15
Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 33 Legitimasi Politik di Makam Tuan Guru: Perilaku Ziarah Politisi Lokal ke Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB) Ziaulhaq * Abstrak This article is related to politicians’ ziarah act to Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB). TNB is a phenomena that is always related to political moment such as regional election and legislative election. The phenomena is important to be showed about how local politicians’ ziarah act in TNB. This articles’ objective is to answer the questions have been proposed. As long the research has been done, can be found that local politicians’ ziarah act in TNB is to get the master’s praying and members’ praying. In ziarah activity there are reciting Yasin 41 and praying in front of the founder’s funeral. As a legitimation for politician can be seen as follow: publication of ziarah activity on printed media and electronic media; putting the master’s photograph on banners in public sphere; coming to haul of TNB; and using TNB’s activity. Kata Kunci: Legitimasi, Politik dan Tuan Guru A. Pendahuluan Tarekat sebagai institusi keagamaan memiliki peran tersendiri di masyarakat sebagai ordo berbasis tradisi yang mengakar kuat dalam struktur sosial masyarakat. Peran tarekat yang dikemukakan penting—bagi masyarakat—tidak hanya dijadikan sebagai referensi keagamaan tradisional, tetapi juga—lebih dari pada itu—tarekat juga memiliki “nilai jual” dan posisi tawar dalam dunia politik (Thohir dan Riyadi, 2002: 2), khususnya relasi tarekat dengan kekuasaan menempatkannya menjadi sesuatu yang banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan struktur sosial masyarakat, terutama elit menengah atas. Salah satu tarekat yang menarik dikemukakan di sini meminjam istilah Ithack Weismann adalah Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB) yang merupakan mungkin satu-satunya di dunia ini tarekat yang memiliki perkampungan tersendiri (Weismann, 2007: 40). Berkaitan dengan apa yang dikemukakan menurut Wiwi Siti * Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara, [email protected]

Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

This article is related to politicians’ ziarah act to Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB). TNB is a phenomena that isalways related to political moment such as regional election and legislativeelection. The phenomena is important to be showed about how local politicians’ ziarah act in TNB. This articles’ objective is to answer the questions have been proposed. As long the research has been done, can be found that local politicians’ ziarah act in TNB is to get the master’s praying and members’ praying. In ziarah activity there are reciting Yasin 41 and praying in front of the founder’s funeral. As a legitimation for politician can be seen as follow: publication of ziarah activity on printed media and electronic media; putting the master’s photograph on bannersin public sphere; coming to haul of TNB; and using TNB’s activity.

Citation preview

Page 1: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 33

Legitimasi Politik di Makam Tuan Guru:Perilaku Ziarah Politisi Lokal ke Tarekat Naqsyabandiyah

Babussalam (TNB)

Ziaulhaq*

AbstrakThis article is related to politicians’ ziarah act to TarekatNaqsyabandiyah Babussalam (TNB). TNB is a phenomena that isalways related to political moment such as regional election and legislativeelection. The phenomena is important to be showed about how localpoliticians’ ziarah act in TNB. This articles’ objective is to answer thequestions have been proposed. As long the research has been done, can befound that local politicians’ ziarah act in TNB is to get the master’spraying and members’ praying. In ziarah activity there are reciting Yasin41 and praying in front of the founder’s funeral. As a legitimation forpolitician can be seen as follow: publication of ziarah activity on printedmedia and electronic media; putting the master’s photograph on bannersin public sphere; coming to haul of TNB; and using TNB’s activity.

Kata Kunci: Legitimasi, Politik dan Tuan Guru

A. PendahuluanTarekat sebagai institusi keagamaan memiliki peran tersendiri

di masyarakat sebagai ordo berbasis tradisi yang mengakar kuatdalam struktur sosial masyarakat. Peran tarekat yang dikemukakanpenting—bagi masyarakat—tidak hanya dijadikan sebagai referensikeagamaan tradisional, tetapi juga—lebih dari pada itu—tarekat jugamemiliki “nilai jual” dan posisi tawar dalam dunia politik (Thohirdan Riyadi, 2002: 2), khususnya relasi tarekat dengan kekuasaanmenempatkannya menjadi sesuatu yang banyak mendapat perhatiandari berbagai kalangan struktur sosial masyarakat, terutama elitmenengah atas.

Salah satu tarekat yang menarik dikemukakan di sinimeminjam istilah Ithack Weismann adalah Tarekat NaqsyabandiyahBabussalam (TNB) yang merupakan mungkin satu-satunya di duniaini tarekat yang memiliki perkampungan tersendiri (Weismann, 2007:40). Berkaitan dengan apa yang dikemukakan menurut Wiwi Siti

* Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara,[email protected]

Page 2: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 34

Sajaroh salah satu tarekat yang mampu membangun dialek politikdengan penguasa lokal ketika awal berdirinya hingga perkembanganselanjutnya adalah Tarekat Naqsyabandiyah (Sajaroh, 2005: 60).Kenyataan yang dikemukakan yang menyebabkan TNB sebagaibagian dari Tarekat Naqsyabandiyah yang ada di dunia ini mendapatposisi sebagai ordo resmi yang berkembang di daerah lokal tertentu,khususnya di tengah masyarakat berbasis etnis Melayu Sumaterauntuk pengalaman TNB.

Secara genealogi tarekat ini, berdasarkan catatan Fuad Saidmenyebar di wilayah Asia Tenggara, yang dibuktikan denganjaringan silsilah jamaah dan situs persulukan yang tersebar luas (Said,1983: 21). Penegasan lain tentang jaringan terekat ini dibuktikandengan banyaknya jamaah yang berkunjung ke TNB ini atau dalamistilah Claude Guillot dan Hendri Lombard-Loir dikunjungi olehratusan ribu peziarah, lepas dari keanggotaan mereka pada tarekatatau sama sekali awam terhadap terekat makam pendirinyadikunjungi oleh peziarah yang jauh lebih besar jumlahnya (Guillotdan Chambert-Lior, 2007: 343). Ini juga berlaku pada TNB,khususnya pada haul tuan guru pendiri tarekat ini diziarahi berasaldari berbagai daerah yang ada di Asia Tenggara menunjukkanluasnya jaringan penyebaran tarekat ini. Haul merupakan peringatanatau lebih tepat disebut perayaan setahun sekali untuk memperingatiwafatnya seorang yang ditokohkan seperti tuan guru. Dalampengalaman TNB biasanya diatur sedemikian rupa kegiatannya dandalam perayaan ini diadakan pembacaan perjalanan singkat hiduptuan guru untuk menjadi i‘tibar bagi jamaahnya.

Menurut Fuad Said tradisi ziarah ke TNB ini tidak hanyadilakukan pada haul saja, tetapi TNB ini tidak pernah berhentidikunjungi jamaah setiap harinya, baik yang terlibat secarainstitusional ataupun simpatisan dari berbagai lapisan kelas sosialmasyarakat dengan berbagai maksud dan tujuan (Said, 1983: 10).Dari berbagai jamaah yang berziarah ke TNB ini salah satu kelassosial elit masyarakat adalah kaum politisi. Sejauh ini, berdasarkaninformasi yang penulis dapatkan politisi yang ziarah ke TNB ini dariberbagai kalangan, baik politisi lokal hingga politisi nasional, tetapidalam artikel ini hanya dibatasi pada politisi lokal.

Menarik dikemukakan perilaku ziarah yang dilakukan politisilokal tentu saja berbeda dengan konvensional ziarah yang dilakukanmasyarakat umumnya karena politisi memiliki makna tersendiriketika berziarah ke TNB ini. Untuk pengalaman TNB ziarah politisike TNB ini misalnya berkaitan dengan momen politik sepertiPemilukada dan Pileg. Penting dikemukakan sebagaimana tradisi

Page 3: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 35

ziarah politisi yang berbeda dengan jamaah umumnya, maka perilakuziarah yang dilakukan politisi juga berbeda dengan apa yangdilakukan jamaah lainnya, baik teknis ziarah ataupun ritual yangdilakukan di dalamnya.

Berkaitan dengan apa yang dikemukakan tentu menarik untukdilakukan pengkajian lebih lanjut tentang bagaimana perilaku ziarahpolitisi lokal ke TNB karena ini merupakan sebuah fenomena yangtidak lazim dilakukan oleh para ziarah yang umumnya berkunjung,melainkan hanya dilakukan oleh politisi lokal an sich. Untuk itu,pengkajian ini relevan dilakukan dalam upaya menemukan deskripsiyang tepat terhadap fenomena yang dikemukakan, yang dapatdipertegas dalam dua pertanyaan yang menjadi konsentrasi artikelini, yaitu bagaimana perilaku ziarah politisi lokal ke TNB danbagaimana bentuk-bentuk legitimasi politik dalam ziarah politisilokal ke TNB, maka pembahasan selanjutnya merupakan upayamenemukan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan.

B. Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB)TNB ini didirikan oleh Abdul Wahab Rokan (w. 1811-1926

M) merupakan silsilah ke tiga puluh tiga dari pendiri utama TarekatNaqsyabandiyah, Baha al-Din Naqsyabandi (w. 1318-1389) melaluijalur Sulaiman Zuhdi (w.?) yang merupakan seorang guru TarekatNaqsyabandiyah yang banyak memiliki murid sebagai pengembangTarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Secara resmi Rokan inimendapat ijazah dan mandat dari Sulaiman Zuhdi (w.?) untukmengembangkan tarekat ini ke daerah berbasis etnis Melayu sesuaidengan etnis pendiri TNB ini (Said, 1983: 22). Penyematan label“Babussalam” di belakang nama tarekat ini berkaitan dengan namakampung yang didirikan oleh Rokan sendiri yang disebut dengannama “Kampung Babussalam”, yang diduga terinsipirasi dengannama sebuah pintu yang ada di Masjid Haram tempat Rokan“nyantri” ketika menuntut ilmu di Mekah (Said, 1983: 22). Pentinguntuk dikemukakan bahwa Rokan sendiri—sesuai dengan laqab dibelakang namanya—sebenarnya merupakan nama sebuah daerahyang ada di Provinsi Riau, yaitu Rokan Hulu, tetapi dalamperkembangannya TNB ini justru berpusat di daerah KabupatenLangkat, Sumatera Utara, yang juga dikenal sebagai daerah berbasisetnis Melayu karena selain di Riau dan juga sampai ke MalaysiaRokan juga lama menetap di Langkat hingga akhir hayat.

Sebagai sebuah tarekat yang memiliki ciri umum menonjoldari TNB ini adalah kemampuan dialektika politik dengan penguasalokal, sehingga tarekat ini dapat diterima sebagai sebuah ordo resmi

Page 4: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 36

dalam masyarakat yang ada di Langkat dan Sumatera (Sajaroh, 2005:10). Apa yang dikemukakan ini, tentu saja berkaitan dengankemampuan pendiri TNB ini dalam “mempengaruhi” SultanLangkat ketika itu. Bahkan, penguasa lokal itu menjadi bagian daripengamal dan pelindung TNB itu sendiri, sehingga tidak terlalumengherankan kalau TNB ini memiliki pengaruh yang kuat dalammasyarakat Langkat karena didukung kekuatan penguasa. Tidakhanya itu, TNB ini mendapat pengakuan khusus oleh penguasalokal, yang dibuktikan dengan adanya penyediaan lahan sebagaipusat aktifitas tarekat yang berasal dari hadiah Sultan Langkatkepada Rokan untuk mengembangkan TNB ini (Ziaulhaq, 2012: 12).

Dalam perkembangannya, TNB ini tidak pernah berhentidikunjungi oleh para peziarah—yang terlibat dalam ordo TNBataupun tidak—baik ketika pendiri tarekat ini masih hidup ataupunsetelah wafat dan dilanjutkan zuriatnya, datang untuk berkunjungdan sekaligus menyampaikan berbagai hajat keinginan. Sebab, TNBini dalam pandangan masyarakat Sumatera Utara merupakan sebuahtempat karamah yang dianggap dapat mendatangkan kebaikan bagisetiap pengunjung. Untuk itu, TNB ini menjadi sangat dikenal luasdi masyarakat selain sebagai ordo juga sebagai referensi keagamaantradisional yang berafiliasi dalam upaya menjaga danmengembangkan tradisi yang ada di dalam masyarakat.

Posisi TNB ini mengikuti pengklasifikasian tarekatkonvensional merupakan bagian dari tarekat mu‘tabarah yangmemiliki silsilah yang terhubung langsung kepada Nabi Muhammad,melalui jalur Abu Bakar dan tabi‘in dan tabi‘ tabi‘in yang dikenal luasdalam khazanah tasawuf (Huda, 2008: 63). Eksistensi TNB sebagaibagian dari tarekat mu‘tabarah ini tentu saja memiliki pengaruhtersendiri dalam upaya penyebarluasan tarekat karena biasanyatarekat yang dianggap sebagai bagian dari yang mu‘tabarah akanmendapat dukungan dari penguasa dan institusi keagamaan yang adadi masyarakat, sehingga TNB dapat berkembang secara baiksebagaimana saat ini telah menyebarluas ke berbagai daerah yangberbasis etnis Melayu, baik yang ada di dalam negeri ataupun luarnegeri sebagai penegasan bahwa TNB ini memiliki pengaruh yangbesar dalam masyarakat etnis Melayu.

Jaringan TNB ini dapat disebut merupakan salah satu tarekatyang paling kuat berpengaruh di Sumatera Utara, khususnya daerahyang berbasis masyarakat etnis Melayu, termasuk juga Riau(Ziaulhaq, 2012: 21). Jaringan keseluruhan TNB ini mencakupMalaysia dan Singapore yang tersebar luas di berbagai daerah negaraserumpun bahasa dan budaya Melayu yang dikemukakan karena

Page 5: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 37

memang jaringan ini memang secara khusus dibangun Rokan yangsengaja menyebarkan TNB ini. Selain itu juga kedua negara yangdisebut memiliki hubungan khusus dengan Melayu yang ada diSumatera dan Riau, baik dari sisi genetis ataupun budaya yang dalambanyak hal ditemukan kedekatan yang saling menghubungkanjaringan TNB ini.

Selain itu, jaringan penyebaran tarekat ini secara umum dapatdilihat dari penyebaran para khalifah yang berada di bawah asuhanRokan. Berdasarkan catatan yang ada setidaknya dapat dilihatjaringan penyebaran khalifah ini tersebar ke berbagai daerahmisalnya untuk Sumatera Utara seperti Langkat, Deli Serdang,Tebing Tinggi, Asahan, Labuhanbatu, Kota Pinang, TapanuliSelatan, termasuk juga Aceh, sedangkan untuk Riau mencakupdaerah Tembusai, Tanah Putih, Rambah, Kota Intan, Bangka,Inderagiri, Rawa, Kampar, selain dari itu ada juga yang berada diSumatera Barat, Jawa Barat, Malaysia, Kelantan dan Cina, tetapiuntuk di Cina tidak diketahui bagaimana proses perkembangannya(Ziaulhaq, 2012: 21).

C. Perilaku Ziarah Politisi Lokal ke TNB1. Mekanisme Ziarah

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya perilakuziarah politisi ke TNB umumnya berkaitan dengan momen politiktertentu seperti pemilukada dan pileg. Momen politik yangdikemukakan menjadi pilihan waktu ziarah politisi karena berkaitandengan kepentingan politisi itu sendiri terhadap momen tersebut,baik untuk kepentingan pribadi ataupun partai dianggap sebagaibagian dari upaya meningkatkan elektabilitas dan popularitas(Ziaulhaq, 2012: 21), maka tentunya politisi lokal umumnya hanyaberziarah pada momen tersebut dan sangat jarang sekali padamomen di luar yang dikemukakan, kecuali pada momen haul politisijuga berupaya terlibat dalam perayaan tersebut, walaupunintensitasnya lebih rendah dibanding momen yang pertama disebut.

Penting dikemukakan bahwa perilaku ziarah politisi lokalsangat kontras dengan perilaku ziarah yang dilakukan para peziarahlainnya ke TNB. Sebab, para politisi memiliki kepentingan tertentuketika datang berziarah ke TNB untuk kepentingan politik dansedikit untuk kepentingan religiusitas. Kepentingan religiusitas inidapat ditandai dari sikap simpati terhadap TNB karena sebagiankecil darinya menjadi bagian dari pengamal TNB. Bahkan, diantaranya sebagian kecil dari politisi lokal itu justru memilikihubungan genetis sebagai zuriat di kalangan TNB, sehingga ada

Page 6: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 38

kesan kuat bahwa TNB—di luar kepentingan politik—menjadisesuatu yang penting bagi politisi dalam ranah keagamaan yangberafiliasi pada ordo tradisional TNB.

Di luar kepentingan religiusitas yang disebut sebenarnyakepentingan yang lebih mengemuka adalah kepentingan politik—sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya—karena berdasarkan perilaku ziarah politisi ke TNB ini justrukepentingan ini lebih menonjol apabila dibanding hanya untukkepentingan religiusitas an sich. Apa yang dikemukakan ini setidaknyadiperkuat dengan adanya kenyataan pilihan momen dalam berziarahsebagai bentuk penegasan lain tentang lebih kuatnya kepentinganpolitik dibanding hanya kepentingan religiusitas. Selain itu, pilihanmomen yang disebut berkaitan langsung dengan masalah politik,maka berdasarkan kenyataan yang dikemukakan sebenarnya dapatdikatakan perilaku ziarah politisi merupakan ziarah politik.

Menarik dikemukakan di sini, salah satu perbedaan yangsangat mengemuka perilaku ziarah politisi dengan ziarah masyarakatumum lainnya, yaitu bahwa mekanisme ziarah politisi ini diatursedemikian rupa, seperti misalnya sebelum berkunjung para politisiterlebih dahulu mengkoordinasikan dengan pihak pengelola TNBtentang kesediaan tuan guru menerima kunjungan atau kapanwaktunya para ziarah yang tidak terlalu banyak berkunjung. Dalamproses koordinasi ini lazimnya dilakukan dengan tawar menawarwaktu antara kesediaan waktu tuan guru dan peluang kesempatanpolitisi untuk dapat berkunjung ke TNB (Ismail, 11/08/2013).Setelah disepakati keduanya—politisi dan pengelola TNB—barulahpolitisi datang berziarah ke TNB dengan diikuti tim kecil sebagaipendamping untuk bertemu dengan tuan guru, termasuk juga—terkadang—awak media cetak dan elektronik sebagaimana yang akandijelaskan dalam pembahasan berikutnya.

Ciri umum yang menonjol dari perilaku ziarah politisi ini—walaupun tidak semua melakukannya—adalah memberikansumbangan ke TNB, baik dalam bentuk bahan makanan ataupunkesediaan membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan TBN(Qahar, 11/08/2013). Pemberian sumbangan ini biasanyadipublikasikan melalui media masa, yang mana tentunya bagi politisimemiliki makna tersendiri secara politik. Sejauh ini, segala bentuksumbangan yang diberikan politisi diterima secara baik dandibuktikan dengan beberapa sarana dan prasarana yang ada di TNBmerupakan hasil dari sumbangan para politisi seperti misalnyaasrama suluk dan tempat penginapan para peziarah yang datang dari

Page 7: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 39

luar kota memberi penegasan bahwa TNB sendiri tidak menutup diridari segala bentuk upaya mendukung kepentingan politisi tertentu.2. Ritual yang dilakukan

Dalam pertemuan politisi dengan tuan guru yang telahdirencanakan terbangun komunikasi antar keduanya lintaskepentingan. Dalam pertemuan ini politisi lokal meminta izin dansekaligus doa atas terhadap segala keinginan yang berkaitan denganmasalah politik. Merespon keinginan dan permintaan politisi ini,tuan guru menerima dengan terbuka terhadap semua politisi yangdatang, baik dari kalangan yang simpatisan TNB ataupun juga tidakberhubungan sama sekali dengan TNB. Dalam pandangan tuan gurumemberikan izin dan doa terhadap siapa saja yang meminta—termasuk politisi—merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan.Namun, tuan guru juga menggarisbawahi bahwa ternyata siapa diantara para politisi yang datang dikabulkan keinginan dan doa tentuitu semua merupakan ketentuan Tuhan (Syarwani, 07/07/2013).

Menarik dikemukakan bahwa dalam ritual doa politik yangdilakukan tuan guru dilakukan dengan bahasa yang sangat umumdan tidak mengikat pada politisi tertentu. Bahkan, tuan guru jugamenggunakan syarat tertentu supaya para politisi yang meminta doauntuk dikabulkan segala keinginan politiknya dengan syarat semisal“kalau seandainya si fulan benar-benar akan membawa kebaikankepada umat, maka kabulkan keinginannya” (Ismail, 11/08/2013).Pilihan doa yang dilakukan tuan guru sebenarnya merupakan bentukseni penolakan tersembunyi terhadap segala hal yang mungkin burukbagi kepentingan masyarakat apabila politisi tertentu yang akanmemimpin. Sebab, pada dasarnya, tuan guru juga mengetahui bahwapolitisi sangat dekat dengan segala bentuk yang hanyamementingkan kepentingan pribadi dan kelompok di ataskepentingan masyarakat, yang dapat ditandai dengan pandangantuan guru yang netral terhadap para politisi.

Berbeda dengan para peziarah umumnya, politisi diberikanrekomendasi oleh tuan guru untuk melakukan pembacaan ritualyasin 41. Ritual ini dalam TNB dianggap sebagai bagian dari upayauntuk menunjukkan komitmen dan totalitas dalam upaya mencapaikeinginan, walaupun tentunya tingkat keberhasilannya semuadiserahkan kepada Tuhan. Menarik dikemukakan, pelaksanaanpembacaan ritual yasin 41 ini mekanisme telah disiapkan beberapajamaah yang berjumlah 41 orang dengan ketentuan satu orangmembaca yasin sampai selesai. Untuk pelaksanaan ritual ini setiappolitisi dikenakan biaya yang telah disepakati dengan pimpinan

Page 8: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 40

pelaksana ritual yang langsung ditunjuk tuan guru sebagaipelaksananya.

Setelah itu, sebagaimana lazimnya tradisi yang ada di TNBpasca bertemu dan menyampaikan segala keinginan dan hajat kepadatuan guru, maka selanjutnya para peziarah—termasuk juga politisi—akan berziarah ke makam pendiri TNB ini atau ada juga yangterlebih dahulu berziarah ke makam ini, setelah itu baru kemudianbertemu dengan tuan guru. Di dalam makam ini, ada beberapapemandu yang membimbing tata cara berdoa di dalam makamtersebut. Para pembimbing ini merupakan bagian dari kelompokjamaah TNB yang dipercayakan untuk menjadi memandu beberaparitual yang ada di dalam makam tersebut dan umumnya jamaah inijuga merupakan zuriat dari pendiri TNB. Pelaksanaan ritual dimakam ini dilakukan dengan menyebutkan tujuan dan keinginan,maka para politisi selalu menyampaikan keinginan politiknya didalam makam tersebut yang kemudian dilakukan ritual seperti zikirdan doa sebagai upaya untuk tercapainya tujuan politisi tersebut.

Kemudian, setelah prosesi pelaksanaan ritual dilakukan didalam makam, maka para peziarah dianjurkan untuk memberikansedekah seikhlasnya, baik di dalam tabung infak yang disediakanataupun langsung memberikan kepada pemandu ritual tersebut.Dalam hal ini, tidak ada yang berbeda dengan para peziarahumumnya politisi juga melakukan yang sama, tetapi yang dapatdisebut sebagai pembedaan politisi dengan para peziarah umumnyaadalah jumlah sedekah yang diberikan umumnya selalu di atasjumlah angka yang konvensional diberikan para peziarah, sehinggasecara langsung ataupun tidak memberi para pemandu seakanmengetahui hal tersebut, maka selalu memberikan pelayanan penuhterhadap segala keinginan politisi.

Di luar pelaksanaan ritual di dalam makam pendiri TNB inipara ziarah juga dianjurkan untuk membawa pulang air yasin denganmembayar sebagaimana ketentuan harga yang ditentukan. Air Yasinadalah air yang telah dibacakan di atasnya surah yasin, zikir dan doadi dalam tempat air sejenis ember. Kemudian, setelah itu air yasintersebut dimasukkan ke dalam sumur dan untuk selanjutnya melaluisumur yang telah disediakan kran dimasukkan ke dalam jerigen 2liter diberikan kepada setiap peziarah yang datang ke makam pendiriTNB. Wawancara dengan Qahar (42 Tahun) khadim TNB,11/08/2013 di TNB.

Dalam pandangan TNB air yasin merupakan air yang telahdibacakan zikir dan doa di dalamnya, oleh jamaah TNB diyakinisebagai air yang mampu membawa keberhakahan bagi siapa saja

Page 9: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 41

yang meminum akan terpenuhi segala keinginannya. Dalam hal ini,politisi juga melakukan yang sama, yaitu mengambil air yasin untukdibawa pulang, tetapi politisi dalam hal—sebagian di antaranya—menerima air yasin tampaknya lebih dari pada upaya untuk menjagakepercayaan dan tradisi yang berlaku di kalangan TNB dibandingkepercayaan terhadap kemujaraban air tersebut.

D. Legitimasi Politik dalam Ziarah Politisi Lokal ke TNBPerilaku ziarah politisi lokal ke TNB merupakan bentuk atau

mungkin lebih tepat disebut untuk mencari legitimasi simbolikpolitik. Dalam pemaparan temuan artikel ini menggunakan teorilegitimasi, maka dalam pembahasan selanjutnya ini dikemukakandalam kerangka legitimasi tersebut. Pilihan legitimasi simbolik yangdigunakan sangat berkaitan dengan fenomena temuan ini, yangmemang menggunakan legitimasi simbolik untuk kepentingan politikdengan memanfaatkan institusi tarekat yang dianggap sebagai simbolordo keagamaan tradisional yang memiliki pengaruh kuat dalammasyarakat.

Pada dasarnya, politisi memahami bahwa tarekat sebagaiordo institusi keagamaan memiliki pengaruh dan hubungan yangkuat dalam masyarakat, terutama jamaah pengamal TNB. Sebab,sebagaimana lazimnya sebuah tarekat akan terbangun hubunganpatronase antara jamaah dengan tuan guru—ataupun melaluijaringan khalifah—yang berfungsi sebagai cultural broker meminjamistilah Geertz (1981: 2) dan pimpinan ordo keagamaan tradisional,yang diperkuat atas doktrin-doktrin tarekat yang memposisikanjamaah sebagai klein dan tuan guru sebagai patron-nya, sehinggaapabila ada legitimasi simbolik politik yang dianggap dari tuan guru,maka tentunya diyakini bahwa jamaah secara otomatis akanmemberikan dukungan politik terhadap legitimasi yang didapatkanpolitisi. Legitimasi simbolik dianggap sebagai bentuk dukungan ataulebih tepat disebut apresiasi politik, maka alasan ini juga yangmenyebabkan para politisi lokal banyak yang meminta izin dan doakepada tuan guru supaya—seakan—mendapatkan legitimasi politikdan untuk selanjutnya diharapkan akan mendapatkan dukungan darijamaah TNB.

Legitimasi simbolik politik yang didapatkan polisi dilakukandengan cara memanipulasi kecenderungan moral, emosional, tradisidan kepercayaan dalam bentuk simbolik (Surbakti, 1993: 96) untukmendapatkan legitimasi simbolik politik tersebut dengan cara danstrategi sendiri sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pembahasanselanjutnya. Pada dasarnya, tuan guru sendiri—baik secara pribadi

Page 10: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 42

ataupun institusi—tidak pernah memberikan dukungan terhadappolitisi tertentu (Syarwani, 07/07/2013). Dalam kaitan ini, menarikdikemukakan di sini bahwa tuan guru tidak pernah memberikan izinmemasang foto atau menggunakan atribut tarekat—termasuk fototuan guru—untuk dijadikan secara simbolik yang berkaitan denganpolitik, walaupun ada ditemukan hal ini, maka tuan guru akanmeminta untuk “mencopot” segala bentuk yang cenderung dapatmenjadikan atribut tarekat menjadi bagian dari upaya peningkatanelektabilitas dan popularitas politisi tertentu.

Sejauh ini, ditemukan ada beberapa bentuk legitimasi simbolikpolitik yang dilakukan politisi lokal dalam upaya mempengaruhi danmenumbuhkan simpati masyarakat terhadap agenda politik parapolitisi tersebut.a. Publikasi Kunjungan Ziarah

Salah satu bentuk legitimasi simbolik politik yang dilakukanpolitisi lokal dalam upaya menarik simpati masyarakat adalahmempublikasikan setiap kunjungan ziarah ke TNB. Publikasi ziarahke TNB ini dimaksudkan supaya jamaah khususnya dan masyarakatumumnya mengetahui bahwa sebenarnya ada kedekatan atau palingtidak simpati dari politisi lokal terhadap TNB, yang mana tentunyabagi jamaah pengikut TNB ini dianggap sebagai salah satu bentukdukungan TNB ke politisi tersebut. Sebab, sebagaimana yangdiyakini bahwa tarekat itu sendiri sebagai sebuah institusi ordokeagamaan memiliki daya ikat yang kuat karena adanya hegemoniktuan guru di dalamnya di antara sesama jamaah, yang diperkuatdengan adanya doktrin untuk selalu mengutamakan kepentinganyang berkaitan dengan TNB, termasuk dalam masalah politik(Ziaulhaq, 2012: 26).

Publikasi kunjungan ziarah ini dilakukan denganmenggunakan melalui media cetak dan elektronik denganmenggunakan media koran lokal atau televisi lokal. Untuk keduabentuk publikasi ini, model publikasi yang pertama melalui koranlokal lebih banyak digunakan karena dari segi biaya publikasi ini jauhlebih murah dibanding yang kedua. Publikasi media koran lokal inijuga disebarluaskan dengan via sms—baik yang dilakukan politisi itusendiri ataupun timnya—melalui media sosial seperti facebook dantwiter untuk memperluas jaringan informasi tentang kunjunganziarah politisi lokal. Penting dicatat bahwa sebenarnya publikasimodel seperti ini tidak mendapatkan izin dari tuan guru untukpublikasi secara masal, tetapi sejauh ini tidak ada sikap tegas dariTNB sendiri dalam menyikapi upaya manipulasi legitimasi politikyang dilakukan politisi tersebut.

Page 11: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 43

b. Memasang Foto dengan Tuan guru dalam SpandukLegitimasi lain yang dilakukan politisi lokal adalah memasang

foto politisi dengan tuan guru dalam spanduk yang kemudiandipasang di ruang publik. Pemasangan foto dengan tuan gurutentunya dimaksudkan sebagaimana bentuk pertama, yang juga tidakmendapatkan izin dari tuan guru atas kesediaan fotonya dipajang diruang publik (Syarwani, 07/07/2013). Pemasang foto ini tentu sajadimaksudkan bahwa—seakan—tuan guru sebagai pimpinan institusitarekat telah memberikan dukungan politik kepada politisi tertentuyang memasang foto. Sebab, foto merupakan sebuah bentukgambaran yang menegaskan tentang isi dari foto itu sendiri, makaketika ada foto tuan guru dengan politisi tertentu tentu saja dapatdimaknai sebagai bentuk legitimasi politik.

Menarik dikemukakan di sini, ada temuan yang berkaitandengan memanipulasi foto murysid yang dilakukan politisi ketikapelaksanaan haul yang memasang foto murysid dengan seorangpolitisi, yang justru menimbulkan sikap protes dari sebagiankalangan jamaah TNB hingga akhirnya spanduk tersebut harusditurunkan (Athardin, 07/07/2013), tetapi proses penurunannyadilakukan setelah puncak kegiatan haul yang menciptakan terkumpulmasa diadakan TNB. Namun, di saat yang bersamaan pula ada jugapolitisi yang memasang spanduk di ruang publik pada wilayahkomplek persulukan TNB, tetapi tidak mendapat reaksi sebagaimanapertama karena politisi tersebut merupakan bagian dari zuriat TNBitu sendiri. Temuan yang dikemukakan ini sebenarnya menunjukkanadanya legitimasi simbolik tersembunyi yang dilakukan TNB,terutama keberpihakan kepada bagian dari kelompok TNB itusendiri.c. Menghadiri Haul Pendiri Tarekat

Legitimasi yang dianggap penting bagi politisi lokal adalahmenghadiri perayaan haul pendiri tarekat. Pilihan menghadiri haulini tampaknya sangat berkaitan dengan suasana perayaan yangmenjadi bagian dari perayaan keagamaan versi ordo tarekat yangpaling banyak dikunjungi masyarakat, baik dari kalangan jamaahTNB itu sendiri yang berada di daerah tersebut ataupun luar daerahjuga dihadiri oleh masyarakat umum hanya sekedar untukmenyaksikan keramaian dari pelaksanaan perayaan haul tersebut.Pelaksanaan perayaan haul tersebut tentu saja dalam pandanganpolitisi lokal merupakan sesuatu hal yang sangat penting untukmempopulerkan diri dan di antara politisi ada yang mengambilbagian dari berbagai ritual yang dilaksanakan dalam perayaantersebut. Keterlibatan dalam perayaan haul tentunya merupakan

Page 12: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 44

sesuatu bentuk pencitraan karena dalam pelaksanaan perayaan inisemua masyarakat turut serta hadir melaksanakan, yang manatentunya masyarakat akan memiliki penilaian tersendiri terhadapsosok politisi yang terlibat dalam ritual pelaksanaan perayaan haultersebut.

Bentuk legitimasi simbolik politik lainnya dalam menghadirihaul pendiri tarekat—yang juga umum dilakukan politisi—adalahmemberikan sumbangan pada dan untuk keperluan perayaan hauldalam bentuk berbagai jenis sumbangan seperti makanan, minuman,jasa dan lainnya (Qahar, 11/08/2013). Sumbangan ini tentu sajamemiliki makna tersendiri bagi jamaah TNB dalam menilai politisikarena—selain kuatnya ikatan dan simpatisan terhadap hal yangdekat dengan TNB—politisi tersebut telah ikut serta mensukseskanperayaan haul yang dalam pandangan jamaah TNB merupakansesuatu yang sangat penting dilaksanakan setiap tahunnya, makasebagai respon balik dari jamaah akan memberikan dukunganemosional dan moral terhadap politisi yang dianggap “berjasa”dalam mensukseskan haul. Kehadiran politisi lokal pada perayaanhaul ini, selain sebagai penegasan sikap dukungan terhadappelaksanaan haul juga bentuk pengakuan terhadap eksistensi TNBitu sendiri sebagai bagian dari ordo keagamaan yang sangat pentingbagi masyarakat.d. Memanfaatkan Jabatan dalam Kegiatan TNB

Legitimasi lain yang dilakukan politisi lokal yang tidak umumdilakukan politisi dan hanya politisi tertentu yang memiliki jabatanyang berkaitan langsung ataupun tidak dengan TNB. Pemanfaatanjabatan ini tentu saja merupakan sesuatu yang berbeda denganlegitimasi simbolik politik umumnya karena politisi ini memilikijabatan yang dapat saja dijadikan sebagai bagian dari upayapengukuhan kekuasaan ataupun juga upaya mobilisasi masa denganberbagai teknik dan strategi yang dilakukan. Pemanfaatan kekuasaanini tidak diketahui jamaah ataupun masyarakat bahwa politisi telahmelakukan manipulasi jabatan untuk memperoleh legitimasisimbolik politik dari TNB berdasarkan jabatan yang dimiliki karenamemang posisi jabatan yang dipegang politisi ini berkaitan khususdengan kepentingan yang ada pada TNB.

Dalam kaitan ini, menarik dikemukakan bentuk pemanfaatanjabatan dalam memperoleh legitimasi simbolik politik sepertimisalnya memberikan sambutan resmi yang dilakukan oleh PejabatKepala Daerah dalam pelaksanaan haul tersebut. Sebab, pelaksanaanhaul juga melibatkan Kepala Daerah sebagai pimpinan yangmengurusi semua kepentingan masyarakat yang ada di daerah TNB

Page 13: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 45

itu sendiri. Dalam sambutan Kepala Daerah menunjukkan bentukkedekatan dan simpatisan yang mendalam terhadap TNB, sehinggaada kesan anggapan di kalangan jamaah bahwa Kepala Daerah itusendiri merupakan bagian dari TNB itu sendiri. Tidak hanya itu,Kepala Daerah juga menjadikan TNB sebagai bagian dari asetdaerah dengan memasukkan dalam visi dan misi kepemimpinanuntuk memperkuat adanya dugaan bahwa Kepala Daerah sebagaipemimpin pelindung segala kepentingan TNB.

Legitimasi dalam bentuk sambutan yang cenderungmenegaskan sikap simpati ini jelas memberikan penilaian tersendiribagi jamaah yang hadir pada perayaan haul tersebut. Tidak hanya itu,perayaan haul ini juga dipublikasikan melalui media cetak danelektronik, baik oleh panita pelaksanaan perayaan ataupun pihakpolitisi itu sendiri, semakin mengukuhkan penegasan tentang adanyalegitimasi simbolik TNB pada politisi tersebut. Dalam bentuk lainlegitimasi simbolik politik yang dilakukan politisi berkaitan denganjabatan adalah memanfaatkan publikasi kegiatan TNB di luarperayaan haul dengan mengambil posisi sebagai orang yangbertanggungjawab dan pelindung bagi TNB. Dalam hal ini, TNBjuga memiliki kepentingan terhadap posisi politisi ini sebagailegitimasi terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan di TNB.

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan tentang bentuk-bentuk legitimasi simbolik politik yang dilakukan politisi lokal inimenunjukkan bahwa sebenarnya legitimasi yang dibangun politisimerupakan bentuk dari manipulasi kecenderungan moral dan emosijamaah dan masyarakat untuk membangun pencitraan. Namun, disisi lainnya TNB sendiri juga mengambil keuntungan dalamketerlibatan politisi dalam berbagai momen kegiatan yang diadakandi TNB, baik sebagai pelindung dan juga sebagai pendukungterwujudnya kegiatan yang dilaksanakan, tetapi sejauh ini TNBmasih mempertimbangkan sisi kepentingan TNB itu sendiri dalamketerlibatan ziarah politisi ke TNB.

E. PenutupSebagai penutup artikel ini penulis ini memberikan beberapa

jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalahsebagaimana yang telah diajukan sebelumnya, yaitu perilaku ziarahpolitisi lokal ke TNB ini dapat dijelaskan dalam dua bentuk kategori,yaitu a) mekanisme ziarah yang dilakukan politisi lokal dilakukandengan adanya koordinasi dengan pihak pengelola TNB tentangkesediaan tuan guru untuk menerima atau penentuan kapan waktuyang tepat politisi datang ke TNB. Dalam proses koordinasi ini

Page 14: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 46

terjadi proses tawar menawar waktu antara kesediaan tuan guru dankesempatan waktu yang dimiliki politisi lokal b) ritual yang dilakukandalam pelaksanaan ziarah ini politisi atas rekomendasi tuan gurumelakukan ritual pembacaan yasin 41 yang dilakukan prosespembacaan surah yasin sebanyak 41 jamaah, setelah itu diakhiridengan doa yang dipimpin langsung oleh tuan guru untuk memintakepada Tuhan permohonan politisi lokal tersebut. Selain itu, rituallain yang dilakukan politisi lokal adalah ziarah ke makam pendiriTNB, yang mana di dalam makam ini juga dilakukan ritualpembacaan zikir dan doa yang dipandu petugas khusus denganmenyebutkan niat dan tujuan politisi lokal berziarah ke TNB.

Legitimasi simbolik politik yang dilakukan politisi lokalberdasarkan temuan ini setidaknya dapat diidentifikasi dalam 4(empat) bentuk legitimasi, yaitu a. publikasi kunjungan ziarah melaluimedia cetak dan elektronik yang kemudian disebarluaskan via smsdan media sosial seperti facebook dan twiter b. memasang fotodengan tuan guru dalam spanduk di ruang publik di wilayah yangberdekatan dengan TNB ataupun tempat-tempat yang dianggapstrategis c. menghadiri haul pendiri tarekat sebagai simpatisanpelaksanaan perayaan ataupun peserta dalam kegiatan dan jugamemberikan sumbangan yang dianggap dalam membantu prosesperayaan yang dilaksanakan dan d. memanfaatkan jabatan dalamkegiatan TNB sebagai pelindung dan perwakilan pemerintah.[]

Page 15: Legitimasi Politik Di Makam Tuan

Jurnal At-Tafkir Vol. VII No. 1 Juni 2014 47

DAFTAR PUSTAKA

Bruinessan, Martin van, (1992), “Tarekat dan Politik: Amalan untukDunia atau Akherat?”, dalam Majalah Pesantren, Vol. ix, No. 1.

Geertz, Clifford (1981), Abangan, Santri, Priyayi dalam MasyarakatJawa, Jakarta: Pustaka Jaya.

Guillot, Claude dan Hendri Chambert-Lior, (2007), “Makam SunanGunung Jati”, dalam Claude Guillot dan Hendri Chambert-Lior. ed., Ziarah dan Wali di Dunia Islam, Jakarta: Serambi IlmuSemesta bekerjasama dengan Ecole Francaise d’Extreme-Oriental dan Forum Jakarta-Paris\.

Huda, Sokhi (2008), Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah,Yogyakarta: LKiS.

Said, Fuad (1983), Syeikh Abdul Wahab Rokan: Tuan GuruBabaussalam, Medan: Pustaka Babussalam.

Sajaroh, Wiwi Siti, (2005), “Tarekat Naqsyabandiyah: MenjalaniHubungan Harmonis dengan Kalangan Penguasa”, dalam Sri Mulyani,Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia,Jakarta: Prenada Media.

Surbakti, Ramlan (1993), Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo.

Thohir, Ajid dan Dedi Ahimsa Riyadi (2002), Gerakan Politik KaumTarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikonialisme TarekatQadiriyah Naqsyabandiyah di Pulau Jawa, Bandung: PustakaHidayah.

Weismann, Itzchak (2007), The Naqshbandiyya: Orthodoxy and Activismin a Wordwide Sufi Tradition, New York: Routledge.

Ziaulhaq, (2012), “Doktrin Poligami Kaum Tarekat: StudiPandangan Jamaah tentang Praktek Poligami Mursyid TarekatNaqsyabandiyah Babussalam (TNB)” (Laporan Penelitian:Fakultas Dakwah, IAIN Sumatera Utara.

IntervieweAslim Sihotang (56 Tahun)Athardin (52 Tahun).Hasyim Syarwani (56 Tahun)Ismail (50 Tahun)Qahar (42 Tahun)