52
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 4 BLOK TROPICAL MEDICINE Tutor: dr. Amalia Muhaimin, MSc. Disusun oleh: Kelompok 3 Fitri Yulianti G1A009093 Radita Ikapratiwi G1A009103 Gohlena Raja NC. G1A009009 Ryan Aprilian Putri G1A009025 Gesa Gestana A. G1A009124 Kusnendar Irmandono G1A009054 Anggia Puspitasari G1A008058 Noni Minty Belantric G1A009028 Herlinda Yudi Saputri G1A009080 Semba Anggen R. G1A009085 Sukma Setya Nurjati G1A009040 Nunung Hasanah G1A008073 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Laporan Problem Based Learning 4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Problem Based Learning 4

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 4

BLOK TROPICAL MEDICINE

Tutor:dr. Amalia Muhaimin, MSc.

Disusun oleh:Kelompok 3

Fitri Yulianti G1A009093Radita Ikapratiwi G1A009103Gohlena Raja NC. G1A009009Ryan Aprilian Putri G1A009025Gesa Gestana A. G1A009124Kusnendar Irmandono G1A009054Anggia Puspitasari G1A008058Noni Minty Belantric G1A009028Herlinda Yudi Saputri G1A009080Semba Anggen R. G1A009085Sukma Setya Nurjati G1A009040Nunung Hasanah G1A008073

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Laporan Problem Based Learning 4

BAB 1

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini

ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia,

parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah

merah.Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit

influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian. 

Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana

parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles.

Daerah selatan Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan

angka kejadian malaria tertinggi.

Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik. Sekitar

300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap

tahunnya. 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak.

Page 3: Laporan Problem Based Learning 4

BAB 2

PEMBAHASAN

Info 1

Tn. Mario (30 tahun) datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan demam terus menerus sejak

10 hari yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa 6 jam sebelum datang ke IGD Rumah

Sakit pasien tidak sadar dan kejang.

A. Klarifikasi Istilah

Tidak ada klarifikasi istilah

B. Batasan Masalah

Nama : Tn. Mario

Usia : 30 tahun

Keluhan Utama : tidak sadar dan kejang

Onset : 6 jam yang lalu

Gejala penyerta ` : demam terus menerus sejak 10 hari yang lalu

RPD : tidak ada

RP : tidak ada

RSE : tidak ada

C. Analisis Masalah

ANAMNESIS LANJUTAN

1. RPS :

- Kronologis

- Kejang seluruh tubuh atau hanya sebagian tubuh

- Karakteristik nyeri kepala

- Demam meningkat atau pernah turun sampai normal

- Demam bersamaan dengan menggigil dan nyeri atu tidak

- Ada pelo atau keluhan neurologis lainnya

- Gejala penyerta lainnya seperti mual, muntah, diare

- Pernah transfuse atau tidak?

Page 4: Laporan Problem Based Learning 4

2. RPD

- Penyakit sistemik : DM, hipertensi, stroke

- Dulu pernah kejang atau tidak

- Riwayat pengobatan

3. RPK

- Anggota keluarga mempunyai keluhan yang sama atau tidak

4. RP sosek

- Bagaimana keadaan lingkungan rumah

- Pernah ke Papua, Kalimantan atau Sumatera

- Tetangga ada yang mengalami hal serupa atu tidak

- Pekerjaan

- Status gizi

PEMERIKSAAN FISIK

- Vital sign

- Pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- blood smear : tebal dan tipis

- darah rutin

- rontgen kepala

- EEG

- LCS

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Malaria serebral

Gejala malaria serebral (malaria berat) ditandai dengan tanda-tanda penurunan

kesadaran berupa apatis, disorientasi, somnolen, stupor, spoor koma yang dapat terjadi

perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, yang

seringkali disertai kejang. Sebelumnya juga mengalami demaM (Zulkarnain, 2009).

Page 5: Laporan Problem Based Learning 4

Anamnesis tambahan

RPD: Ditanyakan apakah penderita sedang dalam keadaan daya tahan tubuh yang rendah,

misalnya penderita penyakit keganasan, HIV, atau penderita dalam pengobatan kortiko

steroid.

Ditanyakan apakah penderita berkunjung dari daerah endermis malaria seperti Papua dan

Kalimantan (Zulkarnain, 2009).

Pemeriksaan fisik

Penurunan kesadaran, sampai koma yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa

haril atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam dengan disertai kejang.

Gejala lain berupa upper motorneuron, tidak didapatkan gejala-gejala neuorlogi fokal,

kelumpuhan saraf cranial, kaku kuduk, kadang-kadang ditemukan perdarahan retina.

Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS (Glasgow Coma Score)

biasanya juga disertai gagal ginjal akut (Zulkranain, 2009)

Pemeriksaan penunjang

Anemia

Hippoglikemia

sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam

pengobatan quinine

Malaria Algid

terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70mmHg, disertai keringat

dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1○C. syok umumnya terjadi karena

dehidrasi dan biasanya bersamaaan dengan sepsis. Pada kebanyakan kasus didapatkan

tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena vasodilatasi

Asidosis

Asidosis (bikarbonat <15meq) atau asidemia (pH <7,25), pada malaria

menunjukkan prognosis yang buruk (Zulkarnain, 2009).

Page 6: Laporan Problem Based Learning 4

Meningitis

Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer

yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang belakang, yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.

Manifestasi Klinis yang terjadi pada meningitis adalah :

a. Sakit kepala merupakan gejala umum meningitis bakterialis dan frekuensinya pada

anak – anak yang berusia tua ataupun orang dewasa sebanyak (80-95%).

b. Demam adalah gejala yang sering terjadi pada penyakit infeksi, dan presentase

kejadiannya pada anak – anak dan pada orang dewasa sebesar (70 -95%).

c. Fotofobia : gejala ini pada anak anak dan orang dewasa memiliki presentase 30-

50%.

d. Muntah : Muntah merupakan gejala yang sangat sering dijumpai dan frekuensi

kejadiannya 90% pada anak – anak dan 10% dari orang dewasa (Scarborough,

2008):

Tanda :

a. Kaku leher (50-90%)

b. Kebingungan (75-85%)

c. Tanda kernig (5%)

d. Tanda brudzinski (5%)

e. Defisit Neurologis (20-30%)

f. Ruam (10-15%)

g. Kejang (Scarborough, 2008)

Pemeriksaan penunjang meningitis (Scarborough, 2008), dapat dilakukan pemeriksaan

diagnostic screening untuk sepsis pada cairan serebrospinal. Hasilnya adalah:

a. Laboratorium darah

b. Pungsi lumbal CSS: purulen.

c. Kultur CSF dan kultur darah

d. CT Scan: ditemukan infark otak dan lesi.

e. EEG: tanda-tanda fokal atau multifokal.

Page 7: Laporan Problem Based Learning 4

Ensefalitis

1. Alasan pada kasus

Terdapat demam, kejang, dan kesadaran menurun

2. Anamnesis Tambahan

a. Nyeri kepala progresif

b. Muntah

c. Penglihatan kabur (Mansjoer, 2000).

3. Pemeriksaan Fisik

a. Edema papil

b. Tanda-tanda defisit neurologis (Mansjoer, 2000).

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan LCS : peningkatan tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis,

jumlah protein melebihi normal, dan kadar klorida serta glukosa dalam batas normal

b. Pemeriksaan elektroensefalogram

c. Rontgen kepala

d. CT scan otak (Mansjoer, 2000).

Tetanus

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeri ksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :

1.Gejala klinik

Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. anamnesis tambahan : adanya riwayat perlukaan, sesaat akan kejang terdapat kejang

pada rahang atau tidak serta riwayat pekerjaan

3. Kultur: C. tetani ( +) .

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Page 8: Laporan Problem Based Learning 4

Info 2

Anamnesis lanjutan didapatkan sebelum tidak sadarkan diri, Tn. Mario mengeluh panas

yang didahului dengan menggigil. Suhu naik turun, nafas menjadi cepat, dan kemudian

berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak

nyaman pada perut serta diare ringan. BAK tidak ada keluhan. Selama sakit tidak ada keluhan

bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Tidak ada anggota keluarga

maupun tetangga sakit serupa. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke Papua dan pulang

ke Purwokerto akibat sakitnya. Tidak ada riwayat trasnfusi sebelumnya.

Info 3

Pemeriksaan fisik :

- Kesadaran GCS 9

- Mata : Pupil isokor RC (+/+) N, Konjungtiva palpebra anemis, Sklera ikterik

- Leher : Kaku kuduk (-)

- Torak: dalam batas normal

- Abdomen : H/L tidak teraba

- Ekstremitas : Reflek patella (+/+) N, Reflek babinsky (-)

Info 4

Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, apusan darah malaria

tebal dan tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+) dengan kepadatan 13.800 parasit/uL.

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

Interpratasi pemeriksaan Laboratorium

Hb : 4,6 mg/dl (turun)

GDS : 145 mg % (normal)

Darah Malaria tebal tipis : ditemukan Plasmodium falciparum 13800 / µl (positif)

Page 9: Laporan Problem Based Learning 4

Eliminasi Diagnosis Diferensial

Berdasarkan informasi 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa tipe panas yang khas yaitu

menggigil, panas kemudian berkeringat, suhu naik turun, mempunyai riwayat pergi ke tempat

endemis malaria yaitu Papua dan pulang dalam keadaan sakit menandakan bahwa ini

memperkuat DD Malaria.

Selain itu, pada pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada gangguan pada SSP, dan reflek

patella (+) serta reflek babinsky (-) sehingga DD meningitis dapat dihilangkan.

Berdasarkan Info 2 tidak ada gejala penyerta muntah dan penglihatan kabur,tidak ada

edema papil,tidak ada tanda defisit neurologis,maka DD ensefalitis dapat dihilangkan.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Tn. Mario positif P. falcifarum dan adanya anemia

berat. Berdasarkan informasi yang didapat dari anamnesis sampai pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tn. Reno menderita Malaria falsifarum dengan

komplikasi malaria cerebral dan anemia berat.

Page 10: Laporan Problem Based Learning 4

BAB 3

SASARAN BELAJAR

DIAGNOSIS KERJA

MALARIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI MALARIA SEREBRAL

DAN ANEMIA BERAT

1. Pengertian

Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium

ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam

yang sering periodik, anemia, splenomegali, dan berbagai kumpulan gejala oleh karena

pengaruhnya pada beberapa organ misalnya, otak, hati dan ginjal.

Malaria dalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium

yangmenyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam

darah.Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan

splenomegali.Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung

tanpa komplikasiataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria

berat.

Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi

malariaserebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma

yangmenetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat

ditunjukkandan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.

(Zulkarnain,2006)

2. Epidemiologi

Dari 300 - 500 juta kasus klinis malaria di dunia, terdapat sekitar 3 jutakasus malaria

berat (malaria komplikasi) dan kasus kematian akibat malaria. Darikasus tersebut, paling

banyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Malaria berat atau malaria komplikasi

yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum ditandai dengan disfungsi berbagai organ.

Salah satu jenis malaria komplikasiadalah malaria serebral6. Studi terhadap populasi

Page 11: Laporan Problem Based Learning 4

migran di Indonesia menunjukkan bahwa risiko terkena malaria komplikasi setiap

tahunnya 1,34 kali pada orang dewasa (>15 tahun) dan 0,25 kali pada anak-anak (<10

tahun) (Harijanto, 2000)

3. Etiologi

Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit, dan mengalami pembiakan aseksual

di jaringan hati dan eritrosit

Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina

Parasit Malaria yang terdapat di Indonesia:

1. Plasmodium Vivax (Malaria tertiana, BenignMalaria)

2. Plasmodium Falciparum (Malaria tropika, Malignan Malaria)

Plasmodium falciparum bentuk aseksual, selain itu bisa P. Vivax dan P. Knowlesi

(Harijanto, 2009).

4. Manifestasi Klinis

Secara umum, malaria dibagi menjadi 2, yaitu malaria non komplikata dan malaria berat.

Manifestasi klinis dari kedua jenis malaria tersebut berbeda. Malaria mempunyai

gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenommegali. Masa inkubasi

bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum

terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin

di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, dan

kadang-kadang dingin. Sedangkan untuk manifestasi klinis malaria berat jika terdapat

parasitemia P. falsiparum fase aseksual dengan disertai satu atau lebih gambaran klinis

atau laboratories berikut ini :

a. Manifestasi klinis antara lain : kelemahan, gangguan kesadaran, respiratery distress

(pernapasan asidosis), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal,

ikterik, hemoglobinuria.

b. Pemeriksaan laboratorium , antara lain : anemia berat , hipoglikemia, asidosis,

gangguan fungsi ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia (Sudoya, 2006).

5. Diagnosis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

Page 12: Laporan Problem Based Learning 4

a. Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

mual,muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik

malaria.

c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

d. Riwayat sakit malaria.

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

f. Riwayat mendapat transfusi darah.

Pemeriksaaan Fisik

a. Demam (T ≥ 37,5°C).

b. Konjunctiva atau telapak tangan pucat.

c. Pembesaran limpa (splenomegali).

d. Pembesaran hati (hepatomegali).

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

a. Temperatur rektal ≥ 40°C.

b. Nadi cepat dan lemah/kecil.

c. Tekanan darah sistolik <70mmHg.

d. Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit

padabalita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.

e. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.

f. Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

g. Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir

kering,produksi air seni berkurang.

h. Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.

i. Terlihat mata kuning atau ikterik.

j. Adanya ronkhi pada kedua paru.

k. Pembesaran limpa dan atau hepar.

l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.

m. Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.

Page 13: Laporan Problem Based Learning 4

Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat ditemukan

(Brust,2007):

a. Ensefalopati difus simetris

b. Kejang umum atau fokal

c. Tonus otot dapat meningkat atau turun

d. Refleks tendon bervariasi

e. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi

f. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)

g. Mulut mencebil ( pouting ) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul

h. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity

i. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada

j. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi

spasmesering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang

terlihat

k. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,

Kernigs(+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus disingkirkan

denganpemeriksaan punksi lumbal (LP)

l. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering

naik ringan.

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya terdapat 3

gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:

a. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik 

b. Kejang umum dan sekuel neurologik 

c. Koma menetap selama 24-72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kemudian tak

dapat dibangukan

 

Kriteria diagnosis lainnnya, yaitu menurut Lubis dkk (2005) dalam dexamedia

2005,yaitu harus memenuhi lima kriteria berikut:

a. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah malaria.

b. Demam atau riwayat demam yang tinggi.

Page 14: Laporan Problem Based Learning 4

c. Ditemukan parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.

d. Adanya manifestasi serebral berupa kesadaran menurun dengan atau tanpa gejala-

gejalaneurologis yang lain, sedangkan kemungkinan penyebab yang lain telah

disingkirkan.

e. Kelainan cairan serebro spinal yang berupa Nonne positif, Pandi positif

lemah,hipoglikemi ringan.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dengan mikroskop

Sebagai gold standar pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita

adalahmikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi (Brust,2007).

Pemeriksaan darah tebal dantipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium

Plasmodium

Kepadatan parasit

Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

Kuantitatif 

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah

tipis.

Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat ( Rapid Diagnostic Test )

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakanmetoda immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau

padakeadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat

Page 15: Laporan Problem Based Learning 4

diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes

serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer

>1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.

6. Diagnosis Differensial

Pada malaria serebral, diagnosis bandingnya adalah ensefalopati lain, seperti

infeksi bakterial, virus, jamur, metabolik maupun gangguan serebovaskular. Trauma

kepala, alkoholisme dapat disingkirkan dengan anamnesis atau adanya tanda trauma.

Meningitis harus disingkirkan dengan melakukan pungsi lumbal. Pada malaria, umumnya

pemeriksaan serebro spinal normal (Harijanto, 2009).

Diagnosis banding malaria dengan ikterus adalah leptospirosis, demam tifoid,

demam kuning, sepsis, dan penyakit sistem biliaris (kolesistitis). Jika ikterik disertai

demam lebih mengarah pada diagnosis malaria daripada infeksi virus hepatitis (Harijanto,

2009).

Diagnosis banding malaria berat dengan gangguan fungsi ginjal didasarkan pada

penyebab lain terjadinya gagal ginjal akut seperti glomerulonefritis, hemolisis

intravaskuler yang masif, penyakit sel sabit, reaksi transfusi inkompatibilitas, demam

tifoid, gigitan ular, leptospirosis, obat-obatan nefrotoksik, trauma,dan heat stroke

(Harijanto, 2009).

Hipoglikemia pada malaria berat harus dibedakan dengan hipoglikemia karena

sebab lain seperti diabetes melitus, sepsis, insulinoma. Hipotensi pada malaria dapat

merupakan manifestasi malaria algid dan harus dibedakan dengan hipotensi karena

gangguan sirkulasi, penyakit pembuluh koroner jantung, insufisiensi adrenal, dan sepsis

(Harijanto, 2009).

Mekanisme edema paru pada malaria serebral belum jelas, perlu dibedakan

dengan gagal napas karena sebab lain seperti infeksi paru akut, sepsis, kelebihan cairan,

pneumonia aspirasi, dan intoksikasi obat (Harijanto, 2009).

7. Siklus hidup plasmodium

Page 16: Laporan Problem Based Learning 4

8. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus aseksual

9. Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam

darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad

tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada

daur hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi

merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung

parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena

prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau

eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian

tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk

dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-

tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat

menimbulkan relaps (kekambuhan).

10.

11. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak

sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur

dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian

berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan

selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel

keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk

mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk

skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan

betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah.

12.Siklus Hidup Plasmodium, Siklus seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah

yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada

makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir

parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif

disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam

makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut

Page 17: Laporan Problem Based Learning 4

ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung.

Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan

sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk

menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus

preeritrositik.

Siklus Hidup Plasmodium

13. Patogenesis

Sporozoit↓

Masuk ke aliran darah lewat gigitan nyamuk↓

45 menit↓

Masuk ke hepar (sebagian kecil mati karena pertahanan imun tubuh)↓

5,5 hari↓

Terbentuk skizon hepar (sebagian kecil difagositosis, sehingga tidak terbentuk skizon)↓

Pecah↓

Keluar merozoit↓

Masuk aliran darah, menuju ke eritrosit↓

Page 18: Laporan Problem Based Learning 4

>12 jam↓

Terbentuk tropozoit muda↓

36 jam↓

Terbentuk skizon↓

Pecah↓

Terbentuk gametosit (mikrogamet dan makrogamet)↓

Jika tergigit vektor nyamuk, maka gametosit akan masuk ke tubuh nyamuk↓

Terbentuk zigot↓

Terbentuk ookinet, bergerak menuju ke dinding perut nyamuk↓

Ookista↓

Sporozoit 14. Patofisiologi

a. Demam, menggigil,berkeringat

Demam adalah kondisi tubuh akibat peningkatan suhu tubuh, biasanya 1° C - 4° C,

sebagai suatu respon tubuh terhadap kondisi akut, terutama saat terjadi inflamasi

akibat infeksi. (Kumar, 2007). Respon ini diakibatkan adanya pirogen-pirogen, yaitu

zat-zat yang menstimulus terjadinya demam. Pirogen dibagi dua jenis:

a. pirogen eksogen: pirogen dari luar tubuh manusia; biasanya berasal dari produk-

produk mikroba, toksin mikroba, dan mikroorganisme itu sendiri. Contoh pirogen

eksogen adaklah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan semua bakteri gram-

negatif, enterotoksin Staphylococcus aureus, toksin streptococcal A dan B

(superantigen)

b. pirogen endogen: pirogen dari dalam tubuh manusia, berasal dari sitokin, yaitu

suatu protein kecil yang mengatur sistem imun, inflamasi, dan hematopoiesis.

Sitokin yang menyebabkan terjadinya demam disebut sitokin pirogen, di

antaranya IL-1, IL-6, Tumor Necrosis Factor (TNF), Ciliary Neutrotropic Factor,

Page 19: Laporan Problem Based Learning 4

dan Interferon (INF) – α. Lalu, sistem seluler yang memicu sitokin adalah monosit

(paling utama), neutrofil, dan limfosit.

Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen

yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Virus pun

dapat menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya

mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-

antibodi pun mampu menginduksi pirogen endogen.

Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-kapiler

di circumventricular vascular organ sehingga meembuat konsentrasi prostaglandin-E2

(PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga

PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk

meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di

tubuh (Kasper, 2005).

Saat terjadi penghancuran jaringan dan zat pirogen, dehidrasi, atau suhu di luar tubuh

lebih dingin dibanding di dalam tubuh, akan ditangkap oleh reseptor suhu perifer dan

sinyal sensorik tersebut akan dibawa ke pusat, yaitu hipotalamus area preoptik.. Nilai

normal pada set point akan berubah menjadi lebih tinggi karena sebagai respon untuk

menghangatkan tubuh. Saat itu terjadi, suhu di tubuh (darah) lebih rendah dari set

point hipotalamus. Tubuh akan terasa dingin. Saat tubuh terasa dingin, akan timbul

sistem pengaturan suhu, yaitu berupa proses heat gain (peningkatan termogenesis

atau pembentukan panas)

a. peningkatan produksi thyroid releasing hormone (TRH) yang menstimulus organ

hipofisis anterior untuk meningkatkan produksi thyroid stimulating hormone

(TSH). Hormone TSH tersebut akan menstimulus tiroid untuk meningkatkan

produksi tiroksin (T3 dan T4) sehingga kecepatan metabolisme seluler akan

meningkat

b. stimulus ke epinefrin dan norepinefrin untuk meningkatkan simpatis. Simpatis

akan menyebabkan vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh --> aliran darah menuju

daerah perifer berkurang --> kulit menjadi pucat. Stimulus simpatis juga akan

Page 20: Laporan Problem Based Learning 4

menyebabkan musculus arector pilli berkontraksi, yang akan membuat

pemindahan panas ke lingkungan menjadi berkurang.

c. pusat motorik primer di dekat ventrikel ketiga akan terangsang oleh rasa dingin di

tubuh. Pusat ini akan teraktivasi dan meneruskan sinyal ke neuron motorik. Tonus

otot rangka akan meningkat, namun sinyal tersebut tidak teratur sehingga gerakan

otot tidak teratur dan terjadilah mengigil

Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meninggi berhasil dihilangkan,

set point hipotalamus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di

hipotalamus lebih rendah dari suhu tubuh. Saat itu terjadi, tubuh akan terasa panas,

sehingga bagian hipotalamus yang aktif pada suhu panas yaitu hipotalamus anterior

akan mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan

mendorong pengeluaran panas dengan menumbulkan vasodilatasi kulit. Vasodilatasi

terjadi membuat tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut fase “merah

merona”. Apabila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk mengurangi

kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif sehingga mekanisme

berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh keluar dengan cara evaporasi.

(Guyton, 2007, Sherwood,2001)

b. Demam

Page 21: Laporan Problem Based Learning 4

c. Anemia

Endogen Eksogen

Pirogen

Mikroorganisme : toksin

(endotoksin)

IL-1; IL-6; TNFα; IFN Stimulasi leukosit

(limfosit, monosit, neutrofil)

OVLT (corpus kalosum lamina terminalis: batas

sirkulasi dan saraf otak)

PGE2

Area pre-optik/ nucleus pre-optik ventromedial

Neuron sensitif panas

Neuron sensitif dingin

(+) (-)

↑ pembuangan panas

↓ pembuangan panas

Suhu pre-optik ↓Set point hipotalamus berubah

Saraf simpatetik Pusat vasomotor

Perubahan perilaku

Piloereksi (menggigil);

produksi panas

Vaso konstriksi Penyesuaian lingkungan

Demam

Page 22: Laporan Problem Based Learning 4

Penyebab anemia bersifat multifaktorial dan kompleks, meliputi 2 hal yaitu

penghancuran eritrosit baik yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi parasit

(hemolisis), dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoiesis)

(Nugroho, 2009).

Hemolisis terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit,

penghancuran eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem

retikuloendotelial di limpa karena deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga

tidak dapat melalui sinusoid limpa, atau dapat juga disebabkan mekanisme imun.

Pada mekanisme imun tersebut, baik eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi akan

diselubungi oleh antibodi IgG yang kemudian dihancurkan oleh limpa (Nugroho,

2009).

Mekanisme hemolisis lain dapat juga disebabkan oleh produksi ROS yang

berlebihan yang dapat merusak membran sel eritrosit dan menimbulkan anemia.

Diduga berkurangnya kemampuan deformabilitas eritrosit berperan penting dalam

menyebabkan anemia, karena eritrosit tidak berhasil lolos dari sinusoid di pulpa

merah limpa dan akan difagositosis oleh makrofag. Berkurangnya kemampuan

deformabilitas ini disebabkan oleh kegagalan pompa Na+/K+ dengan akibat

sitokin

Page 23: Laporan Problem Based Learning 4

akumulasi ion Na+ intraselular. Kegagalan pompa Na+/K+ diduga disebabkan oleh

peningkatan kadar NO yang dipicu oleh sitokin. Data terakhir menunjukkan bahwa

supresi sumsum tulang berkaitan dengan ketidak seimbangan kadar sitokin IL-10 dan

TNF. Rasio IL-10 : TNF kurang dari 1 dihubungkan dengan anemia berat (Nugroho,

2009).

d. Tidak enak di perut

Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat dalam

tubuh) paling banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil

autopsi ditemukan bahwa sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh, dan

jumlah yang paling banyak adalah pada otak, namun juga terjadi di jantung, mata,

hati, ginjal, intestinal, dan jaringan lemak. Dari hasil yang menuju kepada intestinal

ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon yang mengakibatkan

tidak enak perut dan diare (Dondorp, 2005).

e. Nafas Cepat

Kerusakan eritrosit + penurunan fungsi sumsum tulang↓

Oksidasi jaringan berkurang↓

Asidosis↓

Kompensasi : peningkatan pernafasan

f. Penurunan kesadaran

Page 24: Laporan Problem Based Learning 4

Gangguan fungsi mitokondria akibat inflamasi timbul melalui 2 mekanisme,

pertama mitokondria tidak dapat menggunakan oksigen yang cukup tersedia, karena

sitokin proinflamasi menghambat kemampuan mitokondria untuk menggunakan

oksigen. Mekanisme kedua adalah mitokondria kekurangan oksige, karena sitokin

proinflamasi secara tidak langsung mengurangi suplai oksigen ke sel yang

selanjutnya mengurangi kemampuan mitokondria untuk menghasilkan ATP.

Gangguan suplai oksigen ke sel terjadi karena sitokin secara tidak langsung

meningkatkan sekuestrasi baik eritrosit terinfeksi maupun leukosit dan trombosit,

atau peningkatan produksi mikropartikel. Gangguan pada mitokondria menyebabkan

ensefalopati, hiperlaktatemia, dan asidosis metabolik (Nugroho, 2009).

sitokin

Page 25: Laporan Problem Based Learning 4

Hipovolemi dapat berperan menimbulkan gangguan perfusi jaringan dan

asidosis, selain karena gangguan pada mitokondria. Dampak fisiologis utama dari

asidosis adalah gangguan kontraktilitas miokardium, dilatasi arteri, dan dilatasi vena

yang menyebabkan penurunan curah jantung dan gangguan perfusi organ termasuk

ke otak. Asidosis juga menyebabkan gangguan pernapasan (pernapasan Kussmaul)

yang menyebabkan penurunan kadar CO2 plasma dan selanjutnya menyebabkan

vasokonstriksi serebral yang dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Gangguan

perfusi dan metabolik serebral juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan

kejang (Nugroho, 2009).

Page 26: Laporan Problem Based Learning 4

g. Kejang

h.

i.

j.

k.

l.

Gambar Skema Patofisiologi Gejala pada Malaria Serebral

m. Suhu naik turun

Pada infeksi malaria, demam secara periodik (naik turun) berhubungan dengan waktu

pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang mamsuk dalam aliran

darah (sporulasi). Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah

yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel

makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara

lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang

merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogeni pada ke

Merozoit menginvasi Eritrosit

Jumlah >>

Respon imun

Produksi sitokin dan mediator inflamasi ↑

DEMAM

Tumbuh di dalam eritrosit menjadi bentuk matur

Kecacatan eritrosit

TIK ↑Kegagalan mikrovaskuler di otak

Permeabilitas sistemik↑

obstruksi pembuluh darah

ANEMIA

Hemolisis

Sekuestrasi

PfEMP-1 + Adhesi endotel

Gangguan ektabilitas neuronhipoksia

KEJANG

Ganguan Na-K ATPase

KOMA

NYERI KEPALA

Page 27: Laporan Problem Based Learning 4

enpat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P. falciparum memerlukan

waktu 36-48 jam, P. Vivax/ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P.

falciparum dapat terjadi setiap hari, P vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P

malariae demam timbul selang waktu 2 hari.(Departemen Parasitologi FKUI, 2008)

n. Nyeri Badan

Piroken eksogen dan endogen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-kapiler di

circumventricular vascular organ sehingga membuat konsentrasi prostaglandin-E2

(PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga

PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk

meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di

tubuh(Kasper,2005)

o. Konjungtiva anemis

karena terjadi perusakan eritrosit oleh parasit hambatan eritropoiesis di sum-sum

tulang (sementara), eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit dan

pengaruh sitokin sehingga konjunctiva tampak pucat karena kekurangan eritrosit

p. Sklera Ikterik

Ketika parasit Plasmodium berhasil berkembang biak dalam hati & sel darah

merah,parasit ini akan menyerang hemoglobin,akibatnya banyak sel darah merah

yang pecah sehingga terjadi banyak pembentukan bilirubin.Hiperbilirubinea akan

menyebabkan sclera ikterik karena pada sclera terdapat banyak pembuluh darah.

Ikterik dapat terlihat paling mudah pada bagian sklera. Adapun mekanisme

terjadinya ikterus dalam kasus ini adalah karena banyaknnya plasmodium yang

menginfeksi tubuh siti. Plasmodium ini menyebabkan terjadinya peningkatan proses

hemolisis. Pecahnya sel darah ini akan menyebabkan hemoglobin di fagosit oleh

makrofag ( sistem retikuloendotelial ) seluruh tubuh. Hemoglobin ini kemudian akan

dipecah menjadi molekul heme dan globin. Ketika ikatan dari cincin heme di buka

maka akan menghasilkan pigmen empedu. Pigmen yang pertama terbentuk adalah

biliverdin. Namun, pigmen ini akan dengan cepat di ubah menjadi bilirubin, yang

Page 28: Laporan Problem Based Learning 4

akan dilepaskan dengan cepat ke dalam plasma. Peningkatan jumlah bilirubin di

dalam plasma ini lah yang menyebabkan tubuh menjadi berwarna kekuningan.

Karena pada dasarnya bilirubin merupakan suatu pigmen berwarna kuning-kehijauan

q. Nyeri Sendi dan tulang

Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen

yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Virus pun

dapat menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya

mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-antibodi

pun mampu menginduksi pirogen endogen.

Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-

kapiler di circumventricular vascular organ sehingga meembuat konsentrasi

prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat,

tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk

meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di

tubuh (Kasper, 2005).

r. Penurunan Kesadaran

Patofisiologi malaria serebral dimulai dari stadium merozoit yang menginvasi sel

darah merah dan tumbuh di dalam sel darah merah menjadi stadium matur/ roset.

Jumlah parasit yang semakin banyak menimbulkan demam pada penderita, sedangkan

sel darah merah dirusak dan terjadi peningkatan hemolisis sel darah merah, sehingga

terjadilah anemia. Eritrosit yang terinfeksi parasit (EP) dapat melakukan

sitoadherensi, yaitu perlekatan EP terhadap endotel vaskular. Hal ini dibantu oleh

adanya P.falciparum eritrosit membrane protein (PfEM-1) yang berikatan dengan

molekul adhesi pada endothel. Pada reseptor endothelium vaskular banyak yang dapat

mengikat PfEMP-1, dengan distribusi yang berbeda dalam berbagai organ dan

kontribusi yang berbeda untuk bergulir, menarik, dan mengikat sehingga stabil.

Namun, sitoadheren ini menyebabkan sequester pada EP di sirkulasi mikro,

kebanyakan terjadi pada kapiler dan vena post-kapiler (Dondorp, 2005).

Page 29: Laporan Problem Based Learning 4

Selain fenomena sitoadherens, kecacatan eritrost, rosset, dan auto aglutinisasi juga

merupakan menyebab terjadinya kegagalan sirkulasi mikro. Penggumpalan dalam

pembuluh darah dapat diperberat dengan adanya sitokin pro-inflamatory yang dapat

mempromosikan perlekatan EP kedalam vaskular otak, dan juga dapat menyebabkan

koma (Dondorp, 2005).

s. Nyeri Kepala

Peningkatan umum ringan pada permeabilitas vaskular sistemik terjadi pada

malaria berat. Pada kondisi ini, BBB secara fungsional tetap utuh, sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan intrakranial merupakan

penyebab terjadinya nyeri kepala dan koma pada malaria serebral (Dondrop, 2005).

15. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan sama dengan pencegahan umum terhadap malaria.

Secara komunitas penyakit malaria dapat dicegah dengan melakukan Pembersihan

Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, memakai

Merozoit menginvasi Eritrosit

Jumlah >>

Tumbuh di dalam eritrosit menjadi bentuk matur

Respon imun

TIK ↑

Permeabilitas sistemik↑

NYERI KEPALA

Page 30: Laporan Problem Based Learning 4

kelambu. Secara personal, pencegahan yang dapat dilakukan adalah ketika kita

melakukan perjalanan ke tempat endemik malaria, penggunaan rejimen kemoprofilaksis

yang efektif adalah penting, disertai dengan kewaspadaan secara hati-hati terhadap

tindakan personal untuk mencegah gigitan nyamuk. Di daerah endemis malaria, strategi

untuk mencegah malaria dan dampaknya termasuk pengendalian vektor, profilaksis, dan

pengobatan pencegahan sekali-sekali dalam kehamilan. Untuk pelancong (termasuk

Odha) ke daerah malaria, kombinasi kemoprofilaksis dan tindakan perlindungan personal

dapat sangat efektif untuk mencegah malaria. Satu dari tiga obat diusulkan di AS untuk

profilaksis: atovakuon proguanil, meflokuin atau doksisiklin. Regimen diminum satu

minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Pada

penduduk yang tinggal sementara didaerah endemic disarankan untuk menggunakan

selama 3-6 bulan (DHHS, 2009).

Pencegahan Primer

1. Tindakan terhadap manusia

a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada

setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama

edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria,

dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan

malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

b. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada

masyarakat tentang cara pencegahan malaria.

c. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan

menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak

nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

d. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai

subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

2. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan

dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena

infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko

jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang

Page 31: Laporan Problem Based Learning 4

saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum

tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif

maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah

100 gram basa.

Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung

ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2

minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap

minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama

4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu

dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria

dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan

terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap

pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek

samping sangat besar.

3. Tindakan terhadap vector

a. Pengendalian Mekanik

Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,

misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.

Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan

manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.

b. Pengendalian secara Biologis

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk

hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator

atau pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan

populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan

keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan

radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi

nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara

komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus

thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan

Page 32: Laporan Problem Based Learning 4

Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu

memeberantas serangga.

Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang

memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah

nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber

mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk

melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan

kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).

c. Pengendalian secara Mekanik

Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan

insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat

sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka

pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesa

PENCEGAHAN SEKUNDER

1. Pencarian penderita manusia

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita

malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis

mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara

melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

2. Diagnosis Dini

3. Pengobatan yang tepat dan adekuat

PENCEGAHAN TERTIER

1. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

2. Rehabilitasi mental atau psikologis

16. Program Pemerintah untuk pemberantasan

a. Pemeriksaan sediaan darah

Diperlukan dukungan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk

menjamin ketersediaan bahan/reagen lab/mikroskopis malaria, kemampuan

Page 33: Laporan Problem Based Learning 4

petugas kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan, dan ketersediaan obat

malaria.

b. Cakupan pengobatan ACT

Resistensi terhadap obat klorokuin menjadi salah satu permasalahan dalam

pengobatan malaria. Saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak

menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT

(artemisin-based combination therapy).

17. Penatalaksanaan Malaria Serebral

a. Pengobatan Simptomatik

1) Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia dengan parasetamol 15

mg/kgBB/kali, pemberian setiap 4 jam dan dilakukan juga kompres hangat.

2) Pemberian antikonvulsan bila kejang. Dewasa diberikan Diazepam 5-10 mg IV

(secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila

masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia

Diazepam, sebagai alternatif dapat digunakan Phenobarbital 100mg IM/ kali

dewasa diberikan 2 kali sehari.

b. Obat Anti Malaria (OAM)

1) Pilihan utama derivat artemisin parenteral adalah artesunat intravena atau

intramuskular dan artemeter intramuskular.

2) Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di rumah sakit atau

puskesmas perawatan sedangkan artemeter intramuskular untuk di lapangan atau

puskesmas tanpa perawatan.

3) Artesunat parenteral tersedia dalam vial berisi 60 mg serbuk kering asam

artesunat dan pelarut dalam ampul berisi 0,6 mL natrium bikarbonat 5%.

4) Artemeter IM tersedia dalam ampul berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak,

diberiakan loading dose 3,2 mg/kgBB IM, selanjutnya 1,6 mg/kgBB Im satu kali

sehari sampai penderita mampu minum obat.

5) Obat alternatif malaria adalah kina hidroklorida parenteral.

6) Bila tidak memungkinkan pemberian kina melalui infus, dapat diberikan 10

mg/kgBB IM dengan masing-masing ½ dosis pada paha kanan kiri. Kina tidak

Page 34: Laporan Problem Based Learning 4

boleh diberikan secara bolus I.V karena toksik bagi jantung dan dapat

menimbulkan kematian.

7) Penderita gagal ginjal tidak diberikan loading dose dan dosis pemeliharaan kina

diturunkan ½ nya.

8) Pada hari pertama pemberian kina oral, diberikan primakuin dengan dosis 0,75

mg/ kgBB (Widoyono, 2011).

9. Komplikasi

a. Edema paru,

b. Hipoglikemi

c. Gangguan fungsi ginjal

d. Gangguan fungsi hati

e. Anemia Berat

10. Prognosis

Prognosis pada kasus adalah

Vitam :dubia ad malam

Sanam :dubia ad malam

Fungsionam :dubia ad malam

Pada malaria serebral mortalitas tergantung pada, diagnosis dini dan

pengobatantepat prognosis sangat baik. Pada koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang

berulang,hipoglikemi berulang dan hiperparasitemia risiko kematian tinggi. Juga

prognosis tergantungdari jumlah dan berat kegagalan fungsi organ

Prognosis cerebral malaria dipengaruhi oleh durasi terjangkitnya, perubahan

komplikasi, harapan penyembuhan, waktu penyembuhan, survival rates, keberhasilan

penyembuhan komplikasi lainnya seperti gagal ginjal dan asidosis. Prognosis baik

apabila diagnosis ditegakkan secara dini dan pengobatan yang tepat. Selain itu,

bergantung pada jumlah dan berat kegagalan fungsi organ. Prognosis buruk bila apabila

ditemukan:

1. Skor GCS < 9

2. Hipoglikemia

3. hiperparasitemia (>5% sel darah merah terinfeksi )

Page 35: Laporan Problem Based Learning 4

4. leukositosis (>15.000/mm3)

5. gangguan ginjal (Newton, 2000)

Page 36: Laporan Problem Based Learning 4

BAB 4

KESIMPULAN

Page 37: Laporan Problem Based Learning 4

DAFTAR PUSTAKA

Brust, john. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America : McGraw Hill.

2007.

Dondorp, Arjen M. 2005. Review Articles: Pathophysiology, Clinical Presentation and

Treatment of Cerebral Malaria. Neurology Asia, Vol. 10. Pp. 67–77. Diunduh dari:

http://www.neurology-asia.org/articles/20052_067.pdf.

DHHS. 2009. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-

Infected Adults and Adolescents. Available from URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19357635. Diakses pada tanggal 28 September

2010.

Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasit Malaria. Dalam: Buku Ajar Parasitologi

Kedokdteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI

Harijanto, P.N. 2009. Presentasi Klinis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis Edisi

2. Jakarta : EGC.

Harijanto, P.N. 2000. Malaria : epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan Penanganan.

Jakarta : EGC

Kasper, Dennis L., Anthony S Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, J.

Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison's Principles of

Internal Medicine. USA: McGraw-Hill Comp.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2

Cetakan 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Nugroho, Agung. 2009. Patogenesis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis Edisi 2.

Jakarta : EGC.

Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at  www.infeksi.com , diakses tanggal 3

Oktober 2012

Sudoyo,Aru W. 2006. Malaria. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Page 38: Laporan Problem Based Learning 4

Widoyono, 2011. Malaria. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. 2009. Malaria Berat. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid III Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.

Zulkarnain, I., Setiawan B., 2006. Malaria Berat. Dalam: Sudoyo, A. W (eds). Ilmu Penyakit

Dalam Vol III. Ed 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1745-1748

Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu, dan Demam. Dalam:

Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Pengaturan suhu. Dalam : Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem.

Jakarta : EGC

Kasper, Dennis L., Anthony S. Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, J.

Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison’s Principles of

Internal Medicine.USA: McGraw-Hill Comp.

Kumar, Vinay, Abul Abbas, Nelson Fausto. 2007. Acute and Chronic Inflammation. Dalam:

Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition. Chicago: Elsevier.