Upload
maheswara-harsya
View
250
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BLOK XIII : UROGENITAL
LAPORAN KASUS KUNJUNGAN LAPANGAN
“Batu Buli-buli”
DISUSUN OLEH :
A.A.A. Lie Lhianna. M.P. (H1A013001)
Aditya Agung P. (H1A013002)
Ahia Zakira Rosmala (H1A013003)
Ahmad Haviz (H1A013004)
Alfian Rizki Maulana (H1A013005)
Dosen Pembimbing : dr. Ni Made Reditya Noviyani
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Nusa Tenggara Barat
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Penumbuhan batu pada kandung kemih merupakan penumpukan mineral yang terjadi
pada kandung kemih. Batu buli – buli berkembang ketika urine yang ada di kandung kemih
menumpuk atau terkonsentrasi, sehingga mineral yang terkandung dalam urine pun
mengalami kristalisasi. Penumpukan urine seringkali berujung pada penyumbatan kandung
kemih. Batu buli – buli tidak selalu memberikan gejala atau tanda tertentu, dan seringkali
seseorang diketahui mengidap batu buli – buli ketika orang yang bersangkutan melakuakan
check up untuk mengetahui masalah medis yang lain. Ketika batu buli – buli terjadi, maka
gejala yang dialami cukup bervariasi mulai dari rasa nyeri pada perut hingga darah pada air
seni anda. Batu kecil pada kandung kemih terkadang sembuh dengan sendirinya, namun pada
kebanyakan kasus dibutuhkan bantuan profesional seperti operasi untuk mengangkat batu
pada kandung kemih. Apabila tidak diobati, maka batu buli – buli dapat menyebabkan
infeksi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Batu kandung kemih adalah batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan
leher kandung kemih. Batu buli – buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang
turun ke buli – buli. Penyakit ini jarang terjadi di negara maju dan biasanya dikaitkan dengan
adanya obstruksi saluran kemih, infeksi kronis, atau kehadiran benda asing intravesical. Batu
buli ini lebih sering mengenai laki – laki dibandingkan wanita dan dapat terjadi pada anak –
anak sehubungan dengan kurang gizi.
A. Anatomi
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler,
dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika terdiri dari sel-sel transisional yang
sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli
kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut
trigonum buli-buli. Secara anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior
dan (3) permukaan posterior.
Gambar 1. Sistem urinarius
3
Gambar 2. Anatomi Buli-buli
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urin, buli-
buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih
adalah 300-450 ml. Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada
saat penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Buli-buli
yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan aktivasi
miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot
detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses
miksi.
B. Etiologi
Beberapa di antaranya adalah usia, jenis kelamin, benda asing, dan dehidrasi (kurang
minum, suhu tinggi). Obstruksi merupakan penyebab utama di lebih dari 75% kasus batu
kandung kemih, disertai stasis dan infeksi, perubahan pH urin, urin jenuh dan nukleasi
heterogen, dengan pembentukan batu. Kondisi ini biasanya mempengaruhi orang pada usia
lebih dari 50 tahun, benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah penyebab paling umum,
diikuti oleh striktur uretra dan adenokarsinoma prostat. Batu ini terbuat dari asam urat,
kalsium oksalat atau magnesium amonium fosfat (struvite). Yang terakhir terkait dengan
infeksi oleh bakteri "pemutus" urea. Umumnya batu ini unik, tetapi mungkin menjadi lebih
banyak di 25-30% kasus.
4
C. Patofisiologi
Batu buli umumnya disebabkan oleh stasis urine dan atau infeksi berulang akibat
obstruksi uretra dan buli neurogenik. Batu terdiri dari kristal-kristal yang tersusun oleh bahan
organic maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan terlarut dalam urine, jika tidak terdapat keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan
presipitasi Kristal. Kristal – krstal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan lain sehingga jadi kristal yang
lebih besar. Agregat kristal menempel pada saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan
dari sini semakin membentuk batu yang cukup besar untuk untuk menyumbat saluran kemih.
Pada penderita dengan usia tua atau dewasa biasanya komposisi batu merupakan batu
asam urat yakni lebih dari 50% dan berlokasi pada vesika. Batu buli juga dapat terjadi pada
pasien trauma vertebra dengan kandungan batu yakni batu struvit atau Ca fosfat. Gambaran
fisik batu dapat halus maupun keras.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinisnya bisa asimptomatis atau terdapat hematuria, infeksi saluran
kemih berulang, dan atau retensi urin. Gejala seperti nyeri suprapubik, disuria, pancaran urin
lemah, hesitansi, frekuensi, urgensi, dan nyeri pada glans dapat terjadi pada lebih dari 50%
pasien. Gejala khas lainnya terminal makroskopis hematuria, gejala iritasi antara lain,
perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi
lancer kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi sering kali dirasakan
pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, sesuai dengan yang telah
dituliskan pada bagian manifestasi klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang:
Pemeriksaan urin, dapat dilakukan dan hasilnya dapat menggambarkan jenis batu
dalam waktu singkat. Pada pemerisaan dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil
pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase dan darah.
Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasional jika
dicurigai adanya infeksi.
5
Pemeriksaan dengan urografi dapat dilakukan, namun memiliki kelemahan karena
hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat
merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu tersebut kadang dilapisi oleh selaput
yang berupa kalsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Plapisan adalah hal
yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan
hematuri sebelumnya.
Pemeriksaan IVP adanya batu ditunjukkan dengan filling defek.
USG, batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu
yang radioopaque dan radiolucent.
CT scan, batu akan terlihat sebagai batu yang keruh.
MRI, akan terlihat lubang hitam yang semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya
terisi penuh, ini digambarkan sebagai batu.
Sistoskopi
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu buli-buli harus mempertimbangkan ukuran dan komposisi batu,
komorbiditas pasien, riwayat operasi sebelumnya, dan kelainan anatomi dari saluran kemih
bagian bawah, biaya, serta peralatan yang tersedia. batu buli dapat dipecahkan dengan
litotripsi, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan
memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang
kejut luar tubuh, extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) yang dapat memecahkan
batu tanpa melukai tubuh sama sekali dengan ukuran batu tidak lebih besar dari 2 cm..
Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan
dipecahkan, batu akan hancur kemudian keluar bersama urin. Bila terlalu besar dapat
dilakukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi).
Terapi bedah dilakukan bila tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau
bila cara non bedah tidak berhasil. Indikasinya adalah bila batu buli berukuran lebih dari 3 cm
dan selalu menjadi penyebab gangguan miksi yang hebat, sehingga perlu tindakan untuk
mengeluarkannya.
6
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Bp. I
Usia : 51 tahun
Alamat : Kampung Kamasan
JenisKelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang Pijat
Status : Menikah
Suku : Sasak
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Nyeri saat buang air kecil
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil yang dikatakan pasien
sudah berbulan-bulan dan pasien sering buang air kecil saat malam hari. Nyeri juga
dirasakan di daerah perut yang menjalar hingga pinggang. Tidak hanya saat buang
kecil saja pasien merasakan nyeri bahkan nyeri pun dirasakan saat pasien buang air
besar. Saat buang air kecil, pasien merasakan bahwa kencing tidak lampias dan
pancaran lemah, terasa panas pada penis hingga ujung penis serta pasien juga
mengeluhkan bahwa kencingnya menetes. Berdasarkan pengakuan pasien, tidak
ditemukannya urin yang mengandung darah (hematuia ) dan tidak berpasir pada urin
pasien. Riwayat pemasangan kateter pun disangkal oleh pasien.
Mual dan muntah juga dialami pasien ketika pasien baru masuk masuk RS serta
mengalami penurunan nafsu makan. Mual dan muntah tidak dirasakan lagi setelah 2
hari pasien mendapat perawatan di RS.
7
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu seperti hipertensi. Akan tetapi,
saat 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
pasien sempat mengalami KU tetapi hilang timbul.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
e. Riwayat Sosial
Berdasarkan pengakuan pasien, pasien mengaku jarang mengonsumsi air dan
hanya minum air saat makan saja, jika tidak sedang makan maka pasien memilih
untuk tidak minum air dan lebih memilih meminum kopi. Pasien mengaku bahwa
kopi lebih sering dikonsumsi oleh pasien dibanding dengan air.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Vital Sign :
- TD : 90/50 mmHg
- Nadi : 100x/menit
- T : 37,0O C
- RR : 20x/menit
Status Generalis:
Kepala :
1. Ekspresi wajah : Normal
2. Bentuk dan ukuran : normochepali
3. Rambut : normal
4. Udema (-)
Mata :
1. Simetris
2. Udema palpebra (-/-)
3. Konjungtiva : anemia (-/-)
4. Sklera : ikterus (-)
5. Penglihatan : normal
8
Telinga :
1. Simetris
2. Sekret (-)
3. Pendengaran : normal
Hidung :
1. Simetris, deviasi septum (-)
2. Perdarahan (-), secret (-)
Mulut :
1. Sianosis (-)
2. Pigmentasi (-)
3. Mukosa : normal
Leher :
1. Massa (-)
2. Pembesaran KGB (-)
3. Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Kulit dan Selaput Lendir : Normal
Abdomen- Pelvic- Inguinal :
Inspeksi :
Distensi (-), massa (-), bentuk datar, schapoid (-), striae (-), hernia (-),
pelebaran vena (-), lesi (+), jejas (+), pulsasi (-), warna kulit abdomen
normal.
Auskultasi:
Jumlah bising usus: 6x/ menit
Perkusi : nyeri (+)
Palpasi: nyeri (+)
Ekstremitas :
Hangat (+), Edema (-)
IV. RESUME
Pasien laki-laki usia 51 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara
Barat, dengan keluhan nyeri saat BAK yang dikatakan pasien sudah berbulan-bulan.
Pasien bekerja sebagai tukang pijat. Kehidupan sosial pasien khususnya mengonsumsi
air dapat dikatakan sangat kurang karena berdasarkan pernyatan pasien bahwa jika tidak
makan maka tidak mengonsumsi air. Pasien juga kerap menahan kencing. Pasien juga
9
mengeluh karena sering buang air kecil saat malam hari. Selain nyeri saat BAK, nyeri
juga dirasakan di daerah perut dengan penjalaran hingga pinggang. Tidak hanya saat
buang kecil saja pasien merasakan nyeri bahkan nyeri pun dirasakan saat pasien buang
air besar. Saat buang air kecil, pasien merasakan bahwa kencing tidak lampias dan
pancaran lemah, terasa panas pada penis hingga ujung penis serta pasien juga
mengeluhkan bahwa kencingnya menetes.
Mual dan muntah juga dialami pasien ketika pasien baru masuk masuk RS serta
mengalami penurunan nafsu makan. Pasien sempat mengalami hal serupa namum hilang
timbul, sampai pada akhirnya pasien mengalami keluhan kembali dan memberat
sehingga pasien dan keluarga pasien memutuskan untuk memeriksakan diri ke rumah
sakit, yakni pada hari Sabtu, 12 September 2015.
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri ketok pada sudut kostovertebra (-/+) dan nyeri
tekan pada suprapubis (+). Didapatkan pula RR 30 – 35x/menit (takipneu), hiperkalemia,
oligouria, hiponatremia berat.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pre-Operasi
Hasil Laboratorium:
Hematologi
Hb : 11,6 gr/dl
Lekosit : penuh/lpb
Hematokrit : 33,5%
Trombosit : 355 x 109 /L
PPT : 15,4 detik
APTT : 24,9 detik
Faal Ginjal
Serum Kreatinin : 5,1 mg%
Ureum : 229 mg%
10
Asam Urat : 11,4 mg%
Faal Hati
Bilirubin total : 2,05 mgl/dl
Bilirubin direct : 1,34 mgl/dl
SGPT : 21 U/L
SGOT : 15 U/L
Glukosa sewaktu : 152 mg%
Elektrolit
Na : 124 mmol/L
Kalium : 6,0 mmol/L
Chlorida : 100 mmol/L
VI. DIAGNOSIS
Batu Buli-buli
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Cystogram/ intravenous pyelografi : jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto
KUB tidak dapat menunjukkan adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan
pemeriksaan IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.
CT Scan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri
perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli yang
tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.
USG : untuk melihat apakah terdapat batu pada saluran kemih (buli-buli). Batu buli
akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu yang
radiopaque atau radiolucent.
11
VIII. PLANNING
Evaluasi ulang Na/K/Cl, BUN/SC : untuk memastikan hasil.
Infus RL
Inj. Cefiaxone 2x1 (dilakukan skin test terlebih dahulu)
Inj. Ketorolac 3x1
CaCO3 3x1
Konsul anastesi
Urgent Vesikolitotomi dan biopsi buli
IX. PROGNOSIS
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak sehingga
urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat
komponen pembentuk batu. Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran
kemih rata-rata 7% /tahun atau >50% dalam 10 tahun mengalami kekambuhan.
BAB 4
12
PEMBAHASAN
Batu kandung kemih atau batu buli – buli atau disebut juga vesikolitiasis, adalah batu
yang berada pada kandung kemih dan dapat menghalangi aliran air kemih. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh obstruksi, kurang minum, iklim dengan paparan sinar UV yang tinggi
sehingga membuat dehidrasi dan peningkatan produksi vitamin D3 yang memicu peningkatan
eksresi kalsium dan oksalat sehingga insiden batu pada saluran kemih dapat meningkat.
Selain itu pula terdapat faktor resiko yakni usia dan jenis kelamin. Pasien kami laki –
laki berusia 51 tahun, dengan pekerjaan sebagai tukang pijet dan sehari – harinya jarang
sekali minum air putih. Gejala klinis penyakit ini beberapa di antaranya adalah nyeri
suprapubik, nyeri pada saat miksi dari ujung penis hingga ujung kaki, hesitansi, intermitensi,
disuria, frekuensi, urgensi, hematuria. Komposisi batu biasanya batu asam urat, batu struvit
atau Ca fosfat. Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan batu kandung kemih adalah
ESWL dan bedah.
Pasien telah mendapatkan terapi bedah untuk batu kandung kemihnya. Dari hasil
anamnesis terkait dengan sebelum operasi, pasien memberi keterangan bawha keluhan utama
datang ke rumah sakit adalah nyeri hebat pada pinggang hingga kaki. Awalnya nyeri masih
bisa ditahan oleh pasien, sehingga tidak dibawa ke rumah sakit. Hal ini sesuai dengan
patofisiologi batu kandung kemih, batu yang terbentuk semakin lama semakin besar, dan bila
telah menimbulkan gejala yang sangat mengganggu, barulah pasien datang ke rumah sakit.
Keluhan nyeri juga disertai dengan mual. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa tidur
lantaran harus bolak balik kamar mandi. Pada saat buang air kecil, terasa nyeri dan
kencingnya sering tiba – tiba berhenti sehingga pasien harus menggerakkan penisnya agar
kencing dapat keluar kembali. Bolak- balik kamar mandi hampir sepanjang hari terjadi,
sehingga pasien kadang malas untuk minum air lebih banyak. Volume urine yang keluar
sedikit, dan tidak ada darah bersama urine. Keterangan dari pasien ini, sesuai dengan
manifestasi klinis batu kandung kemih pada literatur.
Hematuria makroskopis tidak terdapat pada pasien, namun pada hasil pemeriksaan
laboratorium urinalisis di dapatkan hematuria mikroskopis dengan eritrosit lebih dari 20 dan
13
lekosit penuh per lapang pandang menunjukkan adanya inflamasi pada saluran kemih. Asam
urat pasien adalah 11,4 mg% dimana nilai normalnya 3,5 – 7,2 mg%.
Pada hasil pemeriksaan elektrolit, didapatkan nilai Na serum 124 mmol/L (normal:
135 – 146 mmol/L), Ka+ serum 6,0 mmol/L (normal: 3,4 – 5,4 mmol/L), Cl- serum 100
mmol/L (normal: 95 – 108 mmol/L. Pemeriksaan elektrolit dapat digunakan untuk
mengetahui faktor predisposisi pembentukan batu saluran kemih. Pemeriksaan ureum dan
kreatinin juga dilakukan untuk menilai fungsi ginjal. Nilai ureum pasien adalah 229 mg%
dimana terdapat kenaikan yang bisa disebabkan oleh dehidrasi, asupan protein yang tinggi,
dan proses katabolisme yang meningkat seperti pada demam atau infeksi, sehinggan kenaikan
ureum tidak spesifik pada fungsi ginjal. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini sesuai
dengan literatur, yaitu terapi bedah melihat ukuran batu pasien sebesar 9 cm.
DAFTAR PUSTAKA
14
Purnomo B.B. 2014. Dasar-dasar Urologi. Ed.3. CV Sagung Seto: Jakarta
Sjamsuhidajat R., et.al., editor. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Torricelli, FC ., et al. 2013. Surgical management of bladder stones. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23912371
Zomorrodi, A ., et al. 2015. Numerous Bladder Stones. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26161713
15