69
41 BAB III LATAR BELAKANG PERUSAHAAN: PT KIMIA FARMA, Tbk (Persero) Dan PT INDOFARMA, Tbk (Persero) 3.1 Industri Farmasi Industri farmasi Indonesia merupakan industri yang tidak terlalu berpengaruh besar dalam industri farmasi dunia, dimana kontribusi produksi industri farmasi Indonesia kurang dari satu persen terhadap total produksi farmasi dunia. Konsumsi perkapita penduduk Indonesia terhadap produk farmasi sebesar US$ 3,9 pertahun. Jumlah tersebut masih sangat rendah mengingat Indonesia tergolong negara memiliki jumlah penduduk keempat terbesar didunia. Diharapkan industri ini memiliki potensi yang sangat besar untuk tumbuh di masa depan. Berbeda seperti di negara maju, industri farmasi Indonesia tidak mengintensifkan Research & Development (R&D). Mayoritas industri farmasi Indonesia memproduksi obat yang telah ditemukan sebelumnya, yaitu dengan membeli lisensi paten dari produsen lain terutama dari negara maju. Di indonesia R&D dalam industri farmasi kebanyakan hanya melakukan riset terhadap formula obat daripada berusaha untuk menemukan suatu jenis bahan kimia untuk obat yang baru. Sehingga dapat diduga bahwa jenis-jenis produk yang dihasilkan tidak terlalu luas. Hal diatas menyebabkan perusahaan tidak dibebani dengan biaya pengembangan dan riset yang besar. Hal ini berbeda dengan industri farmasi di negara maju yang mengedepankan riset dan pengembangan. Lemahnya riset tersebut ditakutkan dimasa depan akan berakibat hanya produsen yang unggul dalam riset saja yang maju dan meninggalkan produsen lain ketika sumber daya mulai langka. Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

kimia farma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

well

Citation preview

Page 1: kimia farma

41

BAB III

LATAR BELAKANG PERUSAHAAN: PT KIMIA FARMA, Tbk

(Persero) Dan PT INDOFARMA, Tbk (Persero)

3.1 Industri Farmasi

Industri farmasi Indonesia merupakan industri yang tidak terlalu berpengaruh besar

dalam industri farmasi dunia, dimana kontribusi produksi industri farmasi Indonesia

kurang dari satu persen terhadap total produksi farmasi dunia. Konsumsi perkapita

penduduk Indonesia terhadap produk farmasi sebesar US$ 3,9 pertahun. Jumlah tersebut

masih sangat rendah mengingat Indonesia tergolong negara memiliki jumlah penduduk

keempat terbesar didunia. Diharapkan industri ini memiliki potensi yang sangat besar

untuk tumbuh di masa depan.

Berbeda seperti di negara maju, industri farmasi Indonesia tidak mengintensifkan

Research & Development (R&D). Mayoritas industri farmasi Indonesia memproduksi obat

yang telah ditemukan sebelumnya, yaitu dengan membeli lisensi paten dari produsen lain

terutama dari negara maju. Di indonesia R&D dalam industri farmasi kebanyakan hanya

melakukan riset terhadap formula obat daripada berusaha untuk menemukan suatu jenis

bahan kimia untuk obat yang baru. Sehingga dapat diduga bahwa jenis-jenis produk yang

dihasilkan tidak terlalu luas. Hal diatas menyebabkan perusahaan tidak dibebani dengan

biaya pengembangan dan riset yang besar. Hal ini berbeda dengan industri farmasi di

negara maju yang mengedepankan riset dan pengembangan. Lemahnya riset tersebut

ditakutkan dimasa depan akan berakibat hanya produsen yang unggul dalam riset saja yang

maju dan meninggalkan produsen lain ketika sumber daya mulai langka.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 2: kimia farma

42

Dalam keadaan industri dengan usaha riset dan pengembangan yang lemah serta

diferensiasi produk rendah maka manajemen yang efektif dan efisien merupakan elemen

penting dalam menciptakan keuntungan (profit). Dalam situasi rendahnya usaha riset dan

pengembangan maka, penjualan dapat ditingkatkan dengan cara pemanfaatan biaya yang

efektif dan kegiatan operasi yang efisien. Distribusi yang efektif juga merupakan cara yang

penting dalam memotong biaya.

Industri farmasi di Indonesia, seperti juga industri farmasi di negara lain, mempunyai

regulasi yang ketat. Industri ini diatur mulai dari hal mengenai aturan lisensi sampai

distribusi produk farmasi. Pemerintah melalui standar GMP (Good Manufacturing

Practices), dan regulasi untuk proses produksi produk memberikan aturan serta arahan

cukup ketat untuk operasi industri farmasi di Indonesia. Pemain didalam industri farmasi

Indonesia terbagi menjadi beberapa pemain besar. Total pemainnya mencapai 213

perusahaan. Perusahaan ini memproduksi berbagai jenis obat yang kebanyakan identik.

Industri farmasi Indonesia, seperti kebanyakan industri lain, juga tergantung pada

bahan mentah impor. Langkanya produsen bahan mentah farmasi di Indonesia,

dikarenakan belum terbangunnya industri kimia dasar di Indonesia. Hal ini yang

menyebabkan ketergantungan industri farmasi terhadap bahan impor. Diperkirakan 90%

bahan mentah masih diimpor dari negara lain seperti India, China dan Eropa.

Ketergantungan tersebut merugikan bagi industri farmasi Indonesia terutama pada saat

krisis, dimana rupiah terdepresiasi secara tajam. Sehingga menambah biaya yang sangat

besar bagi perusahaan farmasi. Harga produk farmasi naik secara tajam dan otomatis

berpengaruh terhadap permintaan produk farmasi yang turun drastis.

Saat ini di Indonesia terdapat 213 perusahaan farmasi. Perusahaan-perusahaan ini

dikategorikan menjadi tiga group; empat BUMN, akhirnya dilebur dan menjadi hanya tiga

perusahaan, 170 perusahaan swasta dalam negeri dan 39 perusahaan multinasional. Total

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 3: kimia farma

43

produk yang dihasilkan 15.911 produk yang terdaftar, 77,6% produk dihasilkan oleh

perusahaan swasta dalam negeri, 15,8% oleh perusahaan asing dan sisanya oleh BUMN.

BUMN kebanyakan memproduksi obat generik dan obat tidak bermerek yang disubsidi

oleh negara, sementara perusahaan swasta dalam negeri memproduksi branded ethical

products dan OTC products. Sedangkan MNCs lebih memfokuskan diri pada patented

ethical products karena akses mereka terhadap R&D yang tinggi.

Tabel 3-1 Konsumsi Obat Per-kapita Beberapa Negara di Asia

0102030405060708090

100

South Korea

Taiwan

Phillipine

Indonesia

Thailan

d

Hong Kong

Malays

ia

Singapore

Per Capita Pharmaceutical Consumption

Sumber :IMS Health

Kontribusi biaya yang besar pada bahan baku dan packaging material, mengakibatkan

harga produk farmasi mengalami peningkatan. Akhirnya berimbas terhadap penurunan

konsumsi produk farmasi lalu industri mengalami penurunan aktivitas dan penurunan

produksi. Hampir seluruh dari 213 anggota Federasi Perusahaan Farmasi Indonesia hanya

dapat mengoperasikan 50% dari kapasitas terpasangnya. Kesulitan mendapatkan bahan

baku pokok juga menjadi alasan rendahnya kuantitas produksi. Akan tetapi perusahaan

farmasi Indonesia yang berafiliasi dengan perusahaan asing tidak mengalami kesulitan

berarti dalam mendapatkan bahan baku.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 4: kimia farma

44

Berakhirnya masa krisis maka, banyak peluang yang hadir pada industri farmasi.

Segmen OTC (Over the Counter) menjadi pedorong adanya peluang-peluang tersebut,

dikarenakan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan produk-produk OTC.

Berbeda dengan segmen obat ethical, pada segmen obat generik bermerek justru

mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini terjadi karena daya beli masyarakat

yang semakin lemah kemudian beralih ke obat yang lebih murah yaitu obat generik.

Besarnya jumlah masyarakat yang mulai menerima obat generik sebagai pengganti obat

ethical, menjadikan pertumbuhan penjualan terhadap obat-obat generik sebesar 57,18%

sedangkan untuk obat ethical sebesar 13,8%. yang mencakup 40% dari total pasar obat di

Indonesia.

Pertumbuhan yang terjadi pada segmen obat generik terjadi karena dukungan

pemerintah yang terus-menerus mempromosikan obat generik kepada masyarakat, melalui

berbagai media, serta subsidi yang diberikan. Pemerintah bekerja keras untuk

mempromosikan obat generik karena obat generik tidak hanya aman akan tetapi juga

efektif sebagaimana obat bermerek. Saat ini obat generik telah banyak direkomendasikan

oleh baik rumah sakit maupun dokter secara langsung.

3.2 Gambaran Singkat BUMN Sektor Farmasi

Jumlah perusahaan milik negara saat ini berjumlah 158 perusahaan20. Kategori yang

terbanyak adalah jenis usaha sektor perkebunan yang berjumlah 15 perusahaan. Menjadi

yang terbanyak bukan berarti menyumbang pendapatan terbesar bagi negara. Sektor

perbankan-lah yang menyumbang pendapatan terbesar bagi negara sekaligus jumlah aset

terbesar pula, sebesar 64.169 milyar atau sebesar 30% dari total pendapatan perusahaan-

perusahaan BUMN. Sektor farmasi berkontribusi sebesar 3.276 milyar atau 1,5% dari total

20 “Peningkatan Nilai Melalui Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Perusahaan-Perusahaan Berbasis Sumber Daya Alam” BUMN, Tbk Summit 2005.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 5: kimia farma

45

pendapatan perusahaan BUMN. Kontribusi ini relatif kecil karena secara rata-rata

kontribusi pendapatan masing masing sektor adalah 2,70%. Jumlah perusahaan sektor

farmasi sebanyak tiga perusahaan yaitu, PT Indofarma, Tbk (Persero) PT Kimia Farma,

Tbk (Persero) dan PT Biofarma (Persero). Dari ketiga perusahaan tersebut hanya satu

perusahaan yaitu, PT Biofarma yang belum mendaftarkan diri di Bursa Efek Jakarta. Total

pendapatan sebelum pajak didalam industri ini sebesar 539 milyar atau sekitar 1,94% dari

total keseluruhan sektor BUMN. Jumlah aset sektor farmasi tidak terlalu besar jika

dibandingkan dengan keseluruhan BUMN hanya sebesar 2.254 milyar. Jumlah tersebut

hanya 0,29% dari keseluruhan aset BUMN. Sektor usaha BUMN yang memiliki aset

terbesar adalah sektor perbankan (61%) diikuti oleh sektor energi (10%).

Saat ini BUMN sektor farmasi memiliki pendapatan 3.276 milyar, ekuitas 1.555

milyar, dengan total aset sebesar 2.254 milyar, serta ROA dan ROE masing-masing

23,89% dan 34,64%21. Pemimpin pasar di dalam industri farmasi (BUMN) adalah Kimia

Farma namun, untuk industri farmasi (non-BUMN) Kimia Farma tidak menempati urutan

utama. Dapat dikatakan bahwa struktur pasar untuk industri farmasi masih kompetitif.

Berdasarkan informasi dari kementrian BUMN, salah satu perusahaan farmasinya yaitu

Kimia Farma berencana akan di privatisasi dan akan mengakuisisi BUMN lain yang masih

berada di dalam satu industri, yaitu Indofarma. Berikut merupakan rencana restrukturisasi

BUMN untuk industri farmasi,

1. Menciptakan Value-Creation melalui :

a. Mencari mitra strategis yang menguasai produksi dan distribusi industri farmasi.

b. Revitalisasi apotek–apotek milik PT Kimia Farma, Tbk (Persero) sebagai outlet

product PT Kimia Farma, Tbk (Persero), PT. Indo Farma, Tbk (Persero) dan PT.

Bio Farma (Persero).

21 Sumber “Master Plan 2006 Kementrian BUMN.”

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 6: kimia farma

46

c. Fokus pada pengembangan produk berdasarkan kompetensi sumber daya yang

dimiliki.

2. Menjalin kerjasama dengan mitra strategis yang mempunyai Global Network

meliputi supplier, produsen dan end-user.

3. Restrukturisasi bidang operasional usaha, keuangan dan organisasi manajemen serta

SDM.

3.3 PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

PT Kimia Farma, Tbk (Persero) merupakan perusahaan farmasi milik Negara

Indonesia (BUMN) yang pertama. Awalnya PT Kimia Farma, Tbk (Persero) merupakan

perusahaan milik Belanda yang bergerak di bidang distribusi dan pengadaan bahan baku

obat kemudian dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia. Didalam industri farmasi PT

Kimia Farma, Tbk (Persero) bersaing dengan produsen obat baik BUMN maupun produsen

non-BUMN dan asing.

PT Kimia Farma, Tbk (Persero) berdomisili di Jakarta, sampai saat ini telah memiliki

enam unit produksi yang berlokasi di, Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon

(Mojokerto), dan Tanjung Morawa. Perusahaan juga memiliki satu unit distribusi dan satu

unit Alat-Alat Kesehatan dan Penyidikan (AAKP) yang berlokasi Jakarta, 41 Pedagang

Besar Farmasi (PBF) dan 271 apotek yang tersebar di wilayah Indonesia yang

dikelompokkan menjadi delapan wilayah.

PT Kimia Farma, Tbk (Persero) mulai beroperasi secara komersial sejak tahun 1817.

Pada waktu itu, dengan nama perusahaan yang selalu berganti-ganti, perusahaan bergerak

dalam distribusi obat dan bahan baku obat. Pada tahun 1959 ketika semua perusahaan

milik belanda di nasionalisasikan status perusahaan menjadi perusahaan negara. Ketika

tahun 1969 nama perusahaan berubah menjadi PN farmasi Kimia Farma lalu pada tanggal

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 7: kimia farma

47

1971 status perusahaan berubah menjadi persero dengan nama PT Kimia Farma (Persero).

Hasil produksi perusahaan saat ini dipasarkan di dalam negeri dan diluar negeri yaitu ke

Asia, Australia, Selandia Baru, dan Eropa. Pada saat ini kegiatan utama perusahaan adalah

mengadakan, menghasilkan, mengolah bahan kimia farmasi, biologi dan lainnya yang

diperlukankan guna pembuatan persediaan farmasi, kontrasepsi, kosmetika, obat

tradisional, alat kesehatan, produk makanan dan minuman, serta produk lainnya.

3.3.1 Sejarah Korporasi

PT Kimia Farma (Persero) merupakan perintis dalam industri farmasi di Indonesia.

Cikal bakal perusahaan dapat diurut balik ke tahun 1917, ketika NU Chemicalien Handle

Rathkamp & Co, perusahaan farmasi pertama di Hindia timur, didirikan. Sejalan dengan

kebijakan nasionalisasi eks-perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1958 pemerintah

melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PN Bhineka Kimia Farma. Selanjutnya

pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya dirubah menjadi perseroan. Sejak tanggal

4 Juli 2001 perusahaan tercatat sebagi perusahaan puiblik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa

Efek Surabaya.

3.3.2 Visi dan Misi

Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang

identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan

pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam

pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat.

Visi

” Menjadi perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang berdaya

saing global”.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 8: kimia farma

48

Misi

• Menyediakan produk dan jasa pelayanan kesehatan yang unggul untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan mutu kehidupan.

• Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan untuk meningkatkan nilai

perusahaan bagi pemegang saham, karyawan, dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang

baik.

• Meningkatkan kompetensi dan komitmen sumber daya manusia untuk guna

pengembangan perusahaan serta dapat berperan aktif dalam pengembangan

industri farmasi nasional.

3.3.3 Struktur Organisasi dan Kepengurusan

Berdasarkan SK Direksi No.KEP.23/DIR/II/1998 tanggal 24 Februari 1998 juncto No.

KEP 96/HUK/VI/2000 tanggal 5 Juni 2000 juncto No. KEP 09/HUK/I/2001 tanggal 10

januari 2001, struktur organisasi perseroan adalah sebagai berikut.

Tabel 3-2 Struktur Organisasi PT Kimia Farma,Tbk (Persero)

Sumber : Laporan Keuangan PT Kimia Farma,Tbk (Persero)

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 9: kimia farma

49

Selanjutnya sesuai dengan pasal 11 Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan No. 22

tanggal 14 September 2000 dinyatakan bahwa perseroan diurus dan dipimpin oleh suatu

direksi yang terdiri dari sedikitnya dua direktur, seorang diantaranya menjabat sebagai

direktur utama. Berdasarkan pasal 16 Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan No. 22

tanggal 14 September 2000, komisaris terdiri dari sedikitnya dua orang anggota komisaris,

seorang diantaranya menjabat sebagai komisaris utama. Berikut struktur kepengurusan PT

Kimia Farma, Tbk (Persero),

Komisaris Utama : Drs Agus Muhammad, Macc.

Komisaris : dr Sjafii Ahmad, MPH

Komisaris Independen : Mayjen (Pur) Efendi Rangkuti, S.H.

Dr. H. Darmansyah

Dandosi Matram

Direktur Utama : Drs Gunawan Pranoto

Direktur : Mohamad Syamsul Arifin

: Drs. Sofiarman Tarmizi

: Drs Warsito Triatmojo

: Drs Handoyo Abdul Rachman S

Ketua Komite Audit : Mayjen (Purn) Effendi Rangkuti, S.H.

Anggota Komite Audit : Roberth Gonijaya

: Danrivanto B, S.H., LLM.

Sampai tahun 2006 PT Kimia Farma, Tbk (Persero) telah memiliki 5.836 karyawan.

3.3.4 Produk yang Dihasilkan

Produk farmasi yang dihasilkan oleh perusahaan dikategorikan menjadi dua segmen

produk. Segmen produk pertama ialah produk bahan baku seperti, garam kina, Yodium,

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 10: kimia farma

50

minyak jarak. Segmen yang kedua ialah produk obat jadi yang sampai saat ini berjumlah

267 jenis. Segmen produk obat jadi di bagi lagi menjadi tiga kategori yaitu, obat ethical,

over the counter, dan alat kontrasepsi. Berikut kategorisasinya,

1. Produk bahan baku, misalnya, garam kina, Yodium, dan minyak jarak.

2. Produk obat jadi. Berjumlah 267 jenis yang terdiri dari,

i. Obat Ethical, berjumlah 223 jenis.

1. Obat generik, berjumlah 145 jenis.

2. Obat perseroan, berjumlah 42 jenis.

3. Obat lisensi, berjumlah 36 jenis.

ii. Over The Counter, berjumlah 41 jenis.

1. OTC, berjumlah 32 jenis.

2. Obat tradisional, berjumlah 9 jenis.

3. Obat dan alat kontrasepsi, berjumlah 3 jenis.

Hampir semua kelas terapi diakomodasi oleh produk perusahaan yang terdiri lebih

dari 260 jenis produk dan dipasarkan ke seluruh Indonesia serta di ekspor ke beberapa

negara melalui jaringan distribusi perseroan atau yang memiliki perjanjian dengan

perseroan.

Sebagai bagian dari tanggung jawab sosialnya Kimia Farma berkomitmen untuk

memastikan pasokan obat generik yang tetap ke pasar dalam negeri sesuai dengan misi

perusahaan.

3.3.5 Kinerja Perusahaan

Dalam tahun 2005 perusahaan membukukan penjualan sebesar Rp 1,82 trilyun.

Penjualan tersebut berasal dari penjualan di Holding yang merupakan penjualan produk

perusahaan sendiri sebesar Rp 525,60 milyar, naik 9,55% dibanding tahun 2004 yang

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 11: kimia farma

51

sebesar Rp 479,78 milyar. Penjualan dari sektor ritel/apotek sebesar Rp 882,80 milyar,

naik 7,36% dari penjualan tahun 2004 yang sebesar Rp 822,28 milyar, dan penjualan di

sektor Distribusi/PBF sebesar Rp 886,48 milyar, turun 17,37% dibanding tahun 2004 yang

sebesar Rp 1,07 trilyun.

Beban pokok penjualan perusahaan untuk tahun 2005 senilai Rp 1,24 trilyun atau

68,23% dari penjualan. Rasio ini meningkat dibanding tahun 2004 yang sebesar 66,43%.

Peningkatan beban pokok penjualan berakibat turunnya laba kotor perusahaan sebesar

10,75% dibanding pencapaian pada tahun 2004 yang senilai Rp 646,65 milyar.

Tabel 3-3 Tabel Kinerja Keuangan PT Kimia Farma,Tbk (Persero)

Kinerja Keuangan Perusahan tahun 2004 dan 2005 Uraian 2005 2004

Penjualan 1.816.43 1.925.99 Beban pokok penjualan 1.239.31 1.279.34 Laba kotor 577.12 646.65 Laba usaha 84.72 124.71 Laba bersih 52.83 77.75 Aktiva total 1.177.60 1.173.43 Kewajiban 333.38 358.85 Ekuitas 844.22 814.58

Sumber : Diolah

Beban usaha pada tahun 2005 sebesar Rp 492,40 milyar, menurun sebesar 5,66%

dibandingkan tahun sebelumnya yang senilai Rp 521,94 milyar. Pada tahun 2005

perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 52,83 milyar, menurun sebesar 32,06%

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 77,75 milyar. Secara umum penurunan

ini akibat menurunnya penjualan, kenaikan beban pokok penjualan, dan meningkatnya

beban lain-lain.

Per 31 Desember 2005, posisi total aktiva perusahaan senilai Rp 1,178 trilyun relatif

sama dengan aktiva Per 31 Desember 2004 sebesar Rp 1,173 trilyun. Posisi total kewajiban

perusahaan per 31 Desember 2005 sebesar Rp 333,38 milyar, menurun sebesar 7,1% dari

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 12: kimia farma

52

posisi 31 Desember 2004 yang senilai Rp 358,85 milyar. Penurunan ini terutama

disebabkan penurunan kewajiban lancar sebesar 7,63%. Posisi ekuitas perusahaan senilai

Rp 844,22 milyar, naik sebesar 3,64% dibanding ekuitas tahun 2004. Kenaikan ekuitas ini

disebabkan kenaikan saldo laba.

Likuiditas (rasio aktiva lancar dengan kewajiban lancar) perusahaan sebesar 225,36%.

Besaran ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar

dengan aktiva lancarnya masih sangat baik. Rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk membayar kewajiban jangka panjang dan jangka pendek. Rasio

solvabilitas perusahaan per 31 Desember 2005 sebesar 353,23%. Hal ini menunjukkan

kemampuan perusahaan membayar seluruh kewajibannya cukup baik. Rentabilitas

perusahaan diwakili oleh margin laba bersih, imbal hasil investasi, dan imbal hasil ekuitas

yang masing-masing sebesar 4,54%, 7,25%, dan 6,26%. Ketiga rasio tersebut

menunjukkan perusahaan mempunyai potensi lebih untuk meningkatkan keuntungannya

dimasa datang.

Tabel 3-4 Rasio Keuangan PT Kimia Farma,Tbk (Persero)

Sumber : Diolah

3.3.6 Anak Perusahaan

1. PT. Kimia Farma Trading & Distribution

PT. Kimia Farma Trading & Distribution dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003,

bergerak dalam bidang distribusi obat dan alat kesehatan. Perusahaan saat ini memiliki 41

cabang yang mendistribusikan obat-obatan dan alat-alat kesehatan yang diproduksi sendiri

Perbandingan Rasio Perusahaan tahun 2004 dan 2005 2005 2004 Margin laba bersih 4.54% 6.42% Imbal hasil ekuitas 6.26% 9.55% Imbal hasil investasi 7.25% 10.75%

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 13: kimia farma

53

maupun yang diproduksi oleh pihak ketiga dengan berpegang pada prinsip untuk

memenuhi kepuasan dan kebutuhan pelanggannya. Kegiatan operasionalnya didukung

dengan fasilitas pergudangan yang besar dan peralatan yang efisien serta armada

transportasi yang terintegrasi dengan sistem informasi untuk mendukung kelancaran

pengiriman barang ke seluruh Indonesia.

Unit Distribusi yang direpresentasikan oleh PT. Kimia Farma Trading & Distribution

sangat berperan penting dalam upaya peningkatan penjualan produk-produk Kimia Farma.

Tabel 3-5 Daftar Unit Distribusi

Pulau Total Area Jawa 14 Jawa Bali & Nusa tenggara 3 Bali & Nusa tenggara Sumatera 11 Sumatera Kalimantan 4 Kalimantan Sulawesi, Maluku, Papua 8 Sulawesi, Maluku, Papua

Sumber : Diolah

2. PT. Kimia Farma Apotek

PT Kimia Farma Apotek didirikan pada tanggal 4 Januari 2003. Perusahaan saat ini

mengelola sebanyak 323 Apotek yang tersebar diseluruh tanah air, yang memimpin pasar

dibidang perapotekan dengan penguasaan pasar sebesar 19% dari total penjualan apotek di

seluruh Indonesia. Apotek Kimia Farma melayani penjualan langsung dan melayani resep

dokter dan menyediakan pelayanan lain, misalnya praktek dokter, optik, dan pelayanan

OTC (swalayan) serta pusat pelayanan informasi obat. Apotek Kimia Farma dipimpin oleh

tenaga Apoteker yang bekerja full timer sehingga dapat melayani informasi obat dengan

baik. Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam

memanfaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana pihak yang memiliki jaringan luas,

seperti Kimia Farma, akan diuntungkan.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 14: kimia farma

54

3.4 PT Indofarma, Tbk (Persero)

PT Indofarma,Tbk (Persero) merupakan perusahaan milik negara Republik Indonesia

yang pada awalnya merupakan perusahaan umum, namun dialihkan bentuknya menjadi

perusahaan perseroan. Perseroan didirikan pada tanggal 2 Januari 1996. Perusahaan ini

bergerak di bidang usaha industri farmasi, khususnya obat generik. Pada saat ini

perusahaan dipercaya pemerintah untuk memproduksi obat Inpres daftar A, memasarkan

obat generik berlogo, obat nama dagang dan obat tradisional baik untuk pasar domestik

maupun ekspor.

Saat ini Indofarma merupakan salah satu pemimpin perusahaan farmasi penghasil obat

generik di Indonesia. Dimana Indofarma menguasai 24% market share dari obat generik

yang ada di pasar. Terlepas dari obat generiknya perusahaan juga mempunyai produk

farmasi lain yang variasinya cukup luas dan produk healthcare. Dibandingkan dengan

kebanyakan perusahaan farmasi di Indonesia yang mempunyai R&D yang lemah,

kenyataan yang ada pada Indofarma bertolak belakang. Indofarma menyadari pentingnya

R&D dalam memenangkan persaingan dengan perusahaan farmasi yang lain. Indofarma

mempunyai perusahaan distribusi yang bernama Indofarma Global Medika. IGM memiliki

25 cabang yang tersebar diseluruh indonesia untuk melayani 15.000 outlet yang ada.

3.4.1 Sejarah Korporasi

PT Indofarma adalah sebuah BUMN, Tbk yang merupakan perwujudan terjaganya

pasokan obat esensial dan generik. Usaha yang dijalankan meliputi empat tahapan prosuksi

yaitu pembuatan masa (dispensing), pencetakan atau pengisian, pengemasan sampai

pendistribusian.

PT Indofarma berdiri tahun 1918 dan pada saat itu kegiatannya baru pada bidang

pembuatan salep dan kasa pembalut. Garapannya bertambah memproduksi obat berupa

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 15: kimia farma

55

tablet dan injeksi setelah memasuki tahun 1931. Empat tahun kemudian setelah lokasi

pabriknya berpencar dibeberapa tempat, pemerintah kolonial menyatukannya didaerah

manggarai Jakarta karena itu, belakangan perusahaan ini dikenal dengan sebutan Pabrik

Obat Manggarai.

Begitu masa pendudukan Jepang tiba, tahun 1942 Pabrik Obat Manggarai diserahkan

kepada Takeda, sebuah perusahaan farmasi milik Jepang. Indonesia kembali mengelola

perusahaan ini ketika pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan ke pemerintah

Republik Indonesia pada tahun 1950. Pengelolaannya dilakukan oleh Departemen

kesehatan RI. Kemudian sampai tahun 1975 dilakukan rehabilitasi bangunan serta

moderenisasi sebagian peralatan produksi dan laboratorium. Empat tahun kemudian

perusahaan ini menjadi pusat produksi farmasi Depkes RI.

Pada tahun 1979 Indofarma mendapat tugas untuk memproduksi obat esensial. Hal tersebut

merupakan bagian dari kebijakan pemerintah menjamin tersedianya obat esensial dengan

mutu dan harga yang terjangkau, serta distribusi yang merata khususnya sarana kesehatan

milik pemerintah dari pusat sampai daerah. Agar kebijakan menjaga kesinambungan

kesehatan pembangunan nasional tersebut tetap terjaga, berdasarkan PP No 36/1984

Indofarma menjadi perusahaan umum (Perum). Pada tanggal 15 juli 1985 ditandatangani

nota kesepakatan dengan pemerintah Italia untuk pembangunan gedung pembuatan obat

esensial. Pembangunan tersebut menerapkan konsep Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB). Fasilitas baru pun di pasang seperti, mesin peralatan produksi, laboratorium, dan

instalasi pabrik modern. Proyek yang pembangunan fisiknya dimulai tahun 1988 selesai

tahun 1990.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 16: kimia farma

56

3.4.2 Visi dan Misi

Visi perusahaan, sesuai dengan rencana jangka panjang dirumuskan sebagai berikut :

“Menjadi perusahaan farmasi berkualitas kelas dunia serta menjadi pemain terkemuka

dalam bisnis farmasi nasional”

Misi yang berdasarkan atas visi perusahaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

• Memenuhi kebutuhan obat yang diperlukan masyarakat dengan harga terjangkau

untuk mendukung pencapaian Indonesia sehat tahun 2010.

• Memperluas dan mengembangkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan produksi

lainnya yang terkait dengan kesehatan.

• Memperluas dan mengembangkan usaha perdagangan bisnis farmasi.

3.4.3 Struktur Organisasi dan Kepengurusan

Susunan komisaris dan direksi yang terakhir berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia No. KEP-190/M-PBUMN,

Tbk/1999 tanggal 21 Juni 1999 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-

Anggota Komisaris Perseroan. Selanjutnya berdasarkan hasil RUPS tahunan tanggal 30

Juni 2005 susunan kepengurusan perusahaan adalah sebagai berikut,

Komisaris Utama : Prof Dr dr H Azrul Anwar MPH.

Komisaris : Dr Dwidjo Susana, S.E.

Komisaris : Drs Muhammad Ichsani, MM.

Direktur Utama : Mohammad Syamsul Arifin

Direktur Keuangan : Drs Placidus Sudibyo, MSA.

Direktur Pemasaran : Muhammad Munawaroh

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 17: kimia farma

57

Direktur Produksi : Dra Yuliarti Rahayuningsih.

Direktur Umum : Drs Deden Edi Soetrisna

Sampai saat ini jumlah karyawan perusahaan mencapai 1.044 orang. Berikut

merupakan struktur organisasai dari PT Indofarma, Tbk (Persero),

Tabel 3-6 Struktur Organisasi PT Indofarma,Tbk (Persero)

Sumber : Laporan Keuangan PT Indofarma,Tbk (Persero)

3.4.4 Produk yang Dihasilkan

Produk yang dihasilkan dikategorikan kedalam tiga segmen usaha yaitu,

1. Segmen obat, memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan. Segmen ini terdiri

dari produk obat ethical dan over the counter.

2. Segmen alat kesehatan, mendistribusikan alat-alat kesehatan.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 18: kimia farma

58

3. Lain-lainnya, memproduksi dan mendistribusikan obat hewan, mesin farmasi, dan

kosmetik.

Dari ketiga segmen diatas, dibagi lagi menjadi beberapa kategori produk antara lain,

1. Ethical, produk farmasi yang diperoleh dengan resep dokter.

a. Generik berjumlah 135 jenis.

b. Obat nama dagang berjumlah 13 jenis.

c. Lisensi berjumlah 1 jenis.

2. Over The Counter, Obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter.

a. Over the counter seperti OBH Plus, Bioralit, Indomaag, dan lain sebagainya

berjumlah enam jenis.

b. Herbal Medicine (makanan kesehatan) berjumlah 20 jenis contohnya,

Biogingko, prolipid, dan lain sebagainya.

3. Lainnya, berdasarkan atas lisensi atau pengembangan sendiri berjumlah 11 jenis.

Sampai tahun 2004 PT Indofarma telah memproduksi sebanyak 135 jenis obat-obatan

ethical untuk beberapa kelas terapi. Diantaranya yang terbanyak obat anti infeksi dan obat

susunan saraf yang masing-masing ada 30 jenis. Setelah itu obat kardiovaskular sebanyak

13 jenis, obat anti parasit dan obat saluran pernafasan yang masing-masing mencapai 8

jenis. Obat saluran cerna, obat ginjal dan saluran kemih berjumlah 7 jenis. Dibawah lagi

yaitu 4 jenis untuk hormon, 1 jenis untuk obat penyakit kulit, penyakit mata, dan anti alergi.

Dengan fasilitas lengkap hasil kerjasama dengan pemerintah Italia, setiap tahunnya

perusahaan dapat memproduksi tablet sebanyak 3 milyar butir dan 165 juta butir kapsul.

Selain itu, perusahaan dapat memproduksi salep sebanyak 10,5 juta tube salep, 185 juta

oralit dan 36 juta ampu injeksi. Untuk sirup perusahaan mampu memproduksi sebanyak

4,5 juta botol sedangkan obat tetes mata dan vital powder masing-masing berjumlah 3 juta

botol.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 19: kimia farma

59

3.4.5 Kinerja Perusahaan

Nilai penjualan perusahaan pada tahun 2005 sebesar Rp 684,3 milyar atau menurun

sebesar 0.8% dibandingkan pencapaian pada tahun 2004 yang sebesar Rp 689,5 milyar.

Penurunan ini disebabkan menurunnya penjualan produk-produk ethical. Beban pokok

penjualan perusahaan untuk tahun 2005 senilai Rp 484,7 milyar atau 70,9% dari penjualan.

Rasio ini meningkat dibanding tahun 2004 yang sebesar 68,6%. Kenaikan ini terutama

disebabkan bertambahnya komposisi penjualan obat-obatan dibanding produk lainnya,

dimana marjin penjualannya relatif lebih besar.

Pada tahun 2005 perusahaan mencatat laba kotor sebesar Rp 199,2 milyar atau

menurun sebesar 8,8% dibandingkan pencapaian tahun 2004 yang senilai Rp 216 milyar.

Penurunan ini disebabkan karena penurunan penjualan dan kenaikan beban pokok

penjualan. Beban usaha pada tahun 2005 sebesar Rp 164,1 milyar, menurun sebesar 1,8%

dibanding tahun sebelumnya yang senilai Rp 165,9 milyar. Penurunan ini, walaupun

sedikit, disebabkan oleh penurunan beban penjualan sebesar 2,8% sejalan dengan

penurunan penjualan.

Laba usaha perusahaan pada tahun 2005 berhasil dibukukan senilai Rp 35,08 milyar.

Namun demikian pencapaian ini masih lebih rendah sebesar 44,31% dibandingkan laba

usaha tahun 2004 yang mencapai Rp 50,6 milyar. Kontribusi terbesar penurunan laba

usaha ini disebabkan oleh kenaikan beban pokok penjualan.

Tabel 3-7 Kinerja Keuangan PT Indofarma,Tbk (Persero)

Uraian 2005 2004 Penjualan 684.039.648.705 689.521.838.834HPP 484.768.636.052 472.967.643.700Laba kotor 199.271.012.653 216.554.195.134Laba usaha 35.080.652.508 50.626.209.884Laba bersih 9.594.742.649 7.238.989.721Total aktiva 518.823.729.815 523.923.104.642Kewajiban 253.556.088.785 268.272.238.634Ekuitas 265.267.641.030 255.650.866.008

Sumber : Diolah

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 20: kimia farma

60

Pada tahun 2005 perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 9,5 milyar atau

meningkat sebesar 24,5% dari perolehan tahun sebelumnya yang sebesar 7,2 milyar.

Kontribusi yang signifikan dari kenaikan laba bersih di peroleh dari penurunan yang

signifikan atas beban (manfaat) pajak kini dan tangguhan yang mencapai hampir 70%.

Per 31 desember 2005, posisi total aktiva perusahaan sebesar Rp 518 milyar menurun

sebesar 0,98% dari posisi sebelumnya yang sebesar Rp 523 milyar. Total kewajiban

perusahaan per 31 Desember 2005 sebesar Rp 253,5 milyar, menurun sekitar 5,8% dari

posisi 31 Desember 2004 yang senilai Rp 268,2 milyar. Penurunan ini terutama disebabkan

penurunan kewajiban lancar sebesar 4,59%.

Tabel 3-8 Rasio Keuangan PT Indofarma,Tbk (Persero)

Rasio 2005 2004 Margin laba bersih 1.40% 1.05%Imbal hasil ekuitas 3.62% 2.83%imbal hasil investasi 6.76% 9.66%Likuiditas 162.28% 153.47%

Sumber : Diolah

Likuiditas (rasio aktiva lancar dengan kewajiban lancar) perusahaan sebesar 162,28%.

besaran ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar

dengan aktiva lancarnya masih baik. Rentabilitas perusahaan diwakili oleh margin laba

bersih, imbal hasil investasi, dan imbal hasil ekuitas yang masing-masing sebesar 4.54%,

7.25%, dan 6.26%. Ketiga rasio tersebut menunjukkan perusahaan mempunyai potensi

lebih untuk meningkatkan keuntungannya dimasa datang.

3.4.6 Anak Perusahaan

PT Indofarma Global Medika merupakan anak perusahaan dari PT Indofarma, Tbk

(Persero). Kegiatan utamanya ialah menjadi distributor produk farmasi, baik obat generik,

obat Branded Ethical, maupun produk OTC dan alat kesehatan dari PT Indofarma, Tbk

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 21: kimia farma

61

(Persero). Produk alat kesehatan yang didistribusikan oleh IGM berasal dari prinsipal

diluar perusahaan. Sebesar 99% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan. IGM

didirikan pada tanggal 4 Januari 2003.

Sampai saat ini jaringan distribusi IGM mencakup 29 kantor cabang yang tersebar di

berbagai kota utama di Indonesia. IGM memiliki sarana gedung seluas 8.477 m2. Jumlah

armada pengiriman barang IGM sampai saat ini mencapai 120 unit kendaraan roda empat

dan 204 kendaraan roda dua.

IGM sangat menerapkan teknologi informasi didalam setiap aktivitas bisnisnya.

Teknologi informasi di IGM mulai diaplikasikan untuk Enterprise Resource Planning

(ERP). Sampai tahun 2005 pengaplikasian program ini telah mencapai di hampir seluruh

cabang IGM di Indonesia. Jumlah karyawan perusahaan sampai saat ini berjumlah 849

orang berkurang 69 orang dibandingkan posisi akhir tahun sebelumnya.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 22: kimia farma

86

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Ringkasan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara beberapa faktor penyebab

dilakukannya manajemen laba terhadap akrual diskresioner sebagai pengukur manajemen

laba. Penelitian mengenai manajemen laba telah banyak dilakukan sebelumnya dengan

beragam alternatif metode pendekatan. Kebanyakan dari penelitian tersebut menggunakan

metode akrual sebagai pendekatannya. Pendekatan lain dalam meneliti manajemen laba

antara lain dengan menggunakan beban pajak tangguhan seperti yang dilakukan oleh

Burghstahler’s dan Dichev (1997) serta yang terbaru adalah Philips, Pincus dan Rego

(2003). Hasil penelitian tersebut menemukan beban pajak tangguhan (deffered tax) dapat

dijadikan alternatif pendekatan untuk meneliti manajemen laba. Metode lain yang dapat

digunakan dalam meneliti manajemen laba adalah mengidentifikasikan kondisi-kondisi

yang dapat menimbulkan insentif dilakukannya manajemen laba.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, penulis ingin meneliti lebih jauh hubungan

antara kondisi-kondisi yang memicu dilakukannya manajemen laba dengan pengukur

manajemen laba yaitu akrual diskresioner dan beban pajak tangguhan. Penelitian serupa di

Indonesia dilakukan oleh Yulianti (2004) pada industri manufaktur dan non-manufaktur.

Logikanya jika akrual diskresioner merupakan variabel pengukur manajemen laba maka,

akan dipengaruhi oleh faktor-faktor pemicunya. Faktor pemicu inilah yang akan dilihat

hubungannya oleh penulis. Faktor-faktor pemicu manajemen laba didalam penelitian ini

antara lain, arus kas operasi, besarnya rasio utang terhadap ekuitas sebagai proksi tingkat

utang (leverage), pertumbuhan penjualan perusahaan sebagai proksi pertumbuhan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 23: kimia farma

87

perusahaan dan total aktiva sebagai proksi dari ukuran perusahaan. Sub industri yang

dijadikan objek penelitian adalah industri farmasi BUMN, Tbk. Sampai sekarang jumlah

perusahaan BUMN, Tbk sektor farmasi berjumlah tiga perusahaan namun, yang menjadi

objek penelitian ini hanya dua perusahaan, PT Kimia Farma, Tbk (Persero) dan PT

Indofarma, Tbk (Persero), mengingat salah satu perusahaan yaitu, PT Biofarma belum

mendaftarkan diri di Bursa Efek Jakarta. Data yang digunakan adalah laporan keuangan

triwulanan tahun 2000-2005. Penulis membagi penelitian ini ke dalam tiga model regresi

yang berbeda, yang akan dianalisis lebih jauh dalam bab ini.

5.2 Statistik Deskriptif

5.2.1 PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

Statistik deskriptif di bawah ini menunjukkan nilai rata-rata, deviasi standar, dan nilai

tengah, dari setiap variabel model penelitian.

Tabel 5-1 Descriptive Statistics Penjualan

Sales Mean 998.197.678.472St dev 2.752.408.713

Median 245.377.859 Sumber : Diolah

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 24: kimia farma

88

Tabel 5-2 Tren Pergerakan Penjualan PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah

Pergerakan penjualan bersih selama lima tahun menunjukkan nilai yang meningkat,

namun tidak signifikan. Rata-ratanya menunjukkan nilai sebesar 998,1 milyar dengan

standar deviasi sebesar 2,7 milyar. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa

besarnya perbedaan nilai parameter populasi penjualan yang sebenarnya terhadap nilai

parameter rata-rata penjualan hanya sebesar 2,7 milyar atau sekitar 0,27 %. Nilai tersebut

sangat kecil dimana semakin kecil nilai standar deviasi maka, penyimpangan yang terjadi

disekitar nilai rata-rata semakin kecil. Nilai positif yang ditunjukkan oleh rata-rata

penjualan mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki tingkat penjualan yang baik.

Pertumbuhan pasar farmasi nasional secara rata-rata sebesar 13,56%, sedangkan

pertumbuhan penjualan produk perusahaan sendiri sebesar 11,9%.28 Relatif masih

sebanding dengan pertumbuhan pasar farmasi nasional. Kontribusi penjualan terbesar

berasal dari Holding dan PT Kimia Farma apotek yang mencapai nilai 9,55%. Pola yang

unik ditunjukkan pada pergerakan penjualan PT Kimia Farma,Tbk (Persero) dimana,

penjualan meningkat setiap akhir tahun yang disebabkan oleh banyaknya tender dari

pemerintah.

28 Laporan dewan komisaris PT Kimia Farma, Tbk (Persero).

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 25: kimia farma

89

Tabel 5-3 Descriptive Statistics Laba Bersih

Mean St dev Median NI 63.760.482.890 47.612.021.280 49.435.030.456

Sumber : Diolah

Tabel 5-4 Tren Pergerakan Laba Bersih PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah

Pergerakan laba bersih menunjukkan kecenderungan yang menurun. Penurunan

terbesar terjadi dari tahun 2001 ke 2002 sebanyak 119 milyar. Penurunan tersebut

disebabkan antara lain karena tidak tercapainya hasil penjualan khususnya disektor

distribusi dan lebih khusus disektor pasar institusi, kenaikan harga pokok penjualan yang

disebabkan oleh kenaikan kurs mata uang asing disamping beberapa bahan baku

mengalami kenaikan harga belinya, dan adanya kenaikan biaya umum perusahaan. Rata-

rata nilai laba bersih selama periode penelitian sebesar 63 milyar dengan penyimpangan

standar sebesar 47 milyar. Standar deviasi sebesar 47 milyar mengindikasikan bahwa

penyimpangan yang terjadi atas nilai parameter laba bersih yang sebenarnya terhadap nilai

parameter rata-rata laba bersih sangat besar yaitu sebesar 74% dari nilai rata-rata

(arithmetic mean).

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 26: kimia farma

90

Tabel 5-5 Descriptive Statistics Akrual Diskresioner

Mean St dev Median DACC -0.017965457 0.118861023 -0.030323282

Sumber : Diolah

Tabel 5-6 Tren Pergerakan Akrual Diskresioner PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

-0.40

-0.30

-0.20

-0.10

0.00

0.10

0.20

0.30

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

Sumber : Diolah

Nilai rata-rata akrual diskresioner (DACC) menunjukkan angka yang negatif yaitu

sebesar (-) 0,01. Artinya perusahaan selama periode penelitian melakukan praktek

manajemen laba dengan pendekatan akrual untuk menurunkan laba. Standar deviasi atas

nilai rata-rata DACC cukup kecil sebesar 0,11. Hal ini menunjukkan penyimpangan yang

terjadi disekitar nilai aktual rata-rata akrual diskresioner cukup kecil yaitu hanya

menyimpang sebesar 11%. Pergerakannya pun menunjukkan tren yang fluktuatif dengan

nilai terendah pada tahun 2003 sebesar (-) 0,35.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 27: kimia farma

91

Tabel 5-7 Descriptive Statistics Arus Kas Operasi

Mean St dev Median

AKO -27.398.225.337 120.432.832.983 -38.592.538.776 Sumber : Diolah

Tabel 5-8 Tren Pergerakan Arus Kas Operasi PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

-300.0

-200.0

-100.0

0.0

100.0

200.0

300.0

400.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah Serupa dengan Indofarma, sepertinya perusahaan yang tergolong di kategori BUMN,

Tbk sektor farmasi memiliki masalah dalam hal perputaran kasnya. Hal ini ditunjukkan

dengan rata-rata negatif atas arus kas perusahaan sebesar 27,3 milyar. Tren pergerakannya

pun sangat fluktuatif, dimana sebagian besar bergerak dibawah sumbu nol. Nilai standar

deviasi sebesar 120,4 milyar artinya terjadi penyimpangan yang terjadi antara nilai rata-

rata arus kas operasi (arithmetic mean) terhadap nilai parameter populasi arus kas operasi

sangat besar. Masalah rata-rata arus kas negatif selama ini terjadi karena penerimaan kas

dari pelanggan juga memiliki tren yang menurun. Masalah lainnya adalah berhubungan

dengan bahan baku perusahaan, dimana hampir 90% bahan bakunya impor. Hal ini

menyebabkan pembayaran kepada pemasok menjadi sangat tinggi. Terlebih lagi jika

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 28: kimia farma

92

fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tidak menentu. Perusahaan selama ini

beroperasi dengan risiko nilai tukar yang tinggi.

Tabel 5-9 Descriptive Statistics Debt to Equity ratio

Mean St dev Median DER 0.49229106 0.22594942 0.41742125

Sumber : Diolah

Tabel 5-10 Tren Pergerakan Debt to Equity ratio PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

Sumber : Diolah

Rata-rata tingkat utang perusahaan (DER) terhadap modal sebesar 0,49 dengan

penyimpangan standar sebesar 0,22. nilai rata-rata tersebut menunjukkan persentase utang

perusahaan terhadap total ekuitasnya sebesar 49%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan

cukup mengandalkan pembiayaan dari luar untuk membiayai aset-asetnya. Pergerakan

DER cenderung menurun, hal ini menunjukkan perusahaan secara berkala berusaha untuk

mengurangi jumlah utangnya. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi beban bunga atas

pinjaman perusahaan. Beban bunga atas pinjaman perusahaan pada tahun 2003 sebanyak

27% dari nilai laba bersih. Lalu menurun drastis pada tahun 2004 menjadi hanya 3% dari

laba bersih. Penurunan tersebut bergerak stabil pada kisaran 3% - 4.5% hingga tahun 2005.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 29: kimia farma

93

penurunan tersebut cukup meringankan beban laporan keuangan hingga dapat

meningkatkan laba bersih perusahaan.

Tabel 5-11 Descriptive Statistics Beban Pajak Tangguhan

Mean St dev Median DTE 768.141.262 2.752.408.713 245.377.859

Sumber : Diolah

Tabel 5-12 Tren Pergerakan Beban Pajak Tangguhan PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

-6000.0

-4000.0

-2000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am ju

taan

)

Sumber : Diolah Variabel DTE (Pajak tangguhan) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 768 juta

sedangkan penyimpangan standarnya sangat tinggi yaitu sebesar 2,7 milyar. Besaran

standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa disparsitas nilai parameter rata-rata pajak

tangguhan terhadap parameter nilai yang sebenarnya sebesar 2,7 milyar atau sekitar 350%

dari nilai rata-rata. Nilai rata-rata beban pajak tangguhan diatas mengindikasikan bahwa

rata-rata perbedaan temporer antara pelaporan laba akuntansi dengan pelaporan laba fiskal

perusahaan selama periode penelitian sebesar 768 juta. Tren pergerakan beban pajak

tangguhan secara umum cukup fluktuatif. Pergerakan yang stabil terjadi selama tahun

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 30: kimia farma

94

2000-2002. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang sangat tajam hingga selanjutnya

kembali fluktuatif sampai tahun 2005.

Tabel 5-13 Descriptive Statistics Total Aset

Mean St dev Median TA 1.633.425.986.899 2.379.044.542.346 1.011.818.429.566

Sumber : Diolah

Tabel 5-14 Tren Pergerakan Total Aset PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

0.0

1,000.0

2,000.0

3,000.0

4,000.0

5,000.0

6,000.0

7,000.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah

Pergerakan total aset perusahaan menunjukkan kestabilan selama periode penelitian.

Peningkatan yang tajam terjadi pada akhir tahun 2004 yang mencapai nilai 5,86 triliun.

Namun, kembali bergerak stabil hingga tahun 2005. Peningkatan tajam pada tahun 2004

dikarenakan perusahaan pada waktu itu menambah pengeluaran untuk aset tetapnya.

Terutama pengeluaran untuk tanah, bangunan dan prasarana. Secara umum perusahaan

tidak banyak melakukan pengeluaran untuk penambahan aset setiap tahunnya. Perusahaan

selama ini berproduksi menggunakan fasilitas dari luar perusahaan (outsource). Misalnya

bekerja sama dengan PT Indofarma dalam hal penggunaan prasarana produksi. Proporsi

aset terbesar berasal dari aset lancar, terutama persediaan yang mencapai 59% dari

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 31: kimia farma

95

keseluruhan aset. Berdasarkan nilai rata-rata pada tabel 5-14 diatas, perusahaan memiliki

nilai rata-rata aset yang positif. Hal ini menunjukkkan bahwa tingkat kekayaan perusahaan

cukup baik. Tingkat investasi yang baik oleh perusahaan juga diikuti dengan tingkat

pengembalian aset yang tinggi yaitu sebesar 80%. Nilai standar deviasi pada tabel diatas

menunjukkan nilai 2,3 triliun. Artinya terjadi penyimpangan yang sangat tinggi antara

parameter nilai rata-rata terhadap parameter nilai total aset yang sebenarnya.

Tabel 5-15 Descriptive Statistics Piutang

A/R Mean 154.946.309.444St dev 42.751.069.604

Median 154.867.120.518 Sumber : Diolah

Tabel 5-16 Tren Pergerakan Piutang PT Kimia Farma, Tbk (Persero)

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah Rata-rata piutang menunjukkan nilai yang positif sebesar 154,9 milyar, sedangkan

standar deviasi menunjukkan nilai 42,7 milyar. Nilai rata-rata piutang diatas setara dengan

15% dari nilai rata-rata penjualan perusahaan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dari

keseluruhan nilai penjualan yang berbentuk piutang sebesar 15%. Penyimpangan nilai

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 32: kimia farma

96

parameter piutang yang sebenarnya terhadap nilai parameter rata-rata sebesar 42 milyar

atau sekitar 22% dari nilai rata-rata piutang. Penyimpangan tersebut relatif cukup rendah

jika dibandingkan dengan nilai rata-rata industri sebesar 23%-25%. Persentase piutang

terhadap total aset perusahaan sebesar 9%. Penyumbang terbesar total aset PT Kimia

Farma berasal dari nilai persediaan yang mencapai 59%. Pergerakannya pun selama

periode penelitian menunjukkan tren yang meningkat. Misalnya pada tahun 2004 piutang

perusahaan meningkat sebesar 27% dari 158,1 milyar menjadi 201,7 milyar. Dalam satu

tahun rata rata perusahaan melakukan penagihan piutang sebanyak 6,4 kali (A/R turn over).

Artinya setiap 60 hari sekali piutang perusahaan ditagih. Hal ini sesuai credit term

perusahaan yang berkisar antara 30 dan 60 hari.29

5.2.2 PT Indofarma, Tbk (Persero)

Statistik deskriptif di bawah ini menunjukkan nilai rata-rata, deviasi standar, dan nilai

tengah, dari setiap variabel model penelitian.

Tabel 5-17 Descriptive Statistics Penjualan

Mean St dev Median Sales 335.864.368.798 198.547.593.595 295.307.480.861

Sumber : Diolah

29 Wawancara, Dandosi Matram, Anggota Dewan Komisaris PT Kimia Farma, Tbk (Persero).

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 33: kimia farma

97

Tabel 5-18 Tren Pergerakan Penjualan

0.0100.0200.0300.0400.0500.0600.0700.0800.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sales

Sumber : Diolah Rata-rata penjualan bersih selama periode penelitian menunjukkan nilai yang positif.

Hal tersebut mengambarkan tingkat penjualan perusahaan berada pada tingkatan yang

baik. Perusahaan memiliki pola pergerakan penjualan yang unik, dimana pada triwulan

pertama nilainya rendah lalu meningkat pada triwulan keempat. Pola seperti ini selalu

terjadi dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan pada akhir tahun perusahaan selalu

mendapat tender dari pemerintah Republik Indonesia sehingga penjualan pun meningkat.30

Pola unik seperti ini ternyata juga terjadi pada perusahaan BUMN, Tbk sektor farmasi

lainnya. Standar deviasi dari nilai parameter populasi sebenarnya sebesar 198,5 milyar.

Standar deviasi mengukur seberapa besar nilai parameter populasi yang sebenarnya

(actual) berbeda dengan nilai parameter populasi rata-rata (aritmatic mean). Nilai standar

deviasi diatas menunjukkan besarnya nilai penyimpangan penjualan terhadap nilai rata-rata

penjualan adalah sebesar 198,5 milyar atau sekitar 59% dari nilai rata-rata. Hal ini

mengindikasikan bahwa terjadi penyimpangan yang cukup besar dari rerata variabel

penjualan.

30 Wawancara dengan Iriyadi, Manager Aset & Risk Assurance PT Indofarma, Tbk (Persero).

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 34: kimia farma

98

Tabel 5-19 Descriptive Statistics Laba Bersih

Mean St dev Median NI 17.841.592.912 58.018.034.359 8.416.866.185

Sumber : Diolah

Tabel 5-20 Tren Pergerakan Laba Bersih

-150.00

-100.00

-50.00

0.00

50.00

100.00

150.00

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Da

lam

Mily

ar )

NI

Sumber : Diolah Laba bersih perusahaan menunjukkan kecenderungan yang menurun. Rata-ratanya

menunjukkan nilai sebesar 17,8 milyar selama periode penelitian.tren menurun disebabkan

karena pada tahun 2002 – 2003 perusahaan mengalami beberapa masalah secara internal.

Secara umum masalah tersebut adalah peningkatan biaya operasi yang sangat tajam.

Kerugian terbesar terjadi pada akhir tahun 2003 yang mencapai 129,5 milyar. Kerugian ini

disebabkan oleh banyaknya persediaan bahan baku dan barang jadi yang kadaluarsa dan

tidak terserap oleh pasar sehingga harus dimusnahkan. Pemusnahan tersebut berakibat

membebani laporan keuangan perusahaan pada tahun yang berjalan. Standar deviasi

menunjukkan nilai sebesar 58 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpangan nilai

sebenarnya dari laba bersih terhadap nilai rata-rata laba bersih adalah sebesar 58 milyar.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 35: kimia farma

99

Nilai penyimpangan ini sangat tinggi mengingat rata-rata nilai laba bersih hanya 18,8

milyar.

Tabel 5-21 Descriptive Statistics Akrual Diskresioner

Mean St dev Median DACC -0.039635666 0.145977407 -0.024574177

Sumber : Diolah

Tabel 5-22 Tren PergerakanAkrual Diskresioner

-0.400

-0.300

-0.200

-0.100

0.000

0.100

0.200

00 I 00 II 00III

00IV

01 I 01 II 01III

01IV

02 I 02 II 02III

02IV

03 I 03 II 03III

03IV

04 I 04 II 04III

04IV

05 I 05 II 05III

05IV

Per-TriwulanDACC

Sumber : Diolah

Variabel DACC (Akrual diskresioner) menunjukkan rata-rata yang negatif sebesar (-)

0,039, artinya selama periode penelitian perusahaan melakukan praktek manajemen laba

melalui kebijakan akrual untuk menurunkan laba. DACC yang negatif dikarenakan unsur

pembentuknya seperti arus kas operasi juga memiliki rata-rata yang negatif.

Pergerakannya pun cenderung menurun dengan simpangan standar yang cukup tinggi

sebesar 0,14. Standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan antara

nilai parameter rata-rata DACC yang sesungguhnya terhadap nilai parameter rata-rata

DACC sebesar 14%. Persentase tersebut menunjukkan penyimpangan yang terjadi tidak

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 36: kimia farma

100

terlalu tinggi. DACC pada tabel diatas diperoleh dengan cara mengurangkan total akrual

dengan akrual non-diskresioner31.

Tabel 5-23 Descriptive Statistics Arus Kas Operasi

Mean St dev Median AKO -28.362.594.454 68.032.687.792 -33.245.675.846

Sumber : Diolah

Tabel 5-24 Tren Pergerakan Arus Kas Operasi

-200.0

-150.0

-100.0

-50.0

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

(Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah

Nilai rata-rata arus kas operasi (AKO) perusahaan menunjukkan nilai yang negatif.

Hal ini menunjukkan perputaran kas dari kegiatan operasi perusahaan masih kurang baik.

Kurang lancarnya perputaran arus kas disebabkan oleh lambatnya penarikan piutang

perusahaan dan banyaknya nilai penjualan terutang. Pergerakannya pun menunjukkan tren

menurun dengan standar deviasi sebesar 68 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi

penyimpangan yang cukup besar disekitar nilai rata-rata parameter variabel AKO terhadap

nilai AKO yang sebenarnya.

31 Lihat Lampiran 3

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 37: kimia farma

101

Tabel 5-25 Descriptive Statistic Debt to Equity Ratio

Mean St dev Median DER 0.85080102 0.27072798 0.85737606

Sumber : Diolah

Tabel 5-26 Tren Pergerakan Debt to Equity Ratio

0.00

0.20

0.40

0.600.80

1.00

1.20

1.40

1.60

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-TriwulanDER

Sumber : Diolah

Sedangkan rata-rata tingkat utang terhadap modal perusahaan sebesar 0,85. Besaran

ini menunjukkan rata-rata proporsi utang terhadap keseluruhan modal perusahaan selama

periode penelitian sebesar 85%. Dapat disimpulkan sebagian besar modal perusahaan

selama ini berasal dari sumber eksternal. Proporsi utang terhadap ekuitas perusahaan

mengalami peningkatan setelah perusahaan go public. Pada tahun 2002–2003 perusahaan

memiliki persentase utang terhadap total ekuitas sebesar 141%. Nilai sebesar itu digunakan

perusahaan untuk menambah jumlah aktivanya, terutama aktiva tetap yang berhubungan

dengan proses produksi. Pergerakannya terlihat relatif stabil diantara nilai 80% - 90%.

Standar deviasi sebesar 27% yang berarti penyimpangan nilai DER rata-rata (aritmatic

mean) terhadap nilai aktual DER hanya sebear 27%.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 38: kimia farma

102

Tabel 5-27 Descriptive Statistic Beban Pajak Tangguhan

Mean St dev Median DTE 2.193.753.084 9.568.931.845 223.406.493

Sumber : Diolah

Tabel 5-28 Tren Pergerakan Beban Pajak Tangguhan

20.00

10.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

DTE

Sumber : Diolah

Tren pergerakan beban pajak tangguhan relatif stabil selama tahun 2000-2002 lalu

pada tahun 2003 terjadi lonjakan tinggi hingga mencapai nilai 40 milyar dan akhirnya

mencetak nilai negatif pada tahun 2004 dan 2005. Lonjakan tersebut menunjukkan adanya

perbedaan temporer yang cukup besar antara laba akuntansi perusahaan dengan laba fiskal.

Nilai rata-ratanya sebesar 2,1 milyar. Rata-rata tersebut menunjukkan bahwa selama

periode penelitian, perusahaan memiliki rata-rata perbedaan laba akuntansi dengan laba

fiskal (berdasarkan kantor pajak) sebesar 1,9 milyar. Nilai standar deviasi yang tinggi

sebesar 9,5 milyar menunjukkan penyimpangan nilai parameter rata-rata DTE terhadap

nilai parameter rata-rata aktual sebesar 9,5 milyar. Nilai penyimpangan tersebut sangat

tinggi mengingat nilai rata-ratanya hanya sebesar 2,1 milyar.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 39: kimia farma

103

Tabel 5-29 Descriptive Statistic Total Aset

Mean St dev Median TA 647.838.566.712 144.860.954.556 627.107.691.143

Sumber : Diolah

Tabel 5-30 Tren Pergerakan Total Aset

0.00

200.00

400.00

600.00

800.00

1,000.00

1,200.00

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah

Pergerakan total aset selama periode penelitian menunjukkan tren yang stabil.

Peningkatan total aset yang terbesar terjadi pada tahun 2002 dimana nilainya mencapai

976,5 milyar. Peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan utang perusahaan dimana

penggunannya untuk menambah aktiva perusahaan yang berhubungan dengan proses

produksi. Selama ini persentase terbesar total aset disumbangkan oleh aktiva lancar yang

mencapai rata-rata 69%. Nilai rata-rata total aset perusahaan menunjukkan nilai positif

647,8 milyar. Hal ini berarti tingkat kekayaan perusahaan tergolong baik. Namun, tingkat

pengembalian investasinya sangatlah kecil hanya 6.8% pertahun. Nilai standar deviasi pada

tabel diatas sebesar 144,8 milyar atau sekitar 22% dari rata-rata. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penyimpangan nilai parameter total aset yang sebenarnya dengan nilai parameter

total aset rata-rata sebesar 22%. Jumlah penyimpangan tersebut relatif rendah.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 40: kimia farma

104

Tabel 5-31 Descriptive Statistic Piutang

Mean St dev Median A/R 139.286.133.856 59.338.148.719 124.104.099.841

Sumber : Diolah

Tabel 5-32 Tren Pergerakan Piutang

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

00I

00II

00III

00IV

01I

01II

01III

01IV

02I

02II

02III

02IV

03I

03II

03III

03IV

04I

04II

04III

04IV

05I

05II

05III

05IV

Per-Triwulan

( Dal

am M

ilyar

)

Sumber : Diolah

Pergerakan piutang perusahaan terlihat cukup fluktuatif dari tahun ke tahun. Nilai rata-

rata nya sebesar 139,2 milyar dan nilai standar deviasi sebesar 59,3 milyar. Pada akhir

tahun 2002 hingga awal tahun 2003 terjadi penurunan piutang yang sangat drastis.

Kemungkinan penurunan ini disebabkan oleh penurunan dari nilai penjualan. Berdasarkan

tabel 5-18 (tren pergerakan penjualan), pada tahun 2002 – 2003 penjualan perusahaan

menurun tajam dari sekitar 700 milyar menjadi 150 milyar. Selama ini perusahaan

memang memiliki masalah dalam hal penagihan piutangnya. Perusahaan kurang tegas

mengenai masalah penagihan piutang terutama terhadap distributornya. Rata-rata

perputaran piutang selama setahun hanya sebanyak dua kali. Jumlah tersebut sangatlah

kecil mengingat perusahaan membutuhkan banyak likuiditas sebagai tambahan modal

kerja. Standar deviasi pada tabel diatas sebesar 59,3 milyar. Artinya penyimpangan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 41: kimia farma

105

populasi rata-rata piutang yang sebenarnya terhadap rata-rata piutang (aritmatic mean)

sebesar 59,3 milyar atau sekitar 48%.

5.2.3 Model Penelitian

Statistik deskriptif di bawah ini menunjukkan nilai rata-rata, deviasi standar, dan nilai

tengah, dari setiap variabel model penelitian. Akrual diskresioner (DACC) yang

merupakan variabel terikat memiliki nilai rata-rata sebesar (-) 0,03. Nilai negatif

menunjukkan ada indikasi bahwa industri farmasi BUMN, Tbk melakukan manajemen

laba melalui pendekatan akrual untuk menurunkan laba.

Tabel 5-33 Descriptive Statistics Model Penelitian

Mean St dev Median DTE 1.480.947.173 7.002.451.345 6.999.960.698

Sales 667.031.023.635 93.957.598.745 611.143.653.294 AKO -27.880.409.895 96.762.373.894 -33.245.675.846

DACC -0.03 0.13 -0.03 A/R 147.116.221.650 51.769.188.989 137.558.177.657 NI 40.801.037.901 57.401.434.809 36.224.446.949 TA 1.140.632.276.806 1.740.114.059.958 833.953.905.992

DER 0.67 0.31 0.69 Sumber : Diolah

Secara rata-rata, industri farmasi BUMN, Tbk memiliki proporsi utang terhadap

modal (DER) sebesar 67%. Hal ini menunjukkan penggunaan pembiayaan eksternal cukup

diandalkan oleh perusahaan-perusahaan di dalam industri farmasi BUMN, Tbk. Nilai rata-

rata DTE (Beban Pajak Tangguhan) sebesar 1,4 milyar dengan nilai simpangan standarnya

sebesar 7 milyar. Dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata perbedaan pelaporan laba

akuntansi dengan pelaporan laba fiskal pada industri ini sebesar 1,4 milyar. Arus kas

operasi (AKO) secara rata-rata bernilai negatif, berarti perusahaan-perusahaan didalam

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 42: kimia farma

106

industri ini memiliki perputaran arus kas, yang berasal dari kegiatan operasi, yang kurang

baik. Rata-rata nilai penjualan industri sebesar positif 667 milyar. Nilai tersebut

menunjukkan pertumbuhan penjualan di dalam industri ini cukup baik. Nilai piutang (A/R)

dan total aset (TA) juga menunjukkan nilai yang positif. Hal ini mengindikasikan tingkat

kekayaan perusahaan di dalam industri farmasi BUMN, Tbk tergolong baik. Selama

periode penelitian perusahaan yang berada disektor farmasi BUMN, Tbk memiliki rata rata

nilai laba bersih sebesar 40,8 milyar, sedangkan standar deviasinya cukup tinggi yaitu

sebesar 57,4 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi penyimpangan disekitar rata-

rata yang cukup tinggi.

5.3 Analisis Model

5.3.1 Model Modified Jones

Pengolahan data model pertama bertujuan untuk mengetahui nilai koefisien dari

masing-masing variabel bebas. Koefisien tersebut nantinya akan digunakan sebagai

variabel terikat didalam model yang kedua. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan

mencari nilai total akrual terlebih dahulu. Berdasarkan rumus 4.1 pada bab IV, total akrual

diperoleh dengan mengurangkan laba bersih dengan arus kas operasi pada tahun tertentu32.

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah memilih metode regresi panel data yang tepat

untuk model ini, metode yang dipilih adalah pooled least square. Dengan menggunakan

software E-views 4, penulis melakukan regresi untuk model pertama dengan menerapkan

weighted least square dan white heterocedasticity consistent variance untuk mengatasi

masalah-masalah pelanggaran yang biasa terjadi (pelanggaran asumsi klasik) pada

pengolahan data regresi seperti, multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas.

32 Lihat perhitungan Lampiran 2 model TACC.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 43: kimia farma

107

Koefisien dari hasil regresi pooled least square model pertama dapat dilihat pada

lampiran 2. Seperti yang penulis jelaskan pada bab sebelumnya, total akrual terdiri dari dua

bagian yaitu, akrual diskresioner dan akrual non-diskresioner. Nilai koefisien pada model

regresi pertama merupakan nilai dari akrual non-diskresioner, sehingga untuk mendapatkan

nilai akrual diskresioner, yang akan digunakan sebagai variabel bebas di model kedua,

dapat diketahui dengan cara mengurangi total akrual terhadap koefisien akrual non-

diskresioner33. Model pertama menghasilkan persamaan sebagai berikut,

TACC = 0.05116714631 - 0.0249037032*PREVPREC + 0.0744214684*FA +

0.01210365049*TA

Koefisien pada persamaan diatas selanjutnya akan digunakan untuk menghitung variabel

terikat (DACC) untuk model yang kedua.

5.3.2 Model Akrual Diskresioner

Pada model kedua ini penulis ingin melihat bagaimana hubungan variabel bebas (

AKO, DER, GS, dan LnTA) terhadap variabel terikatnya (DACC). Tahap pertama yang

dilakukan adalah memilih metode panel data yang tepat untuk model ini yaitu dengan

melakukan chow test. Chow test dilakukan untuk menentukan apakah model dapat

diselesaikan dengan metode pooled least square atau metode fixed efect. Langkah awal tes

ini adalah dengan mencari nilai chow hitung (F-Statistika), kemudian akan dibandingkan

dengan nilai F-tabel. Aturan pemilihannya adalah jika nilai chow hitung lebih kecil dari

33 Lihat lampiran 3, perhitungan akrual diskresioner.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 44: kimia farma

108

nilai F-tabel maka model diselesaikan dengan pooled least square dan sebaliknya. Dengan

menggunakan software E-views 4, penulis melakukan regresi untuk kedua metode tersebut.

Perlakuan weighted least square dan white heterocedasticity consistent variance

diterapkan oleh penulis didalam proses pengolahan data untuk mengatasi masalah-masalah

pelanggaran asumsi klasik seperti, multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas.

Berdasarkan rumus 4.6 pada Bab IV, nilai F-statistika (chow) yang didapat dari model

kedua ini adalah 0.039 sedangkan nilai F-Tabel yang didapat sebesar 2,84.34 Dengan

demikian nilai F-statistika lebih kecil dibandingkan dengan nilai F-Tabel. Hal ini berarti

terima Ho dan model yang dipilih adalah pooled least square.

Pengujian model yang selanjutnya ialah dengan melakukan LM test (Langrange

Multiplier). Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model kedua ini dapat

diselesaikan dengan metode pooled least square atau metode random effect. Banyaknya

pengujian pada metode panel data dimaksudkan untuk mendapatkan model yang paling

efisien. Dengan menggunakan rumus 4.8 pada Bab IV, diperoleh nilai LM sebesar 1,068

dan nilai X2 (chi square) untuk Pr dan df (probabilita, degree of freedom) adalah 0,95 dan

42 sebesar 26,5.35 Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, nilai LM lebih kecil dari

nilai chi square yang berarti terima Ho, sehingga metode yang digunakan adalah pooled

least square. Kedua pengujian diatas memberikan hasil yang sama yaitu menggunakan

metode pooled least square sebagai pendekatan panel data yang sesuai untuk jenis data

pada model ini. Akibatnya metode uji Hausman test yaitu, uji yang dilakukan untuk

memilih menggunakan model pendekatan random efect atau fixed effect, tidak perlu

dilakukan.

Sebelum melanjutkan pembahasan lebih lanjut, penulis akan menjelaskan maksud dari

ukuran yang ada di tabel 5-34. Coeficient pada tabel 5-34 memiliki makna sebagai nilai

34 Lihat lampiran 3, perhitungan model 2. 35 ibid

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 45: kimia farma

109

beta setiap variabel bebas penelitian. Nilai beta merupakan kemiringan (slope) dari

persamaan regresi yang dihasilkan. Standard error (std error) dan Standard error of

regression merupakan besarnya penyimpangan dari nilai parameter populasi yang

sebenarnya. Semakin kecil nilainya, maka semakin baik model yang dihasilkan. T-statistic

dan probability merupakan ukuran untuk melihat tingkat signifikansi masing-masing

variabel bebas terhadap variabel terikat. R-Square dan adjusted R-Square merupakan

variabilitas dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Semakin tinggi R-

Square suatu model, maka semakin bagus. Prob (F-statistic) dan F-statistic menjelaskan

signifikansi secara total model yang dihasilkan.

Setelah model regresi yang tepat telah diperoleh, tahap selanjutnya dari pengolahan

model ini adalah melakukan uji signifikansi model regresi tersebut. Pengujian signifikansi

dilakukan untuk melihat keefisienan model regresi pooled least square yang sebelumnya

diperoleh. Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, pengujian signifikansi model dapat

dilakukan dengan uji statistik F, uji statistik t, pengujian goodness of fit (R2), dan uji

asumsi klasik. Berdasarkan tabel 5-34 (metode pooled least square) menunjukkan bahwa

probabilitas F statistik sebesar 0.000000. Nilai tersebut berada dibawah tingkat signifikansi

5%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas seperti AKO, DER, GS, dan

LnTA secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat

yaitu, DACC.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 46: kimia farma

110

Tabel 5-34 Hasil Regresi Model 2 (DACC), Pooled Least Square

Dependent Variable: DACC? Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 12/12/06 Time: 14:49 Sample: 2000:1 2005:4 Included observations: 24 Number of cross-sections used: 2 Total panel (balanced) observations: 48 One-step weighting matrix White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -5.974700 0.806963 -7.403936 0.0000

AKO? -9.44E-13 9.74E-14 -9.697814 0.0000 DER? 0.021973 0.035205 0.624142 0.5371 GS? -0.011110 0.012596 -0.882036 0.3845

LNTA? 1.882649 0.228053 8.255322 0.0000 Weighted Statistics

R-squared 0.748203 Mean dependent var -0.016179 Adjusted R-squared 0.715713 S.D. dependent var 0.164391 S.E. of regression 0.087651 Sum squared resid 0.238162 Log likelihood 43.26854 F-statistic 23.02881 Durbin-Watson stat 0.572106 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Diolah

Uji signifikansi selanjutnya adalah uji t statistik yaitu, uji statistik yang bertujuan

untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat. Nilai uji t statistik pada model ini dapat dilihat dari masing-masing

probabilitas t statistik variabel bebas pada tabel 5-34. Probabilitas untuk AKO, DER, GS,

dan LnTA adalah masing-masing sebesar 0,0000, 0,5371, 0,3845, dan 0,0000. Dari

keempat variabel bebas di dalam model kedua ini, hanya AKO dan LNTA yang memiliki

tingkat signifikansi di bawah 5% sedangkan, GS dan DER berada diatas tingkat

signifikansi. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel AKO dan LNTA secara parsial

memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel DACC.

Pengukuran goodnes of fit dapat dilihat dari besarnya nilai R-square pada tabel diatas.

Nilai R-square menunjukkan nilai yang cukup besar yaitu 0,748203 atau 74,82%. Hal ini

menunjukkan bahwa variabilitas DACC dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas

(AKO, DER, GS, dan LnTA) sebesar 74,82%, sedangkan sisanya 25,18 % dijelaskan oleh

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 47: kimia farma

111

variabel lain diluar penelitian ini. Semakin mendekati angka 100% maka, nilai R-square

semakin baik. Pengujian asumsi klasik tidak di lakukan lebih jauh oleh penulis karena

model panel data E-views sudah mengakomodasi pengujian tersebut dengan adanya

fasilitas weighted statistics. Hal ini berarti model panel data sudah terbebas dari masalah

autokolerasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.

Model kedua ini menghasilkan persamaan sebagai berikut,

DACC = (-) 5.974700262 - 9.441849137e-13*AKO + 0.02197279286*DER -

0.01111007386*GS + 1.882649166*LNTA

Dengan demikian dapat disimpukan pada model kedua ini bahwa akrual diskresioner

(DACC) sebagai proksi dari manajemen laba dipengaruhi oleh variabel bebas AKO dengan

slope koefisien sebesar (-) 9,441849137e-1336, dan LNTA dengan slope koefisien sebesar

1.882649166. Setiap kenaikan AKO sebesar 1 poin akan menurunkan nilai DACC sebesar

9.441849137e-13 poin. Sedangkan setiap kenaikan LNTA sebanyak 1 poin akan

menaikkan nilai DACC sebanyak 1,82649166 poin. Variabel lainnya, GS dan DER

memiliki pengaruh terhadap DACC namun tidak terlalu signifikan.

5.3.3 Model Beban Pajak Tangguhan

Pada model ketiga ini penulis ingin melihat bagaimana hubungan variabel bebas

(AKO, DER, GS, dan LnTA) terhadap variabel terikatnya (DTE). Pada dasarnya proses

pengolahan data tidak berbeda jauh dengan pengolahan data model sebelumnya. Tahap

pertama yang dilakukan adalah memilih metode panel data yang tepat untuk model ini

yaitu dengan melakukan chow test. Chow test dilakukan untuk menentukan apakah model

36 9.441849137e-13 setara dengan 0.0000000000000944

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 48: kimia farma

112

dapat diselesaikan dengan metode pooled least square atau metode fixed efect. Penulis

menggunakan software E-views 4 untuk melakukan regresi terhadap kedua metode

tersebut. Fasilitas weighted least square dan white heterocedasticity consistent variance

pada software digunakan untuk mengatasi masalah-masalah pelanggaran asumsi klasik

seperti, multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas.

Berdasarkan rumus 4.6 pada bab IV, nilai F-hitung (chow) yang didapat dari model

ketiga ini adalah 0,951191923 sedangkan nilai F-Tabel yang didapat sebesar 2,84.37

Dengan demikian nilai F-Hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai F-Tabel. Dengan

demikian terima Ho dan model yang dipilih adalah pooled least square.

Untuk menguji kembali keefisienan model panel data yang akan digunakan dilakukan

uji yang kedua, yaitu LM test. Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model kedua ini

dapat diselesaikan dengan metode pooled least square atau metode random effect. Dengan

menggunakan rumus 4.8 pada bab IV diperoleh nilai LM sebesar 3,667 dan nilai X2 (chi

square) untuk Pr dan df sebesar 0.95 dan 42 (probabilita, degree of freedom) sebesar

26.5.38 Nilai LM menunjukkan hasil yang lebih kecil dari nilai chi square dengan demikian

terima Ho, sehingga metode yang digunakan adalah pooled least square. Kedua pengujian

diatas memberikan hasil yang sama yaitu menggunakan metode pooled least square

sebagai pendekatan panel data yang sesuai untuk jenis data pada model ini. Akibatnya

metode uji Hausman test tidak perlu dilakukan.

Tahap selanjutnya dari pengolahan model ketiga ini adalah melakukan uji signifikansi

model regresi. Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, pengujian signifikansi model

dapat dilakukan dengan uji statistik F, uji statistik t, pengujian goodness of fit (R2), dan uji

asumsi klasik. Berdasarkan tabel 5-35 (metode pooled least square) menunjukkan bahwa

probabilitas F statistik sebesar 0.000000 berada dibawah signifikansi 5%. Hal ini

37 Lihat lampiran 4, perhitungan model 3. 38 ibid.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 49: kimia farma

113

menunjukkan variabel-variabel bebas seperti AKO, DER, GS, dan LnTA secara bersama-

sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu, DTE.

Tabel 5-35 Hasil Regresi Model 3 (DTE), Pooled Least Square

Dependent Variable: DTE? Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 12/12/06 Time: 15:02 Sample: 2000:1 2005:4 Included observations: 24 Number of cross-sections used: 2 Total panel (balanced) observations: 48 One-step weighting matrix White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -203.2374 220.9499 -0.919835 0.3774

DER? -2.634624 0.504021 -5.227213 0.0003 GS? -0.068387 0.622643 -0.109833 0.9145

LNTA? 67.62438 68.09529 0.993084 0.3420 AKO? 3.28E-12 1.19E-12 2.764985 0.0184

Weighted Statistics R-squared 0.989612 Mean dependent var 29.27078 Adjusted R-squared 0.985835 S.D. dependent var 15.19019 S.E. of regression 1.807893 Sum squared resid 35.95326 Log likelihood -24.35315 F-statistic 261.9852 Durbin-Watson stat 0.114332 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Diolah

Uji t statistik dapat dilihat dari signifikansi masing-masing probabilitas t statistik

variabel bebas pada tabel diatas. Probabilitas untuk AKO, DER, GS, dan LnTA adalah

masing-masing sebesar 0.0184, 0.0003, 0.9145, dan 0.3420. Dari keempat variabel bebas

di dalam model, hanya DER dan AKO yang memiliki tingkat signifikansi di bawah 5%

sedangkan, GS dan LnTA berada diatas tingkat signifikansi. Berdasarkan hasil tersebut

berarti hanya variabel DER dan AKO yang secara parsial memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel DTE.

Pengukuran goodnes of fit dapat dilihat dari besarnya nilai R square pada tabel diatas.

Nilai R square menunjukkan nilai yang cukup besar yaitu 0.989612 atau 98,9 %. Hal ini

menunjukkan bahwa variabilitas DTE dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas (AKO,

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 50: kimia farma

114

DER, GS, dan LnTA) sebesar 98,9 %, sedangkan sisanya 1,1 % dijelaskan oleh variabel

lain diluar penelitian ini. Semakin mendekati angka 100% maka, nilai R square semakin

baik. Pada model ketiga dimana nilai R square yang tinggi menunjukkan model ini cukup

efisien. Pengujian asumsi klasik tidak di lakukan lebih jauh oleh penulis karena model

panel data sudah mengakomodasi pengujian tersebut. Hal ini berarti model panel data

sudah dapat dianggap terbebas dari masalah autokolerasi, multikolinearitas, dan

heteroskedastisitas.

Model ketiga ini menghasilkan persamaan sebagai berikut,

DTE = (-) 203.2374195 - 2.634623567*DER - 0.06838659093*GS + 67.62437696*LNTA

+ 3.276749775e-12*AKO

Berdasarkan koefisien persamaan model ketiga diatas menunjukkan bahwa variabel bebas

AKO berhubungan positif signifikan dengan variabel terikat DTE, dimana slope

koefisiennya sebesar 3.276749775e-12. Variabel DER berhubungan negatif signifikan

terhadap variabel DTE dengan slope koefisien sebesar (-) 2,634623567. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa pada model ketiga ini dihasilkan persamaan bahwa beban pajak

tangguhan (DTE) sebagai proksi dari manajemen laba dipengaruhi secara signifikan oleh

variabel DER, dimana setiap peningkatan DER sebesar 1 poin akan menurunkan nilai DTE

sebesar (-) 2,634623567 dan oleh variabel AKO, dimana setiap AKO meningkat 1 poin

akan meningkatkan DTE sebanyak 3.276749775e-12.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 51: kimia farma

115

5.4 Pembahasan

5.4.1 Model Penelitian

Ketiga model dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan panel data yang

sama. Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak dua kali, chow test dan LM test,

disimpulkan bahwa metode yang sesuai digunakan untuk jenis data ketiga model tersebut

adalah metode least square method. Metode ini mengasumsikan bahwa perilaku antar

perusahaan sama (data bersifat homogen) dalam berbagai kurun waktu. Dalam Bab IV telah

dijelaskan pendekatan ini menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan

dalam data yang berbentuk pool dan dengan memasukkan komponen error dalam

pengolahan OLS, proses estimasi dapat dilakukan secara terpisah untuk setiap unit cross

section. Untuk mengatasi masalah asumsi klasik seperti multikolinearitas, autokorelasi, dan

heteroskedastisitas, penulis menerapkan metode cross section weights dan metode white

heterocedasticity consistent covariance dalam mengestimasi model. Kedua metode tersebut

sudah terakomodasikan didalam software E-views 4. Dalam subbab ini penulis akan

menguraikan hasil ketiga model tersebut dan membandingkannya dengan hasil beberapa

penelitian sebelumnya.

Hasil dari pengolahan model pertama diketahui bahwa, secara rata-rata nilai akrual

diskresioner yang merupakan proksi manajemen laba didalam penelitian ini bernilai negatif.

Artinya perusahaan-perusahaan didalam industri farmasi BUMN, Tbk melakukan praktek

manajemen laba melalui kebijakan akrual untuk menurunkan laba. Manajemen laba untuk

menurunkan laba menurut Zimmerman dilakukan apabila perusahaan menghadapi tekanan

biaya politik (Political cost). Perusahaan dengan ukuran besar akan lebih ketat diawasi

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 52: kimia farma

116

dalam hal pembayaran pajak, pengelolaan limbah, hubungan dengan pekerja, dan

masyarakat oleh pemerintah maupun LSM.

Dari uji statistik F kedua model diatas (model 2 dan model 3) menunjukkan bahwa

variabel bebas kedua model yaitu, AKO, DER, GS, dan LnTA secara bersama-sama

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu DACC dan DTE.

Berdasarkan hasil regresi model kedua diketahui bahwa variabel arus kas operasi

(AKO), dan ukuran perusahaan (LNTA) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

akrual diskresioner (DACC) sebagai proksi manajemen laba. Sedangkan variabel

pertumbuhan penjualan (GS), dan tingkat hutang (DER) secara parsial tidak berpengaruh

signifikan terhadap akrual diskresioner (DACC) sebagai proksi manajemen laba. Hal ini

menunjukkan bahwa diantara keempat variabel bebas, AKO, DER, GS, dan LnTA, yang

berpengaruh terhadap akrual diskresioner hanya variabel AKO dan LNTA. Secara lebih

jauh dapat diartikan besarnya arus kas operasi dan ukuran suatu perusahaan dapat dijadikan

motivasi oleh manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba pada industri farmasi

BUMN, Tbk. Hubungan antara variabel akrual diskresioner dengan arus kas operasi

berbanding terbalik, sedangkan dengan variabel ukuran perusahaan berbanding lurus.

Artinya semakin besar nilai arus kas operasi maka nilai akrual diskresionernya akan

semakin kecil sebaliknya semakin besar ukuran perusahaan maka, nilai akrual

diskresionernya akan meningkat. Peningkatan arus kas operasi sebesar 1 persen akan

disertai dengan penurunan akrual diskresioner sebesar 9.441849137e-13 persen sedangkan

peningkatan ukuran perusahaan sebesar 1 persen akan meningkatkan akrual diskresioner

sebesar 1,82649 persen. Kontribusi variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabilitas

akrual diskresioner cukup besar yaitu sebesar 74,8 %. Sisanya 25,2% dijelaskan oleh

variabel lain diluar penelitian ini.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 53: kimia farma

117

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2004)

yang menyatakan tingkat hutang, pertumbuhan penjualan, dan ukuran perusahaan secara

bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan pada variabel akrual diskresioner.

Penelitian ini juga menemukan faktor pemicu lainnya yang berpengaruh signifikan terhadap

akrual diskresioner yaitu variabel arus kas operasi. Hasil penelitian ini dapat membuktikan

hipotesis penelitian bahwa faktor-faktor pemicu praktek manajemen laba secara bersama-

sama berpengaruh signifikan terhadap akrual diskresioner sebagai pengukur manajemen

laba, sehingga “H0a” penelitian diterima.

Pada model ketiga, hasil regresi pooled data menunjukkan bahwa faktor pemicu

manajemen laba, yaitu arus kas operasi (AKO), tingkat hutang (DER), pertumbuhan

penjualan (GS), dan ukuran perusahaan (LnTA) secara bersama-sama dapat menjelaskan

variasi variabel beban pajak tangguhan secara signifikan. Kontribusi variabel-variabel

bebas dalam menjelaskan variabilitas beban pajak tangguhan cukup besar yaitu 98.9%.

Sisanya 1.1% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel beban pajak tangguhan dapat di jadikan indikator praktek manajemen laba

oleh perusahaan di sektor farmasi BUMN, Tbk. Berdasarkan nilai statistik T, hanya

variabel tingkat hutang (DER) dan arus kas operasi (AKO) yang secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap variabel beban pajak tangguhan (DTE) sebagai pengukur

manajemen laba. Variabel lainnya yaitu, ukuran perusahaan (LnTA) dan pertumbuhan

penjualan (GS) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel beban pajak

tangguhan sebagai pengukur manajemen laba. Berdasarkan nilai koefisien masing-masing

variabel bebas, variabel arus kas operasi berhubungan positif dengan beban pajak

tangguhan. Setiap kenaikan nilai arus kas operasi sebanyak 1 persen akan meningkatkan

nilai beban pajak tangguhan sebanyak 3.28E-12 persen. Sebaliknya setiap kenaikan 1

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 54: kimia farma

118

persen nilai tingkat hutang maka akan diikuti penurunan nilai beban pajak tangguhan

sebesar (-) 2.634624 persen.

Secara umum pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba terhadap

Beban pajak tangguhan menghasilkan R Square yang besar yaitu sebesar 98%. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan faktor tersebut dalam menjelaskan variasi yang terjadi

dalam pengukur manajemen laba cukup tinggi. Penelitian ini memberikan hasil bahwa

faktor-faktor penyebab manajemen laba secara bersama-sama berhubungan signifikan

terhadap variabel beban pajak tangguhan, sehingga beban pajak tangguhan sebagai

indikator praktek manajemen laba terbukti didalam industri farmasi BUMN, Tbk.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, hipotesis penelitian ini yang menyatakan, secara

bersama-sama, adanya hubungan signifikan antar faktor penyebab manajemen laba dengan

beban pajak tangguhan sebagai pengukur manajemen laba diterima (Terima H1a). Hasil

berbeda di simpulkan dari penelitian Yulianti (2004) yang menyatakan penggunaan beban

pajak tangguhan sebagai proksi manajemen laba secara umum masih diragukan. Namun,

hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Holand & Ramsay

(2003) mengenai beban pajak tangguhan.

5.4.2 Cost Reduction Program

5.4.2.1 PT Kimia Farma,Tbk (Persero)

Berikut merupakan analisis CRP untuk PT Kimia Farma. Langkah-langkahnya sesuai

dengan skema penerapan CRP pada Bab II. Analisis berikut berdasarkan permasalahan

yang dihadapi oleh perusahaan pada tahun 2005.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 55: kimia farma

119

1. Penentuan akar masalah

Pada dasarnya masalah yang dihadapi oleh PT Kimia Farma serupa dengan

yang dihadapai oleh PT Indofarma. Perbedaannya hanya terletak pada sumber

permasalahannya. Masalah yang dihadapi PT Kimia Farma lebih cenderung berasal

dari eksternal perusahaan, sedangkan PT Indofarma lebih bersifat internal

perusahaan. Permasalahan yang dihadapi oleh perseroan adalah menurunnya laba

sebesar 32,,06% di tahun 2005. Penyebabnya karena penurunan penjualan ke sektor

instansi pemerintah sebesar 45,46% menjadi Rp 486,37 milyar di tahun 2005.

Penyebab kerugian perseroan lainnya antara lain,

• Kenaikan biaya bahan bakar minyak sebanyak dua kali sepanjang tahun

2005 yang mengakibatkan kenaikan beban usaha.

• Ketidakstabilan harga bahan baku dan kemasan obat karena fluktuasi nilai

tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika menyebabkan peningkatan harga

pokok produksi.

• Kenaikan beban administrasi dan umum sebesar 6,63% menjadi Rp 176,99

milyar di tahun 2005.

• Kenaikan beban bunga sebesar 215,27% menjadi Rp 8,20 miliar pada tahun

2005.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 56: kimia farma

120

2. Potret kegiatan bisnis perusahaan

Tabel 5-36 Potret Kegiatan Bisnis PT Kimia Farma

PEMBELIAN

MANAJEMEN MUTU

DISTRIBUSI

RISET DAN PENGEMBANGAN

PEMASARAN

INDUSTRI

RITEL

PERSEDIAAN

Sumber : Diolah

Proses bisnis perusahaan tergambarkan pada tabel 5-36 diatas. Proses pertama

adalah pembelian bahan baku untuk produksi obat dan alat-alat kesehatan.

Pembelian bahan baku akan dilakukan jika ada permintaan dari bagian produksi

atau jumlah persediaan di gudang menipis. Kegiatan utama aktivitas industri adalah

memproduksi obat dan alat-alat kesehatan perusahaan. Bagian industri

mendapatkan bahan baku produksi dari bagian pembelian atau persediaan.

Selanjutnya, ketika bahan baku telah diproses menjadi produk jadi, bagian

pemasaran akan langsung menyalurkannya ke konsumen dan bagian ritel untuk

obat OTC, sedangkan untuk obat generik akan di salurkan ke bagian distribusi agar

dapat disalurkan ke rumah sakit, klinik pemerintah, instansi pemerintah (DepKes)

dan dokter. Ketiga bagian ini merupakan satu kesatuan yang bertugas memastikan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 57: kimia farma

121

tersedianya produk di pasar dengan berbagai kegiatan promosi. Disamping bagian-

bagian yang telah disebutkan diatas, terdapat pula bagian manajemen mutu yang

memastikan proses produksi, produk jadi dan pembelian bahan baku sesuai dengan

standar kualitas yang telah di tetapkan. Bagian riset dan pengembangan bertugas

mengembangkan portofolio produk. Bagian ini menerima masukan dari bagian

pemasaran mengenai ide produk baru yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian

industri agar dapat di produksi.

3. Analisis biaya atas kegiatan bisnis perusahaan

a. Pembelian, biaya yang termasuk didalam bagian ini adalah, biaya pembelian

bahan baku dari supplier, biaya negosiasi dengan suplier, biaya bunga atas

pembelian secara kredit, dan biaya tender-tender proyek pemerintah Republik

Indonesia.

b. Persediaan, termasuk kedalam kategori biaya ini antara lain, biaya pergudangan,

biaya kemananan, biaya karantina bahan baku, biaya untuk persediaan buffer dan

biaya asuransi bahan baku.

c. Industri, biaya yang dikategorikan kedalam bagian ini adalah, biaya pekerja

pabrik, dan biaya proses produksi bahan baku menjadi barang jadi misalnya,

biaya pelarutan, pencampuran, pengisian, dan biaya pengemasan produk.

d. Pemasaran, termasuk kedalam biaya bagian ini antara lain, biaya promosi

produk-produk jadi perusahaan, biaya medical sales representatives, dan biaya

purna jual.

e. Distribusi, termasuk kedalam biaya bagian ini antara lain, biaya pengoperasian

PT Kimia Farma Trading & Distribution, biaya transportasi, biaya pedagang

besar farmasi dan biaya tenaga penjual.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 58: kimia farma

122

f. Ritel, biaya yang termasuk didalam bagian ini adalah, biaya kerja sama operasi

apotek, biaya operasi apotek Kimia farma, apoteker, dan dokter.

g. Riset dan Pengembangan, biaya yang termasuk didalam bagian ini adalah, biaya

yang berkaitan dengan penelitian, laboratorium formulasi, registrasi produk baru

dan kebun percobaan.

h. Manajemen mutu, biaya yang termasuk didalam bagian ini adalah, biaya yang

berkaitan dengan pengawasan kualitas produk dan persediaan.

4. Solusi dan implementasi

Langkah selanjutnya dalam analisis CRP adalah mencari solusi yang relevan

dengan masalah utama yang dihadapi perusahaan. Solusi yang akan penulis

jabarkan merupakan solusi yang ditempuh oleh manajemen PT Kimia Farma dalam

mengatasi permasalahannya. Penulis mengkategorikan solusi-solusi yang ditempuh

perusahaan kedalam kategori berikut ini,

a. Waste prevention

Beberapa kebijaksanaan yang ditempuh manajemen untuk mencegah

terjadinya kerugian kembali dan ketidakefisienan dimasa yang akan datang

adalah,

• Memberdayakan fungsi Satuan Pengawasan Internal (SPI) sebagai

fasilitator bagi objek pemeriksaan untuk melaksanakan pengendalian

internal yang bersifat preventif dalam bentuk system deteksi dini terhadap

peraturan perusahaan dan Good Manufacturing Practice (GMP).

• Peningkatan utilisasi di lima pabrik dan mesin produksi untuk memperoleh

hasil yang maksimal.

• Melakukan pengendalian hasil produksi, yaitu meningkatkan rendemen

hasil serta mengurangi proses ulang.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 59: kimia farma

123

• Pengembangan sistem informasi manajemen yang mengkoordinasikan

bagian produksi, pemasaran, distribusi, ritel, dan pembelian. Diharapkan

proses operasi dan komunikasi perusahaan menjadi lebih efisien.

• Menyempurnakan berbagai sistem perusahaan antara lain, Key

Performance Indicator (KPI), dan Business Process Risk Management, tata

kelola perusahaan yang baik (GCG), code of conduct, piagam komite audit,

dan piagam satuan pengawasan internal.

• Melakukan peningkatan kompetensi SDM melalui pelatihan dan

pendidikan yang berkelanjutan dan berarah, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kinerja dan merespon segala perubahan yang akan datang.

b. Operational analysis

Beberapa kebijaksanaan yang ditempuh manajemen yang berhubungan

dengan kegiatan operasi perusahaan antara lain,

• Melakukan pengelolaan dana perusahaan seefektif mungkin dengan

berbagai fasilitas yang diberikan kreditur kepada perusahaan dan

melakukan penghematan biaya produksi langsung dan biaya umum.

• Meningkatkan efisiensi dan efektifitas di unit-unit perusahaan di berbagai

kegiatan antara lain, optimalisasi utilitas kapasitas mesin, perbaikan sistem

IT, pemanfaatan aset baik dengan modal sendiri maupun kerjasama dengan

pihak ketiga dan berbagai usaha cost reduction program lainnya.

c. Inovative ideas

Beberapa kebijaksanaan yang ditempuh manajemen yang sifatnya

memberikan sesuatu hal baru untuk perusahaan antara lain,

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 60: kimia farma

124

• Melakukan kegiatan pemasaran yang lebih fokus dan terarah baik dengan

menggunakan pemasaran secara langsung maupun penggunaan media

promosi dalam rangka meningkatkan permintaan produk perusahaan.

• Meluncurkan produk baru perusahaan baik produk Ethical (OTC), tiga

produk consumers health products, dan dua produk obat generik yang

dikembangkan oleh perusahaan sendiri maupun yang berkerjasama dengan

pihak luar.

• Melakukan pengembangan usaha ritel/apotek yang ada, baik dari segi

pelayanan maupun jumlah apoteknya sendiri.

• Mencari bahan baku dan kemasan alternatif secara harga dan kualitas yang

lebih kompetitif.

• Melakukan reformulasi dengan bahan baku alternatif.

5. Continuous improvement

PT Kimia Farma menyadari sepenuhnya akan tingkat persaingan yang ketat

diantara 200 perusahaan farmasi nasional maupun multinasional di Indonesia.

Penggunaan bahan baku impor dan masih mengandalkan captive market dari

pemerintah merupakan karakteristik industri farmasi BUMN, Tbk. Agar dapat

bertahan ditengah tingkat persaingan semacam itu diperlukan program yang

berkesinambungan dan berkelanjutan. Perusahaan perlu kekonsistenan dalam

menjalankan program-program yang telah dibuat dalam rangka meningkatkan

kinerja. PT Kimia Farma pada tahun 2005 telah menetapkan Indikator Kinerja

Kunci (KPI) untuk setiap unit bisnis yang ada, demikian pula penerapan

Manajemen Risiko, penyempurnaan proses bisnis, dan pelaksanaan Good

Corporate Governance (GCG). Program-program tersebut dirancang dengan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 61: kimia farma

125

maksud agar pada periode-periode yang akan datang perusahaan dapat beroperasi

dalam takaran ekonomis sehingga kinerja dari tahun ke tahun pun meningkat.

5.4.2.2 PT Indofarma,Tbk (Persero)

CRP merupakan bagian dari manajemen laba yang bersifat efisien. Prakteknya secara

garis besar berkenaan dengan menghilangkan ketidakefisienan yang terletak di dalam

aktivitas dan biaya kegiatan-kegiatan perusahaan. Caranya bersifat nyata (tangible), dan

mengenai akar permasalahan serta tidak bertentangan dengan aturan. Perancangan program

ini perlu ide-ide inovatif untuk mencari solusi.

Berikut merupakan analisis CRP untuk PT Indofarma sesuai dengan langkah

penerapan CRP tabel 2.1 bab II. Analisis berikut dilakukan berdasarkan permasalahan

besar yang dihadapi perseroan pada tahun 2002-2004.

1. Penentuan akar masalah

Akar permasalahan yang dihadapi perseroan ialah, kenaikan rugi bersih yang

sangat signifikan pada tahun 2003 yaitu sebesar 116,6%. Penyebab utamanya ialah

penghapusan nilai persediaan sebesar 80,4 miliar atau senilai dengan 61% dari rugi

bersih. Penyebab kerugian perseroan lainnya antara lain,

• Kekeliruan dalam pencatatan akuntansi yaitu tidak akuratnya informasi

persediaan produk dan penentuan harga pokok penjualan di dalam laporan

keuangan (Window Dressing)39.

• Meningkatnya beban usaha, distribusi, HPP, dan pinjaman.

• Penghapusan subsidi oleh pemerintah.

• Kehilangan captive market setelah go public.

• Kapasitas yang menganggur (idle capacity) dari fasilitas produksi.

39 Iriyadi, Op cit.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 62: kimia farma

126

2. Potret kegiatan bisnis perseroan

Tabel 5-37 Potret Kegiatan Bisnis PT Indofarma

Sumber : Diolah

Kegiatan bisnis perusahaan tergambarkan pada tabel 5-37 diatas. Proses

pertama adalah pengadaan barang yang digunakan sebagai bahan baku produksi

obat dan alat-alat kesehatan. Proses ini akan dilakukan jika ada permintaan bahan

baku dari bagian produksi atau pengadaan rutin setiap periode. Berikutnya adalah

proses produksi, proses ini memiliki tugas mengolah bahan baku menjadi obat dan

alat kesehatan yang akan dijual oleh perusahaan. Bahan baku dapat diperoleh dari

bagian penyimpanan atau jika kurang atau tidak tersedia maka, dapat memintanya

dari bagian pengadaan. Setelah menjadi produk jadi dan siap dipasarkan maka,

bagian pemasaran bekerjasama dengan bagian distribusi akan membuat program-

program promosi serta menyalurkannya ke masyarakat. Proses pendistribusian

produk-produk perseroan sendiri dilakukan oleh anak perusahaan yaitu, Indofarma

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 63: kimia farma

127

Global Medika. Selain bertugas mendistribusikan, IGM juga bertugas memasarkan

produk-produk perseroan. Seluruh aktivitas perusahaan didukung oleh tenaga-

tenaga personel yang dikelola oleh bagian sumber daya manusia.

3. Analisis biaya atas kegiatan bisnis perusahaan

a. Pengadaan, biaya yang dikategorikan termasuk didalam bagian ini adalah,

biaya pembelian bahan baku dari supplier, biaya negosiasi dengan suplier,

biaya bunga atas pembelian secara kredit, dan biaya tender-tender proyek

pemerintah Republik Indonesia.

b. Penyimpanan, termasuk kedalam biaya bagian ini antara lain, biaya

pergudangan, biaya kemananan, biaya asuransi bahan baku, dan biaya

pemeriksaan periodik atas bahan baku yang rusak atau kadaluarsa.

c. Produksi, biaya yang dikategorikan termasuk dalam bagian ini adalah, biaya

lembur karyawan, biaya pengawasan mutu, dan biaya proses produksi bahan

baku menjadi barang jadi misalnya, biaya penimbangan, pencampuran,

pencetakan, dan biaya pengemasan produk.

d. Pemasaran, termasuk kedalam biaya bagian ini antara lain, biaya promosi

produk-produk jadi perusahaan, biaya over stock maupun out of stock, biaya

pengembangan produk baru, dan biaya pelayanan konsumen.

e. Distribusi, termasuk kedalam biaya bagian ini antara lain, biaya pengoperasian

perusahaan distribusi Indofarma Global Medika, biaya transportasi, dan biaya

tenaga penjual.

f. Sumber daya manusia, termasuk kedalam biaya bagian ini antara lain, biaya

tenaga kerja perseroan termasuk, direksi, komisaris, buruh, dan lain sebagainya,

biaya penerimaan SDM baru, biaya pengembangan SDM misalnya, pelatihan,

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 64: kimia farma

128

standard operating procedure, sistem remurasi, dan sistem career path

karyawan.

4. Solusi dan implementasi

Langkah selanjutnya dalam analisis CRP adalah mencari solusi yang relevan

dengan penyelesaian masalah utama yang dihadapi perusahaan. Solusi yang akan

penulis jabarkan merupakan kebijaksanaan PT Indofarma dalam mengatasi kemelut

perusahaannya. Penulis mengkategorikan solusi-solusi yang ditempuh perusahaan

kedalam kategori berikut ini,

a. Waste prevention,

Perbaikan persediaan

Dalam rangka memperbaiki manajemen pencatatan dan pelaporan

persediaan bagi para pengambil keputusan strategis, perusahaan melakukan

pemeriksaan persediaan secara periodik dengan frekuensi lebih sering.

Pemeriksaaan persediaan dilakukan setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan.

Pemeriksaan dilakukan dengan metode sampling. Dalam sehari sampel yang

diambil antara 5-6 item. Dengan demikian dalam satu bulan didapat 150 item.

Dengan pencatatan ini maka perbedaan pencatatan antara katalog dengan

komputer dapat diketahui dengan segera.

Meningkatkan utilitas kapasitas

Langkah yang dilakukan perusahaan antara lain, meningkatkan ketepatan

peramalan atau perencanaan sehingga terjadi penyelarasan antara aktivitas

pemasaran dengan produksi. Sinkronisasi mesin-mesin produksi agar tidak

terjadi “bottle neck” dalam proses produksi. Menjalin kerjasama produksi

dengan produsen lain. Kerjasama ini dimaksudkan untuk memanfaatkan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 65: kimia farma

129

kelebihan kapasitas yang ada. Dengan kerjasama ini, maka tingkat utilisasi

dapat ditingkatkan.

Penyempurnaan sistem informasi manajemen

Teknologi informasi merupakan komponen penting untuk mengefisienkan

proses operasi perusahaan. Langkah yang diambil untuk melakukannya adalah

dengan penerapan ERP (Enterprise Resource Planning). Dengan adanya ERP,

maka pengolahan data operasi dapat dilakukan secara terpusat dan terintegrasi.

Program ini telah diimplementasikan pada bagian pengadaan, SDM, akuntansi

keuangan, dan produksi.

b. Operation analysis,

Penghematan dan pengurangan biaya operasional

Berkaitan dengan adanya kerugian yang sangat besar, perusahaan

melakukan beberapa penghematan di hampir semua bidang operasi perusahaan.

Di bidang pengadaan telah dilakukan negosiasi dan penawaran kepada para

suplier. Dibidang produksi telah dilakukan kajian terhadap keseluruhan proses

produksi untuk mengetahui perlu tidaknya kerja lembur karyawan. Disamping

itu perusahaan juga berupaya mencari alternatif bahan baku dengan harga yang

lebih rendah namun, tetap diuji kualitasnya. Di bidang sumber daya manusia,

perusahaan mengurangi perekrutan karyawan baru. Bila ada karyawan yang

mengundurkan diri, maka tidak segera dilakukan perekrutan baru tetapi dikaji

terlebih dahulu kemungkinan pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh karyawan

yang sudah ada. Dibidang operasional penghematan dilakukan dengan

memindahkan aktifitas administrasi dan manajemen dari gedung Bank Bumi

Daya ke lokasi kantor pusat di Cibitung dan Manggarai. Dibidang pemasaran,

perusahaan mulai selektif dalam melakukan pemilihan bentuk promosi,

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 66: kimia farma

130

misalnya untuk produk OTC (over the counter) hanya berkonsentrasi pada lima

produk yaitu, Prolipid, Pro uric, BioVision, Bioprost, dan OBH plus.

Disamping itu bersama dengan anak perusahaan, IGM, perusahaan lebih

intensif menangani persoalan over stock dan out of stock dengan membentuk

sebuah task force.

c. Innovative ideas,

Menurunkan beban bunga

Upaya yang dilakukan manajemen adalah mencari sumber dana yang

memberikan tingkat suku bunga yang tidak memberatkan perusahaan.

Perusahaan menggunakan fasilitas pinjaman kredit modal kerja dari bank

Mandiri dengan tingkat suku bunga 13,5% pertahun. Selain itu diperoleh juga

perusahaan mengupayakan mendapat fasilitas letter of credit yaitu, mengubah

dari L/C Sight menjadi L/C Usance sebagai alternatif pembayaran kepada

suplier. Dengan cara ini beban bunga akan menjadi lebih murah.

Mengundang investor

Sebagai bagian dari restrukturisasi, perusahaan merencanakan untuk

mengembangkan anak perushaan, PT. Indofarma Global Medika (IGM),

dengan cara menggandeng investor strategis. Dalam memilih investor

perusahaan menetapkan beberapa kriteria. Pertama, investor bersedia

mendukung program untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat

bagi masyarakat luas. Kedua, investor memiliki produk unggulan untuk

memperbaiki portofolio produk perusahaan. Ketiga, investor harus memiliki

akses pasar untuk mendukung perluasan pasar produk PT Indofarma. Terakhir,

investor harus memiliki sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 67: kimia farma

131

IGM. Sumber daya ini tidak hanya menyangkut ketersediaan dana, tapi juga

teknologi informasi, SDM, dan sumber operasional lainnya.

Intensifikasi Penagihan

Agar memperkuat likuiditas, perusahaan mengintensifkan penagihan dan

meminta kepada distributor untuk melakukan pembayaran secara tunai dengan

ekstra diskon. Caranya dengan melakukan sentralisasi kebijakan keuangan

dengan memberlakukan aturan yang lebih tegas antara perusahaan dengan IGM

sebagai distributor dalam hal pembayaran.

Renegosiasi dengan suplier

Dalam rangka mendorong efisiensi, perusahaan telah melakukan negosiasi

ulang dengan lebih dari 150 suplier untuk mendapatkan harga bahan baku yang

kompetitif. Negosiasi tersebut diantaranya adalah, melakukan penawaran ulang

agar harga dapat turun, untuk pembelian dalam jumlah besar perusahaan

melakukan tender bagi para suplier sehingga didapatkan harga khusus yang

lebih rendah.

Perbaikan portofolio produk

Portofolio produk perusahaan saat ini adalah, produk generik, over the

counter, dan branded ethical. Produksi perusahaan terbesar berasal dari produk

generik. Pemasaran produk generik ditujukan untuk kebutuhan pemerintah

sedangkan OTC dan branded ethical di pasarkan untuk masyarakat umum.

Masalahpun muncul ketika perusahaan kehilangan captive market karena

pemerintah mulai melakukan tender untuk memenuhi kebutuhan obat

generiknya. Berkaitan dengan itu perusahaan meluncurkan produk baru yang

sebagian besar adalah produk ethical dan sebagian lainnya adalah OTC untuk

menutupi kehilangan captive market tersebut. Tidak hanya itu saja perusahaan

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 68: kimia farma

132

juga mengintensifkan ekspor keberbagai negara potensial seperti, Vietnam,

Myanmar, Malaysia, Eropa timur, Kazakhstan, Usbekistan, Rusia, dan

Polandia.

5. Hasil yang dicapai

Kerugian perusahaan selama dua tahun berturut turut merupakan teguran keras

terhadap seluruh jajaran manajemen dalam hal tata kelola perusahaan yang baik.

Dampak kerugian tersebut terasa ke seluruh bagian perusahaan. Kondisi semangat

karyawan pun sempat turun dalam bekerja. Sebagai langkah awal perbaikan,

pemerintah Republik Indonesia mengganti seluruh jajaran manajemen. Pelajaran

yang dapat diambil dari keterpurukan ini ialah, bahwa perusahaan sudah tidak lagi

berada di era proteksi namun telah memasuki era persaingan penuh.

Secara umum program-program yang diupayakan oleh perusahaan berhasil

mengatasi krisis yang terjadi. Hal ini terlihat dari kecenderungan laba bersih yang

meningkat dari tahun 2003-2005. Posisi laba bersih pada tahun 2005 sebesar 9

miliar meningkat sebesar 2 miliar dari tahun 2004 dimana sebelumnya tahun 2003

mengalami rugi 129 miliar. Nilai penjualan pun meningkat 27% dari tahun 2003

senilai 498 miliar menjadi 689 miliar pada tahun 2004. Nilai penghapusan

persediaan yang di tahun 2003 yang menyumbang 61% kerugian yakni sebesar 80

miliar kini di tahun 2005 nilai tersebut turun menjadi 5 miliar. Perusahaan masih

beroperasi pada takaran kurang ekonomis. Hal ini terlihat dari besarnya harga

pokok penjualan yang masih tinggi dibandingkan rata-rata industri. Besarnya HPP

ini terutama disebabkan oleh dicabutnya subsidi oleh pemerintah serta bahan baku

yang 90% harus impor sehingga perusahaan sangat rentan terhadap resiko nilai

tukar. Perusahaan saat ini masih menjual produk yang harga pokoknya tinggi.

Selama ini perusahaan hanya dapat mengatasi masalah HPP tinggi dengan efisiensi

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007

Page 69: kimia farma

133

internal. Meningkatkan harga obat generik tidak mungkin dilakukan karena harga

obat tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah. Langkah “Stop the bleeding” yang

dikonsentrasikan untuk mengatasi masalah cash flow yang tidak lancar tampaknya

berhasil dilakukan. Hal ini tercermin dari nilai arus kas positif yang dilaporkan dari

tahun 2004 sampai tahun 2005.

6. Continuous improvement

Berbagai langkah pengendalian biaya yang dilakukan perusahaan merupakan

bagian dari upaya komprehensif dan terencana untuk membenahi perusahaan.

Upaya tersebut merupakan proses yang penerapannya bersifat berkelanjutan.

Perusahaan mengharapkan pelaksanaan program-program perbaikan tersebut

membawa perkembangan kearah yang lebih baik bagi perusahaan kedepannya.

Perkembangan tersebut telah menunjukkan hasil nyata yaitu, membaiknya kinerja

keuangan perusahaan di tahun 2005. Diharapkan perbaikan ini akan terus

meningkat di tahun-tahun berikutnya.

Berbagai langkah diatas merupakan bagian dari upaya perusahaan membenahi

diri. Secara umum langkah tersebut dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama ialah

fase survival, yaitu upaya penyelamatan yang dikonsentrasikan untuk mengatasi

arus kas yang tidak lancar. Fase kedua adalah fase stabilization, yaitu upaya untuk

menstabilkan pendapatan dan pengendalian biaya. Dengan langkah seperti ini

diharapkan produktivitas dan penjualan perusahaan dapat meningkat secara

signifikan dengan struktur biaya yang efisien. Fase terakhir adalah take off, yaitu

upaya untuk menemukan kembali momentum pertumbuhan perusahaan. Salah satu

langkah menentukan di fase ini adalah pengembangan dan peluncuran produk-

produk baru yang akan menjadi mesin pertumbuhan bagi perusahaan.

Hubungan faktor ..., Eko Susilo, FE UI, 2007