Upload
m-ik-romi
View
177
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
KASUS KEPERAWATAN MATERNITAS
“ETIK DAN LEGAL”
Kelompok VI
Anggota Kelompok :
Alif Nurul Rosyidah
M. Ikromi
Novita Sari
Pentarty Galuh Utami
Reno Ramalia
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARARTA
2012
KASUS MATERNITAS I
“................... saya takut...”
Pada tanggal 11 september 2012 Nn. S, 19 tahun, datang ke RS bersama pacarnya AB, 20
tahun, dengan keluhan sudah telat menstruasi selama 4 bulan, hasil tes yang dilakukan sendiri
dengan menggunakan “sensitif” adalah positif hamil. AB mengatakan ingin menggugurkan
kandungan Nn. S karena belum siap menikah, mereka masih kuliah dan malu pada orang tua,
Nn. S mengatakan takut diusir oleh orang tuanya Nn. S menangis ingin digugurkan saja
kandungannya. Ketika ditanya agamanya Nn. S menjawab Islam. Hasil pemeriksaan didapatkan:
Haid terakhir: 28 Mei 2012
Tekanan darah: 110/60 mmHg
BB: 50 kg (naik 2 kg)
Tinggi fundus uteri: pertengahan pusat-simphisis
Ballotemen positif
PEMBAHASAN
Mengkaji aspek etik dan legal
Hak-hak Anak
Anak adalah karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya. Anak merupakan aset bangsa di
masa depan. Kurang diperhatikannya hak-hak anak dapat memunculkan gangguan pada
perkembangan fisik maupun mental, yang akan merugikan masa depan anak.
Paradigma sehat diartikan sebagai pemikiran dasar sehat berorientasi pada peningkatan dan
perlindungana anak sehat, bukan merupakan penyembuhan anak yang jatuh sakit.
Sesuai dengan UU RI, No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, Bab V Upaya Kesehatan, pasal
7 ayat 1 dan 2.
Ayat 1 : Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Ayat 2 : Kesehatan anak dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam
kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah, dan usia sekolah.
Hak-hak Anak dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Anak berhak mendapatkan perlindungan fisik maupun mental sejak dalam
kandungan sampai dengan lahir dan sesuai dengan perkembangannya.
2. Anak berhak untuk dihargai bagaimanapun keberadaannya secara fisik maupun
mental.
3. Anak berhak memperoleh kasih sayang dari kedua orangtuanya dan anggota keluarga
yang lain.
4. Anak berhak memperoleh pendidian yang layak sesuai dengan kemampuan keluarga
atau ketentuan dan kebijakan dari suatu lembaga pemerintahan yang ada.
5. Anak berhak berkomunikasi dan mengemukakan pendapat atau alasan yang benar
sesuai dengan kemampuan dan usianya.
6. Anak berhak memperoleh kesempatan bermain dan mengemukakan pendapat atau
alasan yang benar sesuai dengan kemampuan dan tingkat usianya.
7. Anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, memperoleh gizi yang
adekuat, rekreasi, dan perawatan serta pengobatan bila membutuhkannya.
8. Anak berhak menolak untuk dipekerjakan seperti orang dewasa dalam mencari nafkah.
9. Anak berhak diperlakukan dengan baik, sopan, dan terhindar dari tindakan kekejaman
atau eksplorasi.
10. Anak berhak memperoleh perlindungan hukum apabila diperlukan dalam penyelesaian
masalah pidana maupun perdata ynag dilakukan terhadap dirinya.
Ditinjau dari aspek hukum dan telah dijabarkan secara rinci oleh pasal diatas, bahwa anak
sudah mempunyai hak untuk hidup, walaupun masih di dalam kandungan.
Itu artinya bahwa masalah yang terjadi pada Ny. S bisa dituntut secara hukum, jika beliau
benar-benar melakukan aborsi.
Pasal 15 ayat 1 : Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa i bu
hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Berdasarkan hukum Islam, sesuai dengan kepercayaan yang dianut pasiennya :
Mengkaji kondisi fisik pasien, berdasarkan usia
Sesuai dengan ketentuan kehamilan, bahwa kehamilan dikatakan normal pada wanita usia
16 tahun sampai 35 tahun dengan berat badan 100 pound (45 kg) sampai 200 pound (90 kg).
Lebih dari itu kehamilan dikatakan memiliki bahaya resiko tinggi.
Sebenarnya aborsi bisa dilakukan, jika kehamilan itu memang dapat memperburuk
keadaan ibunya atau menimbulkan penyakit.
Berikut pelaksanaan aborsi yg boleh dilakukan berdasarkan usia kehamilannya :
Dini (sampai minggu ke-12 usia gestasi)
Interim (13-16 minggu)
Akhir (minggu ke-16 atau lebih).
Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia gestasi (periode perkembangan janin
intrauterin).
Jika dikaitkan dengan kasus yang terjadi pada Ny. S, maka sebenarnya beliau dilarang
untuk aborsi. Karena beliau dikatakan wanita yang pas untuk hamil dan tidak ada masalah jika
dilihat dari tanda-tanda vitalnya.
Aborsi adalah tindakan mengakhiri kehamilan sebelum janin dapat hidup atau
membutuhkan surat keterangan kematian (sebelum minggu ke-24 masa gestasi).
Pembahasan berikutnya adalah aborsi ditinjau dari sisi psikologis. Dua pakar yang
diundang untuk membahas masalah ini adalah Prof.Dr. Saparina Sardi dan Dr. Widiantoro.
Keputusan yang diambil perempuan untuk melakukan aborsi sangatlah dilematis, karena
tindakan tersebut bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan
norma kesopanan. Seringkali perempuan yang melakukan aborsi malu, takut, sedih, stres,
merasa berdosa, ingin bunuh diri, dan lain sebagainya. Dan biasanya keputusan tersebut diambil
setelah perempuan merasa tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Jika terjadi demikian maka
faktor kesehatan elbih sering diabaikan.
Lita Serena Kalibonso, S.H, LL, M. Resiko dari segi hukum yang harus dijalani oleh
pelaku aborsi hanya perempuan yang menanggungnya beserta tenaga yang membantu
menangani tindakan tersebut. Kondisi demikian sangat merugikan perempuan, karena pasangan
(laki-laki) yang ikut andil dalam menghadirkan kehidupan dalam rahim perempuan yang
kemudian digugurkan sama sekali belum tersentuh oleh hukum. Hak inilah yang seringkali
digugat oleh kaum perempuan, khususnya dari sisi hukum yang dirasa.
Menurut hukum Islam, hukum asal aborsi adalah haram, karena sengaja menghilangkan
kesempatan calon manusia untuk hidup. Meski demikian ada celah-celah diperbolehkannya
aborsi apabila dalam keadaan darurat. Pada bagian lain, para Ulama fikih juga berbeda pendapat
mengenai kapan kehidupan manusia dimulai. Pertanyaan ini menjadi dasar dalam memberikan
pengertian aborsi. Beragamnya jawaban dari pertanyaan tersebut memunculkan perbedaan di
kalangan Ulama dalam menentukan hukum aborsi.
Ulama fikih dalam menentukan upaya implikasi hukum dari aborsi ini, melakukan ijtihad
untuk menyimpulkan hukum dari ajaran yang universal dalam kitab suci Al-Qur’an sebagai
sumber utama ajaran Islam. Kitab suci Al-Qur’an sangat menghargai kehidupan dan
pemeliharaannya. Ketegasan Al-Qur’an terlihat dalam surat An-Nisa’ ayat 93 yang menyatakan
bahwa pembunuhan tidak sah atas seorang muslim akan mendapatkan imbalan bukan saja di
dunia, tapi juga di akhirat.
Al-Qur’an juga mengingatkan bahwa kelaparan atau kemiskinan tidak boleh dijadikan
suatu alasan penyebab seseorang membunuh anaknya. Hal ini tercantum dalam surat Al-Isra’
ayat 31. Para ulama fiqh berkesimpulan bahwa kehidupan manusia itu suci dan pengguguran
kandungan atau abortus itu merupakan suatu perbuatan terkutuk.
Perempuan sebagai WN mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai dan negaralah yang berkewajiban menyediakannya. Hal ini termaksud di dalam
Konvensi tentang penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan pasal 12 tentang
konvensi perempuan dan UU kesehatan.
Para ulama fiqh bersilang pendapat menentukan nilai keterkutukan dan pada gilirannya
menetapkan hukuman yang sesuai. Perbedaan ini terkonsentrasi pada janin yang ada pada
kandungan. Kata “janin” dari bahasa Arab yang mempunyai makna “sesuatu yang terselubung
atau yang tertutup”. Bahasa Al-Qur’an menyebut kata ini sebagai penerus keturunan yang ada
dalam tubuh perempuan dengan tanpa membedakan tahap perkembangannya, sebagaimana
dalamsurat Al-Najm ayat 32. Para mufasir berpandangan bahwa fase khalqan akhar (penciptaan
yang lain) mempunyai makna ditiupkannya ruh ke dalam janin sebagaimana tersebut dalam
surat Al-Mu’minun ayat 13.
Menurut hadits Rasulullah saw tentang permasalahan janin disebutkan :
1. Diferisiensi organ terjadi pada 40 hari setelah pembuahan.
2. Ditiupkannya ruh ke dalam janin terjadi pada 120 hari setelah pembuahan (H.R
Muslim)
Meski terjadi beberapa pandangan, akan tetapi di kalangan para ulama telah menciptakan
suatu kesepakatan, bahwa setelah ditiupkan ruh ke janin, dan kemudian digugurkan inilah yang
disebut sebagai aborsi, dan aborsi adalah suatu perbuatan terkutuk karena pembunuhan
disengaja.
Para ulama bersepakat bahwa janin yang dimaksud dalam kategori kesepakatan di atas,
mempunyai hak tertentu yang disebut sebagai hak hukum janin. Artinya janin patut
mendapatkan hak hidup, yaitu hak untuk dapat dilahirkan dan hak hidup sepanjang Tuhan
menghendakinya. Karena itu, hukuman bagi perempuan yang hamil di luar nikah harus
menunggu sampai perempuan tersebut melahirkan dan dengan ketentuan bayi dapat disusukan
oleh perempuan lain.
Meski kehidupan ibu lbih diutamakan daripada janin, prioritas berubah jika bahaya yang
mengancam ibu terjadi setelah bulan keempat kehamilan. Pada akhirnya ulama kontemporer
bersepakat karena peniupan ruh berdasarkan hadits terjadi pada hari ke-120, sementara janin
berhak untuk hidup sebagaimana juga ibunya. Dilema ini dipecahkan melalui prinsip umum
bahwa kaidah ushul fiqh menyatakn untuk menerapkan prinsip “memilih yang lebih ringan di
antara dua kemudlaratan” (akhaffudl dlararain).
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas (Basic Maternity Nursing).
Jakarta : EGC