Upload
asry-distya
View
2.568
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
SKIZOFRENIA
A. Pengertian
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak
aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya.
Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik
dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan
lain-lain.
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil
terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom
gangguan skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil
akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi
dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga.
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi,
biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran,
persepsi serta emosi.
B. Epidemiologi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang
dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya
terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25
tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki
laki dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah
penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita
skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil
melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda
dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira-kira 30%
sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar
penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk
karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan
pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah
adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%).
Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi
karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan
parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak
dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat
membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.
C. Etiologi
Model diatesis-stress, menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor
psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang
memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi
skizofrenia. Secara somatogenik, etiologi penyebab skizofrenia antara lain:
Faktor Biologi
1. Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang
terhadap skizofrenia.
2. Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan
bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan
meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
Faktor Neurotransmitter
1. Dopamin Hyperactivity
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap
gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun
antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi
sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan
pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan
oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.
2. Hipotesis Serotonin
Gaddum, Wooley dan Show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis
reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada
orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali
mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang
temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi
dibandingkan reseptordopamin D2.57.
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan
orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa
area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan
mikroskopis dari jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel
otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa
timbul pada trauma otak setelah lahir.
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat
pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan
skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti
paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan
populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang
skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
D. Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul
gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari
satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi:
hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan
fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak
seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-gejalanya
sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial).
Diagnosis: Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Waham bizarre, yaitu isi pikir yang salah yang berlangsung lama dan
tidak dapat dikoreksi. Waham bizarre berupa
“thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
“thought insertion or withdrawal”, yaitu isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).
“thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
“delusion of control”, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar.
“delusion of passivitiy”, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang ”dirinya” =
secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke
pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception”, yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau
mukjizat.
b. Halusinasi auditorik:
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
c. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
d. Inkoherensi, yaitu kata-kata yang diucapkan sudah tidak memiliki
hubungan dan tidak lagi memberikan makna.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada,
kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi.
Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan
dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat
memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti: usia tua, faktor pencetus
jelas, onset akut, riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi,
menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala
positif ini akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak
ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak
menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk,
gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps
dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.
E. Klasifikasi Skizofrenia menurut PPDGJ-III
F20.0 Skizofrenia Paranoid
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
F20.2 Skizofrenia Katatonik
F20.3 Skizofrenia Tak Terinci
F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia
F20.5 Skizofrenia Residual
F20.6 Skizofrenia Simpleks
F20.8 Skizofrenia Lainnya
F20.9 Skizofrenia YTT
F. Terapi
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien penderita Skizofrenia, antara
lain:
I. Psikofarmaka
Pemilihan obat pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek
primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada
efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis
ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons
klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat,
dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang
tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat
penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek
sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya
adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih
menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu
juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita
adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama
(APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan
memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan
tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif
tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan
ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang
akan menyebabkan disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan
memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu, APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering
pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat
dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau
sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi
sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif,
waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg
diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada
penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.
APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin
pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek
samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat
yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine
dan rispendon.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis): 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping): 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar)
sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau
haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk
pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara/Lama pemberian mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis
anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (sindrom
psikosis reda), dievaluasi setiap 2 minggu bila perlu dinaikkan sampai
dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi).
Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6
bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu
tapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) lalu stop. Untuk pasien dengan
serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling
sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5
kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala
psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul
gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare,
pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet
trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
II. Terapi Psikososial
Terapi ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau
mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya
dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka
relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga
hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi
perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau
motivasi bawah sadar. Tujuannya adalah :
1) Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2) Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu
penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
3) Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak
berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4) Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5) Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota
keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
GANGGUAN WAHAM
A. Pengertian
Gangguan waham adalah satu gangguan psikiatri yang didominasi oleh
gejala-gejala waham. Waham pada gangguan waham bisa berbentuk: waham
kebesaran, penganiayaan, cemburu, somatic, atau campuran. Waham merupakan
suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan
(dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika,
namun individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang
ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan budaya
tidak dianggap sebagai waham.
Waham dapat berbentuk:
a. Waham yang sistematik
Yaitu waham yang sesudah dianalisis, memperlihatkan suatu pola sentral
tertentu yang kemudian dibesar-besarkan atau ditambah-tambah secara rapi
menjadi sistematik. Walaupun unsur-unsur dasarnya salah dan tak logis,
akhirnya diperoleh suatu waham yang telah terbentuk dan berkembang
secara konsekuen.
b. Waham yang non-sistematik
Waham yang bekembang secara luas, tetapi tidak memperlihatkan suatu pola
sentral tertentu.
c. Waham kebesaran (delusi megaloman)
Waham yang ekspansif, hendak meyakinkan orang tentang kebesaran
daripada individu bersangkutan (seperti jadi tuhan, presiden, panglima besar,
dan sebagainya).
d. Waham kehinaan (delusi nihilistic)
Waham yang hendak meyakinkan orang tentang sifat hina dina, rendah,
miskin, hampa, sia-sia dan sebagainya daripada individu yang bersangkutan,
hal yang mana sama sekali bertentangan dengan kenyataan.
e. Waham tuduhan diri
Keyakinan berdosa dan bersalah yang irrealistik dan irrasional.
Konsekuensinya adalah kepercayaannya bahwa sudah selayaknya ia harus
dihukum berat atau menjalani hukuman mati sekalipun.
f. Waham kejaran (delution of persecution)
Waham individu itu senantiasa dikejar-kejar oleh orang atau sekelompok
yang bermaksud berbuat jahat kepadanya.
g. Waham sindiran
Waham bahwa individu yang bersangkutan itu selalu disindir oleh orang-
orang disekitarnya. Biasanya individu yang memiliki waham sindiran itu
mencari-cari hubungan antara dirinya dengan individu-individu sekitarnya
yang bermaksud menuduh atau menyindir hal-hal yang tak senonoh kepada
dirinya.
Ada beberapa tambahan jenis-jenis gangguan waham:
a. Erotomania: waham cinta, biasanya terhadap orang-orang terkenal (bintang
film, pejabat).
b. Kebesaran (megalomania): punya kelebihan, kekuatan, kekuasaan;
penemuan penting; waham keagamaan (pemimpin umat, nabi).
c. Cemburu: paranoia, lebih sering pada laki-laki.
d. Penganiayaan: paling sering pemarah, benci, menyakiti.
e. Somatik: dikenal sebagai psikosis hipokondriakal monosimptomatik; sering
infeksi (bakteri, virus, parasit); dysmorphofobia (bentuk tidak serasi pada
hidung dan dada); bau badan (kulit, mulut, vagina, dsb).
B. Etiologi
Penyebab sebenarnya tidak diketahui. Beberapa faktor yang
dimungkinkan menjadi penyebab munculnya gangguan waham, antara lain:
a) Faktor biologi:
Penyakit fisik (misal: tumor otak)
Kelainan neurologic (system limbic dan ganglia basalis)
b) Fator psikodinamik:
Isolasi sosial
Hipersensitif (reaksi farmasi, proyeksi dan denial)
C. Pedoman Diagnostik Gangguan Waham (F22.0)
Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling
mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem
waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas
pribadi (personal) dan bukan budaya setempat.
Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap
mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut
menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu, tidak boleh ada bukti-
bukti tentang adanya penyakit otak, tidak boleh ada halusinasi auditorik atau
hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara, tidak ada riwayat gejala-
gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dsb).
Differensial diagnosis
Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham (ganglia basalis,
system limbic).
Delirium
Demensia
Penyalahgunaan alcohol
Malingering
Skizofrenia
Gangguan mood
Prognosis
50% sembuh dengan pengobatan
20% pengurangan gejala
30% tidak ada perbaikan
Factor yang berhubungan dengan prognosis yang baik
1) Tingkat pekerjaan
2) Penyesuaian fungsional yang tinggi
3) Jenis kelamin (wanita)
4) Onset sebelum usia 30 tahun
5) Onset terjadi tiba-tiba
6) Lama penyakit singkat
7) Adanya faktor pencetus
8) Waham kejar, somatic dan erotik
D. Klasifikasi Gangguan Waham menurut PPDGJ-III
F22.0 Gangguan Waham
F22.8 Gangguan Waham Menetap Lainnya
F22.9 Gangguan Waham Menetap YTT
E. Terapi
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan waham,
antara lain:
I. Psikofarmaka: haloperidol, pimozide, lithium, carbamazepin, valproate,
risperidon, clozail.
II. Psikoterapi
GANGGUAN AFEKTIF
A. Pengertian
Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood
yang patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang
merupakan gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu gangguan
mood dikenal dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood
lebih disukai karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap
dari seseorang sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat
itu. Gangguan mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan
gejala-gejala yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang
mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif])
merupakan sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan
fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan
yang meningkat).
B. Epidemiologi
Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada
wanita dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I mempunyai
prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita. Lebih banyaknya wanita yang
tercatat mengalami depresi bisa disebabkan oleh pola komunikasi wanita yang
ingin memberitahukan masalahnya kepada orang lain dan harapan untuk
mendapatkan bantuan atau dukungan sedangkan pada laki-laki cenderung untuk
memikirkan masalahnya sendiri dan jarang menunjukkan emosinya.
Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja
dan dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi karena pada usia
tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting yaitu
peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah
ke masa kuliah dan bekerja serta masa pubertas ke masa pernikahan. Survei telah
melaporkan prevalensi yang tinggi dari depresi terjadi pada usia 18-44 tahun.
Beberapa data epidemiologis baru-baru ini menyatakan insidensi gangguan
depresif berat meningkat pada usia kurang dari 20 tahun. Penurunan
kecenderungan depresi pada usia dewasa diduga karena berkurangnya respon
emosi seseorang seiring bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan
kekebalan terhadap pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat memicu stress.
Onset gangguan bipolar I lebih awal dari dari pada onset gangguan
depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun.
Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.
Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada
seseorang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah bercerai
atau berpisah dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi
pada orang yang bercerai dan hidup sendiri daripada orang yang menikah.
C. Etiologi
Faktor-faktor penyebab munculnya gangguan afektif, antara lain:
1. Faktor Bioligis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi
biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan
komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat
yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,
kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat
menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat
menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat
memicu mania.
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Dopamin juga
diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data
menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat
pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan
pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai
juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin
seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi.
Disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe
1 (D1) terjadi pada depresi.
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti
kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk
mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan
serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania
dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium
ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia
pembuluh darah.
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti
vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua
(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan
mood.
Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan
fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis,
disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal
terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami
penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin,
penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-
laki.
Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada
Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi
memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.
Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak
neuron pada hipokampus.
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian
telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien
dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif
berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir
melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya
gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.
Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien
depresi. Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.
Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat
tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan
tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur
delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama
sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi
antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat
sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki
memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih
jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI
juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki
nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil.
Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral
dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.
Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada
sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia
basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat
ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus
dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual
pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk, terbatasnya aktivitas
motorik dan gangguan kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang
juga ditemukan pada penderita dengan gangguan ganglia basalis seperti
penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lainnya.
2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki
resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada
umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota
keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi,
namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu
terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan
depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda dibanding individu
yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri
Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi
sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10%
karena akibat langsung dari depresi berat.
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I
pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan
depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah
50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita
gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita gangguan depresif berat.
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.
3. Faktor Psikososial
Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting
dalam depresi.
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan
onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat.
Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki
resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang
menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan
membuat anak mudah terserang depresi di masa depan. Anak yang menderita
penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang mudah terkena depresi
sewaktu dewasa.
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap
depresi dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe
kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal,
antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi. Menurut Gordon Parker,
seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah terpengaruh,
pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri yang rendah,
hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada diri sendiri (self
focused) memiliki resiko terkena depresi.
Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan
pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi
mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta
yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai
tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain, menyangkal
adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan mengembalikan
objek cinta yang hilang.
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai
pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan
yang terus-menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang
terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.
D. Klasifikasi Gangguan Afektif
Menurut PPDGJ-III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) dibagi
menjadi:
F30 EPISODE MANIK
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental,
dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu
episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif
bipolar, episode manik tunggal. Jika ada episode afektif (depresi,
manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk
gangguan afektif bipolar. (F31).
F30.0 Hipomania
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang
meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama
sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat
intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi
siklotimia (F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu
berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2)
harus ditegakkan.
F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik
Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup
berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ “grandiose
ideas” dan terlalu optimistik.
F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1
(mania tanpa gejala psikotik).
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur),
irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of
persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek
tersebut (mood congruent).
F30.8 Episode Manik Lainnya
F30.9 Episode Manik YTT
F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu,
pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penmbahan
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam
episode itu seringkali terajadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres
atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan
diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.
Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0);
dan
(b)Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
tanpa gejala psikotik (F30.1); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala
Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
dengan gejala psikotik (F30.2); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa
Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan
Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomani, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan
cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok
selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan
telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama
beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-
kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
dimasa lampau dan ditambah sekurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
F32 EPISODE DEPRESIF
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ):
– Afek depresif
– Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
– Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas
Gejala lainnya :
(a) Kosentrasi dan perhatian berkurang
(b) Harga diri dan kepercayaan berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh
diri.
(f) Tidur terganggu
(g) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1)
dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal
(yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan
di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)
F32.0 Episode Depresif Ringan
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut diatas;
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai
dengan (g).
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu.
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya.
Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan (F30.0);
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
lainnya;
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik
Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya
harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresif berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang
dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik
Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
tersebut diatas.
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
– episode depresif ringan (F32.0),
– episode depresif sedang (F32.1),
– episode depresif berat (F32.2 dan F32.3).
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan afektif
bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi
kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif
(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan
depresi).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun
sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini
harus tetap digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma
mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi
dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif ringan (F32.0); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-
masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima: F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi
dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif ringan (F32.1); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-
masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima: F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala
Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi
dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-
masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala
Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi
dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-
masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini Dalam Remisi
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah
dipenuhi masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak
memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat
keparahan apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39;
dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-
masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
F34 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])
MENETAP
F34.0 Siklotimia
Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana
perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania
ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk
memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan
depresif berulang (F33.-).
Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria
untuk mana pun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau
episode depresif (F32.-).
F34.1 Distimia
Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang
tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria
gangguan depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1).
Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka
waktu tidak terbatas.
Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali
merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32) dan
berhubungan dengan masa berkabung atau stres lain yang tampak
jelas.
F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya
Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah
atau tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia
(F34.0) atau distimia (F34.1), namun secara klinis bermakna.
F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT
F38 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])
LAINNYA
F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya
F38.00= Episode afektif campuran
Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2
minggu yang bersifat campuran atau pergantian cepat (biasanya
dalam beberapa jam) antara gejala hipomanik, manik dan depresif.
F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya
F38.10 = Episode depresif singkat berulang
Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali
sebulan selama satu tahun yang lampau.
Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2
minggu (yang khas ialah 2-3 hari, dengan pemulihan sempurna)
tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode depresif ringan,
sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).
F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YTT
Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak
memenuhi kriteria untuk kategori mana pun dari F30-F38.1 tersebut
diatas.
F38.9 Gangguan Afektif YTT
Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak ada istilah lain
yang dapat digunakan.
Termasuk: psikosis afektif YTT.
E. Pemeriksaan Status Mental
1. Episode Depresif
Deskripsi umum: Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala
yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan
khususnya pada pasien lansia. Secara klasik, seorang pasien depresi
memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan,
pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.
Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota
keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan
aktifitas secara menyeluruh.
Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan volume
bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata-kata
tunggal dan menunjukkan respon yang lambat terhadap suatu pertanyaan.
Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi
dikatakan menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham
sesuai mood pada pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan,
tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatik.
Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang
dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan
perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira-
kira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir, biasanya
penghambatan arus pikiran dan kemiskinan isi pikiran.
Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien terdepresi
memiliki suatu gangguan kognitif yang sering kali dinamakan
pseudodemensia depresif, dengan keluhan gangguan konsentrasi dan
mudah lupa.
Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi melakukan
bunuh diri dan kira-kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko
untuk melakukan bunuh diri meningkat saat mereka mulai membaik dan
mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan
melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal /paradoxical
suicide).
Reliabilitas: Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal-hal
yang buruk dan menekan hal-hal yang baik.2
2. Episode Manik
Deskriksi umum: Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang-
kadang mengelikan dan sering hiperaktif.
Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas
marah. Mereka memiliki toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang
dapat menyebabkan perasaan marah dan permusuhan. Secara emosional
mereka sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi marah kemudian
menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam.
Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali
rewel dan menjadi pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat
keadaan teraktifitas, pembicaraan penuh dengan gurauan, kelucuan, sajak,
permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat aktifitas
meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi
menghilang menyebabkan gagasan yang meloncat-loncat (flight of idea),
gado-gado kata dan neologisme. Pada keadaan manik akut, pembicaraan
mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat dibedakan dari
pembicaraan skizofrenik.
Gangguan persepsi : Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham
sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan
yang luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dan halusinasi aneh yang
tidak sesuai mood.
Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri,
sering kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh
aliran gagasan yang tidak terkendali.
Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat masih
intak walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga
mereka menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut disebut “mania
delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.
Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang menyerang
atau mengancam.
Perimbangan dan tilikan: Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari
pasien manik. Mereka mungkin dapat melanggar peraturan.
Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan
penipuan sering ditemukan pada pasien mania.2
F. Terapi
Terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan afektif,
antara lain:
1) Terapi Psikososial
Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan
farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi
gangguan depresi berat. Terapi kognitif bertujuan untuk menghilangkan
episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan membantu pasien
mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif,
fleksibel dan positif serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif
dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masing-masing.
NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program,
menemukan bahwa farmakoterapi, baik sendiri maupun dengan psikoterapi
merupakan terapi terpilih untuk pasien dengan gangguan depresif yang parah.
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi ini
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang dialami
oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang ini
memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah
interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan
bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi berat.
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku
maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif
dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan memusatkan
terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk berfungsi
dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan yang positif.
Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan yang
efektif untuk gangguan depresif berat.
Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan
perubahan pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata
untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, mekanisme
mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan kemampuan untuk
mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan psikoanalisa.
Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan
mood untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan
kemungkinan relaps.
2) Farmakoterapi
Antidepresan
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi
dengan gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor, gangguan tidur,
nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan penurunan libido.
Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat ambilan neurotransmiter
aminergic dan menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxydase
(MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmiter aminergic pada
celah sinaps neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.
Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria
berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam
perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai
kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6) biaya
yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak
mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik, (10)
bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.
Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan
penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat keputusan dalam
menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi
seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di masa
lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat selanjutnya.
Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya. Obat
yang berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan agitasi
sementara obat yang memiliki efek sedasi yang rendah cocok untuk pasien
yang mengalami penghentian atau penurunan aktivitas psikomotor. Berikut
adalah macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk
kepentingan klinik.
a. Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepresant: TCA)
TCA sudah digunakan hampir selama empat dekade. Antidepresan ini
disebut trisiklik karena memiliki nukleus dengan tiga cincin. Obat yang
termasuk golongan ini adalah imipramine, desipramine, clomipramine,
trimipramine, amitriptyline, nortriptyline, doxepine, protriptyline.
Farmakokinetik
TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga mudah
masuk SSP. TCA dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas
gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan lambung
sehingga penyerapan obat menjadi lebih lama.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut.
Menghambat ambilan neurotransmiter
TCA menghambat ambilan neurotransmiter monoamine
(norepinefrin atau serotonin) ke terminal saraf prasinaptik yang
menyebabkan peningkatan konsentrasi neurotransmiter monoamine
pada celah sinaptik sehingga berefek antidepresan.
Penghambatan reseptor
TCA menghambat reseptor serotonin, α-adrenergik, histamin dan
muskarinik.9
Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA.
Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.
Farmakologi Klinik
TCA meningkatkan aktifitas berfikir, memperbaiki kewaspadaan
mental, meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi gejala depresi
pada 50-70% pasien. TCA banyak digunakan untuk depresi sedang
hingga berat terutama dengan gangguan psikomotorik, insomnia atau
nafsu makan yang buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi
yang lambat sehingga pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu
sebelum menyimpulkan bahwa obat tersebut tidak efektif.
Efek samping
Antimuskarinik: penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan
penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, konstipasi,
memperberat epilepsi dan glaukoma.
Kardiovaskuler: peningkatan aktivitas katekolamin menyebabkan
stimulasi jantung yang berlebihan, perlambatan konduksi
atrioventrikular. Penghambatan reseptor α-adrenergik menyebabkan
hipotensi ortostatik dan takikardi. Masalah ini harus diperhatikan
terutama pada orang tua.
Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.
Sediaan dan Dosis
Amitriptyline (generik, Elvail)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
Clomipramine (generik, Anafranil)
Oral: 25; 50; 75 mg kapsul
Dosis: 75-300 mg/hari
Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane)
Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Dosis: 75-200 mg/hari
Doxepine (generik, Sinequan)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL konsentrat
Dosis: 75-300 mg/hari
Imipramine (generik, Tofranil)
Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg kapsul
(pamoat)
Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor)
Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution
Dosis: 75-150 mg/hari
Protriptyline (generik, vivactil)
Oral: 5; 10 mg tablet
Dosis: 20-40 mg/hari
Trimipramine (Surmontil)
Oral: 25; 50; 100 mg kapsul
Dosis: 75-200 mg/hari
b. Heterosiklik
Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan kedua dan
ketiga. Potensi obat heterosiklik tidak berbeda secara khusus dari agen-
agen sebelumnya. Yang termasuk antidepresan generasi kedua dalah
amoxapine, maprotiline, trazodone dan bupiropion. Generasi ketiga
adalah mirtazapine, venlafaxine dan nefazodone. Pada tahun 1990
diperkenalkan agen venlafaxine yang banyak digunakan di Eropa.
Sediaan dan Dosis
Amoxapine (generik, Asendin)
Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet
Dosis: 150-300 mg/hari
Bupropion (Wellbutrin)
Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet
Dosis: 200-400 mg/hari
Maprotiline (generik, Ludiomil)
Oral: 25; 50; 75 mg tablet
Dosis: 75-300 mg/hari
Mitrazapine (Remeron)
Oral: 15; 30; 45 mg tablet
Dosis: 15-60 mg/hari
Nefazodone (generik, Desyrel)
Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet
Dosis: 200-600 mg/hari
Venlafaxine (Effecxor)
Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended
release tablet
Dosis: 75-225 mg/hari
c. Inhibitor Ambilan Kembali Serotonin Selektif (SSRI)
SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat ambilan
serotonin secara spesifik. Dibanding TCA, SSRI memiliki efek
antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini tersedia lima
macam SSRI yaitu fluoxetine, paroxetine, sertraline, fluvoxamine dan
citalopram.
Farmakokinetik
Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang mantap
dalam beberapa minggu. Fluoxetine mengalami demetilasi menjadi
metabolit aktif norfluoksetine. Fluoxetine merupakan inhibitor kuat
isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati yang berfungsi untuk eliminasi
obat TCA, obat neuroleptik, antiaritmia dan antagonis β-adrenergik.
Farmakodinamik
SSRI merupakan golongan obat yang secara spesifik meghambat
ambilan serotonin. Golongan ini kurang memperlihatkan pengaruh
terhadap sistem kolinergik, adrenergik ataupun histaminergik.8
Farmakologi Klinik
Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan depresi
mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang sering ditimbulkan
TCA seperti efek antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan
berat badan. Dokter lebih sering meresepkan fluoxetine dan sekarang di
Amerika fluoxetine merupakan obat antidepresan yang paling banyak
diresepkan. Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa
dan gangguan obsesif kompulsif.
Efek samping
Efek samping fluoxetine seperti hilangnya libido, ejakulasi terlambat,
anorgasme dan mual.
Sediaan dan Dosis
Citalopram (Celexa)
Oral: 20; 40 mg tablet
Dosis: 20-60 mg/hari
Fluoxetine (Prozac)
Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid
Dosis: 10-60 mg/hari
Fluvoxamine (Luvox)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 100-300 mg/hari
Paraxetine (Paxil)
Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25 mg
controlled release tablet
Dosis: 20-50 mg/hari
Sertraline (Zoloft)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 50-200 mg/hari
d. Inhibitor Oksidase Monoamin (MAOI)
MAOI adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter yang
berlebihan di celah sinaptik saat neuron istirahat. MAOI dapat
menonaktifkan enzim MAO secara reversible atau irreversibel.
Neurotransmiter tidak akan mengalami degradasi sehingga menumpuk
dalam neuron presinaptik dan masuk ke dalam ruang sinaptik yang
menimbulkan aktivitas antidepresan.
Farmakokinetik
Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti depresan
memerlukan waktu 2-4 minggu. Regenerasi enzim yang dinonaktifkan
secara irreversibel biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian
pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat melalui
ginjal.
Farmakodinamik
MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim dan
menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Hal ini meningkatkan depot
norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan selanjutnya
meningkatkan konsentrasi neurotransmiter di dalam ruang sinaptik.
Farmakologi Klinik
Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan, kerja
antidepresan terjadi setelah beberapa minggu. MAOI digunakan untuk
pasien depresi yang tidak responsif dan alergi terhadap TCA atau
menderita ansietas hebat.
Efek samping
Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan anggur
merah diinaktifkan oleh MAOI di dalam usus. Orang yang
menggunakan MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang
menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar yang tersimpan
pada ujung terminal saraf sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual,
hipertensi, aritmia dan stroke. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk
menghindari makanan yang mengandung tiramin. Efek samping lainnya
dari MAOI adalah mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur,
mulut kering, disuria dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan
bersamaan karena dapat terjadi bahaya sindrom serotonin yang dapat
mematikan. Diperlukan waktu enam minggu sebelum menggunakan
obat yang lain.
Sediaan dan Dosis
Phenelzine (Nardil)
Oral: 15 mg tablet
Dosis: 47-75 mg/hari
Tranylcypromine (Parnate)
Oral: 10 mg tablet
Dosis: 10-30 mg/hari
e. Antimania
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood
stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala
sindrom mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien.
Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar
serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.
f. Lithium
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa
lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan
bipolar khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien
dengan fase manik dilaporkan mencapai 60-80%.
Farmakokinetik
Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam. Kadar
dalam plasma dicapai setelah 30 menit sampai 2 jam. Efek terapi terlihat
setelah 10 hari penggunaan. Ekskresi terutama melalui urin dengan
waktu paruh eliminasi 20 jam.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja yang pasti dari lithium sampai saat ini masih dalam
penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu:
Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion
Lithium berhubungan erat dengan natrium. Lithium dapat
menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan
pertukaran natrium melewati membran.
Efek terhadap neurotransmiter
Lithium tampaknya meningkatkan aktivitas serotonin. Diperkirakan
Lithium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopamin,
menghambat supersensitifitas dopamin dan meningkatkan sintesis
asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan bahwa peningkatan
aktivitas kolinergik akan mengurangi mania.
Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers)
Studi tentang lithium memperlihatkan perubahan kadar inositol
phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP2 menjadi IP1
dan konversi IP menjadi inositol. Penyakatan ini menyebabkan
deplesi PIP2 yang merupakan prekursor IP3 dan DAG. IP3 dan DAG
merupakan pembawa pesan kedua yang penting dalam transmisi α-
adrenergik maupun transmisi muskarinik.8,12
Gambar 3. Efek lithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.
Farmakologi Klinik
Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar
terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan
penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih tergolong ringan,
lithium sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir
selalu perlu ditambah clonazepam atau lorazepam dan kadang ditambah
antipsikosis juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis boleh
dihentikan dan lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine
untuk pemeliharaan. Pada fase depresif gangguan bipolar, lithium sering
dikombinasi dengan antidepresan.
Efek Samping
Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik,
ataksia, disartria dan afasia.
Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi
efeknya reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien mengalami
pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala hipotiroidisme. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12
bulan.
Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun
bersifat reversibel. Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi
lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal
termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan
minimal dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus
telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai azotemia maupun
gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk
mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal.
Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi
natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena edema
namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan berat badan.
Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus
sehingga sindrom bradikardi dan takikardi merupakan kontraindikasi
penggunaan lithium.
Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan
peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang
mengkonsumsi lithium terutama anomali Ebstein. Namun data
terbaru menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah. Lithium
didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai setengah
dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan
letargi, sianosis, reflek moro dan reflek hisap berkurang dan
hepatomegali.
Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis
pada penggunaan lithium. Leukositosis selama pengobatan dengan
lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada
leukopoiesis.
Preparat yang Tersedia
Lithium carbonate (generik, Eskalith)
Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300;
450 mg tablet sustained release
300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li
Dosis: 250-500 mg/hari
g. Asam Valproat
Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti
memiliki efek antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang
gagal memberikan respon terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate
menunjukkan keberhasilan yang setara dengan lithium pada
awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan
psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase
kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan
baik. Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk
mania. Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkan valproate
dengan lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.
Preparat yang Tersedia
Valproic acid (generik, Depakene)
Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari
h. Carbamazepine
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk
lithium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk
mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.
Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari
lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat
digunakan sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi
dengan lithium. Cara kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat
mengurangi sensitisasi otak terhadap perubahan mood. Mekanisme
tersebut mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek
diskrasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi,
namun tidak menjadi masalah besar pada penggunaanya sebagai
penstabil mood.
Preparat yang Tersedia
Carbamazepine (generic, Tegretol)
Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100;
200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul
Dosis: 400-600 mg/hari
G. Prognosis
Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan
suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini
memiliki perjalanan yang panjang dan pasien cenderung mengalami
kekambuhan.
Prognosa baik apabila:
Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik
Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan
Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan baik
pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh
Fungsi keluarga yang stabil dan baik
Tidak ada gangguan psikiatri komorbid
Tidak ada gangguan kepribadian.
Prognosa buruk apabila:
Adanya penyerta gangguan distimik
Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya
Gejala gangguan kecemasan
Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.
Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan
perempuan.
Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan.
Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung
mengalami relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari
semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti
penurunan sosial yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Rusdi Maslim. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Sulistia GG. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://blognyayoan.blogspot.com/2009/06/gangguan-waham.html
http://moozes.multiply.com/journal/item/53/GANGGUAN_AFEKTIFMOOD
http://www.forumsains.com/artikel/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu- gangguan-psikosis-fungsional/
http://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm
http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan_afektif.htm
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=314
MAKALAH PSIKIATRI
SKIZOFRENIA, GANGGUAN WAHAM, DAN
GANGGUAN AFEKTIF
(Dosen Pengampu: Prof. Dr.dr. H. M. Fanani, Sp.KJ.)
Disusun Oleh:
Asri Setyo Prihatin
G0107029
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010