55
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING II “NYERI DADA” Tutor : dr. Wiwiek fatchurohmah Disusun Oleh : Kelompok 3 1. Tessa Agrawita G1A010002 2. Indrasti Banajaransari G1A010020 3. Mayunda Riani Andristi G1A010022 4. Angkat Prasetya A. N. G1A010038 5. Danny Amanati Aisya G1A010050 6. Yuni Purwati G1A010059 7. Lina Sunayya G1A010075 8. Provita Rahmawati G1A010082 9. Irfani Ryan Ardiansyah G1A010104 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Laporan Problem Based Learning II

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING II

“NYERI DADA”

Tutor : dr. Wiwiek fatchurohmah

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Tessa Agrawita G1A010002

2. Indrasti Banajaransari G1A010020

3. Mayunda Riani Andristi G1A010022

4. Angkat Prasetya A. N. G1A010038

5. Danny Amanati Aisya G1A010050

6. Yuni Purwati G1A010059

7. Lina Sunayya G1A010075

8. Provita Rahmawati G1A010082

9. Irfani Ryan Ardiansyah G1A010104

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

BAB I

PENDAHULUAN

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh

karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung.

Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh

pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark

bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Davey, 2006).

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap

tersering di negara maju. Laju mortalitas awal adalah 30% dengan lebih dari

separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit (Alwi, 2006).

Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari

3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG)

dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak

ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu

timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T

(Rilantono, 2004).

Kejadian IMA sangat dipengaruhi oleh riwayat penyakit lain seperti

hipertensi, stroke, penyakit vaskuler perifer, diabetes melitus, kurangnya olahraga,

diet tidak sehat, serta riwayat penyakit keluarga. Faktor-faktor tersebut merupakan

faktor yang dapat dicegah, baik dengan pencegahan primer maupun sekunder,

sehingga kejadian IMA dapat diturunkan. Kemampuan dokter untuk bisa

melakukan screening penyakit menjadi sangat penting, termasuk juga dalam

penanganan dan pengobatan pasien dengan penyakit penyerta lain yang dapat

bermanifestasi menjadi serangan IMA (Rilantono, 2004).

Pentingnya kejadian IMA menjadikan penyakit ini diangkat dalam diskusi

PBL tutorial kedua dalam blok kardiovaskuler. Dalam kegiatan PBL mahasiswa

dituntut untuk dapat belajar aktif dan bekerja sama dalam memperlajari berbagai

aspek dalam upaya pembelajaran.

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

Informasi 1

Tn. Huda, seorang direktur BUMD, berusia 54 tahun datang ke IGD rumah sakit

propinsi karena nyeri dada. Satu jam yang lalu saat sedang tenis lapangan, tiba-

tiba penderita mengeluh nyeri dada hebat di sebelah kiri yang kemudian menjalar

ke bahu kiri. Keluhan disertai kesemutan pada lengan kiri, berkeringat dingin dan

mual. Menurut Pasien keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dengan

merasakan nyeri dada terutama pada saat beraktifitas. Tn. Huda adalah perokok

aktif sebanyak 2 pak / hari.

A. Klarifikasi Istilah

1. Kesemutan atau Parestesia, adalah perasaan abnormal, yang dapat

bermanifestasi sebagai rasa sakit seperti ditusuk-tusuk, mati rasa, atau rasa

terbakar, yang menunjukan penyakit serabut saraf sensoris perifer (Dorlan,

2010).

2. Mual (Nausea): sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu

pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah

(Kumala, 1998).

3. Nyeri dada (Angina) adalah nyeri seperti ditekan atau diremas pada bagian

tengah dada, yang menjalar ke lengan atau bahu kiri, leher, atau rahang

(Dorlan, 2010).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan kepada penderita,

ditemukan masalah-masalah:

1. Nama pasien : Tuan Huda

2. Umur : 54 tahun

3. Keluhan utama : nyeri dada

4. Onset : 1 jam yang lalu

5. Kronologis : merasa nyeri dada setelah berolah raga

6. Progresifitas : menjalar hingga ke bahu kiri

7. Keluhan penyerta : kesemutan lengan kiri, keringat dingin, mual

8. Yang memperberat : aktivitas

9. Riwayat penyakit : nyeri dada saat aktivitas sejak 3 tahun yang lalu

10. Riwayat sosial : merokok 2 pak sehari, pekerjaan direktur BUMN

C. Batasan Masalah

1. Apa sajakah pemeriksaan fisik yang dilakukan? Sebutkan beserta

kemungkinan penemuan positif yang mungkin!

2. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan? Sebutkan

beserta kemungkinan penemuan positif yang mungkin!

3. Apa sajakah kemungkinan diagnosis kasus tersebut?

D. Analisis Masalah

1. Pemeriksaan fisik yang diperlukan

a. Vital Sign

1) Periksa suhu untuk mengetahui keadaan penderita. Adanya demam

bisanya menunjukkan infeksi, keadaan hipotermia dapat dijumpai

pada orang yang dehidrasi atau hipoksia.

2) Respiratory rate : untuk mengetahui jumlah pernafasan dalam

satu menit, kelainan apada paru-paru dapat mempercepat atau

memperlambat pernafasan.

3) Tekanan darah : tekanan darah yang tinggi berhubungan

dengan penyakit kardiovaskular

4) Nadi

b. Pemeriksaan kepala

1) Mata : inspeksi konjungtiva penderita, anemis atau

tidak

2) Hidung : ada tidaknya nafas cuping hidung

3) Bibir dan lidah : lihat warna bibir dan lidah

penderita, adanya sianosis sentral biasanya terlihat dengan warna

bibir dan lidah yang membiru.

c. Pemeriksaan leher

Pada leher lakukan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui ada

tidaknya pembuluh vena jugularis yang membesar dan tekanannya

bertambah.

d. Pemeriksaan thorax

1) Inspeksi

a) Gerakan nafas pulmo kanan dan kiri, lihat adakah gerakan yang

tertinggal

b) Ictus cordis

2) Palpasi

a) Kuat angkat pernafasan

b) Fremitus taktil

c) Krepitasi pada dinding thorax

d) Kuat angkat ictus cordis

3) Perkusi

a) Periksa suara paru, normalnya menghasilkan pantulan suara

sonor. Amati ada tidaknya suara pekak, redup, atau hipersonor

yang menandakan gangguan paru

b) Periksa batas paru dan jantung. Pembesaran jantung dapat

mendesak paru ke lateral.

c) Periksa batas paru dan hepar. Adanya emfitematosa dapat

mendesak hati, sehingga hati menjadi lebih inferior.

4) Auskultasi

Dengan menggunakan mikroskop, periksalah bunyi jantung dan

paru.

a) Dengarkan suara paru dengan seksama, adakah bunyi tambahan

paru, bagaimana suara dasar pernafasan selama inspirasi dan

ekspirasi, serta ada tidaknya suara tambahan seperti ronkhi dan

wheezing.

b) Dengarkan suara jantung yang diukur pada 4 katupnya.

Bagaimana bunyi S1 dan S2, serta adakah bunyi S3 dan S4

yang terdengar. Bunyi S3 dan S4 yang terdengar merupakan

penanda adanya abnormalitas pada jantung.

2. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan

a. Foto thorax : untuk melihat kondisi paru dan jantung secara

anatomis dengan bantuan sinar x. Nyeri dada dapat disebabkan oleh

adanya kelainan paru-paru seperti atelektasis, emfisematosa, pleuritis,

penyakit paru infeksi atau edema paru. Dapat pula merupakan kelainan

jantung, hipertrofi otot jantung dapat menyebabkan nyeri.

b. EKG : untuk mengetahui kondisi kelistrikan jantung.

Kelainan jantung dapat memberikan gambaran yang dapat tergambar

melalui EKG

c. Pemeriksaan laboratorium merliputi pemeriksaan gula darah untuk

mengetahui riwayat gula darah, kolesterol LDL untuk mengetahui

kadar kolesterol darah, serta pemeriksaan CK-MB dan Troponin T

yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya infark miokard akut.

Sel miokardium yang mati akan mengeluarkan kandungan selnya

kedalam aliran darah. Peningkatan kadar CKMB dalam darah

merupakan penunjuk kuat adanya infark. Selain itu enzim tropinin I

sekarang merupakan bagian penting evaluasi kecurigaan adanya infark

miokardium karena enzim ini meningkat lebih awal dari pada CKMB.

Kadarnyya dapat tetap tinggi selama beberapa hari. Sedangkan kadar

CKMB tidak meningkat selama 6 jam sesudah infark dan kembali

normal dalam 48 jam (Thaler, 2009).

3. Differential diagnosis

a. Perikarditis akut

b. Myocarditis

c. Angina pectoris

d. Infark miokard akut

e. PPOK

Perbedaan dari masing-masing Differential diagnosis :

1. Perikarditis Akut

Pericarditis akut merupakan peradangan primer atau sekunder

pericardium parietalis atau visceralis atau keduanya. Etiologinya antara

lain virus, bakteri, tuberculosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun,

trauma, infark jantung, maupun idiopatik (Sudoyo, 2009).

Pericarditis akut biasanya ditemukan nyeri dada. Nyeri seringkali

berat. Sifat nyeri khas yaitu retrosternal dan perikordial kiri, menjalar

ke belakang tepi trapezius. Seringkali nyeri bersifat pleuritik sebagai

akibat radang pleural, misalnya tajam, bertambah nyeri saat inspirasi,

batuk, dan perubahan posisi tubuh, tapi terkadang merupakan nyeri

konstriktif yang stabil dan menjalar pada lengan atau kedua lengan dan

menyerupai iskemia miokard. Nyeri pericard bersifat khas yaitu hilang

pada waktu bangun dan bersandar ke depan (Davey, 2006).

pada perikarditis akut biasanya dipengaruhi oleh posisi; akan

berkurang bila duduk dengan posisi condong kedepan. Sebagian besar

pasien merasakan nyeri tumpul tanpa gambaran secara spesifik. Yang

khas, adalah ditemukannya gesekan pericardium (pericardial rub)

yang dapat didengar hanya saat inspirasi (Isselbacher, 2005).

2. Miokarditis

Miocarditis biasanya diawali dengan infeksi saluran nafas bagian

atas. Infeksi yang sering terjadi dan menginfeksi saluran pernafasan

bagian atas adalah disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus

(Jawetz, 1996).

Manifestasi klinis miokarditis:

a. Gejala biasanya ringan atau bahkan tidak sama sekali.

b. Kelelahan

c. Dispneu

d. Berdebar-debar

e. Kadang rasa tidak nyaman di dada

f. Dari pemeriksaan didapatkan pembesaran jantung, suara jantung

tambahan, irama gallop dan bising sistolik dan biiasanya terdengar

fiction rub pericardial bila disertai dengan perikarditis

g. Demam dan takikardi sering ditemukan.

(Rubenstein dkk, 2005)

3. Tabel perbedaan angina pectoris dengan infark miokardium akut

Angina pectoris Infark miokard akut

Nyeri tengah dada seperti diikat,

menjalar ke lengan bahu dan

punggung

Nyeri tengah dada seperti diikat.

Menjalar ke lengan bahu dan

punggung

Biasanya muncul setelah aktivitas.

Pada angina pectoris tidak stabil

dapat muncul pada saat aktivitas

minimal

Gejala biasanya muncul tiba-tiba

dalam aktivitas minimal sekalipun

Berkurang selama beberapa menit

setelah istirahat

Rasa nyeri menetap lebih dari 20

menit

Biasanya resiko meningkat untuk

perokok, peminum alcohol, diabetes

mellitus, kolesterol tinggi, kurang

olahraga, serta genetik

Biasanya resiko meningkat untuk

perokok, peminum alcohol, diabetes

mellitus, kolesterol tinggi, kurang

olahraga, serta genetik

Gambaran EKG biasanya normal,

kadang ada depresi segmen ST dan

keberadaan T dapat negatif

Gambaran EKG dapat terjadi

aritmia, gelombang ST yang depresi

atau elevasi, serta penampakan

gelombang Q patologis

Pemeriksaan laboratorium:

Kadar troponin, CK-MB normal

Pemeriksaan laboratorium:

Kadar troponin I dan T menurun

atau meningkat dalam waktu cepat,

CK-MB meningkat

Klasifikasi Angina Pektoris

1. Angina Pektoris Stabil

- Nyeri awal berlangsung selama 1- 20 menit

- Frekuensi dan durasi bisa diperkirakan setelah terpancing oleh keadaan

yang meningkatkan kebutuhan O2 pada miokardium. Bisa juga

dicetuskan oleh usaha atau kegairahan.

2. Angina Pektoris Tidak Stabil

- Nyeri awal berlangsung selama > 20 menit

- Kejadian tidak bisa diperkirakan, peningkatan keparahan frekuensinya

cepat

-Bisa terjadi serangan tanpa provokasi atau saat istirahat

- Perlu perawatan khusus (FK UI, 2002).

Gradasi Nyeri Dada menurut Canadian Cardiovasculer Society

Kelas I

Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun; tidak menimbulkan

nyeri dada. Nyeri timbul pada latihan yang berat seperti jalan cepat atau

terburu-buru saat bepergian.

Kelas II

Aktivitas sehari-hari agak terbatas, angina timbul saat naik tangga > 1

lantai dengan terburu-buru, berjalan di dataran yang menanjak, ataupun

jalan kaki mengitari 2 blok.

Kelas III

Aktivitas sehari-hari nyata terbatas, angina timbul saat jalan kaki 1-2

blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan biasa.

Kelas IV

Angina timbul saat istirahat sekalipun, semua aktivitas bisa memicu

timbulnya angina; seperti mandi, menyapu, dan lain-lain (FK UI, 2002).

4. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

a. Sesak nafas dan batuk

b. Batuk biasanya disertai dengan dahak cukup banyak

c. Pada anamnesis ditemukan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

d. Pada pemeriksaan fisik ditemukan barreel chest

e. Adanya penggaan otot bantu nafas

(PDPI, 2003)

Informasi 2

Pemeriksaan fisik

KU : kesadaran komposmentis, tampak sakit berat

VS : Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 90 kali/ menit,

temperatur 36,5ºC.

Kepala dan Leher dalam batas normal

Dada : jantung : CTR < 50 %, konfigurasi jantung dalam batas

normal, paru dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

Informasi 3

EKG : normo sinus ritme, gelombang ST elevasi di sadapan II,

III, aVF

CKMB : 40

Penderita kemudian dirawat di ICU. Saat perawatan di ICU penderita

mengalami cardiac arrest.

4. Diagnosis kerja

Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang, maka dapat ditegakkan diagnosis infark miokard akut dengan

elevasi gelombang ST (STEMI).

E. Menentukan Sasaran Belajar

Berdasarkan diagnosis kerja tersebut, maka diperlukan pembahasan

mengenai penyakit infark miokard akut, meliputi:

1. Fisiologi Pembuluh darah

2. Aterosklerosis

3. Blodd clotting

4. Penyebab aterosklerosis

5. Definisi

6. Etiologi

7. Epidemiologi

8. Penegakkan diagnosis

9. Gambar rontgen

10. EKG pada STEMI

11. Patogenesis

12. Patofisiologi

13. Penatalaksanaan

14. Komplikasi

15. Prognosis

BAB III

INFARK MIOKARD AKUT

1. Fisiologi Pembuluh Darah

Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada gradient

tekanan dan resistensi vascular. Laju aliran darah melalui pembuluh (yaitu

volume darah yang lewat per satuan waktu) berbanding lurus dengan

gradient tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi vascular .

Gradien tekanan adalah perbedaan tekanan antara awal dan akhir suatu

pembuluh darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah

tekanan rendah. Semakin besar gradient tekanan yang mendorong darah

melalui suatu pembuluh, semakin besar laju aliran melalui pembuluh

tersebut. Resistensi yaitu ukuran tahanan atau oposisi terhadap aliran darah

yang melalui suatu pembuluh, akibat gesekan antara cairan yang bergerak

dan dinding vascular yang diam. Resistensi yang meningkat akan

sebabkan laju aliran berkurang. Resistensi bergantung pada viskositas

darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh (Sherwood, 2011).

Organisasi dasar system kardivaskular

(Sherwood, 2011).

Empat gaya yang pengaruhi perpindahan cairan melewati dinding kapiler,

yaitu:

a. Tekanan darah kapiler

Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapiler ke dalam

cairan interstisium. Rerata tekanan ini adalah 37 mmHg di ujung

arteriol suatu kapiler jaringan.

b. Tekanan osmotic koloid plasma

Tekanan osmotic koloid plasma merupakan gaya yang disebabkan oleh

dispersi koloidal protein-protein plasma. Tekanan ini mendorong

perpindahan cairan ke dalam kapiler. Tekanan osmotic plasma adalah

25 mmHg.

c. Tekanan hidrostatik cairan interstisium

Tekanan hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan yang

ditimbulkan oleh cairan interstisium pada bagian luar dinding kapiler.

Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.

d. Tekanan osmotic koloid cairan interstisium

(Sherwood, 2011).

Dapat diketahui bahwa tekanan darah kapiler dan tekanan osmotic koloid

cairan interstisium merupakan tekanan yang mendorong cairan keluar kapiler.

Sedangkan tekanan tandingannya yang cenderung mendorong cairan ke dalam

kapiler yaitu tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik cairan

interstisium (Sherwood, 2011).

Komponen utama dinding pembuluh darah antara lain sel endotel dan otot

polos. Sifat dan fungsi sel endotel, antara lain:

a. Mempertahankan sawar permeabilitas

b. Mengeluarkan molekul antikoagulan dan anti trombotik (Prostasiklin,

trombomodulin)

c. Mengeluarkan molekul protrombotik (faktor von willebrand, faktor

jaringan, inhibitor activator plasminogen)

d. Membentuk matriks ekstra sel (kolagen, proteoglikan)

e. Memodulasi aliran darah dan reaktivitas vascular

f. Mengendalikan peradangan dan imunitas (IL-6, IL-1, IL-8)

g. Mengendalikan pertumbuhan sel

h. Mengoksidasi lipoprotein densitas rendah

(Kumar, 2007).

2. Aterosklerosis

Tahap awal aterosklerosis ditandai akumulasi LDL yang berikatan dengan

protein pembawanya di bawah endotel. LDL semakin menumpuk di dalam

dinding pembuluh darah, LDL akan teroksidasi oleh radikal bebas. Sel

endotel menghasilkan bahan kimia yang menarik monosit sebagai respon

keberadaan LDL untuk memicu proses peradangan local. Monosit

menetap permanen membesar dan menjadi sel fagosit besar yaitu

makrofag. Makrofag memfagosit LDL teroksidasi sampai sel ini dipenuhi

oleh butir – butir lemak. Makrofag semakin membesar disebut sel busa

atau foam cell. Lalu menumpuk di bawah dinding pembuluh darah dan

membentuk fatty streak. Akumulasi kolesterol di bawah endotel

menyebabkan sel – sel otot polos di dalam pembuluh darah bermigrasi dari

lapisan otot pembuluh darah ke bawah lapisan endotel dan menutupi

akumulasi lemak. Sel otot polos terus membelah diri dan membesar

membentuk ateroma, inti lemak dan otot polos yang menutupinya bersama

– sama membentuk plak. Plak secara progresif menonjol ke dalam lumen

pembuluh. Plak semakin mempersempit lubang yang dilalui oleh darah.

Plak menebal menyebabkan pertukaran nutrient untuk sel yang terletak di

dalam dinding arteri terhambat, sehingga terjadi degenerasi dinding di

sekitar plak. Daerah yang rusak kemudian disebuk oleh fibroblast yang

membentuk lapisan jaringan ikat menutupi plak. Pada tahap lanjut

penyakit, kalsium sering mengendap di plak. Sehingga pembuluh darah

menjadi keras dan tidak mudah mengembang (Sherwood, 2011)

3. Blood Clotting

Proses blood clotting berlangsung ketik terdapat luka. Kaitannya

dengan aterosklerosis luka terbentuk akibat pecahnya plak. Plak ini

terbentuk dari endapan lemak yang emudian menempel di lapisan bagian

dalam pembuluh darah. Akibat pecahnya lak ini terjadilah ceddera endotel

sehingga terjadi pelepasan komponen-komponen darah dan menyebabkan

trombosit teragrgasi. Ditempat cedera terjadi aktivasi proses pembekuan

darah, sel trombosit mengaktifkan protombin kemudian protombin akan

berubah menjadi trombin, kemudian fibrinogen akan menjadi benang-

benang fibrin. Pada luka yang normal proses penyembuhan luka tidak

meninggalkan bekas, tapi pada aterosklerosis benang-benang fibrin ini

akan embentuk plak aterosklerosis menjadi lebih tebal terjadilah trombus

(Rilantono, 2004).

4. Penyebab Aterosklerosis

Etiologi aterosklerosis adalah multifaktorial tetapi ada berbagai

keadaan yang erat kaitannya dengan aterosklerosis yaitu faktor

genetik/riwayat keluarga dan penyakit jantung koroner, stroke, penyakit

pembuluh darah perifer, usia, kelamin pria, kebiasaan merokok,

dislipidemia, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik

dan manopause. Salah satu faktor resiko aterosklerosis utama adalah

Dislipidemia (Rilantono, 2004).

5. Definisi

Infark miokard adalah kematian sel – sel otot jantung akibat gangguan

pasokan darah (Sherwood, 2001).

Infark miokard adalah otot jantung yang kekurangan oksigen sehingga

menyebabkan iskem yang lama kelamaan akan menyebabkan nekrosis /ke

matian sel. (Price dan Wilson, 2005).

STEMI terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya

(Rilantono, 2004).

6. Etiologi

Etiologi dari nfark miokard akut (IMA) disebabkan oleh aterosklerosis

atau penyumbatan total atau sebagian pembuluh darah oleh emboli dan atau

trombus (Harun, 2006).

7. Epidemiologi

Di Amerika kurang lebih 1,5 jt yang terkena infak miokard. Mortalitas karena

penyakit ini sekitar kurang lebih 30% dengan separuh dari kematian terjadi

sebelum individu yang terserang di RS. Awitan infak miokard ini lebih sering

terjadi pada pagi hari dalam beberapa saat setelah bangun tidur. Biasanya

terjadi penurunan mendadak pada aliran darah koroner yang mengikuti oklusi

trombotik dari arteri koranaria sebelum menyempit akibat arterosklerosis.

(Harun, 2006).

8. Penegakkan diagnosis

1. Anamnesis

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal. Sifat nyeri

dada sebagai berikut:

a. Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial

b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan. Rasa terbakar, ditindih benda

berat. Seperti ditusuk, rasa diperaas, diplintir.

c. Penjalaran : biasanya kelengan kiri, dapat juga sampai leher, rahang

bawah, gigi, punggung/intraskapula, perut dan dapat juga ke lengan

kanan.

d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress, emosi, udara dingin dan sesudah

makan

f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,

cemas dan lemas (Rilantono, 2004).

2. Pemeriksaan Fisik

a. Tampak cemas

b. Tidak dapat istirahat (gelisah)

c. Ekstremitas pucat disertai keringat dingin

d. Takikardia dan/atau hipotensi

e. Brakikardia dan/atau hipotensi.

f. S4 dan S3

g. gallop

h. Penurunan intensitas bunyi jantung pertama

i. Peningkatan suhu sampai 38ºC dalam minggu pertama.

j. Split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan.

(Rilantono, 1996).

k. Pemeriksaan Penunjang

a) Elektrokardiografi

Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi

segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari

perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q

disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen St disebabkan

oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia. Tanda

diagnosis penting pada miokard infark akut adalah adanya elevasi

segmen ST. Hanya 20% pasien infark miokard yang memiliki hasil

pemeriksaan EKG dengan depresi segmen ST atau gelombang T

terbalik (thaler, 2009).

1. Gelombang T meninggi (Hiperakut) gelombang ini

menggambarkan iskemia miokardium yaitu kurangnya liran darah

yang adeuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar

bersifatreversiberl, jika liran darah dipulihkan atau kebutuhan

oksigen jantung dipenuhi maka gelombang T akan kembali

normal (Thaler, 2009).

2. Gelombang T inversi merupakan lanjutan gelombang T hiperakut,

gelombang T hanya petunjuk iskemia dan tidak mendiagnosis

untuk infark miokardium. Banyak hal yang menyebabkan

gelombang T terbalik; misalnya blockade cabang berkas maupun

hipertrofi ventrikel yang desertai dengan kelainan repolarisasi

(Thaler, 2009).

3. Gelombang T meninggi (Hiperakut) gelombang ini

menggambarkan iskemia miokardium yaitu kurangnya liran darah

yang adeuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar

bersifatreversiberl, jika liran darah dipulihkan atau kebutuhan

oksigen jantung dipenuhi maka gelombang T akan kembali normal

(Thaler, 2009).

Gambar 1, Gelombang T Hiperakut

Gelombang T inversi merupakan lanjutan gelombang T hiperakut,

gelombang T hanya petunjuk iskemia dan tidak mendiagnosis

untuk infark miokardium. Banyak hal yang menyebabkan

gelombang T terbalik; misalnya blockade cabang berkas maupun

hipertrofi ventrikel yang desertai dengan kelainan repolarisasi

(Thaler, 2009).

Gambar 2. Gelombang T Inversi

Segmen ST elevasi, gelombang ini terjadi secara akut pada evolusi

infark yang menandakan adanya cedera miokardium. Cedera

kemungkinan besar bersifat reversibel dan beberapa kasus segmen

ST kembali normal, namun dalam banyak kasus elevasi segmen ST

merupakan tanda yang dapat diandalkan bahwa telah terjadi infark

sejati dan segmen ST akan kembali normal dalam beberapa jam

(Thaler, 2009).

Gambar 3. Segmen ST Elevasi

Munculnya gelombang Q baru, hal ini menunjukkan bahawa telah

terjadi kematian sel miokardium yang bersifat ireversibel, keadaan

inilah yang merupakan tanda diagnosis untuk infark miokardium.

Pada beberapa pasien gelombang ini timbul setelah beberapa hari

sejak onset infark. Segmen ST biasanya sudah kembali normal saat

d=gelombang Q muncul (Thaler, 2009).

Gambar 4. Pembentukkan Gelombang Q Baru

Gelombang Q terbentuk bila suatu darah di miokardium mati, ia

tidak mempunyai aktivitas listrik, sehingga tidak mampu

menghantarkan aliran listrik, akibatnya semua gaya listrik jantung

akan dihantarkan menjauhi daerah infark (deflesi negative dalam

dalam gelombang Q) (Thaler, 2009)

b) Foto rontgen

Tidak bias digunakan untuk mendiagnosis kejadian infark miokard

secara pasti, karena lesi baru terlihat setelah 3 hari terjadi infark.

Biasanya digunakan chest x-ray untuk melihat komplikasi dan

penyakit bawaan dari infark yaitu Kardiomegali, Edema Pulmoner,

dan Kongestif vena pulmoner

contoh gambar kardiomegali

Dengan CTR(Cardio thoracic ratio) >50%

Contoh gambar edema pulmoner

Panah p

Panah putih menunjukan edema alveolar

Dan panah hitam menunjukan edema intersisial yang juga

membentuk garis Kerley B

c) Laboratorium

Ada beberapa serum marker untuk infark miokard akut,

yaitu creatine kinase (CK). CK isoenzim (CK-MB), serum glutamic

oxaloacetic transminase (SGOT), lactic dehydrogenase (LDH) dan

cardiac tropinin (cTnI, cTnT). Enzim CK meningkat dalam 4-8 jam

dan menurun ke kadar normal dalam 2-3 hari dengan kadar puncak

pada 24 jam. CK isoenzim (CK-MB) meningkat dalam 3-12 jam

pertama dan mencapai puncak dalam 18-36 jam selanjutnya

menjadi normal setelah 3-4 hari. Sementara lactic dehidrogenase

(LDH) meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai

dalam 24-48 jam dan kembali normal setelah 10-14 hari. (Joewono,

2003).

Nilai normal CKMB :

a) Dewasa

Pria  : 5 – 35 µg/ml, 30 – 180 IU/l, 55 – 170 U/l pada suhu 37oC

(satuan SI)

Wanita  : 5 – 25 µg/ml, 25 – 150 IU/l, 30 – 135 U/l pada

suhu 37oC (satuan SI)

b) Anak 

Neonatus  : 65 – 580 IU/l pada suhu 30oC,

Anak laki-laki : 0 – 70 IU/l pada suhu 30oC,

Anak perempuan  : 0 – 50 IU/l pada suhu 30oC

(Aziz, 2008)

9. Patogenesis

Ruptur plaque merupakan proses awal terjadinya sindroma koroner akut.

Oklusi total seringkali terjadi secara mendadak dari stenosis minimal. Dua pertiga

kasus rupture plaque terjadi pada lesi stenosis dibawah 50% ( Sheerwood, 2004).

Plaque yang akan mengalami rupture mempunyai karakteristik:

1. Mempunyai lipid core yang besar

2. Fibrous cap dengan sedikit kolagen, glikosaminogen, dan matrix-

synthesizing smooth muscle cell (SMC)

3. Peningkatan neovaskularisasi

4. Infiltrasi sel peradangan aktif pada cap yang tipis

Trombosis local terjadi setelah gangguan plaque yang terjadi oleh karena

interaksi lipid core, smooth muscle, makrofag, dan kolagen. Lipid core merupakan

bahan paling penting untuk formasi thrombus platelet rich. Setelah terpapar dalam

darah, maka akan terjadi interaksi faktor jaringan dengan faktor VII a yang

menginisiasi kaskade enzimatik membentuk thrombin dan deposisi fibrin

(Sheerwood, 2004).

Sebagai respon adanya gangguan endotel, mengakibatkan agregasi

platelet, vasokonstriksi, dan pembentukan thrombus. Trombosit tidak akan

melekat pada pembuluh darah yang intake. Kolagen sebagai agonis trombosit

berada pada plaque dan lapisan subendotel. Faktor von Willebrand sebagai

substansi pembekuan membantu perlekatan trombosit pada endotel. Proses ini

kemudian menyebabkan aktivasi trombosit. Beberapa produk trombositnmeliputi

ADP, serotonin, dan TX A2 sebagai pemacu aktivasi trombosit berikutnya,

vasokonstriksi, dan proliferasi neointimal (Sheerwood, 2004).

ADP berada pada granul intraseluler dan dilepas pada waktu trombosit

disimulasi oleh molekul adesi atau agen proagregasi. ADP yang beredar akan

merangsang aktivasi ikatan fibrinogen- GP IIb/IIIa. Agregasi trombosit

merupakan stadium terkahir pada rangkaian proses terbentuknya thrombus.

Aktivasi thrombin oleh beberapa agonis mengubah GP IIb/IIIa menjadi bentuk

yang mampu berinteraksi dengan protein adesif plasma (fibrinogen dan faktor von

Willebrand). Aktivasi pada trombosit baru lah yang kemudian menyebabkan

pembesaran thrombus yang akan menyebabkan tertutupnya lumen pembuluh

darah (Sheerwood, 2004).

10. Patofisiologi

Infark miokardium

Penurunan jumlah sel-sel miokardium pemompa darah

Daya kontraksi menurun

Gerakan dinding abnormal

Perubahan daya kembang vebtrikel,

Penurunan volume sekuncup

Frekuensi denyut jantung meningkat,

kekuatan kontraksi meningkat,

vasokonstriksi meningkat,

retensi Na dan air

Dilatasi dan hipertofi ventrikel

Infark miokardium

melepaskan protein intrasel

inflamasi

infark miokardium

melepaskan K+

mendepolarisasikan nosiseptor

rangsang serabut saraf aferen

memicu sensasi nyeri di kulit yang serabut aferennya bersambungan

nyeri sampai tangan dan pundak/ menjalar

Aterosklerosis, thrombosis, embolisme

penyempitan lumen pembuluh darah

iskemia (suplai darah ke suatu area tidak adekuat)

kehilangan suplai O2 dan zat-zat makanan asidosis jaringan

nekrosis

gangguan jalannya hantaran listrik jantung kematian jaringan iskemik(paling

parah)

aritmia peradangan pada daerah perbatasan

netrofil & makrofag masuk ke daerah yang mati

penghancuran

(Sylvia, 2006)

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada

lokasi injuri vaskular, injuri dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,

hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2009).

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh

darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia

miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan

perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi

miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk

mengubah metabolism aerob menjadi metabolism anaerob, sehingga

menjadi jauh tidak efisien. Pembentukan ATP menurun, dan asam laktat

meningkat sehingga akan menurunkan pH (asidosis) (Price dan Wilson,

2005).

Gabungan efek hipoksia, asidosis, dan berkurangnya energy

dengan cepat menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan

kontraksi miokardium yang terserang melemah; serabut-serabut ototnya

memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan

dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian

tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Baerkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung

menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika

bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia. Menurunnya

fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya

volume sekuncup, sehingga akan memperbesar volume ventrikel,

akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolic

ventrikel kiri akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh

perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Mekanisme ini

jika terus berlanjut sampai dengan nekrosis miokardium akan menjadi

infark miokardium, iskemia yang berlangsung selama lebih 30 s.d. 45

menit, miokardium yang terkena serangan akan berhenti berkontrakasi

secara permanen (Price dan Wilson, 2005).

Gangguan aliran darah iskemia

Saraf tidak mendapat asupan nutrisi

Gangguan saraf motorik – sensorik

Parastesia dan defisit sensorik kontra lateral

11. Penatalaksanaan

Farmakologis

1. Analgesik (Aspirin, Morfin)

Aspirin

Mekanisme :

Kandungan asetilnya menghambat agregasi platelet, sehingga tidak

terbentuk trombus. Contohnya adalah cyclooxygenase, enzim yang

berperan untuk sintesis tromboxan A2 Biasanya digunakan sebagai

profilaksis.

Route dan dosis :

Profilaksis iskemi : minimal 650 mg 2x/hari atau 325 mg 4x/hari

Profilaksis infark miokard berulang : 325 mg 1x/hari

Bentuk Obat :

Tablet, bisa dikunyah, kapsul, rectal suppository

Farmakokinetik :

Diserap di lambung, secara primer di intestinal. Kecepatan absorbsi

menurun bila dimakan bersama makanan, tapi tidak mengurangi jumlah

yang diserap.

Absorbsi cepat dalam bentuk tablet dan kapsul. Namun lebih cepat dalam

bentuk solution.

Berada di plasma selama 1-2 jam dengan waktu paruh untuk kandungan

aspirinnya 15-20 menit dan salisilat selama 2-3 jam untuk dosis tunggal

atau rendah dan 5-18 jam untuk dosis moderat.

KontraIndikasi :

CHF, riwayat perdarahan aspirin triad (hipersensitivitas, nasal polyp,

asthma)

ESO :

Sistem cardiovascular terkena efek flushing, peningkatan Heart Rate

2. Anticoagulant (Warfarin, Heparin)

Mekanisme :

Menghambat aksi antitrombin III sebagai faktor pembekuan. Dengan

memblok perubahan protrombin menjadi trombin, fibrinogen menjadi

fibrin. Dapat menekan ekskresi aldosteron

Route dan Dosis :

Subcutan : awal : 10.000-20.000 U, lalu q8h :8.000-10.000 U atau 15.000-

20.000 q12h

IV injeksi : awal : 10.000 U diikuti 5.000-10.000 U q4-6 jam

Profilaksis emboli : Subkutan 5.000 U q12h

Farmakokinetik :

Puncak efeknya pada beberapa menit setelah IV, kemudian kembali ke

proses pembekuan semula dalam 2-6jam. Jika diberikan dalam subkutan

20-60 menit. Durasi efek obat 8-12 jam dengan waktu paruh dalam plasma

selama satu setengah jam. Berikatan dengan protein plasma 95%.

Dimetabolisme di hati, retikulum endotelial sistem. Tidak melewati sawar

plasenta dan tidak terdapat pada air susu.

Kontraindikasi :

Perdarahan, hemofilia, hipertensi parah, riwayat operasi mata

ESO :

Perdarahan spontan, trombositopenia. Jika diberikan dalam dosis tinggi

dan waktu yang lama, maka dapat menyebabkan osteoporosis dan

penurunan fungsi renal.

3. Obat-obat antiplatelet

Aspirin (asam asetilsalisilat) adalah obat antiplatelet yang paling penting.

Obat ini secara ireversibel menginhibisi siklooksigenase (COX), enzim

pertama pada urutan reaksi yang menyebabkan pembentukan tromboksan

A2 (TXA2) dan prostasiklin (PGI2). TXA2 diproduksi oleh trombosit dan

merupakan suatu activator kunci trombosit, sementara itu prostasiklin

yang dihasilkan endotel akan menginhibisi aktivasi dan agregasi trombosit

dengan meningkatkan cAMP. Terapi aspirin menghasilkan suatu

peningkatan menetap pada rasio prostasiklin-TXA2, yang mensupresi

aktivasi dan agregasi trombosit (Aaronson dan Ward, 2010).

4. Fibrinolitik (Streptokinase, Alteplase)

Streptokinase

Mekanisme :

Pengaktifan konversi plasminogen ke plasmin yang merupakan enzim

untuk degradasi fibrin.

Route dan Dosis :

iV : Loading dose : 250.000U selama 30 menit

Emboli pulmonal : 24-72 jam

Trombus vena dalam : 24-72 jam

Intracoronary : awal = 10.000-20.000 U, diikuti dengan dosis

2.000-4.000 U /menit sampai lisis terjadi lalu 2.000U/menit untuk 1 jam

Oklusi Canal Arteriovenosus :250.000 U

Farmakokinetik :

Efek cepat muncul dengan infus. Namun cepat dhilangkan dari sirkulasi

oleh antibodi dan Reticulum Endotelial system. Waktu paruh 18-83 menit.

Tidak melewati sawar plasenta dengan efefk selama 12-24 jam setelah

infus tidak dilanjutkan

Kontraindikasi :

Baru dapat resusitasi jantung-paru. Hipertensi darah yang tidak terkontrol

ESO :

Tekanan darah tidak stabil, ventrikuler disritmia

5. ACE inhibitor

6. bloker, biasanya untuk infark mioard luas dengan kontraindikasi asthma,

CHF, kokain

7. Diuretik

8. Oksigen SaO2 < 90% selama 6 jam pertama

9. Nitrat. Untuk menghilangkan nyeri dada, ditambah heparin untuk asthma

non-stable. (Govoni, 1988)

Non-Farmakologis

1. Tirah baring di CCU (Cardiac Care Unit)

2. Penurunan konsumsi Natrium

3. Penurunan konsumsi kolesterol

4. Olahraga teratur (3 kali per minggu selama 30 menit)

5. Makan porsi kecil tapi sering

6. Penurunan konsumsi alkohol dan rokok (Nurdjanah, 1991)

7. program rehabilitasi untuk meningkatkan latihan fisik, mendorong

perubahan hidup, dan memberi dukungan psikologis (Davey, 2006).

12. Komplikasi

a. segera/ dalam beberapa jam

- aritmia ventrikel (takikardia atau fibrilasi) biasanya terjadi dalam 24 jam

atau kurang

- kegagalan referfusi adalah kegagalan terapi trombolitik mengembalikan

aliran darah arteri yang tersumbat setelah 90 menit pada trombolisis

- angioplasti transluminal perkutan (PTCA) penyelamatan, bisa membuka

kembali arteri dan mencegah MI sempurna

b. Beberapa jam/ hari

- ruptur septum ventrikel : murmur parasistolik keras yang baru pada basis

tepi sternal kiri

- ruptur muskulus papillaris : regurgitasi mitral yang berat, edema paru

berat

c. Beberapa hari/ beberapa minggu

- tromboemboli iskemis usus akibat trombus mural yang terbentuk pada

infark

- gagal jantung kronis perbaikan struktur ventrikel kiri setelah MI bisa

memperburuk dan tidak memperbaiki fungsi ventrikel kiri

- takikardia ventrikel bisa terjadi > 24 h=jam, menunjukkan parut

miokardial merupakan suatu substrat untuk sirkuit re-entri

- sindrom Dessler : perikarditis autoimun yang biasanya sembuh sendiri

dalam beberapa minggu setelah MI ketebalan penuh (Davey, 2006).

Beberapa komplikasi dari infark miokardium akut:

Gagal ginjal kongestif

Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark

miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan

pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal

dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan

berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka

besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel

meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan

tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan

hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler

maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini

masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan

ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri

dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya

tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.

Mortalitas 85-90% (Guyton, 2003).

Syok kardiogenik

Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah

mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel

kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang

irreversibel, yaitu :

1. Penurunan perfusi perifer

2. Penurunan perfusi koroner

3. Peningkatan kongesti paru-paru (Soeparman, 2008)

Rupture jantung

Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada

awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum

pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi

perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis

tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah

menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade

jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung

(Soeparman, 2008)

Tromboembolisme 

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel

menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus.

Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi

sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus

adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan

embolisme pada paru-paru (Price, 2006).

Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang

langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga

merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan,

kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara

kedua lapisan (Price, 2006).

Aneurisma Ventrikel

Merupakan komplikasi lambat dari Infark miokard yang meliputi

penipisan, penggembungan, dan hipokinesis dari dari dinding ventrikel kiri

setelah infark transmural. Aneurisma ini sering meimbulkan gerak

paroksimal pada dinding ventrikel, dengan penggembungan keluar segmen

aneurisma pada kontraksi ventrikel. Kadang-kadang aneurisma ini rupture

dan menimbulkan tamponade jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi

disebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel atau embolisasi

(Tambayong, 2000)

Aritmia

Gangguan irama jantung. Aritmia timbul aibat perubahan

elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini

bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman

grafik aktivitas listrik sel.

Faktor predisposisinya:

1. Iskemia jaringan

2. Hipoksemia

3. Pengaruh sistem saraf simpatis dan parasimpatis

4. Asidosis laktat

5. Kelainan hemodinamik

6. Keracunan obat

7. Gangguan keseimbangan elektrolit (Price, 2006)

13. Prognosis

Prognosis infark miokard didasarkan pada 3 indeks pengukuran:

1. Proses terjadinya aritmia yang gawat

2. Potensi serangan iskemia yang lebih jauh

3. Potensi memburuknya gangguan hemodinamik

Prognosis dapat menjadi lebih buruk dengan adanya pertambahan usia,

peningkatkan disfungsi ventrikel, disritmia ventrikel dan infark berulang,

selain itu keterlambatan dalam reperfusi, remodelling LV, infark anterior,

jumlah lead menunjukkan elevasi ST, blok cabang berkas dan tekanan darah

sistolik kurang dari 100 mm dengan takikardia lebih besar dari 100 per menit

(Guyton, 2003).

Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan baiknya reperfusi awal,

infark dinding inferior, pemberian pengobatan jangka pendek dan jangka

panjang dengan beta-blocker, aspirin, statin dan ACE inhibitor (Guyton,

2003).

BAB IV

KESIMPULAN

1. Diagnosis penyakit pada kasus PBL ini adalah infark miokard akut dengan

elevasi gelombang ST (STEMI)..

2. Penyebab infark miokard akut antara lain adalah penyakit jantung koroner,

hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus serta dipengaruhi pula oleh

lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi

alkohol dan kurang aktivitas.

3. Klasifikasi infark miokard akut berdasarkan gelombang ST dibagi menjadi

STEMI dan Non-STEMI.

4. Penegakan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang berupa EKG dan pemeriksaan laboratorium, foto

rontgen.

5. Kriteria diagnostik untuk IMA adalah jika ada dua dari faktor berikut yaitu

; adanya nyeri dada yang spesifik, perubahan EKG (gelombang Q

patologis dengan elevasi segmen - ST) dan peningkatan kadar CK-MB.

6. Patogenesis IMA diawali dengan plak ateroma yang berlanjut membentuk

sumbatan arteri sehingga aliran darah menjadi tidak lancar dan

menyebabkan kematian sel-sel jantung.

7. Penatalaksanaan IMA dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis

8. Komplikasi IMA antara lain adalah gagal jantung kongestif, syok

kardiogenik, dan aritmia dll.

9. Penilaian prognosis didasarkan pada proses terjadinya aritmia yang gawat,

Potensi serangan iskemia yang lebih jauh, Potensi memburuknya

gangguan hemodinamik.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.

Aziz, M., Farid; Julianto Witjaksono; Imam Rasjidi. 2008. Panduan Pelayanan

Medik. Jakarta : EGC

Davey, Patrick. 2006. At A Glance Medicine. Jakarta. Erlangga Medical Series.

FK UI. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia Jilid III edisi IV. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK

UI.

Govoni, Laura E dan Janice E Hayes. 1988. Drugs and Nursing Implications.

California : Appleton&lange.

Guyton, Arthur C. 2003. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta:

EGC Penerbitan Buku Kedokteran

Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.

Harun, Yohana. 2006. Infark Miokard Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid 1. Edisi 3. FKUI : Jakarta.

Isselbacher, Kurt J. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 ed. New

York: Mc Graw Hill.

Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga

University Press.

Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Kumar, Vinay. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Price Sylvia Anderson; Wilson Mc. Carty. 2006. Pathofisiologi Konsep Klinik

Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rilantono, Lily Ismudiati. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI.

Rubenstein, David, Davis Wayne dan John Bradley. 2005. Lecture Notes

Kedokteran Klinis. Jakarta: EMS.

Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Kedokteran dari Sel ke Sistem. EGC :

Jakarta.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Jakarta: Interna

Publishing.

Soeparman. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : UI Press

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC

Thaler, Malcolm S. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan Edisi 5.

Jakarta : EGC