16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Lakrimasi Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem sekretori lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular, dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan mata kering (Kanski et al, 2011). 2.1.1. Aparatus Lakrimalis Aparatus atau sistem lakrimalis terdiri dari aparatus sekretori dan aparatus ekskretori (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007), yaitu : 1. Aparatus Sekretorius Lakrimalis. Aparatus sekretorius lakrimalis terdiri dari kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal assesoris (kelenjar Krausse dan Wolfring), glandula sebasea palpebra (kelenjar Meibom), dan sel-sel goblet dari konjungtiva (musin). Sistem sekresi terdiri dari sekresi basal dan refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi air mata tanpa ada stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya bila ada rangsangan eksternal (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007). 2. Aparatus Ekskretorius Lakrimalis. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi (Sullivan, 2004). Dari punkta, ekskresi air mata akan masuk ke kanalikulus kemudian bermuara di sakus lakrimalis melalui ampula. Pada 90% orang, kanalikulus superior dan inferior akan bergabung menjadi kanalikulus komunis sebeum ditampung dalam sakus lakrimalis. Di kanalikulus, terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi untuk mencegah aliran balik air mata. Setelah ditampung di sakus lakrimalis, air mata akan diekskresikan melalui duktus nasolakrimalis sepanjang 12-18 mm ke bagian akhir di meatus inferior. Disini juga Universitas Sumatera Utara

lakrimalis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lakrimalis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Lakrimasi

Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem

sekretori lakrimalis, distribusi oleh berkedip, evaporasi dari permukaan okular,

dan drainase melalui aparatus atau sistem ekskretori lakrimalis. Abnormalitas

salah satu saja dari keempat proses ini dapat menyebabkan mata kering (Kanski et

al, 2011).

2.1.1. Aparatus Lakrimalis

Aparatus atau sistem lakrimalis terdiri dari aparatus sekretori dan aparatus

ekskretori (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO, 2007), yaitu :

1. Aparatus Sekretorius Lakrimalis.

Aparatus sekretorius lakrimalis terdiri dari kelenjar lakrimal utama,

kelenjar lakrimal assesoris (kelenjar Krausse dan Wolfring), glandula

sebasea palpebra (kelenjar Meibom), dan sel-sel goblet dari

konjungtiva (musin). Sistem sekresi terdiri dari sekresi basal dan

refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi air mata tanpa ada

stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya bila ada

rangsangan eksternal (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004; AAO,

2007).

2. Aparatus Ekskretorius Lakrimalis.

Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan

penguapannya sehingga hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi

(Sullivan, 2004). Dari punkta, ekskresi air mata akan masuk ke

kanalikulus kemudian bermuara di sakus lakrimalis melalui ampula.

Pada 90% orang, kanalikulus superior dan inferior akan bergabung

menjadi kanalikulus komunis sebeum ditampung dalam sakus

lakrimalis. Di kanalikulus, terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi

untuk mencegah aliran balik air mata. Setelah ditampung di sakus

lakrimalis, air mata akan diekskresikan melalui duktus nasolakrimalis

sepanjang 12-18 mm ke bagian akhir di meatus inferior. Disini juga

Universitas Sumatera Utara

Page 2: lakrimalis

terdapat katup Hasner untuk mencegah aliran balik (Sullivan et al,

2004; AOA, 2007).

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Lakrimalis (Wagner et al, 2006)

2.1.2. Dinamika Sekresi Air Mata

Laju pengeluaran air mata dengan fluorofotometri sekitar 3,4 µL/menit

pada orang normal dan 2,8 µL/menit pada penderita mata kering (Eter et al, 2002).

Sedangkan menurut Nichols (2004), laju pengeluaran air mata adalah 3,8

µL/menit dengan interferometri. Antara dua interval berkedip, terjadi 1-2 %

evaporasi, menyebabkan penipisan 0,1 µm PTF dan 20% pertambahan

osmolaritas (On et al, 2006).

Distribusi volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6-7

µL yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni (Sullivan, 2002) :

1. Mengisi sakus konjungtiva sebanyak 3-4 µL.

2. Melalui proses berkedip sebanyak 1 µL akan membentuk TF dengan tebal

6-10 µm dan luas 260 mm².

3. Sisanya sebanyak 2-3 µL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm²

dengan jari-jari 0,24 mm (Yokoi et al, 2004). Menurut Wang et al (2006),

TF digabungkan dari tear meniscus atas dan bawah saat berkedip.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: lakrimalis

Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada

ketebalan yang tepat untuk ukuran TF (Wang et al, 2006). Menurut Smith et al

(2000) ketebalan berkisar antara 7-10 µm sedangkan Pyrdal et al (1992)

menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan 35-40 µm dan mayoritas terdiri

dari gel musin.

Menurut Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat

segera setelah mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata

terbuka. Dalam penelitian mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan

nilai yang sama dengan kelompok yang disuruh melambatkan kedipan matanya.

Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh refleks berair yang segera.

2.1.3. Mekanisme Distribusi Air Mata

Mengedip berperan dalam produksi, distribusi dan drainase air mata

(Palakuru et al, 2007). Berbagai macam teori mengenai mekanisme distribusi air

mata (AAO, 2007). Menurut teori Doane (1980), setiap berkedip, palpebra

menutup mirip retsleting dan menyebarkan air mata mulai dari lateral. Air mata

yang berlebih memenuhi sakus konjungtiva kemudian bergerak ke medial untuk

memasuki sistem ekskresi (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004). Sewaktu

kelopak mata mulai membuka, aparatus ekskretori sudah terisi air mata dari

kedipan mata sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut

menyempit dan oklusi punkta akan terjadi setelah kelopak mata atas telah turun

setengah bagian . Kontraksi otot orbikularis okuli untuk menutup sempurna

kelopak mata akan menimbulkan tekanan menekan dan mendorong seluruh air

mata melewati kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan meatus

inferior. Kanalikuli akan memendek dan menyempit serta sakus lakrimalis dan

duktus nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian setelah dua per

tiga bagian kelopak mata akan berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi

akan melebar. Fase pengisian akan berlangsung sampai kelopak mata terbuka

seluruhnya dan siklus terulang kembali (Doane, 1980). TF dibentuk kembali dari

kedipan mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata terbuka, lapisan lemak ikut

terangkat.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: lakrimalis

2.1.4. Mekanisme Ekskresi Air Mata

Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu

absorbsi ke kornea (inward flow), pergerakan paralel air mata sepanjang

permukaan kornea (tangential flow) dan evaporasi (Nichols et al, 2005). Lain

halnya dengan Tsubota et al (1992), Mathers et al (1996), dan Goto et al (2003).

Mereka berpendapat bahwa evaporasi hanya berperan minimal menyebabkan

penipisan penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al (1983) menunjukkan bahwa

evaporasi berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al (2008)

menyebutkan bahwa hal ini bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi

berbagai mekanisme.

Laju evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto

et al, 2003), 0,89 (Mathers, 1996), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson,

1991), 1,61 (Hamano, 1980), 1,94 (Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk

ruptur PTF (Kimball, 2009).

2.1.5. Kedipan Mata

Delapan puluh persen dari mata berkedip secara sempurna, delapan belas

persen berkedip secara inkomplit dan dua persen twitch. Bila ditinjau berdasarkan

rangsang berkedip, berkedip terdiri dari tiga kategori, yaitu (Acosta et al, 1999;

Pepose et al, 1992; Delgado et al, 2003) :

1. Berkedip involunter yaitu berkedip secara spontan, tanpa stimulus dengan

generator kedipan di otak yang belum diketahui secara jelas.

2. Berkedip volunter yaitu secara sadar membuka dan menutup kelopak

mata.

3. Refleks berkedip adalah berkedip yang dirangang bila ada stimulus

eksternal melalui nervus trigeminus dan nervus fasialis.

Berkedip melibatkan dua otot yaitu muskulus levator palpebra superior

dan muskulus orbikularis okuli (AAO, 2007). Aktivitas berkedip melibatkan

nukleus kaudatus (Mazzone et al, 2010) dan girus presentralis media (Kato et al,

2003), dan inhibisi berkedip melibatkan korteks frontal (Stuss et al, 1999;

Mazzone et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: lakrimalis

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penglihatan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan menurut Corwin

(2001) adalah sebagai berikut :

1. Usia, bertambahnya usia maka lensa mata berangsur-angsur kehilangan

elastisitasnya dan melihat ada jarak dekat akan semakin sulit. Hal ini akan

menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu

pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh.

2. Penerangan, pengaruh intensitas penerangan dengan penglihatan sangat

penting karena mata dapat melihat objek melalui cahaya yang dipantulkan

oleh permukaan objek tersebut. Luminasi adalah banyaknya cahaya yang

dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia

juga mempengaruhi kemampuan mata melihat objek. Pada usia tua

diperlukan intensitas penerangan yang lebih besar untuk melihat objek.

Tingkat luminasi juga mempengaruhi kemampuan membaca teks.

Semakin besar luminasi sebuah objek maka semakin besar juga rincian

objek yang dapat dilihat oleh mata. Bertambahnya luminasi sebuah objek

akan menyebabkan mata bertambah sensitif terhadap kedipan (flicker).

Faktor penerangan berpengaruh pada kualitas penerangan yang ditentukan

oleh kualitas dan kuantitas penerangan. Sifat penerangan juga ditentukan

oleh rasio kecerahan yaitu antara objek dan latar belakang. Penerangan

bisa bersumber dari penerangan langsung, misalnya dari penerangan

buatan (bola lampu), penerangan yang bersumber dari pantulan tembok,

langit-langit ruangan dan bagian permukaan meja kerja (Kroemer et al,

2000).

3. Silau (glare), adalah proses adaptasi berlebihan pada mata sebagai akibat

dari retina mata terpapar sinar yang berlebihan (Grandjean, 2000).

4. Ukuran pupil, supaya jumlah sinar yang diterima retina sesuai maka otot

iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh

memfokusnya lensa mata, mengecil ketika mata memfokus pada objek

yang dekat.

5. Sudut dan ketajaman penglihatan, sudut penglihatan (visual angle) sebagai

sudut yang berhadapan dengan objek pada mata.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: lakrimalis

2.3. Komputer

Komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan tugas

menerima input, mengolahnya, dan menyediakan output berupa hasil komputasi.

Hasil komputasi akan dikonversi menjadi data visual yang dapat dilihat dengan

menggunakan monitor atau Visual Display Terminal (Humaidi, 2005). Visual

Display Terminal (VDT) atau yang biasanya disebut dengan monitor adalah

bagian yang biasanya ditatap dan menimbulkan gangguan kesehatan mata pada

penggunaannya (Fauzia, 2004).

Penggunaan komputer baik desktop maupun laptop dalam bekerja sangat

membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penggunaan komputer

dewasa ini sudah merambah semua lapisan masyarakat. Akhir-akhir ini

penggunaan laptop lebih diminati dibandingkan dengan desktop (Hendra et al,

2009).

Sekitar 90 % pelajar usia 5-17 tahun di Washington dan sekitar 60 % yang

berusia diatas 18 tahun menggunakan komputer setiap hari dengan mayoritas

menggunakan komputer untuk bekerja, belajar dan mengakses internet (De Bell et

al, 2006). Sekitar 100 juta penduduk Amerika Serikat menggunakan komputer

untuk pekerjaannya sehari-hari (Izquierdo, 2010).

Menurut Gartner (2002) dan Yates (2007) terdapat hampir 1 milyar

komputer yang digunakan di dunia. Di Indonesia, menurut Hoesin et al (2007),

sekitar 2500 orang di 16 kota menggunakan komputer untuk bekerja.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa penggunaan komputer telah menjadi

primadona untuk memudahkan pekerjaan di segala bidang karena sekitar 75 %

pekerjaan di dunia bergantung pada komputer (Kanitkar et al, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: lakrimalis

Gambar 2.2. Patofisiologi Terjadinya Kekeringan Mata Pengguna Komputer

2.4. Computer Vision Syndrome

Survei yang dilakukan oleh American Optometrist Association (AOA)

tahun 2004 menunjukkan bahwa 61 % masyarakat Amerika Serikat mengalami

permasalahan yang sangat serius pada penglihatan yang disebabkan oleh

Penggunaan Komputer

Kelopak mata berkedip

Mata dipaksa fokus

Frekuensi berkedip ↓

Mata lelah

Hipofungsi lakrimal

Sementara

Akous ↓

Hiperosmolaritas

MAP, NFKb

IL-1, TNF-α, MMP-9

Kompensasi berkedip

Friksi permukaan okular

Kompensasi gagal Frekuensi berkedip ↓↓

Permukaan okular rusak

Evaporasi air mata ↑

Akous ↓, Musin ↓, Lipid↓

PTF tidak stabil

Break up time ↑

Rupture PTF ↑

Ruptur semakin luas

Evaporasi semakin ↑

Dialami berulang-ulang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: lakrimalis

penggunaan komputer dalam waktu lama (Sheedy, 2004; AOA, 2007). Banyak

penelitian menunjukkan timbulnya CVS pada pengguna komputer (Clayton et al,

2005, Khan et ql, 2005; Biljana et al, 2007). Sekitar 88-90% pengguna komputer

mengalami CVS (Sirikul et al, 2009; Chu et al, 2011). AOA dan Federal

Occupational Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa

mendatang akan sangat banyak dikeluhkan para pekerja (Sheedy, 2004).

Kumpulan gejala akibat bekerja dengan menggunakan komputer dalam

jangka waktu lama dikenal dengan istilah Computer Vision Syndrome (AOA,

2003; Miller, 2004; Wimalasundera, 2006; Madhan, 2009).

Gejala CVS dibedakan menjadi tiga bagian yaitu gejala pada mata, gejala

muskuloskeletal dan gejala umum (AOA, 2007). Sekitar 75-90 % pengguna

komputer mengeluhkan gejala oftalmikus (Anshel, 2007). Di Indonesia, menurut

Amalia (2010), pengguna komputer yang mengeluhkan gejala oftalmikus

sebanyak 92,9 %.

Jenis-jenis gejala oftalmikus yang dapat dialami adalah mata lelah (asthenopia),

mata kering, merah, kabur, tegang, mata terasa terbakar dan berair (Sitzman,

2005; Blehm et al, 2005; Barar et al, 2007, Bali et al, 2007; Chu et al, Megwas et

al, 2009).

Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam

waktu yang lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke bola mata, juga

dikarenakan mata seorang pekerja ketika menatap komputer maka kedipan mata

berkurang sebesar 2/3 kali lebih sedikit dibandingkan normal. Berkurangnya

kedipan menyebabkan mata menjadi kering, teriritasi, tegang, lelah dan terasa

terbakar (Wardhana, 1996; Sitzman, 2005).

Menurut Sheedy (2003), gejala oftalmikus pada CVS dibagi menjadi dua

yakni gejala internal meliputi sakit dan tegang pada bola mata serta gejala

eksternal yaitu mata seperti terbakar, iritasi, kering disertai refleks pengeluaran

airmata.

Zunjic (2004) menunjukkan 80 % pengguna komputer mengeluhkan gejala

umum terutama nyeri kepala.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: lakrimalis

2.5. Visual Strain

Ketegangan mata yang berlebihan dapat menimbulkan efek yaitu

kelelahan mata dan kelelahan umum. Kelelahan visual terdiri dari semua gejala

yang muncul setelah stress yang berlebihan. Menurut Pearce (2007), kelelahan

visual terbentuk karena :

1. Iritasi yang membakar diiringi dengan lakrimasi.

2. Pandangan ganda.

3. Sakit kepala.

4. Daya akomodasi dan konvergensi berkurang.

5. Ketajaman visual, sensitivitas terhadap kontras dan kecepatan persepsi

berkurang.

Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya karena

hal-hal yang berat seperti membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya

yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu yang berkedip-kedip atau

penyimpangan optik seperti hipermetropia. Orang tua tentunya rentan terhadap

kelelahan visual.

Apabila kondisi seperti diatas dibiarkan berlarut maka akan timbul efek :

1. Berakibat kelelahan visual yaitu keadaan mata yang ditandai dengan

adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris,

respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata.

2. Terjadi banyak kesalahan kerja.

3. Kualitas kerja menjadi berkurang.

4. Menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas.

5. Meningkatkan kecelakaan kerja.

2.6. Kelelahan Mata

Kelelahan mata adalah suatu keadaan mata yang ditandai dengan adanya

perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi, perasaan

sakit dan berat pada bola mata, sehingga mempengaruhi kerja fisik maupun kerja

mental (Grandjean, 2000). Kelelahan dapat menyebabkan seseorang kurang

waspada dalam menghadapi sesuatu. Dalam keadaan lelah, sinyal-sinyal yang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: lakrimalis

berjalan maju mundur diantara talamus dan korteks serebri tidak berfungsi secara

optimal yang menyebabkan kesiapsiagaan menurun (Sutajaya, 2004).

Kelelahan mata dikenal sebagai asthenopia yaitu ketegangan okular atau

ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala

sehubungan dengan penggunaan mata secara intensif. Terdapat tiga jenis

asthenopia yaitu asthenopia akomodatif, asthenopia muskuler dan asthenopia

neurastenik. Pada pengguna komputer termasuk ke dalam asthenopia akomodatif

dimana hal ini disebabkan oleh kelelahan otot siliaris (Ilyas, 2003).

Menurut Corwin (2001) upaya mata yang melelahkan menjadi penyebab

kelelahan mental. Gejala meliputi sakit kepala, penurunan intelektual, daya

konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu, bila mata pengguna komputer

mencoba mendekatkan objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi

dipaksa dan mungkin terjadi pandangan rangkap atau kabur. Hal ini menimbulkan

sakit kepala di sekitar daerah atas mata.

Susila (2001) juga menyatakan, apabila melihat obyek pada jarak dekat maka

mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan

bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola mata. Bila usaha ini gagal

mempertahankan konvergensi maka bayangan akan jatuh pada dua tempat yang

berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak maka orang akan melihat dua obyek.

Penglihatan tersebut menyebabkan rasa tidak nyaman.

Ketajaman penglihatan juga dapat turun sewaktu-waktu terutama pada saat

daya tahan tubuh menurun atau mengalami kelelahan. Gejala umum lainnya yang

sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah sakit punggung, sakit pinggang

dan vertigo (Mangunkusumo, 2002).

Disamping itu, menurut Mangunkusumo (2002), kelelahan mata juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan atas faktor intrinsik dan

faktor ekstrinsik. Faktor-faktor tersebut yaitu :

A. Faktor Intrinsik : merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri

atas :

a. Faktor Okular yaitu kelainan mata berupa ametropia dan heteroforia.

Ametropia adalah kelainan refraksi pada mata kiri dan mata kanan

tetapi tidak dikoreksi. Heteroforia adalah kelainan dimana sumbu

Universitas Sumatera Utara

Page 11: lakrimalis

penglihatan dua mata tidak sejajar sehingga kontraksi otot mata untuk

mempertahankan koordinasi bayangan yang diterima dua mata

menjadi satu bayangan lebih sulit. Apabila hal ini berlangsung lama

maka akan menyebabkan kelelahan mata.

b. Faktor Konstitusi yaitu faktor yang disebabkan oleh keadaan umum

seperti tidak sehat atau kurang tidur.

B. Faktor Ekstrinsik : terdiri atas empat hal yaitu :

a. Kuantitas Iluminasi ; cahaya yang berlebihan dapat menimbukan silau,

pandangan terganggu dan menurunnya sensitivtas retina.

b. Kualitas Iluminasi ; meliputi kontras, sifat cahaya (flicker) dan warna.

Kontras berlebihan atau kurang, cahaya berkedip atau menimbukan

flicker dan warna-warna terang akan menyebabkan mata menjadi cepat

lelah.

c. Ukuran obyek yang dilihat ; obyek yang berukuran kecil memerlukan

penglihatan dekat sehingga membutuhkan kemampuan akomodasi

yang lebih besar. Jika hal ini terjadi terus-menerus, mata menjadi cepat

lelah.

d. Waktu kerja ; waktu kerja yang lama untuk melihat secara terus-

menerus pada suatu obyek dapat menimbulkan kelelahan.

2.7. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan,

keluhan subjektif dan produktivitas. Lingkungan yang nyaman dibutuhkan oleh

para pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif.

Kemampuan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern

(dalam diri sendiri) dan ekstern (luar). Salah satu faktor dari luar adalah faktor

lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di tempat kerja seperti

temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran

mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000).

Temperatur ± 49º C, temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh dari

kemampuan fisik dan mental menyebabkan aktivitas dan daya tanggap mulai

Universitas Sumatera Utara

Page 12: lakrimalis

menurun, dapat mengurangi kelelahan fisik. Temperatur ± 30º C menyebabkan

daya tanggap mulai menurun dan cenderung membuat kesalahan dalam pekerjaan

dan menimbulkan kelelahan fisik. Temperatur ± 24º C adalah kondisi optimum

dan temperatur ± 10º C kelakuan fisik sudah mulai muncul. Dari penyelidikan

juga dapat diperoleh hasil bahwa produktivitas manusia akan mencapai tingkat

paling tinggi pada temperatur 24 ºC – 27º C (Wignjosoebroto, 2000).

Penerangan adalah merupakan faktor penting dalam sebuah ruangan

terutama pada pekerjaan membaca atau menulis. Sesuai dengan rekomendasi

intensitas penerangan untuk membaca dan menulis adalah 350-700 lux

(Wignjosoebroto, 2000). Menurut Grandjean (1993), penerangan yang tidak

didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan

selama bekerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan

mengakibatkan kelelahan mata, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata

dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan organ mata, dan gangguan mata

lainnya.

Faktor lainnya adalah kelembaban yaitu banyaknya air dalam udara,

kelembaban ini berhubungan dan dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu

keberadaan dimana kelembaban udara tinggi dan udara panas akan menimbulkan

pengurangan panas tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin

cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen (Wignjosoebroto, 2000).

2.8. Lamanya Penggunaan Komputer Dengan Gejala Computer Vision

Syndrome

Peningkatan jumlah keluhan oftalmikus dan lamanya waktu bekerja

ditemukan berkaitan erat (Nakazawa et al, 2002; Sen et al, 2007).

Penelitian di University of South Carolina mengkategorikan penggunaan

komputer menjadi tiga kategori yaitu ringan (kurang dari 2 jam), sedang (2-4

jam), dan berat (lebih dari 4 jam) per hari. Penelitian Taylor (2007), di 16 negara

di dunia menunjukkan rata-rata lama penggunaan komputer per harinya adalah

sekitar 5 jam. Penelitian Sen et al (2007) menunjukkan hampir setengah dari

Universitas Sumatera Utara

Page 13: lakrimalis

pengguna komputer menggunakan komputer secara terus-menerus tanpa istirahat

lebih dari 2 jam per harinya. Penelitian Hoesin et al (2007) di 16 kota di Indonesia

menunjukkan rata-rata penggunaan komputer di Indonesia kurang dari 5 janm per

hari. Di Bantul, 7 % pengguna komputer menggunakan komputer dalam intensitas

yang rendah, 3 % dengan intensitas sedang, 83 % dengan intensitas tinggi

(Indriawati et al, 2008). Penelitian Dewi et al (2009) di kantor Samsat Palembang

menunjukkan 75 % pekerja menggunakan komputer lebih dari 4 jam.

Parwati (2004) menyatakan gejala oftalmikus timbul setelah 2 jam

penggunaan komputer secara terus-menerus. Penelitian Hiroko (2007)

menunjukkan variasi 1-4 jam penggunaan komputer atas kejadian CVS.

Broumand et al (2008) menunjukkan perburukan gejala pada pengguna komputer

lebih dari 2 jam per hari. Penelitian Kanitkar et al (2005) dan Amalia et al (2010)

menunjukkan CVS dialami pengguna komputer lebih dari 3 jam per hari.

Penelitian Fenga et al (2007) menunjukkan mata kering mayoritas dialami

pengguna komputer lebih dari 4 jam per hari. Penelitian Nakazawa et al (2002)

menunjukkan peningkatan bermakna keluhan CVS pada pekerja pengguna

komputer lebih dari 5 jam per hari. Penelitian Hanne et al (1994) dan Shigenori et

al (2002) menunjukkan gejala CVS baru akan timbul pada pengguna komputer

lebih dari 6 jam. Penelitian Sen et al (2007) menunjukkan gejala CVS umumnya

dikeluhkan setelah 3 jam penggunaan komputer secara terus-menerus atau setelah

6 jam penggunaan komputer tidak terus-menerus.

GEJALA KELUHAN(%) SUMBER

Mata terasa kering 47 Jamaliah et al 2002

56 Hiroko, 2007

66 Dehghani et al, 2008

85 Murtopo et al, 2005

Mata lelah 46,4 Bhanderi et al, 2008

51 Fenga et al, 2007

65 Dehghani et al, 2008

69,7 Hiroko, 2007

Universitas Sumatera Utara

Page 14: lakrimalis

76,8 Amalia et al, 2010

90,4 Shofwati et al, 2010

97,8 Bali et al, 2007

Mata terasa terbakar 28,1 Edema et al, 2010

79 Dehghani et al, 2008

Mata terasa perih 31,51 Megwas et al, 2009

Mata terasa gatal 5,48 Megwas et al, 2009

Mata merah 40,6 Edema et al, 2010

61,2 Bali et al, 2007

Mata berair 19,68 Megwas et al, 2009

56,8 Edema et al, 2010

66,4 Bali et al, 2007

Penglihatan kabur sesaat 5,1 Broumand et al, 2008

10,3 Megwas et al, 2009

10,96 Mocci, 2001

50 Edema et al, 2010

52 Sirikul et al, 2009

Fotofobia 34,8 Bali et al, 2007

Seperti ada benda asing 0 Megwas et al, 2009

Tabel 2.1. Proporsi Setiap Gejala CVS Yang Dialami Pengguna Komputer

2.9. Jarak Monitor Dengan Gejala Computer Vision Syndrome

Postur tubuh pada saat bekerja dengan komputer umumnya dalam posisi

duduk. Pengguna komputer harus mempertahankan postur tubuh dengan posisi

kepala, tangan dan telapak tangan pada keadaan yang tetap. Saat duduk, lutut akan

menekuk membentuk sudut 90º, begitupun pada paha dan batang tubuh. Sebagian

berat ditopang oleh ischial tuberosities.

Sejumlah keluhan dari gangguan sistem muskuloskeletal berhubungan

dengan postur tubuh. Daerah lumbal, leher, bahu dan lengan bawah meruupakan

bagian tubuh yang paling sering terkena gangguan berhubungan dengan postur

Universitas Sumatera Utara

Page 15: lakrimalis

tubuh. Rasa sakit tersebut dirasakan baik setelah pajanan dalam waktu singkat

ataupun lama. Biasanya rasa sakit pada daerah tersebut setelah meningkatnya

periode postural stress dan kurangnya istirahat pada daerah tersebut (Pheasant,

1991).

Untuk meminimalisasi timbulnya gejala CVS pada para pengguna

komputer adalah pengaturan jarak monitor dengan mata dan hal ini tidak lepas

dari ukuran huruf juga. Jarak ideal monitor komputer dengan mata pengguna

komputer adalah 50 cm. Agar sebuah tulisan dapat dibaca dengan nyaman serta

memperhatikan kemampuan mata orang yang akan membacanya, maka tulisan

harus tersusun oleh huruf-huruf yang sesuai. Besar kecilnya ukuran huruf

tergantung pada jarak pembaca yang kita inginkan. Huruf besar pada awal yang

diikuti oleh huruf kecil lebih mudah dibaca daripada huruf besar semua (Kroemer,

2000; Grandjean, 2000). Adapun rekomendasi tinggi huruf yang disarankan

adalah sebagai berikut

:

Jarak dari mata (mm) Tinggi huruf dan angka (mm)

<50 2,5

501-900 5,0

901-1800 9,0

1801-3600 18,0

3601-6000 30,0

Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Huruf (Grandjean,2000; Kroemer, 2000)

3.0. Waktu ideal untuk istirahat

NIOSH (1981) dan OSHA (1997) menganjurkan setiap 2 jam

menggunakan komputer maka seorang pengguna komputer harus beristirahat 10

menit. Waktu istirahat lain yang dianjurkan cukup bervariasi yaitu 10 menit setiap

50 menit (Karowski, 1994), 10 menit setiap 1 jam (Kopardekar et al, 1984), 30

menit setiap 3,5 jam (Asfour, 1987), 5 menit setiap 1 jam (Kanitkar et al, 2005),

dan 15 menit setiap 2 jam (Adriana, 2008t). Istirahat 5 menit setiap 30 menit atau

10 menit setiap jam menunjukkan peningkatan produktivitas yang sama dan agar

Universitas Sumatera Utara

Page 16: lakrimalis

tidak mengganggu pekerjaan dipilih 10 menit setiap 1 jam (Kopardekar et al,

1994).

Di Indonesia, waktu kerja maksimal adalah 8 jam, break 30 menit setiap 4

jam dan rest 8 jam (Menteri Tenaga Kerja RI, 1993). Belum ada regulasi secara

spesifik mengenai batas waktu penggunaan komputer bagi pekerja di Indonesia.

Di Belanda, pengguna komputer dibatasi menggunakan komputer maksimal 6 jam

per hari dan bahkan bagi pekerja Bank yang menggunakan komputer, jam kerja

dibatasi 5 jam per hari (Taylor et al, 2007).

Istirahat juga dapat diikuti dengan relaksasi menurut rumus 20-20-20 yang

artinya waktu istirahat 20 detik setiap 20 menit dengan cara melihat ke arah lain

yang berjarak kira-kira 20 kaki dan bisa sambil mengedipkan mata 10 kali.

Relaksasi mata lain adalah dengan cara melihat ke tempat yang jauh selama 10-15

detik kemudian melihat ke tempat yang dekat selama 10-15 detik dan ulangi

kembali selama 10 kali (Mayoclinic, 2006).

Jadi dapat disimpulkan bahwa, istirahat adalah satu manuver yang paling

tepat untuk mencegah terjadinya gejala CVS akibat lama menggunakan komputer

(Balci et al, 2003; Blehm et al, 2005). Akan tetapi masih sedikit penelitian

mengenai jam istirahat yang ideal. Perlu diingat pula bahwa interupsi yang terlalu

sering akan membawa dampak yang kurang efektif terhadap pekerjaan yang

sedang dikerjakan.

Universitas Sumatera Utara