Upload
nsatriotomo
View
136
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kasus Mata
Citation preview
LAPORAN KASUS
ULKUS KORNEA SENTRAL IMPENDING
PERFORASI ET CAUSA SUSPEK BAKTERIAL
Penguji kasus : dr. Riski Prihatiningtias, Sp.M
Pembimbing : dr. Amy Aurelian
Dibacakan oleh : N. Andree Satriotomo, S.Ked
Dibacakan tanggal : 19 April 2013
PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang
ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung,
diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus
kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah
perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Di Indonesia ulkus kornea masih merupakan
masalah utama kesehatan mata.
Kekeruhan kornea terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara
tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma sehingga terjadi ulkus, untuk
kemudian dapat meninggalkan jaringan parut yang luas. Sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak,
dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
Laporan ini menyajikan seorang pria dengan ulkus kornea pada mata
kanannya. Perjalanan klinis dan penanganan yang dilakukan menjadi bahan
diskusi pada kasus ini.
IDENTITAS PENDERTA
1
Nama : Tn. U
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bringin, Kabupaten Semarang
Pekerjaan : Petani
No. CM : C410987
Masuk RS : 01 April 2013
Tanggal periksa : 03 April 2013
ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan penderita penderita pada tanggal 03 April 2013.
Keluhan utama : Muncul putih-putih di teleng mata kanan
Riwayat penyakit sekarang :
- Sejak ± 2 bulan lalu mata kanan penderita terkena lumpur saat bertani di
sawah, mata penderita terasa sakit dan menjadi merah. Kemudian penderita
berobat ke mantri dan diberi obat tetes mata Erlamicetin. Setelah itu keluhan
mata merah dan sakit hilang.
- ± 1 minggu kemudian, mata kanan menjadi merah kembali, nyeri (+), nerocos
(+), pandangan kabur (-), dan muncul putih-putih pada teleng mata kanan.
Penderita memeriksakan di kembali ke mantri dan diberi obat tetes mata
Erlamicetin dan salep Erlamicetin.
- ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, putih-putih pada mata kanan
penderita semakin meluas, pandangan kabur (+), silau saat melihat cahaya,
keluar kotoran dari mata yang berwarna kekuningan. Penderita juga
menegeluhkan keluar cairan bening dari mata kanannya.
- ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita di bawa ke spesialis mata di
Salatiga dan diberi obat (penderita tidak mengetahui obatnya), kemudian
dirujuk ke RSUPDK.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat berkaca mata dan memakai lensa kontak disangkal.
2
- Riwayat penyakit mata merah sebelumnya disangkal.
- Riwayat menderita kencing manis disangkal.
- Riwayat alergi obat disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat anggota keluarga menderita penyakit seperti ini disangkal.
Riwayat sosial ekonomi :
- Penderita bekerja sebagai petani, istri tidak bekerja, mempunyai 1 orang anak
yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas. Kesan sosial
ekonomi: kurang.
PEMERIKSAAN
Status Praesen (03 April 2013) :
Status Generalisata
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 80X / menit
- Respirasi : 20X / menit
- Suhu : afebris
Status gizi : cukup
Kulit : turgor kulit cukup
Kepala : mesosefal
Pembesaran nnll : preaurikuler -/-, submandibuler -/-
Thorax : cor / pulmo dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
3
Status Oftalmologis
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/ ~ LPB Visus 6/6
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Sensus Coloris Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke segala
arah.
Parese/Paralise Gerak bola mata bebas ke segala
arah
Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) Palpebra superior Edem (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra inferior Edem (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-) Conjunctiva Palpebralis Hiperemis (-), sekret (-)
Hiperemis (-), sekret (-) Conjunctiva Fornices Hiperemis (-), sekret (-)
Mixed injection (+), sekret (+) Conjunctiva Bulbi Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan Sclera Tidak ada kelainan
Defek epitel (+) 3,5mm x
3,5mm, stroma, sentral, infiltrate
(+) 3,6mm x 3,6mm, stroma,
sentral, descemetocele
(+),sensibilitas kornea (+) N
Kornea Jernih, sensibilitas kornea (+) N
Kesan dangkal, tyndall efect
sulit dinilai
COA Kedalaman cukup, tyndall effect
(-)
Kripte (+), sinekia (-) Iris Kripte (+), sinekia (-)
Sulit dinilai Pupil Bulat, sentral, regular, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) N
Sulit dinilai Lensa Jernih
Sulit dinilai Fundus reflex (+) cemerlang
4
Sulit dinilai Corpus Vitreum Jernih
T (dig) normal Tensio Oculi T (dig) normal
Tidak dilakukan Sisten Canalis Lacrimalis Tidak dilakukan
(+) Tes Fluorescein (-)
RESUME
Seorang pria usia 40 tahun, datang dan dirawat inap di RSUPDK dengan
keluhan muncul putih-putih di teleng mata kanan. Keluhan dirsakan sejak ± 2
bulan karena terkena lumpur saat bertani di sawah. OD hiperemis (+), nyeri (+),
nerocos (+), pandangan kabur (+), putih-putih pada kornea semakin membesar,
sekret (+) mukus. Penderita sudah memeriksakan diri ke mantri diberi obat tetes
mata Erlamicetin dan salep Erlamicetin, tetapi tidak ada perbaikan. Penderita
berobat ke spesialis mata di Salatiga dan diberi obat (penderita tidak mengetahui
obatnya), kemudian dirujuk ke RSUPDK.
Pemeriksaan
Status Genaralisata: dalam batas normal
Status Ophthalmologis:
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/ ~ LPB Visus 6/6
Mixed injection (+), sekret
(+)
Conjunctiva Bulbi Injeksi (-), sekret (-)
Defek epitel (+) 3,5mm x
3,5mm, stroma, sentral,
infiltrate (+) 3,6mm x 3,6mm,
stroma, sentral,
descemetocele (+),
sensibilitas kornea (+) N
Kornea Jernih, sensibilitas kornea (+) N
Kesan dangkal, tyndall efect
sulit dinilai
COA Kedalaman cukup, tyndall effect (-)
Sulit dinilai Pupil Bulat, sentral, regular, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) N
5
Sulit dinilai Lensa Jernih
Sulit dinilai Fundus reflex (+) cemerlang
Sulit dinilai Corpus Vitreum Jernih
(+) Tes Fluorescein (-)
DIAGNOSIS BANDING
OD Ulkus kornea impending perforasi et causa suspek bakteri
OD Ulkus kornea impending perforasi et causa suspek jamur
DIAGNOSIS KERJA
OD Ulkus kornea impending perforasi et causa suspek bakteri
PENATALAKSANAAN
Terapi
Gentamicyn Fortified 0,9% ED gtt 1 OD
Cefazolin Fortified 3,3% ED gtt 1 OD
Sulfas Athropine 1% ED 2x1 gtt OD
Glaucon+KCl 2x250 mg
Tutup kassa oculus dextra
Rencana OD flap konjungtiva / periosteal graft
PROGNOSIS
OD OS
Quo ad Visam Dubia Ad malam Ad bonam
Quo ad Sanam Dubia Ad malam Ad bonam
Quo ad Vitam Dubia Ad bonam
Quo ad Cosmeticam Dubia Ad bonam
SARAN DAN RENCANA
Selang-seling tiap 20 menit
6
Pemeriksaan sekret mata dan corneal scrapping dengan pengecatan Gram,
Giemsa dan KOH 10%, serta pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotika.
Pemantauan dan evaluasi perkembangan penyakit serta kemungkinan
komplikasi.
EDUKASI
1. Menjelaskan bahwa penderita menderita luka pada teleng mata kanannya yang
disebut ulkus kornea.
2. Menjelaskan bahwa kemungkinan penyakitnya disebabkan oleh bakteri, yang
sebelumnya didahului oleh luka pada kornea mata kiri akibat terkena lumpur
saat bertani.
3. Menjelaskan pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan untuk memastikan
lebih jauh penyebab penyakit penderita. Pemeriksaan tersebut antara lain
pemeriksaan pengecatan kuman, dikultur dan dites sensitivitas kuman
terhadap antibiotika, dan tes ini dilakukan sebelum pemberian antibiotik.
4. Menjelaskan kepada penderita bahwa sakitnya ini memerlukan pengobatan
yang intensif dan pengawasan yang cermat, sebab penyakit ini mempunyai
risiko untuk berkembang menjadi berbagai macam komplikasi.
5. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderita bahwa penglihatan
penderita sesudah perawatan mungkin tidak akan kembali seperti semula
seperti dahulu.
DISKUSI
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
7
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea
dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.
ULKUS KORNEA
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya
sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
b. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure
(pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus
d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal
8
PATOFISIOLOGI ULKUS KORNEA
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan avaskuler. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
9
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5
ETIOLOGI
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang
keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P
aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada
bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus
lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
10
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul
ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
11
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus: Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus: Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti
cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
12
Ulkus Pneumokokus: Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus
terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan
di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa
lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti
bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi
siliar disertai hipopion.
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster: Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.
Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat
berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
13
Ulkus Kornea Herpes simplex: Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri
basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut,
sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah
teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya
menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.
c. Ring Ulcer
14
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau
dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-
kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang
sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan
penyakitnya menahun.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif
dan gejala objektif.
Gejala subjektif berupa eritema kelopak mata dan konjungtiva, sekret
mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, bintik putih
pada kornea pada lokasi ulkus, mata berair, silau, nyeri. Infiltat yang steril dapat
menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak
disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala objektif berupa injeksi siliar, hilangnya sebagian jaringan kornea,
dan adanya infiltrat, adanya hipopion
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
15
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
ketajaman penglihatan, tes air mata, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil,
pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi,goresan ulkus untuk analisa atau kultur
(pulasan gram, giemsa atau KOH)
KOMPLIKASI
Komplikasi dari ulkus kornea adalah perforasi kornea, uveitis, endoftalmitis.
PENGOBATAN ULKUS KORNEA SECARA UMUM
Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah
berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang.
1. Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi
kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
2. Pemberian sikloplegika
Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena bekerjannya
lama 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :
Sedatif, menghilangkan rasa sakit
Dekongestif, menurunkan tanda radang
Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan
lumpuhnya m.siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga
mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya m.konstriktor pupil,
terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat
dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
3. Antibiotik
Sebelum didapatkan hasil kultur dan tes kepekaan antibiotik, pemberian
antibiotik bersifat empiris berdasarkan pola kuman dan kepekaan setempat.
Dikenal dua cara yaitu:
a. Dual therapy: dipilih antibiotik spektrum luas yang aktif terhadap gram
(+) dan (-). Umumnya digunakan kombinasi golongan aminoglikosida
16
(gentamisin, tobramisin) dan cefalosporin (cefazolin) dalam bentuk
konsentrasi tinggi (fortified).
b. Monotherapy: biasanya menggunakan jenis quinolon (ciprofloxacin,
ofloxacin, levofloxacin)
4. Bedah
Tindakan bedah meliputi:
Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran Bowman
Keratektomi superficial hingga membrane Bowman atau stroma anterior
Tarsorafi lateral atau medial
Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
Flap konjungtiva
Patch graft dengan flap konjungtiva
Keratoplasti tembus
Fascia lata graft
5. Evaluasi
Tanda yang dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa terjadi kemajuan hasil
pengobatan yaitu:
a. Terjadi re-epitelisasi kornea dan infiltrat berkurang
b. Respon pmn pada stroma berkurang
c. Edem kornea berkurang
d. Respon di COA berkurang
e. Kemajuan tajam penglihatan
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis ulkus kornea sentral impending
perforasi et causa suspek bakterial berdasarkan data dasar yang didapatkan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut
Pada anamnesis didapatkan keluhan muncul putih-putih di kornea OD dan
penurunan visus sejak 2 bulan yang lalu, mata hiperemis, nyeri, fotofobia, keluar
secret mukus, dan blefarospasme. Selain itu dari anamnesis didapatkan faktor
risiko terjadinya ulkus kornea pada pasien ini yaitu riwayat terkena lumpur pada
17
mata yang memungkinkan menyebabkan defek epitel pada kornea, sehingga
infeksi akan mudah terjadi.
Pada pemeriksaan oftalmologis pada OD didapatkan visus 1/~ LPB, pada
konjungtiva terdapat mixed injection dan sekret, pada kornea didapatkan defek
epitel (+) 3,5mm x 3,5mm, stroma, sentral, infiltrate (+) 3,6mm x 3,6mm, stroma,
sentral, descemetocele (+), pada COA didapatkan kesan dangkal, tyndall effect
sulit dinilai, pemeriksaan pupil, lensa, fundus refleks, dan corpus vitreum sulit
dinilai karena defek dan infiltrat menutupi hampir seluruh bagian kornea sehingga
menylitkan lampu slit-lamp untuk menembus kornea, tes Fluorescein didapatkan
positif. Tidak didapatkannya lesi satelit menyingkirkan etiologi karena jamur.
Sensibilitas kornea masih normal sehingga menyingkirkan etiologi viral yang
biasanya meyebaban penurunan sensibilitas kornea. Oleh karena itu ulkus kornea
pada kasus ini dicurigai disebabkan infeksi bakteri.
Pada kasus ini pasien diberikan terapi berupa Glaucon-KCl yang dapat berguna
menurunkan tekanan intra ocular untuk mencegah terjadinya perforasi lebih
lanjut. Pasien diberikan juga sulfas atropine sebagai sikloplegik untuk
mengistirahatkan mata dan mencegah terbentuknya sinekia. Pasien diberikan
fortified antibiotic cefazolin 3,3% dan gentamisin 0,9% untuk menangani infeksi
sebelum didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas dari scrapping kornea. Hal ini
diperlukan untuk mencegah infeksi berkembang lebih lanjut dan mengakibatkan
berbagai komplikasi. Setelah keadaan mata tenang atau inflamasi berkurang
pasien direncanakan untuk flap konjungtiva / periosteal graft OD.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP PERDAMI,
2006.
2. Anonimous. 2007. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com.
3. Vaughan D.2000. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika : Jakarta.
4. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI : Jakarta.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002. Ulkus Kornea dalam :
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi
ke2. Penerbit Sagung Seto: Jakarta.
6. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-14
19