kasus episkleritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

episkleritis

Citation preview

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    1/24

    1

    LAPORAN KASUS

    EPISKLERITIS

    Disusun oleh:

    Naila Izati

    01.207.5534

    PEMBIMBING

    dr. Djoko Heru Santosa, Sp.M

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

    SEMARANG

    2014

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    2/24

    2

    BAB I

    LAPORAN KASUS

    I.

    IDENTITAS PENDERITA

    Nama : Nn D

    Umur : 19 tahun

    Agama : Islam

    Alamat :jati kulon rt 4 rw 1 jati

    Pekerjaan : pelajar

    II.

    ANAMNESIS

    (Anamnesis dilakukan dengan penderita sendiri pada tanggal 1 Juli 2014 di

    di bangsal cempaka3 RSUD Kudus)

    Keluhan Utama : kedua mata merah

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien datang ke IGD RSUD Kudus,rujukandr spesialis penyakit

    dalam karena thypoid disertai keluhan sudah 3 hari kedua mata merah

    ,cekot-cekot,nrocos.pandangan kabur,mata terasa kering,kemeng bila mata

    digerakan,pasien juga mengeluh bila pagi hari saat mau membuka mata

    susah karena ada blobok.sebelumnya sudah ditetesi insto tetapi tidak

    sembuh

    Riwayat Penyakit Dahulu:

    -Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal

    - riwayat memakai kacamata sebelumnya disangkal

    - Riwayat penyakit Diabetes Mellitus sebelumnya disangkal

    - Memiliki riwayat Hipertensi sebelumnya

    - Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal

    - Riwayat trauma atau operasi pada mata sebelumnya disangkal

    - Riwayat pengobatan pada mata disangkal

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    3/24

    3

    Riwayat Penyakit Keluarga :

    - Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa

    - Tidak anggota keluarga yang memakai kacamata,

    - Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit mata

    sebelumnya.

    - Tidak ada anggota keluarga memiliki riwayat Diabetes Mellitus

    - Tidak Ada anggota keluarga yang memiliki riwayat Hipertensi

    Riwayat Sosial Ekonomi :

    Biaya pengobatan ditanggung oleh Askes, Kesan sosial ekonomi pasien

    cukup.

    III. PEMERIKSAAN

    PEMERIKSAAN FISIK

    Status Generalis (Tanggal 1 juli 2014)

    Keadaan umum : Baik

    Kesadaran : Compos Mentis

    Tanda vital : TD : 110/90 mmHg Suhu : 36,80C

    Nadi : 76x/menit RR : 18 x

    Status Oftalmologi (Tanggal 1 juli 2014)

    Oculus Dexter PEMERIKSAAN Oculus Sinister

    6/20 Visus 6/20

    Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi

    Gerak bola mata normal

    Enoftalmus (-)

    Eksoftalmus (-)

    Strabismus (-)

    Bulbus Oculi Gerak bola mata normal

    Enoftalmus (-)

    Eksoftalmus (-)

    Strabismus (-)

    Edema (-), hiperemis (-), nyeri

    tekan (-), blefarospasme (-),

    Palpebra Edema (-), hiperemis (-), nyeri

    tekan (-), blefarospasme (-),

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    4/24

    4

    lagoftalmus (-) lagoftalmus (-)

    Edema (-),

    Injeksi konjungtiva (-),

    Injeksi siliar (-),

    Injeksi episklera (+)

    Bangunan patologis (-),

    Perdarahan subkonjungtiva

    Konjungtiva Edema (-)

    Injeksi konjungtiva (-)

    Injeksi siliar(-),

    injeksi episklera,(+)

    Bangunan patologis (-)

    Perdarahan subkonjungtiva

    warna merah

    Nodul (+)

    Sklera Berwarna merah

    Nodul (+)

    Bulat,

    edema (-),

    infiltrat (-),

    sikatriks (-)

    Kornea Bulat,

    Edema tidak ditemukan,

    Infiltrat tidak ditemukan,

    Sikatriks (-),

    Keratic Presipitat tidak

    ditemukan

    Jernih,

    kedalaman cukup,

    hipopion (-),

    hifema (-)

    tyndal effect (-)

    COA Jernih,

    kedalaman cukup,

    Hipopion tidak ditemukan,

    Hifema tidak ditemukan

    Tyndal effect tidak ditemukan

    Kripta (+),

    warna cokelat,

    edema (-),

    sinekia (-),

    atrofi (-)

    Iris Kripta (+),

    warna cokelat,

    Edema tidak ditemukan,

    Sinekia tidak ditemukan,

    Atrofi tidak ditemukan

    Reguler, isokor, letak sentral,

    diameter 3 mm, refleks pupil

    L/TL (+/+)

    Pupil Reguler, isokor, letak sentral,

    diameter 3 mm, refleks pupil

    L/TL (+/+)

    Jernih Lensa Jernih

    Jernih Korpus Vitreum Jernih

    + cemerlang Fundus Refleks + cemerlang

    Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    5/24

    5

    Tidak ditemukan peningkatan TIO Tidak ditemukan peningkatan

    IV.

    USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan Laboratorium

    o Hitung darah lengkap dan laju endap darah

    o Kadar komplemen serum (C3)

    o Kompleks imun serum

    o Faktor rematoid serum

    o Antibodi antinukleus serum

    o

    Imunoglobulin E

    o Kadar asam urat serum

    o Urinalisis

    o Tes serologis

    o HBs Ag

    o BTA

    Autorefraksi dengan autorefraktometer

    V. DIAGNOSIS BANDING

    ODS Episkleritis

    OS Skleritis

    VI. DIAGNOSA KERJA

    ODS Episkleritis

    VII. TATALAKSANA

    - Medikamentosa :

    o Oral:

    Glucon 250 1x 1/2

    o Topikal:

    Ematrol 6x2 tetes

    Cyndomicos 2x1 zalf

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    6/24

    6

    - Non medikamentosa :

    - Operatif: -

    - Edukasi

    o Untuk ODS Episkleritis

    Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita,

    penyebab penyakit, penanganan penyakit dan komplikasi yang

    mungkin timbul akibat penyakitnya.

    Menyarankan kepada pasien untuk melakukan konsultasi ke

    Bagian Ilmu Penyakit dalam untuk mencari kemungkinan

    penyakit yang menyebabkan kelainan pada matanya.

    Menjelaskan kepada pasien agar patuh untuk meneteskan tetes

    mata dan mengkonsumsi obat oral yang diberikan dokter.

    Menyarankan pasien untuk menjaga kebersihan matanya.

    Menyarankan kepada pasien untuk kembali kontrol ke poli

    mata untuk melihat perkembangan penyakitnya.

    VIII.

    PROGNOSIS

    OD OS

    Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

    Quo ad vitam ad bonam ad bonam

    Quo ad functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

    Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

    Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    7/24

    7

    BAB II

    TINJAUN PUSTAKA

    II.1. SKLERA

    II.1.1. ANATOMI SKLERA

    Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan

    kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,

    kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera

    merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang

    tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan

    berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah

    pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena

    terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.

    Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir

    pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular

    disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari

    nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima

    rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus

    koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera

    mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah

    tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh

    darah yang melekat pada sklera.

    Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada

    bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,

    untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar danmenyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus

    oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.

    Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan

    1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu

    penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar

    melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    8/24

    8

    pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau

    akuator.

    Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:

    Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan merupakan

    tempat meletaknya kornea pada sklera.

    Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar

    nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari

    sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    9/24

    9

    foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk

    menuju ke otak.

    Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan

    berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai

    tebal 10-16 m dan lebar 100-140 m, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan

    endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.

    II.1.2. FISIOLOGI SKLERA

    Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen

    intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan

    pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.

    Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan

    vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada

    sklera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan

    jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan

    perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dansocket.

    Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit

    yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan episklera.

    II.2. EPISKLERITIS

    II.2.1. DEFINISI

    Episkleritis didefinisikan sebagai peradangan lokal sklera yang relatif

    sering dijumpai. Kelainan ini bersifat unilateral pada dua-pertiga kasus, dan

    insidens pada kedua jenis kelamin wanita tiga kali lebih sering dibanding pria.

    Episklera dapat tumbuh di tempat yang sama atau di dekatnya di jaringanpalpebra. Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang

    terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera.

    Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa

    sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang

    yang terjadi pada episklerisis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan

    setempat dengan batas tegas dan warna putih di bawah konjungtiva. Bila benjolan

    itu ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    10/24

    10

    memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis

    bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat

    atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai

    dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu

    atau beberapa bulan.

    Radang episklera disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap

    penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid arthritis, lues, SLE, dll.

    Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi.

    Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.

    II.2.2. EPIDEMIOLOGI

    Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat

    insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien

    yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6% nya

    adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit

    ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau

    mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan

    insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak

    terkena daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi

    antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.

    II.2.3. ETIOLOGI

    Hingga sekarang para dokter masih belum dapat mengetahui penyebab

    pasti dari episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu

    berhubungan dengan terjadinya episkleritis.Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh

    proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan

    tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,

    mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses

    imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah

    katarak.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    11/24

    11

    II.2.4. PATOFISIOLOGI

    Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi

    sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.

    Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan

    menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang

    mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan

    penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara

    umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa

    disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular

    (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi

    hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif

    dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada

    pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula

    post kapiler dan respon imun sel perantara.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    12/24

    12

    II.2.5. KLASIFIKASI

    Ada dua jenis episkleritis:

    Episkleritis simpel

    Ini adalah jenis yang paling umum dari episkleritis. Peradangan biasanya

    ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama sekitar tujuh sampai

    10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga minggu. Pasien dapat

    mengalami serangan dari kondisi tersebut, biasanya setiap satu sampai tiga bulan.

    Penyebabnya seringkali tidak diketahui.

    Episkleritis nodular

    Hal ini sering lebih menyakitkan daripada episkleritis simpel dan

    berlangsung lebih lama. Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata saja

    dan mungkin terdapat suatu daerah penonjolan atau benjolan pada permukaan

    mata. Ini sering berkaitan dengan kondisi kesehatan, seperti rheumatoid arthritis,

    colitis dan lupus.

    II.2.6. GEJALA KLINIS

    Gejala episkleritis meliputi:

    Sakit mata dengan rasa nyeri tetapi ringan

    Mata merah pada bagian putih mata

    Kepekaan terhadap cahaya

    Tidak mempengaruhi visus

    Jika pasien mengalami episkleritis nodular, pasien mungkin memiliki satu atau

    lebih benjolan kecil atau benjolan pada daerah putih mata. Pasien mungkinmerasakan bahwa benjolan tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata.

    Gambar. Skleritis Anterior

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    13/24

    13

    Gambar. Skleritis Posterior

    Gambar. Episkleritis

    II.2.7. DIAGNOSIS

    Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

    didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.

    ANAMNESIS

    Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan

    penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun

    riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.

    Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan dapat

    terjadi penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah.

    Nyeri adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya

    inflamasi yang aktif. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung

    saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa

    berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun

    sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan

    penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai

    sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    14/24

    14

    perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang

    menjadi keratitis, uveitis, glaukoma, katarak dan fundus yang abnormal.

    Gambar. Skleritis

    Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya penyakit

    sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat menyebabkan

    skleritis seperti :

    Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat

    Penyakit infeksi

    Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)

    Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata

    Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid dan

    ibandronate.

    Post pembedahan pada mata

    Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati, penyakit

    ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.

    Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung dan

    responnya terhadap pengobatan.

    PEMERIKSAAN FISIK SKLERA

    1.Daylight

    Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah

    serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen

    juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan

    coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya

    proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    15/24

    15

    avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran

    coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan

    jaringan granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari

    konjungtiva.

    2. Pemeriksaan Slit Lamp

    Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera

    dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior

    dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera

    edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan

    superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam

    episklera.

    3. PemeriksaanRed-free Light

    Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai

    kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan

    juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada

    mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan

    fundus.

    PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan

    pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau

    menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun

    pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi : Hitung darah lengkap dan laju endap darah

    Kadar komplemen serum (C3)

    Kompleks imun serum

    Faktor rematoid serum

    Antibodi antinukleus serum

    Antibodi antineutrofil sitoplasmik

    Imunoglobulin E

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    16/24

    16

    . Kadar gula darah

    Kadar asam urat serum

    Urinalisis

    Rata-rata Sedimen Eritrosit

    Tes serologis

    HBs Ag

    PEMERIKSAAN RADIOLOGI

    Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam menentukan

    penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut :

    Foto thorax

    Rontgen sinus paranasal

    Foto lumbosacral

    Foto sendi tulang

    Ultrasonography (Scan A dan B)

    CT-Scan

    MRI

    Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain :

    Skin Test

    Tes usapan dan kultur

    PCR

    Histopatologi

    II.2.8. DIAGNOSIS BANDINGBerikut ini adalah beberapa diagnosis banding dari skleritis:

    Konjungtivitis alergika

    Episkleritis

    Gout

    Herpes zoster

    Rosasea okular

    Karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    17/24

    17

    Karsinoma sel skuamosa pada palpebra

    Uveitis anterior nongranulomatosa

    II.2.9. PENATALAKSANAAN

    Pengobatan pada skleritis membutuhkan pengobatan secara sistemik.

    Pasien yang terdiagnosa dengan penyakit penyerta akan memerlukan pengobatan

    yang spesifik juga. Penatalaksanaan skleritis dibagi menjadi pengobatan pada

    skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis yang infeksius, serta

    konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik yang

    menyertai.

    1. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau

    obat imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak

    mencukupi. Pengobatan tergantung pada keparahan skleritis, respon

    pengobatan, efek samping, dan penyakit penyerta lainnya.

    o Diffuse scleritis atau nodular scleritis

    Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat

    menggunakan 2 jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk pasien resiko

    tinggi, berikan juga misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan

    gastrointestinal.

    Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi

    remisi, dipertahankan menggunakanNSAIDs.

    Jika oral kortikosteroid gagal, obat obatan imunosupresif dapat

    digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga

    digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide,

    atau cyclosporine. Untuk pasien dengan Wegeners granulomatosis

    ataupolyarteritis nodosa, cyclophosphamide adalah pilihan utama.

    Jika masih gagal, dapat diberikan obat obatan imunomodulator

    seperti infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    18/24

    18

    o Necrotizing scleritis

    Obatobatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada

    bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahanlahan.

    Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.

    Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat

    memperparah proses nekrosis yang terjadi.

    2. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan atau

    tanpa antimikrobial topikal dapat digunakan. Sementara kortikosteroid dan

    imunosupresif tidak boleh digunakan.

    3. Konsultasi. Dapat dilakukan kepada ahli penyakit dalam untuk penyakit

    penyerta, dan konsultasi dengan spesialis hematologi atau onkologi untuk

    pengawasan terapi imunosupresif.

    Adapun jenis obat-obatan yang dapat dipakai sebagai medikamentosa

    dalam penyakit skleritis ialah:

    A.NSAIDs (Non-steroid Anti Inflammatory Drugs)

    Obat ini digunakan untuk menurunkan rasa nyeri dan peradangan.NSAIDsbekerja

    dengan cara menghambat sintesis prostaglandin, menghalangi perjalanan dari

    lekosit, dan menghambat fosfodiesterase.

    Pemberian:

    Minum pada waktu yang bersamaan dengan makanan atau dengan air untuk

    menghindari gangguan pada saluran pencernaan.

    1. Indometasin (Indocin)

    Sering dianggap sebagai obat pilihan pertama. Indometasin dapat dengan cepat

    diserap. Metabolisme terjadi di hati dengan demetilasi, deasetilasi, dan konjugasi

    glukuronid.

    Dosis: 75-150 mg PO/hari or dibagi 2 kali sehari; tidak melampaui 150 mg/hari

    Pemberian pada lansia harus diawasi fungsi ginjal, Penurunan fungsi ginjal lebih

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    19/24

    19

    mungkin terjadi usia lanjut. Dosis/frekuensi terendah disarankan.

    2. Diflunisal (Dolobid)

    Turunan asam salisilat nonsteroid yang bekerja secara perifer sebagai analgesik.

    Memiliki efek antipiretik dan anti radang; tetapi, berbeda secara kimia dengan

    aspirin dan tidak dimetabolisme menjadi asam salisilat. Obat ini adalah sebuah

    penghambat prostaglandinsintase.

    Dosis: 250-1000 mg PO setiap hari dibagi setiap 12 jam.

    Dosis maksimum: 1500 mg/hari.

    3. Naproxen (Naprelan, Anaprox, Aleve, Naprosyn)

    Digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang. Menghambat reaksi

    peradangan dan nyeri dengan menurunkan aktifitas enzim siklooksigenase,

    menghasilkan penurunan dari sintesis prostaglandin.

    Naproxen diserap dengan cepat dan memiliki paruh waktu sekitar 1215 jam.

    Dosis: 250-500 mg PO 2 kali sehari. Tidak lebih dari 1500 mg/hari.

    4. Ibuprofen (Motrin, Ibuprin, Advil)

    Biasanya merupakan obat pilihan untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang,

    jika tidak ada kontraindikasi. Menghambat reaksi peradangan dan nyeri,

    kemungkinan dengan menurunkan aktifitas enzim siklooksigenase, yang

    menghasilkan sintesis prostaglandin.

    Obat yang berikatan kuat dengan protein dan siap diserap secara oral. Memiliki

    paruh waktu yang singkat (1.8-2.6 jam).

    Dosis: 300-800 mg PO 4 kali sehari, 400-800 mg IV selama 30 menit setiap 6 jam

    kalau diperlukan. Tidak melebihi 3200 mg/hari

    5. Sulindac (Clinoril)

    Menurunkan aktifitas siklooksigenase dan, dengan begitu, menghambat sintesis

    prostaglandin. Menghasilkan penurunan pembentukan mediator peradangan.

    Dosis: 150-200 mg PO 2 kali sehari. Tidak melebihi 400 mg/hari.

    Gunakan dosis terendah yang paling efektif untuk jangka waktu terpendek.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    20/24

    20

    6. Piroxicam (Feldene)

    Secara struktur kimia berbeda dengan NSAID. Berikatan dengan protein plasma.

    Menurunkan aktifitas siklooksigenase dan dengan begitu, menghambat sintesis

    prostaglandin. Efek ini menurunkan pembentukan mediator radang.

    Dosis: 20 mg PO setiap harinya atau dibagi 2 kali sehari; tidak melebihi 30-40

    mg/hari

    B. Agen Imunosupresan

    Digunakan untuk skleritis berat (Necrotizing scleritis) dan yang resisten terhadap

    NSAIDs.

    1. Methotrexate (Folex, Rheumatex)

    Mekanisme kerjanya dalam pengobatan reaksi peradangan kurang diketahui.

    Dapat mempengaruhi fungsi imun dan biasanya menghilangkan gejala peradangan

    (nyeri, bengkak, kaku).

    Dosis tunggal PO sebanyak 7.5 mg setiap minggu. Dosis dibagi PO sebanyak 2.5

    mg setiap 12 jam untuk 3 dosis, sebagai pengganti sekali seminggu.

    Peningkatan sampai respon optimum; tidak melebihi dosis tunggal dari 20 mg

    (meningkatkan resiko supresi sumsum tulang). Kurangi sampai serendah

    mungkin. Kurangi sampai dosis efektif terendah dengan waktu istirahat terpanjang

    Awasi : fungsi ginjal, keracunan hematopoietik, fungsi paru, fungsi hati

    2. Cyclophosphamide (Cytoxan, Neosar)

    Secara struktur kimia berhubungan dengan mustards nitrogen. Sebagai alkylating

    agent, mekanisme kerjanya sebagai metabolit aktif mungkin melibatkan

    penyambungan silang DNA, yang dapat mengganggu pertumbuhan sel normal

    dan neoplastik.

    Pemberian IV:

    Dosis tunggal: 40-50 mg/kg dibagi selama 2-5 hari; dapat diulangi dalam interval

    2-4 minggu

    Dosis setiap hari: 1-2.5 mg/kg/hari

    Pemberian oral:

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    21/24

    21

    Dosis : 400-1000 mg/sq.meterdibagi selama 4-5 hari sebagai terapi intermiten

    Terapi berulang:50-100 mg/sq.meter/hari

    Pemberian:

    Berikan dosis pertama sepagi mungkin

    Minum banyak cairan bersamaan dengan dosis per oral. Pasien harus buang air

    untuk mencegah sistitis hemoragik.

    Awasi: Hitung sel darah (Sel darah putih dapat menurun sampai 2000-

    3000/cu.mm tanpa resiko serius terkena infeksi)

    3. Azathioprine (Imuran)

    Menghambat mitosis dan metabolisme seluler dengan mengganggu metabolisme

    purin dan sintesis DNA, RNA, dan protein.

    Dosis awal: 1 mg/kg IV/PO setap hari atau dipisah 2 kali sehari, dapat

    ditingkatkan seperti berikut:

    Sebesar 0.5 mg/kg/hari setelah 6-8 minggu, kemudian sebesar 0.5 mg/kg/hari

    setiap 4 minggu, tidak melebihi 2.5 mg/kg/hari.

    Pengawasan: Kurangi dosis sebanyak 0.5 mg/kg setiap 4 minggu sampai dosis

    efektif terendah tercapai

    4. Cyclosporine (Neoral)

    Siklik polipeptida yang menekan beberapa imun humoral dan reaksi imun yang

    dilakukan sel, seperti hipersensitifitas tipe lambat dan penolakan cangkok.

    Dosis: 2.5 mg/kg/hari dibagi 2 kali sehari PO kurang lebih 8 minggu, Dapat

    ditambah menjadi tidak lebih dari 4 mg/kg/hari

    C. Glukokortikoid

    Memiliki sifat anti peradangan dan mengakibatkan bermacam efek metabolik.

    Kortikosteroid mempengaruhi respon imun tubuh dan berguna dalam pengobatan

    skleritis yang berulang.

    1. Methylprednisolone (Depo-Medrol, Solu-Medrol, Medrol)

    Pemberian IM atau IV. Biasanya digunakan sebagai tambahan agen imunosupresif

    lainnya.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    22/24

    22

    Dosis: 2-60 mg/hari dibagi sekali sehari atau 2 kali sehari PO

    Metilprednisolon asetat: 10-80 mg IM setiap 1-2 minggu

    Jika diberikan sebagai pengganti sementara untuk pemberian oral, berikan dosis

    IM setiap harinya sama dengan dosis oral.

    Untuk efek jangka panjang, berikan dosis oral 7 kali setiap harinya IM setiap

    minggu. Hanya metilprednisolon sodium sukinat dapat diberikan secara IV

    Digunakan untuk mengobati reaksi peradangan dan alergi. Bekerja dengan cara

    meningkatkan permeabilitas kapiler dan menekan kerja PMN, serta dapat

    menurunkan peradangan.

    Dosis: 5-60 mg/hari PO setiap hari atau dibagi 2 kali sehari sampai 4 kali sehari.

    II.2.10. KOMPLIKASI

    Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,

    ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis

    bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau

    vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda

    buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai

    oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut

    terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukoma akibat steroid. Skleritis biasanya

    disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau keratitis

    sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia

    maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk

    keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera

    terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis

    yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagenstroma. Pada keadaan ini tidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma

    kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang

    dimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral kornea tidak terlihat pada

    keratitis sklerotikan.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    23/24

    23

    II.2.11. PROGNOSIS

    Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada

    spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana

    termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata

    Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan

    buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada

    mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,

    nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada

    penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau

    autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan

    lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe

    yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang

    telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada tipe

    skleritis yang lain.

  • 5/20/2018 kasus episkleritis

    24/24

    24

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Anonim. Hipermetropia [online]. 2007. Tersedia pada www.google.com/klinikmatanusantara/hipermetropi.html

    2.

    Anonim. Sclera [online]. 2010. Tersedia pada http://www.stlukeseye.com/

    anatomy/sclera.html

    3. Abu Abdillah Hasyim bin Akbar,STRUKTUR BOLA MATAEPISKLERA

    4.

    Doctorologi.net (http://doctorology.net/?p=340)

    5. Ilyas S., 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai

    Penerbit FKUI.

    6.

    PERDAMI. 2006. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum & Mahasiswa

    Kedokteran, PERDAMI.

    7. Roy Sr H , episkleritis, http://emedicine.medscape.com/article/1228246-

    overview.Medscape.

    8. Riordan-Eva, Paul, John P.Whitcher. Vaughan & Asburys General

    Ophthalmology. USA: Mc.GrawHill; 2008.

    9.

    Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika,

    Jakarta, 2000: Hal 165-167.

    10.Watson PG, Hayreh SS. Scleritis dan episcleritis. Br J Ophthalmol. 1976;

    60:163-91.

    http://www.google.com/%20klinikmatanusantara/hipermetropi.htmhttp://www.google.com/%20klinikmatanusantara/hipermetropi.htmhttp://www.stlukeseye.com/%20anatomy/sclera.htmlhttp://www.stlukeseye.com/%20anatomy/sclera.htmlhttp://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-bola-mata-kornea.htmlhttp://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-bola-mata-kornea.htmlhttp://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-bola-mata-kornea.htmlhttp://doctorology.net/?p=340http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&ei=_1TkUNSVFPGciAfcxYDoBQ&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.emedicine.com/OPH/topic641.htm&usg=ALkJrhjv4Su0viAitG6Ycz4wC7Aio_e8Mwhttp://emedicine.medscape.com/article/1228246-overview.Medscapehttp://emedicine.medscape.com/article/1228246-overview.Medscapehttp://emedicine.medscape.com/article/1228246-overview.Medscapehttp://emedicine.medscape.com/article/1228246-overview.Medscapehttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&ei=_1TkUNSVFPGciAfcxYDoBQ&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://www.emedicine.com/OPH/topic641.htm&usg=ALkJrhjv4Su0viAitG6Ycz4wC7Aio_e8Mwhttp://doctorology.net/?p=340http://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-bola-mata-kornea.htmlhttp://www.stlukeseye.com/%20anatomy/sclera.htmlhttp://www.stlukeseye.com/%20anatomy/sclera.htmlhttp://www.google.com/%20klinikmatanusantara/hipermetropi.htmhttp://www.google.com/%20klinikmatanusantara/hipermetropi.htm