Upload
indriani-gultom
View
261
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan kelompok
Citation preview
LAPORAN TUTORIALSkenario B Blok 26
2015
Kelompok 7
Tutor : dr. Nita Parisa
Rofifah Dwi Putri 04121401089
Shobana An Agustin 04111401101
Abdillah Husada 04121401023
Rifkia Izza Maorits 04121401028
Nikodemus SPL Tobing 04121401033
Indriani Gultom 04121401057
Maya Chandra Dita 04121401038
Helen 04121401044
Intan Fajrin Karimah 04121401046
Putri Beauty Octavia 04121401037
Vina Chanthyca Ayu 04121401043
Fakhra Afifah Aliati 04121401041
Risfandi Ahmad Taskura 04121401091
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… 3
KEGIATAN TUTORIAL …………………………………………………… 4
SKENARIO …………………………………………………………………… 5
KLARIFIKASI ISTILAH ……………………………………………………… 5
IDENTIFIKASI MASALAH ……………………………………………….…. 6
ANALISIS MASALAH ……………………………………………………….. 7
TEMPLATE …………………………………………………………………….. 14
HIPOTESIS …………………………………………………………………….. 21
TOPIK PEMBELAJARAN ………………………………………………….…. 21
KESIMPULAN ………………………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 41
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 26”
sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,
nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir
zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. tutor kelompok,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
Palembang, 26 Agustus 2015
Tim Penyusun
3
KEGIATAN TUTORIAL
Tutor : dr. Nita Parisa
Moderator : Putri Beauty Octavia
Sekretaris Meja : 1. Rifkia Izza Maorits
2. Helen
Pelaksanaan : 24 Agustus 2015 dan 26 Agustus 2015
13.00-14.30 WIB
Peraturan selama tutorial:
1. Mengangkat tangan terlebih dulu bila ingin menyampaikan atau menyanggah pendapat.
2. Berbicara setelah dipersilakan oleh moderator.
3. Tidak diperkenankan menggunakan alat komunikasi elektronik, tablet, laptop, dan lain-lain
kecuali untuk kepentingan tutorial.
4
I. SKENARIOAnto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki
dan tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus
menerus, tidak menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk
pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun
panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai
turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas, disertai mimisan. Sejak 8 jam
yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T:
36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)
Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Thorax: simetris, dyspnea (-). Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama
derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).
Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal.
Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
Pemeriksaan Penunjang:
Hb: 12 g/dL Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3.
II. KLARIFIKASI ISTILAH
II.1 Mimisan: perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga, hidung, dan
nasofaring disebabkan oleh kelainan local atau sistemik dan paling sering adalah
dari pleksus kilsebach.
5
II.2 Batuk: embusan cepat udara dari paru-paru yang biasanya dalam rangka untuk
membersihkan saluran udara paru-paru cairan, lendir, atau materi; juga disebut
tusis.
II.3 Sesak napas: (dyspnea) ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai
sensasi yang berbeda intensitasnya.
II.4 Kaki tangan dingin seperti es: ekstremitas dingin yang disebabkan karena
kekurangan oksigen di jaringan perifer.
II.5 Delirium: gangguan mental yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, ketegangan otak
dan kegelisahan fisik.
II.6 Nadi filliformis: nadi yang cepat dan lemah.
II.7 Rumple leede test: Pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan
pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik
kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit.
II.8 Demam: Peningkatan suhu tubuh di atas normal.
II.9 Suara napas vesikuler: Suara paru normal saat udara melewati duktus alveolar
dan alveoli, suara terdengar di seluruh lapangan paru, suaranya halus, rendah,
inspirasi lebih panjang dari ekspirasi 3:1. Terdengar paling jelas di perifer paru-
paru.
II.10 Capillary refill time: Waktu pengisian kembali kapiler.
III. IDENTIFIKASI MASALAH
III.1 Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki
dan tangannya teraba dingin seperti es.
III.2 Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai
sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan
buang air kecil seperti biasa.
III.3 Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian
naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit
sesak napas, disertai mimisan.
III.4 Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba
dingin seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
6
III.5 Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T:
36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)
Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Thorax: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-),
irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).
Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal.
Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
III.6 Pemeriksaan Penunjang:
Hb: 12 g/dL Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3.
IV. ANALISIS MASALAH
IV.1 Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki
dan tangannya teraba dingin seperti es. Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil
disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
IV.1.1 Apa etiologi dan patofisiologi dari:
a.Kaki dan tangan dingin seperti es
Merupakan manifestasi dari Sindrom Syok Dengue, di mana telah terjadi
kebocoran plasma yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi pada tubuh pasien.
b. Tidak buang air kecil
Anuria adalah salah satu pertanda terjadinya syok. Pada keadaan syok perfusi ke
ginjal menurun. Akibatnya jumlah darah yang difiltrasi juga menurun sehingga
produksi urin juga menurun. Pasien tidak buang air kecil sejak 8 jam dan disertai
kaki teraba dingin seperti es menunjukkan pasiem mengalami syok hipovolemik.
Hal ini karena virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement
sehingga terjadi komplek imun antibodi-virus pengaktifan tersebut akan
membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,
Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
7
termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi
Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi.
IV.1.2 Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami?
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur
<15 tahun (95%) dan mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan proporsi
penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD
pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah.
IV.2 Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai
sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan
buang air kecil seperti biasa.
IV.2.1 Apa etiologi dan patofisiologi dari:
a. Demam tinggi terus menerus dan tidak menggigil
Etiologi: Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi.
1. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit.
2. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi,
keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, SLE, vaskulitis, dll),
keganasan (penyakit Hodgkin, limfoma non-hodgkin, leukemia, dll) dan
pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).Selain
itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari
pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai
faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus,dll).
Mekanisme:
Substansi penyebab demam disebut sebagai pirogen. Pirogen terdiri atas 2
macam yaitu pirogen endogen dan pirogen eksogen. Pirogen endogen berasal
dari luar tubuh (bakteri, virus, parasit) sedangkan pirogen eksogen berasal dari
dalam tubuh (sitokin, IL-1, IL-6, TNF-α). Pada kasus ini pirogen eksogen
berupa virus dengue akan merangsang sel makrofag/monosit, limfosit, dan 8
endothel untuk melepaskan pyrogenic sitokin (IL-1,IL-6,TNF, INF). Pirogen
eksogen dan pyrogenic sitokin ini selanjutnya akan berikatan dengan
reseptornya di endothelium hypothalamus sehingga mengaktivasi fosfolipase
A2 untuk melepaskan asam arakhidonat kemudian oleh enzim COX2, asam
arachidonat diubah menjadi PGE2 sehingga terjadi peningkatan set point pada
hypothalamus.
Pada kasus DBD demam bisa disertai dengan menggigil, bisa juga tidak. Akan
tetapi, demam yang disertai menggigil lebih sering terjadi pada kasus malaria,
dimana terdapatnya fase menggigil. Oleh sebab itu, penyebab demam karena
malaria dapat disingkirkan. Saat demam, menggigil merupakan kompensasi
tubuh untuk meningkatkan panas dengan dengan sangat cepat sehingga saat
tubuh akan melakukan kompensasi. Akibat virulensi dengue yang begitu
tinggi, tubuh belum sempat beradaptasi dengan respon menggigil.
b. Sakit kepala
Nyeri kepala pada pasien terjadi akibat rilis mediator proinflamasi sebagai
mekanisme respon imun terhadap agen infeksius. Mediator proinflamasi
ini kemudian menekan ujung-ujung saraf sehingga kemudian disampaikan
sebagai rasa nyeri pada otak. Hal inilah yang menyebabkan penderita
merasakan nyeri kepala.
Viremia kompleks virus-antibodi aktivasi komplemen
anafilatoksin (c3a, c5a) histamin vasodilatasi (vasoaktif)
gangguan tekanan intracranial sakit kepala.
c. Pegal-pegal
Pada seseorang dengan hipoperfusi, asupan oksigen dan glukosa akan
menurun sehingga tubuh kekurangan energi, Respon dari tubuh adalah
melakukan pembentukan energi melalui jalur anaerob dimana hasil
akhirnya adalah asam laktat yang membuat otot pegal.
d. Sakit perut
Setiap kenaikan 1 derajat terjadi peningkatan 13% konsumsi O2,
peningkatan kebutuhan kalori, dan katabolisme otot menjadi cepat. Pada 9
kasus ini, karena terjadi peningkatan permeabilitas dan perembesan
plasma yang terus menerus, perfusi ke jaringan menurun menyebabkan
hipoksia jaringan sehingga timbul sakit perut.
IV.2.2 Apa makna dari tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti
biasa?
Tidak ada batuk pilek adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding
berupa influenza/common cold. Dimana gejala klinis yang di timbulkan
berupa demam yang disertai dengan sakit otot, rasa lemas, tidak nafsu
makan, dan mungkin ada pilek, batuk dan sakit tenggorokan. BAK seperti
biasa dan belum terjadi penurunan volume menunjukan bahwa DBD yang
diderita belum sampai tahap syok. BAB seperti biasa menunjukan bahwa
demam yang diderita bukan karena infeksi thypoid karena biasanya
thypoid menyebabkan konstipasi atau diare. Makna klinis BAB seperti
biasa juga menandakan bahwa tidak ada perdarahan organ dalam yang
ditandai dengan BAB berwarna hitam (melena) atau muntah berwarna
hitam (hematemesis).
IV.3 Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian
naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit
sesak napas, disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
IV.3.1 Apa makna panas yang turun sebentar kemudian naik lagi?
Demam pada pasien DBD umumnya antara 39-40°C, bersifat bifasik
(demam pelana kuda), menetap 5-7 hari. Pada fase awal demam yang
merupakan fase febris, demam akan menetap. Pemberian antipiretik pada
fase ini hanya untuk mempertahankan suhu dibawah 39°C namun tidak
mengurangi lama demam. Sehingga walaupun diberikan antipiretik,
demam akan tetap naik meskipun sudah turun setelah pemberian
antipiretik jika masih berada dalam fase febris (1-4 hari pertama).
IV.3.2 Apa makna satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk
serta sedikit sesak napas disertai mimisan?
10
Menandakan bahwa anto sudah masuk pada fase kritis dari DBD, dimana
fase kritis sering ditandai dengan penurunan suhu tubuh. Kemudian,
terjadinya mimisan atau epiktaksis juga merupakan salah satu tanda terjadi
nya manifestasi pendarahan mukosa, yang menjadi salah satu cara
penegakan diagnosis DBD. Sesak nafas terjadi pada pasien DBD karena
telah terjadi efusi pleura, terutama hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi
perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Sesak napas juga bisa terjadi karena telah terjadi syok.
4.4 Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR: 36x/menit, T:
36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)
Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Thorax: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama
derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).
Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)
normal.
Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
4.4.1 Interpretasi dan mekanisme abnormal:
a. Keadaan Umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filliformis, RR:
36x/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test: (+)
11
Pemeriksaan Hasil pada Kasus
Normal Interpretasi Mekanisme
Kesadaran Delirium/gelisah Compos mentis
Abnormal Kurangnya oksigen yang dibawa untuk perfusi jaringan (terutama otak dan SSP)
Tekanan Darah 70/50 mmHg 120/ 80 mmHg Hipotensi Kebocoran plasma volume intravascular menuruntekanan darah meningkat sebagai kompensasi tubuh lama-lama terjadi syok tekanan darah menurun
Nadi Filiformis Isi cukup, tegangan cukup, amplitude cukup, frekuensi teratur, kecepatan normal.
Abnormal Kompensasi tubuh terhadap kehilangan cairan akibat kebocora plasma
RR 36x/menit 20-50x/ menit Abnormal Normal
Suhu 36,2oC 36,5-37,5oC Hipotermi Kurangnya suplai darah dn oksigen ke jaringan perifer
Berat badan 15 kg BMI : 15
(0.98)2
BMI : 15,6
Gizi kurang
Tinggi badan 98 cm
b. Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Konjungtiva Interpretasi: normal
Penjelasan: hal tersebut menunjukkan bahwa kebocoran plasma tidak
menimbulkan anemia
Nafas cuping hidung interpretasi: normal
12
c. Thorax: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising
jantung (-), irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan,
wheezing (-).
Normal.
d. Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak
teraba, BU (+) normal.
Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk
mendestruksi trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel
hepar terutama sel Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus
dengue. Bila kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera
diatasi, maka pasien dapat jatuh ke dalam kondisi kritis yang disebut DSS
(Dengue Shock Sydrome) dan sering menyebabkan kematian (Soedarmo,
2002; Nainggolan et al. 2006).
e. Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
CRT memanjang (> 2 detik) pada :
a. Dehidrasi (hipovolumia)
b. Syok
c. Peripheral vascular disease
d. Hipotermia
CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan
hipovolumia (dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia
yang perjalanan selanjutnya mengalami ekstravasasi cairan dan penurunan
cardiac output dan jatuh pada keadaan syok.
4.5 Pemeriksaan Penunjang:
Hb: 12 g/dL Ht: 45 vol% Leukosit: 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3.
13
4.5.1 Interpretasi dan mekanisme abnormal:
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi Hasil
Hemoglobin 12g/dL 11-14 g/dL Normal Normal
Hematokrit 45 vol % 31-40 vol % meningkat Terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma sehingga kadar Ht seolah-olah meningkat di dalam plasma
Leukosit 2800/ mm3 5000-10.000/ mm3
Leukopenia Infeksi virus dengue menyebabkan banyak leukosit yang mati
Trombosit 45.000/ mm3 150.000-400.000 / mm3
Trombositopenia berat
Trombositopenia terjadi akibat pemendekan umur trombosit akibat destruksi berlebihan oleh virus dengue dan sistem komplemen (pengikatan fragmen C3g) depresi fungsi megakariosit, serta supresi sumsum tulang
V. TEMPLATE
V.1 How to diagnose
1. Klinis
Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o uji bendung positif
o petekie, ekimosis, purpura
o perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o hematemesis dan atau melena
Pembesaran hati14
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik)
dan pasien tampak gelisah.
2. Laboratorium
Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis
Kerja DBD.
Derajat Penyakit
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.
Derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
15
V.2 DD
Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang
luas. Pada hari–hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune
Thrombocytopenic Purpura (ITP) yang disertai demam. Diagnosis banding
perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
V.3 WD
Dengue Shock Syndrome
V.4 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui
vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan
kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya
tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui
berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu
tempat ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
16
V.5 Etiologi
Etiologi kasus ini adalah oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda
antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Virus ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko
penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status
imunitas, dan predisposisi genetis.
V.6Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi.
Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau perikardium.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses
17
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler.
V.7Tatalaksana
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati.
Penggantian Volume Plasma Segera
Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%).
Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%. Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin. Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht.
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.
18
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.
Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah : Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).
Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif.
V.8Komplikasi 19
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.
Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1–4 tahun wajib
diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering
terjadinya kejang demam. Komplikasi lain juga bisa terjadi sirosis hati dan edem
paru. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan
jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi,
hipotensi dan syok serta bisa menyebabkan kematian.
V.9Pencegahan dan edukasi
Menggunakan insektisida
1. Malathion (untuk membunuh nyamuk dewasa), dengan pengasapan atau
pengabutan. Dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang
disemprotkan di dalam kamar atau ruangan.
2. Abate (untuk membunuh jentik nyamuk), dengan menaburkan pasir abate
ke dalam sarang-sarang nyamuk (penampungan air bersih)
Tanpa insektisida
1. Menguras bak mandi dan tempat penampungan air minimal 1x seminggu
2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat
3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, dan benda lain
yang memungkinkan nyamuk bersarang
- Isolasi penderita, agar penderita tidak digigit vector (nyamuk) lain untuk
ditularkan kepada orang lain
- Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan obat (anti nyamuk)
gosok
Atau secara singkat dengan menerapkan program 3M plus, yakni
mengubur barang bekas yang berpotensi sebagai tempat perkembangan nyamuk,
20
menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan
menggunakan kelambu, bubuk abate, serta memelihara ikan tempalo.
V.10 Prognosis
Dubia.
V.11 KDU
Syndrom Shock Dengue: 3B
DBD: 4A
VI. HIPOTESIS
Anto anak laki-laki usia 5 tahun diduga mengalami sindrom dengue shock.
VII. LEARNING ISSUE
VII.1 Demam Berdarah Dengue
A. Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam,nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
B. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat moleku l 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang
21
antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan
West Nile virus.
C. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa
faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
4) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke
tempat lain;
5) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
6) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE)
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
22
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10;
c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag;
d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks
virus antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia pada
infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1) Supresi sumsum tulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di
perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
tromobosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam
berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur
intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein C1-inhibitor complex).
23
24
Etiologi dan mekanisme epistaksis
Epistaksis adalah pecahnya pembuluh darah kecil di hidung yang bisa terjadi karena
perdarahan kronik, infeksi local, trauma, tumor, penyakit kardiovaskular, infeksi sistemik,
perubahan tekanan atmosfer, kelainan hormonal maupun kelainan kongenital. Pada kasus
akibat invasi virus dengue, maka terjadi viremia. Kompleks imun antibody diaktifkan. Lalu
terjadilah trombositopenia sehingga terjadi koagulopati. Perdarahan pun terjadi termasuk
perdarahan di hidung
E. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
25
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
• Hemostasis: Dilakuka n pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan crossmatch (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
26
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksi mulai
hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi
primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari
ke-2.
•Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
G. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
1. Demam Dengue (DD).
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut: Nyeri kepala., Nyeri retroorbital, Mialgia / arthralgia,
Ruam kulit, Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif), Leukopenia dan
pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di
bawah ini dipenuhi :
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : Uji bendung positif, Petekie,
ekimosis, atau purpura, Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain, Hematemesis atau melena
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
27
• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
H. Diagnosis Banding
Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada
hari –hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune Thrombocytopenic Purpura
(ITP) yang disertai demam. Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat
kesesuaian klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai
umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
I. Derajat penyakit infeksi virus dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi
derajat penyakit
28
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu:
derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif);
derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain,
derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg),
sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak gelisah; serta
derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur.
29
J. Tata Laksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa,
tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda–tanda
syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian. Pada fase demam pasien
dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan
pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau
asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam
dengue. Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik, sehingga patut
30
diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala awal
perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan
adalah melihat tanda syok yang merupakan tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas
cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan
kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan
rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji
torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet
(+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap
hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila
jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri
nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke
rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang
disebabkan demam tinggi, anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa
minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi
cairan rumatan 80 –100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam,
diberikan antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit
berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma dan
pedoman kebutuhan cairan intravena. Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah
larutan ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin dsb. Darah, Fresh Frozen
Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya
angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk mengkoreksi koagulopati. Cairan yang
mengandung glukosa tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan
hiperglikemia, diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik.
31
K. Prognosis
Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi
awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD. Keparahan terlihat dari usia, dan
infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat mengakibatkan
komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan
terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi
maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit.
32
L. Komplikasi
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya. Komplikasi
pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia,
dan kejang demam. Pada usia 1 –4 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena
merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang demam. Komplikasi lain juga bisa
terjadi sirosis hati dan edem paru. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini,
dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan
sirkulasi, hipotensi dan syok serta bisa menyebabkan kematian.
VII.2 Sindrom Dengue Shock
1. PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini
disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik
atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering
menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah
karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau
tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi
virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis.
Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan
penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Infeksi sekunder dengan serotipe virus Dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan
faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock
Syndrome (DSS). Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus
dengue masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya
sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan
(environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin,
33
kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial
ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi
konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke
berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-
Timur telah terjangkit penyakit.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi
KLB setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);
21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Meningkatnya jumlah kasus
serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana
transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap
pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air
serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan
telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang
digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi
diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang
sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan
hasil yang memuaskan.
2. DEFENISI
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Dengue Shock Syndrome
bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas
dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita
demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian terutama
bila tidak ditangani sevara dini dan adekuat.
3. ETIOLOGI
34
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-
2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan
seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali
seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko
penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas,
dan predisposisi genetis.
4. INSIDEN
Suat penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa penderita
DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari singapura
melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manadoterutama dijumpai pada umur 6-8 tahun
kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun.
Tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada
anak perempuan daripada anak laki-laki. Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami
renjatan berkisar antara 26-65%, dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk.
(1979) melaporkan 50%, Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973)
melaporkan 65,45% dari seluruh penderita demam berdarah dengue yang dirawat.
5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan
plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang
interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi
cairan ke rongga serosa. Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat
berkurang sampai kurang lebih 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan
hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme
ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling, sehingga lebi
lanjut akan memperberat renjatan. Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat
35
saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi
adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai
nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang
sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor
pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC).
6. MANIFESTASI KLINIS
Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam
berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan.
Renjatan : Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah
demam menurun yaitu siantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-
10. Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :
a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.
b. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran menurun menjadi
apati, spoor dan koma.
c. Peubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
e. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Oligouri sampai anuria. (infeksi tropic)
Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebaian ahli membagi renjatan atas:
36
a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah
yang tidak dapat diukur dan nadi ta dapat diraba.
b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan
darah sistolik kuranh atau sama dengan 80 mmHg.
Panas :Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan
peneliti melaporkan 100% penderita DSS didahului oleh panas.
Sumarno (1983) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa suhu penderita DSS terendah ialah
36,2 derajat celcius dan tertinggi 40,8 derajat celcius dan ternyata DSS banyak dijumpai pada
suhu sekitar 37 derajat celcius. Panas mempunyai nilai prognostic pada penderita DSS ; bila
renjatan terjadi pada suhu tubuh lebih dari 39 derajat celcius, maka tingkat prognose jelek.
Hepatomegali : Dilaporkan dari berbagai tempat dengan angka bervarisi. Di Indonesia
(Jakarta) dilaporkan 89%, semarang 65,9% dan Cuba 62 %. Terdapat korelasi antara
persentase hepatomegali dengan derajat berat penyakit tetapi pembesaran hati tidak sejajar
dengan beratnya penyakit, dengan kata lain, pembesaran hati pada penderita DBD derajat IV
tidak selalu lebih besardari penderita DBD derajat II.
7. DIAGNOSIS
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih berdasarkan atas patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria
laboratorik dengan syarat bila criteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria
klinik (satu diantaranya ialah panas) seperti yang telah diuraikan diatas.
Derajat I dan II disebut DHF/DBD tanpa renjatan sedang derajat III dan IV disebut
DHF/DBD dengan renjatan atau DSS. (3,4,5,6) Wong dkk. (1973) juga mengemkakan
beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnosis klinim penderita dengue
shock syndrome, yaitu :
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut
37
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis,
melena, hematuri, dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat
6. Adanya pleural efosion pada toraks foto
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
8. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat
berobat jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada
hari ke-3. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh
dengan gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,berikan
cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi dapat diatasi dengan
antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.Parasetanol
direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali.
Penanganan Syok Dalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat
selama 30 menit,apabila tidak teratasi dapat diganti dengan koloid
10-20ml/kgBB/jam,dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum
berhasil diduga telah terjadi perdarahan,maka dianjurkan pemberian tranfusi darah
segar.Apabila kadar Ht tetap >40 vol%,berikan darah sebanyak 10ml/kgBB/jam,tapi bila
perdarahan masif berikan 20ml/kgBB. Bila renjatan tidak berat,maka berikan cairan dengan
kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup besar,tekanan
sistolik 80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi
10ml/kgBB/jam.Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik
dan nilai hematokrit yang diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan
darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin dilakukan lebih sering.
Penyulit-penyulit
38
1. Perdarahan massif
2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung.
Kriteria Memulangkan Pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/ml
7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
9. PENCEGAHAN
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus
bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata
meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius. Saat ini sedang dicoba dikembangkan
vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus. sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan
atau pengendalian dengue dan dhf adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan
penularan. a. aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia, seperti
wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung air hujan. nyamuk
ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan telurnya pada
tempat-tempat air bersih tergenang.
Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m :
1. menguras bak air
39
2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk
3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh
larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama
beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat
yang sudah terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi efeknya
hanya bersifat sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida yang dipakai. Di Samping
itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk
dewasa. Untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari
sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela,
menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.
10. PROGNOSIS
Prognosa penderita tergantung dari beberapa factor :
1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya
penanganan.
2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infuse
dimulai.
3. Panas selama renjatan
4. Tanda-tanda serebral.
VIII. KESIMPULAN
Anto anak laki-laki usia 5 tahun mengalami DBD derajat 3 (sindrom dengue shock).
40
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Nelwan, R.H.H. 2009. Demam : Tipe dan Pendekatan. Dalam : Sudoyo, Aru W, dkk.
(Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3 edisi kelima. Jakarta : Interna
Publishing.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Tatalaksana DBD. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
3. Tanto, chris, dkk. (ed). 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid II ed. 4. Jakarta: Media
Aesculapius.
41