Upload
noni-minty-belantric
View
170
Download
10
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 4
BLOK TROPICAL MEDICINE
Tutor:dr. Amalia Muhaimin, MSc.
Disusun oleh:Kelompok 3
Fitri Yulianti G1A009093Radita Ikapratiwi G1A009103Gohlena Raja NC. G1A009009Ryan Aprilian Putri G1A009025Gesa Gestana A. G1A009124Kusnendar Irmandono G1A009054Anggia Puspitasari G1A008058Noni Minty Belantric G1A009028Herlinda Yudi Saputri G1A009080Semba Anggen R. G1A009085Sukma Setya Nurjati G1A009040Nunung Hasanah G1A008073
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia,
parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah
merah.Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit
influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana
parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles.
Daerah selatan Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan
angka kejadian malaria tertinggi.
Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik. Sekitar
300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap
tahunnya. 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak.
BAB 2
PEMBAHASAN
Info 1
Tn. Mario (30 tahun) datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan demam terus menerus sejak
10 hari yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa 6 jam sebelum datang ke IGD Rumah
Sakit pasien tidak sadar dan kejang.
A. Klarifikasi Istilah
Tidak ada klarifikasi istilah
B. Batasan Masalah
Nama : Tn. Mario
Usia : 30 tahun
Keluhan Utama : tidak sadar dan kejang
Onset : 6 jam yang lalu
Gejala penyerta ` : demam terus menerus sejak 10 hari yang lalu
RPD : tidak ada
RP : tidak ada
RSE : tidak ada
C. Analisis Masalah
ANAMNESIS LANJUTAN
1. RPS :
- Kronologis
- Kejang seluruh tubuh atau hanya sebagian tubuh
- Karakteristik nyeri kepala
- Demam meningkat atau pernah turun sampai normal
- Demam bersamaan dengan menggigil dan nyeri atu tidak
- Ada pelo atau keluhan neurologis lainnya
- Gejala penyerta lainnya seperti mual, muntah, diare
- Pernah transfuse atau tidak?
2. RPD
- Penyakit sistemik : DM, hipertensi, stroke
- Dulu pernah kejang atau tidak
- Riwayat pengobatan
3. RPK
- Anggota keluarga mempunyai keluhan yang sama atau tidak
4. RP sosek
- Bagaimana keadaan lingkungan rumah
- Pernah ke Papua, Kalimantan atau Sumatera
- Tetangga ada yang mengalami hal serupa atu tidak
- Pekerjaan
- Status gizi
PEMERIKSAAN FISIK
- Vital sign
- Pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- blood smear : tebal dan tipis
- darah rutin
- rontgen kepala
- EEG
- LCS
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Malaria serebral
Gejala malaria serebral (malaria berat) ditandai dengan tanda-tanda penurunan
kesadaran berupa apatis, disorientasi, somnolen, stupor, spoor koma yang dapat terjadi
perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, yang
seringkali disertai kejang. Sebelumnya juga mengalami demaM (Zulkarnain, 2009).
Anamnesis tambahan
RPD: Ditanyakan apakah penderita sedang dalam keadaan daya tahan tubuh yang rendah,
misalnya penderita penyakit keganasan, HIV, atau penderita dalam pengobatan kortiko
steroid.
Ditanyakan apakah penderita berkunjung dari daerah endermis malaria seperti Papua dan
Kalimantan (Zulkarnain, 2009).
Pemeriksaan fisik
Penurunan kesadaran, sampai koma yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa
haril atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam dengan disertai kejang.
Gejala lain berupa upper motorneuron, tidak didapatkan gejala-gejala neuorlogi fokal,
kelumpuhan saraf cranial, kaku kuduk, kadang-kadang ditemukan perdarahan retina.
Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS (Glasgow Coma Score)
biasanya juga disertai gagal ginjal akut (Zulkranain, 2009)
Pemeriksaan penunjang
Anemia
Hippoglikemia
sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam
pengobatan quinine
Malaria Algid
terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70mmHg, disertai keringat
dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1○C. syok umumnya terjadi karena
dehidrasi dan biasanya bersamaaan dengan sepsis. Pada kebanyakan kasus didapatkan
tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena vasodilatasi
Asidosis
Asidosis (bikarbonat <15meq) atau asidemia (pH <7,25), pada malaria
menunjukkan prognosis yang buruk (Zulkarnain, 2009).
Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer
yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang belakang, yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Manifestasi Klinis yang terjadi pada meningitis adalah :
a. Sakit kepala merupakan gejala umum meningitis bakterialis dan frekuensinya pada
anak – anak yang berusia tua ataupun orang dewasa sebanyak (80-95%).
b. Demam adalah gejala yang sering terjadi pada penyakit infeksi, dan presentase
kejadiannya pada anak – anak dan pada orang dewasa sebesar (70 -95%).
c. Fotofobia : gejala ini pada anak anak dan orang dewasa memiliki presentase 30-
50%.
d. Muntah : Muntah merupakan gejala yang sangat sering dijumpai dan frekuensi
kejadiannya 90% pada anak – anak dan 10% dari orang dewasa (Scarborough,
2008):
Tanda :
a. Kaku leher (50-90%)
b. Kebingungan (75-85%)
c. Tanda kernig (5%)
d. Tanda brudzinski (5%)
e. Defisit Neurologis (20-30%)
f. Ruam (10-15%)
g. Kejang (Scarborough, 2008)
Pemeriksaan penunjang meningitis (Scarborough, 2008), dapat dilakukan pemeriksaan
diagnostic screening untuk sepsis pada cairan serebrospinal. Hasilnya adalah:
a. Laboratorium darah
b. Pungsi lumbal CSS: purulen.
c. Kultur CSF dan kultur darah
d. CT Scan: ditemukan infark otak dan lesi.
e. EEG: tanda-tanda fokal atau multifokal.
Ensefalitis
1. Alasan pada kasus
Terdapat demam, kejang, dan kesadaran menurun
2. Anamnesis Tambahan
a. Nyeri kepala progresif
b. Muntah
c. Penglihatan kabur (Mansjoer, 2000).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Edema papil
b. Tanda-tanda defisit neurologis (Mansjoer, 2000).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan LCS : peningkatan tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis,
jumlah protein melebihi normal, dan kadar klorida serta glukosa dalam batas normal
b. Pemeriksaan elektroensefalogram
c. Rontgen kepala
d. CT scan otak (Mansjoer, 2000).
Tetanus
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeri ksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1.Gejala klinik
Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. anamnesis tambahan : adanya riwayat perlukaan, sesaat akan kejang terdapat kejang
pada rahang atau tidak serta riwayat pekerjaan
3. Kultur: C. tetani ( +) .
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Info 2
Anamnesis lanjutan didapatkan sebelum tidak sadarkan diri, Tn. Mario mengeluh panas
yang didahului dengan menggigil. Suhu naik turun, nafas menjadi cepat, dan kemudian
berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak
nyaman pada perut serta diare ringan. BAK tidak ada keluhan. Selama sakit tidak ada keluhan
bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Tidak ada anggota keluarga
maupun tetangga sakit serupa. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke Papua dan pulang
ke Purwokerto akibat sakitnya. Tidak ada riwayat trasnfusi sebelumnya.
Info 3
Pemeriksaan fisik :
- Kesadaran GCS 9
- Mata : Pupil isokor RC (+/+) N, Konjungtiva palpebra anemis, Sklera ikterik
- Leher : Kaku kuduk (-)
- Torak: dalam batas normal
- Abdomen : H/L tidak teraba
- Ekstremitas : Reflek patella (+/+) N, Reflek babinsky (-)
Info 4
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%, apusan darah malaria
tebal dan tipis didapatkan hasil P. Falciparum (+) dengan kepadatan 13.800 parasit/uL.
Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.
Interpratasi pemeriksaan Laboratorium
Hb : 4,6 mg/dl (turun)
GDS : 145 mg % (normal)
Darah Malaria tebal tipis : ditemukan Plasmodium falciparum 13800 / µl (positif)
Eliminasi Diagnosis Diferensial
Berdasarkan informasi 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa tipe panas yang khas yaitu
menggigil, panas kemudian berkeringat, suhu naik turun, mempunyai riwayat pergi ke tempat
endemis malaria yaitu Papua dan pulang dalam keadaan sakit menandakan bahwa ini
memperkuat DD Malaria.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada gangguan pada SSP, dan reflek
patella (+) serta reflek babinsky (-) sehingga DD meningitis dapat dihilangkan.
Berdasarkan Info 2 tidak ada gejala penyerta muntah dan penglihatan kabur,tidak ada
edema papil,tidak ada tanda defisit neurologis,maka DD ensefalitis dapat dihilangkan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Tn. Mario positif P. falcifarum dan adanya anemia
berat. Berdasarkan informasi yang didapat dari anamnesis sampai pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tn. Reno menderita Malaria falsifarum dengan
komplikasi malaria cerebral dan anemia berat.
BAB 3
SASARAN BELAJAR
DIAGNOSIS KERJA
MALARIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI MALARIA SEREBRAL
DAN ANEMIA BERAT
1. Pengertian
Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam
yang sering periodik, anemia, splenomegali, dan berbagai kumpulan gejala oleh karena
pengaruhnya pada beberapa organ misalnya, otak, hati dan ginjal.
Malaria dalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yangmenyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah.Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali.Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung
tanpa komplikasiataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria
berat.
Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi
malariaserebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma
yangmenetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat
ditunjukkandan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.
(Zulkarnain,2006)
2. Epidemiologi
Dari 300 - 500 juta kasus klinis malaria di dunia, terdapat sekitar 3 jutakasus malaria
berat (malaria komplikasi) dan kasus kematian akibat malaria. Darikasus tersebut, paling
banyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Malaria berat atau malaria komplikasi
yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum ditandai dengan disfungsi berbagai organ.
Salah satu jenis malaria komplikasiadalah malaria serebral6. Studi terhadap populasi
migran di Indonesia menunjukkan bahwa risiko terkena malaria komplikasi setiap
tahunnya 1,34 kali pada orang dewasa (>15 tahun) dan 0,25 kali pada anak-anak (<10
tahun) (Harijanto, 2000)
3. Etiologi
Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit, dan mengalami pembiakan aseksual
di jaringan hati dan eritrosit
Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina
Parasit Malaria yang terdapat di Indonesia:
1. Plasmodium Vivax (Malaria tertiana, BenignMalaria)
2. Plasmodium Falciparum (Malaria tropika, Malignan Malaria)
Plasmodium falciparum bentuk aseksual, selain itu bisa P. Vivax dan P. Knowlesi
(Harijanto, 2009).
4. Manifestasi Klinis
Secara umum, malaria dibagi menjadi 2, yaitu malaria non komplikata dan malaria berat.
Manifestasi klinis dari kedua jenis malaria tersebut berbeda. Malaria mempunyai
gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenommegali. Masa inkubasi
bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin
di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, dan
kadang-kadang dingin. Sedangkan untuk manifestasi klinis malaria berat jika terdapat
parasitemia P. falsiparum fase aseksual dengan disertai satu atau lebih gambaran klinis
atau laboratories berikut ini :
a. Manifestasi klinis antara lain : kelemahan, gangguan kesadaran, respiratery distress
(pernapasan asidosis), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal,
ikterik, hemoglobinuria.
b. Pemeriksaan laboratorium , antara lain : anemia berat , hipoglikemia, asidosis,
gangguan fungsi ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia (Sudoya, 2006).
5. Diagnosis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual,muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
d. Riwayat sakit malaria.
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f. Riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaaan Fisik
a. Demam (T ≥ 37,5°C).
b. Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
a. Temperatur rektal ≥ 40°C.
b. Nadi cepat dan lemah/kecil.
c. Tekanan darah sistolik <70mmHg.
d. Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit
padabalita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
e. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
f. Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
g. Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering,produksi air seni berkurang.
h. Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.
i. Terlihat mata kuning atau ikterik.
j. Adanya ronkhi pada kedua paru.
k. Pembesaran limpa dan atau hepar.
l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
m. Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat ditemukan
(Brust,2007):
a. Ensefalopati difus simetris
b. Kejang umum atau fokal
c. Tonus otot dapat meningkat atau turun
d. Refleks tendon bervariasi
e. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
f. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
g. Mulut mencebil ( pouting ) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul
h. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
i. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
j. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasmesering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang
terlihat
k. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs(+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus disingkirkan
denganpemeriksaan punksi lumbal (LP)
l. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering
naik ringan.
Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya terdapat 3
gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:
a. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
b. Kejang umum dan sekuel neurologik
c. Koma menetap selama 24-72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kemudian tak
dapat dibangukan
Kriteria diagnosis lainnnya, yaitu menurut Lubis dkk (2005) dalam dexamedia
2005,yaitu harus memenuhi lima kriteria berikut:
a. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah malaria.
b. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
c. Ditemukan parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.
d. Adanya manifestasi serebral berupa kesadaran menurun dengan atau tanpa gejala-
gejalaneurologis yang lain, sedangkan kemungkinan penyebab yang lain telah
disingkirkan.
e. Kelainan cairan serebro spinal yang berupa Nonne positif, Pandi positif
lemah,hipoglikemi ringan.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dengan mikroskop
Sebagai gold standar pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita
adalahmikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi (Brust,2007).
Pemeriksaan darah tebal dantipis untuk menentukan:
Ada/tidaknya parasit malaria.
Spesies dan stadium
Plasmodium
Kepadatan parasit
Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah
tipis.
Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat ( Rapid Diagnostic Test )
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakanmetoda immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.
Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau
padakeadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes
serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer
>1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.
6. Diagnosis Differensial
Pada malaria serebral, diagnosis bandingnya adalah ensefalopati lain, seperti
infeksi bakterial, virus, jamur, metabolik maupun gangguan serebovaskular. Trauma
kepala, alkoholisme dapat disingkirkan dengan anamnesis atau adanya tanda trauma.
Meningitis harus disingkirkan dengan melakukan pungsi lumbal. Pada malaria, umumnya
pemeriksaan serebro spinal normal (Harijanto, 2009).
Diagnosis banding malaria dengan ikterus adalah leptospirosis, demam tifoid,
demam kuning, sepsis, dan penyakit sistem biliaris (kolesistitis). Jika ikterik disertai
demam lebih mengarah pada diagnosis malaria daripada infeksi virus hepatitis (Harijanto,
2009).
Diagnosis banding malaria berat dengan gangguan fungsi ginjal didasarkan pada
penyebab lain terjadinya gagal ginjal akut seperti glomerulonefritis, hemolisis
intravaskuler yang masif, penyakit sel sabit, reaksi transfusi inkompatibilitas, demam
tifoid, gigitan ular, leptospirosis, obat-obatan nefrotoksik, trauma,dan heat stroke
(Harijanto, 2009).
Hipoglikemia pada malaria berat harus dibedakan dengan hipoglikemia karena
sebab lain seperti diabetes melitus, sepsis, insulinoma. Hipotensi pada malaria dapat
merupakan manifestasi malaria algid dan harus dibedakan dengan hipotensi karena
gangguan sirkulasi, penyakit pembuluh koroner jantung, insufisiensi adrenal, dan sepsis
(Harijanto, 2009).
Mekanisme edema paru pada malaria serebral belum jelas, perlu dibedakan
dengan gagal napas karena sebab lain seperti infeksi paru akut, sepsis, kelebihan cairan,
pneumonia aspirasi, dan intoksikasi obat (Harijanto, 2009).
7. Siklus hidup plasmodium
8. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus aseksual
9. Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam
darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad
tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada
daur hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi
merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung
parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena
prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau
eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk
dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kekambuhan).
10.
11. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak
sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur
dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian
berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan
selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel
keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk
mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk
skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan
betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah.
12.Siklus Hidup Plasmodium, Siklus seksual
Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah
yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada
makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir
parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif
disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam
makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut
ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung.
Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan
sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk
menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus
preeritrositik.
Siklus Hidup Plasmodium
13. Patogenesis
Sporozoit↓
Masuk ke aliran darah lewat gigitan nyamuk↓
45 menit↓
Masuk ke hepar (sebagian kecil mati karena pertahanan imun tubuh)↓
5,5 hari↓
Terbentuk skizon hepar (sebagian kecil difagositosis, sehingga tidak terbentuk skizon)↓
Pecah↓
Keluar merozoit↓
Masuk aliran darah, menuju ke eritrosit↓
>12 jam↓
Terbentuk tropozoit muda↓
36 jam↓
Terbentuk skizon↓
Pecah↓
Terbentuk gametosit (mikrogamet dan makrogamet)↓
Jika tergigit vektor nyamuk, maka gametosit akan masuk ke tubuh nyamuk↓
Terbentuk zigot↓
Terbentuk ookinet, bergerak menuju ke dinding perut nyamuk↓
Ookista↓
Sporozoit 14. Patofisiologi
a. Demam, menggigil,berkeringat
Demam adalah kondisi tubuh akibat peningkatan suhu tubuh, biasanya 1° C - 4° C,
sebagai suatu respon tubuh terhadap kondisi akut, terutama saat terjadi inflamasi
akibat infeksi. (Kumar, 2007). Respon ini diakibatkan adanya pirogen-pirogen, yaitu
zat-zat yang menstimulus terjadinya demam. Pirogen dibagi dua jenis:
a. pirogen eksogen: pirogen dari luar tubuh manusia; biasanya berasal dari produk-
produk mikroba, toksin mikroba, dan mikroorganisme itu sendiri. Contoh pirogen
eksogen adaklah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan semua bakteri gram-
negatif, enterotoksin Staphylococcus aureus, toksin streptococcal A dan B
(superantigen)
b. pirogen endogen: pirogen dari dalam tubuh manusia, berasal dari sitokin, yaitu
suatu protein kecil yang mengatur sistem imun, inflamasi, dan hematopoiesis.
Sitokin yang menyebabkan terjadinya demam disebut sitokin pirogen, di
antaranya IL-1, IL-6, Tumor Necrosis Factor (TNF), Ciliary Neutrotropic Factor,
dan Interferon (INF) – α. Lalu, sistem seluler yang memicu sitokin adalah monosit
(paling utama), neutrofil, dan limfosit.
Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen
yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Virus pun
dapat menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya
mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-
antibodi pun mampu menginduksi pirogen endogen.
Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-kapiler
di circumventricular vascular organ sehingga meembuat konsentrasi prostaglandin-E2
(PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga
PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk
meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di
tubuh (Kasper, 2005).
Saat terjadi penghancuran jaringan dan zat pirogen, dehidrasi, atau suhu di luar tubuh
lebih dingin dibanding di dalam tubuh, akan ditangkap oleh reseptor suhu perifer dan
sinyal sensorik tersebut akan dibawa ke pusat, yaitu hipotalamus area preoptik.. Nilai
normal pada set point akan berubah menjadi lebih tinggi karena sebagai respon untuk
menghangatkan tubuh. Saat itu terjadi, suhu di tubuh (darah) lebih rendah dari set
point hipotalamus. Tubuh akan terasa dingin. Saat tubuh terasa dingin, akan timbul
sistem pengaturan suhu, yaitu berupa proses heat gain (peningkatan termogenesis
atau pembentukan panas)
a. peningkatan produksi thyroid releasing hormone (TRH) yang menstimulus organ
hipofisis anterior untuk meningkatkan produksi thyroid stimulating hormone
(TSH). Hormone TSH tersebut akan menstimulus tiroid untuk meningkatkan
produksi tiroksin (T3 dan T4) sehingga kecepatan metabolisme seluler akan
meningkat
b. stimulus ke epinefrin dan norepinefrin untuk meningkatkan simpatis. Simpatis
akan menyebabkan vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh --> aliran darah menuju
daerah perifer berkurang --> kulit menjadi pucat. Stimulus simpatis juga akan
menyebabkan musculus arector pilli berkontraksi, yang akan membuat
pemindahan panas ke lingkungan menjadi berkurang.
c. pusat motorik primer di dekat ventrikel ketiga akan terangsang oleh rasa dingin di
tubuh. Pusat ini akan teraktivasi dan meneruskan sinyal ke neuron motorik. Tonus
otot rangka akan meningkat, namun sinyal tersebut tidak teratur sehingga gerakan
otot tidak teratur dan terjadilah mengigil
Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meninggi berhasil dihilangkan,
set point hipotalamus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di
hipotalamus lebih rendah dari suhu tubuh. Saat itu terjadi, tubuh akan terasa panas,
sehingga bagian hipotalamus yang aktif pada suhu panas yaitu hipotalamus anterior
akan mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan
mendorong pengeluaran panas dengan menumbulkan vasodilatasi kulit. Vasodilatasi
terjadi membuat tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut fase “merah
merona”. Apabila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk mengurangi
kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif sehingga mekanisme
berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh keluar dengan cara evaporasi.
(Guyton, 2007, Sherwood,2001)
b. Demam
c. Anemia
Endogen Eksogen
Pirogen
Mikroorganisme : toksin
(endotoksin)
IL-1; IL-6; TNFα; IFN Stimulasi leukosit
(limfosit, monosit, neutrofil)
OVLT (corpus kalosum lamina terminalis: batas
sirkulasi dan saraf otak)
PGE2
Area pre-optik/ nucleus pre-optik ventromedial
Neuron sensitif panas
Neuron sensitif dingin
(+) (-)
↑ pembuangan panas
↓ pembuangan panas
Suhu pre-optik ↓Set point hipotalamus berubah
Saraf simpatetik Pusat vasomotor
Perubahan perilaku
Piloereksi (menggigil);
produksi panas
Vaso konstriksi Penyesuaian lingkungan
Demam
Penyebab anemia bersifat multifaktorial dan kompleks, meliputi 2 hal yaitu
penghancuran eritrosit baik yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi parasit
(hemolisis), dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoiesis)
(Nugroho, 2009).
Hemolisis terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit,
penghancuran eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem
retikuloendotelial di limpa karena deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga
tidak dapat melalui sinusoid limpa, atau dapat juga disebabkan mekanisme imun.
Pada mekanisme imun tersebut, baik eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi akan
diselubungi oleh antibodi IgG yang kemudian dihancurkan oleh limpa (Nugroho,
2009).
Mekanisme hemolisis lain dapat juga disebabkan oleh produksi ROS yang
berlebihan yang dapat merusak membran sel eritrosit dan menimbulkan anemia.
Diduga berkurangnya kemampuan deformabilitas eritrosit berperan penting dalam
menyebabkan anemia, karena eritrosit tidak berhasil lolos dari sinusoid di pulpa
merah limpa dan akan difagositosis oleh makrofag. Berkurangnya kemampuan
deformabilitas ini disebabkan oleh kegagalan pompa Na+/K+ dengan akibat
sitokin
akumulasi ion Na+ intraselular. Kegagalan pompa Na+/K+ diduga disebabkan oleh
peningkatan kadar NO yang dipicu oleh sitokin. Data terakhir menunjukkan bahwa
supresi sumsum tulang berkaitan dengan ketidak seimbangan kadar sitokin IL-10 dan
TNF. Rasio IL-10 : TNF kurang dari 1 dihubungkan dengan anemia berat (Nugroho,
2009).
d. Tidak enak di perut
Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat dalam
tubuh) paling banyak dideposit pada pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil
autopsi ditemukan bahwa sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh, dan
jumlah yang paling banyak adalah pada otak, namun juga terjadi di jantung, mata,
hati, ginjal, intestinal, dan jaringan lemak. Dari hasil yang menuju kepada intestinal
ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon yang mengakibatkan
tidak enak perut dan diare (Dondorp, 2005).
e. Nafas Cepat
Kerusakan eritrosit + penurunan fungsi sumsum tulang↓
Oksidasi jaringan berkurang↓
Asidosis↓
Kompensasi : peningkatan pernafasan
f. Penurunan kesadaran
Gangguan fungsi mitokondria akibat inflamasi timbul melalui 2 mekanisme,
pertama mitokondria tidak dapat menggunakan oksigen yang cukup tersedia, karena
sitokin proinflamasi menghambat kemampuan mitokondria untuk menggunakan
oksigen. Mekanisme kedua adalah mitokondria kekurangan oksige, karena sitokin
proinflamasi secara tidak langsung mengurangi suplai oksigen ke sel yang
selanjutnya mengurangi kemampuan mitokondria untuk menghasilkan ATP.
Gangguan suplai oksigen ke sel terjadi karena sitokin secara tidak langsung
meningkatkan sekuestrasi baik eritrosit terinfeksi maupun leukosit dan trombosit,
atau peningkatan produksi mikropartikel. Gangguan pada mitokondria menyebabkan
ensefalopati, hiperlaktatemia, dan asidosis metabolik (Nugroho, 2009).
sitokin
Hipovolemi dapat berperan menimbulkan gangguan perfusi jaringan dan
asidosis, selain karena gangguan pada mitokondria. Dampak fisiologis utama dari
asidosis adalah gangguan kontraktilitas miokardium, dilatasi arteri, dan dilatasi vena
yang menyebabkan penurunan curah jantung dan gangguan perfusi organ termasuk
ke otak. Asidosis juga menyebabkan gangguan pernapasan (pernapasan Kussmaul)
yang menyebabkan penurunan kadar CO2 plasma dan selanjutnya menyebabkan
vasokonstriksi serebral yang dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Gangguan
perfusi dan metabolik serebral juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan
kejang (Nugroho, 2009).
g. Kejang
h.
i.
j.
k.
l.
Gambar Skema Patofisiologi Gejala pada Malaria Serebral
m. Suhu naik turun
Pada infeksi malaria, demam secara periodik (naik turun) berhubungan dengan waktu
pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang mamsuk dalam aliran
darah (sporulasi). Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah
yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara
lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogeni pada ke
Merozoit menginvasi Eritrosit
Jumlah >>
Respon imun
Produksi sitokin dan mediator inflamasi ↑
DEMAM
Tumbuh di dalam eritrosit menjadi bentuk matur
Kecacatan eritrosit
TIK ↑Kegagalan mikrovaskuler di otak
Permeabilitas sistemik↑
obstruksi pembuluh darah
ANEMIA
Hemolisis
Sekuestrasi
PfEMP-1 + Adhesi endotel
Gangguan ektabilitas neuronhipoksia
KEJANG
Ganguan Na-K ATPase
KOMA
NYERI KEPALA
enpat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P. falciparum memerlukan
waktu 36-48 jam, P. Vivax/ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P.
falciparum dapat terjadi setiap hari, P vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P
malariae demam timbul selang waktu 2 hari.(Departemen Parasitologi FKUI, 2008)
n. Nyeri Badan
Piroken eksogen dan endogen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-kapiler di
circumventricular vascular organ sehingga membuat konsentrasi prostaglandin-E2
(PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga
PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk
meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di
tubuh(Kasper,2005)
o. Konjungtiva anemis
karena terjadi perusakan eritrosit oleh parasit hambatan eritropoiesis di sum-sum
tulang (sementara), eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit dan
pengaruh sitokin sehingga konjunctiva tampak pucat karena kekurangan eritrosit
p. Sklera Ikterik
Ketika parasit Plasmodium berhasil berkembang biak dalam hati & sel darah
merah,parasit ini akan menyerang hemoglobin,akibatnya banyak sel darah merah
yang pecah sehingga terjadi banyak pembentukan bilirubin.Hiperbilirubinea akan
menyebabkan sclera ikterik karena pada sclera terdapat banyak pembuluh darah.
Ikterik dapat terlihat paling mudah pada bagian sklera. Adapun mekanisme
terjadinya ikterus dalam kasus ini adalah karena banyaknnya plasmodium yang
menginfeksi tubuh siti. Plasmodium ini menyebabkan terjadinya peningkatan proses
hemolisis. Pecahnya sel darah ini akan menyebabkan hemoglobin di fagosit oleh
makrofag ( sistem retikuloendotelial ) seluruh tubuh. Hemoglobin ini kemudian akan
dipecah menjadi molekul heme dan globin. Ketika ikatan dari cincin heme di buka
maka akan menghasilkan pigmen empedu. Pigmen yang pertama terbentuk adalah
biliverdin. Namun, pigmen ini akan dengan cepat di ubah menjadi bilirubin, yang
akan dilepaskan dengan cepat ke dalam plasma. Peningkatan jumlah bilirubin di
dalam plasma ini lah yang menyebabkan tubuh menjadi berwarna kekuningan.
Karena pada dasarnya bilirubin merupakan suatu pigmen berwarna kuning-kehijauan
q. Nyeri Sendi dan tulang
Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen
yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Virus pun
dapat menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya
mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-antibodi
pun mampu menginduksi pirogen endogen.
Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-
kapiler di circumventricular vascular organ sehingga meembuat konsentrasi
prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat,
tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk
meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di
tubuh (Kasper, 2005).
r. Penurunan Kesadaran
Patofisiologi malaria serebral dimulai dari stadium merozoit yang menginvasi sel
darah merah dan tumbuh di dalam sel darah merah menjadi stadium matur/ roset.
Jumlah parasit yang semakin banyak menimbulkan demam pada penderita, sedangkan
sel darah merah dirusak dan terjadi peningkatan hemolisis sel darah merah, sehingga
terjadilah anemia. Eritrosit yang terinfeksi parasit (EP) dapat melakukan
sitoadherensi, yaitu perlekatan EP terhadap endotel vaskular. Hal ini dibantu oleh
adanya P.falciparum eritrosit membrane protein (PfEM-1) yang berikatan dengan
molekul adhesi pada endothel. Pada reseptor endothelium vaskular banyak yang dapat
mengikat PfEMP-1, dengan distribusi yang berbeda dalam berbagai organ dan
kontribusi yang berbeda untuk bergulir, menarik, dan mengikat sehingga stabil.
Namun, sitoadheren ini menyebabkan sequester pada EP di sirkulasi mikro,
kebanyakan terjadi pada kapiler dan vena post-kapiler (Dondorp, 2005).
Selain fenomena sitoadherens, kecacatan eritrost, rosset, dan auto aglutinisasi juga
merupakan menyebab terjadinya kegagalan sirkulasi mikro. Penggumpalan dalam
pembuluh darah dapat diperberat dengan adanya sitokin pro-inflamatory yang dapat
mempromosikan perlekatan EP kedalam vaskular otak, dan juga dapat menyebabkan
koma (Dondorp, 2005).
s. Nyeri Kepala
Peningkatan umum ringan pada permeabilitas vaskular sistemik terjadi pada
malaria berat. Pada kondisi ini, BBB secara fungsional tetap utuh, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan intrakranial merupakan
penyebab terjadinya nyeri kepala dan koma pada malaria serebral (Dondrop, 2005).
15. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan sama dengan pencegahan umum terhadap malaria.
Secara komunitas penyakit malaria dapat dicegah dengan melakukan Pembersihan
Sarang Nyamuk (PSN), berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, memakai
Merozoit menginvasi Eritrosit
Jumlah >>
Tumbuh di dalam eritrosit menjadi bentuk matur
Respon imun
TIK ↑
Permeabilitas sistemik↑
NYERI KEPALA
kelambu. Secara personal, pencegahan yang dapat dilakukan adalah ketika kita
melakukan perjalanan ke tempat endemik malaria, penggunaan rejimen kemoprofilaksis
yang efektif adalah penting, disertai dengan kewaspadaan secara hati-hati terhadap
tindakan personal untuk mencegah gigitan nyamuk. Di daerah endemis malaria, strategi
untuk mencegah malaria dan dampaknya termasuk pengendalian vektor, profilaksis, dan
pengobatan pencegahan sekali-sekali dalam kehamilan. Untuk pelancong (termasuk
Odha) ke daerah malaria, kombinasi kemoprofilaksis dan tindakan perlindungan personal
dapat sangat efektif untuk mencegah malaria. Satu dari tiga obat diusulkan di AS untuk
profilaksis: atovakuon proguanil, meflokuin atau doksisiklin. Regimen diminum satu
minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Pada
penduduk yang tinggal sementara didaerah endemic disarankan untuk menggunakan
selama 3-6 bulan (DHHS, 2009).
Pencegahan Primer
1. Tindakan terhadap manusia
a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada
setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria,
dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan
malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
b. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
c. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan
menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak
nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
d. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai
subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
2. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan
dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena
infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko
jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang
saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum
tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif
maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah
100 gram basa.
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung
ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2
minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap
minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama
4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu
dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria
dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan
terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap
pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek
samping sangat besar.
3. Tindakan terhadap vector
a. Pengendalian Mekanik
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.
Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan
manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
b. Pengendalian secara Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk
hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator
atau pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan
populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan
keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan
radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi
nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara
komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus
thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan
Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu
memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang
memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah
nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber
mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk
melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan
kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
c. Pengendalian secara Mekanik
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan
insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat
sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka
pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesa
PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Pencarian penderita manusia
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita
malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis
mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara
melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
2. Diagnosis Dini
3. Pengobatan yang tepat dan adekuat
PENCEGAHAN TERTIER
1. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
2. Rehabilitasi mental atau psikologis
16. Program Pemerintah untuk pemberantasan
a. Pemeriksaan sediaan darah
Diperlukan dukungan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk
menjamin ketersediaan bahan/reagen lab/mikroskopis malaria, kemampuan
petugas kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan, dan ketersediaan obat
malaria.
b. Cakupan pengobatan ACT
Resistensi terhadap obat klorokuin menjadi salah satu permasalahan dalam
pengobatan malaria. Saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak
menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT
(artemisin-based combination therapy).
17. Penatalaksanaan Malaria Serebral
a. Pengobatan Simptomatik
1) Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia dengan parasetamol 15
mg/kgBB/kali, pemberian setiap 4 jam dan dilakukan juga kompres hangat.
2) Pemberian antikonvulsan bila kejang. Dewasa diberikan Diazepam 5-10 mg IV
(secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila
masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia
Diazepam, sebagai alternatif dapat digunakan Phenobarbital 100mg IM/ kali
dewasa diberikan 2 kali sehari.
b. Obat Anti Malaria (OAM)
1) Pilihan utama derivat artemisin parenteral adalah artesunat intravena atau
intramuskular dan artemeter intramuskular.
2) Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di rumah sakit atau
puskesmas perawatan sedangkan artemeter intramuskular untuk di lapangan atau
puskesmas tanpa perawatan.
3) Artesunat parenteral tersedia dalam vial berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunat dan pelarut dalam ampul berisi 0,6 mL natrium bikarbonat 5%.
4) Artemeter IM tersedia dalam ampul berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak,
diberiakan loading dose 3,2 mg/kgBB IM, selanjutnya 1,6 mg/kgBB Im satu kali
sehari sampai penderita mampu minum obat.
5) Obat alternatif malaria adalah kina hidroklorida parenteral.
6) Bila tidak memungkinkan pemberian kina melalui infus, dapat diberikan 10
mg/kgBB IM dengan masing-masing ½ dosis pada paha kanan kiri. Kina tidak
boleh diberikan secara bolus I.V karena toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.
7) Penderita gagal ginjal tidak diberikan loading dose dan dosis pemeliharaan kina
diturunkan ½ nya.
8) Pada hari pertama pemberian kina oral, diberikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/ kgBB (Widoyono, 2011).
9. Komplikasi
a. Edema paru,
b. Hipoglikemi
c. Gangguan fungsi ginjal
d. Gangguan fungsi hati
e. Anemia Berat
10. Prognosis
Prognosis pada kasus adalah
Vitam :dubia ad malam
Sanam :dubia ad malam
Fungsionam :dubia ad malam
Pada malaria serebral mortalitas tergantung pada, diagnosis dini dan
pengobatantepat prognosis sangat baik. Pada koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang
berulang,hipoglikemi berulang dan hiperparasitemia risiko kematian tinggi. Juga
prognosis tergantungdari jumlah dan berat kegagalan fungsi organ
Prognosis cerebral malaria dipengaruhi oleh durasi terjangkitnya, perubahan
komplikasi, harapan penyembuhan, waktu penyembuhan, survival rates, keberhasilan
penyembuhan komplikasi lainnya seperti gagal ginjal dan asidosis. Prognosis baik
apabila diagnosis ditegakkan secara dini dan pengobatan yang tepat. Selain itu,
bergantung pada jumlah dan berat kegagalan fungsi organ. Prognosis buruk bila apabila
ditemukan:
1. Skor GCS < 9
2. Hipoglikemia
3. hiperparasitemia (>5% sel darah merah terinfeksi )
4. leukositosis (>15.000/mm3)
5. gangguan ginjal (Newton, 2000)
BAB 4
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Brust, john. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America : McGraw Hill.
2007.
Dondorp, Arjen M. 2005. Review Articles: Pathophysiology, Clinical Presentation and
Treatment of Cerebral Malaria. Neurology Asia, Vol. 10. Pp. 67–77. Diunduh dari:
http://www.neurology-asia.org/articles/20052_067.pdf.
DHHS. 2009. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic Infections in HIV-
Infected Adults and Adolescents. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19357635. Diakses pada tanggal 28 September
2010.
Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasit Malaria. Dalam: Buku Ajar Parasitologi
Kedokdteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Harijanto, P.N. 2009. Presentasi Klinis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis Edisi
2. Jakarta : EGC.
Harijanto, P.N. 2000. Malaria : epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan Penanganan.
Jakarta : EGC
Kasper, Dennis L., Anthony S Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, J.
Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison's Principles of
Internal Medicine. USA: McGraw-Hill Comp.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2
Cetakan 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Nugroho, Agung. 2009. Patogenesis Malaria Berat. Malaria : dari Molekuler ke Klinis Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at www.infeksi.com , diakses tanggal 3
Oktober 2012
Sudoyo,Aru W. 2006. Malaria. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
Widoyono, 2011. Malaria. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. 2009. Malaria Berat. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Zulkarnain, I., Setiawan B., 2006. Malaria Berat. Dalam: Sudoyo, A. W (eds). Ilmu Penyakit
Dalam Vol III. Ed 4. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1745-1748
Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu, dan Demam. Dalam:
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Pengaturan suhu. Dalam : Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem.
Jakarta : EGC
Kasper, Dennis L., Anthony S. Fauci, Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, J.
Larry Jameson. 2005. Alterations in Body Temperature. Dalam: Harrison’s Principles of
Internal Medicine.USA: McGraw-Hill Comp.
Kumar, Vinay, Abul Abbas, Nelson Fausto. 2007. Acute and Chronic Inflammation. Dalam:
Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition. Chicago: Elsevier.