Upload
ali-farhan
View
975
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
Corporate Social Respondsibility Sebagai Pelaporan Sukarela Perusahaan
BAB I
I.I Latar Belakang
Selama beberapa decade terakhir pembahasan mengenai isu akuntansi bergerak ke arah
pelaporan keuangan.Pelaporan keuangan yang berbentuk single bottom line yang hanya
melaporkan laba sebagai ukuran kinerja perusahaan dipandang belum cukup memberikan
informasi mengenai keberlanjutan pembangunan perusahaan.Bottom Line yang memberikan
informasi berupa laba hanya memberikan informasi kinerja ekonomi perusahaan saja,sedangkan
aspek social dan lingkungan tidak diperhatikan,padahal kedua elemen tersebut merupakan
ukuran kinerja yang penting untuk menilai keberlanjutan pembangunan perusahaan.Ketiga
elemen tersebut kemudian didefinisikan sebagai triple bottom line reporting.
Eklington (1997) mendefinisikan triple bottom line reporting ini sebagai pelaporan yang
menyediakan informasi mengenai kinerja ekonomi,lingkungan,dan social perusahaan.Sementara
itu menurut The World Business Council for Sustainable Development, yang mendefinisikan
triple bottom line reporting sebagai Corporate Social Respondsibility (CSR) mengartikan
bahwasanya CSR merupakan komitmen untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan
ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, komunitas setempat, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan, (Harsanti ,2011). ,Triple bottom line
reporting ini apabila diimplementasikan secara tepat akan dapat memberikan informasi yang
memadai tentang seberapa baik keberlangsungan perusahaan atau seberapa baik masyarakat
dapat berjalan.
Perkembangan pelaporan kinerja ekonomi,lingkungan,dan social ini bukan tanpa masalah
karena di dalam standar akuntansi pelaporan mengenai hal ini belum diatur,kesulitan dalam
mengukur biaya social dan lingkungan yang timbul di dalam operasional bisnis perusahaan
menjadi salah satu pertimbangan.Sementara itu,kebutuhan mengenai informasi tentang kinerja
social dan lingkungan menjadi kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.Oleh karenanya pelaporan
Corporate Social Respondsibility atau Triple Bottom Line Reporting ini menjadi bentuk
pelaporan sukarela yang dilakukan perusahaan disamping mandatory disclosure yang telah diatur
di dalam standar.
Salah satu teori yang menjelaskan mengenai voluntary disclosure atau pengungkapan
secara sukarela ini adalah teori legitimasi.Teori legitimasi,menjelaskan bahwa perusahaan secara
berlanjut memastikan bahwa mereka telah beroperasi dan bekerja di dalam norma dan aturan
yang berlaku di dalam masyarakat, (Deegan ,2004).Di dalam teori legitimasi dijelaskan bahwa
ada ‘kontrak sosial’ antara perusahaan dan masyarakat,kontrak sosial secara sederhana
didefinisikan sebagai harapan masyarakat terhadap bagaimana sebuah bisnis itu beroperasi
(Deegan,2004).Amerika pada tahun 1960 dan 1970 banyak memberikan legislasi mengenai isu-
isu social yang termasuk di dalamnya lingkungan,pegawai,kesehatan dan keamanan.Dengan
meningkatnya harapan social terhadap sebuah bisnis,maka sebuah korporasi bisnis yang berhasil
harus dapat merespon kehadiran elemen masyarakat,lingkungan dan konsekuensi lingkungan
yang lain di dalam aktivitas bisnis mereka (Heard dan Bolce,1981).Hal ini sejalan dengan
Eklington (1997) yang menginginkan bahwa pelaporan keuangan bukan hanya melaporkan
kinerja ekonomi namun juga kinerja social dan lingkungan.
Pelaporan keuangan sekarang ini diharapkan mampu memberikan pelaporan yang
komprehensif mengenai kinerja ekonomi,social dan lingkungan perusahaan.Sementara itu cost
yang harus dibebankan oleh perusahaan untuk melakukan disclosure terhadap kinerja social dan
lingkungan jumlahnya material di sisi lain standar belum memberikan aturan yang jelas sebagai
pedoman bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan.Berdasarkan pada latar belakang ini
penulis mencoba menelaah lebih dalam bagaimana tepri legitimasi dapat menjelaskan mengenai
alasan yang mendasari perusahaan saat ini bersedia melakukan pengungkapan terhadap triple
bottom lines ini
Teori agensi menjelaskan ada konflik kepentingan antara manajer (agen) dan principal
(pemilik). Pemilik ingin mengetahui semua informasi di perusahaan termasuk aktifitas
manajemen dan sesuatu yang terkait investasi/dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan
untuk meminta pertanggungjawaban atas kinerja manajer (Hendrikson,2001:206). Untuk
menghindari hal tersebut diperlukan akuntan publik yang mengevaluasi kinerja manajer.
Paradigma akuntansi konvensional beranggapan bahwa pihak yang di utamakan dalam
pengungkapan laporan keuangan adalah stockholder. Dengan perkembangan akhir-akhir ini
banyak pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan yaitu stakeholders ( konsumen,
masyarakat, pemasok, analis keuangan, karyawan dan pemerintah). Stakeholders menyadari
adanya hal yang dapat menambah nilai suatu perusahaan. Salah satu caranya dengan melakukan
kegiataan perusahaan yang berhubungan dengan aktivitas social atau Corporate Social
Responsibility (CSR).Kegiatan CSR dapat menguntungkan agen (manajer) dan stakeholders.
Hal ini didukung dengan teori legitimasi, teori stakeholder, teori ekonomi politik. Pengungkapan
CSR berguna bagi perusahaan selain untuk nilai tambah perusahaan juga mengurangi biaya
sosial yang timbul nanti dari aktivitas perusahaan.
I.II.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teori ekonomi-politik klasik dapat menjadi landasan bagi teori legitimasi ?
2. Bagaimanakah teori legitimasi dapat menjelaskan mengenai pelaporan corporate social
respondsibility yang dilakukan oleh perusahaan secara sukarela ?
3. Bagaimanakah stakeholder theory dapat menjelaskan mengenai corporate social
respondsibility yang dilakukan oleh perusahaan secara sukarela ?
I.III.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana teori ekonomi-politik dapat mendasari pemikiran teori legitimasi
2. Memahami bagaimana teori legitimasi dapat menjelaskan kesediaan perusahaan
melakukan pelaporan corporate social respondsibility secara sukarela.
3. Memahami bagaimana stakeholder theory dapat menjelaskan kesediaan perusahaan
melakukan pelaporan corporate social respondsibility secara sukarela.
I.IV.Kontribusi Penelitian
1. Kontibusi Teoritis
a. Memberikan pehaman yang lebih mendalam mengenai pelaporan sukarela
perusahaan.
b. Menarik serta merangsang peneliti-peneliti baru dalam bidang teori akuntansi
II.Kajian Pustaka
II.I.Teori Ekonomi-Politik
Teori politik ekonomi menjelaskan tidak hanya reaksi stakeholders tetapi juga
menjelaskan laporan akuntansi dipandang sebagai dokumen sosial, politik dan ekonomi
(Chariri,2007:407). Dengan mempertimbangkan ekonomi politik, entitas akan lebih mampu
untuk kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan isu yang berpengaruh atas kegiatan
organisasi dan informasi yang dipilih untuk diungkapkan. Teori legitimasi dan teori stakeholder
merupakan prespektif teori yang berada dalam kerangka teori ekonomi politik karena pengaruh
masyarakat luas dapat menentukan alokasi sumber keuangan. Perusahaan cenderung
menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungkan untuk
memberikan legitimasi aktivitas perusahaan dimata masyarakat (Chariri,2007:409).
Teori ekonomi politik menjelaskan bahwa ada kekuatan konflik di dalam masyarakat
serta terjadi perbutan di dalam berbagai kelompok masyarakat (Harsanti,2001).Teori ekonomi
politik ini dibagi menjadi dua,yaitu teori ekonomi politik klasik dan teori ekonomi politik burjois
(Deegan,2004).Teori ekonomi klasik berangkat dar pemikiran Karl Marx yang menyatakan
bahwa ada kelas di dalam masyarakat yang di dalamnya terdapat kepenatingan,ketidakadilan,dan
konflik struktural (Deegan,2004).Sedangkan Teori Ekonomi Politik Burjois berpandangan bahwa
dunia ini plurar dan konflik antar kelas itu tidak ada yang ada adalah interaksi (Deegan,2004).
II.II.Teori Legitimasi
Teori legitimasi menjelaskan perusahaan melakukan kegiataan usaha dengan batasan-
batasan yang ditentukan oleh norma-norma, nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap batasan tersebut
mendorong pentingnya perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan
(Chariri,2007:411). Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan harus dapat secara
berlanjut memastikan bahwa mereka telah beroperasi dan bekerja di dalam norma dan aturan
masyarakat yang berlaku (Deegan,2004).Sementara itu Farook et al (2005) berpendapat bahwa
organisasi bertanggungjawab untuk dapat diakui di dalam masyarakat (Badjuri,2011).Teori
legitimasi berkembang dari pemikiran ekonomi-politik yang menyatakan bahwa di dalam
masyarakat ada kelas-kelas dan di dalamnya terdapat potensi konflik.
Teori legitimasi juga menyatakan adanya ‘social contract’,yaitu tuntutan atau harapan
baik secara implicit maupun eksplisit dari masyarakat terhadap organisasi tentang bagaimana
perusahaan seharusnya bersikap (Deegan,2004).Perusahaan yang tidak dapat memenuhi social
contract akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.Untuk dapat memenuhi tuntutan social ini
perusahaan minimal harus dapat memenuhi isu-isu social di dalam masyarakat mengenai
lingkungan,pegawai,kesehatan,dan keamanan.
Weber memberikan empat alasan organisasi memperoleh legitimasi ; (1)tradisi ;
(2)pengaruh ; (3)rasionalitas nilai ;dan (4)legalitas (Harsanti,2001).Konsep legitimasi
berhubungan dengan bagaimana peran legitimasi dalam kehidupan social (Harsanti,2001).Teori
legitimasi dapat menjelaskan motif dari perusahaan melakukan pelaporan secara sukarela.
II.III. Definisi Stakeholder
Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang
mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi dan atau
dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat
mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada
permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana
dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder
terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki
mereka.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995) mengelompkkan
stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci . Sebagai
gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah
(publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :
a. Stakeholder Utama (primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara
langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai
penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
1. Masyarakat dan tokoh masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni
masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak
(kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh
masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu
sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat
2. Pihak Manajer publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam
pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
b. Stakeholder Pendukung (sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki
kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap
sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
1. Lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab
langsung.
2. Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
3. Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang
bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern”
(termasuk organisasi massa yang terkait).
4. Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam
pengambilan keputusan pemerintah.
5. Pengusaha(Badan usaha) yang terkait.
c. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu
proyek level daerah kabupaten.
1. Pemerintah Kabupaten
2. DPR Kabupaten
3. Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
II.IV.Teori Stakeholder
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi
untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya
(Badjuri,2011). Teori stakeholder digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kelompok-
kelompok yang mana perusahaan harus bertanggung jawab (Moir, 2001). Definisi stakeholder
menurut Freeman (1984) dalam Moir (2001) adalah ―setiap kelompok atau individu yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi.
Teori stakeholder berpendapat bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun memberikan manfaat bagi stakeholders
(Chariri,2007:409). Di dalam perusahaan adanya pihak yang diutamakan yaitu stakeholders.
Terdapat sejumlah stakeholders yang ada dimasyarakat, dengan adanya pengungkapan CSR
merupakan cara untuk mengelola hubungan organisasi dengan kelompok stakeholders yang
berbeda. Tujuan utama dari perusahaan adalah menyeimbangkan konflik antara stakeholders.
A. Corporate Social Responsibility (CSR)
1. Latar Belakang Munculnya Konsep CSR
Berkembang pesatnya dunia usaha saat ini membuat peran dunia usaha untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup
tentu saja sangat diperlukan. Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan berkembang sejalan dengan inter-relasi antara perusahaan dengan
masyarakat yang sangat ditentukan oleh dampak yang timbul dari perkembangan dan
peradaban masyarakat. Semakin tinggi tingkat peradaban masyarakat, khususnya akibat
perkembangan ilmu sehingga meningkatkan kesadaran dan perhatian lingkungan memunculkan
tuntutan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan
pengetahuan, meningkatkan keterbukaan ekspektasi masa depan dan sustainabilitas
pembangunan.
Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Hadi (2011:48), menyatakan bahwa pergeseran
dampak negatif industrialisasi memicu illegitimasi masyarakat karena peningkatan
pengetahuannya. Perubahan nilai, norma dan peradaban masyarakat menuntut tanggung jawab
sosial perusahaan secara meluas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa CSR bersifat
dinamis, sesuai dengan konteks yang melingkupinya.
Batasan konsep CSR mengalami perkembangan dalam sejarah keberadaannya.
Mengingat bahwa CSR salah satunya muncul dari tuntutan stakeholder sebagai akibat bagian
dari hak yang dimiliki terganggu oleh eksistensi perusahaan. Selain ketimpangan ekonomi
antara pengusaha dengan masyarakat sekitar, kegiatan operasional perusahaan umumnya
memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan
sekitar operasi perushaan. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya konsep CSR atau
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Secara umum, CSR akan menjadi hal yang tak terpisahkan dalam usaha penciptaan
kesejahteraan oleh perusahaan yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan dan
memperkuat nilai perusahaan di mata masyarakat. Hal ini akan terasa ketika perushaan tengah
berada di masa-masa sulit akibat dilanda krisis atau pun terpaan publisitas negatif.
Penulis memahami bahwa CSR merupakan kewajiban bagi pelaku bisnis untuk dapat
menyinergikan antara kegiatan bisnis dengan tujuan dan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat.
2. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) masih sangat banyak dan hingga saat
ini pun dimana CSR semakin populer, masih saja belum memiliki definisi atau pengertian yang
tunggal. Johnson dan Johnson (2006) dalam Hadi (2011:46) mendefinisikan Corporate Social
Responsibility is about how companies manage the business processes to produce an overall
positive impact on society. Definisi tersebut pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana
cara mengelola perusahaan, baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak yang
positif bagi perusahaan dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengelola
bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap
masyarakat dan lingkungan.
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yang merupakan
lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan
multinasional yang berasal dari 30 negara di dunia, lewat publikasinya “Making Good Business
Sense” mendefinisikan CSR yaitu :
Continuing commitment by business to behave ethically and contributed to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as
of the local community and society at large (Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk
meningkatkan ekonomi, yang bersama-sama dengan peningkatan kualitas hidup bagi
karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar
dan masyarakat secara lebih luas).
Di negara kita sendiri Indonesia memiliki Lingkar Studi CSR yang telah sejak lama
menggunakan definisi CSR sebagai berikut :
Upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan
memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam
ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan
(http://csrindonesia.com).
Dari pengertian-pengertian di atas, peneliti memahami bahwa CSR adalah komitmen
perusahaan dalam bertindak secara etis dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi dan
sosial kepada seluruh stakeholder-nya serta memerhatikan lingkungan sekitar perusahaan
dengan baik agar tercapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
3. Prinsip Aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR)
Ranah tanggung jawab sosial (social responsibility) mengandung dimensi yang sangat
luas dan kompleks. Di samping itu, tanggung jawab sosial (social responsibility) juga
mengandung interpretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan
pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan
penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggarisbawahi prinsip dasar yang terkandung dalam
Corporate Social Responsibility (CSR).
Crowther David (2008) dalam Hadi (2011:59) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab
sosial perusahaan menjadi tiga, yaitu :
Pertama, Sustainability yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan
aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan. Kedua,
Accountability yang merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggung jawab atas
aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai media bagi perusahaan
untuk membangun citra (image) dan network terhadap para pemangku kepentingan
(stakeholders). Ketiga, Transparency yang merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal
yang berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi
dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.
Kemudian Alyson Warhurst dalam Rahman (2009:15-16) mengajukan prinsip aktivitas
CSR sebagai berikut :
a. Prioritas korporat; mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat
dan penentu utama pembangunan berkelanjutan.
b. Manajemen terpadu; mengintegrasikan kebijakan, program dan praktik ke dalam suatu
kegiatan bisnis sebagai satu unsur manajemen.
c. Proses perbaikan; secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan, program dan
kinerja sosial korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhkan
sosial.
d. Pendidikan karyawan; menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta motivasi
karyawan.
e. Pengkajian; melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek
baru, dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik.
f. Produk dan jasa; mengembangkan barang dan jasa yang berdampak positif pada
lingkungan sosial.
g. Informasi publik; memberi informasi tentang segala hal yang menyangkut dengan
produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
h. Fasilitas dan operasi; mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang
mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.
i. Penelitian; melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial dari bahan baku,
produk, proses, emisi dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian yang
menjadi sarana untuk mengurangi dampak negatif.
j. Prinsip pencegahan; segala sesuatu yang mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.
k. Kontraktor dan pemasok; mendorong penggunaan prinsip-prinsip CSR yang dijalankan
kalangan kontraktor dan pemasok.
l. Siaga dalam menghadapi darurat.
m. Transfer best practice; berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis
yang bertanggung jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
n. Memberi sumbangan akan meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial.
o. Keterbukaan; menumbuhkembangkan keterbukaan segala sesuatu yang terjadi antara
pihak korporat dengan publik internal dan publik eksternalnya.
p. Pencapaian dan pelaporan; mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara
berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteris korporat.
4. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
a. Manfaat Finansial bagi Perusahaan
Menurunkan biaya operasional perusahaan
Meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar
Menarik calon investor
Pertumbuhan nilai saham yang signifikan
Membuat kesejahteraan karyawan lebih baik
Mencegah risiko dari dampak sosial
Mencegah risiko dari dampak alam
b. Manfaat Non Finansial bagi Perusahaan
Manfaat non finansial bertendensi adanya pergerakan CSR dari suatu perusahaan yang
menghasilkan, tidak berbentuk uang tetapi berbentuk peningkatan kapasitas dan
kapabiliti perusahaan tersebut secara kualitatif dan tentu sangat menguntungkan bagi
perusahaan itu sendiri. Ini manfaat dari pelaksanaan program CSR yang bersifat non
finansial bagi perusahaan adalah “Memperkuat Reputasi Perusahaan”, yaitu :
1) Kepercayaan
Untuk suatu bangunan kepercayaan yang kokok dibutuhkan prinsip-prinsip kode
etik, transparansi, keterbukaan, proses bisnis yang beretika dan mekanisme audit.
Kemudian harus ada suplemen agar kepercayaan itu menjadi strategi berbisnis yang
berkesinambungan. Suplemen itu melibatkan proses pembentukan kepercayaan
dengan stakeholders.
2) Kredibilitas
Reputasi perusahaan akan semakin berkembang melalui kerja keras dalam menjaga
serta meningkatkan kredibilitas. Area kredibilitas tersebut mencakup kredibilitas
finansial, kredibilitas sosial, kredibilitas lingkungan. Pengetahuan dan kompetensi
serta kepemimpinan. Kunci-kunci ini yang harus dijalani perusahaan menuju proses
masif peningkatan reputasi perusahaan.
3) Tanggung Jawab
Bertanggung jawab dalam mengelola dampak negatif dari operasional perusahaan
adalah bagian sistematis yang harus dilaksanakan perusahaan tanpa syarat apa pun,
karena tanggung jawab akan dilihat sebagai suatu sikap yang sangat penting dari
penilaian dalam memperkuat reputasi perusahaan.
4) Akuntabilitas
Akuntabilitas berorientasi untuk memperkuat reputasi perusahaan sebagai skema
pelaporan aktivitas CSR kepada stakeholder dan bersifat dua arah.
5) Mengelola risiko bisnis secara lebih tanggap dan terperinci
Reputasi perusahaan menyangkut stigma bahwa bagaimana risiko suatu bisnis akan
dikelola lebih tanggap, detail dan presisi.
5. Jenis-jenis Aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR)
Kotler dan Lee (2005) dalam Kartini (2009:63-75) menyebutkan enam kategori aktivitas
Corporate Social Responsibility, sebagai berikut :
a. Promosi Kegiatan Sosial (Cause Promotions)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang
dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan
sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat atau
perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu.
b. Pemasaran terkait Kegiatan Sosial (Cause Related Marketing)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan
presentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya
penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan kepada penjualan produk tertentu,
untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas derma tertentu. Contoh kegiatan CSR
ini antara lain : menyumbangkan sejumlah uang tertentu untuk setiap produk yang terjual.
c. Pemasaran Kemasyarakatan Korporat (Corporate Societal Marketing)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye
untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan
keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kampanye Corporate Societal Marketing lebih banyak
terfokus untuk mendorong perubahan perilaku yang berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut :
Isu-isu kesehatan
Isu-isu perlindungan terhadap kecelakaan atau kerugian
Isu-isu lingkungan
Isu-isu keterlibatan masyarakat
d. Kegiatan Filantropi Perusahaan (Corporate Philanthropy)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk
derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk
pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau pelayan secara cuma-cuma.
Contoh kegiatan ini adalah penyediaan beasiswa, pemberian produk, penggunaan fasilitas
yang dimiliki perusahaan dan lain-lain.
e. Pekerja Sosial Kemasyarakatan secara Sukarela (Community Volunteering)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan, rekan
pedagang eceran, atau para pemegang frenchise agar menyisihkan waktu mereka secara
sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat
yang menjadi sasaran program.
f. Praktik Bisnis yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial (Socially Responsible Business
Practice)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas
bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung
kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara
lingkungan hidup. Yang dimaksud komunitas di sini adalah shareholder, stakeholder dan
publik, baik itu publik internal maupun publik eksternal. Contoh aktivitas yang dilakukan
adalah membuat fasilitas yang memenuhi keamanan lingkungan dan keselamatan yang
ditetapkan, mengembangkan berbagai program untuk menunjang terciptanya
kesejahteraan masyarakat, dan masih banyak lagi.
III.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka,studi pustaka adalaha merupakan
metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data atau keterangan dari buku
literatur di perpustakaan. Kelebihannya adalah memperoleh banyak sumber tanpa perlu
biaya,tenaga dan waktu.Akan tetapi dibutuhkan kepandaian peneliti untuk mencari buku yang
relevan agar dapat dipakai sebagai sumber perolehan data dalam penelitian tersebut.(
http://www.bintan-s.web.id/2011/11/metode-metode-sosiologi.html).
IV.Pembahasan
IV.I Teori Ekonomi Politik dan Kaitannya dengan Teori Legitimasi
Sebagaimana penjelasan di atas Teori ekonomi politik menjelaskan bahwa ada kekuatan
konflik di dalam masyarakat serta terjadi perebutan di dalam berbagai kelompok masyarakat
(Harsanti,2001),di dalam pandangan ini laporan akuntansi adalah dokumen ekonomi,sosial,dan
politik.Akuntansi dianggap sebagai alat untuk mengkonstruksi,mempertahankan dan
melegitimasi ideologi,perjanjian ekonomi politik,dan institusi yang memberikan kontribusi
kepada kepentingan perusahaan (Deegan,2004).Sementara itu,pandangan klasik juga
berpendapat sama bahwa laporan akuntansi bertujuan untuk menjaga posisi dari pihak-pihak
yang menguasai sumber daya yang langka dan menindas posisi dari pihak-pihak yang tidak
menguasai sumber daya (Deegan,2004).
Laporan akuntansi bertujuan untuk menjaga posisi dari pihak-pihak yang menguasai
sumber daya atau perusahaan ,hal ini sejalan dengan teori legitimasi yang menyatakan bahwa
perusahaan secara kontinu berusaha untuk bertindak sesuai dengan batas-batas dan norma-norma
di dalam masyarakat,selain itu perusahaan juga harus dapat memenuhi harapan masyarakat
(Deegan,2004).Berdasarkan usaha tersebut perusahaan berharap dapat diterima di dalam
masyarakat dan mengamankan posisinya ditengah tengah masyarakat.
Teori legitimasi berangkat dari pemikiran teori ekonomi politik klasik yang beranggapan
bahwa di dalam masyarakat terdapat kelas-kelas dan memiliki potensi konflik karena
ketidakadilan dan perbedaan kepentingan.Perbedaan kepentingan dan potensi konflik lahir
karena ada perbedaan kelas di dalam masyarakat,perbedaan kelas inilah yang kemudian
menyebabkan kemampuan untuk akses terhadap informasi yang menjadi kebutuhan user
berbeda.Hal inilah yang harus dapat diakomodasi perusahaan melalui laporan keuangan.Laporan
keuangan harus dapat memberikan informasi yang dapat mengakomoadasi kepentingan sebagian
besar masyarakat,sehingga potensi konflik yang ada dapat diminimalisir.
IV.II Teori Legitimasi dalam Corporate Social Responsibility
Teori legitimasi menjelaskan perusahaan melakukan kegiataan usaha dengan batasan-
batasan yang ditentukan oleh norma-norma, nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap batasan tersebut
mendorong pentingnya perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan
(Chariri,2007:411). Perhatian perusahaan terhadap norma-norma dan nilai-nilai perusahaan
inilah yang dapat melegitimasi keberadaan perusahaan di tengah masyarakat. Melalui laporan
keuangan inilah perusahaan mendapatkan legitimasi dari masyarakat dengan memenuhi
keinginan dan kebutuhan informasi dari berbagai pihak dengan beragam kepentingannya.
Perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial (social setting)
sekitarnya . Berdasarkan pandangan tersebut maka sebuah perusahaan dituntut untuk melaporkan
informasi dengan berfokus pada triple bottom line yang mencakup
aspek financial, social, dan environment. Dengan dilaporkannya aspek-aspek tersebut maka
keberadaan sebuah perusahaan akan menjadi lebih dari sekedar institusi untuk memperkaya
shareholder saja tetapi lebih dari itu sebuah perusahaan akan menegaskan dirinya sebagai bagian
dari sebuah sistem sosial yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Interaksi tersebut menghasilkan sebuah
konsekuensi bagi perusahaan untuk memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sekitarnya
dengan berupaya mengadakan perbaikan terhadap kondisi sosial lingkungan dan meminimalisir
dampak lingkungan yang dihasilkan sebagai akibat dari operasional perusahaan. Upaya-upaya
tersebut kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility.
Teori legitimasi mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya mengurangi expectation
gap dengan masyarakat (publik) sekitar guna meningkatkan legitimasi (pengakuan)
masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan hendak menjaga reputasinya, yaitu dengan menggeser
pola orientasi (tujuan) yang semula semata-mata diukur dengan economic measurement yang
cenderung shareholder orientation, ke arah memperhitungkan faktor sosial (social factors)
sebagai wujud kepedulian dan keberpihakan terhadap masalah sosial kemasyarakatan
(stakeholder orientation). Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta
mendudukkannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat
mendukung dalam pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going
concern.
Gray et al (1995) melakukan penelitian mengenai Corporate Social Responsibility
Disclosure dengan studi longitudinal pengungkapan perusahaan Inggris terkait sosial dan
lingkungan pada rentang waktu 1979-1991. Terkait tren untuk teori legitimasi, dengan referensi
khusus untuk strategi Lindblom’s. Teori Legitimasi dapat digunakan untuk menjelaskan motivasi
perusahaan melakukan praktek pengungkapan sosial tersebut. Hal ini juga didukung oleh Lahn
yang mengatakan bahwa teori legitimasi lebih tepat untuk menjelaskan alasan pengungkapan
tanggungjawab sosial perusahaan.
Selain itu Deegan dan Rankin (1996) juga menggunakan teori legitimasi untuk
menjelaskan perubahan kebijakan pengungkapan laporan tahunan lingkungan sekitar penuntutan
lingkungan. Terbukti perusahaan dituntut mengungkapkan informasi lingkungan secara lebih
signifikan pada tahun terjadinya penuntutan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perusahaan
dituntut mengungkapkan informasi lebih dari perusahaan non-dituntut. Brown dan Deegan
(1998) menekankan peran media dalam membentuk ekspektasi masyarakat dan menunjukkan
bahwa pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan dalam pelaporan semakin meningkat
menanggapi perhatian media yang negatif.
Dari beberapa studi empiris yang telah disebutkan di atas dapat kita simpulkan bahwa
begitu pentingnya legitimasi dari para stakeholder sehingga membuat perusahaan senantiasa
berupaya membuat masyarakat (stakeholder) menjadi yakin dan percaya bahwa perusahaan telah
menjalankan operasional sesuai dengan batasan-batasan dan norma-norma masyarakat dimana
mereka berada.
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan
yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun
sesuai dengan system norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial
(Suchman, 1995). Kaitannya dengan hal itu, Richardson (1987) mengatakan bahwa akuntansi
adalah institusi yang melegitimasi dan memberikan suatu makna dimana nilai-nilai sosial
dihubungkan dengan tindakan ekonomi. Sehingga perusahaan akan berupaya keras untuk
memperoleh legitimasi dari masyarakat melalui Corporate Social Responsibility dan
pengungkapan informasi tersebut.
IV.III Teori Stakeholder dalam Corporate Social Responsibility
Teori Stakeholder membedakan antara stakeholder yang memiliki power kuat dengan
stakeholder yang memiliki power lemah atau bias dikatakan melihat para pemangku kepentingan
karena mereka akan memberikan energy , sumber daya dan informasi penting bagi
perusahaan.Dalam konteks ini perusahaan akan menciptakan modal sosial di samping modal
intelektual , modal lingkungan dan modal financial. Sembiring (2005) berpendapat bahwa secara
teoretis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan. Di samping itu, perusahaan yang lebih
besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan
memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan
sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas.
Dari sisi tenaga kerja, dengan semakin banyaknya jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan,
maka tekanan pada pihak manajemen untuk memperhatikan kepentingan tenaga kerja akan
semakin besar. Program berkaitan dengan tenaga kerja yang merupakan bagian dari tanggung
jawab sosial perusahaan, akan semakin banyak dilakukan oleh perusahaan. Hal ini berarti bahwa
program tanggung jawab sosial perusahaan juga semakin banyak dan akan diungkapkan dalam
laporan tahunan.
Jadi , kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan corporate
social responsibility. Artinya, ada atau tidaknya kepemilikan manajerial tidak akan
mempengaruhi kebijakan pengungkapan corporate social responsibility.
DAFTAR PUSTAKA
Deegan,Craig.2004.Financial Accounting Theory.Australia.McGraw-Hill
Rahardja,Edy,dkk.2011.Implementasii Coporate Social Responsibility Dalam
Perspektif Teori Stakeholder.Jurnal Aplikasi Manajemen vol. 9 no.2
.Semarang.Universitas Diponegoro
Indrawati,Novita.2009.Pengaruh Environmental Performance dan Political Visibility
Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam
Annual Report .Jurnal Ichsan Gorontalo.Vol.3.No.4.
Harsanti,Ponny.2011. Corporate Social Responsibility dan Teori Legitimasi . Kudus,Jawa Tengah.Universitas Muria Kudus.
A+ CSR Indonesia (2012).Corporate Social Responsibility (CSR). http://csrindonesia.com/. 18 Juni 2012
Bintan (2012). http://www.bintan-s.web.id/2011/11/metode-metode-sosiologi.html.
Suaryana,Agung.Febriyana. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.Bali.Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Badjuri,Achmad.2011. Faktor-Faktor Fundamental,Mekanisme Corporate Governance,Pengungkapan Corporate Social Responsibility Perusahaan Manufaktur dan Sumber Daya Alam di Indonesia.SemarangJurnal Keuangan dan Perbankan.Vol3.No.1
Chariri,Anis.Nugroho,Firman Aji.Reorika Dalam Pelaporan Corporate Social Responsibility :Analisis Semiotik atas Sustainbility Reporting PT.Aneka Tambang.Semarang.Universitas Diponegoro.
Safitri, A.N. 2012. Pengaruh Pengungkapan Intellectual Capital dan Pengungkapan CSR terhadap Kinerja Perusahaan. Semarang. Universitas Diponegoro
Moir,Lance.2011. What Do We Mean By Corporate Social Responsibility.Bedford. England.Cranfield University
.
R Freeman et al.2001.A Stakeholder Approach to Strategic Management.Virginia.United States.University of Virginia.