Laporan Problem Based Learning 2 Fix

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 2BLOK TROPICAL MEDICINE Demam Tifoid

Tutor : dr. Lieza Dwianasri, M.Kes

Kelompok 1

Firman Pranoto G1A009134Naelin Nikmah G1A010001Tesa AgrawitaG1A010002Tyasa BudimanG1A010005Sofia KusumadewiG1A010006Himatun IstijabahG1A010007Ayustia Fani FG1A010008Anna Rumaisyah A.G1A010021Mayunda Riani A.G1A010022WindartoG1A010036JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2013BAB IPENDAHULUAN

Skenario KasusInformasi 1An. Bobo laki-laki usia 7 tahun datang ke poli klinik dengan keluhan demam. Keluhan tersebut dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Demam timbul perlahan, demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Anak sudah dibawa kedokter 4 hari yang lalu dan diberi obat penurun panas dan puyer (tetapi tidak tau obat apa saja yang didalam puyer tersebut), setelah minum obat panasnya turun kemudian 1 jam berikutnya kembali demam lagi. Selain demam, anak juga mengeluhkan perut terasa sakit, mual dan muntah yang berisi makanan. Nafsu makan menurun. BAK (+) N, namun sudah 2 hari ini anak tidak BAB. Anak tidak pernah mengeluhkan sakit yang sama sebelumnya. Anak terbiasa jajan makanan di pinggir jalan.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Klarifikasi IstilahTidak ada istilah yang diklarifikasi 2. Batasan masalahIdenitas pasien:Nama: An. BoboUsia: 7 tahunJenis kelamin: laki-lakiRPSKeluhan Utama: DemamOnset: 7 hari yang laluKualitas: bertambah saat sore sampai malam hari, dan turun saat pagi hariF. Memperingan: minum obat turun panas dari dokter, namun hanya turun selama 1 jam.Gejala penyerta: perut terasa sakit, mual dan muntah yang berisi makanan. Nafsu makan menurun. BAK (+) N, namun sudah 2 hari ini anak tidak BAB, tidak menggigil, tidak kejang.Progesifitas: demam perlahanRPDRiwayat sakit serupa: tidak pernahRiwayat pengobatan: ke dokter 4 hari yang lalu dan diberi obat penurun panas dalam sediaan puyerRSEKebiasaan: sering jajan di pinggir jalan

3. Analisis masalah a. Definisi demam: International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas (El Rahdi,2009 ; Fisher 2005).Tempat pengukuranJenis termometerRentang; rerata suhu normal (oC)Demam (oC)

AksilaAir raksa, elektronik34,7 37,3; 36,437,4

SublingualAir raksa, elektronik35,5 37,5; 36,637,6

RektalAir raksa, elektronik36,6 37,9; 3738

TelingaEmisi infra merah35,7 37,5; 36,637,6

Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda (Fisher,2005)

b. Macam-macam demam :1) Continued fever (sustained fever) : suhu tubuh terus-menerus di atas normal. Gejala ini ditemukan pada lobar pneumonia, typhus dan lain-lain. Demam kontinyu ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Demam Kontinyu

2) Remittent fever ( febris remittens ) : suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa kembali ke normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit purulent, kadang-kadang pada TBC paru-paru. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten3) Intermittent fever ( febris intermittens ) : Suhu tubuh tiap hari kembali ke tingkat yang normal selama beberapa hari dalam satu hari, kemudian naik lagi. Gejala ini ditemukan pada penyakit malaria. Pada demam intermiten umumnya suhu turun pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis a. Tersiana adalah demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali b. Kuartana adalah demam terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam atau empat hari sekali serangan demam datang.

Gambar 3. Demam intermiten

4) Hectic fever ( febris hectica ), memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih besar daripada remittent fever, mencapai 2 C - 4 C. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru dan sepsis. Demam Septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar. Hal ini ditandai dengan menurunnya temperatur dengan cepat ke normal atau di bawah normal, biasanya disertai dengan pengeluaran keringat yang berlebihan (menggigil dan berkeringat). Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. 5) Recurrent fever (febris recurrens) merupakan demam yang mengambuh.6) Undulant fever ( febris undulans ), ditandai dengan kenaikan suhu tubuh secara berangsur yang diikuti dengan penurunan suhu tubuh secara berangsur pula sampai normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit bruselosis.7) Irreguler fever (febris irregularis), ditandai dengan variasi diurnal yang tidak teratur dalam selang waktu yang berbeda. Gejala ini ditemukan pada demam rematik, disentri, influenza, sepsis, rheumocarditis dan lain-lain.8) Inverted fever ( febris inversa), dalam hal ini suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam hari. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru, sepsis dan bruselosis.9) Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).10) Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.11) Relapsing fever dan demam periodik :a. Demam Periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis.

Gambar 5. Pola Demam malaria

b. Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.c. Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.d. Demam Pel-Ebstein, digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

c. Etiologi demam Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009). Demam tanpa penyebab yang jelas (Fever Of Unknown Origin). Demam yang menetap dengan hasil pemeriksaan penunjang awal negatif disebut Demam Tanpa Penyebab Yang Jelas (Fever of Unknown Origin). Definisi klasik dari kelainan ini adalah Demam > 38,3C yang menetap tanpa diagnosis selama 3 minggu termasuk pemeriksaan 1 minggu di rumah sakit.

d. DD1) Demam tifoid : infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid mengakibatkan 3 kelainan pokok, yaitu : demam berkepanjangan, gangguan sistem pencernaan dan gangguan kesadaran (Widoyono, 2011).Demam lebih dari tujuh hari merupakan gejala yang paling menonjol. Demam ini bisa diikuti oleh gejala tidak khas lainnya, seperti anoreksia atau batuk. Gangguan saluran pencernaan yang sering terjadi adalah konstipasi dan obstipasi (sembelit), meskipun diare bisa juga terjadi. Gejala lain pada saluran pencernaan adalah mual, muntah atau perasaan tidak enak di perut. Pada kondisi yang parah, demam tifoid bisa disertai dengan gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan, apatis, somnolen hingga koma (Widoyono, 2011).2) Demam dengue/ DBD (infeksi virus dengue) (Wiradharma, 1999):Demam Dengue (DD) : penyakit febris virus akut, mialgia atau athralgia, rash, leucopenia. Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (umumnya 5-8 hari). Dijumpai sindrom trias: demam tinggi, nyeri anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari, ruam bersifat makulopapular.Demam Berdarah Dengue (DBD) : suatu demam berat sering fatal, disebabkan virus dengue, manifestasi timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler, hemostasis yang abnormal. Manifestasi klinis : demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, perdarahan, uji tourniquet (+) dan perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena, hepatomegali, syok atau tanpa syok.3) MalariaDidapatkan gejala klinis demam lebih dari dua hari dan kelemahan, namun hal ini tidak mencakup trias malaria yang terdiri dari demam lebih dari dua hari, menggigil, dan berkeringat (Widoyono, 2011).

Informasi 2Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Tampak lemahKesadaran: Compos mentis, GCS E4 V5M6 Vital sign: TD:110/70 mmHg N: 80x/menit, reguler RR: 20x/menit S: 38,5C

BB : 20 kg, TB : 100 cmMata : conjunctiva anemis, sclera ikterik (-)Mulut : lidah kotor (+), tepi hiperemis (+), lidah tremor (+) Tenggorokan faring hiperemis (-)Thorax : cor dan pulmo dbnAbdomen : Inspeksi : datarAuskultasi : BU (+) menurunPerkusi : timpaniPalpasi : Hepar teraba 1 jari BACD tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata. Lien tak terabaEkstremitas : akral hangat (+/+), ptekie (-/-)

Interpretasi informasi 2Dari informasi 2 didapatkan bahwa bobo keadaan umumnya abnormal yaitu kelihatan tampak lemah sedangkan pada kesadarannya masih tampak sadar penuh dengan melihat GCS-nya, yaitu mata masih bisa membuka secara spontan, motoriknya masih bisa mengikuti perintah dan verbalnya masih berorientasi baik. Dilihat dari vital sign terdapat bradikardi relatif karena seharusnya pada mekanisme kompensasi, pada setiap peningkatan 1C akan terjadi peningkatan nadi 8x/menit. Pada mata dapat dilihat bahwa Bobo anemia, tidak sedang hepatitis. Lidah kotor tepi hiperemis ditutupi selaput putih merupakan tanda khas tifoid. Pada pemeriksaaan abdomen terdapat nyeri tekan dan bising usus meningkat.

Sasaran Belajar1. Apa yang termasuk foodborne disease?Foodborne disease merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan dunia. Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun zat kimia. Mikroorganime penyebab foodborne disease antara lain bakteri (Salmonella, Campylobacter dan Listeria) dan virus (Norovirus dan Hepatitis A). Selain itu juga bisa disebabkan karena toksin, misalnya toksin yang dibuat oleh bakteri seperti Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus, dan Ciguatoxin (WHO, 2013).2. Anamnesis tambahan?a. Ditanyakan mengenai riwayat bepergian ke tempat tertentu sebelum gejala timbul.b. Ditanyakan apakah ada penyakit epidemi lokal di daerah tempat tinggal pasien, seperti influenza, kolera, dll.c. Apakah ada riwayat penyakit kronis pada pasien yang dapat meningkatkan resiko terkena infeksi?d. Ditanyakan mengenai riwayat imunisasi pada pasien.e. Ditanyakan mengenai riwayat transfusi, untuk kemungkinan virus yang bisa ditularkan melalui darah.f. Ditanyakan riwayat penyakit infeksi pada keluarga, ini dapat menunjukkan adanya defisiensi imun herediter.

Informasi 3Hasil LaboratoriumHb: 13,7 gr/dlHt : 40 %Leukosit: 3000/mm3Trombosit: 270.000/mm3HJL: 0/1/3/22/70/5Intrepretasi Info 3 Laboratorium DarahHb: 13,2 gr/dl normal (N: 13-18 gr/dL)Leukosit: 2000/mm3 Leukopenia (N: 4000-11000/mm3)Trombosit: 280.000/mm3 normal (N: 150.000 400.000/mm3)

Info 4Serologis Widal :Salmonella typhii O :1/320Salmonella typhii H : 1/640Salmonella Paratyphii AO : (-)Salmonella Paratyphii AH : (-)Salmonella Paratyphii BO : (-)Salmonella Paratyphii BH : (-)

IgM anti-Salmonella thypi : (+)IgG anti salmonella thypi : (+)

Interprestasi info 4Uji serologis didapatkan aglutinin O dan H mengalami peningkatan titer yang nilainya 1:160, bisa dikatakan bahwa pemeriksaan untuk salmonella typii positif. Namun pemeriksaan widal ini bukan merupakan gold standart dari demam typhoid. Gold standart pemeriksaan demam typhoid yaitu dengan menggunakkan kultur darah, namun karena mahal dan memerlukan waktu yang lama. Kultur ini jarang dilakukan di Indonesia. Dan tes widal inilah yang menjadi pilihan untuk demam tifoid (Gandasoebrata, 2001).Tes Widal i. Cara paling tua, banyak dilakukan untuk mendeteksi antibodi dari Salmonella thypiiii. Praktis dan cepat iii. Spesimen : darah iv. Prinsip pemeriksaan aglutinasi ( reaksi antigen dan antibodi)v. Cara : tabung atau slide serum diencerkan secara serial + suspensi antigen S.typhi aglutinasi dilaporkan pengenceran tertinggi aglutinasi (+)vi. Kelemahan efek prozone (-) palsu efek prozone, stadium penyakit, tx Ab, respon imunologi (+) palsu daerah endemik, riwayat infeksi, reaksi silang

vii. Nilai rujukan : (+) jika : aglutinin O titer 1:160 aglutinin H titer 1:160 aglutinin PA titer 1:160 aglutinin PB titer 1:160 (+) peningkatan 4x pd pem serialDiagnosis Kerja : Demam Tifoid e. c Salmonella thyposa1. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit menular yang menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang ditularkan secara oro-fecal (Pang, 1999).

2. EtiologiPenyebab demam typhoid adalah bakteri Salmonela typhii. Salmonella typhimurium (S. typhimurium) merupakan bakteri spesies lain dari jenis Salmonella yang bila menyerang tikus patogenesisnya mirip dengan demam tifoid pada manusia. Bakteri ini dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam makrofag sel inang maupun sel hepatosit dan sel splenosit sehingga dapat menghindari mekanisme bakterisidal makrofag. Sifat inilah yang menyebabkan sistem imun kita sulit untukmembunuhnya. Akan tetapi makrofag lah yang merupakan pertahanan utama terhadap bakteri tersebut. Untuk itu diperlukan suatu zat atau senyawa yang bersifat imunomodulator yang berguna untuk memacu dan meningkatkan kerja makrofag (Jawetz, 2005). Kuman ini memiliki tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :a. Antigen O (somatic)b. Antigen H (flagella)c. Antigen K (selaput)Menurut nomenklatur yang baru, Salmonella dibedakan menurut adanya keterkaitan DNA-nya, sehingga sekarang hanya terdapat dua spesies Salmonella bongori dan Salmonela enteric. Nama semula Salmonela typhi menjadi Salmonella enterica serovar Typhi yang disingkat menjadi S.typhii.3. Cara PenularanPenelanan makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja manusia merupakan cara penularan yang paling sering. Ledakan serangan yang disebarkan air karena sanitasi Jelek dan penyebaran fekal-oral karena ditemukan hygiene personal jelek, terutama di negara yang sedang berkembang. Kerang dan binatang kerang-kerangan lain yang di tanam air yang terkontaminasi oleh sampah juga merupakan sumber infeksi yang tersebar (Behrman, 2000).Manusia dapat terinfeksi tifoid setelah memakan atau meminum makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran atau air seni yang tercemar Salmonella typhi. Sumber penularan penyakit adalah penderita aktif mengeluarkan Salmonella typhi dalam kotoran dan air seninya, baik pada saat sedang sakit maupun pada fase penyembuhan (Sitorus, 2010). Menular lewat feses dan urin saat sedang sakit maupun dalam proses penyembuhan4. Tanda dan gejalaMasa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita (Rampengan, 2007).Diagnosis demam tifoid (WHO, 2009)1. Demam lebih dari tujuh hari2. Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas3. Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi4. Diare5. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan icterusDalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat (Rampengan, 2007). Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital. Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominen (Rampengan, 2007).Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman yang di dalamnya mengandung kuman Salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas (Rampengan, 2007).

5. Patogenesis Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

6. Patofisiologi Patofisologi Demam Tifoid (Emmeluth, 2008)Infeksi Salmonella thypii

reaksi inflamasisebagian masuk intestinal

hasilkan pirogen endogenhasilkan bradikinin masuk kel.limfe intestinal

set point tubuh meningkatinflamasi di sal.cerna menembus aliran darah

suhu meningkat peningkatan asam labung bersarang di hepar & lien

demam sensasi nyeri di perut endotoksin

kondisi makin menurun inflamasi lokal jaringan setempat

gangguan nutrisi & kekebalan tubuh hepatomegali, spenomegali

7. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang demam tifoid (Nasronudin, 2011):1. Pemeriksaan urin: albuminuria.2. Pemeriksaan tinja: a. Ditemukan banyak eritrosit dalam tinja (pra-soup stool), kadang-kadang ditemukan darah (bloody stool).b. Biakan kuman (diagnosis pasti) pada minggu kedua atau ketiga.3. Pemeriksaan daraha. Leukopenia, kadang leukositosisb. Neutropeniac. Limfositosisd. Aneosinofiliae. Anemiaf. SGOT/SGPT meningkatg. Biakan kuman untuk diagnosis pasti.demam tifoid (minggu pertama: 80-90%; minggu kedua: 20-25%; minggu ketiga: 10-15%).4. Pemeriksaan Widal, positif bila: Titer O Widal I 1/320.5. Biakan empedu tumbuh Salmonella thypi.6. PCR Salmonella thypi hasilnya positif.

8. Penatalaksanaan (WHO, 2009)1. Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per oral atau intravena) , selama 10-14 hari.2. Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100 mg/kgBB/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari.3. Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti seftriakson (80mg/kg IM atau IV, sekali sehari, selama 5-7 hari) atau sefiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari).

Informasi 4Penatalaksanaan Infus NaCl : 20 tetes per menitInjeksi cefotaksim 2x1 gr/hariInjeksi ondansentron 4 mg drip 1x1 (pagi)Paracetamol tab 3-4/ hari (jika demam)Diet serat rendah

9. Komplikasi Komplikasi intestinal :a. Perdarahan ususb. Perforasi ususc. Ileus paralitikKomplikasi ekstraintetstinala. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.c. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

6. PrognosisUmumnya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat mendapat pengobatan. Prognosis menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang berat :a. Hiperpireksia atau febris kontinub. Kesadaran menurunc. MalnutrisiTerdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopnemonie, dan lain-lain.

7. Pencegahan Demam Tifoid (Emmeluth, 2008)a. Dari segi makanan yang dikonsumsi1. Pilih makanan yang diolah untuk keamanan, yang bisa dimakan tanpa diolah hanyalah buah dan sayuran tertentu.2. Masak makanan minimal dengan suhu 70C agar mikroba yang ada disana mati. Daging, ikan, dan unggas jika sebelumnya beku harus dicairkan dengan teliti.3. Makan makanan matang dengan segera, semakin lama makanan dibiarkan setelah matang maka miroba yang ada disana semakin berkembang.4. Simpan makanan matang dengan hati-hati sebaiknya pada suhu 60C atau sekitar 10C untuk makanan yang dingin.5. Panaskan makanan dengan teliti untuk melawan mikroba yang berkembang selama penyimpanan makanan.6. Hindari kontak makanan mentah dengan makanan matang karena makanan matang yang aman bisa terkontaminasi walaupun hanya kontak sebentar dengan makanan mentah.b. Peningkatan higiene perorangan terutama kebersihan tangan dan lingkunganc. Sanitasi yang baik terutama penyediaan air bersihd. Vaksinasi terutama di daerah endemik demam tifoid. Vaksinasi yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut :1. Vaksin Vi PolysacharideDiberikan pada anak usia >2 tahun dan diinjeksikan secara subkutan atau intramuskular. Efektif selama 3 tahun dan dianjurkan untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Perlindungan terhadap Salmonella sebesar 70-80%.

2. Vaksin Ty21aVaksin oral dalam sediaan salut enterik serta cair pada anak usia >6 tahun. Diberikan 3 dosis dengan selang 2 hari. Efektif selama 3 tahun, perlindungan 67-82%.3. Vaksin Vi ConjugateDiberikan pada anak usia 2-5 tahun dan memiliki efek perlindungan sebesar 89% selama 45 bulan. Di Vietnam, vaksin ini sangat efektif dengan angka perlindungan 91,1% selama 27 bulan.

BAB IIIKESIMPULAN

1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella typhii yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella2. Gejala demam tifoid terjadi lebih dari tujuh hari diikuti oleh gejala tidak khas lainnya, seperti nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi.3. Tes widal merupakan suatu tes yang digunakan untuk mendeteksi antibodi kuman Salmonella thypii tetapi tes widal ini bukan gold standar untuk penegakan diagnosis. Gold standar pemeriksaan demam typhoid yaitu dengan menggunakkan kultur darah.4. Komplikasi yang terjadi pada demam tifoid adalah komplikasi instestinal yang terdiri dari perdarahan usus dan perforasi usus, sedangkan komplikasi ekstrainstestinal terdiri dari komplikasi kardiovaskuler, hepar, darah, dan ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-VerlagEl-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. 2009. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;.h.1-24.Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.Jawetz E, Melnick JL, Andelberg EA. 2005. Batang gram negatif enterik. In Setiawan I, editor. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGCNasronudin. 2011.PenyakitInfeksidiIndonesia:SolusiKini&Mendatang. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Pencetakan Unair.Pang T, Bhutta 2A, Finlay BB, Altwegg M. 1999. typhoid fever and other salmonellosis: a continuing chaitange.Trends Microbiol.Rampengan. 2007. Demam Tifoid : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 50-51Sitorus, Rosmawati. 2010. Vaksinasi: Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Penerbit KanisiusWidoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Edisi kedua. Jakarta: ErlanggaWiradharma, Danny. Diagnosis cepat Demam Berdarah Dengue. J Kedokteran Trisakti. Mei-Agustus 1999. Vol 18. No.22.hal 77-90.World Health Organization (WHO). 2013. Foodborne diseases. Available at : http://www.who.int/topics/foodborne_diseases/en/ . Diakses pada tanggal 15 September 2013.