Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PAPER
PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS DENGAN
SPINAL CORD STIMULATION
Oleh:
Ida Ayu Sri Wijayanti
Yason wijaya
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FK UNIVERSITAS UDAYANA / RSUP SANGLAH DENPASAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul ‘Penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis dengan
Spinal Cord Stimulation’ ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Denpasar, Desember 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II ISI
2.1 Gambaran Umum Spinal Cord Stimulation .................................................... 2
2.2 Mekanisme kerja Spinal Cord Stimulation ..................................................... 2
2.3 Perkembangan Teknologi SCS Terkini .......................................................... 5
2.4 Efektivitas Stimulasi Medula Spinalis ............................................................ 9
2.5 Efek Samping dan Komplikasi Stimulasi Medula Spinalis ............................ 10
BAB III SIMPULAN ........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Cidera medulla spinalis didefinisikan sebagai semua bentuk cidera yang
mengenai medulla spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya
(motorik, sensorik, otonom, dan reflek) secara lengkap atau sebagian.1 Cidera
medulla spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis
akibat trauma. Pusat data nasional cidera medulla spinalis (National Spinal Cord
Injury Statistical Center/NSCISC 2004) memperkirakan setiap tahunnya di
Amerika Serikat ada 10.000 kasus cidera medulla spinalis. Umumnya terjadi pada
remaja dan dewasa muda (usia 16-30 tahun), dan biasanya lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibanding pada wanita. 2,3
Dahulu, penatalaksanaan cidera medulla spinalis akut hanya terapi
konservatif. Menurut National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS-1, 2,
dan 3), penemuan terapi farmakologi dengan metilprednisolon menurunkan defisit
neurologis. Baru-baru ini pengobatan secara teoritis yang disebut dengan Spinal
Cord Stimulation (SCS) adalah pengobatan nyeri yang menggunakan arus listrik
ringan untuk memblokir impuls saraf di tulang belakang. Spinal Cord Stimulation
adalah intervensi yang telah semakin populer karena efektivitasnya dalam
menangani nyeri. Terapi SCS telah digunakan selama lebih dari 40 tahun dan
telah membantu lebih dari 100.000 pasien di seluruh dunia yang mengalami nyeri
kronis yang berat yang telah menjalani berbagai macam prosedur operasi maupun
penggunaan analgetik yang kuat. Penggunaan dari SCS sendiri, semakin
berkembang dan semakin ditingkatkan dengan indikasi yang semakin jelas dengan
teknologi dan prosedur yang semakin berkembang.4,5
BAB II
ISI
2.1 Gambaran Umum Spinal Cord Stimulation
Spinal Cord Stimulation (SCS) merupakan salah satu terapi pilihan yang
digunakan dalam mengatasi nyeri neuropati yang kronis. SCS diketahui tidak
terlalu invasif, tidak merusak, dan bersifat reversibel. Sifat reversibel dari SCS ini
merupakan sifat yang paling penting dari prosedur ini, tidak seperti yang
dilakukan pada prosedur operasi lainnya, pada SCS tidak dilakukan perubahan
dari struktur anatomi spinal pasien.4
2.2 Mekanisme Kerja Spinal Cord Stimulation
2.2.1 Stimulasi listrik
Dalam SCS, lead elektroda diletakkan di bagian dorsal ruang epidural dan
dihubungkan dengan Implantable Pulse Generator (IPG) yang ditanam secara
subkutan. Selama stimulasi, aliran listrik akan mengalir dari elektroda negatif
(katoda) ke elektroda positif (anoda), stimulasi aliran listrik yang cukup tinggi
akan mengaktifkan setiap struktur saraf di sekitar katoda, akan tetapi, aliran listrik
umumnya akan lebih mudah melewati jalur dengan resistensi yang rendah dan
struktur anatomi dengan konduktivitas listrik yang tinggi. Cairan serebrospinal
diketahui memiliki resistensi yang paling rendah sehingga diperkirakan cairan
serebrospinal dapat mengkonduksi hampir sekitar 90% dari seluruh aliran listrik
yang mengalir, diikuti white matter longitudinal. Karena karakter anistropiknya,
white matter transverse diketahui memiliki konduktivitas yang lebih rendah
dibandingkan grey matter, selain itu epidural fat dan duramater juga diketahui
memiliki konduktivitas yang rendah, dan tulang vertebra merpakan struktur
dengan konduktivitas listrik terendah. Konduktivitas listrik yang rendah dari
struktur-struktur tersebut bertujuan agar jaringan-jaringan di sekitarnya seperti
jantung, struktur pelvis terhindari dari stimulasi listrik.6
Awalnya diperkirakan stimulasi listrik dorsomedial mengaktivasi serat-
serat di kolumna dorsal dan disebut dengan stimulasi kolumna dorsal, namun
seorang peneliti memperkenalkan hipotesis dimana serat dorsal root juga ikut
terlibat, sesuai dengan suatu penelitian yang mengatakan bahwa serat dorsal root
memiliki ambang stimulasi yang lebih rendah dibandingkan dengan serat kolumna
dorsal. Akan tetapi penelitian lainnya menunjukkan bahwa jarak antara elektroda
dengan serat dorsal root lebih tinggi dibandingkan dengan serat kolumna dorsal,
sehingga ambang aktivasinya diperkirakan akan lebih rendah. Oleh karena itu,
penempatan yang benar dari lead elektroda sangat dibutuhkan untuk mencegah
tereksitasinya dorsal root. Beberapa faktor telah diteliti lebih lanjut mengenai
ambang aktivasi dari dorsal root, seperti kelengkungan dan diameter serat dorsal
root yang besar. Serat dorsal root akan teraktivasi di dorsal root entry zone
(DREZ), dimana serat memasuki dorsal horn, karena ambang aktivasinya yang
rendah.6,7
Aktivasi listrik di serat dorsal root atau di kolumna dorsal akan
menyebabkan munculnya sensasi kesemutan yang disebut dengan parestesia.
Eksitasi serat aferen dorsal root akan menyebabkan parestesia di beberapa
dermatom, hanya serat-serat di sekitar katoda yang akan teraktivasi. Eksitasi pada
satu serat aferen Aβ dapat menyebabkan parestesia di seluruh dermatom.
Stimulasi pada serat kolumna dorsal lemniscal akan menyebabkan parestesia
dalam area yang luas, karena seluruh serat kolumna dorsal di bawah elektroda
akan teraktivasi. Penatalaksanaan nyeri yang efektif adalah dengan memunculkan
parestesia pada seluruh area yang nyeri, yang seringkali susah untuk dicapai
karena kesulitan dalam penempatan lead elektroda yang optimal. Permasalahan
dalam penempatan lead elektroda dapat diselesaikan dengan meningkatkan jumlah
dari elektroda, yang akan meningkatkan titik kontak dan kombinasi dari anoda-
katoda sehingga dapat memunculkan parestesia yang efektif. Faktor-faktor
lainnya telah dipelajari untuk menentukan area topografi dalam menginduksi
parestesia seperti, panjang gelombang, amplitudo gelombang, diameter serat saraf,
jarak antara elektroda dengan medulla spinalis, dan kombinasi anoda-katoda.
Penelitian empiris menunjukkan bahwa induksi parestesia yang tidak sepenuhnya
mampu mengatasi area nyeri dapat dikompensasi dengan meningkatkan panjang
gelombang.6,7,8
Rentangan terapeutik dari SCS adalah di antara ambang persepsi dan
ambang ketidaknyamanan, dimana ambang persepsi didefinisikan sebagai
amplitudo stimulus terendah yang dibutuhkan untuk membangkitkan parestesia,
sedangkan ambang ketidaknyamanan didefinisikan sebagai amplitudo stimulus
tertinggi yang didapat dimana parestesia tidak dapat tertahankan lagi. Ambang
ketidaknyamanan umumnya dicapai saat amplitudo stimulus rata-rata 40-60% di
atas ambang persepsi.6
Kompartmen Konduktivitas (sm-1)
Cairan serebrospinal 1,7
White matter (longitudinal) 0,6
White matter (transversal) 0,083
Grey matter 0,23
Epidural fat 0,04
Tulang vertebra 0,04
Duramater 0,03
Tabel 1. Konduktivitas struktur intraspinal6
2.2.2 Neurokimia
Selain stimulasi listrik, beberapa bukti juga menunjukkan adanya
keterlibatan neurotransmiter dalam mengurangi nyeri neuropati, seperti substansi-
P (SP) dan serotonin (5-HT) yang memiliki peranan dalam menghambat transmisi
nosiseptif di medulla spinalis, selain itu juga diketahui adanya penurunan dari
serotonergik dan sistem noradrenergik. Analisis dari cairan serebrospinal
menunjukkan adanya peningkatan dari SP dan 5-HT selama dilakukan SCS,
meskipun belum dapat dipastikan dengan jelas apakah substansi tersebut terlibat
dalam efek modulasi nyeri yang diakibatkan oleh SCS.6,9
Salah satu neurotransmiter penghambat yang utama di sistem saraf pusat
adalah gamma amino butyric acid (GABA). Pada penelitian mengenai nyeri
neuropati menunjukkan bahwa kadar GABA pada hewan dengan alodinia secara
signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kadar GABA pada hewan tanpa
alodinia, diketahui bahwa penurunan kadar GABA menyebabkan terjadinya
hipereksitabilitas dari saraf-saraf lainnya yang terlibat dalam proses informasi
nosiseptif. Alodinia dan hiperalgesia menunjukkan adanya hipersensitivitas
perifer yang mencerminkan adanya gangguan pada sistem inhibisi GABA dan
meningkatnya kadar dari asam amino yang mengeksitasi nyeri seperti glutamat
dan aspartat. Pada SCS, diketahui bahwa terjadi aktivasi mekanisme GABA yang
menghambat pelepasan dari asam amino yang mengeksitasi nyeri yang meningkat
pada keadaan nyeri neuropati. Selain itu pada penelitian lainnya juga
menunjukkan adanya keterlibatan dari sistem kolinergik.6,10
Neurotransmiter Efek SCS
GABA Meningkat
Serotonin (5-HT) Meningkat
Substansi-P (SP) Meningkat
Norepinefrin Meningkat
Asetilkolin (Ach) Meningkat
Adenosin Meningkat
Glutamat Menurun
Aspartat Menurun
Tabel 2. Neurotransmiter yang terlibat dalam nyeri kronis selama SCS6
2.3 Perkembangan Teknologi SCS Terkini
2.3.1 Stimulasi Burst
De Ridder dkk menerbitkan penelitian mengenai 12 pasien yang dirawat
dengan “Burst stimulation”. Pola stimulasi ini terdiri dari ”burst” dari 5 impuls
dalam durasi 1 ms yang diikuti dengan interval 1 ms, pada frekuensi 500 Hz.
Ledakan 5 impuls ini dilakukan pada 40 Hz. Dibawah pola stimulasi ini, nyeri
membaik dibawah yang dicapai dengan stimulasi konvensional. Selain itu tidak
diperlukan stimulasi pemicu parestesia untuk mencapai efek pereda nyeri. Lebih
lanjut, tidak seperti SCS “konvensional”, tidak hanya nyeri kaki, namun nyeri
punggung juga dapat diredakan.11
2.3.2 Stimulasi Energi Tinggi
Beberapa waktu ini, penelitian prospektif multicenter terhadap SCS
frekuensi tinggi (stimulasi secara kontinu dengan 10 kHz) menunjukkan hasil
yang memuaskan. Pada teknik yang baru ini, dua buah octrodes ditanamkan
dengan posisi acak setinggi TH8 turun hingga TH12. Telah didapatkan hasil
observasi bahwa tidak hanya nyeri tungkai radikuler tapi juga nyeri punggung
juga dapat diatasi dengan cara ini. Delapan puluh dua pasien diterapi pada
penelitian ini. Sebuah IPG ditanamkan pada 72 pasien.12 Intensitas rerata nyeri
punggung berkurang dari 8,2 menjadi 2,7 pada visual analog scale dan intensitas
rerata nyeri tungkai berkurang dari 5,4 menjadi 1,4. Hasil tersebut tetap stabil
hingga 24 bulan. Satu kejanggalan dari teknik stimulasi ini adalah tidak ada
parestesia yang dirasakan oleh pasien. Efektifitas dari stimulasi frekuensi tinggi
ini dapat dijelaskan dengan desensitisasi dari neuron WDR yang hiperaktif dan
dengan control dari wind-up phenomenon pada neuron WDR. Akan tetapi,
sebulah penelitian acak yang membandingkan stimulasi 5 kHz dengan stimulasi
palsu dengan cara blind tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kedua
teknik stimulasi tersebut.13
2.3.3 SCS dengan Perubahan Posisi
Intensitas dari paresthesia yang diinduksi dengan SCS adalah tergantung
dari posisi tubuh. Dengan susunan teknik stimulator yang sama, parestesia
dirasakan lebih banyak pada posisi supinasi dibandingkan posisi tegak.14
Sehingga, hingga sekarang, pasien harus memperbaiki perubahan pada intesitas
stimulasi (misalnya saat berdiri) dengan menggunakan alat pemrogaman yang
digenggam. Ketergantungan terhadap posisi dari stimulasi ini tidak disebabkan
oleh elektrode yang salah posisi. Faktanya, hal tersebut dipengaruhi oleh
perbedaan ketebalan dari lapisan cairan serebrospinal di sekitar medula spinalis.
Holsheimer dkk., menyatakan bahwa posisi medula spinalis pada kanalis spinalis
menghasilkan perbedaan yang nyata antar individu.15 Dengan menggunakan
model komputer, mereka menghitung perkiraan ambang untuk stimulasi
berdasarkan data anatomis dan radiologis. Data yang terhitung kemudian
dihubungkan dengan pengukuran ambang pada masing-masing pasien. Demikian
halnya dengan Abejon dan Feller, mereka menemukan bahwa impedansi dari
elektrode tidak bergantung pada posisi tubuh. Sehingga, perubahan pada posisi
tubuh tidak berhubungan dengan perubahan pada rambatan listrik dari elektrode
dan jaringan sekitar secara langsung.16
Penelitian dengan 15 pasien menunjukkan bahwa pasien dengan stimulasi
otomatis yang menggunakan sensor lebih puas secara signifikan daripada dengan
stimulasi yang disesuaikan secara manual. Penelitian multicenter terbaru dengan
79 pasien menunjukkan perbaikan fungsional; secara khusus, peningkatan rasa
nyaman selama perubahan posisi, peningkatan aktifitas fisik, dan perbaikan
tidur.17
2.3.4 Peripheral Nerve Field Stimulation
Stimulasi dari sebuah saraf tepi telah dilakukan selama lebih dari 30 tahun
untuk penanganan nyeri. Dengan teknik ini, saraf tepi yang terlibat dipaparkan
(misalnya N.ulnaris) dan sebuah elektrode (misalnya cuff-electrode) ditempatkan
langsung pada tempat yang dekat dengan saraf. Atau dengan pilihan lain,
elektrode perkutan dapat dimasukkan dibawah epineurium.18
Peripheral nerve field stimulation (PNFS) adalah sebuah metode yang
berbeda. Pada teknik ini elektrode ditempatkan secara subkutan, tanpa hubungan
langsung dengan saraf tepi tertentu. Salah satu penggunaan metode ini adalah
occipital nerve stimulation (ONS) yang digunakan untuk migrain atau sakit
kepala klaster kronik. Akan tetapi, ada beberapa perbedaan pendapat mengenai
apakan ONS adalah sebuah stimulasi saraf tepi ataukah PNFS. Faktanya,
elektrode dipasang di sebagian besar tempat yang dekat dengan saraf oksipital di
ONS, tapi karena hal ini tidak dilakukan dibawal kontrol secara visual, maka ONS
ini kemungkinan merupakan sebuah bentuk dari PNFS, bukan stimulasi saraf
tepi.19
PNFS pada beberapa cara dapat menutup kesenjangan terapi pada terapi
nyeri neuromodulatif, karena hal tersebut kemungkinan dapat mencapai batang
lebih efektif dibandingkan dengan SCS. Publikasi pertama mengenai PNFS
dilakukan pada nyeri perut kronis. Kemudian, penelitian-penelitian yang
berkonsentrasi pada nyeri dada kronis, nyeri pinggang kronis, failed back surgery
syndrome (FBSS), dan nyeri sendi sakroiliak juga dipublikasikan.20
Sebuah penelitian dengan randomisasi terhadap PFNS menunjukkan
bahwa stimulasi dengan pengaturan standar secara signifikan lebih efektif
dibandingkat stimulasi dengan intensitas dengan ambang yang lebih rendah atau
frekuensi rendah.21
Keuntungan PFNS adalah bahwa PFNS kurang invasif dan hal tersebut
juga menawarkan kesempatan untuk menangani sindrom nyeri yang tidak dapat
ditangani dengan SCS. Beberapa syndrome nyeri, misalnya neuralgia
postherpetikum, dapat ditangani dengan PFNS dan SCS, dan hal tersebut tetap
perlu dipertimbangkan yang mana dari kedua teknik tersebut yang lebih efisien.22
2.3.5 Stimulasi Dorsal Root Ganglion
Pada teknik ini, elektrode ditempatkan langsung pada bagian yang dekat
dengan ganglion spinalis. Dengan satu elektrode, parestesia hanya didapatkan
pada satu dermatom. Area nyeri yang lebih luas dapat ditangani dengan
penggunaan lebih dari satu elektrode. Teknik penanaman lebih sulit dibandingakn
dengan SCS.23 Sebuah penelitian awal pada 10 pasien menunjukkan nyeri dapat
hilang pada 70% kasus pada hari pertama setelah penanaman. Penggunaan energi
dengan teknik ini juga nampaknya lebih sedikit secara signifikan dibandingkan
dengan SCS. Sebuah penelitian multicenter terbaru pada 32 pasien dengan follow-
up selama 6 bulan menunjukkan nyeri dapat hilang sebanyak 58%.24 Seperti yang
diharapkan, rata-rata penghilang nyeri paling kuat terjadi di kaki dan yang paling
lemah pada pinggang. Laporan serial pada 8 pasien dengan complex regional pain
syndrome (CRPS) menunjukkan penurunan dari rata-rata skor nyeri sebesar 62%
dengan stimulasi dorsal root ganglion. Stimulasi dorsal root ganglion dapat
dipertimbangkan terutama pada sindrom nyeri monoradikuler atau sindrom nyeri
yang melibatkan sedikit dermatom.25
2.4 Efektivitas Stimulasi Medulla Spinalis26
2.4.1 Prosedur bersifat invasif minimal
Biasanya hanya diperlukan satu sayatan untuk menanamkan generator,
penempatan lead elektroda biasanya dilakukan dengan jarum, dengan melalui
sebuah sayatan. Hal ini memiliki beberapa efek samping namun juga bersifat
reversibel; jika tidak bekerja dengan baik atau tidak lagi diperlukan dapat
dikeluarkan tanpa prosedur invasif.
2.4.2 Mengurangi penggunaan opioid
Nyeri yang dialami seseorang dengan stimulasi medulla spinalis dan
stimulasi saraf perifer dapat memungkinkan seseorang untuk megonsumsi obat
nyeri dengan dosis yang lebih minimal. Sebuah literatur menunjukkan bahwa
lebih dari sepertiga sampel dari suatu studi yang menggunakan terapi stimulasi
medulla spinalis, menurunkan bahkan berhenti mengonsumsi obat-obatan opioid.
Sampel ini telah yang memiliki riwayat nyeri kronis selama rata-rata 13 tahun.5
2.4.3 Target sesuai dengan lokasi nyeri
Jika dibandingkan dengan mengonsumsi obat-obatan anti nyeri yang
mempengaruhi seluruh tubuh dan menyebabkan berbagai macam efek samping
seperti mengantuk, sembelit, atau masalah lain yang tidak terkait dengan rasa
nyeri, stimulasi medulla spinalis hanya memberikan efek anti nyeri pada lokasi
target nyeri tertentu.
2.4.4 Biaya yang efisien
Para peneliti telah menemukan bahwa biaya yang dibutuhkan dalam
stimulasi medulla spinalis sesuai dengan hasil yang didapat dibandingkan dengan
terapi alternatif lainnya.
2.4.5 Alternatif pengganti obat oral
Terapi ini menawarkan pilihan terapi untuk mengatasi nyeri dengan cara
lain bagi pasien yang memiliki masalah dalam minum obat oral.
2.5 Efek Samping dan Komplikasi stimulasi Medulla Spinalis27,5
Stimulasi medulla spinalis dianggap berhasil jika nyeri yang dirasakan
berkurang atau rasa nyeri yang dirasakan minimal, tetapi tidak semua orang dapat
mencapai tujuan tersebut. Dengan terapi frekuensi rendah, sekitar 50% sampai
60% dari pasien yang menggunakan stimulasi medulla spinalis dapat mencapai
tujuan tersebut.
Stimulasi medulla spinalis dan stimulasi saraf perifer secara umum
dianggap aman, dengan adanya risiko terutama terkait dengan prosedur
pembedahan yang diperlukan untuk pemasangan lead elekroda dan generator.
Suatu literatur penelitian menemukan 38% dari sampel penelitian memiliki
masalah terkait alat-alat yang digunakan dan prosedur pemasangannya.
Komplikasi yang paling umum adalah pergeseran yang tidak diinginkan (juga
disebut migrasi) dari lead elektroda, koneksi yang gagal dengan generator, dan
kerusakan lead elektroda.
Sementara komplikasi yang berhubungan dengan alat-alat yang
ditanamkan umumnya adalah
2.5.1 Fluktuasi Stimulasi
Perubahan yang tidak diinginkan dalam stimulasi seperti adanya sentakan
atau kejutan dari alat-alat, harus segera menghubungi dokter agar alat segera
dinon-aktifkan dan dikeluarkan.
2.5.2 Nyeri yang tidak teratasi
Stimulasi medulla spinalis umumnya akan mengganggu sinyal nyeri yang
dikirim ke otak, namun tidak mengatasi kondisi yang mendasarinya. Orang yang
menggunakan terapi ini harus terus melakukan kontrol dengan petugas
kesehatan.27
2.5.3 Reaksi terhadap tekanan
Mereka yang menggunakan stimulasi medulla spinalis sebaiknya tidak
mengambil bagian dalam kegiatan yang dapat menambah tekanan dalam tubuh,
seperti scuba diving lebih dari 10 meter di bawah permukaan laut harus dihindari,
selain itu perlunya konsultasi dengan dokter sebelum memasuki ruang hiperbarik.
2.5.4 Intervensi elektromagnetik yang kuat
Intervensi elektromagnetik yang kuat, seperti dari defibrillator atau MRI
(alat stimulasi medulla spinalis tidak aman untuk pasien jika pasien perlu di MRI),
karena dapat merusak generator yang terpasang, dan dapat menyebabkan luka
bakar parah, cedera serius lainnya, bahkan kematian.
2.5.5 Ketidaknyamanan di sekitar alat yang terpasang
Beberapa orang merasakan generator memberi rasa tidak nyaman.5
BAB III
SIMPULAN
1. Cidera medulla spinalis di definisikan sebagai semua bentuk cidera yang
mengenai medulla spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi
utamanya (motorik, sensorik, otonom, dan reflek) secara lengkap atau
sebagian.
2. Spinal Cord Stimulation (SCS) merupakan salah satu terapi pilihan yang
digunakan dalam mengatasi nyeri neuropati yang kronis. SCS diketahui
tidak terlalu invasif, tidak merusak, dan bersifat reversibel.
3. Mekanisme kerja dari SCS ini dapat dijelaskan dalam stimulasi listrik dan
neurokimia. Stimulasi listrik bergantung beberapa faktor seperti tingkat
konduktivitas, rentang terapeutik, panjang gelombang, amplitudo
gelombang, diameter serat saraf, jarak antara elektroda dengan medulla
spinalis, dan kombinasi anoda-katoda. Neurokimia ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan pada substansi-substansi seperti GABA, serotonin,
substansi-P, Norepinefrin, asetilkolin, adenosin yang meningkat dan
glutamat, aspartat yang menurun.
4. Stimulasi Brust, pola stimulasi ini terdiri dari ”burst” dari 5 impuls dalam
durasi 1 ms yang diikuti dengan interval 1 ms, pada frekuensi 500 Hz.
Dibawah pola stimulasi ini, nyeri membaik dibawah yang dicapai dengan
stimulasi konvensional.
5. Stimulasi Energi Tinggi, pada teknik yang baru ini, dua buah octrodes
ditanamkan dengan posisi acak setinggi TH8 turun hingga TH12. Telah
didapatkan hasil observasi bahwa tidak hanya nyeri tungkai radikuler tapi
juga nyeri punggung juga dapat diatasi dengan cara ini.
6. SCS dengan perubahan posisi, intensitas dari paresthesia yang diinduksi
dengan SCS adalah tergantung dari posisi tubuh. Penelitian dengan 15
pasien menunjukkan bahwa pasien dengan stimulasi otomatis yang
menggunakan sensor lebih puas secara signifikan daripada dengan
stimulasi yang disesuaikan secara manual. Penelitian multicenter terbaru
dengan 79 pasien menunjukkan perbaikan fungsional; secara khusus,
peningkatan rasa nyaman selama perubahan posisi, peningkatan aktifitas
fisik, dan perbaikan tidur.
7. Peripheral nerve field stimulation, peripheral nerve field stimulation
(PNFS) adalah sebuah metode yang berbeda. Pada teknik ini elektrode
ditempatkan secara subkutan, tanpa hubungan langsung dengan saraf tepi
tertentu. Sebuah penelitian dengan randomisasi terhadap PFNS
menunjukkan bahwa stimulasi dengan pengaturan standar secara
signifikan lebih efektif dibandingkat stimulasi dengan intensitas dengan
ambang yang lebih rendah atau frekuensi rendah.
8. Stimulasi dorsal root ganglion, pada teknik ini, elektrode ditempatkan
langsung pada bagian yang dekat dengan ganglion spinalis. Laporan serial
pada 8 pasien dengan complex regional pain syndrome (CRPS)
menunjukkan penurunan dari rata-rata skor nyeri sebesar 62% dengan
stimulasi dorsal root ganglion.
9. Keuntungan stimulasi medulla spinalis diantaranya adalah mengurangi
penggunaan opiod, pemasangan alat-alat menggunakan prosedur invasive
minimal, target nyeri dapat diminimalkan tanpa mempengaruhi sistem
organ lain, biaya yang tidak mahal, sebagai alternatif untuk obat oral.
Komplikasi yang paling umum adalah pergeseran yang tidak diinginkan
(juga disebut migrasi) dari lead elektroda, koneksi yang gagal dengan
generator, dan kerusakan lead elektroda dan efek samping yang lain
seperti fluktuasi stimulasi, nyeri tidak teratasi, reaksi terhadap
tekanan,interferensi elektromagnetik dan rasa tidak nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dumont, Randall J; Okonkwo, David O; Verma, Subodh ; Hurlbert, C
John ; Boulos, Paul T; Dumont, Aaron S;. (2001). Acute Spinal Cord
Injury, Part I: Pathophysiologic Mechanisms. Clinical
Neuropharmacology , 24 (5), 254-264.
2. Manley , Geoffrey T; Rosenthal, Guy; Papanastasio, Alexande M; Pitts,
Larry H;. (2006). Spinal Cord Injury. In G. M. Doherty, Current Surgical
Diagnosis & Treatment (Vol. 37). California: McGraw-Hill.
3. Frey ME, Manchikanti L, Benyamin RM, Schultz DM, Smith HS, Cohen
SP; (2009). Spinal cord stimulation for patients with failed back surgery
syndrome: A systematic re- view. Pain Physician ; 12:379-397.
4. Neuromodulation Therapy Access Coalition (2008). Position Statement on
Spinal Cord Neurostimulation. American Academy of Pain Medicine.
5. Song JJ, Popescu A, Bell RL (2014). Present and Potential Use of Spinal
Cord Stimulation to Control Chronic Pain. Pain Physician Journal; 17:
235-246.
6. Imre P. Krabbenbos, EPA van Dongen, HJA Nijhuis, AL Liem (2012).
Mechanisms of Spinal Cord Stimulation in Neuropathic Pain, Topics in
Neuromodulation Treatment, Dr. Jose Carrillo Ruiz (Ed.), ISBN: 978-953-
51-0395-0, InTech, Available from:
http://www.intechopen.com/books/topics-in-neuromodulation-
treatment/mechanisms-of-action-of-spinal-cord-stimulation-in-
neuropathic-pain
7. Medical Advisory Secretariat (2005). Spinal cord stimulation for
neuropathic pain: an evidence based analysis. Ontario Health Technology
Assessment Series;5 (4).
8. Middleton PM, Simpson P, Maddern G (2003). Spinal Cord Stimulation
(Neurostimulation): An Accelerated Systematic Review. ASERNIP-S
Report No. 43. Adelaide, South Australia: ASERNIP-S.
9. Song Z, Ultenius C, Meyerson BA, Linderoth B (2009). Pain relief by
spinal cord stimulation involves serotonergic mechanisms: an
experimental study in a rat model of mononeuropathy. Pain;147(1–
3):241–248.
10. Schechtmann G, Song Z, Ultenius C, Meyerson BA, Linderoth B (2008).
Cholinergic mechanisms involved in the pain relieving effect of spinal
cord stimulation in a model of neuropathy. Pain;139(1):136–145.
11. De Ridder D, Plazier M, Kamerling N, Menovsky T, Vanneste S. Burst
spinal cord stimulation for limb and back pain. World
Neurosurgery. 2013;80(5):642–649.
12. Van Buyten JP, Al-Kaisy A, Smet I, Palmisani S, Smith T. High-
frequency spinal cord stimulation for the treatment of chronic back pain
patients: results of a prospective multicenter European clinical
study. Neuromodulation. 2013;16(1):59–65.
13. Perruchoud C, Eldabe S, Batterham AM, et al. Analgesic efficacy of high-
frequency spinal cord stimulation: a randomized double-blind placebo-
controlled study. Neuromodulation. 2013;16(4):363–369.discussion 369.
14. Barolat G, Zeme S, Ketcik B. Multifactorial analysis of epidural spinal
cord stimulation. Stereotact Funct Neurosurg. 1991;56(2):77–103.
15. Holsheimer J, Barolat G, Struijk JJ, He J. Significance of the spinal cord
position in spinal cord stimulation. Acta Neurochir Suppl
(Wien) 1995;64:119–124.
16. Abejon D, Feler CA. Is impedance a parameter to be taken into account in
spinal cord stimulation? Pain Physician. 2007;10(4):533–540.
17. Schade CM, Schultz DM, Tamayo N, Iyer S, Panken E. Automatic
adaptation of neurostimulation therapy in response to changes in patient
position: results of the Posture Responsive Spinal Cord Stimulation (PRS)
Research Study. Pain Physician. 2011;14(5):407–417.
18. Buschmann D, Oppel F. Peripheral nerve stimulation for pain relief in
CRPS II and phantom-limb pain. Schmerz. 1999;13(2):113–120. German.
19. Burns B, Watkins L, Goadsby PJ. Treatment of intractable chronic cluster
headache by occipital nerve stimulation in 14
patients. Neurology. 2009;72(4):341–345.
20. Mironer YE, Hutcheson JK, Satterthwaite JR, LaTourette PC. Prospective,
two-part study of the interaction between spinal cord stimulation and
peripheral nerve field stimulation in patients with low back pain:
development of a new spinal-peripheral neurostimulation
method. Neuromodulation. 2011;14(2):151–154. discussion 155.
21. McRoberts WP, Wolkowitz R, Meyer DJ, et al. Peripheral nerve field
stimulation for the management of localized chronic intractable back pain:
results from a randomized controlled
study. Neuromodulation.2013;16(6):565–574.
22. Wolter T, Kieselbach K, Sircar R, Gierthmuehlen M. Spinal cord
stimulation inhibits cortical somatosensory evoked potentials significantly
stronger than transcutaneous electrical nerve stimulation. Pain
Physician. 2013;16(4):405–414.
23. Deer TR, Grigsby E, Weiner RL, Wilcosky B, Kramer JM. A prospective
study of dorsal root ganglion stimulation for the relief of chronic
pain. Neuromodulation. 2013;16(1):67–71
24. Liem L, Russo M, Huygen FJ, et al. A multicenter, prospective trial to
assess the safety and performance of the spinal modulation dorsal root
ganglion neurostimulator system in the treatment of chronic
pain. Neuromodulation. 2013;16(5):471–482
25. Van Buyten JP, Smet I, Liem L, Russo M, Huygen F. Stimulation of
Dorsal Root Ganglia for the Management of Complex Regional Pain
Syndrome: A Prospective Case Series. Pain Pract. 2014 Jan;:23
26. Grider J, Manchikanti L, Carayannopoulos A, Sharma ML, Balog CC,
Harned ME, Grami V, Justiz R, Nouri K, Hayek SM, Valleko R, Christo
PJ (2016). Effectiveness of Spinal Cord Stimulation in Chronic Spinal
Pain: A Systematic Review. Pain Physician; 19:E33-E54.
27. Jeon YH (2012). Spinal Cord Stimulation in Pain Management: A Review.
Korean J Pain; 25(3):143-150.