29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut adalah radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut atau manifestasi dati radang saluran nafas atas. Bila laringitis ini berlangsung lebih dari 3 minggu maka disebut laringitis kronis. Laringitis kronis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Laringitis kronis terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus menerus 1,2,3 . Laringitis kronis ini dapat timbul pada anak – anak maupun dewasa. Angka kejadian untuk laringitis kronik ini lebih banyak diderita oleh pria dari pada wanita 1 . Etiologi dari laringitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi tuberculosis, infeksi jamur, sifilis, pajanan terhadap debu, kebiasaan merokok dan sering mengkonsumsi alkohol 1,2,3 . Berdasarkan etiologinya, laringitis kronik dapat dibagi atas laryngitis kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen (rangsangan fisik oleh 1

Lapsus Laringitis Kronik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

..

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut adalah

radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut

atau manifestasi dati radang saluran nafas atas. Bila laringitis ini berlangsung

lebih dari 3 minggu maka disebut laringitis kronis. Laringitis kronis adalah proses

inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu

yang lama. Laringitis kronis terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus

menerus1,2,3.

Laringitis kronis ini dapat timbul pada anak – anak maupun dewasa.

Angka kejadian untuk laringitis kronik ini lebih banyak diderita oleh pria dari

pada wanita1.

Etiologi dari laringitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi

tuberculosis, infeksi jamur, sifilis, pajanan terhadap debu, kebiasaan merokok dan

sering mengkonsumsi alkohol1,2,3.

Berdasarkan etiologinya, laringitis kronik dapat dibagi atas laryngitis

kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan

oleh faktor eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan

kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) dan factor

endrogen ( bentuk tubuh, kelainan metabolic,) sedangkan yang spesifik

disebabkan tuberkulosis dan sifilis1.

Pengobatan untuk laringitis kronik adalah dengan cara menganjurkan

pasien untuk tidak banyak bicara, menjauhkan pasien dari faktor pemicu seperti

asap, dan debu. Pemberian antibiotik dapat diberikan apabila terdapat tanda –

tanda infeksi1.

Dari penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas laporan

kasus yang berjudul “ Laringitis Kronik”.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi laring

Gambar1. Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuk

laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung

dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus

laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri

dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan

ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang

berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah

superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat

mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung

ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara

itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago

2

tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan

superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk piramid

bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah

prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessusmuskularis lateralis.

Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda

vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau

bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda

vokalis suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis

tengah tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong

makanan yang ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua

pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni

kartilago kornikulata dan kuneiformis.

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik.

Otot ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot

ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid)

yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid,

m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan antara

berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang

membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk

teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid

kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis.5 Laring disarafi oleh

cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus

inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf

motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri

laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung

dengan vena tiroid superior dan inferior5.

3

2.2. fisiologi Laring

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,

sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk

mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan

menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang

telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat

dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur mengatur

besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka

didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.

Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi

darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu

gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong

bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.

Laring juga

mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,

menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan

membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada1.

2.3. Laringitis Kronis

A. Definisi

Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang

berlokasi di saluran nafas atas, yang terjadi lebih dari 3 minggu2.

B. Etiologi Hampir

setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis

biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas.

Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam

sebab diantaranya adalah1,2,3.:

1. Infeksi bakteri

2. Infeksi tuberkulosis

4

3. Sifilis

4. Leprae

5. Virus

6. Jamur

7. Actinomycosis

8. Penggunaan suara berlebih

9. Kebiasaan merokok

10. Alergi

11. Faktor lingkungan seperti asap, debu

12. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis

13. Alkohol

14. Gatroesophageal refluks

C. Klasifikasi Laringitis Kronis

Berdasarkan Etiologi dapat dibagi atas laryngitis kronik non spesifik dan

spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen

(rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia, infeksi kronik

saluran napas atas atau bawah, asap rokok) dan factor endrogen ( bentuk tubuh,

kelainan metabolic,) sedangkan yang spesifik disebabkan tuberkulosis dan

sifilis.

D. Patofisiologi

laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan

adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis

kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya

sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel

bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan

menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial.

Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan

sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada

daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti

juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis,

5

parakeratosis dan akantosis4,5.

E. Manifestasi Klinis

Suara serak atau tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali (afonia)

Batuk berat

Suara serak yang persisten

Tenggorokan terasa gatal dan tidak nyaman

Demam

Tidak enak badan

Sakit tenggorokan

Pembengkakan Laring yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan

pernafasan

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis

(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.

2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai

infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.

3.  Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang

sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan

subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan

tampak dibawah pita suara.

G. Penatalaksanaan

1. Pasien diminta untuk tidak banyak bicara untuk mengobati peradangannya.

2. Menjauhkan dari faktor pemicu, seperti pajanan asap, kebiasaan merokok.

3. Antibiotik penisilin dapat diberikan dengan dosis anak 3x500 mg/kgBB dan

dewasa 3x500 mg/hari.

H. Prognosis

6

Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari

laringitis kronis tersebut.

BAB III

7

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS

Nama : Tn. I

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Suku/Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Aiptu Wahab, 15 ulu Palembang

Tanggal MRS : 28 Mei 2013

3.2. ANAMNESA

Keluhan Utama :

Suara serak sejak 2 tahun yang lalu

Keluhan Tambahan :

Tenggorokan terasa sakit sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke poliklinik THT RS Muhammadiyah Palembang

pada tanggal 28 Mei 2013 dengan keluhan suara serak sejak 2 tahun yang

lalu. Keluhan disertai dengan adanya batuk dan pilek.

Pasien juga mengeluh tenggorokannya sakit dan terasa kering sejak

2 bulan yang lalu. Pasien mengkau jika batuk disertai dengan dahak

berwarna putih. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan intensive

selama 6 bulan. Pasien juga mengaku saat pertama kali mengalami keluhan

ini pasien mengalami demam.

Pasien memiliki kebiasaan merokok yang sudah lebih dari 10

tahun. Pasien mengaku tidak pernah berobat sebelumnya. Pasien mengaku

8

tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama sebelumnya, tidak ada

riwayat DM dan asma, riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

Saat ini pasien datang ke poliklinik THT di RS. Muhammadiyah

Palembang dengan keadaan sudah tidak demam, tetapi suara serak dan

tenggorokan sakit masih dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, dan astma disangkal oleh

penderita.

Riwayat Alergi :

Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi debu, makanan dan obat

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,5 0C

b. Status Generalis

- Kepala : normocephali, wajah simetris

Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

- Leher : pembesaran KGB (-)

- Thoraks

Paru

a) Inspeksi : simetris, retraksi interkosta (-)/(-)

9

b) Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra

c) Perkusi : sonor pada semua lapang paru

d) Auskultasi : vesikular (+)/(+) normal, wheezing (-)/(-), ronki (-)/(-)

Jantung

a) Inspeksi : tidak tampak iktus kordis

b) Palpasi : teraba iktus kordis pada ICS IV linea mid aksilaris

anterior sinistra

c) Perkusi :

Batas atas : ICS II linea midklavikularis sinistra

Batas kanan : ICS IV – V linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea mid aksilaris anterior sinistra

d) Auskultasi : S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

- Abdomen

Inspeksi : datar, lemas

Palpasi : teraba massa (-), pembesaran hepar-lien (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) normal

- Ekstremitas

a) Superior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan

gerak (-)/(-)

b) Inferior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan

gerak (-)/(-)

10

b. Pemeriksaan Khusus

- Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan Kanan Kiri

Bentuk daun telingaNormal, deformitas

(-)

Normal, deformitas

(-)

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Radang, tumor Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Nyeri penarikan

daun telingaTidak ada Tidak ada

Kelainan pre-,

infra-,

Retroaurikular

Tidak ada Tidak ada

Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Meatus aurikular

ekstrernaLapang, serumen (-) Lapang, serumen (-)

Membran timpani

Intak, hiperemis (-),

edema (-), refleks

cahaya (+)

Intak, hiperemis (-),

edema (-), refleks

cahaya (+)

11

- Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal

Pemeriksaan Kanan Kiri

Bentuk hidung Normal, deformitas

(-)

Normal, deformitas

(-)

Tanda peradangan

Hiperemis (-), panas

(-), nyeri (-),

bengkak (-)

Hiperemis (-), panas

(-), nyeri (-),

bengkak (-)

VestibulumHiperemis (-), sekret

(-)

Hiperemis (-), sekret

(-)

Cavum nasi

Rongga cavum nasi

sangat lapang,

edema (-), hiperemis

(-),

Lapang, edema (-),

hiperemis (-)

Konka inferior Eutrofi Eutrofi

Meatus nasi inferior Eutrofi Eutrofi

Konka medius Eutrofi Eutrofi

Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Pasase udara Hambatan (-) Hambatan (-)

Daerah sinus

frontalis

Tidak ada kelainan,

nyeri tekan (-)

Tidak ada kelainan,

nyeri tekan (-)

Daerah sinus

maksilaris

Tidak ada kelainan,

Nyeri tekan (-)

Tidak ada kelainan,

Nyeri tekan (-)

12

- Pemeriksaan Tenggorok

Pemeriksaan Kanan Kiri

Dinding pharynxHiperemis (+),

granular (-)

Hiperemis (+),

granular (-)

Arkus pharynxSimetris, hiperemis

(-), edema (-)

Simetris, hiperemis

(-), edema (-)

Tonsil

T1/T1, hiperemis (-),

permukaan mukosa

rata, granular (-),

kripta tidak melebar,

detritus (-),

perlengketan (-)

T1/T1, hiperemis (-),

permukaan mukosa

rata, granular (-),

kripta melebar (-),

detritus (-),

perlengketan (-)

UvulaLetak di tengah,

hiperemis (-)

Letak di tengah,

hiperemis (-)

Lharynx Hiperemis (+), massa/ nodul (-)

3.4. Resume

Pasien juga mengeluh tenggorokannya sakit dan terasa kering sejak

2 bulan yang lalu. Pasien mengkau jika batuk disertai dengan dahak

berwarna putih. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan intensive

selama 6 bulan. Pasien juga mengaku saat pertama kali mengalami keluhan

ini pasien mengalami demam.

Pasien memiliki kebiasaan merokok yang sudah lebih dari 10

tahun. Pasien mengaku tidak pernah berobat sebelumnya. Pasien mengaku

tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama sebelumnya, tidak ada

riwayat DM dan asma, riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

Saat ini pasien datang ke poliklinik THT di RS. Muhammadiyah

Palembang dengan keadaan sudah tidak demam, tetapi suara serak dan

tenggorokan sakit masih dirasakan.

13

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik generalis ditemukan dalam batas

normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik khusus pada pemeriksaan

tenggorokan ditemukan dinding pharynx dan lharynx hiperemis.

3.5. Diagnosis Banding

a. Laringitis Kronik

b. Nodul Pita Suara

3.6. Diagnosis Kerja

Laringitis Kronik

3.7. Usulan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari untuk

mengetahui kuman penyebab.

3.8. Penatalaksanaan

a. Non Medikamentosa

- Menganjurkan pasien untuk tidak banyak bicara

- Menganjurkan pasien untuk menjauhi faktor pemicu seperti kebiasaan

merokok

- Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan

mempercepat proses penyembuhan.

- Kontrol post operatif ke poliklinik THT.

b. Medikamentosa

- Antibiotik; Amoxicilin 3 x 500 mg tablet

- Ambroxol 3 x 30 mg tablet

14

3.9. Prognosis

a. Quo ad vitam : ad bonam

b. Quo ad fungsionam : ad bonam

c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

15

BAB IV

PEMBAHASAN

Tabel 4.1. Anamnesis secara teori dan kasus.

Anamnesis

Teori Kasus

- Dapat terjadi pada anak dan

dewasa

- Lebih sering pada pria

Etiologi :

1. Infeksi bakteri

2. Infeksi tuberkulosis

3. Sifilis

4. Leprae

5. Virus

6. Jamur

7. Actinomycosis

8. Penggunaan suara berlebih

9. Kebiasaan merokok

10. Alergi

11. Faktor lingkungan seperti asap, debu

12. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis

13. Alkohol

14. Gatroesophageal refluks

Keluhan :

Suara serak atau tidak dapat

mengeluarkan suara sama

- Dewasa 53 tahun

- pria

- Diduga akibat kebiasaan merokok

- Mengeluh suara serak, batuk pilek

dan tenggorokan terasa sakit. Dan

mengalami demam saat pertama kali

16

sekali (afonia)

Batuk berat

Suara serak yang persisten

Tenggorokan terasa gatal dan

tidak nyaman

Demam

Tidak enak badan

Sakit tenggorokan

Pembengkakan Laring yang

dapat menyebabkan terjadinya

gangguan pernafasan

- Pemeriksaan fisik tampak mukosa

menebal, permukaanya tidak rata

dan hiperemis

mengalami keluhan.

- Pemeriksaan fisik: pemeriksaan

tenggorokan ditemukan dinding

faring danl aring hiperemis

Berdasarkan kedua data tersebut, maka diagnosis laringitis kronik ini lebih kuat.

Tabel 4.2. Diagnosis banding

Diagnosis Banding

Teori Laringitis Kronik Nodul Pita suara

Definisi Laringitis kronis adalah

inflamasi dari membran

mukosa laring yang berlokasi

di saluran nafas atas, yang

terjadi lebih dari 3 minggu.

Nodul pita suara adalah

peradangan kronik pada

pita suara dengan

pembentukan suatu massa

jaringan yang letaknya

pada perbatasan sepertiga

depan dan sepertiga tengah

pita suara

- Sering pada anak dan - Penyakit ini biasa

ditemukan pada orang

17

dewasa

- Lebih sering pada wnita

- Etiologi :

1. Infeksi bakteri

2. Infeksi tuberkulosis

3. Sifilis

4. Leprae

5. Virus

6. Jamur

7. Actinomycosis

8. Penggunaan suara berlebih

9. Kebiasaan merokok

10. Alergi

11. Faktor lingkungan seperti asap, debu

12. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis

13. Alkohol

14. Gatroesophageal

refluks

- Keluhan :

Suara serak atau tidak

dapat mengeluarkan

suara sama sekali

(afonia)

Batuk berat

Suara serak yang

persisten

dewasa

- Disebabkan oleh

penyalahgunaan suara

yang terlalu keras dan

lama, seperti yang

sering terjadi pada

profesi guru, penyanyi

dan sebagainya.

- Gejala awal dapat

berupa terputusnya

suara pada waktu

menyanyikan nada

tinggi, timbul suara

serak yang menetap,

kadang disertai batuk

18

Tenggorokan terasa

gatal dan tidak nyaman

Demam

Tidak enak badan

Sakit tenggorokan

Pembengkakan Laring

yang dapat

menyebabkan

terjadinya gangguan

pernafasan

Pemeriksaan

fisik

Pemeriksaan fisik tampak

mukosa menebal, permukaanya

tidak rata dan hiperemis.

Pada pemeriksaan laring

tampak nodul di pita suara

sebesar kacang hijau atau

lebih kecil, berwarna

keputihan.

Berdasarkan diagnosis banding, maka pasien ini ditegakkan diagnosis sebagai

Laringitis Kronis

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher.

Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina

Rupa Aksara 1994; 1-4, 10-5, 229.

2. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth &

Co Ltd. 1997. page 1/12/1-1/12/18

3. Moore, E.J and Senders, C.W. Cleft lip and palate. In : Lee, K.J. Essential

Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut.

McGraw-Hill, 2003: 241-242.

4. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear,

head and neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 1993

5. Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology -

Head and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby, 1993.

6. Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons.

Volume 1 : Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966 :

425-456

7. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey.

Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1.

Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 479-486.

20