47
Sirosis Hepatis Pembimbing dr. Kemalasari Penyusun dr. Gede Ketut Alit S.N

LAPORAN KASUS INTERNA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LAPSUS

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS INTERNA

Sirosis Hepatis

Pembimbing dr. Kemalasari

Penyusun dr. Gede Ketut Alit S.N

Page 2: LAPORAN KASUS INTERNA

TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: LAPORAN KASUS INTERNA

Secara fungsional, sirosis terbagi atas: a. Sirosis hati kompensata

Pada atadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

b. Sirosis hati dekompensata (sirosis hati aktif)Pada stadium ini gejala-gejala nampak jelas.Pada pasien ini lebih mengarah pada sirosis hepatis jenis dekompensata, karena nampak gejala yang jelas, baik hepatoseluler (ikterus, gangguan pembekuan darah, penurunan albumin, bilirubin meningkat, dan peningkatan enzim transaminase) maupun hipertensi porta (asites).

- Selain itu, Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HbsAg reaktif dan anti HCV non reaktif. Hasil tersebut menunjukkan pasien menderita hepatitis B. Kadar SGOT/SGPT: 126/112. Pada hepatitis kronis, kadar SGOT/SGPT >1. Hal ini disebabkan karena kerusakan utama terjadi pada hepatosit bagian inti sel sehingga pembentukan SGOT lebih besar dari pada SGPT (Hermawan, 2006).

Pada pasien ini masih perlu dilakukan pemeriksaan HBV DNA dan HbeAg. Hal ini bertujuan untuk menentukan terapi yang sesuai.

Page 4: LAPORAN KASUS INTERNA

Pasien ini memiliki riwayat pengobatan DM selama 15 tahun.

Beberapa studi menunjukkan bahwa DM tipe II dapat menjadi faktor etiologi penyakit hati kronis non alkoholik yang berkembang menjadi sirosis (Garcia-Compean et al., 2009). Pasien dengan hepatitis kronis, DM dan fibrosis berisiko tiga kali lebih besar menjadi hepatoma dibandingkan pasien nondiabetik (Donadon et al., 2008).

Telah diketahui bahwa perlemakan hati, obesitas dan resistensi insulin merupakan kofaktor kerusakan hati.Pada pasien DM, kerusakan hati juga dapat disebabkan akibat hepatotoksiksitas obat hipoglikemik oral (Garcia-Compean et al., 2009).

Page 5: LAPORAN KASUS INTERNA

Riwayat pengobatan hepatotoksik pada pasien juga dapat disebabkan penggunaan acetaminophen (paracetamol) sebagai analgetik.

Kerusakan hati akibat paracetamol tidak hanya terjadi karena penggunaan overdosis ataupun dosis tinggi, tetapi juga dapat terjadi akibat penggunaan dosis rendah yang berkepanjangan (<4g/hari).

Kerusakan hati akibat paracetamol bukan disebabkan oleh obatnya, namun karena metabolit toksik yang dihasilkan oleh kompleks enzim sitokrom P450 pada hati. Akumulasi metabolit ini berbahaya karena dapat menyebabkan deplesi antioksidan endogen gluthatione sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kshirsagar et al., 2010).

Page 6: LAPORAN KASUS INTERNA

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kreatinin sebesar 1,6 mg/dl.

Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melaui kombinasi filtrasi dan sekresi.

Peningkatan kreatinin melebihi nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Pada pasien ini peningkatan kreatinin serum bisa disebabkan dari :

- Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut) - Diabetes mellitus (nefropati DM)

Page 7: LAPORAN KASUS INTERNA

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (ureum kreatinin) dan non nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouria

Berdasarkan pemeriksaan lab, diagnosis ditegakkan apabila terjadi peningkatan kreatinin serum secara mendadak sebesar 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20% bila keadaan awal >2,5 mg% (Markum, 2009).

Penyebab utama gagal ginjal akut pada pasien sirosis hepatis adalah gangguan prerenal atau sindrom hepatorenal (Muciño-Bermejo, 2012).

Page 8: LAPORAN KASUS INTERNA

Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan sindrom reversibel pada pasien sirosis dengan hipertensi portal dan kerusakan hati, dimana fungsi ginjal yang terganggu ditandai dengan abnormalitas pada fungsi kardiovaskuler dan aktivitas berlebihan saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin (Salerno et al, 2007)

Secara klinis sindrom hepatorenal diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu tipe 1 dan 2.

SHR tipe 1 Manifestasi SHR tipe 1 sangat progresif dimana terjadi peningkatan serum kreatini 2x lipat (nilai awal kreatinin serum > 2,5 mg/dl) atau penurunan kreatinin clearance 50% dari nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu kurang dari 2 minggu.

SHR tipe 2Bentuk kronis SHR ditandai dengan penurunan LFG yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya lebih baik daripada SHR tipe 1.

Page 9: LAPORAN KASUS INTERNA

Kriteria diagnostik digunakan untuk menetukan sindrom hepatorenal berdasarkan International Ascites Club’s Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome meliputi kriteria:

1. Sirosis dengan ascites. 2. Kreatinin serum >1,5 mg/dl. 3. Tidak ada syok. 4. Tidak ada hipovolemia (tidak ada perbaikan fungsi

ginjal setelah 2 hari tanpa pemberian diuretik dan volume ekspander dengan albumin dosis 1 g/kg/hari).

5. Tidak sedang dalam pengobatan dengan obat nefrotoksik.

6. Tidak ada penyakit ginjal intrinsik (proteinuria < 0,5 g/hari; sel darah merah urin < 50/LPK; ultrasonografi ginjal normal) (Salerno et al, 2007).

Apabila penyebab peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien ini disebabkan sindrom hepatorenal maka terapi yang digunakan antara lain terapi suportif berupa koreksi keseimbangan asam basa, dan penggunaan vasokonstriktor, seperti terlipressin atau oktreotid dan lebih efektif dengan kombinasi infus albumin atau koreksi albumin serum (Setiawan, 2007).

Page 10: LAPORAN KASUS INTERNA
Page 11: LAPORAN KASUS INTERNA

Kemungkinan lain penyebab peningkatan kreatinin serum pada kasus ini yaitu nefropati DM yang merupakan komplikasi mikroangiopati dari DM

Diagnosis nefropati dimulai dari terjadinya albuminuria pada pasien DM. Apabila kadar albumin atau protein dalam urin sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urin biasa tetapi sudah mencapai >30 mg/24 jam atau >20 mikrogram/menit disebut mikroalbuminuria dan dianggap sebagai nefropati insipien.

Pada pasien ini, pemeriksaan protein urin menunjukkan hasil negatif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan micral test untuk mendeteksi mikroalbuminuria pada nefropati DM

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan untuk memeriksa penyulit DM yang lain seperti funduskopi (komplikasi retinopati DM)

Page 12: LAPORAN KASUS INTERNA

Keluhan lain yang dirasakan pasien ini yaitu lemas, dan nafsu makan menurun yang dapat menunjukkan gejala anemia

Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan hemoglobin (Hb : 10.4 g/dl). Dari indeks eritrosit didapatkan MCV : 90 /um, MCH: 30 Pg, MCHC: 35 g/dl sehingga jenis anemianya adalah normokromik normositik.

Penyebab anemia normositik normokromik antara lain: 1. anemia pasca perdarahan akut 2. anemia aplastik 3. anemia hemolitik didapat 4. anemia akibat penyakit kronik 5. anemia pada gagal ginjal kronik 6. anemia pada sindrom mielodisplastik 7. anemia pada keganasan hematologic (Bakta, 2007)

Page 13: LAPORAN KASUS INTERNA

Kemungkinan penyebab anemia normositik normokromik pada pasien ini adalah anemia akibat penyakit kronis. Pada kasus ini, penyakit kronis yang diderita pasien adalah penyakit hati (sirosis hepatis dan hepatitis B)

Pada penyakit hari kronik alkoholik terjadi defisiensi nutrisi dan memerlukan management yang tepat. Defisiensi asam folat dari intake yang tidak adekuat, defisiensi besi karena perdarahan dan intake yang tidak adekuat menjadi penyebab dari anemia pada penyakit hati kronik (Adamson, 2008).

Page 14: LAPORAN KASUS INTERNA

Kadar ion kalsium pada pasien ini menurun (1,06).Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. Sebagian besar kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin

Albumin konsentrasi kalsium dalam darah

Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang. Pada pasien ini diberikan terapi CaCO3 tablet 3x1 untuk memenuhi kebutuhan kalsiun tubuh.

Page 15: LAPORAN KASUS INTERNA

Laporan KasusSeorang Wanita 53 Tahun dengan

Sirosis Hepatis Dekompensata Yang Disertai Peningkatan

Kreatinin Serum

Page 16: LAPORAN KASUS INTERNA

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. YUmur : 53 tahunSuku : Jawa

Page 17: LAPORAN KASUS INTERNA

ANAMNESIS Ku : perut terasa penuh Riwayat penyakit sekarang: Kurang lebih 2 minggu SMRS pasien mengeluh perut

terasa penuh. Perut terasa penuh di seluruh lapang perut. Terasa penuh dirasakan terus menerus. Keluhan tidak terasa memberat dengan pemberian makan dan tidak berpengaruh pada perut kosong. Keluhan bertambah jika pasien beraktivitas. Keluhan berkurang saat istirahat. Perut kembung (+), mual (-) muntah (-), perut terasa panas (-). Pasien merasa keluhan semakin memberat kemudian pasien periksa ke RS Tegalyoso. Pasien dirawat selama 9 hari namun tidak ada perbaikan, selanjutnya dirujuk ke RS Moewardi dengan keterangan klinis sirosis hepatis dan hepatitis B.

Pasien juga mengeluhkan lemas. Lemas dirasakan seluruh tubuh. Lemas mengganggu aktivitas sehari-hari. Pesien merasa nafsu makan menurun (+) perut terasa membesar (+), nyeri ulu hati (-), badan dan mata terasa kuning (+) .

Page 18: LAPORAN KASUS INTERNA

BAK lancar sebanyak 6-8 kali sehari @ ½-1 gelas belimbing, berwarna kuning jernih. Tidak terasa panas dan nyeri saat kencing. BAB sebanyak 1-2 kali sehari. BAB lembek berwarna coklat, lendir (-), darah (-)

Kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien merasa mata dan kulit menjadi kuning, perut terasa penuh (+), mual (+), muntah (-). Kemudian pasien berobat dan mondok di RS tegalyoso selama 7 hari. Keluhan berkurang dan pasien pulang.

Kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien pernah muntah darah. Muntah darah berwarna merah kehitaman. Muntah darah timbul tiba-tiba saat pasien istirahat di tempat tidur. Muntah darah bercampur dengan makanan dan jendelan darah (+). BAB berwarna hitam lembek kurang lebih 1 gelas belimbing dan tidak didapatkan lendir.

 

Page 19: LAPORAN KASUS INTERNA

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tekanan darah tinggi (+) 10 tahun rutin kontrol tiap bulan

Riwayat diabetes (+) 15 tahun rutin kontrol tiap bulan Riwayat maag disangkal Riwayat sakit jantung disangkal Riwayat alergi disangkal Riwayat mondok : (+) 2 kali, 1 tahun yang lalu selama 8 hari di

endoskopi dengan indikasi hematemesis melena. Riwayat sakit kuning : (+) 1 tahun yang lalu Riwayat hematemesis melena : (+) 1 tahun yang lalu

Page 20: LAPORAN KASUS INTERNA

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat darah tinggi(+) bapak pasien Riwayat kencing manis (+) kakak kandung Riwayat sakit jantung disangkal Riwayat sakit serupa disangkal Riwayat Kebiasaan Riwayat minum jamu (-) Riwayat minum obat-obat bebas warung (-) Riwayat minum alkohol (-) Riwayat kebiasaan minum : (+) minuman

berenergi sejak 4 tahun sehari @ 1 botol besar. Riwayat Tranfusi : disangkal Riwayat kebiasaan minum obat-obatan : (+)

obat hipertensi dan DM, pasien sering minum obat paracetamol jika pusing (sejak 20 tahun)

Page 21: LAPORAN KASUS INTERNA

Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah seorang perempuan berusia 53

tahun. Bekerja sebagai petani. Pasien berobat di RSUD Ambarawa menggunakan fasilitas

pembayaran Jamkesmas.

Page 22: LAPORAN KASUS INTERNA

ANAMNESIS SITEMIK

Kepala : pusing (-), kepala terasa berat (-), mudah rontok (-) Mata : mata berkunang-kunang (-/-), kabur (-/-), gatal (-/-),

mata kuning (+/+), bengkak (-/-), bola mata menonjol (-/-) Leher: kaku tengkuk (-), cengeng (-) Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air

berlebihan (-), gatal (-) Telinga : pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan atau

darah (-/-), pendengaran berdenging (-/-) Mulut : sukar membuka mulut (-), bibir kering (-), gusi

mudah berdarah (-), papil lidah atrofi (-) Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), sakit tenggorokan (-),

suara serak (-), sukar menelan (-) Sistem respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri

dada (-), mengi (-) Sistem kardiovaskuler : sering pingsan (-), berdebar-debar (-),

keringat dingin (-), ulu hati terasa panas (-), denyut jantung meningkat (-)

Page 23: LAPORAN KASUS INTERNA

Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), sebah (+), cepat kenyang (-), nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati (-), diare (-), sulit BAB (-), BAB berdarah (-), perut nyeri setelah makan (-), BAB warna seperti dempul (-), BAB warna hitam (-).

Sistem muskuloskeletal : lemas (+), kaku sendi (-), nyeri sendi lutut (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-)

Sistem genitourinaria : nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-), sering buang air kecil (-), air kencing warna seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-), rasa gatal pada saluran kencing (-), kantung zakar bengkak (-).

Ekstremitas Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-),

ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-). Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-),

ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-). Sistem neuropsikiatri : gelisah (-), mengigau (-)

Page 24: LAPORAN KASUS INTERNA

Keadaan Umum : Tampak lemah , Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup

Status Gizi : BB → 60 kg TB → 153 cm BMI → 25,6 kg/ m2

Kesan : Status Gizi overweightLingkar Perut : 98 cmLingkar Pinggang : 100 cm

Tanda Vital :

Tensi : 110/80 mmHgNadi : 100x/ menit, isi dan tegangan

cukupFrekuensi Respirasi : 20 x/menitSuhu : 36,7 0C

PEMERIKSAAN FISIK

Page 25: LAPORAN KASUS INTERNA

JVP R+2cm, trakea di tengah, simetris, KGB tidak membesar

Mata :konjungtiva pucat (-/-)Sklera ikterik (+/+)Pupil isokor Reflek cahaya (+/+)

Paru depan: I. Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri normal P:fremitus raba kanan sulit di eavaluasiP. Sonor / sonor A.SDV (N/N), ST (-/-)

spoon nail -/- kuku pucat -/- oedem -/-, ikterik +/+

Paru Belakang :

I. Pengembangan dada kanan sama dengan kiri normal

P. Fremitus raba sulit di evaluasi

P. Sonor / sonor

Q. SDV +/+ normal, ST (-/-)

Cor: I. IC tak tampakP. Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm

kearah medial linea midclavicularis P. Batas jantung kesan tidak melebarA. BJ I-II reguler, bising (-)

AbdomenI. DP >DD,,venektasi (-),capu medusa (-) A. Peristaltik (+) NP. timpani pekak sisi (+), pekak alih (+) tes undulasi (+), area troube timpani liver span 7 cmP. supel,NT (-)Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,murphy sign (-)

Page 26: LAPORAN KASUS INTERNA

Pemeriksaan I II III Satuan Nilai Rujukan

Hematologi Rutin

Hemoglobin 11.1 10.7 10.4 g/dl 12.0-15.6

Hematokrit 31 31 32 % 33-45

Leukosit 9.8 9.5 7.8 ribu/ul 4.5-11.0

Trombosit 118 85 97 ribu/ul 150-450

Eritrosit 2.97 2.64 2.96 juta/ul 4.10-5.10

Gol darah ABO B

Indeks Eritrosit

MCV 90 /um 80.0 – 96.0

MCH 30 Pg 28.0 – 33.0

MCHC 35 Gr/dl 33.0 – 36.0

RDW 12 % 11.6 – 14.6

HDW 2.5 Gr/dl 2.2. – 3.2

MPV 8 Fl 7.2 – 11.1

PDW 40 % 25 – 65

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Darah

Page 27: LAPORAN KASUS INTERNA

HITUNG JENIS I II IIIEosinofil 3.90 % 0.00 – 4.00Basofil 0.40 % 0.00 – 2.00Netrofil 47.10 % 55.00 – 80.00Limfosit 36.50 % 22.00 – 44.00Monosit 9.10 % 0.00 – 7.00LUC/AMC 3.00 % -Kimia KlinikKreatinin 1.4 1.6 mg/dl 0.6-1.1Ureum 37 41 mg/dl <50Elektrolit

NatriumKaliumKloridaKalsium ion

1334.2

1.07

1323.7

1.06

mmol/Lmmol/Lmmol/Lmmol/L

136-1453.3-5.198-106

1.17-1.29Gamma GT 35 32 u/l <38Alkali fosfatase 58 55 u/l 42-98Bilirubin total 4.11 mg/dl 0.00-1.00Bilirubin direk 1.28 mg/dl 0.00-0.30Bilirubin indirek 2.83 mg/dl 0.00-0.70SGOT 126 u/l 0-35SGPT 112 u/l 0-45PT 21.6 detik 10-15APTT 43.7 detik 20-40Protein total 6.2 g/dl 6.4-8.3Albumin 1.8 1.8 g/dl 3.5-5.2Globulin 4.4 g/dl -HbsAg reaktif Nonreaktif

Page 28: LAPORAN KASUS INTERNA

USG Abdomen Hepar : ukuran mengecil, ekostruktur

inhomogen, dilatasi vaskuler maupun hiller (-), nodul/kista (-)

Gall Bladder : ukuran normal, batu (-) Pankreas: kedua ren, lien, vesica urinaria, dan

uterus dalam keadaan normal Kesan : Curiga Sirosis Hepatis

Page 29: LAPORAN KASUS INTERNA

RESUMEPasien mengeluh perut terasa penuh di seluruh

lapang abdomen yang terus menerus sejak 2 minggu SMRS, distensi abdomen (+). Keluhan dirasakan semakin memberat sehingga pasien periksa ke RSUD Ambarawa

Pasien juga mengeluhkan lemas hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Pesien merasa nafsu makan menurun (+), perut terasa membesar (+), dan badan dan mata ikterik (+). Keadaan umum sakit sedang dengan kulit ikterik (+), sklera ikterik (+/+), pekak alih (+), tes undulasi (+), asites (+), palmar ikterik (+), plantar pedis ikterik (+).

Riwayat tekanan darah tinggi (+) 10 tahun terkontrol. Riwayat diabetes (+) 15 tahun terkontrol. Riwayat ikterik (+) 1 tahun. Riwayat melena (+) 1 tahun. Riwayat kebiasaan minum obat-obatan (+) obat hipertensi dan DM. Riwayat kebiasaan minum (+) minuman berenergi sejak 4 tahun sehari @ 1 botol besar.

Page 30: LAPORAN KASUS INTERNA

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb 10.4, Hct 32, trombosit 97, eritrosit 2,96, kreatinin : 1,6, natrium : 132 , calcium ion: 1.06, bilirubin total: 4.11, bilirubin direk: 2.83, bilirubin indirek: 1.28, protein total: 6,2, albumin: 1.8, globulin : 44, HbsAg (reaktif). PT/APTT : 21.6/43.7, SGOT/SGPT 126/112. Pemeriksaan urin didapatkan leukosit 25, eritrosit 250, epitel squamous 3-5, silinder granulated 20-25. Pada pemeriksaan USG abdomen, kesan sirosis hepatis.

Page 31: LAPORAN KASUS INTERNA

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien mengeluhkan perut terasa penuh dan kembung. Perut semakin membesar. Pada perkusi abdomen didapatkan timpani, pekak alih (+) dan tes undulasi (+). Hal ini menunjukkan tanda dan gejala asites

Patogenesis asites terjadi karena pengaruh tekanan tinggi dari vena hepatica yang mengalir ke vena cava meningkat sebesar 3-7 mmHg di atas normal sehingga menimbulkan transudasi cairan dari sinusoid hati dan kapiler porta ke rongga abdomen (Guyton & Hall, 2006).

Page 32: LAPORAN KASUS INTERNA

Pasien mengeluh mata dan badan berwarna kuning semakin lama semakin bertambah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: ikterik pada kulit, sclera, daerah kedua palmar, dan plantar pedis.

Ikterus hiperbilirubinemia. Ikterus 1) Bilirubin terkonjugasi

hiperbilirubinemia akibat bilirubin terkonjugasi dapat dikeluarkan melalui urin dan nontoksik

2) Bilirubin tak terkonjugasiBilirubin tak terkonjugasi tidak larut air

karena transport dalam plasma terikat pada albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus sehingga tidak dapat dikeluarkan melalui urin. 

Jenis ini ditemukan dalam penyakit hepatoseluler difus akibat hepatitis virus, obat, atau sirosis

Page 33: LAPORAN KASUS INTERNA

Dengan demikian, ikterus terjadi akibat ketidakseimbangan produksi dan pengeluaran bilirubin dengan mekanisme di bawah ini:*

1. Produksi bilirubin berlebihan 2. Penurunan penyerapan oleh hati 3. Gangguan konjugasi 4. Penurunan ekskresi hepatoseluler 5. Gangguan aliran empedu

*no 1-3 penyebab hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, 4-5 penyebab hiperbilirubinemia terkonjugasi (Nurdjanah, 2009; Crawford, 2007).Ikterus mulai terlihat pada sclera apabila kadar bilirubin 2-3 mg/dl dan tampak nyata pada kadar bilirubin 7 mg%.

Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien ini, kadar bilirubin total: 4.11 md/dl, bilirubin direk: 1.28 mg/dl, bilirubin indirek: 2.83 mg/dl.

Page 34: LAPORAN KASUS INTERNA

Tanda dan gejala yang dialami pasien mengarah pada klinis sirosis hepatis.

Sirosis hepatis secara klinis akan memberikan gambaran dari hepatoselular dan hipertensi portal. Gambaran hepatoselular pada pasien ini ditemukan - icterus - bilirubin meningkat,- gangguan pembekuan darah - Peningkatan enzim transaminase- penurunan albuminSedangkan gambaran hipertensi portal pada pasien ini ditemukan asites. Hal ini didukung dari hasil pemeriksaan laboratorium - PT: 21.6 detik - albumin: 1.8 g/dl- APTT : 43.7 detik - SGOT/SGPT : 126/112

Pemeriksaan USG Abdomen kesan sirosis hepatis.

Page 35: LAPORAN KASUS INTERNA

Secara fungsional, sirosis terbagi atas: a. Sirosis hati kompensata

Pada atadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

b. Sirosis hati dekompensata (sirosis hati aktif)Pada stadium ini gejala-gejala nampak jelas.Pada pasien ini lebih mengarah pada sirosis hepatis jenis dekompensata, karena nampak gejala yang jelas, baik hepatoseluler (ikterus, gangguan pembekuan darah, penurunan albumin, bilirubin meningkat, dan peningkatan enzim transaminase) maupun hipertensi porta (asites).

- Selain itu, Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HbsAg reaktif dan anti HCV non reaktif. Hasil tersebut menunjukkan pasien menderita hepatitis B. Kadar SGOT/SGPT: 126/112. Pada hepatitis kronis, kadar SGOT/SGPT >1. Hal ini disebabkan karena kerusakan utama terjadi pada hepatosit bagian inti sel sehingga pembentukan SGOT lebih besar dari pada SGPT (Hermawan, 2006).

Pada pasien ini masih perlu dilakukan pemeriksaan HBV DNA dan HbeAg. Hal ini bertujuan untuk menentukan terapi yang sesuai.

Page 36: LAPORAN KASUS INTERNA

Pasien ini memiliki riwayat pengobatan DM selama 15 tahun.

Beberapa studi menunjukkan bahwa DM tipe II dapat menjadi faktor etiologi penyakit hati kronis non alkoholik yang berkembang menjadi sirosis (Garcia-Compean et al., 2009). Pasien dengan hepatitis kronis, DM dan fibrosis berisiko tiga kali lebih besar menjadi hepatoma dibandingkan pasien nondiabetik (Donadon et al., 2008).

Telah diketahui bahwa perlemakan hati, obesitas dan resistensi insulin merupakan kofaktor kerusakan hati.Pada pasien DM, kerusakan hati juga dapat disebabkan akibat hepatotoksiksitas obat hipoglikemik oral (Garcia-Compean et al., 2009).

Page 37: LAPORAN KASUS INTERNA

Riwayat pengobatan hepatotoksik pada pasien juga dapat disebabkan penggunaan acetaminophen (paracetamol) sebagai analgetik.

Kerusakan hati akibat paracetamol tidak hanya terjadi karena penggunaan overdosis ataupun dosis tinggi, tetapi juga dapat terjadi akibat penggunaan dosis rendah yang berkepanjangan (<4g/hari).

Kerusakan hati akibat paracetamol bukan disebabkan oleh obatnya, namun karena metabolit toksik yang dihasilkan oleh kompleks enzim sitokrom P450 pada hati. Akumulasi metabolit ini berbahaya karena dapat menyebabkan deplesi antioksidan endogen gluthatione sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kshirsagar et al., 2010).

Page 38: LAPORAN KASUS INTERNA

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kreatinin sebesar 1,6 mg/dl.

Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melaui kombinasi filtrasi dan sekresi.

Peningkatan kreatinin melebihi nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Pada pasien ini peningkatan kreatinin serum bisa disebabkan dari :

- Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut) - Diabetes mellitus (nefropati DM)

Page 39: LAPORAN KASUS INTERNA

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (ureum kreatinin) dan non nitrogen, dengan atau tanpa disertai oligouria

Berdasarkan pemeriksaan lab, diagnosis ditegakkan apabila terjadi peningkatan kreatinin serum secara mendadak sebesar 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20% bila keadaan awal >2,5 mg% (Markum, 2009).

Penyebab utama gagal ginjal akut pada pasien sirosis hepatis adalah gangguan prerenal atau sindrom hepatorenal (Muciño-Bermejo, 2012).

Page 40: LAPORAN KASUS INTERNA

Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan sindrom reversibel pada pasien sirosis dengan hipertensi portal dan kerusakan hati, dimana fungsi ginjal yang terganggu ditandai dengan abnormalitas pada fungsi kardiovaskuler dan aktivitas berlebihan saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin (Salerno et al, 2007)

Secara klinis sindrom hepatorenal diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu tipe 1 dan 2.

SHR tipe 1 Manifestasi SHR tipe 1 sangat progresif dimana terjadi peningkatan serum kreatini 2x lipat (nilai awal kreatinin serum > 2,5 mg/dl) atau penurunan kreatinin clearance 50% dari nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu kurang dari 2 minggu.

SHR tipe 2Bentuk kronis SHR ditandai dengan penurunan LFG yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya lebih baik daripada SHR tipe 1.

Page 41: LAPORAN KASUS INTERNA

Kriteria diagnostik digunakan untuk menetukan sindrom hepatorenal berdasarkan International Ascites Club’s Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome meliputi kriteria:

1. Sirosis dengan ascites. 2. Kreatinin serum >1,5 mg/dl. 3. Tidak ada syok. 4. Tidak ada hipovolemia (tidak ada perbaikan fungsi

ginjal setelah 2 hari tanpa pemberian diuretik dan volume ekspander dengan albumin dosis 1 g/kg/hari).

5. Tidak sedang dalam pengobatan dengan obat nefrotoksik.

6. Tidak ada penyakit ginjal intrinsik (proteinuria < 0,5 g/hari; sel darah merah urin < 50/LPK; ultrasonografi ginjal normal) (Salerno et al, 2007).

Apabila penyebab peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien ini disebabkan sindrom hepatorenal maka terapi yang digunakan antara lain terapi suportif berupa koreksi keseimbangan asam basa, dan penggunaan vasokonstriktor, seperti terlipressin atau oktreotid dan lebih efektif dengan kombinasi infus albumin atau koreksi albumin serum (Setiawan, 2007).

Page 42: LAPORAN KASUS INTERNA
Page 43: LAPORAN KASUS INTERNA

Kemungkinan lain penyebab peningkatan kreatinin serum pada kasus ini yaitu nefropati DM yang merupakan komplikasi mikroangiopati dari DM

Diagnosis nefropati dimulai dari terjadinya albuminuria pada pasien DM. Apabila kadar albumin atau protein dalam urin sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urin biasa tetapi sudah mencapai >30 mg/24 jam atau >20 mikrogram/menit disebut mikroalbuminuria dan dianggap sebagai nefropati insipien.

Pada pasien ini, pemeriksaan protein urin menunjukkan hasil negatif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan micral test untuk mendeteksi mikroalbuminuria pada nefropati DM

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan untuk memeriksa penyulit DM yang lain seperti funduskopi (komplikasi retinopati DM)

Page 44: LAPORAN KASUS INTERNA

Keluhan lain yang dirasakan pasien ini yaitu lemas, dan nafsu makan menurun yang dapat menunjukkan gejala anemia

Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan hemoglobin (Hb : 10.4 g/dl). Dari indeks eritrosit didapatkan MCV : 90 /um, MCH: 30 Pg, MCHC: 35 g/dl sehingga jenis anemianya adalah normokromik normositik.

Penyebab anemia normositik normokromik antara lain: 1. anemia pasca perdarahan akut 2. anemia aplastik 3. anemia hemolitik didapat 4. anemia akibat penyakit kronik 5. anemia pada gagal ginjal kronik 6. anemia pada sindrom mielodisplastik 7. anemia pada keganasan hematologic (Bakta, 2007)

Page 45: LAPORAN KASUS INTERNA

Kemungkinan penyebab anemia normositik normokromik pada pasien ini adalah anemia akibat penyakit kronis. Pada kasus ini, penyakit kronis yang diderita pasien adalah penyakit hati (sirosis hepatis dan hepatitis B)

Pada penyakit hari kronik alkoholik terjadi defisiensi nutrisi dan memerlukan management yang tepat. Defisiensi asam folat dari intake yang tidak adekuat, defisiensi besi karena perdarahan dan intake yang tidak adekuat menjadi penyebab dari anemia pada penyakit hati kronik (Adamson, 2008).

Page 46: LAPORAN KASUS INTERNA

Kadar ion kalsium pada pasien ini menurun (1,06).Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. Sebagian besar kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin

Albumin konsentrasi kalsium dalam darah

Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang. Pada pasien ini diberikan terapi CaCO3 tablet 3x1 untuk memenuhi kebutuhan kalsiun tubuh.

Page 47: LAPORAN KASUS INTERNA

TERIMA KASIH