132
RU II Dumai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi (petroleum, crude oil) adalah campuran berbagai senyawa hidrokarbon dalam berbagai komposisi yang berasal dari dalam bumi. Terdapat dua teori pembentukan minyak bumi, yaitu teori Biogenic (organic source material) yang menyatakan bahwa minyak bumi dihasilkan dari hasil proses perubahan materi organik karena tekanan dan pemanasan selama kurun waktu geologi (jutaan tahun), dan teori Abiogenic (anorganic source material) menyatakan bahwa minyak bumi telah ada sejak terbentuknya bumi dan sifatnya mengalir serta terkumpul pada tempat-tempat tertentu. Namun sebagian besar ahli meyakini teori Biogenic, bahwa minyak bumi terbentuk dari binatang dan tumbuhan laut yang tekubur selama jutaan tahun oleh pengaruh lingkungannya, yaitu temperatur, tekanan, kehadiran senyawa logam dan mineral, letak geologis dan waktu proses perubahan. Pengaruh lingkungan pada proses pembentukan minyak bumi menyebabkan minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya. Minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon. Berdasarkan perbedaan komposisinya, minyak bumi dapat diklasifikasikan menjadi minyak bumi parafinik Teknik Kimia Universitas Riau 1

Laporan Umum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Umum

RU II Dumai

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak bumi (petroleum, crude oil) adalah campuran berbagai senyawa

hidrokarbon dalam berbagai komposisi yang berasal dari dalam bumi. Terdapat

dua teori pembentukan minyak bumi, yaitu teori Biogenic (organic source

material) yang menyatakan bahwa minyak bumi dihasilkan dari hasil proses

perubahan materi organik karena tekanan dan pemanasan selama kurun waktu

geologi (jutaan tahun), dan teori Abiogenic (anorganic source material)

menyatakan bahwa minyak bumi telah ada sejak terbentuknya bumi dan sifatnya

mengalir serta terkumpul pada tempat-tempat tertentu. Namun sebagian besar ahli

meyakini teori Biogenic, bahwa minyak bumi terbentuk dari binatang dan

tumbuhan laut yang tekubur selama jutaan tahun oleh pengaruh lingkungannya,

yaitu temperatur, tekanan, kehadiran senyawa logam dan mineral, letak geologis

dan waktu proses perubahan. Pengaruh lingkungan pada proses pembentukan

minyak bumi menyebabkan minyak bumi akan mempunyai komposisi yang

berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya.

Minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon. Berdasarkan perbedaan

komposisinya, minyak bumi dapat diklasifikasikan menjadi minyak bumi

parafinik (paraffinic-base crude oil), minyak bumi naftenik (naphthene-base

crude oil), dan minyak bumi aromatik (aromate-base crude oil). Minyak bumi

digunakan untuk menghasilkan berbagai macam bahan bakar, diantaranya LPG,

gasoline, avigas, jet fuel, kerosene, solar, IDO, serta bahan bahan lainnya seperti

aspal, pelumas, bahan pelarut, lilin dan bahan baku petrokimia.

Fungsi suatu pengilangan minyak bumi adalah mengubah minyak mentah

dengan berbagai proses menjadi suatu produk yang ekonomis dan dapat

dipasarkan. Dalam kilang minyak bumi dikenal beberapa proses pengolahan yang

dapat dikategorikan sebagai proses pemisahan fisis, proses konversi kimia dan

proses treating. Proses pemisahan dan treating secara fisis pada umumnya

merupakan proses pengolahan pertama, sedangkan proses konversi dan treating

Teknik KimiaUniversitas Riau 1

Page 2: Laporan Umum

RU II Dumai

yang disertai dengan perubahan kimia dari senyawa-senyawa merupakan proses

lanjutan. PT Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara yang telah berubah

menjadi PT Persero dan bergerak di bidang energi petrokimia, mengubah minyak

mentah dengan proses pemisahan secara fisis, proses konversi kimia dan proses

treating menjadi produk berupa minyak dan gas yang bermanfaat sebagai sumber

energi di dalam negeri.

Konsumsi energi di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami

peningkatan yang diakibatkan oleh perkembangan maupun pertumbuhan kegiatan

ekonomi, peningkatan industrialisasi, pertambahan penduduk dan lain sebagainya.

Konsumsi energi yang cukup tinggi terutama berada di sektor industri. Sebagai

gambaran pada tahun 1975 di Indonesia, kebutuhan energi di sektor industri

mencapai 26% dari konsumsi energi total dan pada tahun 1990 meningkat

menjadi sekitar 47% dari konsumsi energi total. Keadaan ini akan semakin

bertambah sesuai dengan peningkatan atau pertumbuhan di sektor industri.

Masalah yang terjadi secara umum adalah terjadinya ketidakseimbangan

antara kebutuhan energi dengan suplai energi yang ada, dimana suplai energi

relatif masih lebih kecil dibandingkan kebutuhan energi yang dibutuhkan,

berdasarkan sumber yang diperoleh, kebutuhan energi di Indonesia rata-rata

pertahun meningkat 7-10% sedangkan suplai energi primer lebih kecil sekitar 2-

3% pertahun. Sehubungan dengan hal tersebut maka telah diambil suatu kebijakan

energi melalui usaha-usaha antara lain:

Intensifikasi energi yang dimaksudkan sebgai usaha meningkatkan survei

dan eksplorasi sumber energi.

Diversifikasi energi yang merupakan usaha penganekaragaman

penggunaan berbagai macam jenis energi.

Konservasi energi yang merupakan kegiatan untuk dapat memelihara

kelestarian sumber daya alam yang merupakan sumber energi dengan

memanfaatkan secara efisien, rasional dan bijaksana guna mencapai suatu

keadaan keseimbangan antara kegiatan pembangunan, pemerataan dan

pelestarian lingkungan hidup.

Teknik KimiaUniversitas Riau 2

Page 3: Laporan Umum

RU II Dumai

Indeksasi usaha penentuan penggunaan energi secara tepat untuk setiap

sektor kegiatan terutama dalam sektor industri.

Secara teoritis, konsumsi energi di kilang minyak dan gas bumi dapat

mencapai sekitar 7,5% dari nilai produk yang dihasilkan sehingga perusahaan

PERTAMINA melakukan suatu program konservasi energi yang dapat

memberikan keuntungan-keuntungan antara lain :

Menekan biaya produksi.

Meningkatkan efisiensi di dalam pemanfaatan sumber daya.

Meningkatkan daya saing di pasaran berkaitan dengan komersialisasi

produk.

Kemampuan mengantisipasi terjadinya kelangkaan energi dapat dilakukan

secara dini.

Menekan adanya pencemaran lingkungan akibat bahan buangan dari

penggunaan energi di kilang.

1.2 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)

Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina). Bidang

usahanya adalah melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk

memperoleh hasil yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan Negara

serta memenuhi kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri.

Pertamina mengoperasi beberapa kilang minyak, kilang gas (LNG/LPG)

dan kilang petrokimia yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia dengan

tingkat kehandalan operasi dan keamanan yang tinggi.

Kilang minyak bumi di dalam negeri yang beroperasi di 6 unit pengolahan

(Tabel 1.1) telah beroperasi secara optimal dengan kapasitas terpasang ±

1.046.700 barrel per hari.

Tabel 1.1 Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero)

Teknik KimiaUniversitas Riau 3

Page 4: Laporan Umum

RU II Dumai

NAMA KILANG KAPASITAS

RU I Pangkalan Brandan

RU II Dumai & Sei.Pakning, Riau

RU III Plaju-Sungai Gerong, SumSel

RU IV Cilacap & Cepu, Jawa Tengah

RU V Balikpapan, Kalimantan Timur

RU VI Balongan, Jawa Barat

RU VII Kasim, Papua

5.000 BPSD

170.000 BPSD

133.700 BPSD

348.000 BPSD

260.000 BPSD

125.000 BPSD

10.000 BPSD

TOTAL 1.046.700 BPSD

BPSD: Barel Per Stream Day

Pertamina dalam usahanya memiliki visi, misi dan tata nilai organisasi

sebagai berikut :

Visi : Menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia

Misi : Menjalankan perusahaan inti minyak, gas dan bahan bakar nabati

secara terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Tata nilai :

Clean (Bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak

menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas.

Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional,

mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar

biaya dan menghargai kinerja

Confident (Percaya Diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam

reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa

Customer Focused (Fokus Pada Pelanggan)

Teknik KimiaUniversitas Riau 4

Page 5: Laporan Umum

RU II Dumai

Beorientasi pada kepentingan pelanggan, dan berkomitmen untuk

memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil

keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta

dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun

kemampuan riset dan pengembangan.

1.3 PT Pertamina RU II Dumai

Berdasarkan pasal 33 UUD 1945: "Bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

untuk kemakmuran rakyat" maka hak untuk mengelola industri perminyakan jatuh

ke tangan pemerintah.

Tahun 1960, Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan kebijaksanaan yang

menyatakan bahwa penambangan minyak dan gas bumi hanya boleh dilaksanakan

oleh negara melalui perusaahaan negara. Semenjak itu, pihak asing yang terlibat

di dalamnya berdasarkan kepada kontrak saja.

Dua perusahaan negara dibentuk pada zaman transisi tersebut.

PERTAMINA yang diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk administrasi,

manajemen dan pengawasan terhadap kerja sama dibidang eksplorasi dan

produksi. Sementara itu PERTAMINA mendapat tanggung jawab untuk mengatur

proses distribusi minyak bagi kepulauan Indonesia

Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga ahli di bidang perminyakan,

PERMINA mendirikan Sekolah Kader Teknik di Brandan. PERMINA kemudian

juga mendirikan Akademi Perminyakan di Bandung pada tahun 1962. Kurikulum

dari Akademi Perminyakan meliputi berbagai aspek dalam industri perminyakan,

dan para lulusannya kemudian menjadi tenaga inti di PERMINA (yang kemudian

menjadi PERTAMINA). Tahun 1968, untuk mengkonsolidasi industri

perminyakan dan gas, manajemen, eksplorasi pemasaran dan distribusi maka

Teknik KimiaUniversitas Riau 5

Page 6: Laporan Umum

RU II Dumai

PERMINA dan PERTAMINA merger menjadi PT PERTAMINA. Sejak 17

September 2003 Pertamina telah berubah status menjadi PT PERTAMINA

(PERSERO) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2003. Saat ini

Pertamina berada di bawah koordinator Menteri Negara BUMN.

Seperti kontraktor lainnya, sebagai pemain bisnis Pertamina juga

melakukan Kontrak Kerja Sama dengan BP Migas. Dengan berubahnya status

Pertamina menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) maka Pertamina menjadi

entitas bisnis murni yang lebih berorientasi laba.

Saat ini, Pertamina RU II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan

kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :

1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD

2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD

Berdasarkan surat keputusan Direktur Utama Pertamina Nomor

334/KPTS/DM/1967, dibangunlah kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan II

pada bulan April 1969. Pembangunan ini merupakan hasil kerja sama Pertamina

dengan Far East Sumitomo Jepang, atas dasar perjanjian “Turn Key Project”.

Pelaksana teknis pembangunan dilakukan oleh kontraktor asing :

IHI (Ishikawajima Harima Heavy Industries) yang membangun permesinan

dan instalasi.

TAISEI Construction Co. yang membangun kontruksi kilang minyak RU II

Dumai.

Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distillation Unit (CDU/100),

selesai pada bulan Juni 1971 dan berhasil melakukan test run pengolahan minyak

jenis Sumatra Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100.000 bbl/day atau 6 juta

liter/hari. Pada tanggal 9 September 1971 operasi kilang ini diresmikan dan diberi

nama Kilang Putri Tujuh, yang diambil dari cerita rakyat setempat. Crude

Distillation ini terdiri dari Topping Unit dan Plat Reformer dengan produk yaitu

naphtha, kerosene, solar/Automotive Diesel Oil (ADO) dan 55% - 60% volume

Low Sulphur Wax residu (LSWR). Kerosene dan solar dipakai untuk kebutuhan

dalam negeri, sedangkan residu diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat sebagai

dana angsuran untuk pembayaran hutang pembangunan kilang.

Teknik KimiaUniversitas Riau 6

Page 7: Laporan Umum

RU II Dumai

Dalam jangka waktu tiga tahun, seluruh hutang pembangunan kilang dapat

dilunasi. Selanjutnya pengiriman residu ke Jepang tersendat-sendat karena pihak

Jepang menunda-nunda pembelian residu, sehingga residu yang menumpuk di

tangki menjadi melimpah. Karena kebutuhan akan bahan bakar dalam negeri

meningkat, maka pemerintah dalam hal ini Pertamina membangun proyek

Hydrocracking, yang bertujuan mengolah residu menjadi kerosene dan solar

semaksimum mungkin.

Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk

mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan

mendirikan unit-unit baru seperti:

1. Platforming Unit.

2. Naphtha Rerun Unit.

3. Hydrobon Unit.

4. Mogas Component Blending Plant.

Perluasan selanjutnya dilakukan pada tahun 1980 dengan ditandatangani

perjanjian pemakaian lisensi dan proses kilang Dumai dari Universal Oil Product

(UOP), dimana Amerika Serikat sebagai pemegang hak patent. Pada tanggal 27

April 1981 ditandatangani kontrak pembangunan perluasan kilang dengan

kontaktor utama Technidas Reunidas dan Centunion Spanyol.

Tahap – tahap pelaksanaan pembangunan proyek tersebut antara lain :

1. Survey tanah dilakukan oleh SOFOKO (Indonesia) dan dievaluasi oleh

HASKONING (Belanda).

2. Penimbunan area dilaksanakan oleh PT SAC Nusantara (Indonesia). Pasir

timbunan diambil dari pulau Jelintik (8 km dari area proyek) dengan cutter

section dredger.

3. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan oleh PT Jaya Sumpiles Indonesia

dengan jumlah tiang pancang 18.000 buah dan panjang 706 km.

4. Pembangunan unit-unit proses beserta fasilitas penunjang dikerjakan oleh

kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion Spanyol yang bekerjasama

dengan Jaya Group, dan sub kontraktor :

Teknik KimiaUniversitas Riau 7

Page 8: Laporan Umum

RU II Dumai

a. DAELIM (Korea) mengerjakan kontruksi: High Vacuum Unit, HC Unibon

Unit, Hidrogen Plant Unit, Naphtha Hidrotreater Unit, CCR Platformer

Unit, Delayed Coking Unit, serta Amine dan LPG Recovery Unit.

b. HYUNDAI (Korea) mengerjakan kontruksi unit penunjang dan Offsite

Facilities yang meliputi Power Plant, Boiler Unit, Coke Calciner Unit,

Water Treated Boiler, Waste Water Treatment Unit, Tank Inter

Connection dan Sewer System.

c. Pembangunan tangki – tangki penyimpanan dilakukan oleh Toro Kanetsu

Indonesia.

d. Pembangunan Fasilitas Jetty dikerjakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia

e. Pembangunan sarana penunjang seperti pipa penghubung kilang lama dan

kilang baru, gedung laboratorium, gedung Fire & Safety, perkantoran dan

perumahan karyawan dikerjakan oleh kontraktor- kontraktor Indonesia.

f. Pengawasan proyek dilakukan oleh TRC dan Pertamina dibantu oleh

konsultan CF dari Amerika Serikat.

Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan

oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup

beberapa proses dengan teknologi tinggi, yang terdiri dari unit-unit proses sebagai

berikut:

1. High Vacuum Distillation Unit (110)

2. Delayed Coking Unit (140)

3. Coke Calciner Unit (170)

4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)

5. Hydrocracker Unibon (211/212)

6. Distillat Hydroteating Unit (220)

7. Continuous Catalyst Regeneration –Platforming Unit (300/310)

8. Hidrobon Platforming Unit /PL-I (310)

9. Amine – LPG Recovery Unit (410)

10. Hydrogen Plant (701/702)

11. Sour Water Stripper Unit (840)

12. Nitrogen Plant (940)

Teknik KimiaUniversitas Riau 8

Page 9: Laporan Umum

RU II Dumai

13. Fasilitas penunjang operasi kilang (Utilitas)

14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru

Kilang Minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining

Associater (Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969, dengan

kapastas desain 25 MBSD. Beberapa sejarah penting Kilang Sei Pakning:

1. Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun 1975

2. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSD pada tahun 1977

3. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun 1980

4. peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982

Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh

kilang Pertamina RU II Dumai Saat ini :

a. Premium -88

b. Aviation Turin (AVTUR)

c. Kerosene

d. Automotive Diesel Oil (ADO)

Sedangkan produk non BBM antara lain :

a. LPG

b. Green Coke

c. Produk lain

Berikut ini adalah kapasitas produksi masing-masing jenis produk RU II Dumai :

Tabel 1.2 Kapasitas Produk

Teknik KimiaUniversitas Riau 9

Page 10: Laporan Umum

RU II Dumai

No Produk Kapasitas (ton/hari)

1. Fuel gas 14,932. LPG 14,23. Premium 81,284. Avtur 46,425. Kerosene 132,306. Automotive Diesel Oil (ADO) 418,057. Low Sulphur Wax Residue (LSWR) 81,278. Coke 41,7

Saat ini Pertamina RU II Dumai berencana untuk menghasilkan Produk

baru dengan nama solar plus, bahan bakar busway. Kontribusi kilang Pertamina

RU II Dumai dan Sei Pakning terhadap kebutuhan bahan bakar nasional mencapai

22 - 24%. Disain dan konstruksi kilang Pertamina RU II Dumai telah

menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan dan

peralatan produksi, serta unit-unit pengolahan limbah untuk program

perlindungan lingkungan telah dibuat secara memadai dan mengikuti standar

internasional. Oleh karena itu, Pertamina RU II Dumai telah memperoleh

sertifikat ISO 14001.

1.4 Lokasi Pabrik RU II

Pertamina RU II terletak di kota Dumai, yang berjarak 180 km dari kota

Pekanbaru di tepi pantai Timur Sumatera, Propinsi Riau. Sebelah utara kilang

berbatasan dengan Pulau Rupat, sebelah selatan merupakan perkampungan

penduduk, sebelah barat terdapat perkantoran dan perumahan karyawan (sekitar 8

km dari kilang), dan disebelah timur terdapat perumahan penduduk.

Dipilihnya kota Dumai sebagai lokasi kilang minyak disebabkan beberapa

faktor yang menguntungkan yaitu :

1. Terletak di tepi pantai (selat Rupat) yang memiliki perairan tenang dan luas

sehingga dapat dikunjungi oleh kapal-kapal berat dan supertanker, serta

merupakan persimpangan lalu lintas dari barat ke timur.

Teknik KimiaUniversitas Riau 10

Page 11: Laporan Umum

RU II Dumai

2. Letaknya berdekatan dengan daerah pengeboran minyak yang merupakan

bahan baku kilang dan terdapat PT Caltex Pasific Indonesia sebagai penyalur

crude oil.

3. Daerah Dumai merupakan daerah dataran rendah dan cukup stabil sehingga

aman untuk mendirikan dan memperluas kilang di kemudian hari.

4. Daerah Dumai masih memiliki banyak hutan-hutan sehingga memungkinkan

perluasan daerah maupun pengembangan pabrik.

5. Kota Dumai termasuk daerah dengan kepadatan penduduk rendah sehingga di

harapkan dapat membantu pemerintah dalam program pemerataan penyebaran

penduduk.

6. Tanah Dumai merupakan tanah yang kurang subur sehingga tidak merugikan

bila didirikan kilang.

Gambar 1.1 Lokasi Kota Dumai

1.5 Visi dan Misi PERTAMINA RU II Dumai

Keikutsertaan PERTAMINA RU II Dumai dalam pembangunan nasional

memiliki visi dan misi. Diantaranya:

Teknik KimiaUniversitas Riau 11

Page 12: Laporan Umum

RU II Dumai

Visi : Menjadi Kilang Minyak Kebanggaan Nasional Yang Kompetitif mulai

tahun 2012

Misi : Melakukan usaha di bidang pengolahan minyak bumi yang dikelola secara

profesional dan kompetitif berdasarkan tata nilai unggulan untuk

memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja

dan lingkungan

1.6 Struktur dan Manajemen Organisasi

Struktur organisasi di pertamina RU II Dumai-Sei Pakning berbentuk staff

line yang dipimpin oleh General Manager yang bertanggung jawab langsung

kepada Direktur Pengolahan Pertamina Pusat di Jakarta. General Manager ini

membawahi bidang-bidang kegiatan seperti yang terlihat pada bagan organisasi

Pertamina RU II Dumai. Struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran A.1.

1.6.1 Struktur Organisasi Pertamina Pusat

Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi perusahaan dan diawasi

suatu komisaris atau pemerintah RI. Pelaksanaan kegiatan diawasi oleh

seperangkat pengawas yaitu lembaga negara unsur PERTAMINA itu sendiri.

Melalui Surat Keputusan Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang

Saham Nomor KEP-68/MBU/2010 tertanggal 5 Mei 2010 tentang Pemberhentian

dan Pengangkatan Anggota-Anggota Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero),

telah diputuskan memberhentikan dengan hormat anggota Dewan Komisaris yang

diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor:

KEP-10/MBU/2005, KEP-18/MBU/2010, KEP-122/MBU/2006,

KEP-29/MBU/2009 dan KEP-234/MBU/2009.

Berikut nama-nama dewan komisaris PERTAMINA sebagaimana dicantumkan

dalam Surat Keputusan Menteri BUMN, antara lain :

1. Sugiharto; sebagai Komisaris Utama

2. Umar Said; sebagai Wakil Komisaris Utama

3. Evita Herawati Legowo; sebagai anggota Dewan Komisaris

4. Anny Ratnawati; sebagai anggota Dewan Komisaris

5. Tryharyo Indrawan Soesilo; sebagai anggota Dewan Komisaris

Teknik KimiaUniversitas Riau 12

Page 13: Laporan Umum

RU II Dumai

6. Nurdin Zainal; sebagai anggota Dewan Komisaris

7. Luluk Sumiarso; sebagai anggota Dewan Komisaris

Dalam menjalankan operasinya, Direktur Utama PERTAMINA dibantu

oleh seorang Direktur untuk tiap Direktorat. Direktorat tersebut adalah:

a. Direktorat Pemasaran dan Niaga

Tujuan yang akan dicapai dari direktorat ini adalah meningkatkan

kelancaran distribusi produk BBM dan memperluas pemasaran produk Non-BBM

untuk kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik dan

tepat waktu, ekonomi, efisien, sejalan dengan kebijakan Pemerintah dan tuntutan

Pembangunan Nasional.

b. Direktorat Umum dan Aset

Tujuan yang akan dicapai dari direktorat ini adalah meningkatkan

pembinaan organisasi dan sumber daya manusia. Mengusahakan peningkatan

volume penjualan dan perluasan daerah pemasaran luar negeri. Meningkatkan

citra PERTAMINA di mata masyarakat internasional dengan mempromosikan

iklim usaha yang menarik. Meningkatkan kesadaran hukum dan meningkatkan

kepastian hukum untuk setiap kegiatan perusahaan. Mengelola dan meningkatkan

sistem informasi terpadu melalui penerapan teknologi informasi mutakhir.

c. Direktorat Sumber Daya Manusia

d. Direktorat Keuangan

Tugas dari Direktorat ini adalah mengelola keuangan dan pendanaan proyek

perusahaan yang dinilai sehat dan baik sehingga mampu mendukung operasi dan

pengembangan proyek.

e. Direktorat Hulu

Tugas daripada Direktorat ini adalah mempertahankan atau meningkatkan

produksi minyak dan gas bumi, baik yang diperlukan di dalam negeri maupun di

luar negeri guna meningkatkan devisa negara den mengembangkan pemanfaatan

panas bumi sebagai sumber energi panas alternatif yang digunakan sehemat

mungkin.

f. Direktorat Pengolahan Pertamina

Teknik KimiaUniversitas Riau 13

Page 14: Laporan Umum

RU II Dumai

Tujuan yang akan dicapai Direktorat ini adalah mengusahakan tersedianya

produk-produk migas berupa BBM maRUun bahan baku untuk kebutuhan dalam

negeri serta pemasaran luar negeri. Pengolahan yang dapat dilakukan dengan cara

menggunakan seperangkat kilang-kilang minyak, gas dan petrokimia yang ada

maupun yang akan dibangun kemudian pengoprasiannya secara optimal, ekonomi

dan efisien.

Direktorat pengolahan ini membawahi 7 unit pengolahan yaitu:

- Unit Pengolah I di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara

- Unit Pengolahan II di Dumai dan Sei Pakning, Riau

- Unit Pengolahan III di Plaju dan Sei Gerong, Sumatera Selatan

- Unit Pengolahan IV di Cilacap, Jawa Tengah

- Unit Pengolahan V di Balikpapan, Kalimantan Timur

- Unit Pengolahan VI di Balongan, Jawa Barat

- Unit Pengolahan VII di Kasim-Serong, Irian Jaya

1.6.2 Struktur Organisasi di PERTAMINA RU II Dumai

Struktur organisasi di PERTAMINA RU II Dumai-Sei Pakning dipimpin

oleh General Manager dan bertanggung jawab langsung kepada direktur

pengolahan PERTAMINA di Jakarta. General manager ini membawahi bagian-

bagian dibawah ini :

a. Manager Healthy Safety Enviromental ( HSE )

Dalam melaksanakan tugasnya HSE dibagi menjadi empat seksi yaitu :

1. Fire & Insurance Section Head

Tugas dan tanggung jawabnya :

Menciptakan sistem penanggulangan kebakaran yang handal bagi operasi

kilang, melalui pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, dan

pembinaan sumber daya manusia.

Mengkoordinir pelaksanaan pembinaan

Melaksanakan penyelenggaraan tertib administrasi umum.

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh bagian ini adalah :

Teknik KimiaUniversitas Riau 14

Page 15: Laporan Umum

RU II Dumai

Mobil pemadam yang dilengkapi dengan water tender, foam tender,

powder tender, triple agent, dll.

Alat pemadam portable, terdiri dari APAR (Alat Pemadam Api Ringan),

alat pemadam beroda, pompa pemadam kebakaran dan perlengkapannya.

Alat pemadam tetap terdiri dari foam chamber, sprinkler, hydrant,

emergency pump, jockey pump.

Alat deteksi kebakaran yang terdiri dari alat deteksi panas dan alat

deteksi asap.

2. Safety Section Head

Tugas dan tanggung jawabnya adalah :

Membuat dan me-review prosedur kerja

Mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan bahaya serta

melaksanakan audit K3.

Melakukan pengawasan penggunaan peralatan keselamatan kerja.

Memberikan penjelasan tentang pencegahan dan penanggulangan

kecelakaan kerja.

Sarana yang dimilikinya adalah :

Alat monitoring bahaya kesehatan, antara lain alat ukur bahaya kimiawi

dan fisika.

Alat perlindungan seperti helm dan safety shoes.

Perlengkapan P3K.

Pengendalian bahaya biologi.

3. Environmental Section Head

Tugas dan tanggung jawabnya adalah :

Menciptakan lingkungan bersih dengan mengupayakan pengurangan dan

pemantauan emisi udara, cair dan limbah padat yang menimbulkan

dampak negatif bagi lingkungan.

Menerapkan sistem manajemen lingkungan (SMR) ISO 14001.

Meyakinkan bahwa peralatan perlindungan lingkungan dirawat dan

dioperasikan dengan baik.

Menciptakan citra perusahaan yang berwawasan lingkungan.

Teknik KimiaUniversitas Riau 15

Page 16: Laporan Umum

RU II Dumai

Sarana dan prasarana yang dimilikinya adalah :

Tiga unit oil separator untuk memisahkan kandungan air dengan minyak

Sour Water Stripper (SWS) untuk mengurangi kandungan sulfide dan

ammonia dari air buangan.

Empat unit ballast tank untuk menampung air ballast dari kapal serta

pemisahaan settlement.

Tiga unit alat ukur debit limbah.

Satu unit return sea water pond yang berfungsi sebagai bak kontrol atau

separator terhadap buangan air pendingin.

Tempat penampungan sementara (TPS) limbah padat.

Empat unit flare.

Silencer yang berfungsi mengurangi intensitas kebisingan.

Peralatan penanggulangan tumpahan minyak.

Penghijauan sebagai buffer zone.

Sarana monitoring seperti pH, temperatur dan lainnya.

4. Occupational Health Section Head

Mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan tentang penyakit

yang ditimbulkan dari resiko pekerjaan.

b. Man. Procurement

Bertugas dan bertanggungjawab terhadap adanya kegiatan penyediaan,

pengadaan material suku cadang yang diperlukan operasi perusahaan. Bidang ini

membawahi bagian pengadaan, kontrak, fasilitas umum dan marine.

c. Senior Man. Operation & Manufacturing

Bertugas dan bertanggungjawab atas kegiatan pengolahan minyak menjadi

produk- produk kilang. Mulai dari strategi dan pola pengoperasian kilang,

pemeliharaan peralatan-peralatan produksi engineering. Dipimpin oleh seorang

manajer kilang dan membawahi bidang - bidang antara lain:

Man. Production Sei Pakning

Teknik KimiaUniversitas Riau 16

Page 17: Laporan Umum

RU II Dumai

Bertugas dan bertanggungjawab atas operasi kilang RU II Sei Pakning yang

dipimpin oleh seorang manajer produksi BBM Sei Pakning. Adapun bagian-

bagiannya :

1. Production Section Head

2. Maintenance Section Head

3. HSE Section Head

4. Procurement Section Head

5. General affairs Section

6. Reliability Sr. Engineer

7. Plant Engineering Supervisor

8. Distribution BBM Supervisor

Man. Production Dumai

Bertugas dan bertanggungjawab atas operasi kilang RU II Dumai yang

dipimpin oleh seorang manajer produksi BBM Dumai.

Bidang ini dibagi menjadi enam bagian yang masing-masing diketuai oleh

seorang section head. Bagian-bagian tersebut antara lain:

1. Hydro Skimming Complex (HSC)

Bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut:

Crude Distillation Unit (CDU)

Platforming I (Existing)

Naphta Rerun Unit (NRU)

Platforming II/ CCR

Naphta Hydrotreating Unit (NHDT)

2. Hydro Cracker Complex (HCC)

Bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses berikut:

Hydrocracker Unibon

Hydrogen Plant

Amine & LPG Recovery

Sour Water Stripper

Nitrogen Plant

Teknik KimiaUniversitas Riau 17

Page 18: Laporan Umum

RU II Dumai

3. Heavy Oil Complex (HOC)

Bertanggung jawab terhadap unit-unit proses sebagai berikut:

HighVacuum Unit

Delayed Coking Unit

Distillate Hydrotreating Unit

Coke Calcining Unit

4. Utilitas

Bertanggung jawab terhadap unit - unit penunjang operasi kilang meliputi:

Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)

Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant)

Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit)

Unit Penyediaan Udara Bertekanan

Unit Penyediaan Fuel

Unit Penyediaan Power

Unit Pengolahan Limbah

5. Oil Movement ( OM )

Berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan penampungan

produk dan pengapalan (distribusi). Bertanggung jawab atas pergerakan minyak di

dalam kilang yang meliputi kegiatan-kegiatan :

- mengatur pergerakan minyak, mengatur produk-produk unit proses untuk

ditampung dalam tangki produksi maRUun tangki lain yang berupa

fasilitas produksi

- mengatur pekerjaan BBM dan non-BBM untuk pengapalan ke tangker

- melaksanakan pencampuran (blending) produk-produk setengah jadi

menjadi bahan bakar yang memenuhi spesifikasi pasaran.

Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi tiga bagian:

1. Area Tangki (tank farm)

a. Tank Yard

Kegiatan ini operasinya meliputi :

Teknik KimiaUniversitas Riau 18

Page 19: Laporan Umum

RU II Dumai

Menerima dan mempersiapkan crude oil dari PT Chevron untuk bahan

baku

Melayani kebutuhan bahan baku (feed) untuk unit-unit

Menyediakan flushing oil untuk keperluan start-up

Menerima dan mengirim produk intermediate dan produk akhir ke

tangki-tangki produk sesuai dengan jenisnya

Melaksanakan blending komponen mogas untuk membuat premium

88/Pertamax

Mengatur pergerakan minyak

Menyediakan fuel oil untuk keperluan operasi

Menerima dan mengolah kembali ballast dari kapal

Pemompaan untuk loading unit.

Kapasitas tangki yang ada di tank yard yaitu:

Crude oil sebanyak enam buah masing-masing dengan kapasitas 20967

KL

Intermediate dan Finished product sebanyak 54 buah dengan kapasitas

masing- masing 638.740 m3

Tangki LPG sebanyak empat buah dengan kapasitas 10.741 m3

Silo penampung Calcined Coke sebanyak tiga buah dengan kapasitas

masing-masing 30.000 ton.

b. Loading dan Unloading

Kegiatan ini operasinya adalah sebagai berikut

Pengiriman dan pengapalan minyak dari tangki ke kapal

Menerima pengiriman minyak dari kapal ke tangki

Pengiriman fuel oil ke kilang dan utilitas

Menerima slop oil dan ballast dari kapal

Fasilitas darat dalam pengiriman minyak ke PT Chevron.

c. Blending Part

Merupakan fasilitas pencampuran beberapa komponen minyak mentah

untuk mendapatkan produk jadi, antara lain :

Premium dari naphtha dan komponen mogas

Teknik KimiaUniversitas Riau 19

Page 20: Laporan Umum

RU II Dumai

Diesel dari LVGO, HCGO dan ADO

Kerosene dari komponen ADO dan kerosene.

2. Separator dan Deballasting

a. Separator

- Berfungsi untuk memisahkan minyak dengan air berdasarkan specific

gravity, dan mengolah limbah cair yang berasal dari seluruh unit produksi.

- Di bagian ITP terbagi dalam 3 buah separator

b. Deballasting

Berfungsi sebagai tangki penampungan ballast (air cucian kapal) yang

masih mengandung minyak yang dipompakan dari separator

3. Area Dermaga (Jetty)

Fungsi dari jetty adalah tempat loading atau unloading dari/ ke kapal, baik

distribusi BBM dalam dan luar negeri maupun pelaksanaan eksport/import. ITP

memiliki enam buah jetty, yakni:

a. Jetty I dengan kapasitas 10.000-100.000 ton memiliki fasilitas:

- 1 buah LSWR loading arm Ø 16’’

- 1 buah kerosene/solar loading arm Ø12’’

- 1 buah premium loading arm Ø 8’’

- 1 buah line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’

b. Jetty II dengan kapasitas 5.000-10.000 ton memiliki fasilitas:

- 1 loading arm solar/kerosene Ø 8’’

- 1 loading arm premium Ø 12’’

- 1 line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’

c. Jetty III dengan kapasitas 5.000-35.000 ton memiliki fasilitas:

- 1 loading arm solar Ø 12’’

- 1 loading arm kerosene/ avtur Ø 12’’

- 1 loading arm premium Ø 12’’

- 1 line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’

d. Jetty IV dengan kapasitas 10.000- 25.000 ton khusus diperuntukkan

pemuatan coke dengan belt conveyor

e. Jetty V dengan kapasitas 5.000- 35.000 ton memiliki fasilitas:

Teknik KimiaUniversitas Riau 20

Page 21: Laporan Umum

RU II Dumai

- 1 loading arm solar Ø 12’’

- 1 loading arm kerosene/ avtur Ø 12’’

- 1 loading arm premium Ø 12’’

- 1 loading arm LPG Ø 6’’

- 1 line bunker dengan selang Ø 3’’ dan Ø 6’’

f. Jetty VI dengan kapasitas 1.000- 3.000 ton memiliki fasilitas 1 loading

arm LPG Ø 6’’

6. Laboratorium

Tugas utamanya adalah sebagai berikut:

Quality Control (QC)

Quality Insurance

Feed Intermediate Product

Feed Finished Product (Contoh : pengapalan)

Peralatan produksi dan saran-saran teknik pemeliharaan

Pemeriksaan kualitas material suku cadang.

Laboratorium di kilang menggunakan parameter - parameter penguji, peralatan

uji terdiri dari 2 bagian yaitu konvensional terdiri dari gravity dan titrimetry, dan

instrumental terdiri dari AAS, GC, spektro, dan potensiograf. Parameter-

parameter pengujinya khusus untuk :

Avtur

Premium

Kerosin

Air minum

Solar

LPG

Coke

Air limbah

Berdasarkan fungsinya, laboratorium terbagi atas bagian sebagai berikut:

1. Stream Produk dan Pengapalan (SPP)

Bagian ini berfungsi untuk melakukan analisa terhadap produk-produk

jadi hasil dari refinery dan produk dari atau ke kapal.

Teknik KimiaUniversitas Riau 21

Page 22: Laporan Umum

RU II Dumai

2. Laboratorium Analitika

Laboratorium ini menganalisa baik stream (produk setengah jadi)

secara kimia melalui reaksi-reaksi kimia, titrasi dan spektrometri.

Adapun peralatan-peralatan yang dimiliki antara lain: Flow Injection

Analysis (FIA), Potensiometer, Foster ATLAS dan spektofotometri.

3. Sub Seksi Gas Analisis

Bagian ini berfungsi menganalisa stream dari unit-unit khususnya

produk gas dan LPG. Analisa yang diambil meliputi komposisi, SG

Schilin serta analisa orsat. Peralatan yang dimiliki diantaranya adalah

Gas Chromatography (GC).

4. Laboratorium Coke

Laboratorium ini khusus menganalisa produk coke dari Delayed

Cooking Unit DCU. Analisa terhadap coke tersebut meliputi:

Moisture Content

Volatile Matter

Ash Content

Carbon Content Fixed

Heating Value

Sulfur Content

Particle Size +4 Mesh

5. Pengembangan Lingkungan

6. Quality Insurance/ Quality Control (QA/QC)

Man. Refinery Planning & Optimization (RPO)

Terdiri dari 3 bagian :

1. Refinery planning section head

Membawahi bagian Perencanaan Crude, Produksi dan Keekonomian atau

keuntungan serta Bagian Penjadwalan Crude. Bertanggung jawab kepada

pengolahan dan produksi minyak. Perencanaan akan kapasitas produk yang akan

dihasilkan bisa berupa perencanaan tahunan, bulanan, maupun harian. Sebagai

contoh, untuk perencanaan produksi 2 bulan kedepan, maka jumlah konsumsi

BBM untuk masyarakat, jumlah BBM yang dihasilkan kilang, jumlah crude oil

Teknik KimiaUniversitas Riau 22

Page 23: Laporan Umum

RU II Dumai

yang tersedia di kilang, berapa banyak yang diolah dan berapa jumlah yang

diproduksi harus sudah diketahui bulan ini.

2. Supply Chain Optimization Section Head

Bertugas membuat rapat master program. Serta alokasi tangki dan jadwal

kedatangan kapal.

3. Budget & Performance Section Head

Bertugas membuat laporan, menghitung margin serta membuat bahan rapat

dari general manager.

Man. Maintenance Execution

Man. Maintenance Planning & Support

Man. Area P. Brandan

d. Manager Engineering & Development

Mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :

Memberikan saran-saran kepada bagian kilang untuk mendapatkan kondisi

operasi yang optimum dari segi unjuk kerja, ekonomis, dan keamanan.

Evaluasi kondisi operasi dan bila diperlukan memberikan saran untuk

memodifikasikan peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan.

Evaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi

operasi sebelum dan sesudah Turn Around (TA).

Memberikan saran pada pemeliharaan sistem instrumentasi.

Melaksanakan studi-studi/modifikasi peralatan/ proses.

Bidang ini membawahi Bagian Proses Engineering, Fasilitas Engineering,

dan Proyek Engineering, Energy conservasi & loss control serta Quality

Management .

1. Process Engineering dibagi empat seksi yaitu :

a. Seksi Optimasi dan Kesisteman

b. Seksi Pengembangan

c. Seksi Proses Kontrol

d. Seksi Safety dan Environmental

e. Seksi Plant Engineering

Teknik KimiaUniversitas Riau 23

Page 24: Laporan Umum

RU II Dumai

2. Facility Engineering

Bertanggung jawab terhadap kehandalan peralatan kilang dari sisi engineering

mengenai non proses seperti rotating equipment dan non rotating equipment,

seperti :

Mengenai problem yang terjadi pada peralatan operasi

Menganalisa rencana pengembangan pada suatu alat operasi

3. Proyek Engineering

Bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi, modifikasi peralatan

produksi, pembuatan paket kontak dan pengawasan proyek-proyek yang meliputi

kegiatan :

Teknik perencanaan, mekanikal, listrik, instrumentasi dan sipil

Penyiapan pembuatan paket kerja yang dikontrak oleh rekanan

Pengawasan proyek – proyek yang sedang dikerjakan di kilang

4. Energy conservasi & loss control serta

5. Quality Management .

e. Man. Reliability

Terdiri dari 2 section head :

Plant Reliability Section Head

Equipment Reliability Section Head

f. Man. General Affairs

Bidang ini membawahi bagian hukum dan pertahanan, hubungan pemerintah

dan masyarakat, serta bagian sekuriti.

Terdiri dari 3 section head :

Legal Section Head

Public Relation Section Head

Security Section Head

g. Man. HR Area/Business Partner RU II

Terdiri dari 6 section head :

Teknik KimiaUniversitas Riau 24

Page 25: Laporan Umum

RU II Dumai

Head of People Development

Head of Industrial Relation

HR Consultant

Analyst Organization Development

Head of HR Service

Head of Medical

Tugas pokok bagian ini adalah bertanggung jawab atas pembinaan sumber

daya manusia dan fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan-karyawan

PERTAMINA. Bidang umum ini dipimpin oleh seorang manajer umum yang

membawahi sub bidang sesuai fungsinya seperti organisasi dan tata laksana,

personalia, kesehatan, hukum dan hubungan dengan pemerintah serta masyarakat

luas.

h. Man. Keuangan

Bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan perusahaan yang meliputi

fungsi administrasi, kebendaharaan, dan anggaran keuangan minyak dan

akuntansi perusahaan. Bidang ini membawahi bagian kontroler, akuntansi kilang

dan perbendaharaan.

i. Man. IT

Membawahi bagian operasi telekomunikasi dan jaringan serta

pengembangan informasi.

j. Director of Pertamina Hospital

Terdiri dari 4 section head :

Head of Patient & Nursing

Head of Out Patient & Medical Support

Head og General Affairs

Head of Finance

1.7 Garis Besar Proses

Teknik KimiaUniversitas Riau 25

Page 26: Laporan Umum

RU II Dumai

Untuk memproses minyak mentah menjadi produk minyak jadi,

diperlukan proses fisika dan kimia untuk mengolahnya. Proses produksi dimulai

dari proses penerimaan minyak mentah. Kilang Pertamina RU II Dumai mengolah

minyak mentah Minas Crude 85% volume dan Duri Crude 15% volume yang

disRUlai oleh PT Chevron Pasific Indonesia melalui sistem perpipaan.

Selanjutnya minyak diolah dalam dua tahap pengolahan.

Pada pengolahan tahap I (Primary Processing), setelah diendapkan airnya,

minyak mentah didistilasi dalam Crude Distilation Unit (CDU). Produk yang

diperoleh adalah Naftha (8,2%), Kerosene(16,0%), Solar (17,8%), Gas (0,6%) dan

Long Residue (57,2%) serta Losses (0,2%). Karena perolehan BBM tahap I masih

sedikit, maka diperlukan pengolahan tahap II untuk mengubah long residue

menjadi BBM.

Pengolahan Tahap II (Secondary Processing), dimulai dengan distilasi

vakum long residue di High Vacuum Unit (HVU). Produk distilasi HVU ini

adalah Solar, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), Light Vacuum Gas Oil (LVGO)

dan short residue. HCGO dan short residue masih perlu direngkah untuk

menghasilkan BBM. HVGO direngkah secara katalitik dalam Hydrocracker

Unibon (HCU). Dengan menggunakan katalis dan hidrogen tekanan tinggi,

HVGO direngkah menghasilkan LPG, Naftha, Kerosin, Avtur, dan Solar.

Pada bagian lain, short residue direngkah secara thermal dalam Delayed

Cooking Unit (DCU). Di DCU, short residue dipanaskan hingga 500 oC agar

terengkah menjadi LPG, Naftha, Solar, dan coke. Produk- produk rengkahan ini

berkualitas rendah sehingga harus di treating sebelum dipasarkan.

Demikian pula untuk menghasilkan bensin, yang memerlukan proses

platforming. Produk Naftha dari CDU, HCU, dan DCU adalah komponen bensin,

namun masih mempunyai bilangan oktan rendah. Oleh sebab itu Naftha harus

diolah dalam platforming Unit (PL) untuk menghasilkan komponen bensin

beroktan tinggi. Proses ini membutuhkan katalis platina.

Produk LPG secara khusus diproduksi oleh kilang RU II Dumai. LPG

diproduksi sebagai prduk samping proses perengkahan di Hydrocracker, Delayed

Coker, dan juga dari proses Platforming.

Teknik KimiaUniversitas Riau 26

Page 27: Laporan Umum

RU II Dumai

Secara sederhana proses pengilangan minyak bumi di RU-II Dumai

diperlihatkan dalam Lampiran A.2.

1.8 Ruang Lingkup Kerja Praktek

Dalam rangka menunjang proses pendidikan, Pertamina RU II Dumai

memberi kesempatan pada mahasiswa untuk melaksanaka Kerja Praktek/Magang

agar Mahasiswa/Pelajar dapat menambah wawasannya tentang proses produksi

pengilangan minyak.

Sehubungan hal tersebut, sesuai dengan Surat Pembantu Dekan I Fakultas

Teknik Universitas Riau No. 285/H.19.1.31/AK/2010 dan Surat Pertamina RU II

Dumai No.1007/KI0031/2010-S8 telah memberi kesempatan kepada:

Melissa Atikalidia (0607134911)

Honest Hollerith AS (0607120427)

Aulia Rahmi (0607114242)

Untuk melaksanakan Kerja Praktek di Pertamina RU II Dumai.

Ruang lingkup kerja praktek terdiri dari: orientasi umum, orientasi

lapangan, orientasi khusus, dan tugas khusus. Orientasi umum adalah penjelasan

secara umum tentang proses yang terjadi dalam kilang beserta sarana-sarana

proses, penjelasan tentang utilitas, pengolahan limbah, dan penjelasan tentang

keorganisasian kerja RU II Dumai. Orientasi lapangan adalah melihat kilang dari

dekat, mengenal alat-alat proses, mengenal sistem perpipaan, mengenal sistem

pengendaliaan, dan mencoba mencermati arah aliran bahan yang sebenarnya.

Orientasi khusus adalah mencoba menelaah secara seksama unit yang akan

dijadikan objek pembahasan, pengevaluasian dalam tugas khusus yang diberikan

oleh pembimbing. Adapun tugas khusus yang diberikan berjudul ”Evaluasi

Performance Naphtha Splitter 211-V-20 Hydrocracer Unibon”.

1.9 Tujuan Kerja Praktek

Tujuan dari Kerja Praktek di kilang Pertamina RU II Dumai ini adalah:

Teknik KimiaUniversitas Riau 27

Page 28: Laporan Umum

RU II Dumai

1. Mendapatkan gambaran nyata pengoperasian sistem pemroses dan

utilitas untuk pengolahan minyak dan gas bumi.

2. Memahami dan dapat menggambarkan pola inti proses produksi pada

Pertamina RU II Dumai, meliputi :

a. Bahan baku utama maupun penunjang

b. Proses yang terjadi

c. Produk yang dihasilkan, meliputi produk utama, produk samping,

energi, dan limbah untuk industri proses pengolahan minyak dan gas

bumi.

3. Mengenal dan lebih memahami wujud dan karakteristik perangkat-

perangkat proses, termasuk alat ukur dan alat kendali.

4. Mendapatkan kesempatan menggunakan pengetahuan yang diperoleh

dari bangku kuliah untuk menganalisis jalannya proses kegiatan dan

memecahkan persoalan yang nyata yang ada di dalam kegiatan

pengoperasian Pertamina RU II Dumai.

5. Mendapatkan gambaran nyata tentang organisasi kerja, manajemen dan

penerapannya, dalam upaya mengoperasikan suatu sarana produksi,

termasuk pengenalan terhadap praktik-praktik pengelolaan dan

peraturan-peraturan kerja di Pertamina RU II Dumai.

1.10 Pelaksanaan Kerja Praktek

Pelaksanaan kerja praktek di Pertamina RU II Dumai pada bagian Proses

Engineering dari tanggal 1 Juli s/d 1 Agustus 2010 dengan alokasi waktu

sebagai berikut :

Orientasi Umum ke berbagai unit di Pertamina RU II Dumai yang

dilaksanakan pada tanggal 05 s/d 14 Juli 2010, yaitu:

Tabel 1.3 Jadwal Orientasi Kerja Praktek

Hari / tanggal Orientasi Target

Teknik KimiaUniversitas Riau 28

Page 29: Laporan Umum

RU II Dumai

Senin / 05-07-2010 Refinery Planning Mengetahui fungsi dan

peranan bagian terkait

Selasa / 06-07-2010 HSC - Production Mengetahui feed & produk

masing-masing unit, dan

kondisi operasi alat utama

Rabu / 07-07-2010 HCC - Production Mengetahui feed & produk

masing-masing unit, dan

kondisi operasi alat utama

Kamis / 08-07-2010 HOC - Production Mengetahui feed & produk

masing-masing unit, dan

kondisi operasi alat utama

Jumat / 09-07-2010 UTL - Production Mengetahui sistem

pengolahan air, pembangkit

steam, dan pembangkit listrik

Senin / 12-07-2010 Oil Mov -

Production

Mengetahui system transfer

dan penampungan feed dan

produk

Selasa / 13-07-2010 HSE - Safety Mengetahui fungsi dan

peranan bagian terkait

Rabu / 14-07-2010 Lab - Production Mengetahui sistem analisa

gas, liquid & padatan

Orientasi Khusus yang meliputi studi literatur, pengumpulan data dan

pembuatan laporan dari tanggal 15 s/d 30 Juli 2010, serta pengesahan laporan

dan kegiatan administrasi hingga tanggal 1 Agustus 2010.

BAB II

Teknik KimiaUniversitas Riau 29

Page 30: Laporan Umum

RU II Dumai

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal Usul Minyak Bumi

Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga

hitam yang terdiri dari karbon dan hydrogen. Minyak bumi merupakan campuran

yang sangat kompleks, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai

dari yang paling ringan seperti gas metana sampai dengan aspal yang berat dan

berwujud padat. Produksi komersial minyak bumi dimulai pada tahun 1857 dan

sejak itu produksi terus meningkat.

Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori

yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan

bahwa binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai,

jutaan tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut.

Disana bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.

Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas–gas atau komponen yang larut

dalam air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang

tertinggal dan bahan-bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi

minyak bumi melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih

rendah. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir

alam atau reservoir batu kapur. Pembentukan petroleum bearing diperkirakan

kurang dari 300 juta tahun. Katalis akan terdapat di alam, demikian juga ditemui

bahan radioaktif yang turut mempercepat reaksi. Berdasarkan mekanisme ini,

diduga minyak mentah yang lebih tua telah bereaksi secara sempurna. Oleh

karena itu minyak mentah tersebut akan mengandung lebih banyak fraksi ringan

seperti gasoline dan kerosin. Minyak yang diperoleh dalam pembentukan yang

lebih dalam cenderung lebih ringan.

2.2 Klasifikasi Minyak Bumi

Komposisi merupakan parameter kualitas setiap fraksi utama dalam

minyak mentah. Indikasi kasar terhadap komposisi minyak bumi ini disajikan

Teknik KimiaUniversitas Riau 30

Page 31: Laporan Umum

RU II Dumai

dalam bentuk Bureau of Mines Correlation Index (BMCI). Nilai BMCI ditentukan

berdasarkan pengukuran titik didih dan spesifik gravity.

1. Bureau of Mines Correlation Index (BMCI)

Bureau of Mines Correlation Index (BMCI) menunjukkan kadar parafin dan

aromatik di dalam minyak mentah. Minyak mentah dengan nilai 0 BMCI

mengandung 100% parafin, sedangkan minyak mentah dengan nilai 100

BMCI mengandung 100% aromatik (misalnya benzena). BMCI menunjukkan

hubungan titik didih rata-rata dari fraksi distilasi dengan densitasnya, sehingga

dapat didefenisikan sebagai berikut :

BMCI=48640T

+473 , 7SG

−456 , 8

Dengan T adalah titik didih rata- rata minyak mentah [K].

Klasifikasi minyak mentah berdasarkan BMCI disajikan dalam Tabel 2.1,

berikut :

Tabel 2.1. Klasifikasi Minyak Mentah Berdasarkan Harga BMCI

Tipe minyak Mentah Nilai BMCI

Ultra- parafinik 10

Parafinik 30

Naftenik 30 s/d 40

Aromatik 40 s/d 60

2. K-UOP (K-Universal Oil Product)

Nilai K ini ditentukan oleh lisensor Pertamina yaitu Universal Oil Product,

dan didefinisikan sebagai berikut :

K=UOP=3√1,8 xT

SG

Dengan T adalah titik didih rata- rata minyak mentah [K].

Teknik KimiaUniversitas Riau 31

Page 32: Laporan Umum

RU II Dumai

Berdasarkan K-UOP, minyak mentah diklasifikasikan seperti yang tersaji

dalam Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2. Klasifikasi Minyak Mentah Berdasarkan K-UOP

Tipe Minyak Mentah Nilai K-UOP

Parafinik 12.5 s/d 13.0

Naftenik 11.0 s/d 12.0

Aromatik 9.8 s/d 11.8

2.3. Komposisi Minyak Bumi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hampir semua senyawa dalam

minyak bumi terdiri atas atom karbon dan hydrogen (Hidrokarbon). Selain itu

juga terdapat senyawa-senyawa yang mengandung belerang, oksigen dan

nitrogen. Berbagai seri hidrokarbon dapat ditemui dalam minyak bumi. Seri

utama yang dapat diketahui berada dalam minyak bumi sangat bervariasi, namun

komposisi elemental pada umumnya adalah adalah tetap.

Tabel 2.3 Komposisi Elemental dalam Minyak Mentah

Elemen Komposisi (% w/w)

Karbon (C) 84-87

Hydrogen (H) 11-14

Sulfur (S) 0-3

Nitrogen (N) 0-1

Oksigen (O) 0- 2

Komposisi yang konstan ini terjadi karena suatu minyak disusun dari

beberapa seri homolog hidrokarbon. Setiap seri mempunyai komposisi elemental

yang konstan. Dekomposisi tak sempurna protein dapat menjelaskan kandungan

nitrogen dan sulfur yang berada dalam minyak mentah, sedangkan oksigen dapat

berasal dari asal sumber bahan atau merupakan hasil oksidasi produk antara.

Teknik KimiaUniversitas Riau 32

Page 33: Laporan Umum

RU II Dumai

Dalam minyak mentah, konsentrasi sulfur dan nitrogen bertambah dengan

kenaikan titik didih fraksi.

2.3.1. Senyawa Hidrokarbon dan Non Hidrokarbon

Minyak bumi merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon dan

hydrogen, sehingga disebut sebagai hidrokarbon. Berdasarkan strukturnya secara

umum, maka senyawa hidrokarbon dibagi atas empat kategori yaitu parafinik,

naphtenik aromatik dan olefin.

Di dalam minyak bumi juga terdapat pengotor-pengotor lainnya (non

hidrokarbon) yang dapat mengganggu keberlangsungan proses karena dapat

merusak katalis dan menyebabkan kerusakan alat.

2.3.1.1 Senyawa Hidrokarbon

a. Senyawa paraffinik (CnH2n+2)

Hidrokarbon golongan ini mempunyai ikatan rantai yang dalam bentuk lurus

maupun bercabang dengan kestabilan yang tinggi. Pada temperatur kamar dan

tekanan atmosferik, maka metana (CH4), etana (C2H6), propana (C3H8) dan butana

(C4H10) akan berada dalam fase gas. Senyawa paraffinik yang berbentuk cair pada

atmosferik adalah propane (C3H8) sampai gasoline range. Paraffin bereaksi dengan

gas klor perlahan-lahan pada sinar matahari dan dengan klor dan brom jika

terdapat katalis. Semakin panjang rantai paraffinik, maka semakin tinggi titik

bekunya.

b. Senyawa naphtenik (CnH2n)

Naphten adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang memebentuk struktur siklik.

Naphten tidak memiliki ikatan rangkap sehingga tidak dapat bereaksi secara

langsung. Panjang dan jumlah senyawa paraffin yang melekat pada rantai cincin

sangat bervariasi sesuai dengan formula CnH2n. Pada Catalytic Reforming Unit,

Naphten tersebut akan kehilangan atom hidrogennya dan terkonversi menjadi

aromatik.

Teknik KimiaUniversitas Riau 33

Page 34: Laporan Umum

RU II Dumai

c. Senyawa aromatik (CnH2n-6)

Bentuk dan rangkaian yang paling sederhana dari aromatik adalah benzene

(C6H6). Senyawa ini hampir sama dengan naphten yang mempunyai cincin, tetapi

hanya satu atom hydrogen yang dilepaskan dari setiap cincin karbon. Karakteristik

dari golongan senyawa aromatik ini terdiri dari struktur benzene segi enam.

Aromatik umumnya bersifat kurang efektif dan pada range gasoline merupakan

pelarut yang bagus serta mempunyai angka oktan yang tinggi.

d. Senyawa olefinik (CnH2n)

Contoh olefin adalah etena (etilen), propena dan butena. Hidrokarbon yang

termasuk dalam seri ini dapat bereaksi langsung dengan klor, brom, asam klorida

dan asam sulfat, sehingga dapat dihilangkan dari minyak mentah. Olefin dengan

titik didih rendah kemungkinan tidak ditemukan pada minyak mentah, tetapi

berada dalam produk perengkahan.

Senyawa golongan ini agak jarang terdapat dalam minyak bumi oleh karena

senyawa ini merupakan hasil dekomposisi dari tipe golongan hidrokarbon lainnya.

Olefin pada konsentrasi tinggi dapat kita peroleh pada produk dari thermal

cracking atau catalytic cracking.

2.3.1.2 Senyawa Non Hidrokarbon

Selain dari beberapa senyawa hidrokarbon seperti yang telah disebutkan di

atas, maka minyak bumi juga mengandung material yang digolongkan sebagai

impurities seperti garam, sulfur, logam-logam, pasir mineral dan air.

a. Garam

Unsur ini adalah klorida yang selalu menimbulkan kesulitan pada kolom

fraksinasi. Garam dapat terurai menjadi asam menyebabkan korosi terutama pada

dinding atas kolom. Garam ini juga sering menimbulkan terjadinya penyumbatan

pada tray dan heat exchanger.

b. Sulfur

Senyawa sulfur yang merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi,

dapat menyebabkan korosi. Jumlah dan tipe senyawa sulfur yang terdapat dalam

minyak bumi sangat beragam. Senyawa sulfur yang paling ringan adalah

Teknik KimiaUniversitas Riau 34

Page 35: Laporan Umum

RU II Dumai

hydrogen sulfide (H2S), sangat korosif. Contoh senyawa sulfur yang lain adalah

mercaptan.

c. Logam-logam

Logam-logam yang umum terdapat dalam minyak bumi adalah arsenik,

timbal, nikel dan besi. Sebagian logam-logam ini akan mengendap sebagai bottom

produk vacuum coloumn. Arsenik dan timbal merupakan racun bagi katalis

cracking.

d. Pasir mineral dan lain- lain

Senyawa-senyawa ini tersuspensi dalam umpan minyak. Dalam analisa

minyak senyawa- senyawa ini digolangkan base sediment dan water (B.S & W)

dan pada umumnya kurang dari 0,5% material ini akan dikeluarkan oleh desalter.

2.4 Karakteristik Minyak Bumi

Minyak bumi dapat dibedakan sesuai dengan sifat fisik dan kimianya

berdasarkan spesifik gravity-density, kandungan belerang, nitrogen, nitrogen,

garam dan viskositas.

a. Spesifik gravity-density

Spesifik Grafity (Sg) seringkali digunakan sebagai ukuran kasar untuk

membedakan minyak bumi, karena banyak minyak bumi dengan densitas rendah

biasanya adalah parafinik. Dalam industri perminyakan berat jenis minyak bumi

dinyatakan dalam satuan oAPI dengan korelasi sebagai berikut:oAPI = (141,5/SG 60/60oF) – 131,5

yang mana SG = Berat Jenis 60/60oF

= Rapat massa minyak bumi pada 60oF (15,6)dengan rapat

massa air pada 60oF

Semakin besar oAPI suatu minyak bumi, maka semakin kecil berat jenisnya.

b. Kandungan belerang

Semakin rendah kandungan belerang, maka semakin baik minyak bumi

tersebut. Karena kandungan belerang yang tinggi memerlukan prosedur

pengolahan yang lebih rumit untuk memproduksi produk yang memuaskan.

Teknik KimiaUniversitas Riau 35

Page 36: Laporan Umum

RU II Dumai

Tabel 2.4 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Berat Jenisnya

Jenis Minyak Bumi SG (60/60 oF) oAPI Gravity

Ringan 0,830 39,0

Medium Ringan 0,830-0,850 39,0-35,0

Medium Berat 0,850-0,865 35,0-32,1

Berat 0,865-0,905 32,1-24,0

Sangat Berat 0,905 24,8

Tabel 2.5 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Kandungan Sulfur

Jenis Minyak Bumi % Berat Sulfur

Non sulfuric 0,01-0,03

Sulfur rendah 0,03-1,0

Sulfurik 1,3-3,0

Sulfur tinggi >3

c. Kandungan nitrogen

Senyawa-senyawa nitrogen dapat mengganggu kelancaran proses katalitik

minyak bumi. Jika sampai terbawa ke dalam produk, akan berpengaruh buruk

terhadap bau, kestabilan warna serta sifat penuaan produk kilang. Batas

maksimum kandungan nitrogen adalah 0,25 %.

d. Kandungan garam

Minyak bumi dapat mengandung garam sampai dengan 0,6 lb/barrel

minyak bumi. Deposit garam dalam tungku dan penukar panas dapat menurunkan

kapasitasnya dikarenakan adanya penyumbatan pada peralatan tersebut.

Sedangkan senyawa klorida dapat membebaskan asam klorida yang dapat

menyebabkan korosi.

e. Viskositas

Viskositas minyak bumi pada umumnya berada pada selang 40-60 SSU

pada 100 0F, akan tetapi pada minyak bumi tertentu dapat mencapai 6000 SSU.

f. Titik tuang (Pour point)

Teknik KimiaUniversitas Riau 36

Page 37: Laporan Umum

RU II Dumai

Titik tuang suatu minyak mentah atau produknya adalah temperatur

terendah dimana suatu minyak bumi yang didinginkan mengalami perubahan sifat

dari bisa menjadi tidak bisa dituang. Titik tuang merupakan indikasi terhadap

kadar senyawa aromat dan paraffin dalam minyak. Semakin rendah titik tuang,

maka semakin rendah kadar parafinnya, dan semakin tinggi kadar senyawa

aromatnya. Pengujian titik tuang ini sangat penting untuk produk minyak diesel

dan minyak pelumas yang digunakan di daerah beriklim dingin.

g. Rentang Pendidihan/ Distilasi

Pengukuran rentang pendidihan merupakan karakteristik yang terpenting

dalam industri kilang minyak bumi karena menghasilkan petunjuk mengenai

kualitas dan kuantitas berbagai fraksi atau produk yang ada dalam suatu minyak

bumi. Selain itu langkah pertama yang dilakukan dalam kilang adalah distilasi

terhadap minyak bumi menjadi fraksi-fraksi kasarnya. Distilasi yang lazim

dilakukan dalam skala laboratorium :

Distilasi ASTM/Distilasi Engler (ASTM D-86)

Distilasi diferensial yang sederhana, dimana sampel minyak bumi

didihkan sampai habis menguap. Uap yang terjadi diembunkan dalam

kondenser dan tetes cairan hasil pengembunan (distilat) ditampung dalam

gelas ukur. Temperatur uap yang bergerak ke kondenser dan volume

cairan distilat diukur pada saat bersamaan.

Distilasi Hempel (ASTM D-285)

Prosedur pengujian ini mirip dengan Distilasi Engler dengan

kuantitas sampel lebih banyak. Selain itu peralatan distilasi Hempel

dilengkapi dengan coloumn packing/ kolom jejal pada yang dipasang

antara labu didih dengan saluran uap ke kondenser.

Distilasi TBP/True Boiling Point (ASTM D-2892)

Distilasi TBP dilakukan pada peralatan yang menghasilkan derajat

fraksionasi maksimal. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan :

- Kolom yang menghasilkan kontak sangat baik antara uap dan cairan

refluks

Teknik KimiaUniversitas Riau 37

Page 38: Laporan Umum

RU II Dumai

- Sarana pembangkit cairan refluks yang memungkinkan pengaturan laju

alir refluks

Tabel 2.6 Karakteristik Produk- Produk Distilasi Atmosferik Minyak Mentah

(Crude Oil)

No.Rentang Pendidihan Rentang Kasar

Atom CNama Fraksi/ produk

ASTM(oC) TBP(oC)

1. <30 <30 C1-C4 Gas Kilang

2. 30-100 30-90 C4-C7 Nafta ringan

3. 80-200 85-190 C7-C11 Nafta Berat

4. 165-280 190-270 C10-C16 Kerosin

5. 215-340 270-320 C12-C19 Minyak gas ringan

6. 290-440 320-430 C16-C28 Minyak gas atmosferik

7. >440 >430 >C25 Residu

2.5. Proses Pengolahan Minyak Bumi

Pengilangan minyak bumi berfungsi untuk mengubah atau

mengkonversikan minyak mentah dengan berbagai proses menjadi suatu produk

yang ekonomis dan dapat dipasarkan. Proses pengolahan dalam kilang minyak

bumi dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Primary processing

2. Secondary processing

3. Treating process

Proses pemisahan dan perlakuan secara fisis pada umumnya merupakan

proses pengolahan pertama (Primary processing), sedangkan proses konversi dan

perlakuan yang disertai dengan perubahan kimia dari senyawa-senyawa

merupakan proses lanjutan (Secondary processing).

Pengolahan Pertama (Primary Processing)

Proses pengolahan pertama yang utama adalah distilasi atmosferik,

distilasi vakum, ekstraksi, absorpsi, dan kristalisasi.

1. Distilasi atmosferik

Teknik KimiaUniversitas Riau 38

Page 39: Laporan Umum

RU II Dumai

Distilasi atmosferik merupakan tahap pemisahan yang sangat penting.

Operasi pemisahan ini didasarkan atas volatilitas komponen-komponennya

menggunakan suplai panas pada tekanan atmosferik, sehingga komponen

ringan (yang lebih volatil) akan terpisah dan terbawa destilat, sedangkan

komponen berat (yang kurang volatil) akan tertinggal di dasar (bottom).

Pemisahan dilakukan pada temperatur 300-350 oC.

2. Distilasi vakum

Distilasi vakum yaitu memisahkan fraksi-fraksi atas dasar perbedaan

titik didihnya. Distilasi vakum dioperasikan dengan menurunkan tekanan

operasi hingga vakum untuk menurunkan temperatur didih masing-masing

fraksi minyak bumi. Tekanan vakum dihasilkan oleh sistem ejektor yang

menurunkan tekanan menjadi sekitar 40 mmHg.

3. Ekstraksi

Ekstraksi dengan pelarut merupakan salah satu proses yang tertua

dalam pengilangan minyak bumi. Pada awalnya ekstraksi bertujuan untuk

meningkatkan kualitas kerosin. Akan tetapi pada perkembangannya ekstraksi

lebih banyak digunakan untuk peningkatan kualitas minyak pelumas.

4. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses yang digunakan untuk membebaskan gas-gas

petroleum dari sejumlah kecil (trace amount) gas-gas yang tidak dikehendaki

atau uap dengan mengadsorpsinya pada bahan padat. Padatan harus

mempunyai permukaan yang luas dan mempunyai sifat secara preferensial

dapat mengkonsentrasikan gas pada permukaannya. Molecular sieves,

silicagel, dan alumina adalah adsorben padat yang umum digunakan dalam

industri minyak bumi.

5. Absorpsi dan Stripping

Pada pengilangan, umumnya hanya sebagian kecil saja fraksi murni

(virgin product) dari distilasi dapat langsung digunakan untuk pencampuran

produk akhir. Biasanya virgin product harus diproses lebih lanjut untuk

mengatur kembali struktur molekulnya atau merengkah menjadi molekul-

molekul kecil. Katalis biasanya diperlukan dalam operasi tersebut untuk

Teknik KimiaUniversitas Riau 39

Page 40: Laporan Umum

RU II Dumai

mengarahkan reaksi selektif yang diinginkan, reaksi samping terjadi

menghasilkan gas-gas yang tidak diinginkan dan bercampur dengan cairan

hidrokarbon dalam produk yang dihasilkan. Gas-gas yang tidak dapat

mengkondensasi termasuk uap normal hidrokarbon dan kondensat

mengandung sebagian gas yang melarut. Untuk mendaur ulang uap yang

mengkondenser dari gas basah, biasanya dilakukan absorpsi. Sedangkan

stripping dilakukan untuk menghilangkan gas yang terlarut dalam cairan hasil.

Proses treating gas-gas untuk penghilangan CO2 dan H2S dilakukan secara

absorpsi menggunakan larutan Benfield, atau MEA dan DEA.

Contoh reaksi :

K2CO3 + CO2 + H2O 2 KHCO3

6. Kristalisasi

Kristalisasi adalah suatu proses pemisahan berdasarkan titik leleh.

Contoh proses ini adalah dewaxing dari minyak pelumas, pembuatan lilin

(wax). Petroleum waxes atau lilin adalah hidrokarbon padat pada temperatur

kamar, dengan titik leleh antara 90 - 200 oF dan melarut pada hidrokarbon

lain. Lilin terlarut dalam minyak mentah dan mendidih pada selang titik didih

pelumas sehingga tidak dapat dipisahkan dari minyak pelumas secara distilasi.

Lilin mengkristal pada temperatur kamar, oleh sebab itu lilin harus

dihilangkan dari fraksi pelumas. Lilin merupakan produk samping dalam

pembuatan minyak pelumas.

Pengolahan Lanjut (Secondary Processing)

Proses pengolahan lanjut yang utama adalah perengkahan termis, dan

katalitis (thermal/catalytic cracking), hydrocracking, pengubahan termis dan

katalitis (thermal/catalytic reforming), polimerisasi dan alkilasi.

1. Perengkahan Termis dan katalis (thermal/catalytic cracking)

Minyak yang berantai panjang mempunyai nilai oktan yang rendah. Untuk itu

perlu dilakukan perengkahan (cracking) agar diperoleh minyak beroktan tinggi.

Perengkahan bertujuan untuk memecah/memutus rantai panjang molekul

hidrokarbon menjadi rantai yang lebih pendek dengan menggunakan panas dan

katalis.

Teknik KimiaUniversitas Riau 40

Page 41: Laporan Umum

RU II Dumai

Perengkahan Termis (Thermal Cracking)

Pada mulanya perengkahan termis (thermal cracking) dilakukan untuk

mendapatkan naftha dari frakasi vakum gas oil atau residu, tetapi dengan

perkembangan proses perengkahan, thermal cracking digantikan oleh catalytic

cracking. Thermal cracking yang masih dilakukan adalah :

a. Visbreaking

Proses ini kondisi perengkahannya lebih ringan dibandingkan proses

thermal cracking lainnya. Tujuannya adalah menurunkan viskositas dan pour

point umpan minyak dan bahan bakar minyak. Umpan yang digunakan

biasanya residu dari destilasi vakum. Temperatur operasi berkisar antara 460

– 480 oC dengan tekanan 16 Kg/cm2 gauge.

b. Coking

Proses ini merupakan proses yang paling berat (severe) dalam thermal

cracking. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan kokas (coke) yang

dihasilkan dari reaksi polimerisasi kondensasi.

c. Delayed coking

Pada dasarnya proses yang terjadi pada delayed coking adalah :

o Thermal Cracking

C10H22 → C8H17* + C2H5

*

Radikal bebas ini tidak stabil dan reaktif dengan hidrokarbon lain

membentuk olefin-olefin (CnH2n, CnH2n-2).

o Polimerisasi

Reaksi polimerisasi kondensasi dari olefin-olefin pada kondisi thermal

cracking membentuk aromatik tar

x C4H8 + y C4H6 + z C3H6 →

olefin diolefin olefin aromatic tar

Perengkahan Katalis (Catalytic Cracking)

Perengkahan katalitik terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Perengkahan aromatik

Teknik KimiaUniversitas Riau 41

Page 42: Laporan Umum

RU II Dumai

Contoh :

CH3

H3C CH2-CH2-CH3 → + H3C-CH=CH2

b. Reaksi perpindahan hidrogen (hydrogen transfer) dan pembentukkan

kokas

n-olefin + decalin → n-parafin + tetralin

i-olefin + decalin → i-parafin + tetralin

2. Hydrocracking

Hydrocracking adalah proses perengkahan dengan menggunakan hidrokarbon

dan merupakan proses yang fleksibel. Proses ini dapat menghasilkan produk-

produk dalam selang yang lebar dengan yield yang tinggi. Reaksi utama proses

hydrocracking adalah perengkahan zat-zat yang tidak dapat di rengkah secara

katalitik karena kandungan logam yang tinggi. Tekanan operasi sekitar 500-3000

psig, dengan temperatur operasi 500 – 900 oF. Reaksi- reaksi yang terjadi :

k. Reaksi hydrocracking parafin

R-CH2-CH2-R + H2 → R-CH3 + R’-CH3

l. Reaksi hidrodealkilasi

CH2 - R

+ H2 → + R-CH3

m. Reaksi hidrodesiklisasi

+ H2 → CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3

Reaksi samping yang terjadi secara paralel adalah reaksi dekomposisi

senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen serta reaksi hidrogenasi olefin dan aromat :

1. Reaksi dekomposisi

a. R-S-H + H2 → R-H + H2S

merkaptan

b. R-S-R + H2 → 2 R- H + H2S

sulfida

Teknik KimiaUniversitas Riau 42

Page 43: Laporan Umum

RU II Dumai

c. R-S-S-R + H2 → 2 R-H + 2 H2S

disulfida

d. C6H8S + 4H2 → C6H14 + H2S

tiofen

2. Reaksi hidrogenasi

C-C-C-C=C-C + H2 → C-C-C-C-C + CH4

Olefin linear

3. Pengubahan struktur molekul (reforming)

Proses pengubahan (reforming) merupakan proses RUgrading naphta

oktan rendah menjadi naphta oktan tinggi (reformate/platformate) melalui

penataan ulang struktur molekul hidrokarbon dengan menggunakan katalis

tanpa terjadi perengkahan hidrokarbon.

Perubahan struktur molekul dapat dilakukan dengan :

Thermal reforming

Contoh : steam reforming

Secara umum reaksi yang terjadi adalah :

CnHm + n H2O → n CO + (2n+m)/2 H2

Reaksi ini sangat endotermik dan banyak menyerap panas.

Catalytic reforming

Reformasi katalitik adalah reaksi perubahan struktur molekul yang diperlancar

dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naftha dan bensin secara langsung

yang berentang didih 100-180oC dan berbilangan oktan rata- rata < 60 menjadi

bensin berbilangan oktan rata-rata >85. Karena komponen aktif katalis adalah

platina, maka salah satu proses reformasi katalitik yang terkenal bernama

platforming.

Teknik KimiaUniversitas Riau 43

Page 44: Laporan Umum

RU II Dumai

Tabel 2.7 Perbandingan Bilangan Oktan Hidrokarbon

Jenis Research rating Motor rating

n-heptana 0 0

2-metilheksana 42 45

Heptene-2 73 57

Metil sikloheksana 75 71

2,3 – dimetil pentan 91 89

2,3 – trimetil butan 113 101

Toluene 120 104

Reaksi- reaksi terpenting yang terjadi pada proses reformasi katalitik adalah :

a. Dehidrogenasi naftena menjadi aromat :

CH3 CH3

CH3 CH3 + 3H2

1,2-dimetilsikloheksana o-ksilena hidrogen

b. Dehidrosiklisasi

CH3

CH3- - (CH2)5 - -CH3 + H2

n-heptana metilsikloheksana hydrogen

c. Perengkahan + hidrogenasi (hydrocracking) paraffin berantai panjang :

C10H22 + H2 C6H14 + C4H10

n-dekana hidrogen heksana butane

Isomerisasi

Contoh : isomerisasi naftena

Teknik KimiaUniversitas Riau 44

Page 45: Laporan Umum

RU II Dumai

CH3

Metilsiklopentana sikloheksana

4. Proses kombinasi molekul

Proses- proses tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Polimerisasi

Polimerisasi bertujuan mentransformasi hidrokarbon dengan berat molekul

kecil menjadi hidrokarbon dengan berat molekul besar tanpa merubah

komposis hidrokarbon tersebut. Polimerisasi dapat dilakukan secara termal

maupun katalitik.

Contoh reaksi :

2 C2H4 C4H8

2 C3H6 C6H12

b. Alkilasi

Alkilasi bertujuan untuk mencapai nilai oktan yang lebih tinggi dengan

cara menggabungkan olefin atau parafin dengan iso butana, sehingga

dihasilkan produk alkylate. Alkilate merupakan parafin bercabang yang

memiliki nilai oktan tinggi.

Contoh Reaksi : CH3

CH2 = CH2 + CH 3 – CH – CH3 CH – CH2 – CH2 – CH3

CH3 CH3

Etena Isobutana Isoheksana

Proses Treating

Proses treating yang utama hydrotreating, mercaptanoxidation,

acid/caustic treating, doctor treating dan aminetreating.

1. Hydrothreating

Hydrothreating bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada umpan. Pada

umumnya umpan masih banyak mengandung sulfur, hidrogen dan oksigen. Dalam

reaktor hidrotreating ini, kandungan sulfur dihilangkan dengan cara membentuk

Teknik KimiaUniversitas Riau 45

Page 46: Laporan Umum

RU II Dumai

H2S, dan senyawa yang mengandung nitrogen diubah menjadi amonia. Sedangkan

fenol akan diubah menjadi senyawa aromatik dan air.

2. Mercaptan Oxidation

Merkaptan oxidation bertujuan untuk menghilangkan kandungan merkaptan.

Umpan berupa kerosene masuk ke reaktor bersama udara. Di dalam reaktor,

merkaptan dioksidasi oleh udara menjadi disulfida dengan bantuan katalis.

3. Acid/caustic treating

4. Doctor treating

5. Amine treating

Reaksi-reaksi yang terjadi pada pengolahan minyak bumi :

1. Desulfurisasi

Keberadaan sulfur pada umpan platforming dapat mengganggu selektifitas

dan kestabilan katalis. Kandungan maksimum yang diizinkan 0,5 ppm (yang

sering digunakan 0,2 ppm). Reaksi desulfurisasi berlangsung baik pada

temperatur 315 – 340o C dan sulfur terpisah dalam bentuk H2S.

Reaksi yang terjadi adalah :

Merkaptan R – S – H + H2 R – H + H2S

Sulfida R – S – R + H2 2 R – H + H2S

Disulfida R – S – S – R + H2 2 R – H + 2 H2S

Tiofen C6H8S + 4 H2 C6H14 + H2S

Apabila temperatur reaksi terlalu tinggi dapat menyebabkan reaksi samping :

C – C – C – C = C – C + H2S C – C – C – C– C – S + CH4

2. Denitrifikasi

Kandungan nitrogen maksimum adalah 0,5 ppm, dimana kelebihan

kandungan nitrogen akan mengganggu recycle gas dan kestabilan pada aliran

overhead akibat pembentukan NH4Cl. Penyingkiran senyawa nitrogen lebih sulit

dibandingkan senyawa sulfur karena kecepatan reaksi denitrifikasi hanya

seperlima dari kecepatan desulfurisasi. Contoh reaksi yang berlangsung :

Teknik KimiaUniversitas Riau 46

Page 47: Laporan Umum

C

CC

C C

N

+ 5 H2 C – C – C – C– C + NH3

HCl + R - H

RU II Dumai

Piridin

3. Hidrogenasi Olefin

Olefin mengganggu kestabilan temperatur dalam platformer karena akan

terpolimerisasi dan menyebabkan fouling dalam reaktor dan unit HE. Selain itu

senyawa ini akan menimbulkan endapan karbon pada katalis.

Contoh reaksi yang terjadi :

C – C – C – C = C – C + H2 C – C – C – C – C + CH4

4. Penghilangan Senyawa Oksigen

Oksigen yang berada dalam bentuk senyawa phenol dapat menyebabkan

fouling pada reaktor dan unit HE. Senyawa oksigen dapat diubah menjadi air

seperti tergambar dalam reaksi berikut :

phenol benzene

5. Dekomposisi Halida

Dekomposisi senyawa halida jauh lebih sedikit dibanding dekomposisi

sulfur. Senyawa halida maksimum yang dapat dihilangkan hanya sampai 90 %,

akan tetapi sulit tercapai pada kondisi reaksi desulfurisasi. Penghilangan senyawa

halida terjadi sesuai reaksi berikut ini :

Teknik KimiaUniversitas Riau 47

+ H2O + H2

OH

R – Cl + H2

Page 48: Laporan Umum

+ 3 H2

1,2 - dimetilsikloheksana o - xylena

CH3 CH3

metilsiklopentana sikloheksana

RU II Dumai

6. Penghilangan Senyawa Logam

Logam yang terkandung dalam orde ppb, antara lain logam arsenik, besi,

fosfor, silikon, timah, tembaga, dan natrium. Logam-logam ini akan terkumpul

dan melekat pada katalis, sehingga katalis perlu diganti bila kandungan logam

telah mencapai 2% berat katalis. Untuk menghilangkan senyawa logam tersebut,

reaktor harus berada pada temperatur hingga 315 oC.

7. Proses Pengubahan Struktur Molekul (Reformasi Katalitik)

Reformasi katalitik adalah reaksi perubahan struktur molekul yang

diperlancar dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naphta dan bensin yang

memiliki rentang didih 100-180 oC dan berbilangan oktan rata-rata dibawah 60

menjadi bensin berbilangan oktan diatas 85. Karena komponen aktif katalis adalah

platina, maka salah satu proses reformasi katalik yang terkenal bernama

platforming. Reaksi-reaksi terpenting yang terjadi pada proses reformasi katalitik

ini adalah :

a. Dehidrogenasi naftena menjadi aromat

Isomerisasi naftena

Teknik KimiaUniversitas Riau 48

CH3 CH3

CH3

Page 49: Laporan Umum

+ H2

n- heptana metilsikloheksana

CH3 – (CH2)5 - CH3

+ H2

n- dekana heksana

C10H22 C10H22 + C4H10

butana

2C2H4 C4H8

2C3H6 C6H12

CH3 CH2 = CH2 + CH3 – CH – CH3

CH3 CH3 – C – CH2 – CH3

CH3

Etena Isobutana Isobutana

RU II Dumai

b. Dehidrosiklisasi

c. Hydrocracking parafin berantai panjang

8. Proses Kombinasi Molekul

Molekul-molekul hidrokarbon yang molekulnya kecil digabungkan menjadi

senyawa yang bermolekul agak besar dan memiliki titik didih pada rentang yang

diinginkan. Jika senyawa yang dirangkai adalah dari molekul yang sama, maka

prosesnya diberinama umum polimerisasi.

Contoh proses polimerisasi adalah :

Jika yang digabungkan adalah molekul alkana ke molekul hidrokarbon tak

jenuh, maka nama prosesnya adalah alkilasi. Contoh reaksi alkilasi olefin adalah :

Teknik KimiaUniversitas Riau 49

CH3

Page 50: Laporan Umum

CnHm + n H2O (2n+m) nCO + 2

H2

RU II Dumai

9. Reformasi Kukus (Steam Reforming)

Secara umum reaksi yang terjadi adalah :

10. Reaksi Penggeseran CO

CO + H2O CO2 + H2

11. Absorbsi CO2

K2CO3 + CO2 + H2O 2KHCO3

Dimana reaksi tersebut berlangsung dalam 2 tahap :

a. H2O + K2CO3 KOH + KHCO3

b. KOH + CO2 KHCO3

Sedangkan CO2 removal yang dilakukan oleh DEA berdasarkan reaksi :

CO2 + R2NH R2NCOOH

R2NCOOH + KOH KHCO3

12. Reaksi Metanasi

Proses Metanasi adalah konversi CO dan CO2 sisa menjadi metana.

Reaksi yang terjadi adalah :

CO + 3H2 CH4 + H2O (eksoterm)

CO2 + 3H2 CH4 + 2H2O (eksoterm)

Sehingga semakin besar API maka semakin kecil berat jenis.

2.6. Sifat Fisik dan Kimia Produk Kilang

Produk dari pengilangan minyak bermacam-macam dan produk – produk

tersebut harus memenuhi spesifiksi tertentu agar layak untuk dikonsumsi. Pada

umumnya produk kilang PT Pertamina RU II dapat dibagi menjadi beberapa

golongan sebagai berikut:

1. Produk gas “Liquified Petroleum Gases” atau LPG dan Hidrogen.

2. Light distillate, seperti : bensin

Teknik KimiaUniversitas Riau 50

Page 51: Laporan Umum

RU II Dumai

3. Middle Distilat, seperti: ADO, avtur, IFO, IDO dan kerosine

4. Residu, seperti: UCO, Green Coke, dan LSWR.

Dan produk-produk PT Pertamina unit pengolahan lainnya, seperti:

1. Gemuk (grease)

2. Malam Parafin

3. Minyak Pelumas ,dll.

2.6.1. Produk Bahan Bakar Minyak(BBM)

Solar (ADO/Automotive Diesel Oil)

Cetane Number (CN)

Dalam mesin diesel peletupan terjadi, karena penyalaan mandiri minyak

diesel panas yang disemprotkan ke dalam selinder berisi udara panas bertekanan.

Oleh karena itu, minyak diesel diharapkan memiliki kecenderungan cukup kuat

untuk menyala sendiri. Tolak ukur kualitas ini adalah bilangan setana. Suatu

minyak diesel dikatakan memiliki bilangan setana S(0S100), jika unjuk kerja

minyak tersebut setara dengan unjuk kerja campuran S%-volume n-setana (n-

heksadekana = n-C16H34) dengan (100-S)%-volume D-metil naphtalena. N-setana

berunjuk kerja sangat baik dalam mesin diesel, karena langsung terbakar segera

setelah disemprotkan kedalam silinder. Sedangkan D-metil naphtalena berunjuk

kerja sangat buruk dalam mesin diesel.

Minyak diesel untuk kendaraan beromotor biasanya disebut solar

memiliki bilangan setana minimal 50, sedangkan minyak diesel untuk kereta api

umumnya berbilangan setana lebih rendah (40-50).

Kerosene

a. Smoke Point

Tolak ukur kualitas pembakaran kerosin dalah kemampuan untuk terbakar

tanpa menghasilkan asap. Smoke point adalah tinggi nyala maksimal (dalam mm)

yang dapat dihasilkan oleh pembakaran kerosene tanpa membangkitkan asap

hitam. Tolak ukur ini berhubungan dengan kadar senyawa aromatik, makin tinggi

Teknik KimiaUniversitas Riau 51

Page 52: Laporan Umum

RU II Dumai

kadar senyawa aromatik, makin rendah titik asapnya. Kerosen yang baik memiliki

titik asap minimal 17 mm.

b. Flash Point

Flash Point adalah temperatur terendah pada saat minyak minyak membuat

uap diatasnya dan meletup saat disodori api kecil.Spesifikasi flash point minimum

dari adalah 100 0C.

Premium (Motor gasoline)

a. Octane Number

Oktan number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas anti knocking.

Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan campuran uap bensin dan

udara dalam silinder mesin otto sebelum busi menyala, dimana peristiwa ini

mengurangi daya mesin tersebut. Skala ON didasarkan pada konversi bahwa n-

hepatan (n-C7H16) memiliki ON nol (rentan terhadap knocking) da i-oktan (2,2,4-

trimetilpentan) memiliki ON 100 (tahan terhadap knodking). Bensin dikatakan

berbilangan oktan X (0 < X < 100) apabila karakteristik anti knocking bensin

tersebut sama dengan karakteristik campuran X% - volume i-oktan dengan (100-

X)% volume n- heptan premium mempunyai spesifikasi. Bensin premium

mempunyai spesifikasi bilangan ON minimum 88 dan untuk premix 94. Untuk

skala bilangan oktan yang lebih besar dari 100 didefenisikan sebagai berikut:

ON=100(PN −100 )

3

Dimana:

PN = Perfermance Number

=100

( dayame sin yangdihasilkan bensin )(dayame sin yangdihasilkan→ i−ok tan )

b. Engine Deposit

Deposit yang terbebntuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh angka

oktan bensin, sehingga tendensi pembentukan deposit merupakan faktor sangat

penting. Penambahan aditif deposit modifiying agent diperlukan untuk mengubah

sifat deposit menjadi kurang merusak.

Teknik KimiaUniversitas Riau 52

Page 53: Laporan Umum

RU II Dumai

2.6.2. Produk non Bahan Bakar Minyak (non-BBM)

LPG (Liquified Petrolium Gas)

a. RVP (Reid Vapor Pressure)

RVP menunjukan kandungan fraksi ringan (C2) yang terdapat dalam LPG.

Kadar C2 maksimum yang dizinkan adalah 0.2% volume.

Tabel 2.8 Klasifikasi LPG Berdasarkan Tekanan Uapnya

KualitasTekanan Uap Maksimal Pada

100oF, psiKomposisi

A 80 ButanaB 100 Butana, sedikit propaneC 125 Butana,propaneD 175 Propane, sedikit butaneE 200 Propane

b. Kandungan fraksi C5 dan fraksi yang lebih berat

c. Kandungan i-C5, n-C5, dan fraksi yang lebih berat dalam LPG maksimum 2%

- vol. Apabila kandungan fraksi tersebut melebihi 2%-vol, maka nilai kalor

LPG menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.

Jet Fuel (Bakar Bakar Pesawat Jet)

i. Smoke Point, nilai minimum yang diperbolehkan 25 mm

ii. Flash Point, nilai minimum yang diperbolehkan 38 oC

iii. Rentang Pendidihan/Distilasi

iv. Titik Beku (Freezing Point)

Persyaratan yang penting selain ketiga syarat di atas adalah titik beku bahan

bakar. Titik beku dispesifikasi karena bahan bakar mengalami penurunan

temperature (temperature rendah) pada penerbangan tinggi sehingga dapat

membeku. Titik beku maksimal yang diperbolehkan adalah –47oC.

Avtur

Bahan bakar pesawat terbang (avtur) digunakan sebagai bahan bakar mesin

pesawat terbang tipe torak empat langkah dan yang dinyalakan dengan busi.

Teknik KimiaUniversitas Riau 53

Page 54: Laporan Umum

RU II Dumai

Komponen yang paling ringan yang terdapat dalam bahan bakar pesawat terbang

adalah i-pentan yang mendidih pada suhu 82oF.

Tabel 2.9 Jenis Produk non-BBM Pertamina RU II Dumai-Sei Pakning

No. Jenis Produk Juta bbl/thn %Vol1. LPG 1,04 1,602. Green cokes 0,20 0,303. Calcined cokes* - -4. Low Sulfur Wax Residu 6,07 9,30

Ctt : * = tidak dihasilkan lagi

Teknik KimiaUniversitas Riau 54

Page 55: Laporan Umum

RU II Dumai

BAB III

URAIAN PROSES

Pada RU II Dumai ini terdapat tiga tahapan proses pengolahan minyak

bumi dimana masing-masing proses akan menghasilkan produk yang berbeda-

beda. Proses-proses tersebut adalah :

1. HSC (Hydro Skimming Complex)

2. HCC (Hydro Cracking Complex)

3. HOC (Heavy Oil Complex)

3.1. HSC (Hydro Skimming Complex)

HSC meliputi kilang lama (Existing Plant) dan kilang baru (New Plant).

HSC ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama (Primary Process) dan

pengolahan tingkat kedua (Secondary Process). Pada pengolahan tingkat pertama

fraksi-fraksi minyak bumi dipisahkan secara fisika, kemudian pengolahan tingkat

kedua dilakukan untuk menyempurnakan produk dari pengolahan tingkat pertama.

Unit-unit proses yang terdapat dalam HSC meliputi :

3.1.1 Crude Distillation Unit (CDU) / Topping Unit (# 100)

Feed : Crude SLC 85% + Duri 15% pada suhu 45 oC

Kapasitas : 870 m3/jam

Tabel 3.1 Sifat Fisika Kimia SLC(Sumatera Light Crude) dan Duri Crude

Klasifikasi SLC DurioAPI Gravity at 60oF 35.2 20.4

SG at 60/60oF 0.8487 0.9317Pour point 95oF 75oF

Sulfur content wt% 0.088 0.203Asphaltene content wt% 0.341 1.440

Wax content 15.75 8.770

Pada unit ini berlangsung proses pengolahan campuran SLC crude dan

Duri crude. Unit ini berfungsi memisahkan fraksi minyak bumi berdasarkan

perbedaan titik didih masing-masing fraksi pada tekanan atmosferik. Dimana

Teknik KimiaUniversitas Riau 55

Page 56: Laporan Umum

RU II Dumai

temperatur Top ±130 oC dan Bottom 330 oC, sedangkan tekanan Top kolom 0,9-1

kg/cm2 (Aktual) dan tekanan flash zone 1,4-1,5 kg/cm2 (Aktual). Proses

pengolahan crude oil terjadi secara kontinyu, crude ditarik dari tangki feed 101 –

106 dengan pompa booster P-10 dialirkan ke pompa P-1 melalui 2 train preheater

yang terdiri dari sembilan deret, ke heater H-1. Dari heater, crude bersuhu 330oC

dialirkan ke flash zone (fraksionator) T-1. Dalam fraksionator, crude oil

dipisahkan berdasarkan titik didihnya menjadi fraksi - fraksi. Dari puncak menara

diambil uap fraksi minyak teringan yang kemudian diembunkan didalam

kondenser E-8 dengan air laut. Kondensat ditampung dalam D-1 dan sebagian dari

liquid D-1 dengan pompa P-2 dikembalikan ke tray puncak T-1 sebagai reflux.

Uap yang tidak terkondensasi dari D-1 dikeluarkan dari fuel gas mengalir

menuju fuel gas kompresor KO drum D-3 dan dibakar sebagai bahan bakar untuk

heater dan penyalaan burner. Dari tray 32 dengan pompa P-7 ditarik sie stream

yang disebut TPA (Top Pump Around) yang setelah melalui penukar panas E-1

dan didinginkan dengan pendingin air laut dalam E-10 dan dikembalikan ke

puncak menara. Fraksi kerosene diambil dari tray 24 dan mengalir ke stripper T-

2A secara gravity.

Dalam stripper dimasukkan stream untuk mengalir fraksi ringan yang

tidak diinginkan. Dengan pompa P-3 kerosene diambil dari T-2A melalui penukar

kalor E-2 dan pendingin E-11 ke tangki produk. LGO diambil dari tray 12

mengalir ke dalam stripper T-2B secara gravity untuk dihilangkan fraksi

ringannya. Produk LGO diambil dari dasar T-2B dengan pompa P-4 dialirkan ke

crude exchanger E-5 dan pendingin E-12 ke dalam tangki penyimpanan dengan

menggunakan pompa P-5. Dari dasar menara T-1 diambil residue, setelah

dihilangkan fraksi ringannya dengan injeksi stripping steam ke dasar menara,

residue dialirkan dengan pompa P-6 menuju exchanger E-7, E-4 dan pendingin

box cooler E-14 dan akhirnya ke tangki penyimpanan.

Produk yang dihasilkan unit ini antara lain :

- Gas sebagai fuel gas atau dibuang ke flare

- Straight Run Naphta (SRN), diambil sebagai produk atau diolah lebih lanjut

dalam Naftha Rerun Unit (RNU)

Teknik KimiaUniversitas Riau 56

Page 57: Laporan Umum

RU II Dumai

- Kerosene, langsung dialirkan ke dalam tangki produk

- Light Gas Oil, diambil sebagai komponen blending kerosene atau ADO agar

produk yang dihasilkan memiliki spesifikasi yang sesuai dengan standar mutu.

- Heavy Gas Oil (HVGO), diambil sebagai komponen blending ADO

- Long Residue, sebagian besar dialirkan ke unit Heavy Vacuum Unit (HVU) dan

sebagian kecil diambil sebagai Low Sulphur Wax Residue (LSWR) yang

digunakan juga dalam fuel oil.

Diagram alir proses Crude Distillation Unit (CDU) / Topping Unit (# 100)

di RU II Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.3.

3.1.2 Naphtha Rerun Unit / NRU (#102)

Feed : SRN (Straight Run Naphtha) dari Topping Unit

Kapasitas : Balance dengan Platforming (biasanya ± 62 m3/jam)

Unit ini mengolah Straight Run Naphtha (SRN) produk dari Topping Unit

Dumai dan Sei. Pakning. Dimana fungsinya adalah untuk memisahkan fraksi-

fraksi dari SRN, prosesnya disebut sebagai Distilasi bertekanan. Pada unit ini

terjadi pemisahan Light Naphhta (titik didih 36 oC – 90 oC) dengan Heavy

Naphtha (titik didih 80 oC – 140 oC).

SRN dari tangki dipompa P-1 menuju kolom (Tower) 1 yang sebelumnya

melalui pemanas Exchanger agar mencapai temperatur flash feed. Bagian atas

kolom ditarik ke kolom 2 dan bagian bawah kolom (bottom produk) dipompa

dengan pompa P-2 kembali ke HE yang semula berfungsi untuk memanfaatkan

panas, kemudian dilanjutkan ke cooler dan diperoleh hasil Heavy Naphtha yang

akan digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming (PL I). Sebagian dari

bottom produk dikembalikan ke kolom 2 yang sebelumnya masuk di boiler. Dari

atas kolom gas dimasukkan ke dalam kondenser dan cairannya ditampung dalam

drum D-1 kemudian di pompa kembali ke atas kolom dan sebagian didinginkan di

dalam cooler, dengan temperatur 127 oC akan menghasilkan Light Naphtha yang

akan digunakan sebagai komponen blending mogas menjadi premium, gas masuk

ke kondenser, liquidnya ditampung dalam D-1 dan dikembalikan ke top splitter

dengan pompa P-5 untuk sirkulasi saja, sedangkan gas yang tidak terkondensasi

Teknik KimiaUniversitas Riau 57

Page 58: Laporan Umum

RU II Dumai

dialirkan ke system flaire / fuel gas. Tekanan operasi pada kedua kolom yaitu 1,4

Kg/cm2 dan 5,2 Kg/cm2.

Produk yang dihasilkan :

- Off gas, yang digunakan sebagai fuel gas (dikirim ke tangki) atau dibuang ke

flare.

- Light Naftha, yang digunakan sebagai komponen blending untuk mogas

- Heavy Naftha, digunakan sebagai umpan Hydrobon Platforming I

Diagram alir proses Naphtha Rerun Unit / NRU (#102) di RU II Dumai

dapat dilihat pada Lampiran A.4.

3.1.3 Hydrobon Platforming Unit /PL-1 (#301)

Feed : Heavy Naphtha dari NRU

Kapasitas : 41 m3/jam

Unit ini berfungsi untuk mengolah light oktan mogas komponen menjadi

high oktan mogas komponen dengan menggunakan katalis platina (0,2 – 0,3%)

dan carrier alumina.

Sebagai umpan adalah Heavy Naphtha yang telah dimurnikan dari NRU

(mengandung C6-C11 parafin, nafthenes, dan aromatik) dan akan terjadi reaksi

pada reaktor bertekanan operasi 28 – 35 Kg/cm dan temperatur 500 oC. Heavy

Naphtha yang dicampur dengan hidrogen sebelumnya dipanaskan didapur dan

kemudian dialirkan ke reaktor-reaktor, produk yang keluar reaktor akan

dilewatkan pada cooler. Top dari stabilizer dialirkan ke kondensor dan

dimanfaatkan sebagai fuel gas. Sedangkan Bottom berupa cairan panas yang

masih menguap dan tidak menguap yang akan digunakan untuk blending

premium. Temperatur maksimum Platforming I adalah 482oC.

Reaksi – reaksi yang terjadi adalah :

a. Dehydrogenation of Nafthenes

Isomerisasi yang terjadi endotermik, dimana reaksi terjadi karena adanya

metal catalist, pada reaksi dengan temperatur tinggi dan tekanan rendah.

b. Isomerisasi nafthenes dan parafin

Reaksi isomerisasi merupakan hasil dari reaksi intermediate Ion Carbonium.

Teknik KimiaUniversitas Riau 58

Page 59: Laporan Umum

RU II Dumai

Reaksi ini terjadi karena adanya Acidic katalis dan hanya tergantung dari

tekanan operasi.

c. Dehydrocyclization of parafin

Dehydrocyclization ini berlangsung pada tekanan rendah dan temperatur

tinggi. Metal dan katalis dibutuhkan agar reaksi ini dapat berlangsung.

d. Hydrocracking

Hydrocracking parafin berlangsung cepat dan dalam kondisi tekanan dan

temperatur tinggi. Reaksi ini membutuhkan hidrogen dan hasil yield

(perolehan) dari reformate rendah.

e. Dealkylation of Aromatics

Reaksi ini berlangsung pada tekanan dan temperatur yang tinggi.

Tabel 3.2 Jenis-jenis Katalis yang Digunakan pada PL-I

Katalis Platinum (Wt%) Rhenium (Wt%) Chloride (Wt%)R-9XR-16FR-16GR-16HR-18R-22R-50R-56R-62R-72

0.7350.2

0.3750.3750.3750.3750.250.250.220.3

-0.2

0.3750.2

0.375-

0.250.40.44

-

0.9 – 1.00.9 – 1.00.9 – 1.00.9 – 1.01.1 – 1.20.9 – 1.00.9 – 1.00.9 – 1.01.0 – 1.11.0 – 1.1

Produk yang dihasilkan :

- Reformate (octane number 92), yang kemudian disimpan didalam tangki

produk untuk digunakan sebagai komponen blending premium.

- LPG, yang kemudian dikirim ke LPG recovery

- Off Gas, digunakan untuk fuel gas dan sisanya dibuang ke flare

- Gas H2 dengan purity 75% yang digunakan sebagai recycle gas dalam proses

Diagram alir proses Hydrobon Platforming Unit /PL-1 (#301) di RU II

Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.5.

Teknik KimiaUniversitas Riau 59

Page 60: Laporan Umum

RU II Dumai

3.1.4 Naphtha Hydro Treating Unit / NHDT (#200)

Feed : - Naphtha dari HCU (heavy naftha)

- Naphtha dari DCU (crack naftha)

Kapasitas : 67,7 m3/jam

NHDT berfungsi untuk menghilangkan kontaminan seperti sulfur,

oksigen, nitrogen dan menjenuhkan olefin yang terdapat dalam stabilized naphtha

dari delayed coker dan naphtha dari hydrocracker dengan bantuan katalis

sehingga memenuhi spesifikasi untuk umpan CCR-Platforming Unit. Kandungan

sulfur dan nitrogen maksimal dalam umpan platformer masing – masing adalah

0,5 ppm untuk mencegah keracunan katalis.

Umpan untuk unit ini adalah Cracker Naphtha dari Delayed Cooking Unit

dan Heavy Naphtha dari Hydrocracker Unibon. Prosesnya disebut dengan

Hydrotreater Naphtha. Dimana besar temperatur inlet reaktor adalah 280 0C – 340 0C dan tekanan sistem 52,7 Kg/cm2. Produk yang dihasilkan pada unit ini adalah

gas untuk fuel gas, Light Naphtha sebagai over head produk yang akan digunakan

untuk blending mogas dan Heavy Naphtha treated sebagai produk bawah untuk

umpan CCR-Platforming.

Produk yang dihasilkan :

- Light Naphtha, kemudian dialirkan ke dalam tangki penyimpanan

- Heavy naphtha, feed bagi unit Platforming-CCR

- Off gas

Diagram alir proses Naphtha Hydro Treating Unit / NHDT (#200) di RU II

Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.6.

3.1.5 Continuous Catalitic Regeneration-Platforming II / CCR-PLII (#310-

#300)

Feed : Naftha dari NHDT

Kapasitas : 58,7 m3/jam

Unit ini berfungsi untuk menaikkan low octane number straigth run

naphtha menjadi octane tinggi blending komponen oleh reaksi kimia katalitik.

Reaksi-reaksi yang terjadi pada reaktor ini adalah :

Teknik KimiaUniversitas Riau 60

Page 61: Laporan Umum

RU II Dumai

1. Dehidrogenasi Naphtha menjadi aromatik; reaksi ini bersifat endotermik dan

berlangsung dengan mudah oleh fungsi metal katalis

2. Hydrocracking Paraffin; reaksi ini bersifat eksotermis, karena reaksi dapat

dilihat dari kenaikan temperatur, khususnya pada reaktor 3 (R-3)

3. Isomerisasi; perubahan rumus bangunan molekul tanpa merubah rumus

molekul, reaksi bersifat eksotermis.

4. Dehidrosiklasi Paraffin menjadi Naphtha berifat endotermis dan merupakan

reaksi yang paling sulit dilaksanakan dalam Platforming.

Pada CCR, unit ini dirancang untuk meregenerasi katalis bimetalitik R-134

yang digunakan di platforming secara terus menerus karena selama proses yang

terjadi di platforming I, katalis mengalami deaktivasi akibat keracunan dan

pembentukan coke.Temperatur reaktor adalah sebesar 498 0C – 515 0C dengan

tekanan 7,4 Kg/cm2 .

Tabel 3.3 Jenis-jenis Katalis yang Digunakan pada CCR-Platforming II

KatalisNominal

Diameter (mm)Platinum(Wt%)

Chloride(Wt%)

R-30R-32R-34R-132R-134

1.61.61.61.61.6

0.60.3750.290.3750.29

1.1 – 1.21.1 – 1.21.1 – 1.21.2 – 1.31.2 – 1.3

Produk yang dihasilkan :

- Reformate, dengan nilai octane 94

- LPG, dikirim ke LPG Recovery unit

- Off gas, yang kemudian digunakan sebagai fuel gas sistem

- Gas H2 dengan purity 85% yang kemudian di recycle dan sebagian dikirim ke

H2 plant.

Diagram alir proses Continuous Catalitic Regeneration-Platforming II /

CCR-PLII (#310-#300) di RU II Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.7.

Teknik KimiaUniversitas Riau 61

Page 62: Laporan Umum

RU II Dumai

3.2. HCC (Hydro Cracking Complex)

Hydrocracking Complex merupakan salah satu proyek perluasan kilang

Pertamina RU II Dumai, HCC ini didisain oleh Universal Oil Product (UOP)

yang terdiri dari 5 unit proses yaitu :

3.2.1 Hydrocarcker Unibon / HCU( #211 / #212)

Feed : 80% HVGO dari HVU

20% HCGO dari DCU

Kapasitas : 185 m3/jam

Fungsi unit adalah untuk merengkahkan hidrokarbon yang mempunyai

rantai molekul panjang menjadi hydrokarbon dengan rantai molekul pendek yang

mempunyai berat molekul lebih ringan dengan memakai Hydrocracking

menggunakan gas H2 dan katalis.

Disamping memecah rantai karbon juga terjadi penghilangan sulfur, nitrogen,

oksigen dan penjenuhan olefin.

Unit ini terdiri dari :

a. Seksi Reaktor

b. Seksi Fraksinasi

Variabel Proses :

1. Fresh Feed Quality. Merupakan kualitas feed yang akan mempengaruhi :

Temperatur yang dibutuhkan di katalis bed

Konsumsi Hydrogen

Lama waktu regenerasi katalis

Kualitas Produk

2. Fresh Feed Rate (LHSV)

LHSV =FreshFeed (m3 / jam)CatalisVolume( m3 )

3. CFR (Combined Feed Ratio)

CFR= FreshFeed+Liquid Re cycleFreshFeed

4. Tekanan Parsial Hydrogen

Teknik KimiaUniversitas Riau 62

Page 63: Laporan Umum

RU II Dumai

5. Recycle gas rate

6.( H2 /HC )ratio=

Re cycleGasRate( SCFD )xH 2 Purity

FreshFeed ( BPD )

7. Temperatur, normal temperature adalah 343 – 482oC

8. Kualitas make up hydrogen

Spesifikasi : H2 = 95% vol

Methane + H2 = 5%

CO dan CO2 = 10 – 50 ppm

9. Katalis, komponen CO, MO dan Tungsten dari VIII metal group on silica

Alumina base dalam 1/16 in sphare shape

Produk dari unit ini antara lain :

o Gas dari Top sebagai umpan LPG Recovery

o Heavy Naphtha sebagai umpan unit NHDT

o Light Naphtha yang digunakan untuk blending mogas

o Light Kerosene,yang merupakan komponen blending Kerosene/avtur/JP-5

o Heavy Kerosene, merupakan komponen blending kerosene/avtur/JP-5

o Automotive Diesel Oil (ADO)

o Bottom Fractinator/recycled feed

Diagram alir proses Hydrocarcker Unibon / HCU( #211 / #212) di RU II

Dumai untuk reactor section dapat dilihat pada Lampiran A.9 sedangkan

fractionation section dapat dilihat pada Lampiran A.10.

3.2.2 Hydrogen Plant / H2 Plant ( #701 / #702)

Feed : - Gas dari Platforming I dan Platforming II

- Gas Amine dan LPG Recovery

- LPG (sebagai cadangan)

Kapasitas : 2 plant @ 43.914 Nm2/jam

Unit Hydrogen Plant berfungsi untuk menghasilkan gas hidrogen dengan

kemurnian tinggi (97 %) untuk memenuhi kebutuhan hydrogen yang diperlukan

pada porses Hydrotreating dan Hydrocracking pada Hydrocracker Unibon.

Teknik KimiaUniversitas Riau 63

Page 64: Laporan Umum

RU II Dumai

Umpan yang diolah adalah gas yang berasal dari Delayed Coke dan HC Unibon.

Kandungan sulfur pada gas dari berbagai unit di Dumai diasimilasi didalam

kolom desulfurizer dengan katalis zineoxide. Aliran yag keluar desulfurizer

dicampur dengan steam menjadi gas H2 dan CO. selanjutnya gas CO dikonversi

menjadi CO2 dan terjadi absorbsi CO2 pada CO2 absorber. Gas CO dan CO2 yang

masih terbawa dikonversikan menjadi gas hydrokarbon kembali.

Tahapan reaksi yang terjadi di Hydrogen Plant :

a. Desulfurisasi (menggunakan katalis ZnO)

b. Steam Reforming (menggunakan katalis Ni)

c. Shift Converter (menggunakan katalis Cu)

d. CO2 Removal (menggunakan katalis Fe, Benfil DEA)

e. Methanator

Produk yang dihasilkan : - Gas H2 dengan purity minimum 97%,

- Kandungan CO + CO2 maksimum 30 ppm,

- Kandungan CH4 maksimum 3%

Diagram alir proses Hydrogen Plant / H2 Plant ( #701 / #702) di RU II

Dumai dapat dilihat pada Lampiran A.8.

3.2.3 Amine & LPG Recovery (#410)

Feed : - Gas, LPG dan light naphtha dari HC Unibon

- LPG dari CCR-Platforming Unit

- Gas dari Platforming

- Gas dari Naphtha Hrydrotreating Unit

- Gas dari Destilat Hydrotreating Unit

Kapasitas : 1.7 MBSD

Unit ini dirancang untuk menghilangkan senyawa sulfur yang terkandung

dalam gas dan LPG yang dihasilkan unit-unit lain dengan proses absorber MEA

(Monoetamolamine) untuk mencegah terjadinya korosi di tangki LPG, dan untuk

mendapatkan produk-produk LPG dengan kadar C3 dan C4 yang diinginkan.

Amine dan LPG Recovery terbagi menjadi 2 bagian :

a. Absorben Section (off gas amine absorber and LPG amine absorber),

Teknik KimiaUniversitas Riau 64

Page 65: Laporan Umum

RU II Dumai

untuk menghilangkan H2S dari off gas dan LPG

b. Amine Regeneration (vapor amine stripper), untuk me-recovery lean

amine dari rich amine.

Variabel Operasi :

1. Absorbtion

Low Temperatur, dimana lean amine harus diatas 3oC dari

temperatur gas fee stream, untuk mencegah kondensasi uap

hidrokarbon.

Acid gas loading

High Amine Concentration

2. Regeneration

Temperatur yang tinggi sekitar 250oF

Low pressure (35-100 Kpa)

High stripping steam rates, operasi stripper kondisi normal

memerlukan heat input 1.2 lb steam reboiler per gallon etanol

amine.

Low amine concentration, membutuhkan 15-20%Wt amine

concentration.

Gas umpan dari unit – unit ditampung di drum V-1 untuk memisahkan

cairan yang terbawa bersama gas. Cairan di alirkan ke sour water stripper (SWS)

sistem sedangkan gas dipanaskan di E-3 kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1

sebelum masuk bagian atas recycle V-3. Hasil reaksi dialirkan dari bawah untuk

pemanas di E-3 dan didinginkan di E-4 dan masuk ke pemisah tekanan tinggi V-8.

Cairan low pressure dimasukkan ke debutanizer untuk menghilangkan gas

hidrogen. Bottom produk debutanizer sebagian dikembalikan ke kolom. Uap

setelah di embunkan ditampung di V-19. Cairannya sebagian diumpankan ke

naphtha splitter V-20.

Hasil bawah splitter didinginkan dan diambil sebagai produk naftha berat

dari settler drum LPG dialirkan ke soda wash drum V-11, gas dicuci dengan

larutan soda caustic. LPG yang telah ditreating di deetanizer diinginkan.

Produk dasar dialirkan ke spare tank sistem dengan terlebih dahulu membersihkan

Teknik KimiaUniversitas Riau 65

Page 66: Laporan Umum

RU II Dumai

panas untuk memanasi umpan di deetanizer feed/bottom exchanger dan

selanjutnya didinginkan di pendingin E-15.

Produk yang dihasilkan :

- LPG dengan senyawa sulfur rendah

- Gas untuk fuel gas

3.2.4 Sour Water Stripper / SWS ( # 840)

Feed : Air dari HCU, DCU, DHU, NHDT, HVU

Kapasitas : 10.300 BPSD

Unit ini berfungsi untuk menurunkan kadar H2S dan NH3 yang

terkontaminasi air dari Refinery Sour Water sebelum dikeluarkan/dibuang sebagai

limbah. Proses yang terjadi adalah pemanasan dalam kolom sampai 1100C

(stripping) untuk menghilangkan gas-gas H2S, HCI, dan NH3. H2S dan NH3 yang

terlepas, kemudian dibuang/dibakar di Flare sedangkan airnya digunakan lagi

sebagai desalater water di HVU.

Air yang telah digunakan pada berbagai unit dikumpulkan di sour water

drum V-1 dimana air, minyak dan gas yang terikut akan dipisahkan. Air dialirkan

kemenara stripper V-2 bagian atas dengan pompa P-1A/B. Sebelum masuk

menara dipanaskan di E-1. Minyak yang terpisahkan dialirkan ke slop tank

dengan pompa P-2 sedangkan gasnya dialirkan ke sour drum dan selanjutnya

dibakar di incinerator.

Di stripper air akan kontak dengan caustic 20 Be yang diinjeksikan oleh

pompa P-5 yang akan menstabilkan pH air yang dihasilkan dari dasar menara.

Temperatur dasar kolom dijaga tetap 121oC dengan mengalirkan sebagian produk

dasar ke stripper reboiler E-2. Air bebas hydrogen sulfide dan amoniak dari dasar

menara dengan pompa P-3A/B dialirkan ke E-1 dan E-3 lalu dikirim ke desalter

water surge drum VDU. Bila air tersebut berlebih, maka dibuang dengan

didinginkan sebelumnya di E-5 dengan air laut.

Produk yang dihasilkan antara lain : Air dengan kadar 3% volume H2S dan 10%

volume NH3

Teknik KimiaUniversitas Riau 66

Page 67: Laporan Umum

RU II Dumai

3.2.5 Nitrogen Plant / N2 Plant ( # 300)

Feed : Udara bebas

Kapasitas : 12.000 Nm3/hari

Unit berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan untuk start-up dan

shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan blangketting. Prinsip operasinya

adalah pemisahan nitrogen (N2) dari oksigen (O2) dan CO2 dalam udara

berdasarkan titik embunnya pada temperatur operasi 1800C. Karena nitrogen

mempunyai titik embun lebih rendah daripada oksigen, sehingga nitrogen akan

mengalir ke bagian atas kolom dan oksigen akan berkumpul di bagian dasar

kolom sebagai cairan. Proses ini menggunakan molecular steve absorber untuk

menyerap uap air dalam udara.

Produk yang dihasilkan : N2 (nitrogen)

3.3 HOC (Heavy Oil Complex)

Heavy Oil Complex menghasilkan bahan bakar minyak dan coke. Bahan

yang diolah berupa Long Residue dari Topping Unit.

Unit-unit yang terdapat dalam HOC adalah :

1. High Vacuum Distillatiuon Unit (HVU)

2. Delayed Coking Unit (DCU)

3. Coke Calciner Unit (CCU)

4. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)

3.3.1 High Vacuum Unit/HVU ( # 110)

Feed : LSWR dari CDU

Kapasitas : 614 m3/jam

Fungsi High Vacuum Unit sama dengan Crude Distillation Unit yaitu

memisahkan residu. Residu untuk umpan HVU terdiri dari 70 % Long Residu dari

Topping Unit dan 30 % residu dari CDU Sei. Pakning, dipisahkan menjadi tiga

fraksi berdasarkan titik didihnya. Namun unit ini beroperasi pada tekanan yang

kurang dari 1 Atmosfir (Vacuum) supaya temperatur yang berlebihan dapat

Teknik KimiaUniversitas Riau 67

Page 68: Laporan Umum

RU II Dumai

dicegah agar tidak terjadi Cracking.

Prinsip dasar High Vacuum Unit adalah proses pemisahan fraksi dalam

LSWR dengan jalan penurunan titik didih dan akan meghasilkan Ligh Vacuum

Gas Oil (LVGO) sebagai komponen diesel. High Vacuum Gas Oil ( HVGO)

sebagai umpan Hydrocracker Unibon dan Short Residue sebagai umpan Delayed

Coker.

Variabel Prosesnya antara lain :

1. Suhu

Suhu keluar dapur dapat bervariasi guna mencapai spesifikasi produk bottom

coloum yang dikehendaki. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendahnya

aliran umpan yang dapat menyebabkan terbentuknya positif olefin pada

vacuum bottom, indikasi cracking terjadi pada tube dapur. Ini dapat diperbaiki

dengan menambah aliran injeksi steam kedalam tube. Tidak ada pengatur suhu

pada menara seperti kebanyakan menara.Vacuum dioperasi untuk

memanfaatkan condensable material.

2. Tekanan

Coloum dirancang beroperasi pada tekanan 45 mmHg absolute di area

flash zone, 15 mmHg pada puncak kolom hendaknya dioperasikan pada tekanan

yang terendah yang dapat dicapai tanpa menambah beban ejector atau condenser.

Kelebihan jumlah steam yang ke ejector bisa menambah beban condenser dalam

hasilnya dicapai vacuum yang tidak bagus. Tekanan vacuum coloum yang rendah

berarti rendahnya suhu keluar dapur yang dibutuhkan untuk spesifikasi produk

bottom coloum yang sama dan pemisahan gas oil dari produk bottom berjalan

sempurna. Pada HVU tekanan top 25 mmHg, dan tekanan bottom 30 – 35 mmHg.

Produk yang dihasilkan :

- Gas 2%, akan dipakai sebagai fuel gas (untuk konsumsi sendiri)

- Light Coker Gas Oil (LVGO) 12% , digunakan untuk komponen blending

- Heavy Coker Gas Oil (HCGO) 14,2% , digunakan sebagai umpan HC

Unibon

- Short Residue 46,6%, digunakan sebagai umpan DCU

Diagram alir proses High Vacuum Unit/HVU ( # 110) di RU II Dumai

Teknik KimiaUniversitas Riau 68

Page 69: Laporan Umum

RU II Dumai

dapat dilihat pada Lampiran A.11.

3.3.2 Delayed Cooking Unit / DCU ( # 140)

Feed : Short residu dari HVU

Kapasitas : 234 m3/jam

Unit ini berfungsi untuk mengolah Short Residue dari HVU menjadi

fraksi-fraksi minyak yang lebih ringan dengan cara Thermal cracking dengan

tujuan menghasilkan middle distillat dan green coke yang memenuhi persyaratan

sebagai feed calciner.

Proses yang terjadi adalah pemutusan rantai panjang Hydrocarbon

menjadi rantai-rantai yang lebih pendek pada temperatur tinggi (± 5000C),

sehingga disini juga terjadi reaksi polimerisasi membentuk padatan kokas (coke).

Feed gas dari bottom vacuum unit atau tangki dikumpulkan dalam charge surge

drum dan setelah melewati alat penukar panas dimasukkan ke fraksinator yang

menghasilkan :

a. Unstabillezed naphtha dari top

b. Light Coker Gas Oil (LCGO) dari side stream

c. High Vacuum Gas Oil (HVGO) dari side stream

d. Combined feed dari bottom

Variabel proses :

1. Crude Sources dan jenis Feed Stock

Kandungan karbon yang tinggi dari fuel akan menyebabkan yield coke

akan semakin tinggi. Kandungan asphaltent, resin dan aromatic, dan level

impurities akan berakibat terhadap kualitas coke.

2. Coke Chamber Temperature

Meningkatkan temperature drum, akan meningkatkan penguapan

hidrokarbon berat, hal ini akan mengurangi volatile carbon content dari

coke, sehingga akan dihasilkan coke yang lebih keras.

3. Coke Chamber Pressure

Tekanan top desain adalah 4.22 kg/cm2. Gunanya untuk meningkatkan

resident time akan meningkatkan yield dari coke naik.

4. Combine Feed Ratio (CFR)

Teknik KimiaUniversitas Riau 69

Page 70: Laporan Umum

RU II Dumai

Merupakan volume bottom fraksinasi dibagi dengan volume fresh feed.

Jika CCR diturunkan, produk heavy cooking gas oil akan meningkatkan

disbanding produk lainnya. Coke yang diproduksi akan lebih lembut, dan

memiliki Volatil Carbon Matter (VCM) dan level impurities yang lebih

tinggi.

Produk yang dihasilkan antara lain:

- Gas (Refinery fuel) : 10.000 m3/jam

- LPG : 9 ton/jam

- Cracked Naphta sebagai umpan Naphta Hydrotreater

- Ligh Coker Gas Oil ( LCGO) untuk umpan Distillation Hydrocracker

- Heavy Coker Gas Oil ( HCGO) untuk Hydrocracker Unibon (HCU)

- Green Coke sebagai umpan Calciner.

- Dengan Perbandingan tertentu LCGO dan HCGO di blend, untuk

menghasilkan JDF (Industrial Diesel Fuel)/ MDF (Marine Diesel Fuel)

Diagram alir proses Delayed Cooking Unit / DCU ( # 140) di RU II Dumai

dapat dilihat pada Lampiran A.12.

3.3.3 Coke Calciner Unit /CCU ( # 170)

Feed : Green Coke

Unit ini berfungsi mengkalsinasi Green coke yang dihasilkan oleh

Delayed Cooking menjadi Calcined coke. Prosesnya menggunakan Rotary Kiln

pada temperatur ± 1300 oC untuk menghilangkan semua material karbon yang

mudah menguap dan kandungan air, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan

Rotary Cooler dengan kemiringan tertentu untuk mendinginkan coke. Gas Panas

dari Calciner di manfaatkan sebagai panas pembantu pembuatan Steam di Waste

Heat Boiler untuk tujuan efisiensi.

Variabel Proses :

1. Tipe Green Coke

Sponge Coke, memiliki pori- pori kecil dan dilapisi oleh dinding tipis.

Honey Comb Coke, adalah coke intermediate, interconnent pores, dan

menunjukkan struktur honey comb.

Teknik KimiaUniversitas Riau 70

Page 71: Laporan Umum

RU II Dumai

Needle Coke, memiliki pori- pori besar, eliptikal dan dilapisi oleh lapisan

dinding tipis.

2. Coke Spesification

Real Density

Apprent Density

3. Ukuran Green Coke

Size Distribution

Size Segregation di dalam kiln

4. Rotary Kiln Capacity, 3 – 12% dari volume kiln terisi oleh material.

Green coke dari DCU, diperoleh dalam alat pemecah coke, dengan alat

belt conveyer melalui saringan, coke berukuran lebih besar 1225 mm

dikembalikan untuk dipecah lagi. Green coke halus dengan belt conveyer

dikumpulkan dalam stock pile selanjutnya dikirim ke calciner V-201 dengan belt

conveyer. Green coke akan bergerak secara lambat ke zone pemanasan sampai

suhu feed masuk. Untuk pemanasan dipakai hasil pembakaran bahan bakar gas

yang dimasukkan ke rotary calciner dari bagian bawah. Aliran gas berlawanan

dengan aliran cok. Coke keluar kiln dengan suhu 1204 – 1370oC dan didinginkan

di rotary cooler E-209 dengan menyemprotkan air keluar dengan temperatur

204oC. Udara keluar dari cooler dibersihkan di cooler dust colektor V-212 dan

dimanfaatkan di rotary cooler dan dialirkan ke incinerator untuk dibakar dengan

off gas dari kiln.

Selanjutnya gas proses incinerator dialirkan ke Waste Heat Boiler (WHB)

untuk menghasilkan steam pada suhu 398oC dan dialirkan ke stock untuk dibuang

ke atmosfir. Calciner coke cooler ditampung di storage silo.

Produk yang dihasilkan : Calcined Coke. Namun pada saat ini unit

calciner tidak diaktif lagi sehingga Pertamina tidak menghasilkan produk calcined

cokes.

3.3.4 Distillate Hydrotreating Unit/DHDT ( # 220)

Feed : LCGO dari DCU

Kapasitas : 84 m3/jam

Teknik KimiaUniversitas Riau 71

Page 72: Laporan Umum

RU II Dumai

Proses Hydrotreating bertujuan untuk meningkatkan kualitas Ligh Coker

Gas Oil (LCGO) dari Delayed Coker Unit (DCU) menjadi gas, Naphtha, Light

Kerosene melalui proses Hydrotreating Cataytis. Proses ini bertujuan untuk

menjenuhkan material yang tidak stabil dari hasil cracking dan membuang

impurities seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen bertekanan.

Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di coloum stripper dan splitter. Ada 6

reaksi yang terjadi pada DHDT yaitu penjenuhan olefin, sulfur removal, nitrogen

removal, oksigen removal, metal removal, dan halide removal.

Variabel Operasi :

Temperatur Reaktor

Dibawah 400oC, temperature reactor akan meningkatkan level dan deaktivasi

katalis. Jika temperature diatas 400oC katalis bed temperature, maka

pembentukan coke menjadi lebih cepat.

Feed Boiling Range

Liquid Hourly Super Velocity (LHSV)

Peningkatan LHSV membutuhkan temperature reactor yang lebih tinggi dan

akan meningkatkan laju deaktivasi.

Hydrogen Purity

Menaikkan hydrogen purity akan meningkatkan reaksi hidrocracking, dan

menurunkan laju deaktivasi katalis.

H2/HC ratio

Menaikkan H2/HC ratio akan meningkatkan reaksi hydrotreatingdan

menurunkan laju deaktivasi katalis.

Produk yang dihasilkan :

- Naphtha untuk feed NHDT

- Gas untuk feed Amine dan LPG Recovery dan sebagai fuel gas

- Light Kerosene sebagai blending kerosene

- Heavy Kerosene sebagai blending diesel.

Teknik KimiaUniversitas Riau 72

Page 73: Laporan Umum

RU II Dumai

BAB IV

INSTRUMENTASI

Agar proses dapat berjalan dengan lancar, maka harus dilakukan

pengendalian terhadap kondisi dari alat-alat yang dioperasikan. Instrumentasi

digunakan untuk keperluan pengukuran, indikasi, recording, dan pengendalian

variabel proses. Sehingga diharapkan dapat tercapai kondisi operasi yang

diinginkan serta keamanan dan keselamatan kerja. Variabel proses yang

dikendalikan antara lain temperatur, tekanan dan laju alir.

Ditinjau dari sarana yang tersedia, operasi kilang dikendalikan di control

room (pusat pengendali operasi), dimana kondisi operasi dapat dipantau. Sistem

pengendalian prosesnya menerapkan metode Distributed Control System (DCS)

yang menggunakan komputer sistem microprocessor.

Data yang terukur dari lapangan oleh transducer diubah ke dalam bentuk

sinyal, baik analog, digital, maupun pulsa. Sinyal ditransfer masuk ke DCS

menggunakan transmitter. Sinyal analog berupa besaran electric, yaitu kuat arus

dengan tegangan listrik. Kuat arus yang digunakan 4-20 mA, dan tegangan lsitrik

berkisar 1-5 volt. Untuk keperluan pengendalian, DCS dihubungkan ke

SRUervisory Control Sistem (SCS). Data dikalkulasi di SCS dan hasilnya dikirim

ke DCS sebagai set point baru.

Secara garis besar, sistem pengendalian proses di dalam kilang terdiri

dari pengendalian digital dan pengendalian analog. Pengendalian digital dilakukan

di Existing Plant, yaitu di Crude Distillation Unit, Naphtha Rerun Unit, dan

Platforming Unit. Semua parameter dapat dimonitor dan dikendalikan dari control

room secara computerized. Sedangkan pengendalian secara analog terdapat di

New Plant. Disini, parameter-parameter operasi divisualisasikan di panel

penunjuk dan recording. Pengendalian dilakukan dengan perintah kepada operator

lapangan melalui jaringan telepon internal.

Teknik KimiaUniversitas Riau 73

Page 74: Laporan Umum

RU II Dumai

4.1. Pengendalian Temperatur

Temperatur diukur dengan menggunakan alat termokopel, yang mana

data temperatur dikonversikan menjadi sinyal elektrik oleh transduser dan dikirim

ke ruang kendali utama dengan transmitter. Pengendalian temperatur terutama

dilakukan terhadap heater di semua unit, boiler, reaktor di platforming unit dan

sebagainya. Adapun peralatannya :

1. Temperature Transmitter (TT). Alat yang dipakai untuk mengukur besarnya

suhu, yang kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk

pneumatik dan 4-20 mA untuk elektronik.

2. Temperature Recorder (TR), alat untuk mencatat besarnya suhu.

3. Temperature Indicator (TI). Suatu alat yang menunjukkan besarnya suhu saat

terakhir yang sinyalnya berasal dari termokopel.

4. Temperature Indicator Control (TIC). Suatu alat yang berfungsi untuk

membuat suhu suatu sistem konstan sesuai dengan set pointnya.

5. Temperature Recorder Control (TRC). Seperti halnya dengan TIC, tetapi

dilengkapi dengan recorder.

6. Temperature Valve (TV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan

oleh sinyal dari temperature transmitter.

7. Temperature Relay (TY). Suatu alat yang mengubah sinyal temperatur

menjadi bentuk lain.

8. Temperature Switch Low (TSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi

low temperature, baik itu berbentuk trip atau alarm.

9. Temperature Switch High (TSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu

bila terjadi high temperature, baik itu berbentuk trip atau alarm.

4.2. Pengendalian Tekanan

Pengukuran tekanan menggunakan pressure gauge, dimana tekanan

diubah menjadi sinyal elektrik dengan menggunakan pressure transduser, dan

dikirim ke ruang kendali dengan menggunakan pressure transmitter.

Teknik KimiaUniversitas Riau 74

Page 75: Laporan Umum

RU II Dumai

Pengendalian dilakukan di dalam pipa pipa-pipa saluran, boiler, kolom di high

vacuum unit dan sebagainya.

Adapun peralatannya :

1. Pressure Transmitter (PT). Alat yang dipakai untuk mengukur besarnya

tekanan, yang kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk

pneumatik dan 4-20 mA untuk elektronik.

2. Pressure Recorder (PR), alat untuk mencatat besarnya tekanan.

3. Pressure Indicator (PI). Suatu alat yang menunjukkan langsung besarnya

tekanan suatu sistem.

4. Pressure Indicator Control (PIC). Suatu alat yang berfungsi untuk membuat

tekanan suatu sistem konstan sesuai dengan set pointnya.

5. Pressure Recorder Control (PRC). Seperti halnya dengan TIC, tetapi

dilengkapi dengan recorder.

6. Pressure Valve (PV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan oleh

sinyal PIC atau PRC.

7. Pressure Relay (PY). Suatu alat yang mengubah sinyal pressure menjadi

bentuk lain.

8. Pressure Switch Low (PSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi low

pressure, baik itu berbentuk trip atau alarm.

9. Pressure Switch High (PSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu bila

terjadi high pressure.

4.3. Pengendalian Laju Alir

Alat ukur yang digunakan adalah orificemeter, dan venturimeter, dimana

data yang diukur dikonversikan oleh transducer, dan disampaikan oleh transmitter

ke DCS berupa sinyal elektronik. Pengukuran laju alir terutama dilakukan

terhadap aliran masuk dan keluar bahan baku minyak ke/ dari unit distilasi, aliran

air dan sebagainya. Adapun peralatannya :

1. Flow Transmitter (FT). Alat yang dipakai untuk mengukur besarnya jumlah

aliran, yang kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk

pneumatic dan 4-20 mA untuk elektronik.

Teknik KimiaUniversitas Riau 75

Page 76: Laporan Umum

RU II Dumai

2. Flow Recorder (FR), alat untuk mencatat laju alir.

3. Flow Indicator (FI). Suatu alat yang menunjukkan laju alir pada saat terakhir

saja.

4. Flow Indicator Control (FIC). Suatu alat yang berfungsi untuk membuat laju

alir suatu system konstan sesuai dengan set pointnya.

5. Flow Recorder Control (FRC). Seperti halnya dengan FIC, tetapi dilengkapi

dengan recorder.

6. Flow Valve (FV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan oleh sinyal

FIC atau FRC sehingga permintaan sesuai dengan set point.

7. Flow Relay (FY). Suatu alat yang mengubah sinyal flow menjadi sinyal

bentuk lain.

8. Flow Switch Low (FSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi low

flow, baik itu berbentuk trip atau alarm.

9. Flow Switch High (FSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu bila

terjadi high flow.

4.4. Pengendalian Level Ketinggian

Pengendalian level ketinggian, biasanya diperlukan untuk alat- alat

separator seperti 200 V-6 (alat pada NHDT), 211 V-9 (alat pada HC Unibon), dan

sebagainya. Adapun peralatannya :

1. Level Transmitter (LT). Alat yang dipakai untuk mengukur ketinggian, yang

kemudian diubah menjadi sinyal antara 0,2-1 kg/cm2 untuk pneumatik dan 4-

20 mA untuk elektronik.

2. Level Recorder (LR), alat untuk mencatat ketinggian, recorder disini

mengubah sinyal dari level transmitter ke dalam skala 0-100%.

3. Level Indicator (LI). Suatu alat yang menunjukkan ketinggian pada saat

terakhir saja.

4. Level Indicator Control (LIC). Suatu alat yang berfungsi untuk membuat

ketinggian suatu system konstan sesuai dengan set pointnya.

5. Level Recorder Control (LRC). Seperti halnya dengan LIC, tetapi dilengkapi

dengan recorder.

Teknik KimiaUniversitas Riau 76

Page 77: Laporan Umum

RU II Dumai

6. Level Valve (LV). Suatu control valve yang gerakannya ditentukan oleh sinyal

LIC atau LRC.

7. Level Relay (LY). Suatu alat yang mengubah sinyal ketinggian menjadi sinyal

bentuk lain.

8. Level Switch Low (LSL). Alat yang memberi reaksi tertentu bila terjadi low

level, baik itu berbentuk trip atau alarm.

9. Level Switch High (LSH). Suatu alat yang memberikan reaksi tertentu bila

terjadi high level.

Teknik KimiaUniversitas Riau 77

Page 78: Laporan Umum

RU II Dumai

BAB V

UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH

5.1. Utilitas

Utilitas merupakan suatu bagian yang penting guna menunjang operasi

kilang karena sebagian besar jalannya operasi ditentukan oleh adanya utilitas ini.

Fasilitas utilitas yang terdapat pada Pertamina RU II Dumai adalah :

1. Air tawar, yang berfungsi sebagai :

a. Air pendingin pompa

b. Air umpan boiler

c. Air minum

d. Water Hydrant

e. Air bersih untuk perumahan

2. Steam, yang berfungsi sebagai :

a. Penggerak turbin

b. Pemanas

c. Proses

3. Udara bertekanan (Pressed Air), yang berfungsi sebagai :

a. Udara instrument, untuk menjalankan instrument pengontrol

b. Pembersihan alat- alat

4. Air Laut, yang berfungsi sebagai :

a. Air pendingin pada cooler dan condenser

b. Pendingin mesin- mesin di power plant

c. Fire Safety

Unit- unit proses yang merupakan bagian dari unit utilitas adalah :

a. Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)

Sumber air tawar diperoleh dari sungai Rokan. Pengolahan air ini terutama

ditujukan untuk memperoleh air yang memenuhi syarat sebagai air minum dan air

pendingin, sedangkan air untuk umpan boiler (Boiler Feed Water) perlu

pengolahan lebih lanjut di demineralizer. Air sungai Rokan diolah untuk

Teknik KimiaUniversitas Riau 78

Page 79: Laporan Umum

RU II Dumai

menghilangkan turbiditas, COD, suspended solid, dan warna atau untuk

menghindari korosi yang disebabkan oleh pH air yang rendah, maka diinjeksikan

larutan NaOH sampai netral. Untuk kebutuhan air minum dilakukan proses

sterilisasi dengan menginjeksikan desinfektan seperti Cl2 atau Ca(OCL)2.

Air baku dari sungai Rokan dipompa menuju WTP (Water Treatment

Plant) Bukit Datuk yang berjarak 45 km, kemudian ditampung dalam raw water

pond. Di dalam raw water pond terjadi pengendapan Lumpur, pasir, dan

partikulat. Kemudian air baku dipompa menuju clearator dan diinjeksikan :

Aluminium Sulfat : Al2(SO4)3.18H2O

Caustic Soda : NaOH

Coagulant Aid

Didalam clearator air baku dan bahan kimia diaduk dengan rapid mixer

sehingga akan terjadi reaksi koagulasi antara bahan kimia dengan kotoran dan

akan terbentuk flok. Reaksi yang terjadi adalah :

Al2(SO4)3.18H2O + 3Na2CO3 → 3Na2SO4 + 2Al(OH)3 + 18H2O

Flok-flok yang akan terbentuk akan mengendap dan dibuang secara periodik. Air

jernih akan mengalami over flow dan ditampung dalam intermediate pond.

Intermediate Pond hanya berfungsi sebagai bak penampung air jernih. Lalu air

jernih dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk memisahkan carry over flok

dari clearator. Air jernih dari sand filter secara gravitasi ditransfer menuju treated

water pond. Dari treated water pond air didistribusikan dengan pompa melalui

sistem manifold. Manifold untuk kilang diinjeksikan corrosion inhibitor,

sedangkan air untuk perumahan diinjeksikan Cl2 atau Ca(OCl)2 untuk desinfektan.

Refinery Water (raw water) dari WTP Bukit Datuk dikirim ke new plant

dan dikirim ke sand filter. Outlet sand filter ditampung pada filtered water tank.

Dari tangki tersebut diditsribusikan dengan pompa menuju :

1. Portable Water Tank

2. Plant Water Calciner

3. Demineralizer

4. Make RU Cooling Water

5. Plant Water dan House Station

Teknik KimiaUniversitas Riau 79

Page 80: Laporan Umum

RU II Dumai

b. Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant)

Air umpan boiler memiliki persyaratan khusus karena dalam air masih

terdapat zat- zat yang bisa membentuk kerak pada tube boiler dan zat- zat yang

korosif. Kerak pada tube boiler disebabkan oleh garam-garam silikat dan

karbonat. Kerak ini akan menyebabkan over heating sebab menghambat transfer

panas. Korosi pada pipa disebabkan adanya gas-gas korosif seperti O2, CO2, pH

air yang rendah, karena itu gas-gas harus dihilangkan dan pH air dijaga tetap

netral di dalam BFW. Garam-garam mineral yang larut dalam air bisa

mengakibatkan buih sehingga perlu dihilangkan dengan demineralizer yang terdiri

dari kation dan anion.

Outlet demineralizer ditampung dalam tangki lalu dipompakan ke dearator

guna mengurangi kandungan O2 terlarut. Air yang keluar dearator diinjeksikan

hydrazine untuk menghilangkan O2 sisa kemudian didistribusikan ke boiler

dengan pompa. Steam yang dihasilkan terbagi menjadi tiga jenis :

1. High Pressure Steam (HPS), P = 40

12 bar, T = 398oC, Kapasitas = 60 ton

2. Middle Pressure Steam (MPS), P = 11 bar, T = 200oC, Kapasitas = 60 ton

3. Low Pressure Steam (LPS), P = 3

12 bar, T = 190oC, Kapasitas = 60 ton

c. Unit Air Pendingin (Cooling Water Unit)

Unit ini berfungsi untuk menampung air yang akan digunakan sebagai air

pendingin pompa dan compressor. Air yang digunakan adalah air tawar dari WTP

Bukit Datuk. Cooling tower di new plant berpusat di utilitas circulation. Air dari

tangki didistribusikan ke cooling tower maka diperlukan make-up karena air yang

kembali return cooling tower sangat sedikit. Untuk membuang sludge dan lumpur

dilakukan dengan blow down. Untuk menghindari pertumbuhan jasad renik (algae

dan lumut), diinjeksikan chlorine ke dalam cooling tower sebanyak 10 kg selama

6 jam dalam satu hari. Di samping itu, diinjeksikan juga corrosion inhibitor

berupa dulcam 704 (untuk satu shift diberikan sebanyak 37,5 liter) yang berfungsi

untuk membentuk lapisan pada pipa sehingga tidak terjadi kontak langsung antara

air dengan material pipa yang bisa mengakibatkan perkaratan.

Teknik KimiaUniversitas Riau 80

Page 81: Laporan Umum

RU II Dumai

d. Unit Penyedia Udara Bertekanan

Fungsi dari udara bertekanan yang dihasilkan oleh unit ini adalah sebagai

berikut, yaitu :

1. Unit Instrumen

Udara bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor masuk ke dalam

receiver. Udara biasa masuk melalui filter dihisap oleh kompresor dan ditekan

keluar melalui pendingin dan cyclone untuk memisahkan air, setelah itu masuk ke

receiver. Tekanan udara dijaga dengan pressure recorder controller (PRC)

sebesar 6,5 kg/cm2.

2. Udara Kilang

Digunakan sebagai pembersih dan flushing pipa-pipa. Di dalam unit

kompresor juga terdapat cooling water untuk mengatur air pendingin yang

mendinginkan pompa dan kompresor. Untuk menjaga agar suhu air tetap rendah

digunakan fan. Untuk mencegah korosi, diinjeksikan polycrin I dan polycrin AI

(merupakan corrosion inhibitor).

e. Unit Penyediaan Fuel

Sistem penyediaan fuel oil di new plant berpusat di utilitas. Fuel oil dari

tangki penampungan didistribusikan dengan pompa menuju :

1. Boiler Utilitas

2. Vacuum Unit

3. Platforming Unit

4. Naphtha Hydrotreating Unit

5. Distillate Hydrotreating Unit

6. Hydrocracking Unibon

f. Unit Penyediaan Power (Power Plant)

Merupakan unit yang penting dalam operasi kilang. Unit berfungsi sebagai

penyedia tenaga listrik untuk kebutuhan kilang maupun perumahan karyawan.

Unit terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Power Generation

TG-I : 51,20 ton/h dengan 8,3 MW steam

Teknik KimiaUniversitas Riau 81

Page 82: Laporan Umum

RU II Dumai

TG-II : tidak beroperasi

TG-III : 31,47 ton/h dengan 8,3 MW steam

TG-IV : 43,77 ton/h dengan 10 MW steam

2. Power Distribution

3. Bengkel Listrik

Pembangkit listrik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lsitrik

perumahan, kantor dan pabrik adalah :

Kilang lama (existing plant), mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

(PLTD) dengan empat buah engine kapasitas masing-masing 3,5 MW dan

Pembangkit Tenaga Listrik Gas (PLTG) terdapat dua buah dengan kapasitas

masing-masing 17,5 MW.

Kilang baru (new plant), terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

yang terdiri empat engine dengan kapasitas masing-masing 14 MW dengan

tegangan 11 kV, dengan supply steam dari boiler.

Untuk menggerakkan turbin generator dipakai steam yang digerakkan oleh

boiler, sedangkan untuk operasi pembangkit listrik di dua kilang tersebut

diintegrasikan dengan trafo integrasi. Untuk keperluan perumahan, PLTG dengan

tegangan 10,5 kV dinaikkan menjadi 11 kV dan dinaikkan lagi menjadi 27 kV.

5.2. Pengolahan Limbah

Dampak dari limbah industri yang dihasilkan oleh pertamina RU II

Dumai, diiusahakan ditekan serendah mungkin. Komitmen ini sejalan dengan

keberhasilan pertamina RU II Dumai memperoleh sertifikasi ISO 14001 (sistem

manajemen lingkungan) pada Desember 2001.

Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pertamina RU II Dumai

dalam menekan dampak dari limbah industrinya, adalah :

1. Melaksanakan Good Housekeeping di lingkungan kerja, dengan cara

mengoptimasi pengunaan air, energi, dan bahan baku.

2. Pada saat pembangunan pabrik, pertamina RU II Dumai dilengkapi dengan

unit-unit untuk mengelola dan mereduksi limbah.

Teknik KimiaUniversitas Riau 82

Page 83: Laporan Umum

RU II Dumai

3. Sistem proses yang digunakan dilengkapi dengan recycle dan recovery

bahan, produk.

Adapun unit-unit yang digunakan untuk mengelola dan mereduksi

kuantitas dan bahaya limbah adalah :

Limbah Gas

Limbah gas yang dihasilkan oleh pertamina RU II Dumai adalah emisi gas

yang mengandung SOx, NOx, H2S, NH3, CO2, CO, hidrokarbon, debu, jelaga, dan

bau yang sebagian besar berasal dari flare atau gas cerobong. Upaya

penangulangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan stack atau cerobong

yang didesain dengan ketinggian tertentu agar memenuhi baku mutu emisi dan

baku mutu ambient. Upaya lain yang dilakukan oleh pertamina RU II Dumai

adalah dengan memasang CEM (Continuous Emission Monitoring), yang

diletakkan pada cerobong (stack) unit HVU, yang merupakan unit yang setelah

dianalisa menghasilkan emisi gas terbesar.

Pengelolaan lebih lanjut untuk limbah gas tidak dilakukan sebab selama

ini ternyata udara emisi maupun ambient di lingkungan pertamina RU II Dumai

masih memenuhi baku mutu lingkungan. Tolak ukur yang digunakan untuk

menilai kualitas udara di RU II Dumai dicantumkan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.1 Tolak Ukur Dampak Kualitas Udara

No.Parameter Baku mutu Satuan

1. SO20,1260

ppmkg/cm3

2. CO20

2260ppm

kg/cm3

3. NOx0,0592,5

ppmkg/cm3

4. HC0,24160

ppmkg/cm3

5. H2S 42 kg/cm3

6. Partikulat/debu 260 kg/cm3

Sumber : No.1 s/d 6 : Kep-02/menKLH/I/1998 lamp. III

Teknik KimiaUniversitas Riau 83

Page 84: Laporan Umum

RU II Dumai

Pendekatan yang ditempuh dalam rangka pengendalian dan

penanggulangan dampak terhadap kualitas udara adalah dengan menerapkan

program “waste minimization” yang didalamnya terdapat empat tahap :

a. Reduksi limbah dari sumbernya

b. Reuse

c. Recycle

d. Recovery (perolehan kembali)

Limbah Cair

Limbah cair yang dominant berasal dari aktivitas kilang, yaitu berupa

minyak, sludge, sour water. Limbah tersebut berasal dari hasil proses maupun

tumpahan dari sistem pemproses. Peralatan yang digunakan untuk menangani

limbah cair tersebut antara lain :

a. Untuk mengatasi tumpahan- tumpahan minyak di perairan (laut) digunakan

peralatan :

Oil boom, digunakan untuk menahan tumpahan minyak di perairan agar

tidak tersebar luas. Oil boom tersebut berupa pembatas yang ditarik oleh

dua buah kapal.

Oil skimmer, digunakan untuk menghisap tumpahan minyak yang telah

terkumpul.

Oil sorbent, digunakan untuk menyerap minyak yang masih tersisa di

perairan, yang berupa lapisan film.

Oil dispersant, merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk

menghilangkan sisa- sisa minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan

peralatan lainnya seperti diatas. Prinsip dari oil dispersant adalah

membentuk koloid antara minyak dispersant sehingga berat jenisnya

meningkat dan larutan minyak dispersant tenggelam ke dasar laut.

b. Oil separator II, digunakan untuk memisahkan campuran air-minyak yang

terkandung di dalam air limbah. Pada tahap ini hanya akan terjadi pemisahan

antara minyak dan air. Oleh karena itu kandungan senyawa polutan lain selain

minyak yang ada di dalam air limbah akan tetap sama. Minyak yang tertampung

Teknik KimiaUniversitas Riau 84

Page 85: Laporan Umum

RU II Dumai

pada tahap ini akan dipompakan menuju slope tank untuk kemudian diproses lagi

menjadi produk, sedangkan air yang telah terpisahkan akan masuk ke tahap

selanjutnya untuk kemudian diolah lagi sebelum dibuang ke badan air. Pada unit

separator ini terdapat 2 buah pompa untuk memompakan minyak menuju slope oil

tank. Pompa yang digunakan menggunakan tenaga listrik.

Pertamina RU II Dumai memiliki 3 oil separator yang berada di bawah

tanggung jawab bagian Oil Mov (OM).

c. Sour Water Stripper, digunakan untuk mengolah limbah cair yang bersifat

asam yang keluar dari proses. Unit ini terletak pada area hydrocracking

Complex (HCC). Baku mutu limbah cair yang harus dicapai yakni :

Tabel 5.2 Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi

No.

ParameterKadar Maksimum

(mg/L)Beban Pencemaran

Maks. (gr/cm3)1. BOD5 100 1002. COD 200 2003. Oil Content 25 254. Sulfida terlarut 1.0 1.05. Ammonia terlarut 10.0 10.06. Phenol total 1.0 1.07. Temperatur 45oC 45oC8. pH 6.0-9.0 6.0-9.09. Debit limbah maksimum 1000 m3/m3 bahan

baku minyak1000 m3/m3 bahan

baku minyakSumber : Laboratory Test Report (Identifikasi 18 Juli 2001, diterima 10 Juli 2006)

Air limbah unit produksi yang mengandung sulfat dan ammonia akan

dialirkan ke SWS. Kandungan sulfat dan ammonia pada air limbah tersebut akan

dikurangi kadarnya sampai seminimal mungkin untuk kemudian diproses dalam

pengolahan limbah cair selanjutnya. Dahulu, air yang keluar dari SWS ini

sebenarnya direncanakan untuk digunakan unit Desalter. Namun karena unit ini

tidak terpakai, maka air yang keluar dari SWS langsung dialirkan ke (930) ME-

57.

Unit 930 ME-57 menampung semua limbah yang berasal dari kilang baru

untuk kemudian dipompakan menuju separator II dan separator III (jika

mengaktifkan screw pump). Penggunaan pompa pada unit ini sangat dibutuhkan.

Teknik KimiaUniversitas Riau 85

Page 86: Laporan Umum

RU II Dumai

Pompa yang tersedia pada unit ini 3 buah pompa 930 P5ABC dan 2 buah screw

pump P54AB

d. Kolam Ekualisasi

Pada dasarnya proses yang terjadi di kolam ekualisasi ini adalah secara

fisika yaitu menurunkan suhu, menangkap minyak yang masih terbawa dalam air

limbah. Minyak yang terkumpul akan dipompakan menuju slope tank untuk

kemudian diolah lagi ke dalam unit produksi dan menghasilkan suatu produk.

Selain itu bak ekualisasi ini juga berfungsi untuk menghindari shock loading

dalam pengolahan limbah secara biologi (pada kolam aerasi).

e. Kolam Aerasi

Proses yang terjadi pada kolam aerasi ini adalah proses lumpur aktif. Pada

proses ini kondisi lingkungan sangat mempengaruhi proses yang berjalan.

Mikroorganisme mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendegradasi

senyawa polutan yang terdapat dalam air limbah. Kolam aerasi ini berukuran

besar dan menggunakan 3 buah aerator dalam pengoperasiannya. Pemberian

nutrisi dilakukan setiap harinya dengan perbandingan N : P adalah 15 kg N : 15

kg P. Unsur N dan P ini merRUakan mayor element nutrisi mikroorganisme dan

diperlukan mikroorganisme sabagai energinya dalam mendegradasi senyawa

polutan. Selain itu suplai udara juga sangat dibutuhkan mikroorganisme dalam

proses lumpur aktif ini. Untuk itulah digunakan aerator. Nutrisi diberikan secara

kontinyu setiap harinya pada kolam aerasi.

f. Kolam Pengendap

Limbah dari kolam aerasi yang masuk ke dalam kolam ini mengandung

partikel-partikel dari lumpur aktif dan hasil degradasi. Untuk itu perlu diendapkan

di kolam pengendap. Karena berfungsi sebagai pengendap, aliran air dikolam ini

diusahakan laminar. Endapan yang ada pada kolam pengendap ini sewaktu-waktu

dipompa dan ditampung pada tangki pembiakan. Di dalam tanki tersebut juga

terdapat mikroba yang akan dibiakkan. Hal ini dilakukan tidak tentu waktunya.

Namun lumpur yang telah aktif tersebut akan secara rutin dimasukkan ke dalam

kolam aerasi satu kali dalam seminggu.

Teknik KimiaUniversitas Riau 86

Page 87: Laporan Umum

RU II Dumai

g. Separator III

Separator III sebagai penampung terakhir air limbah yang berasal dari unit

biotreatment dan area ME-57. Di kolam ini akan terjadi pencampuran limbah hasil

proses pengolahan dengan limbah yang belum mengalami proses.

Limbah Padat

Upaya pengolahan limbah padat khususnya limbah B3 bertujuan untuk

menurunkan kadar parameter-parameter pencemar terhadap air tanah, air laut,

maupun kualitas udara agar memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.

Sedangkan pengolahan limbah padat domestik bertujuan untuk menciptakan

kenyamanan dan kebersihan lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan di RU II

Dumai termasuk cara pengolahannya antara lain adalah :

Lumpur (sludge) bercampur minyak dari drain tangki dan oil separator.

Lumpur tersebut diolah dengan cara melakukan mixing bersama air

hangat, kemudian dilakukan pengenceran agar minyak terapung dan dapat

dipisahkan dari sludge. Dilakukan juga yang dinamakan SOR (Sludge Oil

Recovery) dengan cara mengencerkan sludge, lalu disentrifusi agar terpisah fase

minyak dan air. Minyak yang diperoleh dari metode ini akan dikembalikan ke unit

crude distilling untuk diolah kembali. Cara ini juga bermanfaat secara ekonomis,

agar tidak ada minyak yang terbuang begitu saja. Sludge yang telah diolah

tersebut kemudian dijual, dihibahkan, atau dikirim ke PPLI (Pusat Pengolahan

Limbah Industri) untuk diolah lebih lanjut.

Spent katalis

RU II Dumai tidak mempunyai perangkat yang dapat digunakan untuk

mengolah spent katalis. Maka katalis yang sudah tidak digunakan biasanya dijual,

karena banyak mengandung unsure platina yang cukup bernilai ekonomis.

Karbon aktif

Karbon aktif yang tidak digunakan lagi, jika masih memenuhi spesifikasi,

dicampur dengan coke dan dijual.

Teknik KimiaUniversitas Riau 87

Page 88: Laporan Umum

RU II Dumai

Limbah perbengkelan berupa logam, kaleng, dan bungkus

Pertamina RU II Dumai tidak memiliki pusat pengolahan limbah yang

tersendiri, oleh karena itu limbah padat lainnya akan ditampung sementara

tersendiri, oleh karena itu limbah padat lainnya akan ditampung sementara

kemudian dibuang atau dikirim ke PPLI.

Teknik KimiaUniversitas Riau 88

Page 89: Laporan Umum

RU II Dumai

DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, Christie J. 1993; “Transport Processes and Unit Operation third

edition”. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Glitsch. 1993; “ Bulletin 4900 sixth edition“ ;Glitsch International Inc Companies.

Perry, Robert H & Green, D W. 1999; “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”;

7th Edition; McGraw Hill Book Company; New York.

SODC, Blue Esso Book., 1950.

Technical Data Book – Petroleum Refining. Volume I, 5th ed. 1992. American

Petroleum Institute.

Treybal, Robert Ewald. 1981;“Mass Transfer Operations”; 3rd Edition; McGraw

Hill Book Company; New York.

Universal Oil Product, Project Specification. UOP HC Unibon Process for Dumai

HCC.

http;//10.52.1.21.intra-net pertamina.com

Teknik KimiaUniversitas Riau 89