
2) Filtrasi
Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik tinggi ke
area dengan tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar
dari arteri ujung kapiler. Ini memungkinkan kekuatan yang memungkinkan ginjal
untuk memfilter 180 liter/hari.
3) Transport Aktif
Yaitu proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk berpindah melintasi
membrane sel melewati gradien konsentrasinya (gerakan partikel dari konsentrasi satu
ke konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya.
4) Osmosis
Yaitu perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area berkonsentrasi
menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Osmosis dapat melewati semua membran bila
konsentrasi yang terlarut keduanya berubah.
E. Regulasi Elektrolit
1. Kation, terdiri dari :
a. Sodium (Na+) :
1) Kation berlebih di ruang ekstraseluler.
2) Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler.
3) Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus.
4) Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion
hidrigen pada ion sodium di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan
5) Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.
b. Potassium (K+) :
1) Kation berlebih di ruang intraseluler.
2) Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel.
5
3) Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves.
4) Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.
c. Calcium (Ca++) :
1) Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang
dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat.
2) Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle.
3) Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan
protrombin dan trombin.
4) Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
2. Anion, terdiri dari :
a. Chloride (Cl-) :
1) Kadar berlebih di ruang ekstrasel.
2) Membantu proses keseimbangan natrium.
3) Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster.
4) Sumber : garam dapur.
b. Bicarbonat (HCO3-) :
1) Bagian dari bicarbonat buffer system.
2) Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana
garam untuk menurunkan PH.
3) Regulasi bikarbonat dilakukan oleh ginjal.
c. Fosfat ( H2PO4- dan HPO4
2-) :
1) Bagian dari fosfat buffer system.
2) Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel.
3) Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang.
4) Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.
F. Gangguan Volume Cairan
1. Hipovolemia (Kekurangan Volume cairan)
Kekurangan Volume cairan (FVD) terjadi jika air dan elektrolit hilang pada proporsi
yang sama ketika mereka berada pada cairan tubuh normal sehingga rasio elektrolit
serum terhadap air tetap sama (Brunner & suddarth, 2002), pengertian hipovolemia
yaitu sebagai berikut :
6
a. Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler
(CES).
b. Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES).
c. Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES).
Etiologi
Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan karena :
a. Penurunan masukkan.
b. Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal abnormal,
dll.
c. Perdarahan.
Patofisiologi:
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut
juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan
intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler
sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi
kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, defisit
volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui
kulit, penurunan asupancairan , perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga
(lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi
semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi
intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau
rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran
pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipovolemia
antara lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope, anoreksia, mual, muntah, haus,
kekacauan mental, konstipasi, oliguria. Tergantung jenis kehilangan cairan
hipovolemia dapat disertai ketidak seimbangan asam basa, osmolar/elektrolit.
Penipisan (CES) berat dapat menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi
tubuh pada kondisi hipolemia adalah dapat berupa peningkatan rangsang sistem syaraf
simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi jantung) dan tahanan
7
vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik (ADH), dan pelepasan aldosteron.
Kondisi hipovolemia yang lama menimbulkn gagal ginjal akut.
Komplikasi
Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :
a. Dehidrasi (Ringan, sedang berat).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang pada dehidrasi hipertonik.
2. Hipervolemia (kelebihan Volume Cairan)
Hipervolemia (FVE) yaitu Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000). Kelebihan
volume cairan mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan oleh
retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana
mereka secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada
peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan
peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth. 2002).
Etiologi
Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :
a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
d. Perpindahan interstisial ke plasma.
Patofisiologi
Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler
dalam proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium
dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh
peningkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload
cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan
cairan.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan hipervolemia
antara lain : sesak nafas, ortopnea. Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi
hiperlemia adalah berupa pelepasan Peptida Natriuretik Atrium (PNA), menimbulkan
8
peningkatan filtrasi dan ekskresi natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan
aldosteron dan ADH. Abnormalitas pada homeostatisiselektrolit, keseimbangan asam-
basa dan osmolalitas sering menyertai hipervolemia. Hipervolemia dapat
menimbulkan gagal jantung dan edema pulmuner, khususnya pada pasien dengan
disfungsi kardiovaskuler.
Komplikasi
Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah :
a. Gagal ginjal, akut atau kronik, berhubungan dengan peningkatan preload,
penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung.
b. Infark miokard.
c. Gagal jantung kongestif.
d. Gagal jantung kiri.
e. Penyakit katup.
f. Takikardi/aritmia berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid
plasma rendah, etensi natrium.
g. Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker, berhubungan dengan kerusakan arus balik
vena.
h. Varikose vena.
i. Penyakit vaskuler perifer.
j. Flebitis kronis
Sedangkan gangguan lainya meliputi :
Gangguan Ketidak Seimbangan Elektrolit yaitu :
1. Hyponatremia dan hypernatremia
Hyponatremia yaitu kekurangan sodium pd cairan extrasel maksudnya terjadi
perubahan tekanan osmotic sehingga cairan bergerak dari extrasel ke intrasel
mengakibatkan sel membengkak. Sedangkan hypernatremia yaitu kelebihan sodium
pada cairan extrasel sehingga tekanan osmotic extrasel meningkat mengakibatkan
cairan intrasel keluar maka sel mengalami dehidrasi.
2. Hipokalemia dan hiperkalemia
Hipokalemia adalah kekurangan kadar potasium dalam cairan extrasel sehingga
potasium keluar dari sel mengakibatkan hidrogen dan sodium ditahan oleh sel maka
terjadi gangguan (perubahan) pH plasma. Sedangkan hyperkalemia yaitu kelebihan
kadar potasium pada cairan ektrasel, hal ini jarang terjadi, kalaupun ada hal ini sangat
9
membahayakan kehidupan sebab akan menghambat transmisi impuls jantung dan
menyebabkan serangan jantung.
3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia
Hipokalsemia yaitu kekurangan kadar calcium di cairan ekstrasel, bila berlangsung
lama, kondisi ini dapat manyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan berusaha
memenuhi kebutuhan calcium dengan mengambilnya dari tulang. Hiperkalsemia yaitu
kelebihan kadar calcium pada cairan extrasel, kondisi ini menyebabkan penurunan
eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas.
4. Hipokloremia dan hiperkloremia
Hipokloremia yaitu penurunan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini disebabkan
oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkloremia yaitu
peningkatan kadar ion klorida dalam serum, kondisi ini kerap dikaitkan dengan
hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal.
5. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia
Hipofosfatemia yaitu penurunan kadar fosfat di dalam serum, kondisi ini dapat muncul
akibat penurunan absorbsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi fosfat dan peningkatan
ambilan fosfat untuk tulang. Hiperfosfatemia yaitu peningkatan kadar ion fosfat dalam
serum, kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon
paratiroid menurun.
Gangguan Ketidak Seimbangan Asam Basa yaitu :
1. Asidosis Respiratorik
Yaitu gangguan keseimbangan asam basa yang disebabkan oleh retensi CO2 akibat
kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang, terjadi
peningkatan H2CO2 yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Tanda dan gejala
klinisnya meliputi :
a. Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi
b. Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan
disorientasi.
c. pH plasma <7,35; pH urine <6
d. PCO2 tinggi (>45 mm Hg)
10
2. Asidosis Metabolik
Yaitu gangguan yang mencakup semua jenis asidosis yg bukan disebabkan oleh
kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Tanda dan gejala klinisnya :
a. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam)
b. Kelelahan (malaise)
c. Disorientasi
d. Koma
e. pH plasma <3,5
f. PCO2 normal atau rendah jika sudah terjadi kompensasi
g. Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20mEq/l, dewasa <21 mEq/l)
3. Alkalosis Respiratorik
Yaitu dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat hiperventilasi. Tanda dan gejala
klinisnya :
a. Penglihatan kabur
b. Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
c. Kemampuan konsentrasi terganggu
d. Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus yang gawat)
e. pH >7,45
4. Alkalosis Metabolik
Yaitu penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh defesiensi relatif asam-asam
nonkarbonat. Tanda dan gejala klinisnya :
a. Apatis
b. Lemah
c. Gangguan mental
d. Kram
e. pusing
11
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Asupan cairan dan makanan (oral dan Parental).
b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit.
d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status cairan.
e. Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).
f. Faktor psikologis (perilaku emosional).
2. Pengukuran Klinik
a. Berat Badan (BB)
Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau pengeluaran
1 liter cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang berhubungan
dengan berat badan :
1) Ringan : ± 2%
2) Sedang : ± 5%
3) Berat : ±10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama dengan
menggunakan pakaian yang beratnya sama.
b. Keadaan Umum
Pengukuran tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan darah
serta tingkat kesadaran.
c. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi:
1) Cairan oral : NGT dan oral
2) Cairan parental : termasuk obat-obat intravena
3) Makanan yang cenderung mengandung air
4) Iritasi kateter
d. Pengukuran keluaran cairan
1) Urin : volume, kejernihan/kepekatan
2) Feses : jumlah dan konsistensi
3) Muntah
12
4) Tube drainage & IWL
e. Ukuran keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar 200cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada :
a. Integument : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani dan
sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan bunyi
jantung.
c. Mata : cekung, air mata kering.
d. Neurology : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah dan.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion
bikarbonat.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), hematrokit
(Ht).
Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
Ht turun : adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
Hb naik : adanya hemokonsentrasi
Hb turun : adanya perdarahan habat, reaksi hemolitik.
c. pH dan berat jenis urine
Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.
Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.
d. Analisa gas darah
Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2,dan saturasi O2.
Nilai normal PCO2 : 35 – 40 mmHg; PO2 : 80 – 100 mmHg; HCO3- : 25 – 29 mEq/l.
Sedangkan saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95 – 98 %) dan vena (60
– 85 %).
13
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume Cairan
Definisi :
Kondisi ketika individu, yang tidak menjalani puasa, mengalami atau resiko
memgalami resiko dehidrasi vascular, interstisial, atau intravascular.
Batasan Karakteristik :
a Ketidak cukupan asupan cairan per oral.
b Balanc negative antara asupan dan haluaran.
c Penurunan berat badan.
d Kulit/membrane mukosa kering ( turgor menurun).
e Peningkatan natrium serum.
f Penurunun haluaran urine atau haluaran urine berlebih.
g Urine pekat atau sering berkemih.
h Penurunan turgor kulit.
i Haus, mual/anoreksia
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes insipidus.
b. Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan
melalui evaporasi akibat luka bakar.
c. Berhubungan dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam, drainase
abnormal, dari luka, diare.
d. Berhubungan dengan penggunaan laksatif, diuretic atau alcohol yang berlebihan.
e. Berhubungan dengan mual, muntah.
f. Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau keletihan.
g. Berhubungan dengan masalah diet.
h. Berhubungan denganpemberian makan perselang dengan konsentrasi tinggi.
i. Berhubungan dengan konsentrasi menelan atau kesulitan makan sendiri akibat nyeri
mulut.
2. Kelebihan Volume Cairan
Definisi :
Kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan
intraseluler atau interstisial.
Batasan Karakteristik :
14
a. Edema
b. Kulit tegang, mengkilap.
c. Asupan melebihi haluaran.
d. Sesak napas
e. Kenaikan berat badan
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi cairan, sekunder akibat gagal
jantung.
b. Berhubungan dengan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah
jantung, sekunder akibat infark miokard, gagal jantung, penyakit katup jantung.
c. Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotic, koloid plasma yang rendah,
retensi natrium, sekunder akibat penyakit hepar, serosis hepatis, asites, dan kanker.
d. Berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, sekunder akibat varises vena,
thrombus, imobilitas, flebitis kronis.
e. Berhubungan dengan retensi natrium dan air, sekunder akibat penggunaan
kortikosteroid.
f. Berhubungan dengan kelebihan asupan natrium/cairan.
g. Berhubungan dengan rendahnya asupan protein pada diet lemak, malnutrisi.
h. Berhubungan dengan venostasis/bendungan vena, sekunder akibat imobilitas, bidai
atau balutan yang kuat, serta berdiri atau duduk dalam waktu yang lama.
i. Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada saat hamil.
j. Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat, sekunder akibat
mastetomi.
3. Gangguan keseimbangan Elektrolit (kalium)
Batasan Karakteristik :
a. Perubahan kadar kalium.
b. Aritmia
c. Kram tungkai
d. Mual
e. Hipotensi
f. Bradikardia
g. Kesemutan
15
Faktor yang berhubungan :
a. Berhubungan dengan kerusakan jaringan, sekunder akibat trauma panas.
b. Berhubungan dengan pengeluaran kalium berlebih karena muntah, diare.
c. Berhubungan dengan gangguan regulasi elektrolit, sekunder akibat kerusakan ginjal.
d. Berhubungan dengan diet tinngi-kalium/ rendah-kalium.
C. Intervensi (Perencanaan)
1. Kekurangan volume cairan
Tujuan : Menyeimbangkan volume cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Terjdi peningkatan
asupan cairan min.
2000ml/hari (kecuali
terjadi kontraindikasi).
b. Menjelaskan perlu-nya
meningkatkan asupan
cairan pada saat
stress/cuaca panas.
c. Mempertahankan berat
jenis urine dalm batas
normal.
d. Tidak menunjukan
tanda-tanda dehidrasi.
a. Kaji cairan yang disukai
klien dalam batas diet.
b. Rencanakan target
pemberian asupan cairan
untuk setiap sif, mis :
siang 1000 ml, sore 800
ml dan malam 200 ml.
c. Kaji pemahaman klien
tentang alasan
mempertahankan hidrasi
yang adekuat.
d. Catat asupan dan
haluaran.
e. Pantau asupan per oral,
min. 1500 ml/ 24 jam.
f. Pantau haluaran cairan
1000-1500ml /24jam.
Pantau berat jenis urine.
a. Membuat klien lebih
kooperatif.
b. Mempermudah untuk
memantauan kondisi
klien.
c. Pemahaman tentang alsan
tsb membantu klien dlm
mengatasi gangguan.
d. Untuk mengontrol asupan
klien.
e. Untuk mengetahui
prkembangan status
kesehatan klien.
16
2. Kelebihan volume cairan
Tujuan : Kebutuhan cairan klien dapat terpenuhi sesuai deangan kebutuhan tubuh
klien.
Kriteria hasil Intervensi Rasional
a. Klien akan
menyebutkan faktor
penyebab & metode
pencegahan edema.
b. Klien mperlihatkan
penurunan edema.
a. Kaji asupan diet dan
kebiasaan yang
mendorong terjadinya
retensi cairan.
b. Anjurkan klien untuk
menurunkan konsumsi
garam.
c. Anjurkan klien untuk:
i.Menghindari makanan
gurih, makanan kaleng &
makanan beku.
ii.Mengkonsumsi makan
tnpa garam dan
menambahkan bumbu
aroma.
iii.Mggunakan cuka
pengganti garam untuk
penyedap rasa sop,
rebusan dll.
d. Kaji adanya tanda
venostasis dan
bendungan vena pada
bagian tubuh yang
mengantung.
e. Untuk drainase limfatik
yang tidak adekuat:
i. Tinggikan ekstremitas
dengan mnggunakan
bantal, imobilitas, bidai/
a. Untuk mengontrol asupan
klien.
b. Konsumsi garam yang
berlebihan me-ningktkan
tekanan darah.
c. Makanan yang meng-
gunakan penyedap rasa
dan pengawet.
d. Na+
mengikat air, jadi tubuh
akan lebih merasa lebih
cepat haus.
e. Venostasis dapat
mengakibatkan
terhambatnya aliran
darah.
f. Guna memperlancar
sirkulasi.
g. Perlukaan pada daerah
yang sakit menyebabkan
kurang lancarnya sirkulasi
peredaran darah di daerah
tsb.
h. Semua kegiataan tersebut
memperparah keadaan
klien
i. Untuk mepercepat
perbaikan jaringan tubuh.
17
balutan yang kuat, serta
berdiri/duduk dalam waktu
yang lama
ii. Jangan memberikan
suntikan/infuse pada
lengan yang sakit.
iii. Ingatkan klien untuk
menghindari detergen yang
keras, membawa beban
berat, memegang rokok,
mencabut kutikula/ bintil
kuku, menyentuh kompor
gas, memgenakan
perhiasan atau jam tangan.
iv. Lindungi kulit yang
edema dari cidera.
3. Ganguan keseimbangan elektrolit (kalium)
Tujuan : Klien memiliki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam- basa dalam 48 jam.
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Klien menjelaskan diet
yang sesuai untuk
mmpertahnkan kadar
kalium dlam batas
normal.
b. Klien berpartipasi
untuk melaporkan tanda
– tanda klinis
hipokalemia/ hiper-
kaenia.
c. Kadar kalium dlam
batas normal/dapat
ditoleransi.
Penurunan kadar kalium
a. Observasi tanda dan
gejala hipokalemia
(vertigo, hipotensi
ariotmia, mual, muntah,
diare, distensi
abdomen ,pnurunn
peristaltis, kelemahan
otot, dan kram tungkai).
b. Catat asupan dan
haluaran.
c. Tentukan status hidrasi
klien bila terjadi
a. Dengan mengetahui
tanda hipokalemia,
perawat dapat
menetapkn langkah
slanjutnya.
b. Poliuria dapat me-
nyebabkan pengeluaran
kalium secara
berlebihan.
c. Kelebihan cairan dapat
menyebabkan pnurunan
kadar kalium serum.
d. Nilai kalium yang
18
hipokalemia.
d. Kenali perubahan
tingkah laku yang
merupakan tanda- tanda
hipokalemia.
e. Anjurkan klien dan
keluarga untuk
mngkonsmsi makanan
tinggi kalium (mis.
Buah-buahan, sari buah,
buah kering, syur,
daging, kacang-
kacangan, teh, kopi, dan
kola).
f. Laporkan perubahan
EKG; segmen ST yg
memanjang, depresi.
g. Encerkan suplemen
kalium per oral
sedikitnya dalam 113,2
gram air/sari buah untuk
mngurangi resiko iritasi
mukosa lambung.
h. Pantau nilai kalium
serum pada klien yang
mendapat obat diuretic
dan steroid.
i. Kaji tanda dan gejala
toksisitas digitalis jika
klien tengah mendapat
obat golongan digitalis
dan diuretik atau steroid.
rendah dapat me-
nyebabkan konfusi,
mudh mrah, depresi
mental.
e. Kalium membantu
menyeimbangkan cairan
tubuh.
f. Segmen ST dan
gelombang T yang datar
atau terbalik merupakan
indikasi hipokalemia.
g. Untuk mengurangi
resiko iritasi mukosa
lambung.
h. Streoid kortison dapat
menyebabkan retensi
natri-um dan ekresi
kalium.
i. Nilai kalium yang
rendah dapat me-
ningkatkan kerja
digitalis.
j. Dengan menge-tahui
tanda hipo-kalemia,
perawat dpt menetapkan
langkah slnjutnya
19
Peningkatan Kadar Kalium
a. Observasi tanda dan
gejala hiperkalemia (mis.
Bradikardia, kram
abdomen, oliguria,
ksemutan & kebas pd
ekstremtas)
b. Kaji haluaran urin.
Sedikitnya 25ml/jam
atau 600 ml/ hari.
c. Laporkan nilai kalium
serum yang melebihi
5mEq/l batasi asupan
kalium jika perlu.
d. Pantau EKG
k. Haluaran urin yang
sedikit dapat
menyebabkan
hiperkalemia.
l. Nilai kalium lebih dari
7mEq/ l dapat menye-
babkan henti jantung.
m. Untuk melihat adanya
pelebaran kompleks
QRS dan gelombang T
tggi yang merupkan
tanda hiperkalemia.
D. Implementasi (Penatalaksanaan)
1. Kekurangan volume cairan
a. Mengkaji cairan yang disukai klien dalam batas diet.
b. Merencanakan target pemberian asupan cairan untuk setiap sif, mis: siang 1000 ml.
Sore 800 ml dan malam 200 ml.
c. Mengkaji pemahaman klien tentang alasan mempertahankan hidrasi yang adekuat
Mencatat asupan dan haluaran.
d. Memantau asupan per oral, minimal 1500 ml/24 jam.
e. Memantau haluaran cairan 1000- 1500 ml/24 jam. Memantau berat jenis urine.
2. Kelebihan volume cairan
a. Mengkaji asupan diet dan kebiasaan yang mendorong terjadinya setensi cairan.
b. Menganjurkan klien untuk menurunkan konsumsi garam.
c. Menganjurkan klien untuk:
i. Menghindari makanan gurih,makanan kaleng,dan makanan beku.
ii. Mengonsumsi makanan tanpa garam dan menambahkan bumbu aroma
iii. Menggunakan cuka pengganti garam untuk penyedap rasa sop,rebusan dll.
20
d. Mengkaji adanya tanda venostasis dan bendungan vena pada bagian tubuh yang
mengantung.
e. Memposisikan ekstremitas yang mengalami edema diatas level jantung,bila
memungkinkan(kecuali ada kontra indikasi).
f. Untuk drinase limfatik yang tidak adekuat:
i. Meninggikan ekstremitas dengan menggunakan bantal.
ii. Mengukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit.
iii. Jangan memberikan suntikan atau infuse pada lengan yang sakit.
iv. Mengingatkan klien untuk menghindari detergen yang keras, membawa beban
berat, memegang rokok, mencabut kutikula atau bintil kuku, memyentuh kompor
gas, memgenakan perhiasan atau jam tangan.
v. Melindungi kulit yang edema dari cidera
3. Gangguan keseimbangan Elektrolit (kalium)
Penurunan kadar kalium:
a. Mengobservasi tanda dan gejala hipokalemia (vertigo,hipotensi ariotmia, mual,
muntah, diare, distensi abdomen, penurunan peristaltis, kelemahan otot, dan kram
tungkai
b. Mencatat asupan dan haluaran. (poliuria dapat menyebabkan pengeluaran kalium
secara berlebihan).
c. Menentukan status hidrasi klien bila terjadi hipokalemia. (kelebihan cairan dapat
menyebabkan serum).
d. Mengenali perubahan tingkah laku yang merupakan tanda- tanda hipokalemia. Nilai
kalium yang rendah dapat menyebabkan konfusi, mudah marah, depresi mental.
e. Menganjurkan klien dan keluarga untuka mengkonsumsi makanan tinggi kalium
(mis. Buah-buahan, sari buah, buah kering, sayur, daging, kacang- kacangan, teh,
kopi,dan kola)
f. Melaporkan perubahan EKG; segmen ST yang memanjang, depresi segmen ST dan
gelombang T yang datar atau terbalik merupakan indikasi hipokalemia.
g. Mengencerkan suplemen kalium per oral sedikitnya dalam 113,2 gram air/sari buah
untuk mengurangi resiko iritasi mukosa lambung.
h. Memantau nilai kalium serum pada klien yang mendapat obat diuretic dan steroid.
(Streoid kortison dapat menyebabkan retensi natrium dan ekresi kalium).
21
i. Mengkaji tanda dan gejala toksisitas digitalis jika klien tengah mendapat obat
golongan digitalis dan diuretikatau steroid. (nilai kalium yang rendah dapat
meningkatkan kerja digitalis.
Peningkatan Kadar Kalium:
a. Mengobservasi tanda dan gejala hiperkalemia (mis. Bradikardia, kram abdomen,
oliguria, kesemutan dan kebas pada ekstremitas).
b. Mengkaji haluaran urin. Sedikitnya 25 ml/ jam atau 600 ml/ hari (haluaran urin yang
sedikti dapat menyebabkan hiperkalemia).
c. Melaporkan nilai kalium serum yang melebihi 5 mEq/ l. batasi asupan kalium jika
perlu. (nilai kalium lebih dari 7 mEq/ l dapat menyebabkan henti jantung)
d. Memantau EKG untuk melihat adanya pelebaran kompleks QRS dan gelombang T
tinggi yang merupakan tanda hiperkalema..
Tindakan Keperawatan
1. Pemberian cairan dan elektrolit per oral
a. Penambahan intake cairan dapat diberikan per oral pada pasien-pasien tertentu,
misalnya pasien dengan dehidrasi ringan atau DHF stadium I.
b. Penambahan inteke cairan biasanya di atas 3000 cc per hari.
c. Pemberian elektrolit per oral biasanya melalui makanan dan minuman.
2. Pemberian therapy intravena
a.Pemberian terapy intravena merupakan metode yang efektif untuk memenuhi cairan
extrasel secara langsung.
b. Tujuan terapy intravena :
1) Memenuhi kebutuhan cairan pada pasien yang tidak mampu mengkonsumsi
cairan per oral secara adekuat.
2) Memberikan masukan-masukan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
c.Jenis cairan intravena yang biasa digunakan :
1) Larutan nutrient, berisi beberapa jenis karbohidrat dan air, misalnya dextrosa dan
glukosa. Yang digunakan yaitu 5% dextrosa in water (DSW) dan amigen,
aminovel.
2) Larutan elektrolit, antara lain larutan salin baik isotonik, hypotonik, maupun
hypertonik. Yang banyak digunakan yaitu normal saline (isotonik) : NaCL 0,9%.
3) Cairan asam basa, contohnya sodium laktate dan sodium bicarbonat.
22
4) Blood volume expanders, berfungsi untuk meningkatkan volume pembuluh darah
atau plasma. Cara kerjanya adalah meningkatkan tekanan osmotik darah.
3. Tindakan keperawatan pada pasien yang terpasang infus
a.Mempertahankan infus intravena terhadap daerah pemasangan infus dan memberikan
pendidikan kesehatan pada pasien.
b. Memenuhi rasa nyaman dan membantu aktivitas pasien misalnya dalam pemenuhan
personal hygiene, membantu mobilitas.
c.Observasi komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya :
1) Infiltrat : masukkannya cairan ke sub kutan.
Gejala : bengkak, dingin, nyeri, tetesan infus lambat.
2) Phlebitis : trauma mekanik pada vena atau iritasi bahan kimia.
Gejala : nyeri, panas, kemerahan pada vena tempat pemasangan.
3) Kelebihan inteke cairan : akibat tetesan infus yang terlalu cepat.
d. Mengatur tetesan infus
Dilakukan setiap 30 menit sampai dengan 1 jam. Tetesan terlalu cepat menyebabkan
masalah pada paru-paru dan jantung. Tetesan yang lambat dapat menyebabkan intake
cairan dan elektrolit yang tidak adekuat. Faktor yang mempengaruhi jumlah tetesan :
1) Posisi pemasangan
2) Posisi dan patency tube/selang
3) Tinggi botol infus
4) Kemungkinan adanya infiltrat
e.Mengganti botol infus
Dilakukan jika cairan sudah di leher botol dan tetesan masih berjalan.
Prosedurnya :
1) Siapkan botol yang baru.
2) Klem selang.
3) Tarik jarum dan segera tusukan pada botol yang baru.
4) Gantungkan botol.
5) Buka klem dan hitung kembali tetesan.
6) Pasang label.
7) Catat tindakan yang dilakukan.
f. Mengganti selang infus
Minimal 3x4 jam, langkah-langkahnya :
23
1) Siapkan infus set yang baru, termasuk botol.
2) Masukkan cairan sepanjang selang dan gantungkan botol serta tutup klem.
3) Pegang poros jarum dan tangan lain melepas selang.
4) Tusukan tube yang baru ke poros jarum.
5) Lanhkah berikutnya seperti memasang infus.
g. Menghentikan infus
Dilakukan bila program terapi telah selesai atau bila akan mengganti tusukan yang
baru. Langkah-langkahnya :
1) Tutup klem infus.
2) Buka tape pada daerah tusukan sambil memegang jarum.
3) Tarik jarum sepenuhnya dan beri penekanan pada daerah bebas tusukan dengan
kapas beralkohol selama 2-3 menit untuk mencegah perdarahan.
4) Tutup daerah bebas dengan kassa steril.
5) Catat waktu penghentian infus dan jumlah cairan yang masuk dan yang tersisa
dalam botol.
4. Tindakan keperawatan pada pasien yang terpasang transfusi darah
Pengertian disini adalah memasukkan darah lengkap atau komponen darah ke dalam
sirkulasi vena.
Tujuannya yaitu untuk :
a.Mengembalikan jumlah darah setelah perdarahan hebat.
b. Mengembalikan sel darah merah misalnya pada anemia berat.
c.Memberikan faktor-faktor plasma seperti antihemofilik.
Reaksi-reaksi transfusi yang mungkin timbul yaitu :
a. Hemofilik : terjadi apabila aglutinogen dengan anti aglutinin dengan tipe sama
bertemu.
b. Febris : karena adanya kontaminasi pada darah atau sensitivitas dari sel darah
putih.
c. Reaksi alergi : biasanya karena adanya antibody pada plasma donor.
Risiko transfusi yang utama adalah transfusi penyakit hepatitis, AIDS, dsb.
E. Evaluasi tindakan keperawatan
1. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan.
24
2. Output urine pasien seimbang dengan intake cairan, membran mukosa lembab, turgor
kulit baik.
3. Karakterisitik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik.
4. Pasien akan mengkonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral, therapy intravena
atau TPN).
5. Pasien dapat mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.1995.”Diagnosa Keperawatan”.Jakarta : EGC
Harnawatiaj.2008.Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, (http://wordpress.com/, diakses 24 April 2010)
Mubarak, Wahid.I & Chayatin, NS.Nurul..2008.”Kebutuhan Dasar Manusia”. Jakarta: EGC.
Faqih, Moh. Ubaidillah.2009.”Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh Manusia”, (http://www.scribd.com/ diakses 25 april 2010)
Obet.2010.Kebutuhan Cairan dalam Tubuh, (http://akarrumput21.blogspot.com/, diakses 24 April 2010)
25