Upload
elviraicha
View
311
Download
24
Embed Size (px)
Citation preview
RU II Dumai
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak bumi (petroleum, crude oil) adalah campuran berbagai senyawa
hidrokarbon dalam berbagai komposisi yang berasal dari dalam bumi. Terdapat
dua teori pembentukan minyak bumi, yaitu teori Biogenic (organic source
material) yang menyatakan bahwa minyak bumi dihasilkan dari hasil proses
perubahan materi organik karena tekanan dan pemanasan selama kurun waktu
geologi (jutaan tahun), dan teori Abiogenic (anorganic source material)
menyatakan bahwa minyak bumi telah ada sejak terbentuknya bumi dan sifatnya
mengalir serta terkumpul pada tempat-tempat tertentu. Namun sebagian besar ahli
meyakini teori Biogenic, bahwa minyak bumi terbentuk dari binatang dan
tumbuhan laut yang tekubur selama jutaan tahun oleh pengaruh lingkungannya,
yaitu temperatur, tekanan, kehadiran senyawa logam dan mineral, letak geologis
dan waktu proses perubahan. Pengaruh lingkungan pada proses pembentukan
minyak bumi menyebabkan minyak bumi akan mempunyai komposisi yang
berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya.
Minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon. Berdasarkan perbedaan
komposisinya, minyak bumi dapat diklasifikasikan menjadi minyak bumi
parafinik (paraffinic-base crude oil), minyak bumi naftenik (naphthene-base
crude oil), dan minyak bumi aromatik (aromate-base crude oil). Minyak bumi
digunakan untuk menghasilkan berbagai macam bahan bakar, diantaranya LPG,
gasoline, avigas, jet fuel, kerosene, solar, IDO, serta bahan bahan lainnya seperti
aspal, pelumas, bahan pelarut, lilin dan bahan baku petrokimia.
Fungsi suatu pengilangan minyak bumi adalah mengubah minyak mentah
dengan berbagai proses menjadi suatu produk yang ekonomis dan dapat
dipasarkan. Dalam kilang minyak bumi dikenal beberapa proses pengolahan yang
dapat dikategorikan sebagai proses pemisahan fisis, proses konversi kimia dan
proses treating. Proses pemisahan dan treating secara fisis pada umumnya
merupakan proses pengolahan pertama, sedangkan proses konversi dan treating
Teknik KimiaUniversitas Riau 1
RU II Dumai
yang disertai dengan perubahan kimia dari senyawa-senyawa merupakan proses
lanjutan. PT Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara yang telah berubah
menjadi PT Persero dan bergerak di bidang energi petrokimia, mengubah minyak
mentah dengan proses pemisahan secara fisis, proses konversi kimia dan proses
treating menjadi produk berupa minyak dan gas yang bermanfaat sebagai sumber
energi di dalam negeri.
Konsumsi energi di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami
peningkatan yang diakibatkan oleh perkembangan maupun pertumbuhan kegiatan
ekonomi, peningkatan industrialisasi, pertambahan penduduk dan lain sebagainya.
Konsumsi energi yang cukup tinggi terutama berada di sektor industri. Sebagai
gambaran pada tahun 1975 di Indonesia, kebutuhan energi di sektor industri
mencapai 26% dari konsumsi energi total dan pada tahun 1990 meningkat
menjadi sekitar 47% dari konsumsi energi total. Keadaan ini akan semakin
bertambah sesuai dengan peningkatan atau pertumbuhan di sektor industri.
Masalah yang terjadi secara umum adalah terjadinya ketidakseimbangan
antara kebutuhan energi dengan suplai energi yang ada, dimana suplai energi
relatif masih lebih kecil dibandingkan kebutuhan energi yang dibutuhkan,
berdasarkan sumber yang diperoleh, kebutuhan energi di Indonesia rata-rata
pertahun meningkat 7-10% sedangkan suplai energi primer lebih kecil sekitar 2-
3% pertahun. Sehubungan dengan hal tersebut maka telah diambil suatu kebijakan
energi melalui usaha-usaha antara lain:
Intensifikasi energi yang dimaksudkan sebgai usaha meningkatkan survei
dan eksplorasi sumber energi.
Diversifikasi energi yang merupakan usaha penganekaragaman
penggunaan berbagai macam jenis energi.
Konservasi energi yang merupakan kegiatan untuk dapat memelihara
kelestarian sumber daya alam yang merupakan sumber energi dengan
memanfaatkan secara efisien, rasional dan bijaksana guna mencapai suatu
keadaan keseimbangan antara kegiatan pembangunan, pemerataan dan
pelestarian lingkungan hidup.
Teknik KimiaUniversitas Riau 2
RU II Dumai
Indeksasi usaha penentuan penggunaan energi secara tepat untuk setiap
sektor kegiatan terutama dalam sektor industri.
Secara teoritis, konsumsi energi di kilang minyak dan gas bumi dapat
mencapai sekitar 7,5% dari nilai produk yang dihasilkan sehingga perusahaan
PERTAMINA melakukan suatu program konservasi energi yang dapat
memberikan keuntungan-keuntungan antara lain :
Menekan biaya produksi.
Meningkatkan efisiensi di dalam pemanfaatan sumber daya.
Meningkatkan daya saing di pasaran berkaitan dengan komersialisasi
produk.
Kemampuan mengantisipasi terjadinya kelangkaan energi dapat dilakukan
secara dini.
Menekan adanya pencemaran lingkungan akibat bahan buangan dari
penggunaan energi di kilang.
1.2 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)
Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina). Bidang
usahanya adalah melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk
memperoleh hasil yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan Negara
serta memenuhi kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri.
Pertamina mengoperasi beberapa kilang minyak, kilang gas (LNG/LPG)
dan kilang petrokimia yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia dengan
tingkat kehandalan operasi dan keamanan yang tinggi.
Kilang minyak bumi di dalam negeri yang beroperasi di 6 unit pengolahan
(Tabel 1.1) telah beroperasi secara optimal dengan kapasitas terpasang ±
1.046.700 barrel per hari.
Tabel 1.1 Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero)
Teknik KimiaUniversitas Riau 3
RU II Dumai
NAMA KILANG KAPASITAS
RU I Pangkalan Brandan
RU II Dumai & Sei.Pakning, Riau
RU III Plaju-Sungai Gerong, SumSel
RU IV Cilacap & Cepu, Jawa Tengah
RU V Balikpapan, Kalimantan Timur
RU VI Balongan, Jawa Barat
RU VII Kasim, Papua
5.000 BPSD
170.000 BPSD
133.700 BPSD
348.000 BPSD
260.000 BPSD
125.000 BPSD
10.000 BPSD
TOTAL 1.046.700 BPSD
BPSD: Barel Per Stream Day
Pertamina dalam usahanya memiliki visi, misi dan tata nilai organisasi
sebagai berikut :
Visi : Menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia
Misi : Menjalankan perusahaan inti minyak, gas dan bahan bakar nabati
secara terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
Tata nilai :
Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak
menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas.
Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional,
mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar
biaya dan menghargai kinerja
Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa
Customer Focused (Fokus Pada Pelanggan)
Teknik KimiaUniversitas Riau 4
RU II Dumai
Beorientasi pada kepentingan pelanggan, dan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil
keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta
dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun
kemampuan riset dan pengembangan.
1.3 PT Pertamina RU II Dumai
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945: "Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar
untuk kemakmuran rakyat" maka hak untuk mengelola industri perminyakan jatuh
ke tangan pemerintah.
Tahun 1960, Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan kebijaksanaan yang
menyatakan bahwa penambangan minyak dan gas bumi hanya boleh dilaksanakan
oleh negara melalui perusaahaan negara. Semenjak itu, pihak asing yang terlibat
di dalamnya berdasarkan kepada kontrak saja.
Dua perusahaan negara dibentuk pada zaman transisi tersebut.
PERTAMINA yang diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk administrasi,
manajemen dan pengawasan terhadap kerja sama dibidang eksplorasi dan
produksi. Sementara itu PERTAMINA mendapat tanggung jawab untuk mengatur
proses distribusi minyak bagi kepulauan Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga ahli di bidang perminyakan,
PERMINA mendirikan Sekolah Kader Teknik di Brandan. PERMINA kemudian
juga mendirikan Akademi Perminyakan di Bandung pada tahun 1962. Kurikulum
dari Akademi Perminyakan meliputi berbagai aspek dalam industri perminyakan,
dan para lulusannya kemudian menjadi tenaga inti di PERMINA (yang kemudian
menjadi PERTAMINA). Tahun 1968, untuk mengkonsolidasi industri
perminyakan dan gas, manajemen, eksplorasi pemasaran dan distribusi maka
Teknik KimiaUniversitas Riau 5
RU II Dumai
PERMINA dan PERTAMINA merger menjadi PT PERTAMINA. Sejak 17
September 2003 Pertamina telah berubah status menjadi PT PERTAMINA
(PERSERO) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2003. Saat ini
Pertamina berada di bawah koordinator Menteri Negara BUMN.
Seperti kontraktor lainnya, sebagai pemain bisnis Pertamina juga
melakukan Kontrak Kerja Sama dengan BP Migas. Dengan berubahnya status
Pertamina menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) maka Pertamina menjadi
entitas bisnis murni yang lebih berorientasi laba.
Saat ini, Pertamina RU II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan
kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :
1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD
2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD
Berdasarkan surat keputusan Direktur Utama Pertamina Nomor
334/KPTS/DM/1967, dibangunlah kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan II
pada bulan April 1969. Pembangunan ini merupakan hasil kerja sama Pertamina
dengan Far East Sumitomo Jepang, atas dasar perjanjian “Turn Key Project”.
Pelaksana teknis pembangunan dilakukan oleh kontraktor asing :
IHI (Ishikawajima Harima Heavy Industries) yang membangun permesinan
dan instalasi.
TAISEI Construction Co. yang membangun kontruksi kilang minyak RU II
Dumai.
Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distillation Unit (CDU/100),
selesai pada bulan Juni 1971 dan berhasil melakukan test run pengolahan minyak
jenis Sumatra Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100.000 bbl/day atau 6 juta
liter/hari. Pada tanggal 9 September 1971 operasi kilang ini diresmikan dan diberi
nama Kilang Putri Tujuh, yang diambil dari cerita rakyat setempat. Crude
Distillation ini terdiri dari Topping Unit dan Plat Reformer dengan produk yaitu
naphtha, kerosene, solar/Automotive Diesel Oil (ADO) dan 55% - 60% volume
Low Sulphur Wax residu (LSWR). Kerosene dan solar dipakai untuk kebutuhan
dalam negeri, sedangkan residu diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat sebagai
dana angsuran untuk pembayaran hutang pembangunan kilang.
Teknik KimiaUniversitas Riau 6
RU II Dumai
Dalam jangka waktu tiga tahun, seluruh hutang pembangunan kilang dapat
dilunasi. Selanjutnya pengiriman residu ke Jepang tersendat-sendat karena pihak
Jepang menunda-nunda pembelian residu, sehingga residu yang menumpuk di
tangki menjadi melimpah. Karena kebutuhan akan bahan bakar dalam negeri
meningkat, maka pemerintah dalam hal ini Pertamina membangun proyek
Hydrocracking, yang bertujuan mengolah residu menjadi kerosene dan solar
semaksimum mungkin.
Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk
mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan
mendirikan unit-unit baru seperti:
1. Platforming Unit.
2. Naphtha Rerun Unit.
3. Hydrobon Unit.
4. Mogas Component Blending Plant.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tahun 1980 dengan ditandatangani
perjanjian pemakaian lisensi dan proses kilang Dumai dari Universal Oil Product
(UOP), dimana Amerika Serikat sebagai pemegang hak patent. Pada tanggal 27
April 1981 ditandatangani kontrak pembangunan perluasan kilang dengan
kontaktor utama Technidas Reunidas dan Centunion Spanyol.
Tahap – tahap pelaksanaan pembangunan proyek tersebut antara lain :
1. Survey tanah dilakukan oleh SOFOKO (Indonesia) dan dievaluasi oleh
HASKONING (Belanda).
2. Penimbunan area dilaksanakan oleh PT SAC Nusantara (Indonesia). Pasir
timbunan diambil dari pulau Jelintik (8 km dari area proyek) dengan cutter
section dredger.
3. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan oleh PT Jaya Sumpiles Indonesia
dengan jumlah tiang pancang 18.000 buah dan panjang 706 km.
4. Pembangunan unit-unit proses beserta fasilitas penunjang dikerjakan oleh
kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion Spanyol yang bekerjasama
dengan Jaya Group, dan sub kontraktor :
Teknik KimiaUniversitas Riau 7
RU II Dumai
a. DAELIM (Korea) mengerjakan kontruksi: High Vacuum Unit, HC Unibon
Unit, Hidrogen Plant Unit, Naphtha Hidrotreater Unit, CCR Platformer
Unit, Delayed Coking Unit, serta Amine dan LPG Recovery Unit.
b. HYUNDAI (Korea) mengerjakan kontruksi unit penunjang dan Offsite
Facilities yang meliputi Power Plant, Boiler Unit, Coke Calciner Unit,
Water Treated Boiler, Waste Water Treatment Unit, Tank Inter
Connection dan Sewer System.
c. Pembangunan tangki – tangki penyimpanan dilakukan oleh Toro Kanetsu
Indonesia.
d. Pembangunan Fasilitas Jetty dikerjakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia
e. Pembangunan sarana penunjang seperti pipa penghubung kilang lama dan
kilang baru, gedung laboratorium, gedung Fire & Safety, perkantoran dan
perumahan karyawan dikerjakan oleh kontraktor- kontraktor Indonesia.
f. Pengawasan proyek dilakukan oleh TRC dan Pertamina dibantu oleh
konsultan CF dari Amerika Serikat.
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan
oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup
beberapa proses dengan teknologi tinggi, yang terdiri dari unit-unit proses sebagai
berikut:
1. High Vacuum Distillation Unit (110)
2. Delayed Coking Unit (140)
3. Coke Calciner Unit (170)
4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5. Hydrocracker Unibon (211/212)
6. Distillat Hydroteating Unit (220)
7. Continuous Catalyst Regeneration –Platforming Unit (300/310)
8. Hidrobon Platforming Unit /PL-I (310)
9. Amine – LPG Recovery Unit (410)
10. Hydrogen Plant (701/702)
11. Sour Water Stripper Unit (840)
12. Nitrogen Plant (940)
Teknik KimiaUniversitas Riau 8
RU II Dumai
13. Fasilitas penunjang operasi kilang (Utilitas)
14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru
Kilang Minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining
Associater (Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969, dengan
kapastas desain 25 MBSD. Beberapa sejarah penting Kilang Sei Pakning:
1. Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun 1975
2. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSD pada tahun 1977
3. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun 1980
4. peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
kilang Pertamina RU II Dumai Saat ini :
a. Premium -88
b. Aviation Turin (AVTUR)
c. Kerosene
d. Automotive Diesel Oil (ADO)
Sedangkan produk non BBM antara lain :
a. LPG
b. Green Coke
c. Produk lain
Berikut ini adalah kapasitas produksi masing-masing jenis produk RU II Dumai :
Tabel 1.2 Kapasitas Produk
Teknik KimiaUniversitas Riau 9
RU II Dumai
No Produk Kapasitas (ton/hari)
1. Fuel gas 14,932. LPG 14,23. Premium 81,284. Avtur 46,425. Kerosene 132,306. Automotive Diesel Oil (ADO) 418,057. Low Sulphur Wax Residue (LSWR) 81,278. Coke 41,7
Saat ini Pertamina RU II Dumai berencana untuk menghasilkan Produk
baru dengan nama solar plus, bahan bakar busway. Kontribusi kilang Pertamina
RU II Dumai dan Sei Pakning terhadap kebutuhan bahan bakar nasional mencapai
22 - 24%. Disain dan konstruksi kilang Pertamina RU II Dumai telah
menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan dan
peralatan produksi, serta unit-unit pengolahan limbah untuk program
perlindungan lingkungan telah dibuat secara memadai dan mengikuti standar
internasional. Oleh karena itu, Pertamina RU II Dumai telah memperoleh
sertifikat ISO 14001.
1.4 Lokasi Pabrik RU II
Pertamina RU II terletak di kota Dumai, yang berjarak 180 km dari kota
Pekanbaru di tepi pantai Timur Sumatera, Propinsi Riau. Sebelah utara kilang
berbatasan dengan Pulau Rupat, sebelah selatan merupakan perkampungan
penduduk, sebelah barat terdapat perkantoran dan perumahan karyawan (sekitar 8
km dari kilang), dan disebelah timur terdapat perumahan penduduk.
Dipilihnya kota Dumai sebagai lokasi kilang minyak disebabkan beberapa
faktor yang menguntungkan yaitu :
1. Terletak di tepi pantai (selat Rupat) yang memiliki perairan tenang dan luas
sehingga dapat dikunjungi oleh kapal-kapal berat dan supertanker, serta
merupakan persimpangan lalu lintas dari barat ke timur.
Teknik KimiaUniversitas Riau 10
RU II Dumai
2. Letaknya berdekatan dengan daerah pengeboran minyak yang merupakan
bahan baku kilang dan terdapat PT Caltex Pasific Indonesia sebagai penyalur
crude oil.
3. Daerah Dumai merupakan daerah dataran rendah dan cukup stabil sehingga
aman untuk mendirikan dan memperluas kilang di kemudian hari.
4. Daerah Dumai masih memiliki banyak hutan-hutan sehingga memungkinkan
perluasan daerah maupun pengembangan pabrik.
5. Kota Dumai termasuk daerah dengan kepadatan penduduk rendah sehingga di
harapkan dapat membantu pemerintah dalam program pemerataan penyebaran
penduduk.
6. Tanah Dumai merupakan tanah yang kurang subur sehingga tidak merugikan
bila didirikan kilang.
Gambar 1.1 Lokasi Kota Dumai
1.5 Visi dan Misi PERTAMINA RU II Dumai
Keikutsertaan PERTAMINA RU II Dumai dalam pembangunan nasional
memiliki visi dan misi. Diantaranya:
Teknik KimiaUniversitas Riau 11
RU II Dumai
Visi : Menjadi Kilang Minyak Kebanggaan Nasional Yang Kompetitif mulai
tahun 2012
Misi : Melakukan usaha di bidang pengolahan minyak bumi yang dikelola secara
profesional dan kompetitif berdasarkan tata nilai unggulan untuk
memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja
dan lingkungan
1.6 Struktur dan Manajemen Organisasi
Struktur organisasi di pertamina RU II Dumai-Sei Pakning berbentuk staff
line yang dipimpin oleh General Manager yang bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Pengolahan Pertamina Pusat di Jakarta. General Manager ini
membawahi bidang-bidang kegiatan seperti yang terlihat pada bagan organisasi
Pertamina RU II Dumai. Struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran A.1.
1.6.1 Struktur Organisasi Pertamina Pusat
Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi perusahaan dan diawasi
suatu komisaris atau pemerintah RI. Pelaksanaan kegiatan diawasi oleh
seperangkat pengawas yaitu lembaga negara unsur PERTAMINA itu sendiri.
Melalui Surat Keputusan Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang
Saham Nomor KEP-68/MBU/2010 tertanggal 5 Mei 2010 tentang Pemberhentian
dan Pengangkatan Anggota-Anggota Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero),
telah diputuskan memberhentikan dengan hormat anggota Dewan Komisaris yang
diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor:
KEP-10/MBU/2005, KEP-18/MBU/2010, KEP-122/MBU/2006,
KEP-29/MBU/2009 dan KEP-234/MBU/2009.
Berikut nama-nama dewan komisaris PERTAMINA sebagaimana dicantumkan
dalam Surat Keputusan Menteri BUMN, antara lain :
1. Sugiharto; sebagai Komisaris Utama
2. Umar Said; sebagai Wakil Komisaris Utama
3. Evita Herawati Legowo; sebagai anggota Dewan Komisaris
4. Anny Ratnawati; sebagai anggota Dewan Komisaris
5. Tryharyo Indrawan Soesilo; sebagai anggota Dewan Komisaris
Teknik KimiaUniversitas Riau 12
RU II Dumai
6. Nurdin Zainal; sebagai anggota Dewan Komisaris
7. Luluk Sumiarso; sebagai anggota Dewan Komisaris
Dalam menjalankan operasinya, Direktur Utama PERTAMINA dibantu
oleh seorang Direktur untuk tiap Direktorat. Direktorat tersebut adalah:
a. Direktorat Pemasaran dan Niaga
Tujuan yang akan dicapai dari direktorat ini adalah meningkatkan
kelancaran distribusi produk BBM dan memperluas pemasaran produk Non-BBM
untuk kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik dan
tepat waktu, ekonomi, efisien, sejalan dengan kebijakan Pemerintah dan tuntutan
Pembangunan Nasional.
b. Direktorat Umum dan Aset
Tujuan yang akan dicapai dari direktorat ini adalah meningkatkan
pembinaan organisasi dan sumber daya manusia. Mengusahakan peningkatan
volume penjualan dan perluasan daerah pemasaran luar negeri. Meningkatkan
citra PERTAMINA di mata masyarakat internasional dengan mempromosikan
iklim usaha yang menarik. Meningkatkan kesadaran hukum dan meningkatkan
kepastian hukum untuk setiap kegiatan perusahaan. Mengelola dan meningkatkan
sistem informasi terpadu melalui penerapan teknologi informasi mutakhir.
c. Direktorat Sumber Daya Manusia
d. Direktorat Keuangan
Tugas dari Direktorat ini adalah mengelola keuangan dan pendanaan proyek
perusahaan yang dinilai sehat dan baik sehingga mampu mendukung operasi dan
pengembangan proyek.
e. Direktorat Hulu
Tugas daripada Direktorat ini adalah mempertahankan atau meningkatkan
produksi minyak dan gas bumi, baik yang diperlukan di dalam negeri maupun di
luar negeri guna meningkatkan devisa negara den mengembangkan pemanfaatan
panas bumi sebagai sumber energi panas alternatif yang digunakan sehemat
mungkin.
f. Direktorat Pengolahan Pertamina
Teknik KimiaUniversitas Riau 13
RU II Dumai
Tujuan yang akan dicapai Direktorat ini adalah mengusahakan tersedianya
produk-produk migas berupa BBM maRUun bahan baku untuk kebutuhan dalam
negeri serta pemasaran luar negeri. Pengolahan yang dapat dilakukan dengan cara
menggunakan seperangkat kilang-kilang minyak, gas dan petrokimia yang ada
maupun yang akan dibangun kemudian pengoprasiannya secara optimal, ekonomi
dan efisien.
Direktorat pengolahan ini membawahi 7 unit pengolahan yaitu:
- Unit Pengolah I di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara
- Unit Pengolahan II di Dumai dan Sei Pakning, Riau
- Unit Pengolahan III di Plaju dan Sei Gerong, Sumatera Selatan
- Unit Pengolahan IV di Cilacap, Jawa Tengah
- Unit Pengolahan V di Balikpapan, Kalimantan Timur
- Unit Pengolahan VI di Balongan, Jawa Barat
- Unit Pengolahan VII di Kasim-Serong, Irian Jaya
1.6.2 Struktur Organisasi di PERTAMINA RU II Dumai
Struktur organisasi di PERTAMINA RU II Dumai-Sei Pakning dipimpin
oleh General Manager dan bertanggung jawab langsung kepada direktur
pengolahan PERTAMINA di Jakarta. General manager ini membawahi bagian-
bagian dibawah ini :
a. Manager Healthy Safety Enviromental ( HSE )
Dalam melaksanakan tugasnya HSE dibagi menjadi empat seksi yaitu :
1. Fire & Insurance Section Head
Tugas dan tanggung jawabnya :
Menciptakan sistem penanggulangan kebakaran yang handal bagi operasi
kilang, melalui pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, dan
pembinaan sumber daya manusia.
Mengkoordinir pelaksanaan pembinaan
Melaksanakan penyelenggaraan tertib administrasi umum.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh bagian ini adalah :
Teknik KimiaUniversitas Riau 14
RU II Dumai
Mobil pemadam yang dilengkapi dengan water tender, foam tender,
powder tender, triple agent, dll.
Alat pemadam portable, terdiri dari APAR (Alat Pemadam Api Ringan),
alat pemadam beroda, pompa pemadam kebakaran dan perlengkapannya.
Alat pemadam tetap terdiri dari foam chamber, sprinkler, hydrant,
emergency pump, jockey pump.
Alat deteksi kebakaran yang terdiri dari alat deteksi panas dan alat
deteksi asap.
2. Safety Section Head
Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
Membuat dan me-review prosedur kerja
Mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan bahaya serta
melaksanakan audit K3.
Melakukan pengawasan penggunaan peralatan keselamatan kerja.
Memberikan penjelasan tentang pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja.
Sarana yang dimilikinya adalah :
Alat monitoring bahaya kesehatan, antara lain alat ukur bahaya kimiawi
dan fisika.
Alat perlindungan seperti helm dan safety shoes.
Perlengkapan P3K.
Pengendalian bahaya biologi.
3. Environmental Section Head
Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
Menciptakan lingkungan bersih dengan mengupayakan pengurangan dan
pemantauan emisi udara, cair dan limbah padat yang menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan.
Menerapkan sistem manajemen lingkungan (SMR) ISO 14001.
Meyakinkan bahwa peralatan perlindungan lingkungan dirawat dan
dioperasikan dengan baik.
Menciptakan citra perusahaan yang berwawasan lingkungan.
Teknik KimiaUniversitas Riau 15
RU II Dumai
Sarana dan prasarana yang dimilikinya adalah :
Tiga unit oil separator untuk memisahkan kandungan air dengan minyak
Sour Water Stripper (SWS) untuk mengurangi kandungan sulfide dan
ammonia dari air buangan.
Empat unit ballast tank untuk menampung air ballast dari kapal serta
pemisahaan settlement.
Tiga unit alat ukur debit limbah.
Satu unit return sea water pond yang berfungsi sebagai bak kontrol atau
separator terhadap buangan air pendingin.
Tempat penampungan sementara (TPS) limbah padat.
Empat unit flare.
Silencer yang berfungsi mengurangi intensitas kebisingan.
Peralatan penanggulangan tumpahan minyak.
Penghijauan sebagai buffer zone.
Sarana monitoring seperti pH, temperatur dan lainnya.
4. Occupational Health Section Head
Mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan tentang penyakit
yang ditimbulkan dari resiko pekerjaan.
b. Man. Procurement
Bertugas dan bertanggungjawab terhadap adanya kegiatan penyediaan,
pengadaan material suku cadang yang diperlukan operasi perusahaan. Bidang ini
membawahi bagian pengadaan, kontrak, fasilitas umum dan marine.
c. Senior Man. Operation & Manufacturing
Bertugas dan bertanggungjawab atas kegiatan pengolahan minyak menjadi
produk- produk kilang. Mulai dari strategi dan pola pengoperasian kilang,
pemeliharaan peralatan-peralatan produksi engineering. Dipimpin oleh seorang
manajer kilang dan membawahi bidang - bidang antara lain:
Man. Production Sei Pakning
Teknik KimiaUniversitas Riau 16
RU II Dumai
Bertugas dan bertanggungjawab atas operasi kilang RU II Sei Pakning yang
dipimpin oleh seorang manajer produksi BBM Sei Pakning. Adapun bagian-
bagiannya :
1. Production Section Head
2. Maintenance Section Head
3. HSE Section Head
4. Procurement Section Head
5. General affairs Section
6. Reliability Sr. Engineer
7. Plant Engineering Supervisor
8. Distribution BBM Supervisor
Man. Production Dumai
Bertugas dan bertanggungjawab atas operasi kilang RU II Dumai yang
dipimpin oleh seorang manajer produksi BBM Dumai.
Bidang ini dibagi menjadi enam bagian yang masing-masing diketuai oleh
seorang section head. Bagian-bagian tersebut antara lain:
1. Hydro Skimming Complex (HSC)
Bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut:
Crude Distillation Unit (CDU)
Platforming I (Existing)
Naphta Rerun Unit (NRU)
Platforming II/ CCR
Naphta Hydrotreating Unit (NHDT)
2. Hydro Cracker Complex (HCC)
Bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses berikut:
Hydrocracker Unibon
Hydrogen Plant
Amine & LPG Recovery
Sour Water Stripper
Nitrogen Plant
Teknik KimiaUniversitas Riau 17
RU II Dumai
3. Heavy Oil Complex (HOC)
Bertanggung jawab terhadap unit-unit proses sebagai berikut:
HighVacuum Unit
Delayed Coking Unit
Distillate Hydrotreating Unit
Coke Calcining Unit
4. Utilitas
Bertanggung jawab terhadap unit - unit penunjang operasi kilang meliputi:
Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)
Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant)
Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit)
Unit Penyediaan Udara Bertekanan
Unit Penyediaan Fuel
Unit Penyediaan Power
Unit Pengolahan Limbah
5. Oil Movement ( OM )
Berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan penampungan
produk dan pengapalan (distribusi). Bertanggung jawab atas pergerakan minyak di
dalam kilang yang meliputi kegiatan-kegiatan :
- mengatur pergerakan minyak, mengatur produk-produk unit proses untuk
ditampung dalam tangki produksi maRUun tangki lain yang berupa
fasilitas produksi
- mengatur pekerjaan BBM dan non-BBM untuk pengapalan ke tangker
- melaksanakan pencampuran (blending) produk-produk setengah jadi
menjadi bahan bakar yang memenuhi spesifikasi pasaran.
Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi tiga bagian:
1. Area Tangki (tank farm)
a. Tank Yard
Kegiatan ini operasinya meliputi :
Teknik KimiaUniversitas Riau 18
RU II Dumai
Menerima dan mempersiapkan crude oil dari PT Chevron untuk bahan
baku
Melayani kebutuhan bahan baku (feed) untuk unit-unit
Menyediakan flushing oil untuk keperluan start-up
Menerima dan mengirim produk intermediate dan produk akhir ke
tangki-tangki produk sesuai dengan jenisnya
Melaksanakan blending komponen mogas untuk membuat premium
88/Pertamax
Mengatur pergerakan minyak
Menyediakan fuel oil untuk keperluan operasi
Menerima dan mengolah kembali ballast dari kapal
Pemompaan untuk loading unit.
Kapasitas tangki yang ada di tank yard yaitu:
Crude oil sebanyak enam buah masing-masing dengan kapasitas 20967
KL
Intermediate dan Finished product sebanyak 54 buah dengan kapasitas
masing- masing 638.740 m3
Tangki LPG sebanyak empat buah dengan kapasitas 10.741 m3
Silo penampung Calcined Coke sebanyak tiga buah dengan kapasitas
masing-masing 30.000 ton.
b. Loading dan Unloading
Kegiatan ini operasinya adalah sebagai berikut
Pengiriman dan pengapalan minyak dari tangki ke kapal
Menerima pengiriman minyak dari kapal ke tangki
Pengiriman fuel oil ke kilang dan utilitas
Menerima slop oil dan ballast dari kapal
Fasilitas darat dalam pengiriman minyak ke PT Chevron.
c. Blending Part
Merupakan fasilitas pencampuran beberapa komponen minyak mentah
untuk mendapatkan produk jadi, antara lain :
Premium dari naphtha dan komponen mogas
Teknik KimiaUniversitas Riau 19
RU II Dumai
Diesel dari LVGO, HCGO dan ADO
Kerosene dari komponen ADO dan kerosene.
2. Separator dan Deballasting
a. Separator
- Berfungsi untuk memisahkan minyak dengan air berdasarkan specific
gravity, dan mengolah limbah cair yang berasal dari seluruh unit produksi.
- Di bagian ITP terbagi dalam 3 buah separator
b. Deballasting
Berfungsi sebagai tangki penampungan ballast (air cucian kapal) yang
masih mengandung minyak yang dipompakan dari separator
3. Area Dermaga (Jetty)
Fungsi dari jetty adalah tempat loading atau unloading dari/ ke kapal, baik
distribusi BBM dalam dan luar negeri maupun pelaksanaan eksport/import. ITP
memiliki enam buah jetty, yakni:
a. Jetty I dengan kapasitas 10.000-100.000 ton memiliki fasilitas:
- 1 buah LSWR loading arm Ø 16’’
- 1 buah kerosene/solar loading arm Ø12’’
- 1 buah premium loading arm Ø 8’’
- 1 buah line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’
b. Jetty II dengan kapasitas 5.000-10.000 ton memiliki fasilitas:
- 1 loading arm solar/kerosene Ø 8’’
- 1 loading arm premium Ø 12’’
- 1 line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’
c. Jetty III dengan kapasitas 5.000-35.000 ton memiliki fasilitas:
- 1 loading arm solar Ø 12’’
- 1 loading arm kerosene/ avtur Ø 12’’
- 1 loading arm premium Ø 12’’
- 1 line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’
d. Jetty IV dengan kapasitas 10.000- 25.000 ton khusus diperuntukkan
pemuatan coke dengan belt conveyor
e. Jetty V dengan kapasitas 5.000- 35.000 ton memiliki fasilitas:
Teknik KimiaUniversitas Riau 20
RU II Dumai
- 1 loading arm solar Ø 12’’
- 1 loading arm kerosene/ avtur Ø 12’’
- 1 loading arm premium Ø 12’’
- 1 loading arm LPG Ø 6’’
- 1 line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’
f. Jetty VI dengan kapasitas 1.000- 3.000 ton memiliki fasilitas 1 loading
arm LPG Ø 6’’
6. Laboratorium
Tugas utamanya adalah sebagai berikut:
Quality Control (QC)
Quality Insurance
Feed Intermediate Product
Feed Finished Product (Contoh : pengapalan)
Peralatan produksi dan saran-saran teknik pemeliharaan
Pemeriksaan kualitas material suku cadang.
Laboratorium di kilang menggunakan parameter - parameter penguji, peralatan
uji terdiri dari 2 bagian yaitu konvensional terdiri dari gravity dan titrimetry, dan
instrumental terdiri dari AAS, GC, spektro, dan potensiograf. Parameter-
parameter pengujinya khusus untuk :
Avtur
Premium
Kerosin
Air minum
Solar
LPG
Coke
Air limbah
Berdasarkan fungsinya, laboratorium terbagi atas bagian sebagai berikut:
1. Stream Produk dan Pengapalan (SPP)
Bagian ini berfungsi untuk melakukan analisa terhadap produk-produk
jadi hasil dari refinery dan produk dari atau ke kapal.
Teknik KimiaUniversitas Riau 21
RU II Dumai
2. Laboratorium Analitika
Laboratorium ini menganalisa baik stream (produk setengah jadi)
secara kimia melalui reaksi-reaksi kimia, titrasi dan spektrometri.
Adapun peralatan-peralatan yang dimiliki antara lain: Flow Injection
Analysis (FIA), Potensiometer, Foster ATLAS dan spektofotometri.
3. Sub Seksi Gas Analisis
Bagian ini berfungsi menganalisa stream dari unit-unit khususnya
produk gas dan LPG. Analisa yang diambil meliputi komposisi, SG
Schilin serta analisa orsat. Peralatan yang dimiliki diantaranya adalah
Gas Chromatography (GC).
4. Laboratorium Coke
Laboratorium ini khusus menganalisa produk coke dari Delayed
Cooking Unit DCU. Analisa terhadap coke tersebut meliputi:
Moisture Content
Volatile Matter
Ash Content
Carbon Content Fixed
Heating Value
Sulfur Content
Particle Size +4 Mesh
5. Pengembangan Lingkungan
6. Quality Insurance/ Quality Control (QA/QC)
Man. Refinery Planning & Optimization (RPO)
Terdiri dari 3 bagian :
1. Refinery planning section head
Membawahi bagian Perencanaan Crude, Produksi dan Keekonomian atau
keuntungan serta Bagian Penjadwalan Crude. Bertanggung jawab kepada
pengolahan dan produksi minyak. Perencanaan akan kapasitas produk yang akan
dihasilkan bisa berupa perencanaan tahunan, bulanan, maupun harian. Sebagai
contoh, untuk perencanaan produksi 2 bulan kedepan, maka jumlah konsumsi
BBM untuk masyarakat, jumlah BBM yang dihasilkan kilang, jumlah crude oil
Teknik KimiaUniversitas Riau 22
RU II Dumai
yang tersedia di kilang, berapa banyak yang diolah dan berapa jumlah yang
diproduksi harus sudah diketahui bulan ini.
2. Supply Chain Optimization Section Head
Bertugas membuat rapat master program. Serta alokasi tangki dan jadwal
kedatangan kapal.
3. Budget & Performance Section Head
Bertugas membuat laporan, menghitung margin serta membuat bahan rapat
dari general manager.
Man. Maintenance Execution
Man. Maintenance Planning & Support
Man. Area P. Brandan
d. Manager Engineering & Development
Mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :
Memberikan saran-saran kepada bagian kilang untuk mendapatkan kondisi
operasi yang optimum dari segi unjuk kerja, ekonomis, dan keamanan.
Evaluasi kondisi operasi dan bila diperlukan memberikan saran untuk
memodifikasikan peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan.
Evaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi
operasi sebelum dan sesudah Turn Around (TA).
Memberikan saran pada pemeliharaan sistem instrumentasi.
Melaksanakan studi-studi/modifikasi peralatan/ proses.
Bidang ini membawahi Bagian Proses Engineering, Fasilitas Engineering,
dan Proyek Engineering, Energy conservasi & loss control serta Quality
Management .
1. Process Engineering dibagi empat seksi yaitu :
a. Seksi Optimasi dan Kesisteman
b. Seksi Pengembangan
c. Seksi Proses Kontrol
d. Seksi Safety dan Environmental
e. Seksi Plant Engineering
Teknik KimiaUniversitas Riau 23
RU II Dumai
2. Facility Engineering
Bertanggung jawab terhadap kehandalan peralatan kilang dari sisi engineering
mengenai non proses seperti rotating equipment dan non rotating equipment,
seperti :
Mengenai problem yang terjadi pada peralatan operasi
Menganalisa rencana pengembangan pada suatu alat operasi
3. Proyek Engineering
Bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi, modifikasi peralatan
produksi, pembuatan paket kontak dan pengawasan proyek-proyek yang meliputi
kegiatan :
Teknik perencanaan, mekanikal, listrik, instrumentasi dan sipil
Penyiapan pembuatan paket kerja yang dikontrak oleh rekanan
Pengawasan proyek – proyek yang sedang dikerjakan di kilang
4. Energy conservasi & loss control serta
5. Quality Management .
e. Man. Reliability
Terdiri dari 2 section head :
Plant Reliability Section Head
Equipment Reliability Section Head
f. Man. General Affairs
Bidang ini membawahi bagian hukum dan pertahanan, hubungan pemerintah
dan masyarakat, serta bagian sekuriti.
Terdiri dari 3 section head :
Legal Section Head
Public Relation Section Head
Security Section Head
g. Man. HR Area/Business Partner RU II
Terdiri dari 6 section head :
Teknik KimiaUniversitas Riau 24
RU II Dumai
Head of People Development
Head of Industrial Relation
HR Consultant
Analyst Organization Development
Head of HR Service
Head of Medical
Tugas pokok bagian ini adalah bertanggung jawab atas pembinaan sumber
daya manusia dan fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan-karyawan
PERTAMINA. Bidang umum ini dipimpin oleh seorang manajer umum yang
membawahi sub bidang sesuai fungsinya seperti organisasi dan tata laksana,
personalia, kesehatan, hukum dan hubungan dengan pemerintah serta masyarakat
luas.
h. Man. Keuangan
Bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan perusahaan yang meliputi
fungsi administrasi, kebendaharaan, dan anggaran keuangan minyak dan
akuntansi perusahaan. Bidang ini membawahi bagian kontroler, akuntansi kilang
dan perbendaharaan.
i. Man. IT
Membawahi bagian operasi telekomunikasi dan jaringan serta
pengembangan informasi.
j. Director of Pertamina Hospital
Terdiri dari 4 section head :
Head of Patient & Nursing
Head of Out Patient & Medical Support
Head og General Affairs
Head of Finance
1.7 Garis Besar Proses
Teknik KimiaUniversitas Riau 25
RU II Dumai
Untuk memproses minyak mentah menjadi produk minyak jadi,
diperlukan proses fisika dan kimia untuk mengolahnya. Proses produksi dimulai
dari proses penerimaan minyak mentah. Kilang Pertamina RU II Dumai mengolah
minyak mentah Minas Crude 85% volume dan Duri Crude 15% volume yang
disRUlai oleh PT Chevron Pasific Indonesia melalui sistem perpipaan.
Selanjutnya minyak diolah dalam dua tahap pengolahan.
Pada pengolahan tahap I (Primary Processing), setelah diendapkan airnya,
minyak mentah didistilasi dalam Crude Distilation Unit (CDU). Produk yang
diperoleh adalah Naftha (8,2%), Kerosene(16,0%), Solar (17,8%), Gas (0,6%) dan
Long Residue (57,2%) serta Losses (0,2%). Karena perolehan BBM tahap I masih
sedikit, maka diperlukan pengolahan tahap II untuk mengubah long residue
menjadi BBM.
Pengolahan Tahap II (Secondary Processing), dimulai dengan distilasi
vakum long residue di High Vacuum Unit (HVU). Produk distilasi HVU ini
adalah Solar, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), Light Vacuum Gas Oil (LVGO)
dan short residue. HCGO dan short residue masih perlu direngkah untuk
menghasilkan BBM. HVGO direngkah secara katalitik dalam Hydrocracker
Unibon (HCU). Dengan menggunakan katalis dan hidrogen tekanan tinggi,
HVGO direngkah menghasilkan LPG, Naftha, Kerosin, Avtur, dan Solar.
Pada bagian lain, short residue direngkah secara thermal dalam Delayed
Cooking Unit (DCU). Di DCU, short residue dipanaskan hingga 500 oC agar
terengkah menjadi LPG, Naftha, Solar, dan coke. Produk- produk rengkahan ini
berkualitas rendah sehingga harus di treating sebelum dipasarkan.
Demikian pula untuk menghasilkan bensin, yang memerlukan proses
platforming. Produk Naftha dari CDU, HCU, dan DCU adalah komponen bensin,
namun masih mempunyai bilangan oktan rendah. Oleh sebab itu Naftha harus
diolah dalam platforming Unit (PL) untuk menghasilkan komponen bensin
beroktan tinggi. Proses ini membutuhkan katalis platina.
Produk LPG secara khusus diproduksi oleh kilang RU II Dumai. LPG
diproduksi sebagai prduk samping proses perengkahan di Hydrocracker, Delayed
Coker, dan juga dari proses Platforming.
Teknik KimiaUniversitas Riau 26
RU II Dumai
Secara sederhana proses pengilangan minyak bumi di RU-II Dumai
diperlihatkan dalam Lampiran A.2.
1.8 Ruang Lingkup Kerja Praktek
Dalam rangka menunjang proses pendidikan, Pertamina RU II Dumai
memberi kesempatan pada mahasiswa untuk melaksanaka Kerja Praktek/Magang
agar Mahasiswa/Pelajar dapat menambah wawasannya tentang proses produksi
pengilangan minyak.
Sehubungan hal tersebut, sesuai dengan Surat Pembantu Dekan I Fakultas
Teknik Universitas Riau No. 285/H.19.1.31/AK/2010 dan Surat Pertamina RU II
Dumai No.1007/KI0031/2010-S8 telah memberi kesempatan kepada:
Melissa Atikalidia (0607134911)
Honest Hollerith AS (0607120427)
Aulia Rahmi (0607114242)
Untuk melaksanakan Kerja Praktek di Pertamina RU II Dumai.
Ruang lingkup kerja praktek terdiri dari: orientasi umum, orientasi
lapangan, orientasi khusus, dan tugas khusus. Orientasi umum adalah penjelasan
secara umum tentang proses yang terjadi dalam kilang beserta sarana-sarana
proses, penjelasan tentang utilitas, pengolahan limbah, dan penjelasan tentang
keorganisasian kerja RU II Dumai. Orientasi lapangan adalah melihat kilang dari
dekat, mengenal alat-alat proses, mengenal sistem perpipaan, mengenal sistem
pengendaliaan, dan mencoba mencermati arah aliran bahan yang sebenarnya.
Orientasi khusus adalah mencoba menelaah secara seksama unit yang akan
dijadikan objek pembahasan, pengevaluasian dalam tugas khusus yang diberikan
oleh pembimbing. Adapun tugas khusus yang diberikan berjudul ”Evaluasi
Performance Naphtha Splitter 211-V-20 Hydrocracer Unibon”.
1.9 Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dari Kerja Praktek di kilang Pertamina RU II Dumai ini adalah:
Teknik KimiaUniversitas Riau 27
RU II Dumai
1. Mendapatkan gambaran nyata pengoperasian sistem pemroses dan
utilitas untuk pengolahan minyak dan gas bumi.
2. Memahami dan dapat menggambarkan pola inti proses produksi pada
Pertamina RU II Dumai, meliputi :
a. Bahan baku utama maupun penunjang
b. Proses yang terjadi
c. Produk yang dihasilkan, meliputi produk utama, produk samping,
energi, dan limbah untuk industri proses pengolahan minyak dan gas
bumi.
3. Mengenal dan lebih memahami wujud dan karakteristik perangkat-
perangkat proses, termasuk alat ukur dan alat kendali.
4. Mendapatkan kesempatan menggunakan pengetahuan yang diperoleh
dari bangku kuliah untuk menganalisis jalannya proses kegiatan dan
memecahkan persoalan yang nyata yang ada di dalam kegiatan
pengoperasian Pertamina RU II Dumai.
5. Mendapatkan gambaran nyata tentang organisasi kerja, manajemen dan
penerapannya, dalam upaya mengoperasikan suatu sarana produksi,
termasuk pengenalan terhadap praktik-praktik pengelolaan dan
peraturan-peraturan kerja di Pertamina RU II Dumai.
1.10 Pelaksanaan Kerja Praktek
Pelaksanaan kerja praktek di Pertamina RU II Dumai pada bagian Proses
Engineering dari tanggal 1 Juli s/d 1 Agustus 2010 dengan alokasi waktu
sebagai berikut :
Orientasi Umum ke berbagai unit di Pertamina RU II Dumai yang
dilaksanakan pada tanggal 05 s/d 14 Juli 2010, yaitu:
Tabel 1.3 Jadwal Orientasi Kerja Praktek
Hari / tanggal Orientasi Target
Teknik KimiaUniversitas Riau 28
RU II Dumai
Senin / 05-07-2010 Refinery Planning Mengetahui fungsi dan
peranan bagian terkait
Selasa / 06-07-2010 HSC - Production Mengetahui feed & produk
masing-masing unit, dan
kondisi operasi alat utama
Rabu / 07-07-2010 HCC - Production Mengetahui feed & produk
masing-masing unit, dan
kondisi operasi alat utama
Kamis / 08-07-2010 HOC - Production Mengetahui feed & produk
masing-masing unit, dan
kondisi operasi alat utama
Jumat / 09-07-2010 UTL - Production Mengetahui sistem
pengolahan air, pembangkit
steam, dan pembangkit listrik
Senin / 12-07-2010 Oil Mov -
Production
Mengetahui system transfer
dan penampungan feed dan
produk
Selasa / 13-07-2010 HSE - Safety Mengetahui fungsi dan
peranan bagian terkait
Rabu / 14-07-2010 Lab - Production Mengetahui sistem analisa
gas, liquid & padatan
Orientasi Khusus yang meliputi studi literatur, pengumpulan data dan
pembuatan laporan dari tanggal 15 s/d 30 Juli 2010, serta pengesahan laporan
dan kegiatan administrasi hingga tanggal 1 Agustus 2010.
BAB II
Teknik KimiaUniversitas Riau 29
RU II Dumai
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asal Usul Minyak Bumi
Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga
hitam yang terdiri dari karbon dan hydrogen. Minyak bumi merupakan campuran
yang sangat kompleks, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai
dari yang paling ringan seperti gas metana sampai dengan aspal yang berat dan
berwujud padat. Produksi komersial minyak bumi dimulai pada tahun 1857 dan
sejak itu produksi terus meningkat.
Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori
yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan
bahwa binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai,
jutaan tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut.
Disana bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas–gas atau komponen yang larut
dalam air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang
tertinggal dan bahan-bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi
minyak bumi melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih
rendah. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir
alam atau reservoir batu kapur. Pembentukan petroleum bearing diperkirakan
kurang dari 300 juta tahun. Katalis akan terdapat di alam, demikian juga ditemui
bahan radioaktif yang turut mempercepat reaksi. Berdasarkan mekanisme ini,
diduga minyak mentah yang lebih tua telah bereaksi secara sempurna. Oleh
karena itu minyak mentah tersebut akan mengandung lebih banyak fraksi ringan
seperti gasoline dan kerosin. Minyak yang diperoleh dalam pembentukan yang
lebih dalam cenderung lebih ringan.
2.2 Klasifikasi Minyak Bumi
Komposisi merupakan parameter kualitas setiap fraksi utama dalam
minyak mentah. Indikasi kasar terhadap komposisi minyak bumi ini disajikan
Teknik KimiaUniversitas Riau 30
RU II Dumai
dalam bentuk Bureau of Mines Correlation Index (BMCI). Nilai BMCI ditentukan
berdasarkan pengukuran titik didih dan spesifik gravity.
1. Bureau of Mines Correlation Index (BMCI)
Bureau of Mines Correlation Index (BMCI) menunjukkan kadar parafin dan
aromatik di dalam minyak mentah. Minyak mentah dengan nilai 0 BMCI
mengandung 100% parafin, sedangkan minyak mentah dengan nilai 100
BMCI mengandung 100% aromatik (misalnya benzena). BMCI menunjukkan
hubungan titik didih rata-rata dari fraksi distilasi dengan densitasnya, sehingga
dapat didefenisikan sebagai berikut :
BMCI=48640T
+473 , 7SG
−456 , 8
Dengan T adalah titik didih rata- rata minyak mentah [K].
Klasifikasi minyak mentah berdasarkan BMCI disajikan dalam Tabel 2.1,
berikut :
Tabel 2.1. Klasifikasi Minyak Mentah Berdasarkan Harga BMCI
Tipe minyak Mentah Nilai BMCI
Ultra- parafinik 10
Parafinik 30
Naftenik 30 s/d 40
Aromatik 40 s/d 60
2. K-UOP (K-Universal Oil Product)
Nilai K ini ditentukan oleh lisensor Pertamina yaitu Universal Oil Product,
dan didefinisikan sebagai berikut :
K=UOP=3√1,8 xT
SG
Dengan T adalah titik didih rata- rata minyak mentah [K].
Teknik KimiaUniversitas Riau 31
RU II Dumai
Berdasarkan K-UOP, minyak mentah diklasifikasikan seperti yang tersaji
dalam Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2. Klasifikasi Minyak Mentah Berdasarkan K-UOP
Tipe Minyak Mentah Nilai K-UOP
Parafinik 12.5 s/d 13.0
Naftenik 11.0 s/d 12.0
Aromatik 9.8 s/d 11.8
2.3. Komposisi Minyak Bumi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hampir semua senyawa dalam
minyak bumi terdiri atas atom karbon dan hydrogen (Hidrokarbon). Selain itu
juga terdapat senyawa-senyawa yang mengandung belerang, oksigen dan
nitrogen. Berbagai seri hidrokarbon dapat ditemui dalam minyak bumi. Seri
utama yang dapat diketahui berada dalam minyak bumi sangat bervariasi, namun
komposisi elemental pada umumnya adalah adalah tetap.
Tabel 2.3 Komposisi Elemental dalam Minyak Mentah
Elemen Komposisi (% w/w)
Karbon (C) 84-87
Hydrogen (H) 11-14
Sulfur (S) 0-3
Nitrogen (N) 0-1
Oksigen (O) 0- 2
Komposisi yang konstan ini terjadi karena suatu minyak disusun dari
beberapa seri homolog hidrokarbon. Setiap seri mempunyai komposisi elemental
yang konstan. Dekomposisi tak sempurna protein dapat menjelaskan kandungan
nitrogen dan sulfur yang berada dalam minyak mentah, sedangkan oksigen dapat
berasal dari asal sumber bahan atau merupakan hasil oksidasi produk antara.
Teknik KimiaUniversitas Riau 32
RU II Dumai
Dalam minyak mentah, konsentrasi sulfur dan nitrogen bertambah dengan
kenaikan titik didih fraksi.
2.3.1. Senyawa Hidrokarbon dan Non Hidrokarbon
Minyak bumi merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon dan
hydrogen, sehingga disebut sebagai hidrokarbon. Berdasarkan strukturnya secara
umum, maka senyawa hidrokarbon dibagi atas empat kategori yaitu parafinik,
naphtenik aromatik dan olefin.
Di dalam minyak bumi juga terdapat pengotor-pengotor lainnya (non
hidrokarbon) yang dapat mengganggu keberlangsungan proses karena dapat
merusak katalis dan menyebabkan kerusakan alat.
2.3.1.1 Senyawa Hidrokarbon
a. Senyawa paraffinik (CnH2n+2)
Hidrokarbon golongan ini mempunyai ikatan rantai yang dalam bentuk lurus
maupun bercabang dengan kestabilan yang tinggi. Pada temperatur kamar dan
tekanan atmosferik, maka metana (CH4), etana (C2H6), propana (C3H8) dan butana
(C4H10) akan berada dalam fase gas. Senyawa paraffinik yang berbentuk cair pada
atmosferik adalah propane (C3H8) sampai gasoline range. Paraffin bereaksi dengan
gas klor perlahan-lahan pada sinar matahari dan dengan klor dan brom jika
terdapat katalis. Semakin panjang rantai paraffinik, maka semakin tinggi titik
bekunya.
b. Senyawa naphtenik (CnH2n)
Naphten adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang memebentuk struktur siklik.
Naphten tidak memiliki ikatan rangkap sehingga tidak dapat bereaksi secara
langsung. Panjang dan jumlah senyawa paraffin yang melekat pada rantai cincin
sangat bervariasi sesuai dengan formula CnH2n. Pada Catalytic Reforming Unit,
Naphten tersebut akan kehilangan atom hidrogennya dan terkonversi menjadi
aromatik.
Teknik KimiaUniversitas Riau 33
RU II Dumai
c. Senyawa aromatik (CnH2n-6)
Bentuk dan rangkaian yang paling sederhana dari aromatik adalah benzene
(C6H6). Senyawa ini hampir sama dengan naphten yang mempunyai cincin, tetapi
hanya satu atom hydrogen yang dilepaskan dari setiap cincin karbon. Karakteristik
dari golongan senyawa aromatik ini terdiri dari struktur benzene segi enam.
Aromatik umumnya bersifat kurang efektif dan pada range gasoline merupakan
pelarut yang bagus serta mempunyai angka oktan yang tinggi.
d. Senyawa olefinik (CnH2n)
Contoh olefin adalah etena (etilen), propena dan butena. Hidrokarbon yang
termasuk dalam seri ini dapat bereaksi langsung dengan klor, brom, asam klorida
dan asam sulfat, sehingga dapat dihilangkan dari minyak mentah. Olefin dengan
titik didih rendah kemungkinan tidak ditemukan pada minyak mentah, tetapi
berada dalam produk perengkahan.
Senyawa golongan ini agak jarang terdapat dalam minyak bumi oleh karena
senyawa ini merupakan hasil dekomposisi dari tipe golongan hidrokarbon lainnya.
Olefin pada konsentrasi tinggi dapat kita peroleh pada produk dari thermal
cracking atau catalytic cracking.
2.3.1.2 Senyawa Non Hidrokarbon
Selain dari beberapa senyawa hidrokarbon seperti yang telah disebutkan di
atas, maka minyak bumi juga mengandung material yang digolongkan sebagai
impurities seperti garam, sulfur, logam-logam, pasir mineral dan air.
a. Garam
Unsur ini adalah klorida yang selalu menimbulkan kesulitan pada kolom
fraksinasi. Garam dapat terurai menjadi asam menyebabkan korosi terutama pada
dinding atas kolom. Garam ini juga sering menimbulkan terjadinya penyumbatan
pada tray dan heat exchanger.
b. Sulfur
Senyawa sulfur yang merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi,
dapat menyebabkan korosi. Jumlah dan tipe senyawa sulfur yang terdapat dalam
minyak bumi sangat beragam. Senyawa sulfur yang paling ringan adalah
Teknik KimiaUniversitas Riau 34
RU II Dumai
hydrogen sulfide (H2S), sangat korosif. Contoh senyawa sulfur yang lain adalah
mercaptan.
c. Logam-logam
Logam-logam yang umum terdapat dalam minyak bumi adalah arsenik,
timbal, nikel dan besi. Sebagian logam-logam ini akan mengendap sebagai bottom
produk vacuum coloumn. Arsenik dan timbal merupakan racun bagi katalis
cracking.
d. Pasir mineral dan lain- lain
Senyawa-senyawa ini tersuspensi dalam umpan minyak. Dalam analisa
minyak senyawa- senyawa ini digolangkan base sediment dan water (B.S & W)
dan pada umumnya kurang dari 0,5% material ini akan dikeluarkan oleh desalter.
2.4 Karakteristik Minyak Bumi
Minyak bumi dapat dibedakan sesuai dengan sifat fisik dan kimianya
berdasarkan spesifik gravity-density, kandungan belerang, nitrogen, nitrogen,
garam dan viskositas.
a. Spesifik gravity-density
Spesifik Grafity (Sg) seringkali digunakan sebagai ukuran kasar untuk
membedakan minyak bumi, karena banyak minyak bumi dengan densitas rendah
biasanya adalah parafinik. Dalam industri perminyakan berat jenis minyak bumi
dinyatakan dalam satuan oAPI dengan korelasi sebagai berikut:oAPI = (141,5/SG 60/60oF) – 131,5
yang mana SG = Berat Jenis 60/60oF
= Rapat massa minyak bumi pada 60oF (15,6)dengan rapat
massa air pada 60oF
Semakin besar oAPI suatu minyak bumi, maka semakin kecil berat jenisnya.
b. Kandungan belerang
Semakin rendah kandungan belerang, maka semakin baik minyak bumi
tersebut. Karena kandungan belerang yang tinggi memerlukan prosedur
pengolahan yang lebih rumit untuk memproduksi produk yang memuaskan.
Teknik KimiaUniversitas Riau 35
RU II Dumai
Tabel 2.4 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Berat Jenisnya
Jenis Minyak Bumi SG (60/60 oF) oAPI Gravity
Ringan 0,830 39,0
Medium Ringan 0,830-0,850 39,0-35,0
Medium Berat 0,850-0,865 35,0-32,1
Berat 0,865-0,905 32,1-24,0
Sangat Berat 0,905 24,8
Tabel 2.5 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Kandungan Sulfur
Jenis Minyak Bumi % Berat Sulfur
Non sulfuric 0,01-0,03
Sulfur rendah 0,03-1,0
Sulfurik 1,3-3,0
Sulfur tinggi >3
c. Kandungan nitrogen
Senyawa-senyawa nitrogen dapat mengganggu kelancaran proses katalitik
minyak bumi. Jika sampai terbawa ke dalam produk, akan berpengaruh buruk
terhadap bau, kestabilan warna serta sifat penuaan produk kilang. Batas
maksimum kandungan nitrogen adalah 0,25 %.
d. Kandungan garam
Minyak bumi dapat mengandung garam sampai dengan 0,6 lb/barrel
minyak bumi. Deposit garam dalam tungku dan penukar panas dapat menurunkan
kapasitasnya dikarenakan adanya penyumbatan pada peralatan tersebut.
Sedangkan senyawa klorida dapat membebaskan asam klorida yang dapat
menyebabkan korosi.
e. Viskositas
Viskositas minyak bumi pada umumnya berada pada selang 40-60 SSU
pada 100 0F, akan tetapi pada minyak bumi tertentu dapat mencapai 6000 SSU.
f. Titik tuang (Pour point)
Teknik KimiaUniversitas Riau 36
RU II Dumai
Titik tuang suatu minyak mentah atau produknya adalah temperatur
terendah dimana suatu minyak bumi yang didinginkan mengalami perubahan sifat
dari bisa menjadi tidak bisa dituang. Titik tuang merupakan indikasi terhadap
kadar senyawa aromat dan paraffin dalam minyak. Semakin rendah titik tuang,
maka semakin rendah kadar parafinnya, dan semakin tinggi kadar senyawa
aromatnya. Pengujian titik tuang ini sangat penting untuk produk minyak diesel
dan minyak pelumas yang digunakan di daerah beriklim dingin.
g. Rentang Pendidihan/ Distilasi
Pengukuran rentang pendidihan merupakan karakteristik yang terpenting
dalam industri kilang minyak bumi karena menghasilkan petunjuk mengenai
kualitas dan kuantitas berbagai fraksi atau produk yang ada dalam suatu minyak
bumi. Selain itu langkah pertama yang dilakukan dalam kilang adalah distilasi
terhadap minyak bumi menjadi fraksi-fraksi kasarnya. Distilasi yang lazim
dilakukan dalam skala laboratorium :
Distilasi ASTM/Distilasi Engler (ASTM D-86)
Distilasi diferensial yang sederhana, dimana sampel minyak bumi
didihkan sampai habis menguap. Uap yang terjadi diembunkan dalam
kondenser dan tetes cairan hasil pengembunan (distilat) ditampung dalam
gelas ukur. Temperatur uap yang bergerak ke kondenser dan volume
cairan distilat diukur pada saat bersamaan.
Distilasi Hempel (ASTM D-285)
Prosedur pengujian ini mirip dengan Distilasi Engler dengan
kuantitas sampel lebih banyak. Selain itu peralatan distilasi Hempel
dilengkapi dengan coloumn packing/ kolom jejal pada yang dipasang
antara labu didih dengan saluran uap ke kondenser.
Distilasi TBP/True Boiling Point (ASTM D-2892)
Distilasi TBP dilakukan pada peralatan yang menghasilkan derajat
fraksionasi maksimal. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan :
- Kolom yang menghasilkan kontak sangat baik antara uap dan cairan
refluks
Teknik KimiaUniversitas Riau 37
RU II Dumai
- Sarana pembangkit cairan refluks yang memungkinkan pengaturan laju
alir refluks
Tabel 2.6 Karakteristik Produk- Produk Distilasi Atmosferik Minyak Mentah
(Crude Oil)
No.Rentang Pendidihan Rentang Kasar
Atom CNama Fraksi/ produk
ASTM(oC) TBP(oC)
1. <30 <30 C1-C4 Gas Kilang
2. 30-100 30-90 C4-C7 Nafta ringan
3. 80-200 85-190 C7-C11 Nafta Berat
4. 165-280 190-270 C10-C16 Kerosin
5. 215-340 270-320 C12-C19 Minyak gas ringan
6. 290-440 320-430 C16-C28 Minyak gas atmosferik
7. >440 >430 >C25 Residu
2.5. Proses Pengolahan Minyak Bumi
Pengilangan minyak bumi berfungsi untuk mengubah atau
mengkonversikan minyak mentah dengan berbagai proses menjadi suatu produk
yang ekonomis dan dapat dipasarkan. Proses pengolahan dalam kilang minyak
bumi dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Primary processing
2. Secondary processing
3. Treating process
Proses pemisahan dan perlakuan secara fisis pada umumnya merupakan
proses pengolahan pertama (Primary processing), sedangkan proses konversi dan
perlakuan yang disertai dengan perubahan kimia dari senyawa-senyawa
merupakan proses lanjutan (Secondary processing).
Pengolahan Pertama (Primary Processing)
Proses pengolahan pertama yang utama adalah distilasi atmosferik,
distilasi vakum, ekstraksi, absorpsi, dan kristalisasi.
1. Distilasi atmosferik
Teknik KimiaUniversitas Riau 38
RU II Dumai
Distilasi atmosferik merupakan tahap pemisahan yang sangat penting.
Operasi pemisahan ini didasarkan atas volatilitas komponen-komponennya
menggunakan suplai panas pada tekanan atmosferik, sehingga komponen
ringan (yang lebih volatil) akan terpisah dan terbawa destilat, sedangkan
komponen berat (yang kurang volatil) akan tertinggal di dasar (bottom).
Pemisahan dilakukan pada temperatur 300-350 oC.
2. Distilasi vakum
Distilasi vakum yaitu memisahkan fraksi-fraksi atas dasar perbedaan
titik didihnya. Distilasi vakum dioperasikan dengan menurunkan tekanan
operasi hingga vakum untuk menurunkan temperatur didih masing-masing
fraksi minyak bumi. Tekanan vakum dihasilkan oleh sistem ejektor yang
menurunkan tekanan menjadi sekitar 40 mmHg.
3. Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan salah satu proses yang tertua
dalam pengilangan minyak bumi. Pada awalnya ekstraksi bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kerosin. Akan tetapi pada perkembangannya ekstraksi
lebih banyak digunakan untuk peningkatan kualitas minyak pelumas.
4. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses yang digunakan untuk membebaskan gas-gas
petroleum dari sejumlah kecil (trace amount) gas-gas yang tidak dikehendaki
atau uap dengan mengadsorpsinya pada bahan padat. Padatan harus
mempunyai permukaan yang luas dan mempunyai sifat secara preferensial
dapat mengkonsentrasikan gas pada permukaannya. Molecular sieves,
silicagel, dan alumina adalah adsorben padat yang umum digunakan dalam
industri minyak bumi.
5. Absorpsi dan Stripping
Pada pengilangan, umumnya hanya sebagian kecil saja fraksi murni
(virgin product) dari distilasi dapat langsung digunakan untuk pencampuran
produk akhir. Biasanya virgin product harus diproses lebih lanjut untuk
mengatur kembali struktur molekulnya atau merengkah menjadi molekul-
molekul kecil. Katalis biasanya diperlukan dalam operasi tersebut untuk
Teknik KimiaUniversitas Riau 39
RU II Dumai
mengarahkan reaksi selektif yang diinginkan, reaksi samping terjadi
menghasilkan gas-gas yang tidak diinginkan dan bercampur dengan cairan
hidrokarbon dalam produk yang dihasilkan. Gas-gas yang tidak dapat
mengkondensasi termasuk uap normal hidrokarbon dan kondensat
mengandung sebagian gas yang melarut. Untuk mendaur ulang uap yang
mengkondenser dari gas basah, biasanya dilakukan absorpsi. Sedangkan
stripping dilakukan untuk menghilangkan gas yang terlarut dalam cairan hasil.
Proses treating gas-gas untuk penghilangan CO2 dan H2S dilakukan secara
absorpsi menggunakan larutan Benfield, atau MEA dan DEA.
Contoh reaksi :
K2CO3 + CO2 + H2O 2 KHCO3
6. Kristalisasi
Kristalisasi adalah suatu proses pemisahan berdasarkan titik leleh.
Contoh proses ini adalah dewaxing dari minyak pelumas, pembuatan lilin
(wax). Petroleum waxes atau lilin adalah hidrokarbon padat pada temperatur
kamar, dengan titik leleh antara 90 - 200 oF dan melarut pada hidrokarbon
lain. Lilin terlarut dalam minyak mentah dan mendidih pada selang titik didih
pelumas sehingga tidak dapat dipisahkan dari minyak pelumas secara distilasi.
Lilin mengkristal pada temperatur kamar, oleh sebab itu lilin harus
dihilangkan dari fraksi pelumas. Lilin merupakan produk samping dalam
pembuatan minyak pelumas.
Pengolahan Lanjut (Secondary Processing)
Proses pengolahan lanjut yang utama adalah perengkahan termis, dan
katalitis (thermal/catalytic cracking), hydrocracking, pengubahan termis dan
katalitis (thermal/catalytic reforming), polimerisasi dan alkilasi.
1. Perengkahan Termis dan katalis (thermal/catalytic cracking)
Minyak yang berantai panjang mempunyai nilai oktan yang rendah. Untuk itu
perlu dilakukan perengkahan (cracking) agar diperoleh minyak beroktan tinggi.
Perengkahan bertujuan untuk memecah/memutus rantai panjang molekul
hidrokarbon menjadi rantai yang lebih pendek dengan menggunakan panas dan
katalis.
Teknik KimiaUniversitas Riau 40
RU II Dumai
Perengkahan Termis (Thermal Cracking)
Pada mulanya perengkahan termis (thermal cracking) dilakukan untuk
mendapatkan naftha dari frakasi vakum gas oil atau residu, tetapi dengan
perkembangan proses perengkahan, thermal cracking digantikan oleh catalytic
cracking. Thermal cracking yang masih dilakukan adalah :
a. Visbreaking
Proses ini kondisi perengkahannya lebih ringan dibandingkan proses
thermal cracking lainnya. Tujuannya adalah menurunkan viskositas dan pour
point umpan minyak dan bahan bakar minyak. Umpan yang digunakan
biasanya residu dari destilasi vakum. Temperatur operasi berkisar antara 460
– 480 oC dengan tekanan 16 Kg/cm2 gauge.
b. Coking
Proses ini merupakan proses yang paling berat (severe) dalam thermal
cracking. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan kokas (coke) yang
dihasilkan dari reaksi polimerisasi kondensasi.
c. Delayed coking
Pada dasarnya proses yang terjadi pada delayed coking adalah :
o Thermal Cracking
C10H22 → C8H17* + C2H5
*
Radikal bebas ini tidak stabil dan reaktif dengan hidrokarbon lain
membentuk olefin-olefin (CnH2n, CnH2n-2).
o Polimerisasi
Reaksi polimerisasi kondensasi dari olefin-olefin pada kondisi thermal
cracking membentuk aromatik tar
x C4H8 + y C4H6 + z C3H6 →
olefin diolefin olefin aromatic tar
Perengkahan Katalis (Catalytic Cracking)
Perengkahan katalitik terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Perengkahan aromatik
Teknik KimiaUniversitas Riau 41
RU II Dumai
Contoh :
CH3
H3C CH2-CH2-CH3 → + H3C-CH=CH2
b. Reaksi perpindahan hidrogen (hydrogen transfer) dan pembentukkan
kokas
n-olefin + decalin → n-parafin + tetralin
i-olefin + decalin → i-parafin + tetralin
2. Hydrocracking
Hydrocracking adalah proses perengkahan dengan menggunakan hidrokarbon
dan merupakan proses yang fleksibel. Proses ini dapat menghasilkan produk-
produk dalam selang yang lebar dengan yield yang tinggi. Reaksi utama proses
hydrocracking adalah perengkahan zat-zat yang tidak dapat di rengkah secara
katalitik karena kandungan logam yang tinggi. Tekanan operasi sekitar 500-3000
psig, dengan temperatur operasi 500 – 900 oF. Reaksi- reaksi yang terjadi :
k. Reaksi hydrocracking parafin
R-CH2-CH2-R + H2 → R-CH3 + R’-CH3
l. Reaksi hidrodealkilasi
CH2 - R
+ H2 → + R-CH3
m. Reaksi hidrodesiklisasi
+ H2 → CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3
Reaksi samping yang terjadi secara paralel adalah reaksi dekomposisi
senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen serta reaksi hidrogenasi olefin dan aromat :
1. Reaksi dekomposisi
a. R-S-H + H2 → R-H + H2S
merkaptan
b. R-S-R + H2 → 2 R- H + H2S
sulfida
Teknik KimiaUniversitas Riau 42
RU II Dumai
c. R-S-S-R + H2 → 2 R-H + 2 H2S
disulfida
d. C6H8S + 4H2 → C6H14 + H2S
tiofen
2. Reaksi hidrogenasi
C-C-C-C=C-C + H2 → C-C-C-C-C + CH4
Olefin linear
3. Pengubahan struktur molekul (reforming)
Proses pengubahan (reforming) merupakan proses RUgrading naphta
oktan rendah menjadi naphta oktan tinggi (reformate/platformate) melalui
penataan ulang struktur molekul hidrokarbon dengan menggunakan katalis
tanpa terjadi perengkahan hidrokarbon.
Perubahan struktur molekul dapat dilakukan dengan :
Thermal reforming
Contoh : steam reforming
Secara umum reaksi yang terjadi adalah :
CnHm + n H2O → n CO + (2n+m)/2 H2
Reaksi ini sangat endotermik dan banyak menyerap panas.
Catalytic reforming
Reformasi katalitik adalah reaksi perubahan struktur molekul yang diperlancar
dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naftha dan bensin secara langsung
yang berentang didih 100-180oC dan berbilangan oktan rata- rata < 60 menjadi
bensin berbilangan oktan rata-rata >85. Karena komponen aktif katalis adalah
platina, maka salah satu proses reformasi katalitik yang terkenal bernama
platforming.
Teknik KimiaUniversitas Riau 43
RU II Dumai
Tabel 2.7 Perbandingan Bilangan Oktan Hidrokarbon
Jenis Research rating Motor rating
n-heptana 0 0
2-metilheksana 42 45
Heptene-2 73 57
Metil sikloheksana 75 71
2,3 – dimetil pentan 91 89
2,3 – trimetil butan 113 101
Toluene 120 104
Reaksi- reaksi terpenting yang terjadi pada proses reformasi katalitik adalah :
a. Dehidrogenasi naftena menjadi aromat :
CH3 CH3
CH3 CH3 + 3H2
1,2-dimetilsikloheksana o-ksilena hidrogen
b. Dehidrosiklisasi
CH3
CH3- - (CH2)5 - -CH3 + H2
n-heptana metilsikloheksana hydrogen
c. Perengkahan + hidrogenasi (hydrocracking) paraffin berantai panjang :
C10H22 + H2 C6H14 + C4H10
n-dekana hidrogen heksana butane
Isomerisasi
Contoh : isomerisasi naftena
Teknik KimiaUniversitas Riau 44
RU II Dumai
CH3
Metilsiklopentana sikloheksana
4. Proses kombinasi molekul
Proses- proses tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Polimerisasi
Polimerisasi bertujuan mentransformasi hidrokarbon dengan berat molekul
kecil menjadi hidrokarbon dengan berat molekul besar tanpa merubah
komposis hidrokarbon tersebut. Polimerisasi dapat dilakukan secara termal
maupun katalitik.
Contoh reaksi :
2 C2H4 C4H8
2 C3H6 C6H12
b. Alkilasi
Alkilasi bertujuan untuk mencapai nilai oktan yang lebih tinggi dengan
cara menggabungkan olefin atau parafin dengan iso butana, sehingga
dihasilkan produk alkylate. Alkilate merupakan parafin bercabang yang
memiliki nilai oktan tinggi.
Contoh Reaksi : CH3
CH2 = CH2 + CH 3 – CH – CH3 CH – CH2 – CH2 – CH3
CH3 CH3
Etena Isobutana Isoheksana
Proses Treating
Proses treating yang utama hydrotreating, mercaptanoxidation,
acid/caustic treating, doctor treating dan aminetreating.
1. Hydrothreating
Hydrothreating bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada umpan. Pada
umumnya umpan masih banyak mengandung sulfur, hidrogen dan oksigen. Dalam
reaktor hidrotreating ini, kandungan sulfur dihilangkan dengan cara membentuk
Teknik KimiaUniversitas Riau 45
RU II Dumai
H2S, dan senyawa yang mengandung nitrogen diubah menjadi amonia. Sedangkan
fenol akan diubah menjadi senyawa aromatik dan air.
2. Mercaptan Oxidation
Merkaptan oxidation bertujuan untuk menghilangkan kandungan merkaptan.
Umpan berupa kerosene masuk ke reaktor bersama udara. Di dalam reaktor,
merkaptan dioksidasi oleh udara menjadi disulfida dengan bantuan katalis.
3. Acid/caustic treating
4. Doctor treating
5. Amine treating
Reaksi-reaksi yang terjadi pada pengolahan minyak bumi :
1. Desulfurisasi
Keberadaan sulfur pada umpan platforming dapat mengganggu selektifitas
dan kestabilan katalis. Kandungan maksimum yang diizinkan 0,5 ppm (yang
sering digunakan 0,2 ppm). Reaksi desulfurisasi berlangsung baik pada
temperatur 315 – 340o C dan sulfur terpisah dalam bentuk H2S.
Reaksi yang terjadi adalah :
Merkaptan R – S – H + H2 R – H + H2S
Sulfida R – S – R + H2 2 R – H + H2S
Disulfida R – S – S – R + H2 2 R – H + 2 H2S
Tiofen C6H8S + 4 H2 C6H14 + H2S
Apabila temperatur reaksi terlalu tinggi dapat menyebabkan reaksi samping :
C – C – C – C = C – C + H2S C – C – C – C– C – S + CH4
2. Denitrifikasi
Kandungan nitrogen maksimum adalah 0,5 ppm, dimana kelebihan
kandungan nitrogen akan mengganggu recycle gas dan kestabilan pada aliran
overhead akibat pembentukan NH4Cl. Penyingkiran senyawa nitrogen lebih sulit
dibandingkan senyawa sulfur karena kecepatan reaksi denitrifikasi hanya
seperlima dari kecepatan desulfurisasi. Contoh reaksi yang berlangsung :
Teknik KimiaUniversitas Riau 46
C
CC
C C
N
+ 5 H2 C – C – C – C– C + NH3
HCl + R - H
RU II Dumai
Piridin
3. Hidrogenasi Olefin
Olefin mengganggu kestabilan temperatur dalam platformer karena akan
terpolimerisasi dan menyebabkan fouling dalam reaktor dan unit HE. Selain itu
senyawa ini akan menimbulkan endapan karbon pada katalis.
Contoh reaksi yang terjadi :
C – C – C – C = C – C + H2 C – C – C – C – C + CH4
4. Penghilangan Senyawa Oksigen
Oksigen yang berada dalam bentuk senyawa phenol dapat menyebabkan
fouling pada reaktor dan unit HE. Senyawa oksigen dapat diubah menjadi air
seperti tergambar dalam reaksi berikut :
phenol benzene
5. Dekomposisi Halida
Dekomposisi senyawa halida jauh lebih sedikit dibanding dekomposisi
sulfur. Senyawa halida maksimum yang dapat dihilangkan hanya sampai 90 %,
akan tetapi sulit tercapai pada kondisi reaksi desulfurisasi. Penghilangan senyawa
halida terjadi sesuai reaksi berikut ini :
Teknik KimiaUniversitas Riau 47
+ H2O + H2
OH
R – Cl + H2
+ 3 H2
1,2 - dimetilsikloheksana o - xylena
CH3 CH3
metilsiklopentana sikloheksana
RU II Dumai
6. Penghilangan Senyawa Logam
Logam yang terkandung dalam orde ppb, antara lain logam arsenik, besi,
fosfor, silikon, timah, tembaga, dan natrium. Logam-logam ini akan terkumpul
dan melekat pada katalis, sehingga katalis perlu diganti bila kandungan logam
telah mencapai 2% berat katalis. Untuk menghilangkan senyawa logam tersebut,
reaktor harus berada pada temperatur hingga 315 oC.
7. Proses Pengubahan Struktur Molekul (Reformasi Katalitik)
Reformasi katalitik adalah reaksi perubahan struktur molekul yang
diperlancar dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naphta dan bensin yang
memiliki rentang didih 100-180 oC dan berbilangan oktan rata-rata dibawah 60
menjadi bensin berbilangan oktan diatas 85. Karena komponen aktif katalis adalah
platina, maka salah satu proses reformasi katalik yang terkenal bernama
platforming. Reaksi-reaksi terpenting yang terjadi pada proses reformasi katalitik
ini adalah :
a. Dehidrogenasi naftena menjadi aromat
Isomerisasi naftena
Teknik KimiaUniversitas Riau 48
CH3 CH3
CH3
+ H2
n- heptana metilsikloheksana
CH3 – (CH2)5 - CH3
+ H2
n- dekana heksana
C10H22 C10H22 + C4H10
butana
2C2H4 C4H8
2C3H6 C6H12
CH3 CH2 = CH2 + CH3 – CH – CH3
CH3 CH3 – C – CH2 – CH3
CH3
Etena Isobutana Isobutana
RU II Dumai
b. Dehidrosiklisasi
c. Hydrocracking parafin berantai panjang
8. Proses Kombinasi Molekul
Molekul-molekul hidrokarbon yang molekulnya kecil digabungkan menjadi
senyawa yang bermolekul agak besar dan memiliki titik didih pada rentang yang
diinginkan. Jika senyawa yang dirangkai adalah dari molekul yang sama, maka
prosesnya diberinama umum polimerisasi.
Contoh proses polimerisasi adalah :
Jika yang digabungkan adalah molekul alkana ke molekul hidrokarbon tak
jenuh, maka nama prosesnya adalah alkilasi. Contoh reaksi alkilasi olefin adalah :
Teknik KimiaUniversitas Riau 49
CH3
CnHm + n H2O (2n+m) nCO + 2
H2
RU II Dumai
9. Reformasi Kukus (Steam Reforming)
Secara umum reaksi yang terjadi adalah :
10. Reaksi Penggeseran CO
CO + H2O CO2 + H2
11. Absorbsi CO2
K2CO3 + CO2 + H2O 2KHCO3
Dimana reaksi tersebut berlangsung dalam 2 tahap :
a. H2O + K2CO3 KOH + KHCO3
b. KOH + CO2 KHCO3
Sedangkan CO2 removal yang dilakukan oleh DEA berdasarkan reaksi :
CO2 + R2NH R2NCOOH
R2NCOOH + KOH KHCO3
12. Reaksi Metanasi
Proses Metanasi adalah konversi CO dan CO2 sisa menjadi metana.
Reaksi yang terjadi adalah :
CO + 3H2 CH4 + H2O (eksoterm)
CO2 + 3H2 CH4 + 2H2O (eksoterm)
Sehingga semakin besar API maka semakin kecil berat jenis.
2.6. Sifat Fisik dan Kimia Produk Kilang
Produk dari pengilangan minyak bermacam-macam dan produk – produk
tersebut harus memenuhi spesifiksi tertentu agar layak untuk dikonsumsi. Pada
umumnya produk kilang PT Pertamina RU II dapat dibagi menjadi beberapa
golongan sebagai berikut:
1. Produk gas “Liquified Petroleum Gases” atau LPG dan Hidrogen.
2. Light distillate, seperti : bensin
Teknik KimiaUniversitas Riau 50
RU II Dumai
3. Middle Distilat, seperti: ADO, avtur, IFO, IDO dan kerosine
4. Residu, seperti: UCO, Green Coke, dan LSWR.
Dan produk-produk PT Pertamina unit pengolahan lainnya, seperti:
1. Gemuk (grease)
2. Malam Parafin
3. Minyak Pelumas ,dll.
2.6.1. Produk Bahan Bakar Minyak(BBM)
Solar (ADO/Automotive Diesel Oil)
Cetane Number (CN)
Dalam mesin diesel peletupan terjadi, karena penyalaan mandiri minyak
diesel panas yang disemprotkan ke dalam selinder berisi udara panas bertekanan.
Oleh karena itu, minyak diesel diharapkan memiliki kecenderungan cukup kuat
untuk menyala sendiri. Tolak ukur kualitas ini adalah bilangan setana. Suatu
minyak diesel dikatakan memiliki bilangan setana S(0S100), jika unjuk kerja
minyak tersebut setara dengan unjuk kerja campuran S%-volume n-setana (n-
heksadekana = n-C16H34) dengan (100-S)%-volume D-metil naphtalena. N-setana
berunjuk kerja sangat baik dalam mesin diesel, karena langsung terbakar segera
setelah disemprotkan kedalam silinder. Sedangkan D-metil naphtalena berunjuk
kerja sangat buruk dalam mesin diesel.
Minyak diesel untuk kendaraan beromotor biasanya disebut solar
memiliki bilangan setana minimal 50, sedangkan minyak diesel untuk kereta api
umumnya berbilangan setana lebih rendah (40-50).
Kerosene
a. Smoke Point
Tolak ukur kualitas pembakaran kerosin dalah kemampuan untuk terbakar
tanpa menghasilkan asap. Smoke point adalah tinggi nyala maksimal (dalam mm)
yang dapat dihasilkan oleh pembakaran kerosene tanpa membangkitkan asap
hitam. Tolak ukur ini berhubungan dengan kadar senyawa aromatik, makin tinggi
Teknik KimiaUniversitas Riau 51
RU II Dumai
kadar senyawa aromatik, makin rendah titik asapnya. Kerosen yang baik memiliki
titik asap minimal 17 mm.
b. Flash Point
Flash Point adalah temperatur terendah pada saat minyak minyak membuat
uap diatasnya dan meletup saat disodori api kecil.Spesifikasi flash point minimum
dari adalah 100 0C.
Premium (Motor gasoline)
a. Octane Number
Oktan number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas anti knocking.
Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan campuran uap bensin dan
udara dalam silinder mesin otto sebelum busi menyala, dimana peristiwa ini
mengurangi daya mesin tersebut. Skala ON didasarkan pada konversi bahwa n-
hepatan (n-C7H16) memiliki ON nol (rentan terhadap knocking) da i-oktan (2,2,4-
trimetilpentan) memiliki ON 100 (tahan terhadap knodking). Bensin dikatakan
berbilangan oktan X (0 < X < 100) apabila karakteristik anti knocking bensin
tersebut sama dengan karakteristik campuran X% - volume i-oktan dengan (100-
X)% volume n- heptan premium mempunyai spesifikasi. Bensin premium
mempunyai spesifikasi bilangan ON minimum 88 dan untuk premix 94. Untuk
skala bilangan oktan yang lebih besar dari 100 didefenisikan sebagai berikut:
ON=100(PN −100 )
3
Dimana:
PN = Perfermance Number
=100
( dayame sin yangdihasilkan bensin )(dayame sin yangdihasilkan→ i−ok tan )
b. Engine Deposit
Deposit yang terbebntuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh angka
oktan bensin, sehingga tendensi pembentukan deposit merupakan faktor sangat
penting. Penambahan aditif deposit modifiying agent diperlukan untuk mengubah
sifat deposit menjadi kurang merusak.
Teknik KimiaUniversitas Riau 52
RU II Dumai
2.6.2. Produk non Bahan Bakar Minyak (non-BBM)
LPG (Liquified Petrolium Gas)
a. RVP (Reid Vapor Pressure)
RVP menunjukan kandungan fraksi ringan (C2) yang terdapat dalam LPG.
Kadar C2 maksimum yang dizinkan adalah 0.2% volume.
Tabel 2.8 Klasifikasi LPG Berdasarkan Tekanan Uapnya
KualitasTekanan Uap Maksimal Pada
100oF, psiKomposisi
A 80 ButanaB 100 Butana, sedikit propaneC 125 Butana,propaneD 175 Propane, sedikit butaneE 200 Propane
b. Kandungan fraksi C5 dan fraksi yang lebih berat
c. Kandungan i-C5, n-C5, dan fraksi yang lebih berat dalam LPG maksimum 2%
- vol. Apabila kandungan fraksi tersebut melebihi 2%-vol, maka nilai kalor
LPG menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.
Jet Fuel (Bakar Bakar Pesawat Jet)
i. Smoke Point, nilai minimum yang diperbolehkan 25 mm
ii. Flash Point, nilai minimum yang diperbolehkan 38 oC
iii. Rentang Pendidihan/Distilasi
iv. Titik Beku (Freezing Point)
Persyaratan yang penting selain ketiga syarat di atas adalah titik beku bahan
bakar. Titik beku dispesifikasi karena bahan bakar mengalami penurunan
temperature (temperature rendah) pada penerbangan tinggi sehingga dapat
membeku. Titik beku maksimal yang diperbolehkan adalah –47oC.
Avtur
Bahan bakar pesawat terbang (avtur) digunakan sebagai bahan bakar mesin
pesawat terbang tipe torak empat langkah dan yang dinyalakan dengan busi.
Teknik KimiaUniversitas Riau 53
RU II Dumai
Komponen yang paling ringan yang terdapat dalam bahan bakar pesawat terbang
adalah i-pentan yang mendidih pada suhu 82oF.
Tabel 2.9 Jenis Produk non-BBM Pertamina RU II Dumai-Sei Pakning
No. Jenis Produk Juta bbl/thn %Vol1. LPG 1,04 1,602. Green cokes 0,20 0,303. Calcined cokes* - -4. Low Sulfur Wax Residu 6,07 9,30
Ctt : * = tidak dihasilkan lagi
Teknik KimiaUniversitas Riau 54
RU II Dumai
BAB III
URAIAN PROSES
Pada RU II Dumai ini terdapat tiga tahapan proses pengolahan minyak
bumi dimana masing-masing proses akan menghasilkan produk yang berbeda-
beda. Proses-proses tersebut adalah :
1. HSC (Hydro Skimming Complex)
2. HCC (Hydro Cracking Complex)
3. HOC (Heavy Oil Complex)
3.1. HSC (Hydro Skimming Complex)
HSC meliputi kilang lama (Existing Plant) dan kilang baru (New Plant).
HSC ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama (Primary Process) dan
pengolahan tingkat kedua (Secondary Process). Pada pengolahan tingkat pertama
fraksi-fraksi minyak bumi dipisahkan secara fisika, kemudian pengolahan tingkat
kedua dilakukan untuk menyempurnakan produk dari pengolahan tingkat pertama.
Unit-unit proses yang terdapat dalam HSC meliputi :
3.1.1 Crude Distillation Unit (CDU) / Topping Unit (# 100)
Feed : Crude SLC 85% + Duri 15% pada suhu 45 oC
Kapasitas : 870 m3/jam
Tabel 3.1 Sifat Fisika Kimia SLC(Sumatera Light Crude) dan Duri Crude
Klasifikasi SLC DurioAPI Gravity at 60oF 35.2 20.4
SG at 60/60oF 0.8487 0.9317Pour point 95oF 75oF
Sulfur content wt% 0.088 0.203Asphaltene content wt% 0.341 1.440
Wax content 15.75 8.770
Pada unit ini berlangsung proses pengolahan campuran SLC crude dan
Duri crude. Unit ini berfungsi memisahkan fraksi minyak bumi berdasarkan
perbedaan titik didih masing-masing fraksi pada tekanan atmosferik. Dimana
Teknik KimiaUniversitas Riau 55
RU II Dumai
temperatur Top ±130 oC dan Bottom 330 oC, sedangkan tekanan Top kolom 0,9-1
kg/cm2 (Aktual) dan tekanan flash zone 1,4-1,5 kg/cm2 (Aktual). Proses
pengolahan crude oil terjadi secara kontinyu, crude ditarik dari tangki feed 101 –
106 dengan pompa booster P-10 dialirkan ke pompa P-1 melalui 2 train preheater
yang terdiri dari sembilan deret, ke heater H-1. Dari heater, crude bersuhu 330oC
dialirkan ke flash zone (fraksionator) T-1. Dalam fraksionator, crude oil
dipisahkan berdasarkan titik didihnya menjadi fraksi - fraksi. Dari puncak menara
diambil uap fraksi minyak teringan yang kemudian diembunkan didalam
kondenser E-8 dengan air laut. Kondensat ditampung dalam D-1 dan sebagian dari
liquid D-1 dengan pompa P-2 dikembalikan ke tray puncak T-1 sebagai reflux.
Uap yang tidak terkondensasi dari D-1 dikeluarkan dari fuel gas mengalir
menuju fuel gas kompresor KO drum D-3 dan dibakar sebagai bahan bakar untuk
heater dan penyalaan burner. Dari tray 32 dengan pompa P-7 ditarik sie stream
yang disebut TPA (Top Pump Around) yang setelah melalui penukar panas E-1
dan didinginkan dengan pendingin air laut dalam E-10 dan dikembalikan ke
puncak menara. Fraksi kerosene diambil dari tray 24 dan mengalir ke stripper T-
2A secara gravity.
Dalam stripper dimasukkan stream untuk mengalir fraksi ringan yang
tidak diinginkan. Dengan pompa P-3 kerosene diambil dari T-2A melalui penukar
kalor E-2 dan pendingin E-11 ke tangki produk. LGO diambil dari tray 12
mengalir ke dalam stripper T-2B secara gravity untuk dihilangkan fraksi
ringannya. Produk LGO diambil dari dasar T-2B dengan pompa P-4 dialirkan ke
crude exchanger E-5 dan pendingin E-12 ke dalam tangki penyimpanan dengan
menggunakan pompa P-5. Dari dasar menara T-1 diambil residue, setelah
dihilangkan fraksi ringannya dengan injeksi stripping steam ke dasar menara,
residue dialirkan dengan pompa P-6 menuju exchanger E-7, E-4 dan pendingin
box cooler E-14 dan akhirnya ke tangki penyimpanan.
Produk yang dihasilkan unit ini antara lain :
- Gas sebagai fuel gas atau dibuang ke flare
- Straight Run Naphta (SRN), diambil sebagai produk atau diolah lebih lanjut
dalam Naftha Rerun Unit (RNU)
Teknik KimiaUniversitas Riau 56
RU II Dumai
- Kerosene, langsung dialirkan ke dalam tangki produk
- Light Gas Oil, diambil sebagai komponen blending kerosene atau ADO agar
produk yang dihasilkan memiliki spesifikasi yang sesuai dengan standar mutu.
- Heavy Gas Oil (HVGO), diambil sebagai komponen blending ADO
- Long Residue, sebagian besar dialirkan ke unit Heavy Vacuum Unit (HVU) dan
sebagian kecil diambil sebagai Low Sulphur Wax Residue (LSWR) yang
digunakan juga dalam fuel oil.
Diagram alir proses Crude Distillation Unit (CDU) / Topping Unit (# 100)
di RU II Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.3.
3.1.2 Naphtha Rerun Unit / NRU (#102)
Feed : SRN (Straight Run Naphtha) dari Topping Unit
Kapasitas : Balance dengan Platforming (biasanya ± 62 m3/jam)
Unit ini mengolah Straight Run Naphtha (SRN) produk dari Topping Unit
Dumai dan Sei. Pakning. Dimana fungsinya adalah untuk memisahkan fraksi-
fraksi dari SRN, prosesnya disebut sebagai Distilasi bertekanan. Pada unit ini
terjadi pemisahan Light Naphhta (titik didih 36 oC – 90 oC) dengan Heavy
Naphtha (titik didih 80 oC – 140 oC).
SRN dari tangki dipompa P-1 menuju kolom (Tower) 1 yang sebelumnya
melalui pemanas Exchanger agar mencapai temperatur flash feed. Bagian atas
kolom ditarik ke kolom 2 dan bagian bawah kolom (bottom produk) dipompa
dengan pompa P-2 kembali ke HE yang semula berfungsi untuk memanfaatkan
panas, kemudian dilanjutkan ke cooler dan diperoleh hasil Heavy Naphtha yang
akan digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming (PL I). Sebagian dari
bottom produk dikembalikan ke kolom 2 yang sebelumnya masuk di boiler. Dari
atas kolom gas dimasukkan ke dalam kondenser dan cairannya ditampung dalam
drum D-1 kemudian di pompa kembali ke atas kolom dan sebagian didinginkan di
dalam cooler, dengan temperatur 127 oC akan menghasilkan Light Naphtha yang
akan digunakan sebagai komponen blending mogas menjadi premium, gas masuk
ke kondenser, liquidnya ditampung dalam D-1 dan dikembalikan ke top splitter
dengan pompa P-5 untuk sirkulasi saja, sedangkan gas yang tidak terkondensasi
Teknik KimiaUniversitas Riau 57
RU II Dumai
dialirkan ke system flaire / fuel gas. Tekanan operasi pada kedua kolom yaitu 1,4
Kg/cm2 dan 5,2 Kg/cm2.
Produk yang dihasilkan :
- Off gas, yang digunakan sebagai fuel gas (dikirim ke tangki) atau dibuang ke
flare.
- Light Naftha, yang digunakan sebagai komponen blending untuk mogas
- Heavy Naftha, digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming I
Diagram alir proses Naphtha Rerun Unit / NRU (#102) di RU II Dumai
dapat dilihat pada Lampiran A.4.
3.1.3 Hydrobon Platforming Unit /PL-1 (#301)
Feed : Heavy Naphtha dari NRU
Kapasitas : 41 m3/jam
Unit ini berfungsi untuk mengolah light oktan mogas komponen menjadi
high oktan mogas komponen dengan menggunakan katalis platina (0,2 – 0,3%)
dan carrier alumina.
Sebagai umpan adalah Heavy Naphtha yang telah dimurnikan dari NRU
(mengandung C6-C11 parafin, nafthenes, dan aromatik) dan akan terjadi reaksi
pada reaktor bertekanan operasi 28 – 35 Kg/cm dan temperatur 500 oC. Heavy
Naphtha yang dicampur dengan hidrogen sebelumnya dipanaskan didapur dan
kemudian dialirkan ke reaktor-reaktor, produk yang keluar reaktor akan
dilewatkan pada cooler. Top dari stabilizer dialirkan ke kondensor dan
dimanfaatkan sebagai fuel gas. Sedangkan Bottom berupa cairan panas yang
masih menguap dan tidak menguap yang akan digunakan untuk blending
premium. Temperatur maksimum Platforming I adalah 482oC.
Reaksi – reaksi yang terjadi adalah :
a. Dehydrogenation of Nafthenes
Isomerisasi yang terjadi endotermik, dimana reaksi terjadi karena adanya
metal catalist, pada reaksi dengan temperatur tinggi dan tekanan rendah.
b. Isomerisasi nafthenes dan parafin
Reaksi isomerisasi merupakan hasil dari reaksi intermediate Ion Carbonium.
Teknik KimiaUniversitas Riau 58
RU II Dumai
Reaksi ini terjadi karena adanya Acidic katalis dan hanya tergantung dari
tekanan operasi.
c. Dehydrocyclization of parafin
Dehydrocyclization ini berlangsung pada tekanan rendah dan temperatur
tinggi. Metal dan katalis dibutuhkan agar reaksi ini dapat berlangsung.
d. Hydrocracking
Hydrocracking parafin berlangsung cepat dan dalam kondisi tekanan dan
temperatur tinggi. Reaksi ini membutuhkan hidrogen dan hasil yield
(perolehan) dari reformate rendah.
e. Dealkylation of Aromatics
Reaksi ini berlangsung pada tekanan dan temperatur yang tinggi.
Tabel 3.2 Jenis-jenis Katalis yang Digunakan pada PL-I
Katalis Platinum (Wt%) Rhenium (Wt%) Chloride (Wt%)R-9XR-16FR-16GR-16HR-18R-22R-50R-56R-62R-72
0.7350.2
0.3750.3750.3750.3750.250.250.220.3
-0.2
0.3750.2
0.375-
0.250.40.44
-
0.9 – 1.00.9 – 1.00.9 – 1.00.9 – 1.01.1 – 1.20.9 – 1.00.9 – 1.00.9 – 1.01.0 – 1.11.0 – 1.1
Produk yang dihasilkan :
- Reformate (octane number 92), yang kemudian disimpan didalam tangki
produk untuk digunakan sebagai komponen blending premium.
- LPG, yang kemudian dikirim ke LPG recovery
- Off Gas, digunakan untuk fuel gas dan sisanya dibuang ke flare
- Gas H2 dengan purity 75% yang digunakan sebagai recycle gas dalam proses
Diagram alir proses Hydrobon Platforming Unit /PL-1 (#301) di RU II
Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.5.
Teknik KimiaUniversitas Riau 59
RU II Dumai
3.1.4 Naphtha Hydro Treating Unit / NHDT (#200)
Feed : - Naphtha dari HCU (heavy naftha)
- Naphtha dari DCU (crack naftha)
Kapasitas : 67,7 m3/jam
NHDT berfungsi untuk menghilangkan kontaminan seperti sulfur,
oksigen, nitrogen dan menjenuhkan olefin yang terdapat dalam stabilized naphtha
dari delayed coker dan naphtha dari hydrocracker dengan bantuan katalis
sehingga memenuhi spesifikasi untuk umpan CCR-Platforming Unit. Kandungan
sulfur dan nitrogen maksimal dalam umpan platformer masing – masing adalah
0,5 ppm untuk mencegah keracunan katalis.
Umpan untuk unit ini adalah Cracker Naphtha dari Delayed Cooking Unit
dan Heavy Naphtha dari Hydrocracker Unibon. Prosesnya disebut dengan
Hydrotreater Naphtha. Dimana besar temperatur inlet reaktor adalah 280 0C – 340 0C dan tekanan sistem 52,7 Kg/cm2. Produk yang dihasilkan pada unit ini adalah
gas untuk fuel gas, Light Naphtha sebagai over head produk yang akan digunakan
untuk blending mogas dan Heavy Naphtha treated sebagai produk bawah untuk
umpan CCR-Platforming.
Produk yang dihasilkan :
- Light Naphtha, kemudian dialirkan ke dalam tangki penyimpanan
- Heavy naphtha, feed bagi unit Platforming-CCR
- Off gas
Diagram alir proses Naphtha Hydro Treating Unit / NHDT (#200) di RU II
Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.6.
3.1.5 Continuous Catalitic Regeneration-Platforming II / CCR-PLII (#310-
#300)
Feed : Naftha dari NHDT
Kapasitas : 58,7 m3/jam
Unit ini berfungsi untuk menaikkan low octane number straigth run
naphtha menjadi octane tinggi blending komponen oleh reaksi kimia katalitik.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada reaktor ini adalah :
Teknik KimiaUniversitas Riau 60
RU II Dumai
1. Dehidrogenasi Naphtha menjadi aromatik; reaksi ini bersifat endotermik dan
berlangsung dengan mudah oleh fungsi metal katalis
2. Hydrocracking Paraffin; reaksi ini bersifat eksotermis, karena reaksi dapat
dilihat dari kenaikan temperatur, khususnya pada reaktor 3 (R-3)
3. Isomerisasi; perubahan rumus bangunan molekul tanpa merubah rumus
molekul, reaksi bersifat eksotermis.
4. Dehidrosiklasi Paraffin menjadi Naphtha berifat endotermis dan merupakan
reaksi yang paling sulit dilaksanakan dalam Platforming.
Pada CCR, unit ini dirancang untuk meregenerasi katalis bimetalitik R-134
yang digunakan di platforming secara terus menerus karena selama proses yang
terjadi di platforming I, katalis mengalami deaktivasi akibat keracunan dan
pembentukan coke.Temperatur reaktor adalah sebesar 498 0C – 515 0C dengan
tekanan 7,4 Kg/cm2 .
Tabel 3.3 Jenis-jenis Katalis yang Digunakan pada CCR-Platforming II
KatalisNominal
Diameter (mm)Platinum(Wt%)
Chloride(Wt%)
R-30R-32R-34R-132R-134
1.61.61.61.61.6
0.60.3750.290.3750.29
1.1 – 1.21.1 – 1.21.1 – 1.21.2 – 1.31.2 – 1.3
Produk yang dihasilkan :
- Reformate, dengan nilai octane 94
- LPG, dikirim ke LPG Recovery unit
- Off gas, yang kemudian digunakan sebagai fuel gas sistem
- Gas H2 dengan purity 85% yang kemudian di recycle dan sebagian dikirim ke
H2 plant.
Diagram alir proses Continuous Catalitic Regeneration-Platforming II /
CCR-PLII (#310-#300) di RU II Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.7.
Teknik KimiaUniversitas Riau 61
RU II Dumai
3.2. HCC (Hydro Cracking Complex)
Hydrocracking Complex merupakan salah satu proyek perluasan kilang
Pertamina RU II Dumai, HCC ini didisain oleh Universal Oil Product (UOP)
yang terdiri dari 5 unit proses yaitu :
3.2.1 Hydrocarcker Unibon / HCU( #211 / #212)
Feed : 80% HVGO dari HVU
20% HCGO dari DCU
Kapasitas : 185 m3/jam
Fungsi unit adalah untuk merengkahkan hidrokarbon yang mempunyai
rantai molekul panjang menjadi hydrokarbon dengan rantai molekul pendek yang
mempunyai berat molekul lebih ringan dengan memakai Hydrocracking
menggunakan gas H2 dan katalis.
Disamping memecah rantai karbon juga terjadi penghilangan sulfur, nitrogen,
oksigen dan penjenuhan olefin.
Unit ini terdiri dari :
a. Seksi Reaktor
b. Seksi Fraksinasi
Variabel Proses :
1. Fresh Feed Quality. Merupakan kualitas feed yang akan mempengaruhi :
Temperatur yang dibutuhkan di katalis bed
Konsumsi Hydrogen
Lama waktu regenerasi katalis
Kualitas Produk
2. Fresh Feed Rate (LHSV)
LHSV =FreshFeed (m3 / jam)CatalisVolume( m3 )
3. CFR (Combined Feed Ratio)
CFR= FreshFeed+Liquid Re cycleFreshFeed
4. Tekanan Parsial Hydrogen
Teknik KimiaUniversitas Riau 62
RU II Dumai
5. Recycle gas rate
6.( H2 /HC )ratio=
Re cycleGasRate( SCFD )xH 2 Purity
FreshFeed ( BPD )
7. Temperatur, normal temperature adalah 343 – 482oC
8. Kualitas make up hydrogen
Spesifikasi : H2 = 95% vol
Methane + H2 = 5%
CO dan CO2 = 10 – 50 ppm
9. Katalis, komponen CO, MO dan Tungsten dari VIII metal group on silica
Alumina base dalam 1/16 in sphare shape
Produk dari unit ini antara lain :
o Gas dari Top sebagai umpan LPG Recovery
o Heavy Naphtha sebagai umpan unit NHDT
o Light Naphtha yang digunakan untuk blending mogas
o Light Kerosene,yang merupakan komponen blending Kerosene/avtur/JP-5
o Heavy Kerosene, merupakan komponen blending kerosene/avtur/JP-5
o Automotive Diesel Oil (ADO)
o Bottom Fractinator/recycled feed
Diagram alir proses Hydrocarcker Unibon / HCU( #211 / #212) di RU II
Dumai untuk reactor section dapat dilihat pada Lampiran A.9 sedangkan
fractionation section dapat dilihat pada Lampiran A.10.
3.2.2 Hydrogen Plant / H2 Plant ( #701 / #702)
Feed : - Gas dari Platforming I dan Platforming II
- Gas Amine dan LPG Recovery
- LPG (sebagai cadangan)
Kapasitas : 2 plant @ 43.914 Nm2/jam
Unit Hydrogen Plant berfungsi untuk menghasilkan gas hidrogen dengan
kemurnian tinggi (97 %) untuk memenuhi kebutuhan hydrogen yang diperlukan
pada porses Hydrotreating dan Hydrocracking pada Hydrocracker Unibon.
Teknik KimiaUniversitas Riau 63
RU II Dumai
Umpan yang diolah adalah gas yang berasal dari Delayed Coke dan HC Unibon.
Kandungan sulfur pada gas dari berbagai unit di Dumai diasimilasi didalam
kolom desulfurizer dengan katalis zineoxide. Aliran yag keluar desulfurizer
dicampur dengan steam menjadi gas H2 dan CO. selanjutnya gas CO dikonversi
menjadi CO2 dan terjadi absorbsi CO2 pada CO2 absorber. Gas CO dan CO2 yang
masih terbawa dikonversikan menjadi gas hydrokarbon kembali.
Tahapan reaksi yang terjadi di Hydrogen Plant :
a. Desulfurisasi (menggunakan katalis ZnO)
b. Steam Reforming (menggunakan katalis Ni)
c. Shift Converter (menggunakan katalis Cu)
d. CO2 Removal (menggunakan katalis Fe, Benfil DEA)
e. Methanator
Produk yang dihasilkan : - Gas H2 dengan purity minimum 97%,
- Kandungan CO + CO2 maksimum 30 ppm,
- Kandungan CH4 maksimum 3%
Diagram alir proses Hydrogen Plant / H2 Plant ( #701 / #702) di RU II
Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.8.
3.2.3 Amine & LPG Recovery (#410)
Feed : - Gas, LPG dan light naphtha dari HC Unibon
- LPG dari CCR-Platforming Unit
- Gas dari Platforming
- Gas dari Naphtha Hrydrotreating Unit
- Gas dari Destilat Hydrotreating Unit
Kapasitas : 1.7 MBSD
Unit ini dirancang untuk menghilangkan senyawa sulfur yang terkandung
dalam gas dan LPG yang dihasilkan unit-unit lain dengan proses absorber MEA
(Monoetamolamine) untuk mencegah terjadinya korosi di tangki LPG, dan untuk
mendapatkan produk-produk LPG dengan kadar C3 dan C4 yang diinginkan.
Amine dan LPG Recovery terbagi menjadi 2 bagian :
a. Absorben Section (off gas amine absorber and LPG amine absorber),
Teknik KimiaUniversitas Riau 64
RU II Dumai
untuk menghilangkan H2S dari off gas dan LPG
b. Amine Regeneration (vapor amine stripper), untuk me-recovery lean
amine dari rich amine.
Variabel Operasi :
1. Absorbtion
Low Temperatur, dimana lean amine harus diatas 3oC dari
temperatur gas fee stream, untuk mencegah kondensasi uap
hidrokarbon.
Acid gas loading
High Amine Concentration
2. Regeneration
Temperatur yang tinggi sekitar 250oF
Low pressure (35-100 Kpa)
High stripping steam rates, operasi stripper kondisi normal
memerlukan heat input 1.2 lb steam reboiler per gallon etanol
amine.
Low amine concentration, membutuhkan 15-20%Wt amine
concentration.
Gas umpan dari unit – unit ditampung di drum V-1 untuk memisahkan
cairan yang terbawa bersama gas. Cairan di alirkan ke sour water stripper (SWS)
sistem sedangkan gas dipanaskan di E-3 kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1
sebelum masuk bagian atas recycle V-3. Hasil reaksi dialirkan dari bawah untuk
pemanas di E-3 dan didinginkan di E-4 dan masuk ke pemisah tekanan tinggi V-8.
Cairan low pressure dimasukkan ke debutanizer untuk menghilangkan gas
hidrogen. Bottom produk debutanizer sebagian dikembalikan ke kolom. Uap
setelah di embunkan ditampung di V-19. Cairannya sebagian diumpankan ke
naphtha splitter V-20.
Hasil bawah splitter didinginkan dan diambil sebagai produk naftha berat
dari settler drum LPG dialirkan ke soda wash drum V-11, gas dicuci dengan
larutan soda caustic. LPG yang telah ditreating di deetanizer diinginkan.
Produk dasar dialirkan ke spare tank sistem dengan terlebih dahulu membersihkan
Teknik KimiaUniversitas Riau 65
RU II Dumai
panas untuk memanasi umpan di deetanizer feed/bottom exchanger dan
selanjutnya didinginkan di pendingin E-15.
Produk yang dihasilkan :
- LPG dengan senyawa sulfur rendah
- Gas untuk fuel gas
3.2.4 Sour Water Stripper / SWS ( # 840)
Feed : Air dari HCU, DCU, DHU, NHDT, HVU
Kapasitas : 10.300 BPSD
Unit ini berfungsi untuk menurunkan kadar H2S dan NH3 yang
terkontaminasi air dari Refinery Sour Water sebelum dikeluarkan/dibuang sebagai
limbah. Proses yang terjadi adalah pemanasan dalam kolom sampai 1100C
(stripping) untuk menghilangkan gas-gas H2S, HCI, dan NH3. H2S dan NH3 yang
terlepas, kemudian dibuang/dibakar di Flare sedangkan airnya digunakan lagi
sebagai desalater water di HVU.
Air yang telah digunakan pada berbagai unit dikumpulkan di sour water
drum V-1 dimana air, minyak dan gas yang terikut akan dipisahkan. Air dialirkan
kemenara stripper V-2 bagian atas dengan pompa P-1A/B. Sebelum masuk
menara dipanaskan di E-1. Minyak yang terpisahkan dialirkan ke slop tank
dengan pompa P-2 sedangkan gasnya dialirkan ke sour drum dan selanjutnya
dibakar di incinerator.
Di stripper air akan kontak dengan caustic 20 Be yang diinjeksikan oleh
pompa P-5 yang akan menstabilkan pH air yang dihasilkan dari dasar menara.
Temperatur dasar kolom dijaga tetap 121oC dengan mengalirkan sebagian produk
dasar ke stripper reboiler E-2. Air bebas hydrogen sulfide dan amoniak dari dasar
menara dengan pompa P-3A/B dialirkan ke E-1 dan E-3 lalu dikirim ke desalter
water surge drum VDU. Bila air tersebut berlebih, maka dibuang dengan
didinginkan sebelumnya di E-5 dengan air laut.
Produk yang dihasilkan antara lain : Air dengan kadar 3% volume H2S dan 10%
volume NH3
Teknik KimiaUniversitas Riau 66
RU II Dumai
3.2.5 Nitrogen Plant / N2 Plant ( # 300)
Feed : Udara bebas
Kapasitas : 12.000 Nm3/hari
Unit berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan untuk start-up dan
shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan blangketting. Prinsip operasinya
adalah pemisahan nitrogen (N2) dari oksigen (O2) dan CO2 dalam udara
berdasarkan titik embunnya pada temperatur operasi 1800C. Karena nitrogen
mempunyai titik embun lebih rendah daripada oksigen, sehingga nitrogen akan
mengalir ke bagian atas kolom dan oksigen akan berkumpul di bagian dasar
kolom sebagai cairan. Proses ini menggunakan molecular steve absorber untuk
menyerap uap air dalam udara.
Produk yang dihasilkan : N2 (nitrogen)
3.3 HOC (Heavy Oil Complex)
Heavy Oil Complex menghasilkan bahan bakar minyak dan coke. Bahan
yang diolah berupa Long Residue dari Topping Unit.
Unit-unit yang terdapat dalam HOC adalah :
1. High Vacuum Distillatiuon Unit (HVU)
2. Delayed Coking Unit (DCU)
3. Coke Calciner Unit (CCU)
4. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)
3.3.1 High Vacuum Unit/HVU ( # 110)
Feed : LSWR dari CDU
Kapasitas : 614 m3/jam
Fungsi High Vacuum Unit sama dengan Crude Distillation Unit yaitu
memisahkan residu. Residu untuk umpan HVU terdiri dari 70 % Long Residu dari
Topping Unit dan 30 % residu dari CDU Sei. Pakning, dipisahkan menjadi tiga
fraksi berdasarkan titik didihnya. Namun unit ini beroperasi pada tekanan yang
kurang dari 1 Atmosfir (Vacuum) supaya temperatur yang berlebihan dapat
Teknik KimiaUniversitas Riau 67
RU II Dumai
dicegah agar tidak terjadi Cracking.
Prinsip dasar High Vacuum Unit adalah proses pemisahan fraksi dalam
LSWR dengan jalan penurunan titik didih dan akan meghasilkan Ligh Vacuum
Gas Oil (LVGO) sebagai komponen diesel. High Vacuum Gas Oil ( HVGO)
sebagai umpan Hydrocracker Unibon dan Short Residue sebagai umpan Delayed
Coker.
Variabel Prosesnya antara lain :
1. Suhu
Suhu keluar dapur dapat bervariasi guna mencapai spesifikasi produk bottom
coloum yang dikehendaki. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendahnya
aliran umpan yang dapat menyebabkan terbentuknya positif olefin pada
vacuum bottom, indikasi cracking terjadi pada tube dapur. Ini dapat diperbaiki
dengan menambah aliran injeksi steam kedalam tube. Tidak ada pengatur suhu
pada menara seperti kebanyakan menara.Vacuum dioperasi untuk
memanfaatkan condensable material.
2. Tekanan
Coloum dirancang beroperasi pada tekanan 45 mmHg absolute di area
flash zone, 15 mmHg pada puncak kolom hendaknya dioperasikan pada tekanan
yang terendah yang dapat dicapai tanpa menambah beban ejector atau condenser.
Kelebihan jumlah steam yang ke ejector bisa menambah beban condenser dalam
hasilnya dicapai vacuum yang tidak bagus. Tekanan vacuum coloum yang rendah
berarti rendahnya suhu keluar dapur yang dibutuhkan untuk spesifikasi produk
bottom coloum yang sama dan pemisahan gas oil dari produk bottom berjalan
sempurna. Pada HVU tekanan top 25 mmHg, dan tekanan bottom 30 – 35 mmHg.
Produk yang dihasilkan :
- Gas 2%, akan dipakai sebagai fuel gas (untuk konsumsi sendiri)
- Light Coker Gas Oil (LVGO) 12% , digunakan untuk komponen blending
- Heavy Coker Gas Oil (HCGO) 14,2% , digunakan sebagai umpan HC
Unibon
- Short Residue 46,6%, digunakan sebagai umpan DCU
Diagram alir proses High Vacuum Unit/HVU ( # 110) di RU II Dumai
Teknik KimiaUniversitas Riau 68
RU II Dumai
dapat dilihat pada Lampiran A.11.
3.3.2 Delayed Cooking Unit / DCU ( # 140)
Feed : Short residu dari HVU
Kapasitas : 234 m3/jam
Unit ini berfungsi untuk mengolah Short Residue dari HVU menjadi
fraksi-fraksi minyak yang lebih ringan dengan cara Thermal cracking dengan
tujuan menghasilkan middle distillat dan green coke yang memenuhi persyaratan
sebagai feed calciner.
Proses yang terjadi adalah pemutusan rantai panjang Hydrocarbon
menjadi rantai-rantai yang lebih pendek pada temperatur tinggi (± 5000C),
sehingga disini juga terjadi reaksi polimerisasi membentuk padatan kokas (coke).
Feed gas dari bottom vacuum unit atau tangki dikumpulkan dalam charge surge
drum dan setelah melewati alat penukar panas dimasukkan ke fraksinator yang
menghasilkan :
a. Unstabillezed naphtha dari top
b. Light Coker Gas Oil (LCGO) dari side stream
c. High Vacuum Gas Oil (HVGO) dari side stream
d. Combined feed dari bottom
Variabel proses :
1. Crude Sources dan jenis Feed Stock
Kandungan karbon yang tinggi dari fuel akan menyebabkan yield coke
akan semakin tinggi. Kandungan asphaltent, resin dan aromatic, dan level
impurities akan berakibat terhadap kualitas coke.
2. Coke Chamber Temperature
Meningkatkan temperature drum, akan meningkatkan penguapan
hidrokarbon berat, hal ini akan mengurangi volatile carbon content dari
coke, sehingga akan dihasilkan coke yang lebih keras.
3. Coke Chamber Pressure
Tekanan top desain adalah 4.22 kg/cm2. Gunanya untuk meningkatkan
resident time akan meningkatkan yield dari coke naik.
4. Combine Feed Ratio (CFR)
Teknik KimiaUniversitas Riau 69
RU II Dumai
Merupakan volume bottom fraksinasi dibagi dengan volume fresh feed.
Jika CCR diturunkan, produk heavy cooking gas oil akan meningkatkan
disbanding produk lainnya. Coke yang diproduksi akan lebih lembut, dan
memiliki Volatil Carbon Matter (VCM) dan level impurities yang lebih
tinggi.
Produk yang dihasilkan antara lain:
- Gas (Refinery fuel) : 10.000 m3/jam
- LPG : 9 ton/jam
- Cracked Naphta sebagai umpan Naphta Hydrotreater
- Ligh Coker Gas Oil ( LCGO) untuk umpan Distillation Hydrocracker
- Heavy Coker Gas Oil ( HCGO) untuk Hydrocracker Unibon (HCU)
- Green Coke sebagai umpan Calciner.
- Dengan Perbandingan tertentu LCGO dan HCGO di blend, untuk
menghasilkan JDF (Industrial Diesel Fuel)/ MDF (Marine Diesel Fuel)
Diagram alir proses Delayed Cooking Unit / DCU ( # 140) di RU II Dumai
dapat dilihat pada Lampiran A.12.
3.3.3 Coke Calciner Unit /CCU ( # 170)
Feed : Green Coke
Unit ini berfungsi mengkalsinasi Green coke yang dihasilkan oleh
Delayed Cooking menjadi Calcined coke. Prosesnya menggunakan Rotary Kiln
pada temperatur ± 1300 oC untuk menghilangkan semua material karbon yang
mudah menguap dan kandungan air, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
Rotary Cooler dengan kemiringan tertentu untuk mendinginkan coke. Gas Panas
dari Calciner di manfaatkan sebagai panas pembantu pembuatan Steam di Waste
Heat Boiler untuk tujuan efisiensi.
Variabel Proses :
1. Tipe Green Coke
Sponge Coke, memiliki pori- pori kecil dan dilapisi oleh dinding tipis.
Honey Comb Coke, adalah coke intermediate, interconnent pores, dan
menunjukkan struktur honey comb.
Teknik KimiaUniversitas Riau 70
RU II Dumai
Needle Coke, memiliki pori- pori besar, eliptikal dan dilapisi oleh lapisan
dinding tipis.
2. Coke Spesification
Real Density
Apprent Density
3. Ukuran Green Coke
Size Distribution
Size Segregation di dalam kiln
4. Rotary Kiln Capacity, 3 – 12% dari volume kiln terisi oleh material.
Green coke dari DCU, diperoleh dalam alat pemecah coke, dengan alat
belt conveyer melalui saringan, coke berukuran lebih besar 1225 mm
dikembalikan untuk dipecah lagi. Green coke halus dengan belt conveyer
dikumpulkan dalam stock pile selanjutnya dikirim ke calciner V-201 dengan belt
conveyer. Green coke akan bergerak secara lambat ke zone pemanasan sampai
suhu feed masuk. Untuk pemanasan dipakai hasil pembakaran bahan bakar gas
yang dimasukkan ke rotary calciner dari bagian bawah. Aliran gas berlawanan
dengan aliran cok. Coke keluar kiln dengan suhu 1204 – 1370oC dan didinginkan
di rotary cooler E-209 dengan menyemprotkan air keluar dengan temperatur
204oC. Udara keluar dari cooler dibersihkan di cooler dust colektor V-212 dan
dimanfaatkan di rotary cooler dan dialirkan ke incinerator untuk dibakar dengan
off gas dari kiln.
Selanjutnya gas proses incinerator dialirkan ke Waste Heat Boiler (WHB)
untuk menghasilkan steam pada suhu 398oC dan dialirkan ke stock untuk dibuang
ke atmosfir. Calciner coke cooler ditampung di storage silo.
Produk yang dihasilkan : Calcined Coke. Namun pada saat ini unit
calciner tidak diaktif lagi sehingga Pertamina tidak menghasilkan produk calcined
cokes.
3.3.4 Distillate Hydrotreating Unit/DHDT ( # 220)
Feed : LCGO dari DCU
Kapasitas : 84 m3/jam
Teknik KimiaUniversitas Riau 71
RU II Dumai
Proses Hydrotreating bertujuan untuk meningkatkan kualitas Ligh Coker
Gas Oil (LCGO) dari Delayed Coker Unit (DCU) menjadi gas, Naphtha, Light
Kerosene melalui proses Hydrotreating Cataytis. Proses ini bertujuan untuk
menjenuhkan material yang tidak stabil dari hasil cracking dan membuang
impurities seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen bertekanan.
Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di coloum stripper dan splitter. Ada 6
reaksi yang terjadi pada DHDT yaitu penjenuhan olefin, sulfur removal, nitrogen
removal, oksigen removal, metal removal, dan halide removal.
Variabel Operasi :
Temperatur Reaktor
Dibawah 400oC, temperature reactor akan meningkatkan level dan deaktivasi
katalis. Jika temperature diatas 400oC katalis bed temperature, maka
pembentukan coke menjadi lebih cepat.
Feed Boiling Range
Liquid Hourly Super Velocity (LHSV)
Peningkatan LHSV membutuhkan temperature reactor yang lebih tinggi dan
akan meningkatkan laju deaktivasi.
Hydrogen Purity
Menaikkan hydrogen purity akan meningkatkan reaksi hidrocracking, dan
menurunkan laju deaktivasi katalis.
H2/HC ratio
Menaikkan H2/HC ratio akan meningkatkan reaksi hydrotreatingdan
menurunkan laju deaktivasi katalis.
Produk yang dihasilkan :
- Naphtha untuk feed NHDT
- Gas untuk feed Amine dan LPG Recovery dan sebagai fuel gas
- Light Kerosene sebagai blending kerosene
- Heavy Kerosene sebagai blending diesel.
Teknik KimiaUniversitas Riau 72
RU II Dumai
BAB IV
INSTRUMENTASI
Agar proses dapat berjalan dengan lancar, maka harus dilakukan
pengendalian terhadap kondisi dari alat-alat yang dioperasikan. Instrumentasi
digunakan untuk keperluan pengukuran, indikasi, recording, dan pengendalian
variabel proses. Sehingga diharapkan dapat tercapai kondisi operasi yang
diinginkan serta keamanan dan keselamatan kerja. Variabel proses yang
dikendalikan antara lain temperatur, tekanan dan laju alir.
Ditinjau dari sarana yang tersedia, operasi kilang dikendalikan di control
room (pusat pengendali operasi), dimana kondisi operasi dapat dipantau. Sistem
pengendalian prosesnya menerapkan metode Distributed Control System (DCS)
yang menggunakan komputer sistem microprocessor.
Data yang terukur dari lapangan oleh transducer diubah ke dalam bentuk
sinyal, baik analog, digital, maupun pulsa. Sinyal ditransfer masuk ke DCS
menggunakan transmitter. Sinyal analog berupa besaran electric, yaitu kuat arus
dengan tegangan listrik. Kuat arus yang digunakan 4-20 mA, dan tegangan lsitrik
berkisar 1-5 volt. Untuk keperluan pengendalian, DCS dihubungkan ke
SRUervisory Control Sistem (SCS). Data dikalkulasi di SCS dan hasilnya dikirim
ke DCS sebagai set point baru.
Secara garis besar, sistem pengendalian proses di dalam kilang terdiri
dari pengendalian digital dan pengendalian analog. Pengendalian digital dilakukan
di Existing Plant, yaitu di Crude Distillation Unit, Naphtha Rerun Unit, dan
Platforming Unit. Semua parameter dapat dimonitor dan dikendalikan dari control
room secara computerized. Sedangkan pengendalian secara analog terdapat di
New Plant. Disini, parameter-parameter operasi divisualisasikan di panel
penunjuk dan recording. Pengendalian dilakukan dengan perintah kepada operator
lapangan melalui jaringan telepon internal.
Teknik KimiaUniversitas Riau 73
RU II Dumai
4.1. Pengendalian Temperatur
Temperatur diukur dengan menggunakan alat termokopel, yang mana
data temperatur dikonversikan menjadi sinyal elektrik oleh transduser dan dikirim
ke ruang kendali utama dengan transmitter. Pengendalian temperatur terutama
dilakukan terhadap heater di semua unit, boiler, reaktor di platforming unit dan
sebagainya. Adapun peralatannya :
1. Temperature Transmitter (TT). Alat yang dipakai untuk mengukur besarnya
suhu, yang kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk
pneumatik dan 4-20 mA untuk elektronik.
2. Temperature Recorder (TR), alat untuk mencatat besarnya suhu.
3. Temperature Indicator (TI). Suatu alat yang menunjukkan besarnya suhu saat
terakhir yang sinyalnya berasal dari termokopel.
4. Temperature Indicator Control (TIC). Suatu alat yang berfungsi untuk
membuat suhu suatu sistem konstan sesuai dengan set pointnya.
5. Temperature Recorder Control (TRC). Seperti halnya dengan TIC, tetapi
dilengkapi dengan recorder.
6. Temperature Valve (TV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan
oleh sinyal dari temperature transmitter.
7. Temperature Relay (TY). Suatu alat yang mengubah sinyal temperatur
menjadi bentuk lain.
8. Temperature Switch Low (TSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi
low temperature, baik itu berbentuk trip atau alarm.
9. Temperature Switch High (TSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu
bila terjadi high temperature, baik itu berbentuk trip atau alarm.
4.2. Pengendalian Tekanan
Pengukuran tekanan menggunakan pressure gauge, dimana tekanan
diubah menjadi sinyal elektrik dengan menggunakan pressure transduser, dan
dikirim ke ruang kendali dengan menggunakan pressure transmitter.
Teknik KimiaUniversitas Riau 74
RU II Dumai
Pengendalian dilakukan di dalam pipa pipa-pipa saluran, boiler, kolom di high
vacuum unit dan sebagainya.
Adapun peralatannya :
1. Pressure Transmitter (PT). Alat yang dipakai untuk mengukur besarnya
tekanan, yang kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk
pneumatik dan 4-20 mA untuk elektronik.
2. Pressure Recorder (PR), alat untuk mencatat besarnya tekanan.
3. Pressure Indicator (PI). Suatu alat yang menunjukkan langsung besarnya
tekanan suatu sistem.
4. Pressure Indicator Control (PIC). Suatu alat yang berfungsi untuk membuat
tekanan suatu sistem konstan sesuai dengan set pointnya.
5. Pressure Recorder Control (PRC). Seperti halnya dengan TIC, tetapi
dilengkapi dengan recorder.
6. Pressure Valve (PV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan oleh
sinyal PIC atau PRC.
7. Pressure Relay (PY). Suatu alat yang mengubah sinyal pressure menjadi
bentuk lain.
8. Pressure Switch Low (PSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi low
pressure, baik itu berbentuk trip atau alarm.
9. Pressure Switch High (PSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu bila
terjadi high pressure.
4.3. Pengendalian Laju Alir
Alat ukur yang digunakan adalah orificemeter, dan venturimeter, dimana
data yang diukur dikonversikan oleh transducer, dan disampaikan oleh transmitter
ke DCS berupa sinyal elektronik. Pengukuran laju alir terutama dilakukan
terhadap aliran masuk dan keluar bahan baku minyak ke/ dari unit distilasi, aliran
air dan sebagainya. Adapun peralatannya :
1. Flow Transmitter (FT). Alat yang dipakai untuk mengukur besarnya jumlah
aliran, yang kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk
pneumatic dan 4-20 mA untuk elektronik.
Teknik KimiaUniversitas Riau 75
RU II Dumai
2. Flow Recorder (FR), alat untuk mencatat laju alir.
3. Flow Indicator (FI). Suatu alat yang menunjukkan laju alir pada saat terakhir
saja.
4. Flow Indicator Control (FIC). Suatu alat yang berfungsi untuk membuat laju
alir suatu system konstan sesuai dengan set pointnya.
5. Flow Recorder Control (FRC). Seperti halnya dengan FIC, tetapi dilengkapi
dengan recorder.
6. Flow Valve (FV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan oleh sinyal
FIC atau FRC sehingga permintaan sesuai dengan set point.
7. Flow Relay (FY). Suatu alat yang mengubah sinyal flow menjadi sinyal
bentuk lain.
8. Flow Switch Low (FSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi low
flow, baik itu berbentuk trip atau alarm.
9. Flow Switch High (FSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu bila
terjadi high flow.
4.4. Pengendalian Level Ketinggian
Pengendalian level ketinggian, biasanya diperlukan untuk alat- alat
separator seperti 200 V-6 (alat pada NHDT), 211 V-9 (alat pada HC Unibon), dan
sebagainya. Adapun peralatannya :
1. Level Transmitter (LT). Alat yang dipakai untuk mengukur ketinggian, yang
kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk pneumatik dan 4-
20 mA untuk elektronik.
2. Level Recorder (LR), alat untuk mencatat ketinggian, recorder disini
mengubah sinyal dari level transmitter ke dalam skala 0-100%.
3. Level Indicator (LI). Suatu alat yang menunjukkan ketinggian pada saat
terakhir saja.
4. Level Indicator Control (LIC). Suatu alat yang berfungsi untuk membuat
ketinggian suatu system konstan sesuai dengan set pointnya.
5. Level Recorder Control (LRC). Seperti halnya dengan LIC, tetapi dilengkapi
dengan recorder.
Teknik KimiaUniversitas Riau 76
RU II Dumai
6. Level Valve (LV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan oleh sinyal
LIC atau LRC.
7. Level Relay (LY). Suatu alat yang mengubah sinyal ketinggian menjadi sinyal
bentuk lain.
8. Level Switch Low (LSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi low
level, baik itu berbentuk trip atau alarm.
9. Level Switch High (LSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu bila
terjadi high level.
Teknik KimiaUniversitas Riau 77
RU II Dumai
BAB V
UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH
5.1. Utilitas
Utilitas merupakan suatu bagian yang penting guna menunjang operasi
kilang karena sebagian besar jalannya operasi ditentukan oleh adanya utilitas ini.
Fasilitas utilitas yang terdapat pada Pertamina RU II Dumai adalah :
1. Air tawar, yang berfungsi sebagai :
a. Air pendingin pompa
b. Air umpan boiler
c. Air minum
d. Water Hydrant
e. Air bersih untuk perumahan
2. Steam, yang berfungsi sebagai :
a. Penggerak turbin
b. Pemanas
c. Proses
3. Udara bertekanan (Pressed Air), yang berfungsi sebagai :
a. Udara instrument, untuk menjalankan instrument pengontrol
b. Pembersihan alat- alat
4. Air Laut, yang berfungsi sebagai :
a. Air pendingin pada cooler dan condenser
b. Pendingin mesin- mesin di power plant
c. Fire Safety
Unit- unit proses yang merupakan bagian dari unit utilitas adalah :
a. Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)
Sumber air tawar diperoleh dari sungai Rokan. Pengolahan air ini terutama
ditujukan untuk memperoleh air yang memenuhi syarat sebagai air minum dan air
pendingin, sedangkan air untuk umpan boiler (Boiler Feed Water) perlu
pengolahan lebih lanjut di demineralizer. Air sungai Rokan diolah untuk
Teknik KimiaUniversitas Riau 78
RU II Dumai
menghilangkan turbiditas, COD, suspended solid, dan warna atau untuk
menghindari korosi yang disebabkan oleh pH air yang rendah, maka diinjeksikan
larutan NaOH sampai netral. Untuk kebutuhan air minum dilakukan proses
sterilisasi dengan menginjeksikan desinfektan seperti Cl2 atau Ca(OCL)2.
Air baku dari sungai Rokan dipompa menuju WTP (Water Treatment
Plant) Bukit Datuk yang berjarak 45 km, kemudian ditampung dalam raw water
pond. Di dalam raw water pond terjadi pengendapan Lumpur, pasir, dan
partikulat. Kemudian air baku dipompa menuju clearator dan diinjeksikan :
Aluminium Sulfat : Al2(SO4)3.18H2O
Caustic Soda : NaOH
Coagulant Aid
Didalam clearator air baku dan bahan kimia diaduk dengan rapid mixer
sehingga akan terjadi reaksi koagulasi antara bahan kimia dengan kotoran dan
akan terbentuk flok. Reaksi yang terjadi adalah :
Al2(SO4)3.18H2O + 3Na2CO3 → 3Na2SO4 + 2Al(OH)3 + 18H2O
Flok-flok yang akan terbentuk akan mengendap dan dibuang secara periodik. Air
jernih akan mengalami over flow dan ditampung dalam intermediate pond.
Intermediate Pond hanya berfungsi sebagai bak penampung air jernih. Lalu air
jernih dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk memisahkan carry over flok
dari clearator. Air jernih dari sand filter secara gravitasi ditransfer menuju treated
water pond. Dari treated water pond air didistribusikan dengan pompa melalui
sistem manifold. Manifold untuk kilang diinjeksikan corrosion inhibitor,
sedangkan air untuk perumahan diinjeksikan Cl2 atau Ca(OCl)2 untuk desinfektan.
Refinery Water (raw water) dari WTP Bukit Datuk dikirim ke new plant
dan dikirim ke sand filter. Outlet sand filter ditampung pada filtered water tank.
Dari tangki tersebut diditsribusikan dengan pompa menuju :
1. Portable Water Tank
2. Plant Water Calciner
3. Demineralizer
4. Make RU Cooling Water
5. Plant Water dan House Station
Teknik KimiaUniversitas Riau 79
RU II Dumai
b. Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant)
Air umpan boiler memiliki persyaratan khusus karena dalam air masih
terdapat zat- zat yang bisa membentuk kerak pada tube boiler dan zat- zat yang
korosif. Kerak pada tube boiler disebabkan oleh garam-garam silikat dan
karbonat. Kerak ini akan menyebabkan over heating sebab menghambat transfer
panas. Korosi pada pipa disebabkan adanya gas-gas korosif seperti O2, CO2, pH
air yang rendah, karena itu gas-gas harus dihilangkan dan pH air dijaga tetap
netral di dalam BFW. Garam-garam mineral yang larut dalam air bisa
mengakibatkan buih sehingga perlu dihilangkan dengan demineralizer yang terdiri
dari kation dan anion.
Outlet demineralizer ditampung dalam tangki lalu dipompakan ke dearator
guna mengurangi kandungan O2 terlarut. Air yang keluar dearator diinjeksikan
hydrazine untuk menghilangkan O2 sisa kemudian didistribusikan ke boiler
dengan pompa. Steam yang dihasilkan terbagi menjadi tiga jenis :
1. High Pressure Steam (HPS), P = 40
12 bar, T = 398oC, Kapasitas = 60 ton
2. Middle Pressure Steam (MPS), P = 11 bar, T = 200oC, Kapasitas = 60 ton
3. Low Pressure Steam (LPS), P = 3
12 bar, T = 190oC, Kapasitas = 60 ton
c. Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit)
Unit ini berfungsi untuk menampung air yang akan digunakan sebagai air
pendingin pompa dan compressor. Air yang digunakan adalah air tawar dari WTP
Bukit Datuk. Cooling tower di new plant berpusat di utilitas circulation. Air dari
tangki didistribusikan ke cooling tower maka diperlukan make-up karena air yang
kembali return cooling tower sangat sedikit. Untuk membuang sludge dan lumpur
dilakukan dengan blow down. Untuk menghindari pertumbuhan jasad renik (algae
dan lumut), diinjeksikan chlorine ke dalam cooling tower sebanyak 10 kg selama
6 jam dalam satu hari. Di samping itu, diinjeksikan juga corrosion inhibitor
berupa dulcam 704 (untuk satu shift diberikan sebanyak 37,5 liter) yang berfungsi
untuk membentuk lapisan pada pipa sehingga tidak terjadi kontak langsung antara
air dengan material pipa yang bisa mengakibatkan perkaratan.
Teknik KimiaUniversitas Riau 80
RU II Dumai
d. Unit Penyedia Udara Bertekanan
Fungsi dari udara bertekanan yang dihasilkan oleh unit ini adalah sebagai
berikut, yaitu :
1. Unit Instrumen
Udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor masuk ke dalam
receiver. Udara biasa masuk melalui filter dihisap oleh kompresor dan ditekan
keluar melalui pendingin dan cyclone untuk memisahkan air, setelah itu masuk ke
receiver. Tekanan udara dijaga dengan pressure recorder controller (PRC)
sebesar 6,5 kg/cm2.
2. Udara Kilang
Digunakan sebagai pembersih dan flushing pipa-pipa. Di dalam unit
kompresor juga terdapat cooling water untuk mengatur air pendingin yang
mendinginkan pompa dan kompresor. Untuk menjaga agar suhu air tetap rendah
digunakan fan. Untuk mencegah korosi, diinjeksikan polycrin I dan polycrin AI
(merupakan corrosion inhibitor).
e. Unit Penyediaan Fuel
Sistem penyediaan fuel oil di new plant berpusat di utilitas. Fuel oil dari
tangki penampungan didistribusikan dengan pompa menuju :
1. Boiler Utilitas
2. Vacuum Unit
3. Platforming Unit
4. Naphtha Hydrotreating Unit
5. Distillate Hydrotreating Unit
6. Hydrocracking Unibon
f. Unit Penyediaan Power (Power Plant)
Merupakan unit yang penting dalam operasi kilang. Unit berfungsi sebagai
penyedia tenaga listrik untuk kebutuhan kilang maupun perumahan karyawan.
Unit terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Power Generation
TG-I : 51,20 ton/h dengan 8,3 MW steam
Teknik KimiaUniversitas Riau 81
RU II Dumai
TG-II : tidak beroperasi
TG-III : 31,47 ton/h dengan 8,3 MW steam
TG-IV : 43,77 ton/h dengan 10 MW steam
2. Power Distribution
3. Bengkel Listrik
Pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lsitrik
perumahan, kantor dan pabrik adalah :
Kilang lama (existing plant), mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) dengan empat buah engine kapasitas masing-masing 3,5 MW dan
Pembangkit Tenaga Listrik Gas (PLTG) terdapat dua buah dengan kapasitas
masing-masing 17,5 MW.
Kilang baru (new plant), terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
yang terdiri empat engine dengan kapasitas masing-masing 14 MW dengan
tegangan 11 kV, dengan supply steam dari boiler.
Untuk menggerakkan turbin generator dipakai steam yang digerakkan oleh
boiler, sedangkan untuk operasi pembangkit listrik di dua kilang tersebut
diintegrasikan dengan trafo integrasi. Untuk keperluan perumahan, PLTG dengan
tegangan 10,5 kV dinaikkan menjadi 11 kV dan dinaikkan lagi menjadi 27 kV.
5.2. Pengolahan Limbah
Dampak dari limbah industri yang dihasilkan oleh pertamina RU II
Dumai, diiusahakan ditekan serendah mungkin. Komitmen ini sejalan dengan
keberhasilan pertamina RU II Dumai memperoleh sertifikasi ISO 14001 (sistem
manajemen lingkungan) pada Desember 2001.
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pertamina RU II Dumai
dalam menekan dampak dari limbah industrinya, adalah :
1. Melaksanakan Good Housekeeping di lingkungan kerja, dengan cara
mengoptimasi pengunaan air, energi, dan bahan baku.
2. Pada saat pembangunan pabrik, pertamina RU II Dumai dilengkapi dengan
unit-unit untuk mengelola dan mereduksi limbah.
Teknik KimiaUniversitas Riau 82
RU II Dumai
3. Sistem proses yang digunakan dilengkapi dengan recycle dan recovery
bahan, produk.
Adapun unit-unit yang digunakan untuk mengelola dan mereduksi
kuantitas dan bahaya limbah adalah :
Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan oleh pertamina RU II Dumai adalah emisi gas
yang mengandung SOx, NOx, H2S, NH3, CO2, CO, hidrokarbon, debu, jelaga, dan
bau yang sebagian besar berasal dari flare atau gas cerobong. Upaya
penangulangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan stack atau cerobong
yang didesain dengan ketinggian tertentu agar memenuhi baku mutu emisi dan
baku mutu ambient. Upaya lain yang dilakukan oleh pertamina RU II Dumai
adalah dengan memasang CEM (Continuous Emission Monitoring), yang
diletakkan pada cerobong (stack) unit HVU, yang merupakan unit yang setelah
dianalisa menghasilkan emisi gas terbesar.
Pengelolaan lebih lanjut untuk limbah gas tidak dilakukan sebab selama
ini ternyata udara emisi maupun ambient di lingkungan pertamina RU II Dumai
masih memenuhi baku mutu lingkungan. Tolak ukur yang digunakan untuk
menilai kualitas udara di RU II Dumai dicantumkan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.1 Tolak Ukur Dampak Kualitas Udara
No.Parameter Baku mutu Satuan
1. SO20,1260
ppmkg/cm3
2. CO20
2260ppm
kg/cm3
3. NOx0,0592,5
ppmkg/cm3
4. HC0,24160
ppmkg/cm3
5. H2S 42 kg/cm3
6. Partikulat/debu 260 kg/cm3
Sumber : No.1 s/d 6 : Kep-02/menKLH/I/1998 lamp. III
Teknik KimiaUniversitas Riau 83
RU II Dumai
Pendekatan yang ditempuh dalam rangka pengendalian dan
penanggulangan dampak terhadap kualitas udara adalah dengan menerapkan
program “waste minimization” yang didalamnya terdapat empat tahap :
a. Reduksi limbah dari sumbernya
b. Reuse
c. Recycle
d. Recovery (perolehan kembali)
Limbah Cair
Limbah cair yang dominant berasal dari aktivitas kilang, yaitu berupa
minyak, sludge, sour water. Limbah tersebut berasal dari hasil proses maupun
tumpahan dari sistem pemproses. Peralatan yang digunakan untuk menangani
limbah cair tersebut antara lain :
a. Untuk mengatasi tumpahan- tumpahan minyak di perairan (laut) digunakan
peralatan :
Oil boom, digunakan untuk menahan tumpahan minyak di perairan agar
tidak tersebar luas. Oil boom tersebut berupa pembatas yang ditarik oleh
dua buah kapal.
Oil skimmer, digunakan untuk menghisap tumpahan minyak yang telah
terkumpul.
Oil sorbent, digunakan untuk menyerap minyak yang masih tersisa di
perairan, yang berupa lapisan film.
Oil dispersant, merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
menghilangkan sisa- sisa minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan
peralatan lainnya seperti diatas. Prinsip dari oil dispersant adalah
membentuk koloid antara minyak dispersant sehingga berat jenisnya
meningkat dan larutan minyak dispersant tenggelam ke dasar laut.
b. Oil separator II, digunakan untuk memisahkan campuran air-minyak yang
terkandung di dalam air limbah. Pada tahap ini hanya akan terjadi pemisahan
antara minyak dan air. Oleh karena itu kandungan senyawa polutan lain selain
minyak yang ada di dalam air limbah akan tetap sama. Minyak yang tertampung
Teknik KimiaUniversitas Riau 84
RU II Dumai
pada tahap ini akan dipompakan menuju slope tank untuk kemudian diproses lagi
menjadi produk, sedangkan air yang telah terpisahkan akan masuk ke tahap
selanjutnya untuk kemudian diolah lagi sebelum dibuang ke badan air. Pada unit
separator ini terdapat 2 buah pompa untuk memompakan minyak menuju slope oil
tank. Pompa yang digunakan menggunakan tenaga listrik.
Pertamina RU II Dumai memiliki 3 oil separator yang berada di bawah
tanggung jawab bagian Oil Mov (OM).
c. Sour Water Stripper, digunakan untuk mengolah limbah cair yang bersifat
asam yang keluar dari proses. Unit ini terletak pada area hydrocracking
Complex (HCC). Baku mutu limbah cair yang harus dicapai yakni :
Tabel 5.2 Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi
No.
ParameterKadar Maksimum
(mg/L)Beban Pencemaran
Maks. (gr/cm3)1. BOD5 100 1002. COD 200 2003. Oil Content 25 254. Sulfida terlarut 1.0 1.05. Ammonia terlarut 10.0 10.06. Phenol total 1.0 1.07. Temperatur 45oC 45oC8. pH 6.0-9.0 6.0-9.09. Debit limbah maksimum 1000 m3/m3 bahan
baku minyak1000 m3/m3 bahan
baku minyakSumber : Laboratory Test Report (Identifikasi 18 Juli 2001, diterima 10 Juli 2006)
Air limbah unit produksi yang mengandung sulfat dan ammonia akan
dialirkan ke SWS. Kandungan sulfat dan ammonia pada air limbah tersebut akan
dikurangi kadarnya sampai seminimal mungkin untuk kemudian diproses dalam
pengolahan limbah cair selanjutnya. Dahulu, air yang keluar dari SWS ini
sebenarnya direncanakan untuk digunakan unit Desalter. Namun karena unit ini
tidak terpakai, maka air yang keluar dari SWS langsung dialirkan ke (930) ME-
57.
Unit 930 ME-57 menampung semua limbah yang berasal dari kilang baru
untuk kemudian dipompakan menuju separator II dan separator III (jika
mengaktifkan screw pump). Penggunaan pompa pada unit ini sangat dibutuhkan.
Teknik KimiaUniversitas Riau 85
RU II Dumai
Pompa yang tersedia pada unit ini 3 buah pompa 930 P5ABC dan 2 buah screw
pump P54AB
d. Kolam Ekualisasi
Pada dasarnya proses yang terjadi di kolam ekualisasi ini adalah secara
fisika yaitu menurunkan suhu, menangkap minyak yang masih terbawa dalam air
limbah. Minyak yang terkumpul akan dipompakan menuju slope tank untuk
kemudian diolah lagi ke dalam unit produksi dan menghasilkan suatu produk.
Selain itu bak ekualisasi ini juga berfungsi untuk menghindari shock loading
dalam pengolahan limbah secara biologi (pada kolam aerasi).
e. Kolam Aerasi
Proses yang terjadi pada kolam aerasi ini adalah proses lumpur aktif. Pada
proses ini kondisi lingkungan sangat mempengaruhi proses yang berjalan.
Mikroorganisme mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendegradasi
senyawa polutan yang terdapat dalam air limbah. Kolam aerasi ini berukuran
besar dan menggunakan 3 buah aerator dalam pengoperasiannya. Pemberian
nutrisi dilakukan setiap harinya dengan perbandingan N : P adalah 15 kg N : 15
kg P. Unsur N dan P ini merRUakan mayor element nutrisi mikroorganisme dan
diperlukan mikroorganisme sabagai energinya dalam mendegradasi senyawa
polutan. Selain itu suplai udara juga sangat dibutuhkan mikroorganisme dalam
proses lumpur aktif ini. Untuk itulah digunakan aerator. Nutrisi diberikan secara
kontinyu setiap harinya pada kolam aerasi.
f. Kolam Pengendap
Limbah dari kolam aerasi yang masuk ke dalam kolam ini mengandung
partikel-partikel dari lumpur aktif dan hasil degradasi. Untuk itu perlu diendapkan
di kolam pengendap. Karena berfungsi sebagai pengendap, aliran air dikolam ini
diusahakan laminar. Endapan yang ada pada kolam pengendap ini sewaktu-waktu
dipompa dan ditampung pada tangki pembiakan. Di dalam tanki tersebut juga
terdapat mikroba yang akan dibiakkan. Hal ini dilakukan tidak tentu waktunya.
Namun lumpur yang telah aktif tersebut akan secara rutin dimasukkan ke dalam
kolam aerasi satu kali dalam seminggu.
Teknik KimiaUniversitas Riau 86
RU II Dumai
g. Separator III
Separator III sebagai penampung terakhir air limbah yang berasal dari unit
biotreatment dan area ME-57. Di kolam ini akan terjadi pencampuran limbah hasil
proses pengolahan dengan limbah yang belum mengalami proses.
Limbah Padat
Upaya pengolahan limbah padat khususnya limbah B3 bertujuan untuk
menurunkan kadar parameter-parameter pencemar terhadap air tanah, air laut,
maupun kualitas udara agar memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
Sedangkan pengolahan limbah padat domestik bertujuan untuk menciptakan
kenyamanan dan kebersihan lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan di RU II
Dumai termasuk cara pengolahannya antara lain adalah :
Lumpur (sludge) bercampur minyak dari drain tangki dan oil separator.
Lumpur tersebut diolah dengan cara melakukan mixing bersama air
hangat, kemudian dilakukan pengenceran agar minyak terapung dan dapat
dipisahkan dari sludge. Dilakukan juga yang dinamakan SOR (Sludge Oil
Recovery) dengan cara mengencerkan sludge, lalu disentrifusi agar terpisah fase
minyak dan air. Minyak yang diperoleh dari metode ini akan dikembalikan ke unit
crude distilling untuk diolah kembali. Cara ini juga bermanfaat secara ekonomis,
agar tidak ada minyak yang terbuang begitu saja. Sludge yang telah diolah
tersebut kemudian dijual, dihibahkan, atau dikirim ke PPLI (Pusat Pengolahan
Limbah Industri) untuk diolah lebih lanjut.
Spent katalis
RU II Dumai tidak mempunyai perangkat yang dapat digunakan untuk
mengolah spent katalis. Maka katalis yang sudah tidak digunakan biasanya dijual,
karena banyak mengandung unsure platina yang cukup bernilai ekonomis.
Karbon aktif
Karbon aktif yang tidak digunakan lagi, jika masih memenuhi spesifikasi,
dicampur dengan coke dan dijual.
Teknik KimiaUniversitas Riau 87
RU II Dumai
Limbah perbengkelan berupa logam, kaleng, dan bungkus
Pertamina RU II Dumai tidak memiliki pusat pengolahan limbah yang
tersendiri, oleh karena itu limbah padat lainnya akan ditampung sementara
tersendiri, oleh karena itu limbah padat lainnya akan ditampung sementara
kemudian dibuang atau dikirim ke PPLI.
Teknik KimiaUniversitas Riau 88
RU II Dumai
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, Christie J. 1993; “Transport Processes and Unit Operation third
edition”. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Glitsch. 1993; “ Bulletin 4900 sixth edition“ ;Glitsch International Inc Companies.
Perry, Robert H & Green, D W. 1999; “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”;
7th Edition; McGraw Hill Book Company; New York.
SODC, Blue Esso Book., 1950.
Technical Data Book – Petroleum Refining. Volume I, 5th ed. 1992. American
Petroleum Institute.
Treybal, Robert Ewald. 1981;“Mass Transfer Operations”; 3rd Edition; McGraw
Hill Book Company; New York.
Universal Oil Product, Project Specification. UOP HC Unibon Process for Dumai
HCC.
http;//10.52.1.21.intra-net pertamina.com
Teknik KimiaUniversitas Riau 89