Author
jackas-massalinri
View
46
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kerugian Negara
Kerugian Negara Unsur dan/atau Kriteria sebuah Korporasi Merugikan Negara
Oleh: Dani Sudarsono
KAP Dani Sudarsono dan Rekan
Hotel Bidakara
Jakarta, 30 April 2014
Kerugian Negara
Peraturan Perundangan-undangan terkait dengan Kerugian Negara
Definisi Kerugian Negara
Institusi Audit yang Berwenang
Karateristik dan Prosedur Audit Penghitungan Kerugian Negara
Unsur Perhitungan Kerugian Negara
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Peraturan BPK RI No. 1 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Keputusan BPK RI No. 17/K-XIII.2/12/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan
Investigatif atas Tindak Pidana Korupsi yang mengakibatkan
Kerugian Negara/Daerah
Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Keputusan Presiden No: 103 Tahun 2001 Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah No Departemen, sebagaimana telah
diubah beberapa kali dan terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 64 Tahun 2005.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentatng Standar Audit
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Instruksi Presiden No 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara
Peraturan Kepala BPKP No: PER-1314/K/D6/2012 tentang Pedoman Penugasan Bidang Investigasi
Definisi Kerugian Negara
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai,
(Undang Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 1 angka 22)
kekurangan uang, surat
berharga, dan barang
nyata dan pasti
jumlahnya
akibat perbuatan
melawan hukum, baik
sengaja maupun lalai.
Unsur
Kerugian Negara
Kekurangan Uang, Surat Berharga, dan Barang
Unsur Kekurangan Uang, Surat Berharga, dan Barang merupakan konsep umum adanya suatu kerugian.
Kata kerugian secara bahasa berarti menanggung atau menderita rugi dikarenakan jumlah yang dikeluarkan lebih besar daripada yang diterima.
Sedangkan secara akuntansi, kerugian merupakan penurunan dalam
kekayaan bersih suatu entitas yang ditimbulkan oleh transaksi yang dilakukan
oleh entitas tersebut .
Kata kekurangan memberikan penekanan pada suatu yang telah terjadi.
Nyata dan Pasti Jumlahnya
Lebih menegaskan konsep kerugian secara umum, yaitu mesti REAL (telah terjadi) dan Dapat diukur dengan pasti.
Contoh: terdapat suatu transaksi (bisa berupa pembelian atau penjualan) yang mengakibatkan
harta/aset entitas tersebut berkurang. Bila satu entitas membeli barang Rp 100 juta, sedangkan barang tersebut bernilai Rp 90 juta, maka transaksi tersebut mengandung kerugian senilai Rp 10 juta. Namun demikian, akuntansi belum mencatat kerugian Rp 10 juta tersebut, sampai benar-benar kerugian tersebut terealisir sehingga telah pasti dan nyata. Oleh karenanya, akuntansi akan mencatat kerugian bila kemudian barang tersebut dijual kembali dengan nilai Rp 90 juta. Waktu pencatatan yang menunggu realisasi tersebut dimaksudkan agar nilai tersebut telah pasti dan telah nyata.
Akibat Perbuatan Melawan Hukum, Baik
Sengaja Maupun Lalai.
Merupakan PENENTU suatu kerugian apakah merupakan kerugian Negara atau bukan.
Kerugian yang bukan diakibatkan dari perbuatan melawan hukum, maka kerugian tersebut bukan merupakan kerugian Negara.
Perusahaan melakukan suatu tidakan yang mengakibatkan kekurangan uang, surat berharga, dan barang, namun tidak ada perbuatan melawan hukumya, maka seharusnya perusahaan tersebut tidak dapat dikatakan melakukan kegiatan yang merugikan Negara.
Cakupan unsur melawan hukum dalam definisi ini dapat meluas ke peraturan perusahaan itu sendiri, misalnya SOP Perusahaan.
Hubungan kausualitas antara perbuatan
melawan hukum dan kerugian
Hubungan kausualitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian seringkali merupakan perdebatan antara penuntut umum dan tim pembela dalam tindak pidana korupsi (Tipikor).
Dalam kasus macet di sebuah Bank BUMN, penuntut umum dan tim pembela sepaham tentang terjadinya kerugian yang di derita oleh bank BUMN. Namun,
Penuntut umum berpendirian bahwa kredit macet itu disebabkan oleh penyalahgunaan wewenang direksi Bank BUMN tersebut,
Sedangkan tim pembela melihatnya sebagai risiko bisnis yang melekat pada jenis usaha perbankan.
Menetapkan hubungan kausa antara kerugian yang ditimbulkan dan perbuatan melawan hukum dimaksudkan untuk menegaskan siapa yang dapat dan seharusnya diminta pertanggungjawabannya.
Kalo dalam hukum pidana persoalan kausalitas adalah khusus mengenai pertanyaan apakah telah dilakukan delik, sedangkan dalam hukum perdata persoalan kausalitas tersebut terutama mengenai
persoalan apakah terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian.
Institusi Audit yang Berwenang
BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara (Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Negara).
Berdasarkan ketentuan ini maka lembaga yang berwenang untuk melaksanakan pemeriksaan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Dalam menjalankann kewenangannya, BPK melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PEMERIKSA dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. (pasal 13 UU 15/2004)
Yang dimaksud PEMERIKSA pada pasal 13 tesebut (sesuai pasal 1 angka 3) orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas
nama BPK. Oleh karenanya, siapapun yang melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara haruslah bersifat untuk dan atas nama BPK RI.
BPKP Berwenang??
Karateristik dan Prosedur Audit Penghitungan
Kerugian Negara
KARAKTERISTIK Sesuai pasal dengan UU 15 Tahun 2004, maka penentuan kerugian negara seharusnya melalui proses
pemeriksaan investigatif.
Pasal 1 UU No.15 Tahun 2004, suatu Pemeriksaan didefenisikan dalam sebagai proses Merupakan satu proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi.
Dilakukan secara independen dan obyektif.
Berdasarkan standar pemeriksaan
Bertujuan untuk memberi penilaian atas kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Keempat unsur tersebut haruslah dipenuhi agar satu penugasan dapat dikatakan sebagai pemeriksaan. Unsur pertama dan keempat sering juga dijumpai dalam berbagai penugasan yang dilakukan oleh seorang akuntan
profesional.
Unsur kedua (independen dan obyektif) dan ketiga (standar pemeriksaan) merupakan unsur pembeda satu penugasan dapat dinyatakan bersifat pemeriksaan/audit atau bukan.
Independen diartikan sebagai satu sikap yang tidak bergantung (tidak terikat pada) sehingga dapat bersikap berdiri sendiri. Sedangkan sikap obyektif merupakan sikap jujur tidak dapat dipengaruhi pendapat dan pertimbangan
pribadi atau golongan dalam mengambil keputusan atau tindakan.
Dari sisi ilmu auditing, dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas, baik dalam sikap mental (in fact) maupun penampilan (in appearance) dari gangguan pribadi,
ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. General Accounting Office/GAO (Badan
Pemeriksa Keuangan Amerika Serikat) dalam standar auditnya menyatakan
Badan Pemeriksa Keuangan RI telah menetapkan konsep-konsep diatas dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dalam bentuk Peraturan BPK RI No 1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
SPKN ini mengatur secara standar dan norma yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan pemeriksaan atas
keuangan negara.
Oleh karenanya, Pemeriksaan yang bertujuan untuk menetapkan adanya kerugian negara haruslah mengikuti UU 15 Tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) agar dapat dijadikan dasar yang kuat dalam
menentukan kerugian negara.
PROSEDUR Prosedur yang benar dalam mentukan adanya kerugian negara adalah melalui proses pemeriksaan investigatif.
Dengan pemeriksaan ini, pemeriksa harus dapat menentukan ada atau tidaknya kerugian negara. Seperti yang
diuraikan sebelumnya, pemeriksaan investigatif harus mengungkap bahwa kerugian negara yang dijumpai
harus bersifat pasti dan nyata.
Seperti dalam definisi kerugian diatas, dalam menghitung kerugian negara dari satu proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, yang harus ditentukan sejak awal adalah apakah terdapat predikasi adanya penyimpangan
yang dilakukan oleh terperiksa. Oleh karenanya, pemeriksa tidak boleh dibatasi informasi yang harus
dikumpulkan sehubungan dengan pembuktian adanya penyimpangan tersebut.
Bila penyimpangan tersebut telah terbukti melalui proses pemeriksaan, maka selanjutnya pemeriksa menentukan apakah terdapat kerugian yang disebabkan penyimpangan tersebut. Untuk itu, pemeriksa akan
mencari selisih nilai barang yang diterima dengan nilai yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Kata populer
dari selisih tersebut adalah adanya KEMAHALAN HARGA dari suatu barang atau jasa. Oleh karenanya,
pengungkapan adanya kerugian negara sering difokuskan pada terdapat atau tidaknya KEMAHALAN
HARGA tersebut.
Suatu harga merupakan gabungan seluruh unsur pembentuk harga, yaitu biaya langsung, biaya tidak langsung, dan keuntungan yang wajar yang diperoleh dari penyedia barang tersebut. Misalnya, harga sebuah mobil dengan merk toyota type VIOS adalah Rp 200 juta. Termasuk didalamnya adalah biaya langsung (seluruh parts yang melekat pada mobil tersebut dan biaya upah langsung di pabrik perakitan), biaya tidak langsung (biaya pegawai kantor, sewa gedung, biaya administrasi/umum, biaya keuangan/bunga bank, biaya marketing, serta biaya lainnya), dan keuntungan (laba). Oleh karena yang akan dicari adalah kemahalan harga, maka keuntungan (laba) sebagai pembentuk harga harus dimasukkan dalam perhitungan kerugian negara.
Unsur Perhitungan Kerugian Negara
Termasuk didalam menghitung kerugian negara juga mempertimbangkan seluruh biaya yang diperlukan sampai barang tersebut dapat terpasang secara baik. Termasuk didalamnya adalah:
Biaya langsung (Direct Cost)
biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung kepada masing-masing barang, misalnya biaya pembelian material/barang/alat lainnya, biaya penyimpanan, biaya penanganan, bea masuk, biaya pengiriman, dan baya asuransi. Jenis biaya-biaya diatas adalah biaya-biaya yang diperlukan agar aset yang dibutuhkan oleh pengguna barang dapat dipasang dan digunakan sesuai dengan maksud perolehan aset tersebut.
Biaya tidak langsung (Indirect Cost)
biaya yang tidak dapat diatribusikan secara langsung kepada masing-masing barang, namun dibutuhkan agar seluruh barang dapat tersedia untuk dijual, misalnya, biaya pegawai, biaya pinjaman, biaya operasional kantor, biaya sewa gedung kantor/gudang, dan biaya lainnya yang dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut.
Keuntungan yang wajar
kelebihan pendapatan (revenues) dibandingkan dengan biaya-biaya (expenses) yang diharapkan perusahaan secara wajar dengan mempertimbangkan faktor perekonomian secara luas. Mudahnya, secara logika bisnis, batas bawah keuntungan yang wajar berada diatas rata-rata suku bunga perbankan pada waktu tertentu, yang sudah memperhitungkan faktor inflasi.
Question and Answer???