53
LAPORAN TUTORIAL BLOK PSIKIATRI SKENARIO II DEPRESI Kelompok 13 Anton Giri Mahendra G0012022 Nadira As’ad G0012144 Prima Canina G0012164 Mahardika Frityatama G0012124 Reza Satria HS G0012178 Rima Aghnia PS G0012186 Febimilany Riadloh G0012078 Ika Maratul Kumala G0012094 Farrah Putri Amalia G0012076 Atika Iffa Syakira G0012034 Syayma Karimah G0012218 TUTOR : Machmuroh, Dra. FAKULTAS KEDOKTERAN

Laporan Tutorial Psikiatri Ske 2 Fixxx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Psikiatri

Citation preview

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PSIKIATRI SKENARIO II

DEPRESI

Kelompok 13

Anton Giri Mahendra G0012022

Nadira As’ad G0012144

Prima Canina G0012164

Mahardika Frityatama G0012124

Reza Satria HS G0012178

Rima Aghnia PS G0012186

Febimilany Riadloh G0012078

Ika Maratul Kumala G0012094

Farrah Putri Amalia G0012076

Atika Iffa Syakira G0012034

Syayma Karimah G0012218

TUTOR : Machmuroh, Dra.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2014

BAB I

PENDAHULUAN

Depresi

Nn. S, usia 20 tahun, mahasiswa tingkat akhir, datang ke puskesmas bersama

kakaknya dengan keluhan kurang lebih 1 bulan tidak bisa tidur, tidak ada nafsu makan, malas

melakukan aktifitas dan timbul rasa putus asa. Bila diajak bicara, pasien menjawab dengan

suara pelan. Hal tersebut terjadi sejak pasien tidak lulus ujian skripsi. Dari alloanamnesis

diketahui bahwa, pasien belum pernah mengalami gangguan serupa maupun gangguan

psikiatri lainnya.

Dari pemeriksaan status mental didapatkan psikomotor hipoaktif, remming, mood

depresi, afek menyempit, dan insight (tilikan diri) derajat 5.

BAB II

SEVEN JUMPS DAN TINJAUAN PUSTAKA

Langkah 1 (Membaca skenario dan mamahami pengertian beberapa istilah dalam

skenario)

1. Psikomotor hipoaktif

Keadaan menurunnya aktivitas motorik atau kognitif seperti retardasi psikomotorik.

Proses pikir, bicara dan gerakan yang lambat.

2. Allonamnesis

Satu teknik mewawancarai pasien ke keluarga atau teman dekat pasien dengan syarat

jika pasien tidak kooperatif

3. Remming

Terjadi pada orang depresi, jika berbicara nada rendah dan sangat lambat. Karena

pikirannya timbul dengan lambat.

4. Mood Depresi

Mood adalah perasaan dalam waktu lama, waktu minimal untuk melihat mood adalah

1 minggu. Depresi : ada macam-macam jenis, depresi dengan penarikan diri dan

depresi dengan kegelisahan atau agitasi. Biasanya disertai dengan afek depresi (afek

menyempit), ada anhedonia (selalu terluhat murung), dan ada aninersia (tidak banyak

interaksi dan bergerak)

5. Afek Menyempit

Afek adalah emosi yang ditunjukkan pasien. Ada banyak macam afek. Afek

menyempit dilihat dari intensitas dan derajat emosinya. kalo menyempit itu kadang

masih bisa mengekspresikan perasaannya tapi tidak menyeluruh. Selain afek sempit

ada juga afek datar (tidak menunjukkan perbedaan ekspresi), tumpul (ekspresi hampir

tidak ada), dan luas (orang normal).

6. Insight derajat 5

tilikan diri adalah pemahaman seseorang terhadap kondisi & situasi dirinya. Ada 6

tilikan :

Tilikan I : Penyangkalan terhadap penyakitnya

Tilikan II : Agak menyadari bahwa dirinya sakit akan tetapi di saat bersamaan

juga menyangkal bahwa dirinya sakit

Tilikan III : Sadar bahwa pasien sakit tetapi menyalahkan orang lain akan hal

tsb

Tilikan IV : Menyadari pasien sakit akan tetapi tidak mengetahui penyebabnya

Tilikan V : Menerima bahwa pasien sakit tanpa penerapan pengetahuan di

masa depan

Tilikan VI : Mengetahui segala sesuatu pada dirinya dan disertai dengan

motivasi untuk mencapai perbaikan.

7. Status Mental

Pedoman atau poin-poin yang harus ditanyakan pada pasien yang berguna untuk

membantu pemeriksa menyimpulkan simtomatologi dan diagnosis dari gejala yang

diutarakan pasien. Dari penampilan fisik, gaya bicara, dsb.

Langkah 2 (Menentukan/mendefinisikan permasalahan)

1. Mengapa Nn. S mengalami gangguan tidur, tidak nafsu makan, malas beraktivitas, dan

putus asa?

2. Adakah hubungan usia dan gender dengan keluhan yang dialami Nn. S?

3. Adakah hubungan lamanya keluhan (1 bulan) dengan diagnosis pada skenario tsb?

4. Apa yang dimaksud dengan gangguan tidur? apa penyebabnya dan apa saja macam

gangguan tidur? Apakah faktor pencetus gangguan tidur yang berhubungan dengan

gangguan psikiatri?

5. Interpretasi pemeriksaan status mental

6. Bagaimana mekanisme terjadinya depresi?

7. Apa sajakah gangguan mood & afek?

8. Terapi apa yang diberikan pada pasien?

9. Bagaimana prognosis kasus ini?

Langkah 3 (Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai

permasalahan tersebut dalam langkah 2)

1. ADAKAH HUBUNGAN LAMANYA KELUHAN (1 BULAN) DENGAN

DIAGNOSIS KASUS TSB

Durasi depresi minimal 2 minggu jika murni gangguan psikiatri. Jika depresi yang

terhubung dengan kelainan organik, bukan 2 minggu.

Durasi manik minimal 1 minggu, biasanya disertai dengan banyak bicara, banyak

kerja, mudah marah, mudah tersinggung dan muncul perasaan kebesaran (grandiocity).

2. FISIOLOGI TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR

Fisiologi Tidur

Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi bola dunia

yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam antara lain

diperlihatkan oleh menyingsing dan terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanam-

tanaman pada malam dan siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang

hari dan tidurnya mereka pada malam hari (Harsono, 1996).

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye

Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement

(NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur

stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti

oleh fase REM (Patlak, 2005). Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6

siklus dalam semalam (Potter & Perry, 2005).

Tidur stadium satu

Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun

dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata

akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat (Patlak, 2005).

Tidur stadium dua

Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu

tubuh menurun (Smith & Segal, 2010). Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata

berhenti (Patlak, 2005).

Tidur stadium tiga

Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya (Ganong, 1998). Pada tahap ini individu

sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera

menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit (Smith & Segal,

2010).

Tidur stadium empat

Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat.

Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik

(Smith & Segal, 2010).

Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat

restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di

siang hari (Patlak, 2005). Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit

sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama

prosesnya berlangsung lebih cepat dandan menjadi lebih intens dan panjang saat

menjelang pagi atau bangun (Japardi, 2002).

Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak mata

tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut

jantung dan nadi meningkat (Patlak, 2005). Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat

terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara

fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang (Potter & Perry, 2005).

Gangguan Tidur

Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari berbagai

gangguan fisik, mental dan spiritual (Johanna & Jachens, 2004). Gangguan tidur dapat

dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan

rendah, orang muda serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang

normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan

pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja,

mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Potter & Perry, 2001). Gangguan

tidur merupakan masalah yang sangat umum. Di Negara-negara industri khususnya,

banyak orang menderita dari beberapa bentuk gangguan tidur. Data tentang frekuensi

bervariasi antara 25-50% dari populasi (Johanna & Jachens, 2004).

KLASIFIKASI

Internasional Classification of Sleep Disorders

1. Dissomnia

Gangguan tidur intrisik

Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksisaluran

nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik.

Gangguan tidur ekstrisik

Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan

alkohol, obat hipnotik atau stimulant

Gangguan tidur irama sirkadian

Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma

fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.

2. Parasomnia

Gangguan aurosal

Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional

Gangguan antara bangun-tidur

Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama

Berhubungan dengan fase REM

Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest

Parasomnia lain-lainnya

Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, dystonia parosismal

3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri

Gangguan mental

Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alcohol

Berhubungan dengan kondisi kesehatanPenyakit degeneratif (demensia,

parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post

traumatik kepala, stroke, Gilles de-la tourette sindroma.

Berhubungan dengan kondisi kesehatan

Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks

gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK)

4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi

Insomnia

Pengertian Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik

kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak

dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau

tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau

bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005). Untuk menyembuhkan

insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali penyebabnya. Artinya, kalau disebabkan

penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya maka penyakitnya yang harus disembuhkan

terlebih dahulu (Aman, 2005).

Penyebab insomnia

Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :

a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau

bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang atau

dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus sekalipun.

b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang

menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila suhu tinggi

memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic.

c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada

mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih dari 3500

meter diatas permukaan air laut.

d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat

terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau

yang mengandung nikotin dan obatobat pengurus badan yang mengandung anfetamin atau

yang sejenis. e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain

dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa

gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma dan lain-lain (Joewana, 2006).

Tipe-tipe insomnia

Insomnia terdiri atas tiga tipe :

a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial

dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda. Berlangsung selama 1-3 jam

dan kemudian karena kelelahan ia bisa tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan

ketidakmampuan seseorang untuk tidur.

b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk tidur

dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidurkembali, kejadian ini

dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia ini disebut jaga intermitent insomnia.

c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia terminal,

dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup nyenyak, tetapi pada saat dini

hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Erry 2000)

3. GANGGUAN MOOD DAN AFEK

A. DEPRESI

Depresi ( dalam arti sempit) adalah perasaan sedih yang bersifat psikopatologis.

Keadaan mood yang berkisar antara susah atau tidak gembira tahap rendah sampai ke

kemurungan yang nyata dan keputusasaan ; pada tingkat yang ekstrim biasanya disertai

pesimisme yang mencolok dan kurangnya harapan masa depan. Keadaan mental atau

emosi di bawah normal; tipe melankolik yang sedang, murung, muram dengan hati yang

tawar. (Ibrahim,2004)

Menurut DSM-IV-TR, gangguan depresif berat (juga dikenal dengan depresif unipolar)

terjadi tanpa riwayat episode manik, campuran, atau hipomanik. Episode depresif berat

harus ada setidaknya 2 minggu dan seseorang yang didiagnosis memiliki episode depresif

berat terutama juga harus mengalami setidaknya empat gejala dari daftar yang mencakup

perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktifitas, tidak ada energi,

rasa bersalah, masalah dalam berpikir dan membuat keputusan, serta pikiran berulang

mengenai kematian dan bunuh diri (Benjamin dan Virginia, 2010)

Epidemiologi

Gangguan depresif berat adalah gangguan yang lazim ditemukan dengan prevalensi

seumur hidup sekitar 15%, pada perempuan mungkin 25%. Insiden gangguan depresif

berat 10% pada pasien yang berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di tempat rawat

inap. Prevalensi gangguan depresif berat dua kali lebih besar pada perempuan daripada

laki-laki. Depresi dapat mengenai semua umur, dan tidak ada perbedaan dalam ras dan

sosiokultural. (Benjamin dan Virginia, 2010)

Etiologi

Faktor Biologis

Norepinefrin dan serotonin, aksis HPA, aksis tiroid

Faktor genetik

Kembar monozigot (±50%), saudara sederajat (8-18x lebih besar dari kontrol )

Faktor Psikososial

1. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress

2. Faktor kepribadian premorbid : dependen, obsesif-kompulsif, histerikal

3. Faktor psikoanalitik dan psikodinamik : kehilangan objek cinta

4. Teori kognitif dan perilaku : distorsi kognitif dan ketidakberdayaan yang

dipelajari.

(Benjamin dan Virginia, 2010)

Diagnosis

Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :

1. Afek depresi

2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa

lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya :

a. Konsentrasi dan perhatian kurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f.Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih

pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya digunakan untuk

episode untuk episode tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus

diklasifikasikandi bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang.

(PPDGJ III,2001)

Episode Depresi

Depresi ringan

Terdapat minimal 2 dari 3 gejala utama + minimal 2 gejala lain

Depresi sedang

Terdapat minimal 2 dari 3 gejala utama+ minimal 3 (sebaiknya 4) gejala lain

Depresi berat

Terdapat 3 gejala utama + minimal 4 gejala lain, dengan / tanpa gejala psikotik.

(PPDGJ III,2001)

Tipe Depresi

Tipe Depresi Definisi

1. Episode depresi Depresi yang baru pertama kali muncul

2. Depresi berulang Depresi yang muncul kemudian dan

sebelumnya memiliki riwayat berulang

3. Gangguan afektif bipolar Depresi yang didapat sekarang,

sebelumnya ada riwayat manik.

4. Skizoafektif tipe depresif

(Skizodepresif)

Depresi yang bersama-sama dengan

gejala psikotik yang nyata

5. Depresi yang menyertai - Gangguan mental organik

- Gangguan medik umum

(Benjamin dan Virginia, 2010)

Terapi

- Psikofarmaka : antidepresan (trisiklik, tetrasiklik, SSRI, MAOI)

- ECT

- Psikoterapi diberikan pada saat gejala depresi jauh berkurang dan tilikan membaik.

- Terapi kognitif

- Terapi perilaku

- Terapi Intrapersonal

- Terapi berorientasi pada psikoanalitik

- Terapi keluarga

(Benjamin dan Virginia, 2010)

B. EPISODE MANIK

Suatu mood yang meningkat, meluap-luap, atau lekas marah merupakan tanda

episode manik. Walaupun orang yang tidak terlibat mungkin tidak mengetahui sifat mood

pasien yang tidak biasanya, mereka yang mengetahui pasien mengenalinya sebagai

abnormal. Selain itu mood mungkin mudah tersinggung, khususnya jika rencana pasien

yang sangat ambisius terancam. Sering kali, seorang pasien menunjukkan suatu perubahan

mood yang utama dari euforia awal pada perjalanan penyakit menjadi lekas marah di

kemudian hari. Suatu kecendrungan menanggalkan pakaian di tempat ramai, berpakaian

dan mengenakan perhiasan dengan warna-warna yang terang dan dengan kombinasi yang

tidak sesuai, dan tidak memperhatikan perincian-perincian yang kecil (seperti lupa

meletakkan gagang telepon pada tempatnya) juga merupakan gejala gangguan. Sifat

impulsif dari banyak tindakan pasien disertai dengan suatu pendirian keyakinan dan

tujuan. Pasien sering kali terokupasi oleh gagasan agama, politik, finansial, seksual,

atau penyiksaan yang dapat berkembang menjadi sistem waham yang kompleks.

Kadangkadang pasien manik menjadi teregresi dan bermain dengan urine dan fesesnya.

Mania pada remaja sering kali salah didiagnosis sebagai gangguan kepribadian

antisosial atau skizofrenia. Gejala mania pada remaja mungkin berupa psikosis,

penyalahgunaan alkohol atau zat lain, usaha bunuh diri, masalah akademik, pemikiran

filosofis, gejala gangguan obsesif-kompulsif, keluhan somatik multipel, mudah

tersinggung yang nyata yang menyebabkan perkelahian,dan perilaku antisosial lainnya.

Kriteria Diagnostik untuk Episode Manik

A. Suatu periode yang nyata dari mood yang meningkat, meluap-luap, atau iritabel

yang secra abnormal dan menetap, paling kurang 1 minggu (atau durasi kapan saja jika

membutuhkan perawatan di rumah sakit).

B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut menetap (empat jika

mood hanya iritabel) dan terjadi dalam derajat yang bermakna:

1. Harga diri yang melambung atau kebesaran

2. Penurunan kebutuhan tidur (misalnya, merasa telah beristirahat setelah tidur hanya 3

jam)

3. Berbicara lebih banyak dari yang biasanya atau tekanan untuk terus berbicara

4. Loncat gagasan atau pengalaman subyektif bahwa pikirannya berpacu

5. Distraktibilitas yaitu, prhatian sangat mudah dialihkan pada stimulus eksternal

yang tidak penting atau tidak relevan)

6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan oleh tujuan (baik secara sosial, pada pekerjaan

atau sekolah, atau secara seksual atau agitasi psikomotor

7. Keterlibatan berlebihan pada aktivitas menyenangkan yang kemungkinan besar

mempunyai akibat yang menyakitkan (misalnya, berbelanja yangtidak terkendali,

melakukan hubungan seksual yang tidak bijaksana, atau investasi bisnis yang bodoh)

C. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran

D. Gangguan mood cukup parah untuk menyebabkan gangguan yang nyata pada

fungsi pekerjaan atau pada aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain seoerti yang

biasanya, atau membutuhkan perawatan rumah sakit untuk mncegah bahaya bagi diri

sendiri maupun orang lain, atau terdapat ciri psikotik.

E. Gejala bukan efek fisiologis langsung dari zat atau suatu kondisi medis umum.

C. BIPOLAR DISORDER

Manic depression; Bipolar affective disorder

Gangguan Bipolar adalah kondisi seseorang yang berubah-ubah antara mood yang

sangat baik dengan mudah marah atau depresi. Perubahan mood antara mania dan deprei

bisa terjadi sangat tepat. Risiko pria dan wanita terhadap gangguan bipolar adalah sama.

Biasanya mulai umur 12-25 tahun. Penyebab pasti penyakit ini masih belum diketahui,

namum angka kejadian meningkat pada kerabat orang dengan gangguan bipolar.

Orang dengan tipe gangguan bipolar I memiliki setidaknya satu episode manik dan

periode depresi besar. Dulu gangguan bipolar tipe I disebut manic depression. Orang

dengan gangguan bipolar tipe II tidak pernah mengalami mania secara penuh. Sebaliknya

mereka mengalami periode tingkat energi tinggi dan impulsif yang tidak ekstrem seperti

mania (disebut hypomania). Ini bergantian dengan episode depresi. Didapatkan risiko

tinggi terhadap bunuh diri pada orang dengan gangguan bipolar. Mungkin penyalahgunaan

alcohol atau bahan lainnya terhadap penderita mengakibatkan risiko bunuh diri menjadi

lebih besar.

Mendiagnosa gangguan bipolar adalah dengan cara mencaritahu riwayat keluarganya,

apakah ada yang mengalami gangguan disorder, Melihat perubahan mood yang terjadi,

Melakukan pemeriksaan yang dicurigai mempunyai symptom yang sama, dan mungkin

beberapa obat dapat menyebabkan gejala yang sama dengan gangguan bipolar.

Untuk penatalaksanaan pada intinya bertujuan untuk: menghindari berganti dari satu

fase ke fase yang lain, mencegah percobaan bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,

membuat fase-fase menjadi lebih pendek dan jarang untuk berganti. Secara medika

mentosa biasanya pasien di berikan: Carbamazepine, Lamotrigine, Lithium, Valproate

(valproic acid), dan obat anti kejang lainnya. Selain itu obat yang biasa digunakan adalah:

Obat Antipsychotic dan obat anti-anxiety (benzodiazepines) untuk masalah mood. Obat

antidepressant bisa digunakan untuk menangani depresi. Biasanya antidepressan

digunakan bersamaan dengan mood stabilizer.

Electroconvulsive therapy (ECT) bisa digunakan untuk menangani fase manik atau

depresi dari gangguan bipolar jika medikamentosa tidak lagi berpengaruh.ECT

menggunakan aliran listrik untuk membuat pasien kejang singkat dan sementara untuk

membawa pasien pada fase anesthesia. Transcranial magnetic stimulation (TMS)

menggunakan magnet frekuensi tinggi untuk mempengaruhi area di otak, biasanya

digunakan setelah penggunaan ECT.

D. GANGGUAN BERPIKIR

Berpikir adalah aliran ide, simbol, dan asosiasi yang bertujuan, diawali sebuah masalah

atau tugas dan berakhir pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan: bila terdapat

urutan yang logis, cara berpikir dianggap normal; parapraksis (meleset dari logika secara

tidak sadar, disebut juga Freudian slip) dianggap sebagai bagian cara berpikir normal.

Cara berpikir abstrak adalah kemampuan untuk menangkap esensi suatu keseluruhan,

memecah keseluruhan menjadi bagian, dan mencerna isyarat umum.

A.      Gangguan menyeluruh dalam bentuk atau proses pikir

1. Gangguan mental: sindrom perilaku atau psikologis yang nyata secara klinis dan

disertai distress atau disabilitas, bukan sekedar respons yang diharapkan terhadap

peristiwa tertentu atau terbatas dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat.

2. Psikosis: ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari khayalan; uji realitas

terganggu, disertai pembentukan realitas baru (berlawanan dengan neurosis, gangguan

mental dengan uji realitas yang tetap baik, perilaku dapat tidak bertentangan dengan

norma sosial umum, tapi berlangsung lama atau berulang tanpa terapi)

3. Uji realitas: evaluasi dan penilaian objektif terhadap dunia di luar dirinya

4. Gangguan bentuk pikir: kelainan dalam bentuk pikir dan bukannya isi pikir, cara

berpikir ditandai dengan asosiasi longgar, neologisme, dan konstruksi yang tidak logis;

proses pikir terganggu, dan orangnya disebut psikotik.

5. Pikiran tak logis: pikiran yang mengandung kesimpulan yang salah atau kontradiksi

internal; hanya dianggap psikopatologis bila sangat nyata dan tidak disebabkan oleh nilai

budaya atau defisit intelektual.

6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sejalan dengan logika atau pengalaman

7. Pemikiran autistik: preokupasi dengan dunia pribadi di dalam dirinya sendiri; istilah

yang biasa digunakan cukup bersinonim dengan dereisme.

8. Pemikiran magis: bentuk pikiran dereistik; cara berpikir yang menyerupai fase

preoperasional pada anak (Jean Piaget), ketika pikiran, kata-kata, atau tindakan dianggap

memiliki kekuatan (contohnya, menyebabkan atau mencegah suatu peristiwa).

9. Proses pikir primer: istilah umum untuk cara berpikir dereistik, tidak logis, magis;

normal terdapat dalam mimpi, terdapat secara abnormal pada psikosis.

10. Tilikan emosional: tingkat pemahaman atau kesadaran yang mendalam yang

cenderung mengarah ke perubahan kepribadian dan perilaku yang positif.

B.      Gangguan spesifik dalam bentuk pikir

1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan

menggabungkan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan psikologis yang idiosinkratik.

2. Word salad: pencampuran kata atau frase yang inkoheren.

3. Sirkumstansialitas: gaya bicara tak langsung yang terlambat mencapai poin tertentu

namun akhirnya dapat berangkat dari poin asal ke tujuan yang dikehendaki ditandai oleh

detail dan kata-kata sisipan yang berlebihan

4. Tangensialitas: ketidakmampuan untuk mencapai asosiasi pikiran yang mengarah ke

tujuan; pembicara tidak pernah beranjak dari poin awal ke tujuan yang diinginkan.

5. Inkoherensi: pikiran yang secara umum tidak dapat dipahami; pikiran atau kata-kata

yang keluar tanpa hubungan logis maupun tidak sesuai tata bahasa, mengakibatkan

disorganisasi.

6. Perseverasi: respon yang menetap terhadap stimulus sebelumnya meski telah

diberikan stimulus baru; sering disebabkan oleh gangguan kognitif.

7. Verbigerasi: pengulangan atau kalimat tertentu tanpa makna.

8. Ekolalia: pengulangan kata atau kalimat yang diucapkan seseorang yang bersifat

psikopatologis; cenderung berulang dan persisten dapat diucapkan dengan intonasi

mengejek atau terputus-putus.

9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu.

10. Jawaban tidak relevan: jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang

diajukan (orang tersebut tampak mengabaikan atau tidak memperhatikan pertanyaan).

11. Asosiasi longgar: aliran pikiran berupa perpindahan ide dari satu subjek ke subjek

lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; bila parah, pembicaraan dapat

menjadi inkoheren.

12.Derailment: deviasi alur berpikir yang terjadi secara berangsur atau mendadak tanpa

bloking; kadang digunakan sebagai sinonim asosiasi longgar.

13. Flight of ideas: permainan kata-kata atau verbalisasi kontinu dan cepat yang

menghasilkan perpindahan konstan dari satu ide ke ide lain; ide cenderung berhubungan

dan pada keadaan yang tidak begitu parah, pendengar masih dapat mengikutinya.

14. Clang association: keterkaitan kata-kata dengan bunyi yang mirip namun berbeda

arti kata-kata tersebut tidak memiliki hubungan logis; dapat mencakup pembentukan rima

dan sajak.

15. Bloking: interupsi alur pikiran secara mendadak sebelum suatu pikiran atau ide

tuntas; setelah jeda sebelum suatu pikiran atau ide tuntas; setelah jeda sejenak, seseorang

tampak tidak ingat hal yang sedang atau akan dikatakan (disebut juga sebagai deprivasi

pikiran).

16. Glosolalia: pengungkapan wahyu melalui kata-kata yang tidak dapat dimengerti

artinya (juga disebut sebagai bicara dalam lidah); tidka dianggap sebagai gangguan

berpikir bila dikaitkan dengan praktek agama Pantekosta tertentu; disebut juga sebagai

kriptolalia, bahasa tutur pribadi.

C.      Gangguan isi pikir spesifik

1. Miskin isi: pikiran yang hanya memberi sedikit informasi karena hampa,

pengulangan kosong, atau kalimat samar.

2. Ide berlebihan: kepercayaan salah yang menetap dan tidak masuk akal,

dipertahankan tidak seteguh waham.

3. Waham: kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang

realitas eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang intelegensi dan budaya pasien;

tidak dapat dikoreksi dengan penalaran.

Gangguan mood

Gangguan mood dapat mencetuskan gangguan fisiologis. yaitu tanda (gejala) yang

berhubungan dengan disfungsi somatik seseorang, biasanya bersifat otonomik, paling

sering ada kaitannya dengan depresi, sering diistilahkan juga sebagai tanda vegetatif.

anoreksia, hilangnya atau menurunnya nafsu makan.

hiperphagia, yaitu meningkatnya nafsu makan dan jumlah makanan yang dimakan,

Insomnia

Hipersomnia, tidur yang berlebihan.

Variasi diurnal, yaitu mood yang secara teratur jelek pada pagi hari atau segera

setelah bangun tidur dan makin membaik semakin siang hari

Mengurangnya libido, menurunnya hasrat, dorongan seksual, sebaliknya, peningkatan

libido ada hubungannya dengan mania.

Konstipasi, ketidakmampuan atau kesukaran untuk buang air besar.

Langkah 5 (Memutuskan Tujuan pembelajaran)

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik

2. Epidemiologi & Hubungan Usia dan Gender

3. Bagaimanakah hubungan depresi dengan nafsu makan turun, sulit tidur, dan malas

beraktivitas?

4. Apa saja diagnosis banding kasus ini?

5. Interpretasi pemeriksaan status mental

6. Apakah tatalaksana kasus ini?

Langkah 6 (Mengumpulkan informasi tambahan diluar waktu diskusi kelompok)

Langkah 7 (Melakukan sintesa dan pengujian informasi-informasi yang telah

terkumpul)

1. HUBUNGAN DEPRESI DENGAN NAFSU MAKAN TURUN, SULIT TIDUR, DAN

MALAS BERAKTIVITAS

A. Hubungan Depresi dengan Penurunan Nafsu Makan

Hampir semua jenis stres, apakah bersifat fisik maupun neurogenik,

menyebabkan peningkatan ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis

anterior yang diikuti dengan peningkatan sekresi hormon adrenokortikal berupa

kortisol dalam waktu beberapa menit.

Kortisol berperan dalam merangsang proses glukoneogenesis (pembentukan

karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain) oleh hati. Dengan adanya kortisol

kadar tinggi, kecepatan glukoneogenesis dapat meningkat 6 hingga 10 kali lipat. Hal

ini disebabkan oleh dua efek kortisol, yakni (1) meningkatkan enzim-enzim yang

dibutuhkan untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati,

dan (2) meningkatkan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan ekstrahepatik,

terutama dari otot. Adapun salah satu efek peningkatan glukoneogenesis adalah sangat

meningkatnya jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati. Pengaruh kortisol

tersebut membuat hormon glikolitik lain, seperti epinefrin dan glukagon memobilisasi

glukosa ke peredaran darah. Hal ini menjelaskan mengapa pasien nafsu makannya

menurun, tidak lain adalah karena dia tidak merasa lapar karena sudah terjadi

pembentukan glukosa dalam kadar yang cukup banyak di dalam tubuhnya melalui

glukoneogenesis.

Selain kortisol, kondisi stres dapat menggiatkan sistem simpatis. Dan salah

satu efek dari perangsangan simpatis adalah peningkatan glikolisis di hati dan otot.

Dengan mekanisme yang sama seperti di atas, peningkatan glikolisis cukup

menjelaskan bagaimana pasien mengalami penurunan nafsu makan, yakni karena dia

tidak kunjung mengalami rasa lapar.

B. Hubungan depresi dengan sulit tidur

Perangsangan pada beberapa daerah spesifik otak dapat menimbulkan keadaan

tidur. Daerah perangsangan yang paling mencolok yang dapat menimbulkan keadaan

tidur alami adalah nuklei rafe yang terletak di bagian tengah pons dan medula. Nuklei

ini merupakan lembaran tipis neuron khusus yang terletak pada garis tengah.

Kebanyakan neuron pada nuklei ini menyekresi serotonin. Serotonin yang dilepaskan

dalam diensefalon dan serebrum hampir pasti berperan sebagai inhibitor penting

untuk membantu menghasilkan tidur yang normal. Bila seekor hewan diberi obat yang

menghambat pembentukan serotonin, seringkali hewan tersebut tidak dapat tidur

selama beberapa hari berikutnya. Oleh karena itu, dianggap bahwa serotonin

merupakan zat transmitter yang dihubungkan dengan timbulnya keadaan tidur.

Sedangkan pada orang stres dan depresi, diduga mengalami penurunan sekresi

serotonin maupun norepinefrin di otak. Hal ini menyebabkan pasien depresi

mengalami kesulitan tidur. Selain sulit tidur, pasien juga mengalami rasa sedih, tidak

bahagia, putus asa, dan kehilangan nafsu makan. Karena selain berperan dalam proses

tidur, serotonin juga berperan dalam memberikan persepsi bahagia serta peningkatan

nafsu makan.

C. Hubungan depresi dengan malas melakukan aktivitas

Pada penjabaran di atas telah dikemukakan bagaimana serotonin turut

bertanggung jawab dalam memberikan persepsi rasa bahagia dan tidak putus asa.

Sedangkan pada pasien depresi akan didapatkan kadar serotonin yang kurang,

sehingga pasien mengalami rasa sedih dan sengsara yang berlebih. Dengan demikian,

sangat dimungkinkan hal tersebut menjadikan pasien tidak berminat melakukan

aktivitas apapun.

2. EPIDEMIOLOGI & HUBUNGAN USIA DAN GENDER

Perbandingan kejadian depresi pada perempuan dan laki-laki = 2:1. Faktor-faktor

yang mempengaruhi epidemiologi ini adalah perbedaan hormonal, efek kelahiran,

perbedaan sressor psikososial, ambang batas stres.

Rata-rata pasien yang mengalami depresi berat adalah lebih dari sama dengan 40

tahun. Dari 100 orang yang diwawancara, terdapat 50% kemungkinan terkena depresi

pada usia 20-50 tahun. pada usia muda, nama depresinya adalah pra-menstrual (wanita

usia reproduktif). Pada pasien usia dibawah 20 tahun dapat juga terjadi depresi dengan

penyebab riwayat penggunaan obat-obatan terlarang.

Penyebab lain dari depresi adalah status perkawinan. Wanita yang belum menikah

angka kejadian depresinya semakin rendah, berkebalikan dengan pria, semakin tua ia

belum menikah, semakin tinggi angka kejadian depresinya.

Penyebab lain dari depresi adalah sosioekonomi. Cenderung banyak terjadi pada

masyarakat kelas menengah kebawah.

3. INTERPRETASI PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Dari pemeriksaan status mental didapatkan psikomotor hipoaktif, remming, mood

depresi, afek menyempit, dan insight (tilikan diri) derajat 5.

1. Psikomotor hipoaktif : penurunan kemampuan motorik afektif dan kognitif.

2. Remming : salah satu bentuk gangguan pikiran, cara berpikirnya lambat atau

terhalang. Biasanya remming terjadi pada depresi tapi bisa juga disebabkan oleh

pengaruh anxietas dan preokupasi atau berbagai gangguan otak termasuk sindroma

prefrontal dan paska konstusio serta delirium.

3. Mood depresi : penurunan suasana perasaan karena penderitaan yang berat, mood

diamati minimal 1 minggu, dapat dikatakan depresi apabila penurunan suasana

perasaan terjadi minimal 2 minggu.

4. Berdasarkan Nuhriawangsa (2011), gangguan afektif terdiri dari :

a. Afek serasi (appropriate affect), bisa diartikan sebagai afek yang normal

dimana suasana emosional serasi dengan gagasan, fikiran atau pembicaraan;

juga digambarkan lebih jauh sebagai afek yang luas (broad affect) atau penuh

(full affect) dimana seluruh keadaan emosi dinyatakan secara serasi dalam

berbagai keadaan.

b. Afek tidak serasi (inappropriate affect) ketidaksesuaian antara suasana

perasaan emosional dengan gagasan, fikiran, atau pembicaraan yang

menyertainya.

c. Afek terbatas (restricted) atau menyempit (constricted) pengurangan

intensitas suasana perasaan yang tidak begitu berat tetapi jelas

pengurangannya (pada pasien di skenario)

d. Afek tumpul (blunted affect), suatu gangguan afek yang manifestasinya

dalam pengurangan yang berat dari intensitas suasana perasaan yang

ditampilkan.

e. Afek datar (flat affect), tidak ada atau hampir tidak adanya setiap tanda

pernyataan afektif, suara tidak berubah (monoton) dan wajah tidak bergerak

f. Afek labil, yaitu perubahan suasana perasaan emosional yang cepat dan

mendadak, yang tidak ada hubungannya dengan rangsangan dari luar. Afek

berubah dengan cepat antara berbagai keadaan emosional umpamanya dari

menangis-tertawa-marah dll. Bisa juga dikatakan sebagai mood yang tidak

terkendali, tidak mantap, fluktuasi ekspresinya yang abnormal.

5. Tilikan terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk memahami kenyataan

obyektif akan kondisi dan situasi dirinya. Jenis - jenis tilikan menurut Maslim, 2001:

a. Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya

b. Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya

b. Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

c. Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namum tidak

memahami penyebab sakitnya

d. Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor - faktor yang

berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku

praktisnya (yang terjadi pada pasien, nama lainnya adalah tilikan intelektual)

e. Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai

motivasi untuk mencapai perbaikan

4. BAGAIMANAKAH PERBEDAAN STRES DAN DEPRESI

Stress adalah usaha untuk mengembalikan keseimbangan badan dan/atau jiwa yang

terganggu. Stress juga dapat disebut usaha penyesuaian diri terhadap stressor. Stressor

adalah penghalang, kesukaran, dan aral melintang. Bila kita tidak dapat mengatasinya

dengan baik, maka akan muncul gangguan badani, perilaku tidak sehat, ataupun gangguan

jiwa (Maramis, 2009).

Menurut Maramis, tanda-tanda stress yang perlu diperhatikan adalah :

1. Merasa gelisah dan tidak dapat bersantai

2. Menjadi lekas marah dan seperti akan meledak bilaada sesuatu yang berjalan

tidak sesuai dengan kemauan

3. Ada waktu-waktu dengan perasaan sangat lelah atau lelah yang

berkepanjangan

4. Sukar berkonsentrasi

5. Kehilangan minat terhadap rekreasi yang sebelumnya dapat dinikmati dan

sudah biasa dilakukan

6. Menjadi khawatir mengenai hal-hal yang sebenarnya tidak dapat diselesaikan

dengan perasaan khawatir saja

7. Bekerja berlebihan, biarpun tidak seluruhnya efektif

8. Makin lama makin banyak pekerjaan yang dibawa pulang ke rumah

9. Makin banyak merokok atau makin banyak memakai minuman keras

dibandingkan dengan sebelumnya

10. Berulang kali merasa kehilangan perspektif atau merasa masa depan suram

mengenai apa yang sebenarnya penting dalam pekerjaan dan keluarga atau

mungkin juga dalam hidup

Stress yang berkepanjangan atau kronis dapat memicu kenaikan level hormon-hormon

seperti kortisol “hormon stress”, dan mengurangi serotonin dan neurotransmitter lain di

otak, termasuk dopamin yang berkaitan dengan depresi. Ketika substansi-substansi kimia

tersebut bekerja pada keadaan normal, substansi-substansi tersebut mengatur proses

biologis seperti tidur, nafsu makan, dorongan seksual, dan ekpresi mood dan emosi

normal. Ketika respon stress gagal mengkompensasi situasi sulit, maka hal tersebut dapat

menyebabkan depresi pada orang-orang tertentu. Stress berat dapat bermanifestasi menjadi

beberapa keadaan, diantaranya kecemasan, gejala psikiatri, dan depresi.

Depresi adalah gangguan mood dengan gejala utama :

- afek depresif

- kehilangan minat dan kegembiraan

- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa

lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Terdapat juga gejala lainnya seperti :

- konsentrasi dan perhatian berkurang

- harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

- pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

- tidur terganggu

- nafsu makan berkurang

Seseorang dikatakan depresi bila terdapat gejala-gejala diatas sekuran-kurangnya 2

minggu.

5. TERAPI

a. Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku

ELECTRO CONVULSIVE THERAPY ( ECT )

ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi

semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh

diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada

penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan

menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi

lebih pendek.

Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi

tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan :

- Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )

- Masih sekolah atau kuliah

- Mempunyai riwayat kejang

- Psikosis kronik

- Kondisi fisik kurang baik

- Wanita hamil dan menyusui

Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi,

TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung.

Depresi berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,

pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping

obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil.

Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya

depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat

dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh

konselor, psikolog dan psikiater (Depkes RI, 2007).

b. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau

mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau

pola perilaku. maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan

profesional antara terapis dengan penderita.

Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu,

kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang

mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati,

pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan

psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya (Depkes

RI, 2007).

c. Farmakoterapi

1) Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)

Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin

dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.

Efek samping :

-Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan

perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.

-Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara lain

mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi,

keringat berlebihan.

-Sedasi

-Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek

antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia, mengakibatkan gangguan

fungsi seksual.

-Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya nafsu

makan dan berat badan.

-Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit

-Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain

gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :

• Imipramin

Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg

sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard akut

Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan SSP

Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi, gangguan untuk

mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

• Klomipram in

Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal jantung,

kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.

Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro adrenergik,

dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan

aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.

Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik, kombinasi dengan

beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan SSP, anti kolinergik, penghambat

reseptor serotonin selektif, antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi

hati, gangguan untuk mengemudi.

• Amitriptilin

Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg

sehari.

Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum tulang,

kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.

Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama depresan

SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate mempotensiasi efek

gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin

meniadakan efek antihipertensi.

Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun, glakuoma,

kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.

• Lithium karbonat

Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur malam.

Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.

Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa, tetrasiklin,

fenitoin, carbamazepin, indometasin.

Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam, influenza,

gastroentritis.

2) Antidepresan Generasi ke-2

Mekanisme kerja :

• SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat

resorpsi dari serotonin.

• NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak

berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin.

Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI

Antidepressan generasi ke-2, antara lain:

Fluoxetin

Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal

atau terbagi.

Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat, penggunaan

bersama MAO.

Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti depresan,

triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.

Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan ginjal,

gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

Sertralin

Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.

Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.

Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui, mengurangi

kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.

Citalopram

Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.

Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.

Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.

Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.

Fluvoxamine

Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari, maksimum

dosis 300 mg.

Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.

Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO,

insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan laktasi.

Mianserin

Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari

Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.

Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan atau

dalam 2 minggu penghentian terapi.

Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes,

insufiensi hati, ginjal, jantung.

Mirtazapin

Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.

Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat

efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.

Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung,

tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain, penghentian

terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi

atau menjalankan mesin.

Venlafaxine

Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.

Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.

Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.

Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis hati,

penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat dosis

harian > 200 mg.

3) Antidepresan MAO.

Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)

Farmakologi

Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang

terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti

norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini,

sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.

Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B.

Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas

terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin,

norepinefrin, dan

serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin

dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim

ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic

menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran cerna

ke

dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).

Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan

inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan

metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan

bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down

regulation) adrenergik dan serotoninergik.

Farmakokinetik

Absorpsi/distribusi – Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas.

MAOI

tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin dan

fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi,

inhibisi MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.

Metabolisme/ekskresi – metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,

isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama

melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah

penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam

3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui

urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus – “asetilator

lambat”: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat memperhebat efek setelah

pemberian dosis standar.

Indikasi

Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal

(eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi

antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif;

riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan

serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian

bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk

antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron;

simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa anestetik; depresan SSP;

antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi

(Depkes RI, 2007).

3) Serotonin dan Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRIs)

Menurut Mayo Clinic (2012) SNRIs ini efektif untuk mengurangi gejala dari

depresi. SNRIs juga sering digunakan untuk beberapa kondisi lain seperti kecemasan

dan nyeri saraf.

Kerja SNRIs

SNRIs bekerja dengan mempengaruhi neurotransmiter yang biasanya

digunakan dalam komunikasi antar sel-sel otak. Seperti kebanyakan antidepresan,

SNRIs bekerja dengan merubah tingkatan salah satu atau beberapa neurotransmiter di

dalam otak.

SNRIs menghambat pengambilan ulang dari neurotransmiter serotonin dan

norepinefrin di otak. Selain itu SNRIs juga menghambat beberapa neurotransmiter

spesifik di otak. Merubah keseimbangan beberapa neurotransmiter ini biasanya akan

membantu otak dalam menerima dan mengirimkan sinyal, sehingga merubah mood.

Obat-obatan yang berada dalam kelompok obat ini.

Beberapa contoh obat SNRIs yang sudah diakui dapat efektif dalam pengobatan

depresi, adalah

Duloxetine (Cymbalta)

Venlafaxine (Effexor XR)

Desvenlafaxine (Pristiq)

Efek samping

Efek samping yang biasa terjadi

Mual

Mulut kering

Pusing

Berkeringat

Lemah

Efek samping yang lain adalah

Kesulitan dalam buang air kecil

Konstipasi

Hilang napsu makan

Pencegahan Depresi

Menurut Mayo Clinic (2012), tidak ada cara pasti untuk mencegah depresi. Namun,

mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan stres, meningkatkan ketahanan diri

dan untuk meningkatkan kepercayaan diri yang rendah dapat membantu. Persahabatan

dan dukungan sosial, terutama di saat krisis, dapat membantu pasien melalui masa-masa

sulit. Selain itu, pengobatan pada gejala awal dapat membantu mencegah depresi yang

memburuk. Pengobatan pemeliharaan jangka panjang juga dapat membantu mencegah

kekambuhan gejala depresi.

6. PROGNOSIS

Gangguan depresi mayor memiliki potensi yang signifikan untuk berlanjut ke tahap

yang lebih parah dan berujung ke kematian, seperti halnya bunuh diri, terjangkit penyakit

medis lain, terganggunya hubungan interpersonal, penyelahgunaan obat, dan kehilangan

produktivitas kerja. Tetapi dengan penanganan yang sesuai 70 – 80 % orang dengan

gangguan depresi mayor dapat mengalami penurunan gejala depresi.

Dua puluh persen orang dengan gangguan depresi mayor yang selama 1 tahun tidak

ditangani akan tetap mengalami gejala depresis sesuai kriteria diagnosis depresi, 40 %

lainnya mengalami kesembuhan sebagian. Orang dengan gangguan depresi mayor yang

sembuh sebagian atau dengan riwayat gangguan depresi mayor kronik merupakan faktor

resiko terjadinya kekambuhan dan resistensi dari penanganan yang sama.

7. DIAGNOSIS BANDING KASUS DEPRESI

Differential diagnosis pada depresi sangat luas, contohnya:

- Gangguan SSP (Parkinson, demensia, multipel sklerosis, lesi neoplastik)

Gangguan depresi tidak menyebabkan adanya tanda-tanda gangguan neurologis.

Dibutuhkan evaluasi lanjutan untuk mencari kemungkinan organik lainnya.

Banyak gangguan pada SSP baik fisiologis maupun struktural dapat merubah mood

dan perilaku. Perlu digaris bawahi bahwa gangguan depresi dapat memperburuk pada

demensia yang sudah ada dan defisit pada kognitif. Fungsi kognitif akan menurun, pada

tes ditunjukan dengan menurunnya konsentrasi atau motivasi yang disebut sebagai

pseudodemensia atau demensia dari depresi.

Penyakit Alzheimer dan gangguan degeneratif lain dan vascular demensia lain

diasosiasikan dengan simtom afektif, terutama fase awal demensia. Gangguan mood

sangat prominen di Parkinson, Huntington, multipel sklerosis, stroke, dan gangguan

seizure, lesi neoplastik SSP dapat mengubah mood dan kebiasaan sebelum onset tanda-

tanda focal neurologis.

- Gangguan endokrin

Gangguan endokrin meliputi jalur hipotalamus-hipofisis-adrenal atau tiroid yang

berhubungan erat dalam perubahan mood seseorang. Termasuk pada Addison, sindrom

Cushing, hipotiroidisme, hipertiroidisme.

- Kondisi yang berkaitan dengan obat (penggunaan kokain, efek samping

beberapa obat depresan SSP)

Agen-agen farmakologis yang dapat merubah mood:

1. Antihipertensi

Contoh: Reserpine dan metildopa

2. Steroids

3. Obat yang memengaruhi

hormon sex

Contoh: estrogen, GnRH antagonis,

5. Sedatif

6. Muscle relaxants

7. Penekan napsu makan

8. Agen kemoterapi

Contoh: vinkristin, procarbazin, L-

dll.

4. H2 blockers

Contoh: ranitidin, simetidin

asparaginase, interferon, vinblastin)

Dari obat- obat hipertensi, beta blocker sangat berhubungan dengan depresi. Ada

sebuah penelitian dari Luijendijk bahwa pada pasien usia tua menggunakan propanolol

menunjukan simtom depresi pada 3 bulan penggunaan pertama.

Penggunaan substansi-substansi tertentu dapat mengubah mood dengan sangat

signifikan. Misalnya pada alkohol, kokain, sedatif/ hipnotik, dan narkotika.

- Penyakit infeksi

Proses infeksi yang dapatmengubah mood dan perilaku termasuk penyakit Lyme,

mononukleosis, HIV ensefalopati, dan sifilis. Kondisi inflamasi seperti pada SLE dapat

menghasilkan perbedaan luas tanda-tanda dan simtom neuropsikiatri. Hal ini diduga

mekanismenya pada barrier darah-otak dan autoimun cerebritis.

- Gangguan yang berhubungan dengan tidur

Dari banyak gangguan tidur, yang paling mungkin adalah obstruktive sleep apnea

yang dapat menimbulkan simtom psikiatri dan sering salah didiagnosis. Pasien dan jika

butuh, pasangannya lebih baik diwawancarai mengenai kualitas tidurnya, keinginan tidur

pada siang hari, dan mengoronya. Penyakit ini sering muncul pada pasien obesitas.

Polysomnography dapat membantu menegakkan diagnosis dan terapi.

- Gangguan yang berhubungan dengan psikiati

Depresi sering disalah diagnosis sebagai gangguan bipolar karena depresi unipolar

dapat rekuren jika pemeriksa tidak mengidentifikasi adanya hipomania di antara episode-

episode depresi. Hal ini bisa berujung pada tatalaksana yang tidak adekuat dan juga bisa

memunculkan hipomanik, manik, atau episode campuran.

Pasien dengan gangguan kepribadian dapat ditemukan adanya perubahan mood

sebagai simtom yang prominen. Ingatlah bahwa adanya gangguan kepribadian akan sulit

untuk menentukan simtom afektif afek pada pasien. Banyak pasien depresi yang tampak

labil. Atau tampak sangat berbeda setelah episode depresi sudah diterapi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Elvira, S.D., Hadisukanto, G. 2010. Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Guyton AC. Hall JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC

Hardywinoto, Setiabudi, T., 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek.

Jakarta: PT Gramedia.

http://emedicine.medscape.com/article/286759-differential diakses 30 November 2014 pukul

19:45

Japardi, Iskandar. 2010. Gangguan tidur. Dalam Hand Book of Psikiatri. Surakarta: Kesuma.

Kane. 1999. Essentials of Clinical Geriatrics 4th Edition.USA : McGrow-Hill Companies,

pp. 231-45.

Kaplan, Harold I., et al. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Jilid Satu. Tanggerang:

Binarupa Aksara.

Karen, Bruno. 2009. WebMD. Stress and Depression.

http://www.webmd.com/depression/features/stress-depression. Diakses pada 30

November 2011

Maramis WF. 2011. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press

Maramis, Willy F dan Maramis Albert. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:

Airlangga University Press.

Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University

Press

Maslim R, et al. 2001. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.

Jakarta: PT Nuh Jaya.

Maslim, Rudi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan ringkas PPPDGJ-III dan DSM-5.

Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK – Unika Atmajaya

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa , Rujukan Ringkas PPDGJ- III. Jakarta: Nuh Jaya.

Medscape (2014). Depression : prognosis. http://emedicine.medscape.com/article/286759-

overview#aw2aab6b2b6 - Diakses 26 November 2014

Nevid, JS. Rathus, SA, Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Nuhriawangsa I (2011). Symptomatologi psikiatri. Surakarta: UNS Press.

Nuhriawangsa, Ibrahim. 2011. Symtomatologi Psikiatri. Surakarta: FK UNS.

Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatri. 9thed .

Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.

Susilohati, Mardiatmi. 2013. Ketrampilan Pemeriksaan Psikiatri: Hubungan Dokter- Pasien

Teknik Wawancara. Dalam Buku Pedoman Ketrampilan Klinis. Surakarta: FK UNS.