50
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat 9 juta orang diperkirakan meninggal karena kanker pada tahun 2015 dan 11,4 juta meninggal pada tahun 2030. 5 Carcinoma mammae atau kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat menyerang pada golongan usia manapun dan paling sering pada usia 40-50 tahun. 10 Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78% kanker payudara terjadi pada usia di atas 50 tahun, sedangkan 6% diantaranya kurang dari 40 tahun. Pada tahun 2008, 48.034 penduduk di Inggris didiagnosis dengan kanker payudara dan 11.728 orang meninggal karena kanker payudara pada tahun 2009. Kasus tertinggi di dunia pada tahun 2008 terdapat di Perancis dengan tingkat kejadian sekitar 99,7% atau sebesar 51.012 kasus. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2008 jumlah kasus kanker payudara diperkirakan sebesar 36,2% atau sebanyak 39.831 kasus dengan jumlah kematian 18,6 per 100.000 penduduk. 11

Lapkas CA Mammae Final

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapkas

Citation preview

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dan terus

meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat 9 juta orang diperkirakan meninggal

karena kanker pada tahun 2015 dan 11,4 juta meninggal pada tahun 2030.5

Carcinoma mammae atau kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama

kematian di dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat menyerang pada golongan

usia manapun dan paling sering pada usia 40-50 tahun.10

Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78% kanker

payudara terjadi pada usia di atas 50 tahun, sedangkan 6% diantaranya kurang dari

40 tahun. Pada tahun 2008, 48.034 penduduk di Inggris didiagnosis dengan

kanker payudara dan 11.728 orang meninggal karena kanker payudara pada tahun

2009. Kasus tertinggi di dunia pada tahun 2008 terdapat di Perancis dengan

tingkat kejadian sekitar 99,7% atau sebesar 51.012 kasus. Sedangkan di Indonesia

pada tahun 2008 jumlah kasus kanker payudara diperkirakan sebesar 36,2% atau

sebanyak 39.831 kasus dengan jumlah kematian 18,6 per 100.000 penduduk.11

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui secara pasti, tetapi

terdapat banyak faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap terjadinya kanker

payudara diantaranya: usia, usia saat menstruasi pertama, penyakit fibrokistik,

riwayat kanker payudara, penggunaan hormon estrogen atau progesterone, gaya

hidup tidak sehat.10

Sekitar 50 % penderita kanker payudara di Indonesia datang memeriksakan

diri pada stadium lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya deteksi dini

kanker payudara, yaitu dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).

Keterlambatan deteksi dini ini, dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan

tentang deteksi dini kanker payudara.3

2

1.2. Rumusan Masalah

Laporan kasus ini membahas definisi, etiologi, epidemiologi, anatomi,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, teknik pembedahan,

dan komplikasi dari kanker payudara.

1.3. Tujuan Penulisan

a. Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, anatomi, patofisiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, teknik pembedahan, dan

komplikasi kanker payudara.

b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Pofesi

Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi7

Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobus; tiap lobus terdiri dari beberapa

lobulus kelenjar.Lobulus-lobulus kelenjar bermuara ke papilla mammae melalui

ductus lactiferus. Ligamentum Cooper adalah jaringan ikat yang berada di antara

lobulus-lobulus sampai ke dermis untuk memperkuat struktur payudara.Kuadran

atas terluar payudara berisi lebih banyak jaringan dibandingkan kuadran payudara

lainnya.7

2.2. Vaskularisasi dan Inervasi Payudara4

Payudara diperdarahi oleh arteri perforantes anterior cabang dari a.mamaria

intena, cabang lateral a.intarcostalis posterior, a.torasica superior dan a. torasica

lateralis cabang dari a.aksilaris dan cabang pektoral dari a. torakoakromialis.

Sedangkan sistem vena yang terdiri dari tiga grup vena, yaitu cabang

perforantes v.mamaria interna, cabang v. aksilaris dan vena-vena kecil yang

bermuara pada v.interkostalis, vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis,

Gambar 2.1. Anatomi Payudara

4

kemudian bermuara pada v.azygos. Melalui vena-vena ini metastase dapat

langsung terjadi di paru. Pleksus vena vertebralis Batson yang terletak di tulang

belakang dan memanjang dari tulang tengkorak sampai ke sakrum, dapat menjadi

jalur metastasis kanker payudara ke tulang belakang, tulang tengkorak kepala,

tulang panggul dan sistem saraf pusat.

Batas-batas pengaliran limfe di payudara tidak berbatas jelas dan ada

bermacam-macam variasi letak kelenjar limfe aksila. Enam kelompok kelenjar

limfe yang dikenal adalah13:

1. Kelompok vena aksila (lateral)

2. Kelompok mamaria eksternal (anterior atau pektoral)

3. Kelompok skapular (posterior atau subskapular)

4. Kelompok sternal

5. Kelompok subklavikular (apikal)

6. Kelompok interpektoral (kelompok Rotter).

Gambar 2.2. Vaskularisasi dan Inervasi Payudara

5

Persarafan oleh cabang kutaneus lateral nervus interkostal ketiga sampai

keenam memberikan persarafan sensoris payudara (cabang mamaria lateral) dan

dinding dada anterolateral. Nervus interkostobrakial adalah cabang kutaneus

lateral nervus interkostal kedua dan dapat terlihat saat diseksi aksila. Reseksi

nervus intercostobrakial dapat menyebabkan hilangnya rasa raba bagian medial

lengan atas.

2.3. Definisi1

Karsinoma mammae adalah pertumbuhan sel-sel dari jaringan payudara yang

tidak terkontrol.Karsinoma mammae mengacu pada tumor maligna yang berasal

dari sel-sel di payudara.Maligna berarti memiliki potensi membahayakan

kehidupan.

Gambar 2.3. Sistem Limfatikus Payudara

6

2.4. Insidensi dan Epidemiologi10,11

Di negara berkembang karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat

nomor dua setelah karsinoma serviks uterus. Di negara maju karsinoma payudara

pada wanita menduduki tempat pertama.Persentase karsinoma payudara sekitar 33

persen dari seluruh kanker pada wanita.Menurut WHO 8-9% wanita akan

mengalami kanker payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis

kanker yang paling banyak ditemui pada wanita.Kurva insidens usia bergerak naik

terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia di

bawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens

karsinoma payudara pada lelaki hanya 1 % dari kejadian pada wanita.

2.5. Faktor Risiko6

Faktor risiko kanker payudara ialah:

- Umur lebih dari 30 tahun

- Anak pertama lahir pada usia ibu lebih dari 35 tahun

- Tidak kawin

- Menarche dibawah 12 tahun

- Menopause lebih dari 55 tahun

- Pernah operasi tumor jinak payudara

- Mendapat terapi hormonal yang lama

- Adanya kanker payudara kontralateral

- Adanya riwayat kelainan ginekologis

- Adanya riwayat radiasi di dada

- Adanya riwayat keluarga yang mendapat kanker payudara

Dari faktor risiko tersebut di atas, riwayat keluarga serta usia menjadi faktor

terpenting. Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara

meningkatkan risiko berkembangnya penyakit ini. Para peneliti juga menemukan

bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan risiko

wanita terkena kanker sampai 85%. Hal yang menarik, faktor genetik hanya

berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara dan ini menunjukkan bahwa

faktor risiko lainnya memainkan peranan penting.

7

Pentingnya faktor usia sebagai faktor risiko diperkuat oleh data bahwa 78%

kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya

6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya

kanker adalah 64 tahun. Studi juga mengevaluasi peranan faktor gaya hidup dalam

perkembangan kanker payudara yang meliputi pestisida, konsumsi alkohol,

kegemukan, asupan lemak serta kurangnya olah fisik.

2.6. Patogenesis2,14

Dalam menjelaskan proses terjadinya suatu keganasan, maka ada poin-poin

hal yang harus dipahami, yaitu golongan atau kelompok zat karsinogenesis dan

proses terjadinya karsinoma. Ada 3 golongan karsinogen kimiawi, yaitu :

1. Direct acting carcinogen

Bahan ini sangat aktif dan secara langsung dapat menimbulkan kanker.

Contoh : Melphalan, benzylchlorida.

2. Pro-carcinogen

Bahan ini tidak secara langsung menimbulkan kanker. Bahan ini harus

dimetabolisasi dulu oleh enzim2 tubuh. Metabolisme pro-karsinogen itu meliputi

reaksi detoksifikasi, epoksidasi, hydroksilasi. Contoh : Polycyclic aromatic

hydrocarbon, aromatic amine, nitrosamine.

3. Co-carcinogen

Bahan ini tidak atau hanya sedikit sekali mempunyai aktifitas karsinogenesis,

tapi dapat memperbesar reaktivitas direct acting carcinogen atau pro-carcinogen.

Sedangkan tahap proses karsinogenesis terdiri atas 3 tahap, yaitu :

1. Inisiasi

Tahap pertama ialah permulaan dimana sel normal berubah jadi pre-maligna.

Pada tahap inisiasi karsinogen bereaksi dengan DNA menyebabkan amplifikasi

gen dan produksi copy multipel gen. Pada proses inisiasi ini, zat karsinogen yang

merupakan initiator berubah menjadi mutagen, sehingga cukup terkena sekali

paparan karsinogen dapat menyebabkan keadaan ini permanen dimana sel berubah

menjadi abnormal dan irreversibel.

8

2. Promosi

Promotor adalah zat non mutagen tapi dapat menaikkan reaksi karsinogen dan

tidak menimbulkan amplifikasi gen dengan sifat-sifat promotor ialah Mengikuti

kerja inisiator, perlu paparan berkali-kali, keadaan dapat reversibel, dan dapat

mengubah ekspresi gen.

3. Progresi

Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada progresi ini

timbul perubahan benigna jadi pra-maligna dan maligna. Dalam karsinogenesis

ada 3 mekanisme yang terlibat yaitu onkogen yang dapat menginduksi timbulnya

kanker, anti-onkogen atau gen supresor yang mencegah timbulnya kanker dan gen

modulator yang mempengaruhi penyebaran kanker.

2.7. Gejala Klinis15

Keluhan utama biasanya adalah adanya benjolan di payudara. Keluhan lain

yang mungkin diungkapkan pasien misalnya rasa sakit di payudara; adanya cairan

yang keluar dari puting susu(nipple discharge); adanya retraksi puting susu;

adanya ekzema atau krusta sekitar areola; adanya perubahan pada kulit seperti

dimpling, kemerahan, ulserasi. venectasi atau adanya peau d'orange; perubahan

warna kulit. Keluhan adanya benjolan ketiak dan edema lengan mungkin

menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening aksila; atau ke!uhan

adanya tanda metastasis jauh misalnya nyeri tulang (vertebra, femur), rasa penuh

di ulu hati, batuk, sesak, sakit kepala hebat, dan lain-lain.

2.8. Diagnosis

1. Anamnesis2

Anamnesis didahului pencatatan identitas penderita yang lengkap.Keluhan

penderita dicatat selengkap mungkin.Adanya tumor atau benjolan harus

ditentukan sejak berapa lama, cepat atau tidak membesar, disertai rasa sakit

atau tidak. Biasanya tumor pada proses keganasan mempunyai ciri batas yang

ireguler, tanpa ada rasa nyeri dan tumbuh progresif cepat membesar.

9

Selain itu, ditanyakan kepada pasien pengaruh siklus menstruasi terhadap

keluhan tumor dan perubahan ukuran tumor; kawin atau tidak; jumlah anak,

usia saat melahirkan anak pertama, disusukan atau tidak; riwayat penyakit

kanker dalam keluarga; obat-obatan yang pernah dipakai terutama yang bersifat

hormonal; riwayat obstetri-ginekologi; apakah pernah mendapat radiasi di

dinding dada.

2. Pemeriksaan Fisik6

Karena payudara dipengaruhi siklus hormonal seperti estrogen dan

progesteron, sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh

hormonal seminim mungkin, yaitu sekitar satu minggu atau sepuluh hari

setelah menstruasi. Teknik pemeriksaan payudara:

a. Pasien duduk (tegak)

Penderita duduk dengan tangan bebas ke samping, pemeriksa

berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada

inspeksi dilihat simetris payudara kiri dan kanan; kelainan papilla;

letak dan bentuknya; adanya retraksi puting susu; adanya kelainan

kulit, tanda-tanda radang, peau d'orange, dimpling; ulserasi dan lain-

lain.

b. Posisi berbaring

Pasien diminta berbaring dan bahu atau punggung diganjal dengan

bantai kecil agar payudara tersebar rata di atas lapangan dada.Palpasi

dilakukan dengan menggunakan falangs distal dan medial jari II, III,

IV dan dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke-2

sampai ke distal setinggi iga ke-6; termasuk daerah sentral subareolar

dan papil. Dapat juga sistematisasi ini dilakukan sentrifugal berakhir di

daerah papil. Terakhir diadakan pemeriksaan kalau ada cairan keluar

dengan menekan daerah sekitar papil. Perabaan yang halus akan lebih

teliti daripada dengan rabaan tekanan keras. Rabaan halus akan dapat

membedakan kepadatan massa payudara.

10

c. Menetapkan keadaan tumor

Lokasi tumor menurut kwadran di payudara

Ukuran tumor, konsistensi, permukaan, batas-batas tumor

tegas atau tidak tegas,jumlah tumor.

Mobilisasi tumor terhadap jaringan payudara sekitar, kulit,

musculus pectoralis dan dinding dada.

d. Memeriksa kelenjar limfe regional. Pada perabaan ditentukan

besar, konsistensi, jumlah, dan ada tidaknya fiksasi satu sama lain.

Aksila

- mammaria eksterna; di bagian anterior dan di bawah

tepi musculus pektoralis aksila

- subskapularis di posterior aksila

- sentral di bagian pusat aksila

- apikal di ujung atas fossa aksilaris

Palpasi supra dan infraklavikula serta leher terutama bagian

bawah

e. Organ lain yang ikut diperiksa adalah hepar, lien untuk mencari

metastasis jauh, juga tulang-tulang utama, dan tulang belakang.

3. Pemeriksaan Penunjang15

1. Mammografi

Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan

untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat

dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan

mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat

dideteksi melalui palpasi.

Radiolog yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara

dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.

Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara

lain massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate),

penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi.

11

Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma

pada wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan

mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan

klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat

akurasi sebesar 90%.

Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)

menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan

pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun,

pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan

mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,

menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium

II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.

2. Ultrasonografi (USG)

Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting

untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik

digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat.

Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran

Gambar 2.4. Mamografi

12

dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di

bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur

yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral

dengan batas yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding

yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan

akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration

biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi

payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat

diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤

1 cm.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada

mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka

kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.

Gambar 2.5. Ultrasonografi

13

MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya

digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam

membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI

juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita

dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma

terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi

neoadjuvan.

4. Biopsi

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan

pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah

daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini

memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari

karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel,

karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive

dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-

negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak

akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil

sitologi FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan

pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.

Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau

inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat

large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi

mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.

Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum

memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling

dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya

positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang

rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan

open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi

eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa

payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle

14

biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja

atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia

core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara

diambil.

2.9. Klasifikasi2,8

Sebelum merencanakan terapi karsinoma mamma, diagnosis klinis dan

histopatologik, serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis

klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus

ditentukan yang mana yang keliru. Rencana terapi mempertimbangkan manfaat

dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil.

Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus

dikerjakan demi kesembuhan.Akan tetapi, bila tindakannya paliatif, alasan

nonkuratif menentukan terapi yang dipilih.

Untuk mendapat diagnosa histologi, dilakukan biopsi sehingga biopsi

dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mamma.Dengan sediaan

beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit.Bila

pemeriksaan menunjukkan tanda tumor jinak, operasi diselesaikan.Namun, bila

pemeriksaan menunjukkan tumor ganas, operasi dapat dilanjutkan dengan

tindakan bedah kuratif.Bedah kuratif yang mungkin dilakukan adalah mastektomi

radikal dan bedah konservatif adalah eksisi tumor luas.

Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada

infiltrasi ke dinding dada dan kulit mamma, atau infiltrasi dari kelenjar limfe ke

struktur sekitarnya.Tumor disebut mampu-angkat (operable) jika dengan tindak

bedah radikal seluruh tumor dan penyebarannya di kelenjar limfe dapat

dikeluarkan.

15

Berdasarkan gambaran histopatologi karsinoma mamma dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Tumor Primer (T)

T0 tidak ada bukti adanya tumor primer

Tis: karsinoma in situ

T1 tumor ≤ 2cm

T1a tumor≤ 0,5 cm

T1b >0,5 dan ≤ 1cm

T1c >1 cm dan ≤ 2 cm

T2 tumor 2-5 cm

T3 tumor > 5 cm

T4a tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thoraks

T4b terdapat edema (peau d’orange) atau ulcerasi dari kulit payudara atau nodul

satelit pada payudara yang sama

T4c T4a dan T4b

T4d inflamatori karsinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)

N0 tidak teraba tumor di limfonodi regional

N1 metastasis ke ln.ipsilateral tidak melekat

N2 metastasis ke ln.ipsilateral yang melekat

N3 metastasis ke ln. Ipsilateral mammaria interna

Metastasis Jauh (M)

MX tidak dapat ditentukan metastasis jauh

M0 tidak ada metastasis jauh

M1 terdapat metastasis jauh termasuk kekelenjar suprakavikuler

Tabel 2.1. Staging Tumor Payudara

1. Carsinoma in situ

Sel kanker dinyatakan in situ atau invasif tergantung apakah sel kanker

tersebut telah mengivasi membran basal. Menurut Broder definisi carsinoma in

16

situ pada karsinoma mamma adalah tidak adanya invasi sel ke stroma dan

pembatas struktur lain sekitarnya seperti duktus dan alveolus.

2. Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)

LCIS berasal dari ujung duktus lobular dan hanya terjadi pada payudara

wanita.Karakteristik LCIS adalah adanya distensi dan distorsi ujung duktus

lobular karena sel kanker.Sel kanker umumnya tampak besar tetapi memiliki ratio

sel inti-sitoplasma yang normal.Umur saat diagnosa LCIS antara 44-47

tahun.LCIS memiliki predileksi ras, yaitu 12 kali lebih banyak terjadi pada wanita

kulit putih dibanding wanita Afrika-Amerika.Karsinoma payudara invasif dapat

terjadi pada 25-35 persen wanita yang terkena LCIS. Oleh karena itu, LCIS

dianggap meningkatkan faktor resiko terkena kanker payudara dan bukan

prekursor anatomis.

3. Ductal Carsinoma In Situ (DCIS)

DCIS lebih sering terjadi pada wanita, tetapi dapat pula terjadi pada pria (5

persen dari kanker payudara pada pria). DCIS memiliki resiko tinggi untuk

berlanjut menjadi !canker invasif (5 kali lebih besar). Secara histologis, DCIS

ditandai oleh adarya proliferasi epitel yang membatasi duktus minor. Karsinoma

invasif sering teijadi di payudara ipsilateral, umumnya di kuadran yang sama

dengan tempat DCIS ditemukan, sehingga DCIS dianggap prekursor anatomi

karsinoma ductal invasif.

4. Invasive breast carcinoma

Karsinoma invasif berasal dari lobulus atau ductus. Secara histologis, 80

persen karsinoma payudara invasif adalah karsinoma duktal invasif tanpa

gambaran khusus (no special type = NST). Karsinoma ini umumnya memiliki

prognosis lebih buruk darlpada karsinoma dengan gambaran khusus.

Klasifikasi kanker payudara invasif menurut Foete dan Stewart adalah sebagai

berikut:

1. Penyakit Paget pada papilla mamma

2. Karsinoma duktal invasive

3. Karsinoma lobular invasif

17

4. Kanker yang jarang (kistik adenoid, sel skuamous, apokrin)

Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi histologisnya.

Sistem gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut "The

Nottingham combined histologic grade" (menurut Flston-Ellis yang merupakan

modifikasi dari Bloom-Richardson). Gradasinya adalah sebagai berikut:

1. Gx : Grading tidak dapat dinilai

2. G1 : Low grade

3. G2 : Intermediate grade

4. G3 : High grade

2.10. Terapi2,8

Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk

stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan

inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi

multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan

pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau

untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.

1. Terapi secara pembedahan

a. Mastektomi partial (breast conservation)

Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi

tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan

pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor

payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,

mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini

merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae

invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi

tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan,

insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex

dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat

dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm

18

dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas

status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.

Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla

ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.

Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih

pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika

sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak

dilakukan.

b. Modified Radical Mastectomy

Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis

mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I

dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis

minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified

radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian

lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3

cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.

Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering

dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus.

Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari

komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari

30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan

terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat

jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini

luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-system

suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah modified

radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi

radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor

predisposis.

19

2. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)2,8

a. Radioterapi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.

Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan

diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk

stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada

kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.

Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko

rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan

dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.

b. Kemoterapi

Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada

karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran

kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6

sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi

tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak

menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat

kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status

reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk

diberikan kemoterapi adjuvan.Contoh regimen kemoterapi yang

digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan

methotrexate.

Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor

hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan

cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan

NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified

radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin

diikuti terapi radiasi.

Neoadjuvant chemotherapy

20

Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang

diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan

apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.

Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut

adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti

mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila

diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi

radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi

neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor

tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical

mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.

c. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa

reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon

ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang

masih berdiferensiasi baik.

Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen

menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis

terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae

dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10%

pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi

adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual,

muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko

jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi

dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi

merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan

pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal

yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV,

anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.

21

2.11. Prognosis15

Prognosis karsinoma mamma ditentukan oleh:

1. Staging TNM

Semakin dini stadium saat karsinoma mamma ditemukan, semakin

baik prognosisnya

2. Jenis histopatologi keganasan

Karsinoma in situ memiliki prognosis yang baik dibandingkan

dengan karsinoma yang sudah invasif. Suatu kanker payudara yang

disertai gambaran peradangan, disebut mastitis karsinomatosa,

mempunyai prognosis yang sangat buruk. Harapan hidup 2 tahun

hanya kurang lebih 5 persen.Tepat tidaknya tindakan terapi yang

diambil berdasarkan staging sangat.mempengaruhi prognosis.

2.12. Pencegahan3

Mencegah karsinoma mamma dapat dimulai dari menghindarkan faktor

penyebab, kemudian juga menemukan kasus dini sehingga dapat

dilakukan pengobatan kuratif. Untuk menemukan kasus dini, American

Cancer Society menganjurkan wanita melakukan upaya sebagai berikut:

wanita> 20 tahun agar melakukan Periksa Payudara Sendiri

(SADARI) tiap bulan

wanita 20-40 tahun agar tiap 3 tahun memeriksakan diri ke dokter

wanita>40 tahun agar tiap 1 tahun memeriksakan diri ke dokter

wanita 35-40 tahun agar dilakukan base line mammografi

wanita< 50 tahun agar konsul ke dokter untuk kepentingan

mammografi

wanita> 50 tahun agar tiap tahun melakukan mammografi

Pemeriksaan payudara sendiri oleh seorang wanita sebulan sekali

sekitar hari ke 7-10 dari hari menstruasi pertama dapat

dianjurkan.Hal ini dikarenakan sekitar hari 7-10 dari hari

menstruasi pertama pengaruh hormonal estrogen progesteron

sangat rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu dalam

22

keadaan tidak oedem atau tidak membengkak sehingga lebih

mudah meraba adanya tumor atau kelainan. Pemeriksaan dapat

dilakukan waktu mandi atau waktu lain di depan cermin dengan

teknik “SADARI”, yaitu dengan cara:

a. Berdiri di depan cermin dengan badan bagian atas terbuka

(dada terbuka)

- Dengan posisi lengan ke bawah (di pinggang):

bandingkan payudara kanan dan kiri, besarnya dan

simetrisnya

- Daerah puting susu dilihat sama besar atau tinggi.

- Dengan lengan di atas kepala: bandingkan payudara

kanan dan kiri, besarnya dan simetrisnya. Kadang-

kadang dalam gerakan lengan ke atas dapat dilihat

bayangan tumor di bawah kulit ikut bergerak.

b. Berbaring

- Sebaiknya pada bagian payudara yang diperiksa bahu

sisi tersebut diganjal sedikit dengan bantal agar semua

payudara jatuh rata di atas lapangan dada.Dengan jari

II-IV bagian tengah dan kaudal dilakukan perabaan

seluruh payudara secafa sistematis; dari atas ke bawah

dari papilla ke tepi.Wanita di atas 40 tahun dianjurkan

melakukan SADARI setiap bulan.

Pemeriksaan mammografi dapat dideteksi lesi-lesi kecil 2-4 mm yang

secara klinis tidak bisa diketahui.Pemeriksaan mass-screening memerlukan biaya

yang besar dibandingkan hasil yang didapat sehingga mulai ditinggalkan.Oleh

karena itu, mammografi dianjurkan pada wanita yang mempunyai faktor risiko

tinggi.

Orang sehat di keluarga dengan risiko tinggi terjadinya karsinoma

payudara atas dasar mengidap mutasi onkogen, seperti BRCA 1, BRCA 2 atau

CHEK dapat mempertimbangkan mastektomi bilateral preventif.

23

BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ngatimen

Usia : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun III Sementara Kec. Pantai Cermin

Agama : Islam

Suku : jawa

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Sosial ekoomi : Menengah ke bawah

Tinggi Badan : 155cm

Berat Badan : 60 kg

MR : 63 41 90

Tanggal masuk : 31 Maret 2015

ANAMNESIS PENYAKIT

KU : Borok di payudara kiri

Telaah : Hal ini dialami sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya dijumpai benjolan

sebesar kelereng di payudara kiri bagian bawah, benjolan keras, tidak nyeri.

Benjolan semakin lama semakin besar seperti telur, eras, tidak nyeri. Pasien

menyangkal adanya gambaran kulit jeruk pada sekitar payudaranya. Puting susu

tampak tertarik ke dalam, dan kulit tampak tertarik ke dalam.

Setahun kemudian, benjolan berubah menjadi luka seperti borok yang berbau dan

mengeluarkan darah, sehingga pasien memutuskan untuk menjalani pengobatan

alternatif.

Sesak napas dijumpai sejak 1 bulan yang lalu, sesak tidak berhubungan dengan

aktivitas maupun cuaca, suara napas berbunyi disangkal. Batuk dijumpai sejak 1

bulain ini, batuk kering, tidak berdahak.

24

Keluhan mual mutah disangkal. Keluhan nafsu makan tidak dijumpai. Penurunan

berat badan disangkal. Bak dan BAB dalam batas normal.

Pasien pertama kali haid pada usia 13tahun, menikah pada usia 18 tahun dan

memiliki 5 orang anak. Melahirkan anak pertama pada anak usia pada usia 20

tahun. Pasien menyusui anak-anaknya kurang lebih 1 tahun, kecuali anak terakhir,

hanya disusui selama 6 bulan.

Riwayat penggunaan alat kontrasepsi disangkal. Pasien sampai saat ini masih

haid. Riwayat penggunaan obat hormonal disangkal pasien.

pasien menyangkal pernah opersi tumor jinak di payudara, riwayat mendapat

radiasi disangkal, riwayat pernah menderita kanker payudara sebelunya disangkal

pasien, riwaat keluarga yang mengalami kanker payudara sebelumnya disangkal.

Kehidupan ekonomi pasien dalam status sosial ekonomi menengah ke bawah,

sehingga pasien jarangkali memperhatikan pola makannya. Pasien sering

menggunakan penyedap makanan untuk memasak di rumah.

Tidak dijumpai riwayat alergi makanan maupun bat-obatan pada pasien, riwayat

merokok, meminum minuman beralkohol, dn mengkonsumsi obat-obatan narkotik

disangkal pasien.

Sebelumnya pasien telah berobat secara tadisional sebanyak 3 kali, os mengaku

saat pengobatan pertama luka berkurang dan tidak basah lagi, namun lama

kelamaan luka mulai terasa nyeri, semakin membesar, keluar darah dan cairan

yang terus menerus, kemudian karena kondisi yang seakin parah, os memutuskan

untuk berobat ke RSHAM.

25

Status Presens

Sens : compos mentis

Skor Karnofsky : 70

TD : 130/70 mmHg

HR : 72x/i

RR : 24x/i

T : 36,8oc

Status Generalisata

Kepala :

Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), RC (+/+), pupil isokor, diameter

3mm.

Telinga/hidung/mulut : tidak dijumpai kelainan

Leher:

Trakea medial, TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax :

Pulmonologi

I : Simetris Fusiformis

P: SF sulit dinilai

P: Sonor pada paru kanan, paru kiri sulit dinilai

A: SP: vesikuler pada lapangan paru kanan

ST: Tidak Dijumpai

Kardiologi:

Sulit dinilai

26

Abdomen

I : Simetris

A: Peristaltik (+) N

P: Soepel, hepar dan lien tidak teraba

P: timpani, batas paru hati ICS VI midclavicua dextra

Ekstremitas

Superior : Edema (-/-) cyanosis (-/-)

Inferior: Edema (-/-) cyanosis (-/-)

Status Lokalisata

Regio Payudara Kiri:

I : tampak payudara kiri membesar disertai ulkus pada regio payudara kiri

dengan diameter 14,8 x 5,6 cm, peau de orange (+), skin dimpling (+),

tarikan pada puting (-), eczema pada puting (-)

P: tidak teraba benjolan pada kedua payudara, terdapat ulkus pada payudara

kiri, nyeri (+)

Pembesaran KGB

I : tidak dijumpai adanya pembesaran KGB pada kedua axilla, infraclavicula,

maupun supraclavicula.

P: teraba adanya pembesaran KGB pada axilla kiri dengan ukuran ± 0,8 x 1,1

cm, konsistensi keras, permukaan rata, batas tegas, mobile, nyeri (-). Tidak

teraba adanya pembesaran KGB pada infraclavicula, maupun

supraclavicula.

27

Foto Klinis Payudara Kiri

Pemeriksaan Labolatorium 3 April 2015

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Darah lengkap

Hb (gr%) 13,30 11,7-15,5

RBC (106/mm3) 5,39 4,20-4,87

WBC (103/mm3) 13,29 4,5-11,1

HT (%) 40,3 38-44

PLT (103/mm3) 296 150-450

28

MCV (fL) 74,8 85-95

MCH (pg) 24,7 28-32

MCHC (gr%) 33,0 33-35

RDW (%) 19,80 11,6-14,8

MPV (fL) 9,70 7,0-10,2

PCT (%) 0,29

PDW (fL) 12,2

Neutrofil (%) 81,3 37-80

Limfosit (%) 9,90 20-40

Monosit (%) 7,20 2-6

Eosinofil (%) 1,40 1-6

Basofil (%) 0,200 0-1

KGD adr (mg/dL) 136,2 <200

Ureum 20,7 <50

Kreatinin 0,86 0,5-0,90

Natrium (Na) 133 135-155

Kalium (K) 3,0 3,6-5,5

Klorida (Cl) 106 96-106

Albumin 2,5 3,5-5,0

Pemeriksaan Labolatorium 6 April 2015

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Darah lengkap

Hb (gr%) 13,20 11,7-15,5

RBC (106/mm3) 5,35 4,20-4,87

WBC (103/mm3) 10,27 4,5-11,1

29

HT (%) 40,0 38-44

PLT (103/mm3) 297 150-450

MCV (fL) 74,8 85-95

MCH (pg) 24,7 28-32

MCHC (gr%) 33,0 33-35

RDW (%) 19,70 11,6-14,8

MPV (fL) 10,1 7,0-10,2

PCT (%) 0,3

PDW (fL) 11,5

Neutrofil (%) 62,2 37-80

Limfosit (%) 25,3 20-40

Monosit (%) 7,8 2-6

Eosinofil (%) 3,60 1-6

Basofil (%) 0,100 0-1

KGD glokosa darah

puasa (mg/dL)

118 70-120

KGD glokosa darah 2

jam PP (mg/dL)

281 <200

HBA1C (%) 6,8 4,8-5,9

Ureum 19,00 <50

Kreatinin 0,59 0,5-0,90

Natrium (Na) 136 135-155

Kalium (K) 3,2 3,6-5,5

Klorida (Cl) 105 96-106

Albumin 2,7 3,5-5,0

Hasil Pemeriksaan Histopatologi (30 Maret 2015)

Makroskopi:

30

Diterima jaringan dengan ukuran 2,5 x 1,5 x 0,5 cm, kenyal, warna putih abu-abu

Mikroskopi:

Pada sediaan tampak sarang-sarang sel ganas tidak lagi membentuk struktur

kelenjar, inti pleomorfik sedang, hiperkromatk, kromatin kasar, mitosis <10/10

LPB, juga tampak nekrosis dan infiltrasi sel radang limfosit dan plasma

Kesimpulan:

Invasive Ductal Carcinoma Grade II

Diagnosa

Karsinoma payudara kiri T4bN1M0 + DM tipe 2

Follow Up

Tgl S O A P31 Maret 2015

- HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0

Pro Kemo ITransfusi PRC 1 bag 175 ccCek Lab post transfusiR/ konsul Penyakit Dalam ( Edokrin ) KDG 265,5

1 April 2015

- HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

R/ KemoterapiKonsul Endokrin

2 April 2015

- HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

R/ KemoterapiKonsul Endokrin

3 April 2015

- HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

R/ Kemoterapi

4 April 2015

Nyeri pada pada payudara

HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

Koreksi Albumin (3,0 – 2,5 ) x 60 x 0,8 = 24 = 1 fls plasbumin 25 % R/ Kemoterapi

31

6 April 2015

Nyeri pada pada payudara kiri

HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

R/ Kemoterapi :- Brexel 120 mg- Doxorubicin 80

mg

7 April 2015

Nyeri pada pada payudara kiri

HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

R/ USG Ginjal

8 April 2015

- HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

9 April 2015

- HD stabil, KU sedang

(L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2

R/ PBJ

32

BAB 4

KESIMPULAN

Perempuan, 48 tahun datang dengan keluhan borok pada payudara kiri

yang sudah dialami sejak ±2 tahun yang lalu. Sudah dilakukan pemeriksaan

histopatologi pada pasien dengan hasil invasive ductal carcinoma grade II. Os

didiagnosa dengan (L) Breast Ca T4bN1M0 + DM tipe 2 dan sudah dilakukan

kemoterapi dengan brexel dan doxorubicin pada tanggan 6 April 2015.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, win de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

EGC; 2009.p.387-402

2. Jay R. Harris, Marc E. Lippman, Monica Morrrow, C.Kent. Osborne, ed.

Disease of The Breast. 4th ed: Lippincot William&Wilkins;2009.p.745-60

3. Manuaba, IBTW. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara

PERABOI 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid: Sagung Seto.

p.17-50

4. Martini, Frederic H., Judi, Nath., & Edwin, Bartholomew. Martini :

Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th Edition.

5. American Cancer Society. Breast Cancer 2011. Atlanta, Ga:American

Cancer Society;2011

6. Armstrong K. Assesing The Risk of Breast Cancer. In :The New England

Journal of Medicine. February 2000;342:564-71

7. Netter F. Interactive Atlas Of Clinical Anatomy. Icon learning System All

Right reserved;2003.

8. National Comprehensive Cancer Network.NCCN Practice guidelines in

Oncology. In: Robert W. Carison, D. Craig Allred, Benjamin O. Anderson,

Harold J. Burstein, W. Bradford Carter, Stephen B. Edge, et al., Breast

Cancer:NCCN;2012.

9. S.A. Gurchani, A.I. Masood, A. Anwer, A. Mateen. Neoadjuvant

Chemotheraphy Combination of Doxorubicin and Cisplatin in Locally

Advanced Breast Cancer. American Society of Clinical Oncology. 2011

10. American Cancer Society (ACS), 2009. Breast Cancer Facts & Figure

2009-2010. Atlanta: American Cancer Society, Inc. Available from:

http://www.cancer.org/downloads/STT/F861009_final%209-08-09.pdf.

[Accesed March 7, 2014]

34

11. WHO, World Health Organization, 2004. Global Burden of Disease 2004

Update. Available from: http://www.searo.who.int/LinkFiles/Reports_GB

D_report_2004update_full.df [Accesed March 7, 2014]

12. Brunicardi, F.C., et al., 2010. Schwartz’s Principle of Surgery. Edisi 9.

USA : McGraw-Hill Company.

13. William, N.S., et al., 2008. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery.

Edisi 25. UK : Edward Arnold Ltd.

14. Moriki, T., Takashi T. 2006. Hormone Reseptor Status and HER2/neu

Overexpression Determined by Automated Immunostainer on Routinely

Fixed Cytologic Speciments from Breast Carcinoma: Correlation with

Histologic Sections Determinations and Diagnostic Pitfall-An Abstract,

Diagnostic Cytopathology.30(4):251-6

15. Nadella, Padma C., Karen G., R Monica, et al. Breast Carcinoma. In:

Bieber, Erick J., Clinical Gynecology. USA. Elsevier. 2006. p.597-606