54
Kajian Ekonomi Regional Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2015

Kajian Ekonomi Regional Provinsi DKI Jakarta - bi.go.id filedan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi. ... Boks 2: Roadmap Pengendalian Inflasi

  • Upload
    lytuyen

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Kajian Ekonomi Regional

Provinsi DKI Jakarta

Triwulan I 2015

Triwulan I 2015

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan I 2015

iii

Kata Pengantar

Perekonomian Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 tumbuh lebih rendah dari

triwulan sebelumnya. Meski demikian level pertumbuhan yang dicapai relatif masih

cukup baik yaitu sebesar 5,1% (yoy). Hal tersebut terutama disebabkan oleh

melambatnya komponen pertumbuhan utama Jakarta yaitu konsumsi dan investasi.

Adapun kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta masih terkontraksi, meski dengan

nilai yang lebih kecil, sejalan dengan belum solidnya pemulihan perekonomian

global. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh

empat lapangan usaha utama, yaitu perdagagan besar dan eceran, reparasi mobil

dan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi.

Sama halnya sisi pengeluaran, kinerja sebagian besar lapangan usaha utama Jakarta

tumbuh melambat.

Perekonomian Jakarta berpotensi tumbuh melambat pada tahun 2015. Pada akhir

tahun berjalan, perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh di kisaran 5,3% - 5,8%

(yoy), lebih lambat daripada pertumbuhan 2014. Hal ini menimbang pada capaian

kinerja perekonomian Jakarta yang melambat signifikan pada triwulan I 2015.

Sementara itu, untuk triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan

lebih baik dari triwulan sebelumnya, terutama dengan dukungan konsumsi dan

investasi pemerintah pada sejumlah proyek infrastruktur skala besar.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi Jakarta pada tahun 2015 diperkirakan lebih rendah dari

tahun sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4,5% - 4,9% (yoy). Penurunan inflasi

tersebut dikontribusikan oleh langkah-langkah guna menjamin ketahanan pangan

dengan dukungan ketersediaan pasokan dan terjaganya ekspektasi.

Demikian asesmen ringkas Bank Indonesia mengenai perkembangan terkini dan

prospek perekonomian Jakarta. Asesmen lengkap disajikan dalam publikasi Kajian

Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta ini. Adapun tujuan dari

penyusunan KEKR triwulanan ini selain sebagai masukan perumusan kebijakan

moneter Bank Indonesia, juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para

pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta.

Akhir kata, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan

ekonomi daerah khususnya Jakarta.

Jakarta, 20 Mei 2015

Departemen Kebijakan Ekonomi Dan Moneter

Juda Agung

Direktur Eksekutif

Triwulan I 2015

iv

Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan I 2015

v

Daftar Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

RINGKASAN UMUM

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

halaman iii

halaman v

halaman vi

halaman viii

BAB I. EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 1

A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta halaman 1

B. Dinamika Sektor Ekonomi Utama Jakarta

Boks 1: Prospek Pasar Properti di Tengah perlambatan

Ekonomi

halaman 5

halaman 10

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

BAB III. INFLASI

halaman 15

halaman 19

BAB IV. PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN

PENGELOLAAN UANG

halaman 25

A. Ketahanan Sektor Korporasi

B. Ketahanan Sektor Rumah Tangga

halaman 26

halaman 27

C. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang halaman 28

BAB V. PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA

A. Pertumbuhan Ekonomi

B. Inflasi

Boks 2: Roadmap Pengendalian Inflasi Jakarta

halaman 31

halaman 31

halaman 42

halaman 44

Triwulan I 2015

vi

Ringkasan Umum

Perekonomian Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 tumbuh lebih

rendah dari triwulan sebelumnya. Meski demikian level pertumbuhan yang

dicapai relatif masih cukup baik yaitu sebesar 5,1% (yoy). Lebih rendahnya

pertumbuhan Jakarta terutama disebabkan oleh impor yang tumbuh cukup

tinggi. Impor yang tumbuh cukup tinggi, disertai oleh ekspor yang

terkontraksi, memberikan dampak pada perlambatan pertumbuhan

ekonomi. Faktor lain yang berkontribusi pada lebih rendahnya pertumbuhan

ekonomi Jakarta yaitu hilangnya dampak kegiatan Pemilu, yang pada

periode sama tahun sebelumnya menjadi faktor pendorong ekonomi

Jakarta. Selain itu belanja pemerintah juga masih rendah, menyebabkan

daya dukung fiskal terhadap perekonomian terbatas. Meski demikian

konsumsi rumah tangga masih terjaga stabil, dan investasi tumbuh

meningkat, sehingga dapat menahan perlambatan ekonomi lebih jauh. Dari

sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jakarta didominasi oleh empat

lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil

dan sepeda motor, industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan

asuransi. Selain lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha utama lainnya

mengalami perlambatan pertumbuhan.

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam triwulan I 2015

secara nominal sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2014.

Pemprov DKI Jakarta berusaha untuk memaksimalkan pendapatan pajak

pada tahun 2015. Meski demikian realisasinya relatif belum optimal pada

periode laporan. Rendahnya penyerapan belanja Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta pada triwulan I 2015 sebagai akibat dari terkendalanya proses

pengesahan RAPBD DKI Jakarta 2015.

Tekanan inflasi Jakarta pada awal tahun 2015 jauh menurun dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan I 2014

tercatat sebesar 7,10% (yoy). Kendati realisasi tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, capaian inflasi tersebut sedikit di

atas nasional (6,38%). Inflasi pada periode ini lebih banyak dikontribusikan

oleh komoditas dalam kelompok inti. Sementara itu, sumbangan inflasi atas

komoditas yang diatur pemerintah (administered prices) masih cukup besar

pada periode laporan. Sebaliknya, tekanan inflasi volatile food pada triwulan

I 2015 mulai mereda sehubungan dengan melimpahnya pasokan beberapa

komoditas strategis, sehingga mengalami deflasi cukup dalam pada periode

dimaksud.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta yang belum optimal, tercermin

pada kegiatan intermediasi perbankan yang secara umum mengalami

Triwulan I 2015

vii

perlambatan, pada triwulan I 2015. Kendati demikian, pembiayaan

keuangan sektor rumah tangga relatif masih terjaga, yang tercermin dari

kenaikan pertumbuhan pembiayaan sektor rumah tangga pada level yang

moderat. Selain itu, pertumbuhan pembiayaan sektor korporasi yang

melambat masih cukup terjaga kualitas kreditnya (NPL dibawah 5%), di

tengah melemahnya kinerja perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut,

transaksi sistem pembayaran di Jakarta pada triwulan I 2015 juga masih

tumbuh terbatas.

Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya. Mesin pendorong perekonomian terutama

konsumsi dan investasi pemerintah pada sejumlah proyek infrastruktur

berskala besar.

Pada akhir tahun 2015, perekonomian Jakarta berpotensi tumbuh melambat

dibandingkan dengan tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Jakarta

diprakirakan berada di kisaran 5,3%-5,8% (yoy), lebih rendah daripada

realisasi tahun 2014. Menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut

dipengaruhi oleh capaian kinerja pada triwulan I 2015 yang melambat cukup

signifikan dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Dari sisi permintaan,

perlambatan ekonomi Jakarta tahun 2015 terutama bersumber dari

konsumsi rumah tangga. Meski kinerja investasi dan ekspor diperkirakan

membaik pada tahun 2015, impor diprediksi terus meningkat, khususnya

untuk barang modal yang mendukung pembangunan proyek infrastruktur.

Impor yang diproyeksikan meningkat tersebut, akan menjadi penahan laju

pertumbuhan ekonomi Jakarta. Secara sektoral, pertumbuhan ditopang oleh

lapangan usaha non-tradable (jasa-jasa) maupun lapangan usaha industri

manufaktur pendukung ekspor.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan lebih

rendah dari tahun sebelumnya. Inflasi diprakirakan berada di kisaran 4,5% -

4,9% (yoy). Langkah-langkah guna menjamin ketersediaan pasokan dan

menjaga ekspektasi harga masyarakat, menjadi faktor yang dapat membawa

turun tekanan inflasi. Meski demikian, perlu dicermati berbagai risiko yang

dapat mendorong meningkatnya inflasi, seperti kenaikan harga pangan

akibat kenaikan Harga Pokok Penjualan gula, pergeseran musim tanam,

pelemahan nilai tukar, penerapan kebijakan energi (BBM, TTL dan LPG), dan

belum solidnya pemulihan ekonomi global.

Triwulan I 2015

viii

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

2015

Total Total IV Total I

Ekonomi Makro Regional

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 6.5 6.1 6.2 6.0 5.1

Berdasarkan Lapangan Usaha:

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.3 1.9 0.7 0.7 0.9

2 Pertambangan dan Penggalian -0.7 -0.2 -1.1 -0.9 -1.1

3 Industri Pengolahan 2.4 5.5 3.8 5.5 2.9

4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.3 1.0 6.4 1.8 4.6

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4.1 3.7 3.4 3.8 1.1

6 Konstruksi 5.4 6.1 3.0 4.7 3.6

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.8 5.3 5.1 5.0 3.8

8 Transportasi dan Pergudangan 6.9 7.1 14.2 13.7 7.5

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.3 6.5 5.6 5.8 4.0

10 Informasi dan Komunikasi 13.8 12.1 9.6 11.1 9.5

11 Jasa keuangan dan Asuransi 9.4 7.8 11.9 4.5 7.5

12 Real Estate 6.7 5.1 5.6 5.0 5.4

13 Jasa Perusahaan 7.0 8.2 8.9 9.0 7.3

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.4 -2.9 2.4 1.2 1.1

15 Jasa Pendidikan 6.0 3.5 3.6 3.7 3.5

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.4 5.8 7.3 6.9 7.5

17 Jasa Lainnya 8.7 7.6 8.0 8.5 7.9

Berdasarkan Permintaan:

1 Konsumsi 6.3 6.0 - 5.1 4.2

a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 6.2 5.4 5.0 5.4 5.1

b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 9.4 5.8 -0.7 16.9 -12.9

c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.0 8.7 1.4 2.0 2.1

3 PMTB 9.6 5.8 2.5 3.0 3.7

4 Perubahan Invesntori 7.2 7.9 -37.9 -16.3 4.8

5 Ekspor Barang dan Jasa 11.3 3.4 -3.1 -0.5 -1.5

6 Impor Barang dan Jasa 9.1 0.5 0.8 -1.2 6.2

7 Net Ekspor Antar Daerah 4.8 -5.8 18.8 0.6 -11.2

Ekspor

- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,578 12,660 3,025 11,529 2,927

- Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 3,053 3,380 8,024 755,138 723,680

Impor

- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 63,877 70,197 13,638 56,039 12,470

- Volume Impor Non Migas (ribu ton) 30,382 38,043 7,711 22,514 7,032

Indeks Harga Konsumen 133.58 144.27 118.77 118.77 122.16

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 4.52 8.00 8.95 8.95 7.10

Dana Pihak Ketiga (Rp Tril iun) 1,630 1,856 2,088 2,088 2,132

Kredit (Rp Tril iun) 1,305 1,622 1,803 1,803 1,806

- Modal Kerja 684 852 934 934 916

- Investasi 357 480 545 545 564

- Konsumsi 264 290 323 323 326

Kredit UMKM (Rp Tril iun) 93 99 119 119 124

Loan to Deposit Ratio (%) 80.42 86.47 86.35 86.35 84.72

NPL Gross (%) 1.55 1.36 1.90 1.90 2.05

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Tril iun) 85.0 91.4 32.4 88.5 25.9

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 13.2 16.2 5.4 18.1 3.4

Transaksi Kliring (Rp Tril iun)

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Tril iun) 4.6 3.5 6.6 6.4 7.1

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 289.2 219.0 286.2 273.3 312.9

Indikator

Perbankan

2012 2013 2014

Triwulan I 2015

1

BAB I

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pada triwulan I 2015 perekonomian Provinsi DKI Jakarta tumbuh melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meski masih pada level yang

cukup tinggi. DKI Jakarta tumbuh sebesar 5,1% (yoy), atau relatif melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,2% (yoy). Dari sisi

permintaan, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta terutama bersumber dari

konsumsi rumah tangga dan investasi. Di satu sisi, kinerja ekspor luar negeri

DKI Jakarta masih terkontraksi, meski dengan nilai yang lebih kecil

dibandingkan periode sebelumnya, sejalan dengan masih rentannya

pemulihan perekonomian global. Di sisi lain, impor melonjak cukup signifikan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sehingga menekan laju

pertumbuhan ekonomi Jakarta. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan

ekonomi Jakarta didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu

perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri

pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan dan asuransi.

A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta

Dorongan pertumbuhan bersumber dari konsumsi dan investasi (PMTB).

Pengeluaran konsumsi dan investasi, masing-masing berkontribusi sebesar

3,0% dan 1,7% terhadap total pertumbuhan DKI Jakarta. Konsumsi tumbuh

positif pada level yang moderat sebesar 4,2% (yoy), pada triwulan I 2015.

Secara umum, level pertumbuhan tersebut relatif terendah dibandingkan

dengan rata-rata konsumsi sejak 3 tahun terakhir ebesar 5,8% (yoy). Faktor

utama yang memengaruhi tertahannya pertumbuhan konsumsi pada awal

tahun adalah menurunnya kegiatan ekonomi pada sebagian besar lapangan

usaha utama, serta masih terbatasnya belanja pemerintah. Di samping itu,

aktivitas Pemilu yang pada tahun lalu cukup berperan dalam mendorong

kegiatan konsumsi, kini tidak ada lagi. Dampak Pemilu terhadap konsumsi

mulai hilang pada menjelang akhir triwulan III 2014.

Meski tumbuh di bawah rata-rata 3 tahun terakhir, konsumsi masih

menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta,

khususnya konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga

mencapai 5,1% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan triwulan IV 2014

yang tumbuh 5,0% (yoy). Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan

penurunan harga BBM bersubsidi sebanyak dua kali pada Januari 2015

diprakirakan memberikan ruang gerak lebih besar untuk meningkatkan

konsumsi. Meski demikian berdasarkan hasil liaison, peningkatan UMP 2015

dirasakan masyarakat tidak setinggi kenaikan biaya hidup.

Triwulan I 2015

2

Beberapa indikator mengonfirmasi relatif masih kuatnya konsumsi rumah

tangga pada triwulan I 2015. Kondisi tersebut tercermin pada kredit

konsumsi yang masih tumbuh meningkat pada level yang moderat

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hasil Survei Penjualan Eceran

periode Januari sampai dengan Maret 2015 juga mencerminkan aktivitas

konsumsi rumah tangga yang masih terjaga, sebagaimana terlihat dari tren

penjualan beberapa barang yang cenderung meningkat (Grafik I.1). Hasil

survei konsumen juga menunjukkan masih terdapatnya optimisme akan

pendapatan yang lebih baik, meskipun optimisme tersebut mulai melemah

(Grafik I.2). Kemudian, dari kegiatan liaison diketahui bahwa sebagian besar

contact masih cukup optimis akan kondisi perekonomian domestik sehingga

mayoritas berencana meningkatkan target produksi dan penjualan. Selain itu,

masih cukup baiknya daya beli masyarakat juga dirasakan oleh perusahaan

waralaba. Dari kegiatan liaison kepada perusahaan waralaba diketahui bahwa

sebagian besar contact masih cukup optimis akan kondisi perekonomian

domestik sehingga mayoritas berencana meningkatkan target produksi dan

penjualan.

Meski demikian, konsumsi rumah tangga masih belum optimal. Beberapa

faktor yang memengaruhinya antara lain diterapkannya sejumlah kebijakan

energi (penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak, Tarif Tenaga Listrik dan LPG)

dan kebijakan pajak Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang relatif menahan

daya beli masyarakat. Kenaikan pajak kendaraan bermotor pemerintah DKI

Jakarta, berimbas pada penjualan kendaraan bermotor yang merupakan salah

satu barometer konsumsi rumah tangga di Jakarta, menunjukan tren yang

menurun1

.

Dari sisi pembiayaan, dukungan sektoral masuh cukup besar terhadap

kegiatan konsumsi rumah tangga. Realisasi kredit konsumsi pada triwulan I

2015 tercatat tumbuh 8,48% (yoy) atau senilai Rp179,6 miliar, meningkat

dibandingkan dengan akhir triwulan lalu yang tumbuh sebesar 7,79% (yoy)

atau senilai Rp178,0 miliar. Kenaikan kredit konsumsi terutama berasal dari

jenis kredit multiguna, yang digunakan oleh masyarakat sebagai sumber

pembiayaan yang relatif mudah dan cepat.

1 Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)

Triwulan I 2015

3

Grafik I.1 Indeks Penjualan Eceran dan

Konsumsi Barang Tahan Lama

Grafik I.2 Perkembangan Indeks

Penghasilan Konsumen, Ketersediaan

Lapangan Kerja, dan Ketersediaan

Meskipun tumbuh membaik, peran konsumsi perintah belum optimal

dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari

kontrubusinya sebesar 0,2%, yang lebih rendah dibandingkan dengan

kontribusi pada triwulan sebelumnya (0,3%,). Kinerja belanja pemerintah

yang belum optimal tersebut, terutama disebabkan oleh kendala proses

pengesahan belanja APBD Provinsi DKI Jakarta yang berlanjut hingga triwulan

II 2015, sehingga berpengaruh pada penurunan realisasi belanja yang cukup

signifikan, khususnya pada triwulan I 2015.

Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) Jakarta menunjukkan

pertumbuhan yang lebih tinggi dari periode sebelumnya. Pada triwulan I

2015, investasi Jakarta tercatat tumbuh sebesar 3,7% (yoy) lebih tinggi dari

sebelumnya 2,5%. Peningkatan investasi terutama terjadi pada investasi

nonbangunan (penambahan mesin, production line dan kendaraan pabrik)

yang dilakukan korporasi. Dari kegiatan liaison diketahui bahwa beberapa

pengusaha masih berencana untuk melakukan ekspansi dengan membuka

outlet baru. Meski demikian masih terdapat juga pengusaha yang bersikap

terhadap implementasi kebijakan pemerintahan baru yang

telah dicanangkan. Dengan kondisi ini maka ekspansi usaha di Jakarta belum

dapat melaju cepat untuk mendorong perkembangan ekonomi nasional.

Dari sisi investasi bangunan, pada triwulan I 2015 kegiatan di sektor properti,

terutama properti swasta, menghadapi sejumlah kendala. Kendala sektor

properti yang paling mengemuka yaitu meningkatnya harga tanah dan bahan

bangunan akibat terdepresiasinya nilai tukar. Masih terbatasnya kegiatan

investasi di Jakarta terindikasi dari data investasi Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM), yang menunjukkan pertumbuhan investasi Penanaman Modal

Asing (PMA) masih tertahan, sementara pertumbuhan investasi PMDN masih

tumbuh terbatas. Dari sisi pembiayaan, masih rendahnya geliat investasi

tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang masih dalam

tren menurun.

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3* 4**

2013 2014 2015

% yoy

gKredit Konsumsi gPenjualan Makanan Minuman

gPenjualan barang Rumah Tangga gTotal Penjualan

gPerlengkapanRT lain (termasuk bhn konstruksi)

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4

2012 2013 2014 2015

Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan Lap. Kerja

Optimis

Pesimis

Triwulan I 2015

4

Grafik I.3 Perkembangan Kredit Investasi Sumber:Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM)

Grafik I.4 Realisasi PMA & PMDN

Pada triwulan I 2015, kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta masih

terkontraksi meski dengan nilai yang lebih kecil dibandingkan periode

sebelumnya. DKI Jakarta mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,5%

(yoy), sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

terkontraksi hingga 3,1% (yoy). Hal ini sejalan dengan masih rentannya

pemulihan perekonomian global. Berdasarkan data Bea dan Cukai,

pertumbuhan nilai ekspor produk Jakarta tercatat tumbuh sebesar 6,5% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 4,7%

(yoy). Pertumbuhan ekspor pada triwulan laporan, terutama didorong oleh

masih terjaganya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama (AS)

meski belum optimal. Adapun, potensi peningkatan ekspor cukup tinggi

terutama untuk komoditas garmen dan perhiasan ke AS (seiring pemulihan

ekonomi AS) dan ekspor otomotif ke pasar-pasar baru sehubungan dengan

diberlakukannya kebijakan impor kendaraan hemat bahan bakar di negara-

negara Timur Tengah pada tahun depan.

Grafik I.5 Perkembangan Nilai dan

Volume Ekspor

Pertumbuhan impor Jakarta pada triwulan I 2015 lebih tinggi

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Impor Jakarta tercatat tumbuh

sebesar 6,2% (yoy), meningkat dari IV 2014 yang tumbuh 0,8% (yoy).

Kenaikan impor luar negeri terutama terjadi pada kelompok barang modal.

Hal ini sejalan dengan program kerja Pemerintahan baru yang akan

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2011 2012 2013 2014 2015

% yoy

Nominal Kredit Investasi gKredit Investasi

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

300

350

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2010 2011 2012 2013 2014 2015

% yoy CMA

Investasi PMA (Miliyar Rp) Investasi PMDN (Miliyar Rp) gPMDN gPMA

(30.0)

(20.0)

(10.0)

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2011 2012 2013 2014 2015

%, yoy

g.Nilai Ekspor JKT g.Vol Ekspor JKT (rhs)

Triwulan I 2015

5

menggenjot pembangunan infrastruktur. seperti pengadaan mesin

pengeboran tunnel dan alat berat pendukung konstruksi Mass Rapid Transit

(MRT) dan juga mendukung sektor pertanian (alat mesin pertanian) dalam

rangka mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Meski demikian,

pertumbuhan impor masih belum optimal (grafik I.6). Berdasarkan hasil

liaison, banyak pengusaha yang cenderung menunda atau menunggu

keputusan investasi ataupun ekspansi lainnya sehubungan dengan kebijakan-

kebijakan pemerintahan baru.

Grafik I.6 Perkembangan Nilai dan

Volume Impor Jakarta

Grafik I.7 Perkembangan Nilai Impor

Barang Konsumsi, Barang Modal, dan

Bahan Baku

B. Dinamika Lapangan Usaha Utama Jakarta

Stuktur perekonomian Jakarta menurut lapangan usaha tahun

didominasi oleh empat lapangan usaha dengan pangsa cukup besar.

Empat lapangan usaha utama yang paling berpengaruh pada perekonmian

Jakarta yaitu perdagagan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda

motor (16,8%); industri pengolahan (13,9%); konstruksi (13,3%) dan jasa

keuangan dan asuransi (10,3%)2

. Keempat lapangan usaha tersebut

memberikan kontribusi sebesar 2,3% terhadap total pertumbuhan ekonomi

Jakarta pada triwulan I 2015 sebesar 5,1%.

Lapangan Usaha Konstruksi

Kinerja lapangan usaha konstruksi Jakarta pada triwulan I 2015

tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Pada

periode laporan, lapangan usaha konstruksi tumbuh sebesar 3,6% (yoy),

atau meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh

3,0% (yoy). Hal tersebut juga tercermin pada tren konsumsi semen, yang

menunjukkan peningkatan pada akhir triwulan dimaksud (Grafik I.8).

Aktivitas di lapangan usaha konstrukusi yang meningkat juga ditunjukkan

2

Pada rilis BPS triwulan IV 2014, terjadi perubahan perhitungan tahun dasar dari

2000 menjadi 2010, dimana struktur PDRB. Pada sisi penawaran, strukturlapangan

usaha 9 sektor berubah menjadi 17 kategori. Sedangkan pada sisi permintaan,

menambah point net ekspor antar daerah.

(80)

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

120

140

(40)

(20)

0

20

40

60

80

100

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2011 2012 2013 2014 2015

g.Nilai Impor JKT g.Vol Impor JKT (rhs)

%, yoy%, yoy

(15.0)

(10.0)

(5.0)

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2011 2012 2013 2014 2015

g.Nilai Imp Konsumsi g.Nilai Imp Bahan Baku

g.Nilai Imp Brg Modal

%, yoy (CMA)

Triwulan I 2015

6

oleh sejumlah proyek yang masih dalam tahap pembangunan pada

triwulan ini antara lain pembangunan MRT, pembangunan jalan layang di

Permata Hijau, proyek jalan Trans Jakarta (Koridor XIII Ciledug - Blok M),

Proyek rel Dwiganda (double track) dan Pembangunan Tol Bekasi Cawang

Kampung Melayu (Becakayu).

Khususnya pada sektor properti, pertumbuhannya disinyalir belum optimal

sehubungan dengan pasar yang relatif jenuh. Relatif tingginya suku bunga

kredit perbankan menyebabkan pelanggan menunda pengajuan Kredit

Pemilikan Rumah (KPR). Selain itu, kondisi perekonomian yang masih

dalam tahap transisi, penyesuaian harga BBM serta suku bunga yang

masih stabil pada level tinggi, dan depresiasi nilai tukar rupiah

menyurutkan rencana investasi yang ekspansif. Meski demikian, sektor

properti masih akan tumbuh lebih tinggi seiring pertumbuhan masyarakat

kelas menengah yang menginginkan hunian berkualitas.

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik I.8 Konsumsi Semen di Jakarta

Grafik I.9 Indikasi Penjualan Emiten

Real Estate

Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan usaha industri pengolahan Jakarta tumbuh melambat, meski

masih pada level positif, sejalan dengan masih terjaganya daya beli

masyarakat. Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat menjadi

sebesar 2,9% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,8%

(yoy). Indikasi menurunnya kinerja sektor industri terlihat dari produksi

kendaraan bermotor yang tumbuh melambat pada triwulan I 2015, jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik I.10). Dari hasil liaison

terkonfirmasi bahwa produsen kendaraan bermotor merasakan adanya

tekanan pada margin keuntungan sebagai akibat dari peningkatan biaya

impor bahan baku dan terbatasnya penyesuaian harga jual terkait dengan

kompetisi antarprodusen kendaraan bermotor. Hal yang sama juga dialami

oleh produsen barang elektronik, yang memiliki ketergantungan cukup tinggi

pada komponen impor. Selain itu, permintaan hasil industri lain seperti

makanan-minuman, bahan kimia, dan peralatan listrik mengalami

peningkatan permintaan sejalan dengan pemulihan perekonomian dunia.

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

0

100

200

300

400

500

600

700

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2012 2013 2014 2015

% (yoy)Ribu Ton

Konsumsi Semen (ribu ton) g.Konsumsi Semen (skala kanan)

Triwulan I 2015

7

Sumber : CEIC diolah

Grafik I.10 Produksi Kendaraan Bermotor

Meski demikian, pertumbuhan produksi industri besar dan sedang DKI Jakarta

pada periode laporan masih tumbuh sebesar 8,8% (yoy) atau lebih tinggi

dibandingkan nasional yang hanya tumbuh 5,1% (yoy). Penambahan produksi

terbesar berasal dari kelompok industri kendaraan bermotor, trailer dan semi

trailer, dengan pertumbuhan sangat tinggi yaitu 16,4% (yoy). Hal ini

menunjukkan bahwa pengusah masih memiliki optimisme perbaikan kondisi

ekonomi nasional dengan tetap meningkat produksinya.

Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor.

Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor tumbuh positif, meski tumbuh melambat dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Pertumbuhan yang terbatas atas lapangan

usaha dimaksud, sejalan dengan kondisi perekonomian makro yang belum

dapat tumbuh optimal. Hasil liaison mengonfirmasi daya beli masyarakat

relatif tertahan akibat tekanan kenaikan harga barang dan jasa. Hal ini

tercermin dari hasil produksi contact liaison yang relatif stagnan atau tumbuh

terbatas. Subsektor hotel dan restauran juga cenderung masih tertahan akibat

kebijakan Pemerintahan baru untuk membatasi jumlah dan skala

pertemuan/rapat di luar kantor (hotel) bagi instansi pemerintah.

Sumber: BPS

Grafik I.11 Bongkar dan Muat Barang

Beberapa indikator mengonfirmasi penurunan aktivitas di lapangan usaha

dimaksud. Indikator tersebut di antaranya penurunan jumlah bongkar muat

barang pada triwulan I 2015. Selain itu, Survei Konsumen juga

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2

2011 2012 2013 2014 2015

Unit

Produksi Kendaraan Bermotor g.Indeks Produksi Industri (rhs)

%, yoy

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2

2011 2012 2013 2014 2015

%,yoy

gBongkar gMuat

Triwulan I 2015

8

menunjukkan hal yang searah, bahwa meski indeks penghasilan konsumen

masih berada berada pada area optimis, terdapat kecenderungan

penurunan indeks dimaksud pada Maret 2015.

Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi

Pada periode laporan, lapangan usaha keuangan dan asuransi tumbuh

lebih rendah dari triwulan sebelumnya, meski masih pada level yang

tinggi. Sektor keuangan dan asuransi tercatat masih tumbuh cukup baik

sebesar 7,5% (yoy), menurun cukup dalam dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan IV 2014 sebesar 11,9% (yoy). Pertumbuhan

lapangan usaha tersebut, terutama dipengaruhi oleh kinerja perbankan dan

pasar modal, yang merupakan subsektor yang dominan. Perlambatan

pertumbuhan yang terjadi sejalan dengan menurunnya laju pertumbuhan

kredit, yaitu dari sebesar 9,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi

8,36% (yoy) pada Maret 2015. Tingginya suku bunga dan tren pelemahan

rupiah, menjadi faktor penyebab pelemahan lapangan usaha dimaksud.

Sejalan perekonomian yang melemah, kinerja pasar modal belum dapat

menunjukkan perbaikan. Hal itu juga terkonfirmasi oleh hasil liaison kepada

salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa brokerage pasar modal.

Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh perlambatan

pertumbuhan ekonomi global dan nasional. Pelemahan nilai tukar rupiah

dalam waktu yang cukup lama dan masih tingginya suku bunga perbankan3

,

cenderung memberikan signal yang negatif ke pasar modal, di tengah

tekanan neraca perdagangan dan defisit fiskal.

Grafik I.12 Perkembangan Kredit di

Jakarta

Sumber: BI, diolah

Grafik I.13 Perkembangan Kredit

Sektoral

3

Liaison kepada salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang brokerage pasar

modal.

0

5

10

15

20

25

30

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2012 2013 2014

% yoyTriliun Rp

Kredit g-Kredit (skala kanan) (20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 1 2 3

2012 2013 2014 2015

% yoy

Total

Industri Pengolahan

Perdagangan Besar& Eceran

Perantara Keuangan

Real Estate, Usaha Persewaan & Js Perusahaan

Konstruksi

Triwulan I 2015

9

Sumber: CEIC, diolah

Grafik I.14 Kinerja Emiten Terpilih Pasar

Modal dan Kredit

Sumber: BI, diolah

Grafik I.15 Nilai Tukar

Kemudian pertumbuhan persewaan dan jasa perusahaan diperkirakan

tertahan akibat melambatnya kinerja dunia bisnis. Hasil liaison pada bisnis

persewaan kendaraan mengonfirmasi terjadinya penurunan jumlah

penyewaan kendaraan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut

kemudian menyebabkan target usaha tidak dapat tercapai. Selain itu, aktivitas

bisnis properti yang melemah secara tidak langsung menekan pertumbuhan

sub-lapangan usaha persewaan pada periode laporan. Berdasarkan update

dari kontak liaison terkonfirmasi bahwa terjadi pelemahan permintaan dan

menurunnya pasokan di pasar properti komersial, baik gedung kantor, ritel

maupun hunian komersial. Sama dengan kondisi subsektor lainnya, kinerja

jasa perusahaan juga cenderung tumbuh terbatas, sejalan dengan adanya

kenaikan tarif jasa di Jakarta.

0

500

1000

1500

2000

2500

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1

2011 2012 2013 2014 2015

gEmiten Properti gEmiten Keuangan

gEmiten Perdagangan gEmiten Barang Konsumsi

-10.0%

-5.0%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2011 2012 2013 2014 2015

Rata-rata Kurs Tengah

yoy

Triwulan I 2015

10

BOKS 1

Prospek Pasar Properti di Tengah Perlambatan Ekonomi

Perkembangan perekonomian yang cenderung melemah, berpengaruh

pada prospek pasar properti di Jakarta. Kinerja pasar properti mengalami

penurunan pada triwulan I 2015, berkebalikan dari prediksi awal yang

memproyeksikan kembali membaiknya sektor properti dengan adanya

kepastian investasi dan penguatan perekonomian pasca Pemilu 2014.

Melemahnya sektor properti ini merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya,

yang dipicu oleh faktor peningkatan suku bunga dan kebijakan loan-to-value

(LTV) untuk menahan laju kenaikan harga properti yang tajam pada beberapa

periode lalu. Menurunnya kinerja sektor properti terkonfirmasi dari

menurunnya tingkat okupansi perkantoran sewa di kawasan central business

district (CBD) menjadi 93,6% pada akhir triwulan I 2015, dari 95,7% pada

akhir tahun 20144

. Adapun jumlah suplai unit properti yang dipasarkan

bertambah dalam level yang relatif moderat, khususnya pada kantor sewa dan

apartemen. Berbagai perkembangan terakhir yang mengindikasikan adanya

ketidakpastian dalam politik dan ekonomi makro, menjadi pertimbangan bagi

investor properti dalam meningkatkan investasinya.

Meski kinerja pasar properti menurun, indeks emiten properti masih

menunjukkan arah peningkatan. Hingga akhir Februari 2015, pergerakan

indeks emiten properti masih menunjukkan tren peningkatan (Grafik B1.1).

Hal ini ditengarai sebagai pengaruh kuatnya optimisme pasar pada awal

tahun dengan disahkannya APBN-P 2015 pada pertengahan Februari serta

berbagai kebijakan yang diarahkan untuk mendorong pembangunan

infrastruktur strategis. Relatif terkendalinya dampak lanjutan dari kenaikan

harga BBM pada akhir tahun 2014, yang tercermin dari rendahnya inflasi

pada Januari dan Februari 2015, serta terjaganya nilai tukar rupiah, turut

memengaruhi optimisme tersebut.

Sumber : Salah satu Perusahaan Portal Investasi Online yang Terintegrasi di Indonesia

Grafik B1.1 Indeks Emiten Properti Indonesia

4 1st Quarter 2015 Jakarta Property Markets Report, Colliers International Indonesia

Triwulan I 2015

11

Perubahan dinamika perekonomian terindikasi semenjak Maret 2015

yang berpengaruh pada prospek pasar properti ke depan. Data penjualan

properti di Jabodetabek terus menurun pada periode yang sama dalam 3

tahun terakhir (Grafik B1.2). Kinerja penjualan perusahaan properti yang

tercatat di pasar modal juga secara umum menunjukkan penurunan pada

triwulan I 2015 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 (Grafik

B1. 3). Penurunan indeks emiten properti ditengarai sebagai pengaruh dari

persepsi negatif dan menurunnya optimisme investor terhadap kondisi

perekonomian Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah serta penyesuaian

harga BBM bersubsidi, sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia

(mekanisme sistem fixed subsidy), menjadi faktor yang ditengarai mendasari

turunnya prospek pasar properti. Kondisi ini juga didorong oleh tekanan pada

daya beli masyarakat, dengan ekspektasi kenaikan harga, serta menurunnya

kinerja perekonomian secara umum.

Prospek pasar properti yang menurun juga dikaitkan dengan rencana

pemerintah untuk menerapkan tambahan pajak penjualan properti.

Kebijakan penerapan tambahan PPN untuk properti, yang dianggap sebagai

barang mewah, diharapkan dapat mendukung pemasukan pajak negara.

Dalam rencana kebijakan yang diusulkan, tambahan tarif sebesar 5%

dikenakan pada transaksi properti di atas Rp2 miliar. Sementara itu, untuk

properti dengan harga yang lebih mahal dari Rp2 miliar, diusulkan untuk

membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 20% dari

harga jual. Di satu sisi, meski kebijakan yang dimaksud belum dipastikan

efektif waktu penerapannya, sejumlah investor sektor properti cenderung

telah merespons secara negatif. Di sisi lain, penundaan kebijakan tersebut

juga dapat memberikan ketidakpastian pada pasar properti.

Sumber : Salah satu Perusahaan Portal

Investasi Online yang Terintegrasi di Indonesia

Grafik B1.2 Penjualan Properti

Sumber : Salah satu Perusahaan Portal

Investasi Online yang Terintegrasi di Indonesia

Grafik B1.3 Penjualan Perusahaan

Properti

Triwulan I 2015

12

Terkait dengan kebijakan LTV. yang bertujuan untuk meningkatkan

kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, saat ini sedang dikaji

kemungkinan dilakukan relaksasi. Merespons tren perlambatan sektor

properti yang konsisten dalam beberapa triwulan terakhir, saat ini sedang

dikaji kemungkinan revisi kebijakan LTV sebagai salah satu bentuk relaksasi

kebijakan makroprudensial oleh otoritas moneter dan jasa keuangan.5

Opsi

relaksasi dikaji sebagai satu upaya untuk mendukung prospek sektor properti,

yang terkait dengan investasi dan lapangan usaha konstruksi. Penyerapan

tenaga kerja pada lapangan usaha konstruksi yang cukup tinggi juga menjadi

pertimbangan. Hal lain yang juga dipertimbangkan yaitu relatif masih

tingginya suku bunga, sejalan dengan kebijakan moneter ketat yang diambil

sebagai antisipasi dari potensi repatriasi dana modal asing dengan kenaikan

suku bunga Amerika Serikat pada tahun 2015.

Sejumlah proyek properti komersial masih berlanjut di tengah lesunya

pasar properti saat ini. Sejumlah pengembang tetap melanjutkan sejumlah

proyek investasi properti yang diasumsikan masih akan memberikan nilai

imbal hasil lebih tinggi dibandingkan dengan jenis investasi lainnya (Grafik

B1.4 dan Tabel B1.1). Meski terdapat harapan akan prospek sektor properti

yang membaik, didukung dengan terus berkembangnya kelas menengah dan

urbanisasi di Jakarta, perlu tetap diwaspadai potensi over supply yang akan

berdampak pada penurunan harga jual maupun sewa dari properti komersial.

Kondisi tersebut, selain akan memberikan imbas pada penurunan investasi,

juga berpotensi meningkatkan risiko kredit di sektor properti. Hingga saat ini,

penurunan harga properti belum terdeteksi, meski peningkatan harga relatif

tidak secepat beberapa tahun terakhir.

Sumber : Konsultan Properti Terbesar di Indonesia

Grafik B1.4 Rencana Penambahan Suplai Kantor Sewa

5

Kebijakan LTV berlaku sejak 2012 dan diperketat pada 2013, menimbang dari pertumbuhan

harga properti yang mengindikasikan ketidakwajaran. Sejauh ini, pengetatan kebijakan LTV

relatif cukup efektif dalam meredam peningkatan harga, meskipun disertai dengan penurunan

permintaan.

Triwulan I 2015

13

Tabel B1.1 Gedung Perkantoran Komersial dalam Tahap Pembangunan

(Sumber : Konsultan Properti Terbesar di Indonesia)

Meski terjadi perlambatan pada sektor properti secara umum, prospek

investasi properti di Jakarta masih cukup baik di masa mendatang. Hal ini

didukung dengan kondisi Jakarta sebagai kota urban, yang memiliki

keterbatasan lahan, di tengah ekspansi aktivitas perekonomian yang terus

berlanjut, khususnya di sektor jasa. Terdapat sejumlah kondisi yang akan

mendukung perbaikan kinerja sektor properti ke depan, di antaranya adalah

dukungan kebijakan investasi yang mencakup aspek kejelasan tata ruang,

pengadaan lahan, serta perizinan. Upaya mendorong investasi ke Jakarta,

terutama pasca-Komunitas Ekonomi ASEAN (KNA), akan turut berkontribusi

pada penyerapan properti komersial, yang suplainya terus bertambah

sepanjang tahun. Di samping itu, dukungan pemerintah pada pembangunan

properti hunian vertikal untuk golongan menengah bawah juga akan

mendorong geliat di sektor properti. Salah satu dukungan pemerintah

terhadap pembangunan properti golongan menengah bawah yaitu program

pembangunan sejuta rumah dalam bentuk rusunawa di Jakarta. Beberapa

fasilitas pendorong dapat diberikan agar target yang diharapkan tercapai.

Triwulan I 2015

14

Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan I 2015

15

BAB II

KEUANGAN PEMERINTAH

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam

triwulan I 2015 secara nominal sedikit meningkat dibandingkan dengan

triwulan I 2014. Pemprov DKI Jakarta telah berusaha untuk memaksimalkan

pendapatan pajak pada tahun 2015, meski demikian realisasinya relatif belum

optimal pada periode laporan. Adapun, penyerapan belanja Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta dalam triwulan I 2015 sangat rendah. Penyebab utama

tertahannya penyerapan belanja APBD DKI Jakarta adalah terkendalanya

proses pengesahan RAPBD DKI Jakarta 2015 pada akhir periode laporan.

A. Pendapatan Daerah

Pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 secara

nominal sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2014.

Pendapatan Pemprov DKI Jakarta terutama bersumber dari penerimaan pajak.

Oleh karena itu, target penerimaan pajak Pemprov DKI Jakarta tahun 2015

meningkat sekitar 18% apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Meski demikian, realisasi penerimaan pajaknya belum optimal karena hanya

meningkat 1% dibandingkan dengan tahun 2014. Realisasi pendapatan pajak

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp4,83 triliun

atau sebesar 12,58% dari total target pendapatan sebesar Rp38,4 triliun

(Tabel II.1).

Tabel II.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Triwulan I 2014 dan 2015

*Pemprov DKI Jakarta menetapkan pajak rokok sebesar 10% dari harga eceran per Januari

2014

Sumber: Pemprov. DKI Jakarta, Dinas Pendapatan Daerah

TARGETREALISASI

S.D MAR % TARGET

REALISASI

S.D MAR %

1 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 5,150 1,180 22.91 7,000 1,237 17.67

2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) 6,400 1,377 21.52 6,500 1,174 18.06

3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) 1,200 279 23.27 1,400 303 21.61

4 Pajak Air Tanah (PAT) 120 327 272.41 120 291 242.81

5 Pajak Hotel 1,400 427 30.47 2,301 438 19.05

6 Pajak Restoran 2,000 110 5.50 2,768 122 4.41

7 Pajak Hiburan 500 147 29.35 1,000 165 16.46

8 Pajak Reklame 2,400 153 6.38 1,800 183 10.16

9 Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 630 23 3.71 690 23 3.33

10 Pajak Parkir 800 94 11.70 800 92 11.46

11 Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5,000 480 9.61 5,500 504 9.17

12 Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 6,500 203 3.12 8,000 295 3.69

13 Pajak Rokok* 400 - - 500 - -

32,500 4,800 14.77 38,379 4,826 12.58

2015

NO JENIS PENERIMAAN/PAJAK

TAHUN 2014

JUMLAH

Triwulan I 2015

16

Realisasi pajak terbesar berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yakni

sekitar Rp1.237 miliar. Realisasi tersebut menurun dibandingkan dengan

triwulan I 2014 yang mencapai Rp1,252 miliar (Tabel II.3). Turunnya realisasai

dimaksud, diduga terkait dengan restrukturisasi pajak jenis Pajak Kendaraan

Bermotor (PKB) yang bersifat progresif. Persentase pajak untuk kepemilikan

mobil pertama, kedua, dan ketiga mengalami peningkatan. Bahkan, Pemprov

DKI Jakarta menetapkan tarif pajak yang yang cukup tinggi yaitu delapan

persen untuk kepemilikan kendaraan keempat dan seterusnya.

Tabel II.2 Penerimaan Pajak DKI Jakarta

(Rp Miliar)

Sumber: Pemprov. DKI Jakarta, Dinas Pendapatan Daerah

Terjadinya pola keengganan untuk terkena pajak progresif, menyebabkan

masyarakat memilih untuk melakukan balik nama kendaraan. Hal ini

terkonfirmasi terlihat dari kenaikan penerimaan pajak tertinggi, yang berasal

dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yaitu sebesar 17,34%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, seiring dengan tren

penjualan kendaraan bermotor yang menurun sejak tahun 2014, maka target

penerimaan DKI Jakarta dari BBN-KB diprakirakan akan menurun kedepannya.

Sumber-sumber pendapatan pajak DKI Jakarta lainnya, masih banyak yang

belum dapat menghasilkan pemasukan bagi Pemda DKI Jakarta secara

optimal. Pajak-pajak tersebut antara lain PBB-KB, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Pajak Reklame, PPJ dan BPHTB. Beberapa kebijakan pajak

diprakirakan menjadi kontraproduktif terhadap penerimaan pajak, akibat

PKB 1,180.09 1,300.29 1,246.17 1,252.56 1,237.24 -4.62

BBN-KB 1,377.16 1,457.11 1,286.02 1,406.20 1,173.68 17.34

PBB-KB 279.29 295.13 285.05 310.64 302.50 -7.67

P. HOTEL 326.89 330.00 310.11 414.44 291.38 12.19

P. RESTORAN 426.58 441.47 469.45 493.70 438.28 -2.67

P. HIBURAN 110.09 124.21 131.59 134.30 122.01 -9.77

P. REKLAME 146.75 197.39 216.53 302.14 164.60 -10.85

PPJ 153.10 150.89 167.42 184.30 182.86 -16.27

PAT 23.37 22.66 19.91 29.27 23.00 1.63

P. PARKIR 93.60 101.57 97.48 110.06 91.66 2.12

BPHTB 480.45 801.10 798.86 1,454.40 504.14 -4.70

PBB 203.06 695.52 4,179.10 719.07 294.96 -31.16

PAJAK ROKOK - 41.45 97.19 154.08 - -

JUMLAH 4,597 5,222 9,305 6,965 4,826 -4.74

REALISASI

TRW I 2015

REALISASI RIW I

2015 TERHADAP

TRIW I 2014 (%)

REALISASI

TRW IV 2014

REALISASI

TRW III 2014

REALISASI

TRW II 2014

REALISASI

TRIW I 2014

JENIS

PAJAK DAERAH

Triwulan I 2015

17

kenaikan pajak yang sangat tinggi seperti kenaikan pajak reklame hingga

25% sejak April 2014 menyebabkan penurunan pemakaian papan reklame.

B. Belanja Daerah

Penyerapan belanja APBD Provinsi DKI Jakarta pada triwulan I 2015 masih

sangat minim. Hingga akhir Maret 2015, realisasi belanja Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta tercatat sebesar Rp0,51 triliun atau 0,80% dari total anggaran

belanja sebesar Rp63,7 triliun (Tabel II.4). Realisasi belanja tersebut jauh lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 3,07%

dari total anggaran belanja tahun 2014 sebesar Rp64,88 triliun.

Terkendalanya proses pengesahan APBD DKI Jakarta 2015, kemudian

berimbas pada realisasi belanja triwulan I 2015. Pada periode ini, realisasi

belanja Pemda DKI Jakarta cenderung hanya terkonsentrasi pada belanja

operasional dan proporsi realisasinya sangat kecil yaitu sebesar 0,80% dari

target anggaran sebesar Rp0,51 triliun. Selain itu, belanja modal pun relatif

stagnan karena lelang proyek-proyek pembangunan menjadi tertahan.

Tabel II.3 Pendapatan dan Belanja APBD DKI Jakarta Triwulan I 2015

(Rp Miliar)

Sumber : Pemprov. DKI Jakarta, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah

Tw I

Realisasi

(miliar Rp)

Realisasi

(miliar Rp)

PENDAPATAN 64,715.7 5,421.2 8.38 60,442.7 5,975.6 9.89

PAD 39,559.4 6,853.2 17.3 40,355.9 5,718.6 14.17

Pajak Daerah 32,500.0 5,887.2 36,079.1 4,869.2

Retribusi Daerah 1,760.1 100.8 600.0 84.0

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan1,000.0 166.5 600.0 7.1

Lain-Lain PAD 4,299.3 699.8 3,076.8 758.5

PENDAPATAN TRANSFER 17,770.0 - - 12,760.5 0.0 -

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 17,770.0 - 12,760.5 -

Dana Bagi Hasil Pajak 17,434.0 - 12,660.0 -

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 250.0 - 100.5 -

Dana Alokasi Umum 86.0 - 0.0 -

Dana Alokasi Khusus - - - -

Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya - - - -

Transfer Pemerintah Provinsi - - - -

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 7,386.3 - - 7,326.4 256.9 3.51

Pendapatan Hibah 7,386.3 - 4,566.9 3.7

Pendapatan Dana Darurat - - - -

Pendapatan Lainnya - - 2,759.5 253.2

BELANJA 64,882.7 1,989.7 3.07 63,650.09 507.10 0.80

BELANJA OPERASI 35,767.7 - 43,138.6 507.1 1.18 Belanja Pegawai 14,784.8 - 21,097.4 136.7 Belanja Barang 17,104.0 - 16,659.1 114.8 Belanja Bunga 4.4 - 46.1 1.8 Belanja Hibah 2,617.2 - 1,681.9 253.8 Belanja Bantuan Sosial 1,221.0 - 3,252.9 - Belanja Bantuan Keuangan 36.4 - 401.2 -

BELANJA MODAL 29,036.4 - 20,444.0 - - BELANJA TIDAK TERDUGA 78.6 - 67.5 - -

Belanja Tidak Terduga 78.6 - 67.5 - TRANSFER - - - -

Anggaran

(miliar Rp)

APBD 2015APBD 2014

Total

Penyerapan

(%)

Total

Penyerapan

(%)

Anggaran

(miliar Rp)

Tw IU R A I A N

Triwulan I 2015

18

Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan I 2015

19

BAB III

INFLASI

Tekanan inflasi Jakarta pada awal tahun 2015 jauh menurun dibandingkan

periode sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan I 2014 tercatat

sebesar 7,10% (yoy). Kendati realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, capaian inflasi tersebut sedikit di atas nasional

(6,38%). Inflasi pada periode ini lebih banyak dikontribusikan oleh komoditas

dalam kelompok inti karena naiknya biaya produksi akibat dampak lanjutan

penyesuaian harga energi sejak akhir 2014, yaitu penyesuaian harga Bahan

Bakar Minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Tarif Tenaga Listrik

(TTL). Kemudian sumbangan inflasi atas komoditas yang diatur pemerintah

(administered prices) seperti bensin, angkutan udara, tarif listrik, bahan bakar

rumah Ttngga, rokok kretek dan rokok kretek filter, masih cukup besar pada

periode laporan. Sementara itu, tekanan inflasi volatile foods pada triwulan I

2015 mulai mereda sehubungan dengan melimpahnya pasokan beberapa

komoditas strategis sehingga mengalami deflasi cukup dalam pada periode

dimaksud.

Tekanan inflasi Jakarta pada awal tahun mulai mereda. Realisasi inflasi

Jakarta pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,10% (yoy). Kendati inflasi

Jakarta mulai menunjukkan tren yang menurun, sejak Januari 2015 inflasi

Jakarta tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional (Grafik III.1).

Pada triwulan ini, inflasi nasional tercatat sebesar 6,38% (yoy).

Berdasarkan diasagregasi inflasi, kelompok inti memberikan sumbangan

terbesar terhadap inflasi IHK, kemudian diikuti oleh kelompok

administered prices. Pada triwulan I 2015, inflasi inti berkontribusi sebesar

4,70% (yoy) terhadap inflasi umum. Posisi kedua ditempati oleh kelompok

administered prices yang menyumbang sebesar 1,42% (yoy) dan sumbangan

terkecil berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 0,98% (yoy). Meski

demikian, laju inflasi tertinggi pada awal tahun diduduki oleh kelompok

administered prices kemudian diikuti oleh kelompok volatile food. Tekanan

inflasi kelompok administered prices tercatat paling tinggi sebesar 12,37%

(yoy), kemudian disusul oleh inflasi pada kelompok volatile food dan inflasi

inti, yang masing-masing sebesar 6,93% (yoy) dan 5,33% (yoy) (Grafik III.2).

Triwulan I 2015

20

Sumber: BPS

Grafik III.1 Inflasi Jakarta dan Nasional

Sumber: BPS (diolah menggunakan

pendekatan subkelompok)

Grafik III.2 Disagregasi Inflasi Jakarta

Inflasi Jakarta pada triwulan I 2015 lebih banyak dikontribusikan oleh

komoditas kelompok inflasi inti. Beberapa komoditas yang memberikan

andil signifikan terhadap inflasi inti adalah komoditas-komoditas makanan

jadi, sewa rumah, kontrak rumah, upah pembantu rumah tangga, emas

perhiasan, serta komoditas dengan kandungan impor tinggi, seperti jam

tangan, sendal kulit, dan mesin cuci (Tabel III.2). Pergerakan harga komoditas

makanan jadi terutama disebabkan oleh naiknya biaya pengolahan makanan

tersebut akibat dampak lanjutan penyesuaian harga energi sejak akhir 2014,

antara lain perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), penyesuaian harga

Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Tarif Tenaga Listrik (TTL).

Tabel III.2 Kontribusi Komoditas Inflasi Inti

Sumber: BPS

Meningkatnya tarif sewa rumah maupun kontrak rumah didorong oleh

tingginya permintaan sewa maupun kontrak rumah, di tengah meningkatnya

komponen biaya hidup lainnya. Hal-hal tersebut kemudian secara tidak

langsung mendorong upah pembantu rumah tangga untuk naik, sementara

supply pembantu rumah tangga relatif terbatas dibandingkan dengan

permintaannya. Kebutuhan pembantu rumah tangga cenderung meningkat di

kota Metropolitan, DKI Jakarta. Selain itu, komoditas emas perhiasan di

Jakarta juga cendurung meningkat. Hal ini tidak terlepas dari pergerakan

harga komoditas emas di pasar internasional. Meski secara umum harga emas

3

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2012 2013 2014 2015

%, yoy

Jakarta Nasional

(4)

(2)

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2012 2013 2014 2015

%,mtm Core Adm Price Volatile Foods

Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok)

KomoditasKontribusi

(%, mtm)Komoditas

Kontribusi

(%, mtm)Komoditas

Kontribusi

(%, mtm)

Daster 0.0067 Emas perhiasan 0.0436 Nasi dengan lauk 0.0235

Jam tangan 0.0061 Sewa rumah 0.0395 Ketupat/lontong sayur 0.0221

Sandal kulit 0.0020 Nasi dengan lauk 0.0306 Upah pembantu RT 0.0187

Susu cair kemasan 0.0010 Upah pembantu RT 0.0190 Rak piring 0.0153

Semen 0.0010 Kontrak rumah 0.0184 Air kemasan 0.0142

Kue basah 0.0072 Kue basah 0.0122

roti manis 0.0057 Mesin cuci 0.0118

Mie instant 0.0057 Air conditioner 0.0111

Gula pasir 0.0041 Kopi manis 0.0101

Air kemasan 0.0036 pasir 0.0097

Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015

Triwulan I 2015

21

berada pada tren menurun, namun pada akhir triwulan I 2015 mengalami

sedikit pembalikan arah (rebound).

Inflasi administered prices masih memberikan andil yang cukup besar

terhadap inflasi Jakarta pada periode laporan, meski sudah menunjukan

pola yang menurun apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2014

maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa komoditas

administered prices yang memberikan andil inflasi signifikan adalah bensin,

angkutan udara, tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, rokok kretek dan

rokok kretek filter. Inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga disebabkan

oleh kenaikan harga LPG. Sementara itu, inflasi terhadap komoditas bensin

disebabkan oleh penyesuaian harga BBM bersubsidi yang dilakukan sejak

November 2014, dan pada Maret 2015 telah terjadi kenaikan BBM bersubsidi

sekitar 14% dibandingkan periode yang sama tahun 2014.

Beberapa kebijakan pemerintah di Jakarta di bidang energi, menyebabkan

inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga. Pemprov. DKI melakukan

penyesuaian harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg sejak 15 Januari 2015.

Sementara itu, kebijakan perubahan mekanisme penetapan harga LPG 12 kg

sesuai harga keekonomiannya diterapkan sejak September 2014. Pertamina

juga melakukan penyesuaian harga setiap 3 bulan. Harga LPG 12 kg telah

mengalami kenaikan sekitar 47% per Maret 2015 apabila dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Selain itu, penetapan kebijakan energi lainnya yang cukup signifikan

berpengaruh pada inflasi triwulan I 2015 adalah perubahan Tarif Tenaga

Listrik (TTL). Sejak 1 Januari 2015, PLN memberlakukan perubahan TTL

dengan mekanisme tariff adjustment, yang mengacu pada peraturan Menteri

ESDM No.31 Tahun 2014. Penetapan TTL setiap bulannya akan disesuaikan

dengan 3 komponen dasar, yaitu perubahan nilai tukar rupiah, harga bahan

bakar dan inflasi bulanan. Peraturan tersebut berlaku untuk kelompok rumah

tangga 1300 VA keatas, Bisnis 6600 VA keatas, industri 200.000 VA keatas,

Kantor Pemerintahan 6600 VA keatas, Lampu penerangan jalan dan Layanan

khusus.

Tabel III.1 Komoditas dengan Kontribusi Administered Prices

Sumber: BPS

KomoditasKontribusi

(%, mtm)Komoditas

Kontribusi

(%, mtm)Komoditas

Kontribusi

(%, mtm)

Bensin 0.6330 Angkutan udara 0.2341 Bensin 0.1418

Angkutan udara 0.2474 tarif listrik 0.0955 Rokok kretek filter 0.0336

Bahan bakar RT 0.0220 Bahan bakar RT 0.3560 Rokok kretek 0.0078

Solar 0.0037 Rokok kretek 0.0060

Rokok kretek filter 0.0052

Maret 2015Januari 2015 Februari 2015

Triwulan I 2015

22

Tekanan inflasi untuk angkutan udara disebabkan oleh penerapan Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 91 Tahun 2014, tentang perubahan mekanisme

formulasi penghitungan dan penetapan tarif batas atas penumpang

pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri per

31 Desember 2014. Implikasinya adalah tarif batas bawah ditetapkan

sekurang-kurangnya 40% dari tarif batas atas, dengan maksud membuat

industri manajemen penerbangan Indonesia menjadi lebih baik pasca jatuhnya

pesawat maskapai yang berbasisikan low cost fare pada akhir Desember 2014

di Laut Jawa. Penyesuaian tarif tersebut disesuaikan dengan beberapa faktor

kondisi dan situasi yang substansial, antara lain sewa pesawat, premi asuransi,

gaji awak pesawat, gaji teknisi, maintenance pesawat, avtur, pelumas dan

nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

Kemudian, pada komoditas rokok kretek maupun rokok kretek filter, juga

terjadi tekanan harga yang cukup besar. Perubahan tarif cukai Hasil Tembakau

mulai diberlakukan pada tanggal 01 Januari 2015. Perubahan tarif tersebut

mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 205/PMK.011/2014 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 179/PMK.011/2012 tentang

Tarif Cukai Hasil Tembakau. Pada awal triwulan I 2015, harga rokok secara

rata-rata sudah mengalami kenaikan sekitar 2%-3% akibat naiknya biaya

produksi dan juga tarif cukai, yang mempertimbangkan tingkat inflasi,

besaran pertumbuhan ekonomi dan kenaikan target penerimaan cukai dalam

APBN tahun 2015. Sehubungan dengan penyesuaian cukai rokok secara

bertahap, maka disinyalir harga rokok kretek masih akan terus mengalami

tekanan lebih besar akibat faktor ekspektasi masyarakat atas kenaikan harga

dimaksud.

Secara umum, inflasi volatile foods pada triwulan I 2015 menurun cukup

signifikan setelah sempat mengalami tekanan yang cukup besar pada

triwulan sebelumnya. Sejak awal triwulan I 2015, tekanan inflasi pada

kelompok volatile foods sangat rendah, meski sedikit meningkat pada akhir

periode laporan. Pada Januari 2015, deflasi terbesar terjadi pada komoditas

cabai merah tercatat sebesar 20,84% (mtm), setelah sebelumnya pada

Desember 2014 mengalami inflasi cukup tinggi hingga mencapai 37,13%

(mtm). Komoditas lainnya yang juga mencatat deflasi cukup besar adalah cabe

rawit dan sayur-sayuran, dengan deflasi masing-masing sebesar 16,91%

(mtm) dan 1,44% (mtm). Meski demikian, tekanan inflasi dari komoditas

daging dan telur (daging ayam ras, daging sapi, dan telur ayam ras) masih

cukup tinggi.

Triwulan I 2015

23

Tabel III.4 Komoditas dengan Kontribusi Volatile Foods

Sumber: BPS

Namun, memasuki akhir triwulan I 2015, sebagian besar komoditas pangan

strategis yang sempat mengalami inflasi pada awal periode laporan, justru

mengalami deflasi. Komoditas panganyang mengalami deflasi antara lain

komoditas daging ayam ras, dan telur ayam (Grafik III.6). Komoditas cabai

masih mengalami deflasi hingga akhir triwulan I 2015 (Grafik III.5), yang

disebabkan oleh berlimpahnya pasokan yang datang dari daerah sentra. Pada

bulan Maret 2015, meski tekanan harga pada komoditas beras masih cukup

tinggi, disinyalir telah terjadi peningkatan pasokan yang cukup tinggi, sejalan

dengan telah adanya panen di sejumlah sentra produksi pada akhir periode

dimaksud. Kemudian, tekanan inflasi pada beras yang masih cukup tinggi

hingga akhir triwulan disebabkan oleh tingginya rigiditas harga khususnya di

tingkat pengecer, meski pasokan di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) telah

meningkat signifikan (Grafik III.3).

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.3 Pasokan dan Harga Beras

Di Pasar Induk Beras Cipinang

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.4 Pasokan dan Harga Bawang

Merah di Pasar Induk Kramat Jati

KomoditasKontribusi

(%, mtm)Komoditas

Kontribusi

(%, mtm)Komoditas

Kontribusi

(%, mtm)

Cabai merah 0.1751 Beras 0.1469 Beras 0.1048

Cabai rawit 0.0250 Bayam 0.0130 Bawang merah 0.0877

Kacang panjang 0.0186 Jeruk 0.0113 Bayam 0.0148

Buncis 0.0103 Kangkung 0.0111 Pepaya 0.0144

Kangkung 0.0068 Anggur 0.0105 Kangkung 0.0057

Jeruk 0.0040 Kembung 0.0100

Sawi hijau 0.0035 Udang basah 0.0046

Ketimun 0.0029 Ketimun 0.0040

Tongkol/ambu-ambu 0.0028 Teri 0.0040

Cabe hijau 0.0026 Lele 0.0038

Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015

0

3000

6000

9000

12000

15000

18000

21000

24000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 5 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015

Pasokan Beras PIBC (skala kanan)

Harga Beras Grosir

Harga Beras Eceran

Ton/MguRp/Kg Ton/MguRp/Kg

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

1100

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 5 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015

Rp/kgPasokan Bawang Merah (skala kanan)

Harga Bawang Merah Grosir

Harga Bawang Merah Eceran

Ton/MguTon/Mgu

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Triwulan I 2015

24

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.5 Pasokan dan Harga Cabai

di Pasar Induk Kramat Jati

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik III.6 Harga Daging Ayam, Telur

Ayam, dan Daging Sapi di Jakarta

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

80000

90000

100000

1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 5 2 4 2 4 2 4 1 3 1 3 5 2 4 2 4 1 3 1 3 1 3 1 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015

Rp/kg Pasokan Cabai Merah (skala kanan)

Harga Cabai Merah Grosir

Harga Cabai Merah Eceran

Ton/Mgu

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

62,000

72,000

82,000

92,000

102,000

112,000

122,000

132,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

135242424131313132424131313131313524242413135242413131313

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2013 2014 2015

Rp/KgRp/Kg Daging Ayam

Telur Ayam

Daging Sapi (skala kanan)

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Triwulan I 2015

25

BAB IV

PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGELOLAAN UANG

Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta yang belum optimal, tercermin

pada kegiatan intermediasi perbankan yang secara umum mengalami

perlambatan, pada triwulan I 2015. Kendati demikian, pembiayaan keuangan

sektor rumah tangga relatif masih terjaga, yang tercermin dari kenaikan

pertumbuhan pembiayaan sektor rumah tangga pada level yang moderate.

Selain itu, pertumbuhan korporasi yang melambat masih cukup terjaga di

tengah melemahnya kinerja perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut,

transaksi sistem pembayaran di Jakarta pada triwulan I 2015 juga masih

tumbuh terbatas.

Penyaluran kredit perbankan pada triwulan I 2015 relatif stabil secara

nominal, namun pertumbuhannya masih dalam tren melambat.

Pertumbuhan kredit di Jakarta tercatat sebesar 8,36% (yoy) pada Maret 2015,

lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,39%; yoy).

Perlambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tren

pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika sejak akhir tahun 2014

sampai dengan akhir triwulan I 2015. Kondisi ini menyebabkan banyak

perusahaan menahan rencana bisnisnya sehingga berpengaruh kepada

terhambatnya penyaluran kredit perbankan. Hal tersebut tercermin pada

pertumbuhan kredit konsumsi yang belum meningkat secara signifikan pada

triwulan laporan. Selain itu, terlambatnya pengesahan APBD DKI Jakarta

untuk Tahun Anggaran 2015 menyebabkan minimnya penyerapan anggaran

pada periode triwulan I 2015. Hal ini tentu saja secara tidak langsung

menyebabkan tertahannya penyaluran kredit perbankan sehubungan dengan

belum adanya stimuli yang besar sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi pada

periode laporan.

Kredit konsumsi Jakarta menunjukan peningkatan pertumbuhan pada

level yang moderat. Pertumbuhan kredit konsumsi relatif terbatas yaitu dari

7,79% menjadi 8,48% pada triwulan laporan. Sumber kenaikan kredit

konsumsi terutama berasal dari jenis kredit multiguna. Tekanan terhadap daya

beli masyarakat yang masih cukup tinggi menyebabkan masyarakat menahan

laju belanja konsumsi tersier. Penurunan daya beli masayarakat tersebut juga

mendorong masyarakat untuk mengambil kredit multiguna untuk menutupi

kebutuhan dasar. Pada Maret 2015, realisasi kredit multiguna yang disalurkan

oleh perbankan di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar Rp33,56 triliun

mengalami pertumbuhan 28,39% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan akhir triwulan lalu yang tumbuh 23,49% (yoy).

Triwulan I 2015

26

Grafik IV.1 Kinerja Penyaluran Kredit

Perbankan

Grafik IV.2 Penyaluran Jenis Kredit

Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh perbankan di

Provinsi DKI Jakarta menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup

baik. Pada triwulan I 2015, DPK yang terhimpun oleh perbankan di Jakarta

tercatat sebesar Rp2.153 triliun atau tumbuh sebesar 18,30% (yoy) lebih

tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 12,90% (yoy).

Peningkatan DPK dimaksud akibat msyarakat masih cenderung menahan

pembelian barang-barang tahan lama sehubungan dengan tren kenaikan

harga yang terjadi akibat kondisi perekonomian internal dan eksternal yang

masih bergerak ke proses perbaikan. Terkait dengan sikap kehati-hatian dalam

melakukan pengerluaran, perkembangan pertumbuhan kredit cenderung

melambat. Sedangkan, DPK relatif meningkat sehingga LDR perbankan DKI

Jakarta cenderung menurun menjadi sebesar 55,81% pada akhir triwulan

laporan.

Grafik IV.3 DPK Perbankan Jakarta Grafik IV.4 LDR Perbankan Jakarta

A. Ketahanan Sektor Korporasi

Pembiayaan keuangan korporasi melambat, di tengah melemahnya

kinerja perekonomian. Berdasarkan jenis kredit, perlambatan terjadi pada

kredit investasi dan kredit modal kerja. Berdasarkan penyaluran kredit kepada

sektor utama juga menunjukkan arah yang sama. Pertumbuhan kredit kepada

sektor utama perekonomian Jakarta, seperti kredit kepada subsektor

0

5

10

15

20

25

30

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2012 2013 2014 2015

% yoyTriliun Rp

Kredit gKredit (skala kanan)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

30

40

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2012 2013 2014 2015

% yoy

gKredit Modal Kerja gKredit Investasi gKredit Konsumsi

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

2,200

2,400

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2012 2013 2014 2015 Triliun Rp% yoy

DPK g.DPK

48%

50%

52%

54%

56%

58%

60%

62%

64%

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2012 2013 2014 2015

LDR

55.81%

57.39%

Triwulan I 2015

27

perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan serta perantara

keuangan masih dapat tumbuh positif, meski dalam tren (Grafik IV.5).

Penyaluran kredit sektor perdagangan melambat dari sebesar 8,84% (yoy)

menjadi 5,75% (yoy). Perlambatan kredit di sektor perdagangan sejalan

dengan menurunnya kredit modal kerja dari 6,08% (yoy) menjadi 3,83%

(yoy). Selain itu, terjadi kontraksi lebih mendalam pada kredit real estate,

usaha persewaan dan jasa perusahaan, yaitu tumbuh negatif 5,93% (yoy)

setelah pada periode sebelumnya tumbuh negatif 4,74% (yoy).

Masih tertahannya pertumbuhan kredit sektor-sektor tersebut terutama

disebabkan laju perekonomian DKI Jakarta yang masih belum optimal.

Kemudian, perlambatan juga terjadi pada kredit sektor konstruksi yang

merupakan salah satu sektor utama DKI Jakarta. Belum optimalnya

pertumbuhan kredit sektor dimaksud, disinyalir sehubungan dengan pasar

yang relatif jenuh. Relatif tingginya suku bunga kredit perbankan

menyebabkan pelanggan menunda pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Meski demikian, risiko kredit sektor konstruksi masih terkendali, yang

tercermin dari kinerja non performing loan yang masih berada di bawah level

lima persen (3,02%) (Grafik IV.6).

Pada sektor industri, pertumbuhan kredit masih dalam tren yang meningkat.

Masih cukup membaiknya kondisi eksternal, membuat prospek industri

Jakarta diperkirakan akan tetap baik, dan menjadi salah satu mesin

pertumbuhan ekonomi Jakarta. Kondisi ini membuat dukungan perbankan

terhadap sektor industri masih cukup kuat. Namun, kredit terhadap sektor

industri perlu diwaspadai mengingat risikonya, yang tercermin pada kenaikan

Non Performing Loan (NPL). Selain itu, pelemahan rupiah dan masih

rentannya perbaikan kondisi ekonomi negara mitra dagang, menjadi risiko

sektor industri Jakarta yang perlu diwaspadai, mengingat porsi ekspor hasil

industri Jakarta relatif cukup besar.

Grafik IV.5 Kredit Bank berdasarkan

Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)

Grafik IV.6 Rasio NPL Kredit Sektor

Utama Perbankan (Lokasi Proyek)

2825

19

34

21 20

28 28 3027

14

710

(20)

(10)

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2012 2013 2014 2015

% yoy

Total Industri Pengolahan

Perdagangan Besar& Eceran Perantara Keuangan

Real Estate, Usaha Persewaan & Js Perusahaan

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 1 2 3

2012 2013 2014 2015

%Total

Rasio NPL Industri

Rasio NPL Perdagangan

Rasio NPL Konstruksi

Rasio NPL Real Estate & Js Perush

Triwulan I 2015

28

B. Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit kepada sektor rumah tangga secara umum juga mengalami

perlambatan dibandingkan dengan triwulan IV 2014, terkecuali kredit

multiguna. Berdasarkan jenisnya, pembiayaan kredit multiguna tercatat

tumbuh cukup tinggi yaitu mencapai 28,39% (yoy) pada triwulan I 2015.

Sementara itu, pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk hunian

tipe di atas 70 meter persegi berada pada tren melambat, menjadi sebesar

8,39% (yoy) atau lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya sebesar

9,21% (yoy), (Grafik IV.5). Selain itu, KPR untuk hunian tipe 22 hingga 70

meter persegi juga cencerung melambat, meski masih tumbuh dengan level

yang cukup baik yaitu 8.54% (yoy).

Grafik IV.7 Kredit Perbankan ke Rumah

Tangga

Grafik IV.8 Rasio NPL Kredit Perumahan

Penurunan kredit kepada sektor rumah tangga juga dikontribusi oleh

pertumbuhan negatif pada penyaluran kredit kelompok kendaraan roda

empat. Pada triwulan I 2015 pertumbuhan kelompok dimaksud terkontraksi

lebih dalam menjadi -3,26% (yoy) dari pertumbuhan triwulan sebelumnya

sebesar -2.22% (yoy). Penurunan penyaluran kredit tersebut, disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu terjadinya penurunan daya beli masyarakat akibat

kenaikan harga barang sehubungan penyesuaian tarif listrik, harga BBM, air

dan sebagainya; serta peningkatan harga mobil akibat pelemahan nilai tukar

rupiah dan kenaikan bea balik nama (BBN), menyebabkan tertahannya

pemintaan terhadap kendaraan roda empat. Meski secara rata-rata

mengalami perlambatan, kualitas kredit kelompok-kelompok dimaksud

masih cukup terjaga, tercermin dari NPL yang berkisar antara 0,5% sampai

dengan 3,36% atau masih berada di bawah 5% (Grafik IV.6).

(80)

(30)

20

70

120

170

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2012 2013 2014 2015

% yoyKPR Tipe 22 s.d. 70 KPR Tipe Diatas 70

Roda Empat Keperluan Multiguna

Ruko/Rukan

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2012 2013 2014 2015

% Rasio NPL KPR Tipe 22 s.d 70 Rasio NPL KPA s.d Tipe 21Rasio NPL Roda Empat Rasio NPL Keperluan MultigunaRasio NPL Ruko/Rukan

Triwulan I 2015

29

C. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Transaksi pembayaran nontunai relatif menurun dibandingkan dengan

triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan masih

belum optimalnya perekonomian Jakarta pada triwulan laporan. Nilai transaksi

Real Time Gross Settlement (RTGS) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar

Rp155,79 miliar per hari. Realisasi transaksi tersebut lebih tinggi dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp131,07 miliar. Meski

demikaian, volume transaksi RTGS mengalami penurunan dari 34.410 transaksi

per hari pada triwulan I 2014 menjadi 22.639 transaksi per hari pada triwulan I

2015.

Tabel IV.1 Transaksi RTGS

Kebutuhan uang tunai masyarakat relatif menurun pasca-Pemilu legislatif

dan Presiden, masing-masing April dan Juli 2015. Data terkini mencatat

uang tunai yang keluar (outflow) mencapai Rp26,40 triliun. Sementara, uang

tunai yang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp25,73 triliun. Dengan demikian

pada triwulan I 2015, Jakarta mengalami net outflow sebesar Rp0,67 triliun.

Posisi net outflow tersebut mengalami penurunan yang signifikan baik

terhadap triwulan sebelumnya yakni sebesar 96,87% (qtq) maupun terhadap

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 80,52% (yoy).

Grafik IV.9 Inflow-Outflow Grafik IV.10 Temuan Uang Palsu

2015

I II III IV I II III IV I

RTGS (Rp Miliar) 82,003 101,507 91,000 139,386 131,072 113,627 108,006 167,585 155,787

Dari Jakarta 49,866 61,284 54,713 82,886 80,620 69,896 66,201 103,674 99,063

ke Jakarta(f-t) 13,840 16,924 14,540 22,964 22,550 19,389 18,411 28,178 25,861

ke Luar Jakarta(f) 36,025 44,360 40,172 59,922 58,069 50,507 47,790 75,496 73,202

Ke Jakarta 32,137 40,222 36,287 56,500 50,453 43,731 41,805 63,911 56,725

dari Luar Jakarta(t) 32,137 40,222 36,287 56,500 50,453 43,731 41,805 63,911 56,725

RTGS (Volume) 23,928 25,244 24,466 37,967 34,410 25,430 25,041 36,249 22,639

Dari Jakarta 15,516 16,505 16,123 25,008 22,628 16,833 16,504 23,701 14,601

ke Jakarta(f-t) 3,319 3,597 3,647 5,670 5,165 3,772 3,759 5,431 3,376

ke Luar Jakarta(f) 12,197 12,908 12,476 19,338 17,462 13,061 12,744 18,270 11,225

Ke Jakarta 8,412 8,740 8,343 12,959 11,782 8,598 8,537 12,548 8,039

dari Luar Jakarta(t) 8,412 8,740 8,343 12,959 11,782 8,598 8,537 12,548 8,039

2013 2014

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

Q I

II -

20

11

Q I

V -

20

11

Q I

- 2

01

2

Q I

I -

20

12

Q I

II -

20

12

Q I

V -

20

12

Q I

- 2

01

3

Q I

I -

20

13

Q I

II -

20

13

Q I

V -

20

13

Q I

- 2

01

4

Q I

I -

20

14

Q I

II -

20

14

Q I

V -

20

14

Q I

- 2

01

5

Penarikan Penyetoran Net Penarikan/ Penyetoran

Rp. juta

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

Q I

II -

20

11

Q I

V -

20

11

Q I

- 2

01

2

Q I

I -

20

12

Q I

II -

20

12

Q I

V -

20

12

Q I

- 2

01

3

Q I

I -

20

13

Q I

II -

20

13

Q I

V -

20

13

Q I

- 2

01

4

Q I

I -

20

14

Q I

II -

20

14

Q I

V -

20

14

Q I

- 2

01

5

Uang Palsu

Lembar

Triwulan I 2015

30

Bank Indonesia terus menggalakkan kegiatan sosialiasi pengenalan

keaslian rupiah kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut dimaksudkan untuk

menurunkan jumlah temuan uang palsu di masyarakat. Pada triwulan I 2015,

temuan uang palsu di Jakarta (Kantor Pusat Bank Indonesia) meningkat cukup

signifikan, yaitu sebanyak 15.707 lembar. Sementara pada periode yang sama

tahun 2014, temuan uang palsu sebanyak 8.742 lembar. Meningkatnya

jumlah peredaran uang palsu dimaksud diduga terjadi pada periode Pemilu

legislatif dan Pemilu Presiden, sehubungan dengan peningkatan aktivitas

masyarakat terkait Pemilu tersebut. Selain melalui sosialisasi, Bank Indonesia

mengajak keterlibatan semua pihak dalam memerangi peredaran uang palsu

di masyarakat.

Triwulan I 2015

31

BAB V

PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA

Perekonomian Jakarta berpotensi tumbuh melambat pada tahun 2015. Pada

akhir tahun berjalan, perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh di kisaran

5,3% - 5,8% (yoy), lebih lambat daripada pertumbuhan 2014 yang mencapai

6,0% (yoy). Lebih rendahnya proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2015

tidak terlepas dari hasil capaian kinerja perekonomian Jakarta yang melambat

signifikan pada triwulan I 2015. Dari sisi permintaan, perlambatan terutama

bersumber dari konsumsi rumah tangga yang menunjukkan tendensi

pelemahan semenjak awal tahun 2015 sebagai pengaruh dari base effect

Pemilu 2014 serta melemahnya daya beli. Meski kinerja investasi dan ekspor

diperkirakan membaik pada 2015, impor diprediksi meningkat khususnya

untuk barang modal yang mendukung pembangunan proyek infrastruktur.

Secara sektoral, pertumbuhan ditopang oleh lapangan usaha non-tradable

(jasa-jasa) maupun lapangan usaha industri manufaktur pendukung ekspor.

Sementara itu, untuk triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi Jakarta

diproyeksikan lebih baik dari triwulan sebelumnya, terutama dengan

dukungan konsumsi dan investasi pemerintah pada sejumlah proyek

infrastruktur skala besar.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi Jakarta pada tahun 2015 diperkirakan lebih

rendah dari tahun sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4,5% - 4,9% (yoy).

Penurunan inflasi tersebut dikontribusikan oleh langkah-langkah guna

menjamin ketahanan pangan dengan dukungan ketersediaan pasokan dan

terjaganya ekspektasi. Meski demikian, perlu dicermati berbagai risiko seperti

kenaikan harga pangan akibat kenaikan Harga Pokok Penjualan gula,

pergeseran musim tanam pelemahan nilai tukar, penerapan kebijakan energi

(BBM, TTL dan LPG), dan pergerakan kondisi global yang masih belum pulih.

A. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Jakarta berpotensi tumbuh lebih lambat pada tahun 2015

dari tahun sebelumnya. Prospek yang lebih pesimis terhadap kinerja

perekonomian Jakarta pada tahun 2015 didasari oleh capaian pertumbuhan

ekonomi yang melambat signifikan pada triwulan I 2015. Meski demikian,

perlambatan ekonomi dalam tiga tahun berturut-turut, diyakini bersifat

temporer sebagai pengaruh dari base effect faktor belanja Pemilu yang hilang

pada tahun 2015, turunnya keyakinan (persepsi) konsumen terhadap kondisi

eonomi makro, serta adanya kendala pada fiskal daerah pada awal 2015.

Faktor base effect terlihat dari tajamnya penurunan konsumsi pada triwulan I

2015. Sementara itu, sentimen negatif terhadap kondisi perekonomian dipicu

oleh kenaikan harga BBM setelah dilepasnya subsidi, yang berdampak pada

Triwulan I 2015

32

penyesuaian harga barang dan jasa, serta lesunya aktivitas perekonomian.

Tren depresiasi nilai tukar sebagai pengaruh faktor global juga turut

memberikan tekanan pada harga. Terkait dengan fiskal daerah, kendala

penetapan APBD Jakarta 2015 berlanjut hingga triwulan II 2015 merupakan

faktor yang dominan. Namun, sejumlah investasi infrastruktur di Jakarta

diprediksi dapat direalisasikan sesuai rencana yang akan mendukung kinerja

perekonomian pada keseluruhan tahun 2015. Selain itu, juga terdapat

prospek perbaikan ekspor produk Jakarta sejalan dengan pemulihan ekonomi

global, meskipun dalam level yang lebih terbatas. Untuk keseluruhan tahun

2015, perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh di kisaran 5,4% - 5,9%

(yoy) dengan mempertimbangkan sejumlah risiko dan tantangan yang

dihadapi.

Sejumlah risiko membayangi perekonomian nasional maupun Jakarta

secara khusus pada tahun 2015. Risiko utama terkait dengan stabilitas

ekonomi makro, sebagai pengaruh global. Membaiknya perekonomian

Amerika Serikat berdampak pada penyesuaian tingkat suku bunga yang akan

mendorong aliran dana modal keluar dari negara emerging market, termasuk

Indonesia, dan memberikan tekanan pada nilai tukar. Tekanan pada

perekonomian domestik juga bersumber dari potensi meningkatnya impor

barang modal untuk mendukung pembangunan infrastruktur serta masih

besarnya ketergantungan impor bahan baku yang berdampak pada potensi

defisit neraca perdagangan. Hal tersebut juga berpotensi memberikan

tekanan pada nilai tukar. Risiko inflasi juga masih membayangi yang

utamanya terkait dengan potensi fluktuasi harga BBM, TTL serta bahan bakar

rumah tangga.

Diagram V.1 Tantangan dan Risiko Makroekonomi

menjaga stabilitas vs mitigasi downside risk PDB

Kebijakan FiskalKebijakan fiskal dapat memberikan

stimulus ke pertumbuhan ekonomi, dengan tetap

memperhatikan sustainabilitas

Kebijakan Struktural

Kebijakan reformasi struktural untuk menciptakan struktur ekonomi yang

lebih sehat: industrial policy, mendorong ekspor, memperbaiki

neraca jasa, maritim, pangan

PDBDownside

RiskInflasi

CAD

Capital Flows

Kebijakan Moneter tetapfokus pada stabilitas

Mencapai sasaran inflasi 4±1% pada 2015 dan 2016, serta menurunkan CAD menjadi 2,5%-3% dari PDB dalam jangka menengah.

Kebijakan Makroprudensial yang akomodatif

Mengelola Risiko Makroekonomi

Triwulan I 2015

33

Sejumlah faktor risiko di atas berpotensi memberikan dampak pada

pelemahan konsumsi. Meski perlambatan konsumsi, baik secara nasional

maupun secara khusus di Jakarta, cenderung bersifat temporer, terdapat

indikasi adanya permasalahan yang lebih bersifat fundamental. Perekonomian

domestik yang didominasi oleh konsumsi dari sisi permintaan, sangat rentan

terkena imbas dari sentimen negatif terhadap stabilitas ekonomi makro yang

berpengaruh pada tingkat keyakinan dan konsumsi masyarakat. Faktor lain

adalah tingkat daya beli masyarakat yang dipengaruhi oleh dinamika

perekonomian, khususnya aktivitas di sektor riil. Pelemahan daya beli telah

terindikasi semenjak awal tahun 2015, merujuk pada tingkat keyakinan

konsumen, survei penjualan eceran, impor barang konsumsi, serta kredit

konsumsi.

Ke depan, potensi pelemahan konsumsi masih dapat berlanjut, terkait dengan

masih adanya faktor base effect belanja Pemilu pada triwulan II 2015, serta

tekanan inflasi yang bersumber dari penyesuaian harga BBM dan potensi

berlanjutnya tekanan pada nilai tukar. Penyesuaian harga BBM dipengaruhi

oleh tren harga minyak dunia yang diproyeksikan meningkat seiring dengan

perbaikan ekonomi global. Sementara itu, tekanan pada nilai tukar lebih

dipengaruhi oleh faktor global dengan adanya penyesuaian kebijakan suku

bunga Amerika Serikat.

Adapun dukungan konsumsi pemerintah juga berpotensi terbatas,

diantaranya sebagai pengaruh dari kebijakan penghematan Pemerintah Pusat

serta potensi penerimaan pajak di bawah target yang memberikan risiko

(budget constraint) pada upaya peningkatan pembangunan infrastruktur di

2015. Dari sisi fiskal daerah, meski belanja APBD telah dapat dimulai

realisasinya pada triwulan berjalan, namun masih terdapat risiko kinerja

penyerapan belanja yang belum cukup optimal pada periode selanjutnya.

Dalam mengantisipasi sejumlah risiko di atas, sejumlah bauran kebijakan

telah diimplementasikan. Bauran kebijakan yang dimaksud merupakan

bentuk koordinasi dan kerjasama antara pemerintah selaku otoritas fiskal dan

Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Kebijakan fiskal diharapkan dapat

memberikan stimulus ke pertumbuhan ekonomi melalui akselerasi belanja

infrastruktur. Sementara itu, kebijakan moneter difokuskan untuk menjaga

stabilitas, khususnya inflasi dan defisit neraca perdagangan. Dalam kaitan itu,

stance kebijakan moneter yang bias ketat akan terus dilanjutkan guna

memastikan terjaganya stabilitas makro. Meski demikian, kebijakan

makroprudensial akan diarahkan lebih akomodatif untuk dapat mendukung

pertumbuhan ekonomi. Sementara dari sisi pemerintah, terdapat peran dalam

mendorong kebijakan dan implementasi dari agenda reformasi struktural.

Triwulan I 2015

34

Meski terdapat optimisme terhadap perbaikan ekspor, pemulihan

ekonomi Amerika Serikat sebagai penggerak ekonomi dunia pada tahun

2015 diluar ekspektasi. Perbaikan ekonomi AS diyakini terus berlangsung,

meski lebih lamban dari perkiraan awal. Pertumbuhan ekonomi Amerika

Serikat hanya tercatat sebesar 0,2% (yoy) pada triwulan I 2015. Hal ini

terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan konsumen, sebagaimana

tercermin pada data penjualan ritel dan indeks keyakinan konsumen Amerika

Serikat yang menurun. Kondisi tenaga kerja (tingkat pengangguran) di

Amerika Serikat juga belum secara solid membaik. Tren penguatan dolar AS

ternyata menyebabkan kinerja ekspor Amerika Serika menurun. Sehingga ke

depan, masih terdapat potensi kinerja ekspor tumbuh di bawah ekspektasi

apabila lambatnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat terus berlanjut. Di sisi

lain, hal tersebut berpotensi ke penundaaan penyesuaian suku bunga Amerika

Serikat yang berpengaruh pada meredanya tekanan pada nilai tukar dan

tertahannya rebound harga minyak dunia. Kedua faktor ini dapat memberikan

pengaruh positif pada stabilitas ekonomi makro dan persepsi terhadap kondisi

perekonomian secara umum.

Grafik V.1 Penjualan Ritel Amerika Serikat Grafik V.2 Perkembangan Ekspor Impor

Amerika Serikat

Sementara itu, perekonomian Tiongkok melanjutkan tren perlambatan.

Hal ini terkait dengan lemahnya lapangan usaha properti (risiko bubble) yang

berpengaruh terhadap kinerja investasi serta pertumbuhan konsumsi baja dan

aktivitas konstruksi. Purchasing Managers Index (PMI) Tiongkok juga dalam

tren menurun yang mengindikasikan melemahnya permintaan khususnya

pada barang manufaktur.

Di sisi lain, perekonomian Eropa dan Jepang diperkirakan mengalami

perbaikan secara moderat. Perekonomian Eropa berpotensi membaik seiring

dengan pelaksanaan quantitave easing dan harga minyak yang relatif rendah.

Konsumsi juga cenderung tumbuh meningkat, terindikasi dari tingkat

keyakinan konsumen dan penjualan ritel yang membaik di Eropa. Baik PMI

komposit Eropa dan Jepang dalam tren meningkat, disamping kecenderungan

peningkatan konsumsi.

Triwulan I 2015

35

Tabel V.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Di tengah sejumlah risiko tersebut di atas, pertumbuhan ekonomi Jakarta

diprakirakan sedikit lebih baik pada triwulan II 2015. Perekonomian Jakarta

diprakirakan tumbuh sebesar 5,2% (yoy) pada triwulan berjalan. Perbaikan

kinerja terutama terjadi pada komponen konsumsi pemerintah, investasi, dan

ekspor. Pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi memiliki keterkaitan

mengingat sebagian besar investasi yang diproyeksikan meningkat adalah

pada pembangunan infrastruktur. Kinerja fiskal pemerintah memiliki peran

penting dalam mendukung pertumbuhan pada triwulan berjalan. Telah

selesainya proses reorganisasi sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L) serta

disahkannya APBD 2015 Provinsi DKI jakarta akan mendukung peningkatan

belanja pemerintah baik untuk belanja rutin maupun belanja modal. Selain

itu, juga terdapat peningkatan belanja pemerintah untuk penyelenggaraan

kegiatan Konferensi Asia Afrika yang cukup besar.

Konsumsi rumah tangga masih relatif kuat, meski cenderung melemah

dengan menurunnya daya beli masyarakat. Hasil survei konsumen

mengidentifikasi penurunan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi

perekonomian yang berpengaruh pada keputusan dalam melakukan

konsumsi ke depan. Ekspektasi terhadap kondisi lapangan kerja dan tingkat

pendapatan di Jakarta juga konsisten menurun sepanjang triwulan I 2015.

Adapun pengaruh pada daya beli terindikasi dari tren penurunan konsumsi

barang kebutuhan tahan lama yang diperkirakan berlanjut pada triwulan II

2015. Hal ini sejalan pula dengan penyesuaian harga BBM yang mengikuti

perkembangan harga minyak dunia, serta pelemahan aktivitas dunia usaha.

Lesunya perekonomian terdeteksi dari penurunan ekspektasi kegiatan usaha

dalam 3 triwulan terakhir. Faktor base effect dari spillover belanja Pemilu 2014

diperkirakan dapat dinetralisir dengan peningkatan konsumsi menjelang masa

puasa dan pencairan gaji ke-13 yang kemungkinan dilakukan pada Juni 2015.

2013 2014 2015 2016 2015 2016 2014 2015 2016

Dunia 3.3 3.3 3.5 3.7 3.4 3.8 3.30 3.44 3.74

Negara Maju 1.4 1.8 2.4 2.4 2.3 2.4 1.8 2.3 2.4

Amerika Serikat 2.2 2.4 3.6 3.3 3.2 2.9 2.4 3.2 3.0

Kawasan Eropa -0.4 0.8 1.2 1.4 1.2 1.6 0.8 1.1 1.4

Jepang 1.5 0.1 0.6 0.8 1.3 1.6 0.2 1.0 1.5

Negara Berkembang 4.7 4.4 4.3 4.7 4.4 5.2 4.4 4.3 4.7

Negara Berkembang Asia 6.6 6.5 6.4 6.2 6.5 6.6

Tiongkok 7.7 7.4 6.8 6.3 7.0 6.9 7.4 6.9 6.7India 4.6 5.8 6.3 6.5 6.4 6.7 5.6 6.3 6.5

Negara Berkembang Lainnya 3.1 2.7 2.6 3.4 2.7 2.62 3.303.0

Volume Perdagangan Dunia (barang dan jasa) 3.0 3.1 3.8 5.3 3.2 4.5 4.9

Harga Komoditas (U.S.Dollars)Minyak (USD per barel) 104.1 96.3 56.7 63.9 99 55 68

-1.2 -4.0 -9.3 -0.7 -4.29 -5.60 -1.97

Feb-15*Feb -15

Bank IndonesiaConsensus ForecastWEO (IMF)

Jan-15*

Non bahan bakar (rata-rata berdasarkan bobot

ekspor komoditas dunia)

Realisasi

Triwulan I 2015

36

Melihat kondisi tersebut, maka kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan

tumbuh terbatas pada triwulan II 2015.

Grafik V.3 Indeks Ekspektasi Penghasilan

dan Ketersediaan Lapangan Kerja

Grafik V.4 Indeks Ekspektasi Kegiatan

Usaha dan Konsumsi Barang Tahan Lama

Pada triwulan II 2015, kinerja investasi di Jakarta berpotensi tumbuh lebih

baik dengan dukungan belanja pembangunan infrastruktur. Sejumlah

proyek infrastruktur skala besar yang terus berlanjut adalah pembangunan

MRT, Terminal Peti Kemas Kalibaru (New Priok), jalan tol akses Priok dan jalur

kereta api ke Bandara Soekarno-Hatta. Adapun proyek pembangunan

infrastruktur baru yang dimulai pada triwulan berjalan adalah pembangunan

jalan layang Mampang Cileduk untuk operasional busway TransJakarta.

Meski demikian, kontribusi Pemerintah Daerah dalam pembiayaan

infrastruktur relatif masih rendah. Hal ini terkait dengan keterlambatan

pengesahan APBD Provinsi DKI Jakarta 2015. Selain itu, perkembangan lelang

paket pembangunan infrastruktur program prioritas Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di DKI Jakarta juga berpotensi masih

belum optimal. Proses lelang yang dikoordinasikan Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta hanya berhasil dilaksanakan untuk 53 proyek atau di bawah 10% dari

total target lelang 566 proyek senilai Rp 2,9 triliun. Program sejuta rumah

yang dicanangkan pada April 2015 diharapkan dapat memberikan dukungan

pada peningkatan realisasi investasi pada triwulan berjalan.

Selain itu, terdapat pula dukungan investasi bangunan dari sektor

properti komersial. Meski pasar properti Jakarta diprediksi kembali prospektif

pada tahun 2015, namun perbaikan kinerja pada triwulan II 2015 diprediksi

masih terbatas. Optimisme pelaku pasar terhadap prospek investasi properti

pada tahun 2015 yang baik didasari oleh penurunan suku bunga pada

Februari 2015 dan likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor

properti. Pembangunan proyek properti baru yang sedang berlangsung saat

ini, khususnya pada gedung perkantoran dan hunian vertikal. Sementara

untuk properti ritel skala besar (mall) hanya terdapat dua proyek yang sedang

dalam tahap konstruksi di wilayah Jakarta. Dorongan terhadap investasi PMA

dengan kemudahan proses perizinan juga berpotensi mendukung

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2012 2013 2014 2015

Indeks

Ekspektasi Penghasilan 6 bln yad

Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bln yad

Optimis

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2012 2013 2014 2015

IndeksEkspektasi Kegiatan Usaha 6 bln yad

Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama

Triwulan I 2015

37

peningkatan kinerja investasi properti pada triwulan berjalan. Di sisi lain,

sublapangan usaha properti juga dihadapkan pada tantangan melambatnya

tingkat okupansi, tingkat penjualan, dan pertumbuhan harga. Khusus untuk

kantor sewa, terdapat indikasi penundaan ekspansi ruang kantor oleh

sejumlah perusahaan migas dalam rangka penghematan biaya operasional.

Disamping itu, investasi properti juga terhambat dengan kendala pembebasan

lahan dan semakin meningkatnya harga lahan yang berdampak pada

kelayakan investasi dari sisi finansial.

Dari sisi investasi nonbangunan, peningkatan kinerja diprediksi masih

berpotensi pada lapangan usaha komunikasi dan transportasi. Prospek

investasi di lapangan usaha telekomunikasi pada tahun 2015 terkonfirmasi

dari lima operator besar. Investasi di bidang teknologi informasi dan

telekomunikasi (ICT) diprakirakan sebesar Rp52 triliun, hampir setara dengan

investasi pada tahun sebelumnya. Investasi dilakukan untuk memenuhi

kenaikan permintaan layanan jasa telekomunikasi, khususnya untuk layanan

data. Investasi di lapangan usaha telekomunikasi juga dilakukan Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta melalui program smart city. Implementasi program ini juga

membuka peluang investasi terutama dalam pengembangan aplikasi dan

infrastruktur. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memiliki komitmen untuk

tetap berinvestasi pada lapangan usaha transportasi publik melalui BUMD. Hal

ini dalam rangka mengatasi permasalahan kemacetan yang dirasakan semakin

parah di Jakarta.

Tabel V.2 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Sisi Permintaan

(%,yoy)

Kinerja investasi nonbangunan pada lapangan usaha manufaktur

diperkirakan belum akan optimal pada triwulan berjalan. Hal ini merujuk

pada informasi liaison yang sebagian besar mengindikasikan belum adanya

rencana untuk ekspansi usaha. Perlambatan ekonomi domestik, terutama

pelemahan daya beli konsumen yang memengaruhi tingkat konsumsi,

menjadi salah satu faktor penundaan sejumlah investasi di lapangan usaha

IV Total I IIp Total-p

PDRB (%,yoy) 6.7 6.5 6.1 6.2 5.9 5.1 5.2 5.3 - 5.8

Sisi Permintaan

Konsumsi Rumah Tangga 6.4 6.2 5.4 5.0 5.4 5.1 5.3 5.2 - 5.6

Konsumsi LPNRT 10.9 9.4 5.8 (0.7) 16.9 (12.9) (13.0) (5.7) - (5.3)

Konsumsi Pemerintah 7.9 6.0 8.7 1.4 2.0 2.1 3.1 2.0 - 2.4

Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.9 9.6 5.8 2.5 3.0 3.7 4.6 4.1 - 4.5

Perubahan Inventori (89.0) 7.2 7.9 (37.9) (16.3) 4.8 5.1 2.7 - 3.1

Ekspor Luar Negeri 20.5 11.3 3.4 (3.1) (0.5) (1.5) 4.0 2.6 - 3.0

Net Ekspor Antar Daerah 25.1 4.8 (5.8) 18.8 0.6 (11.2) 3.3 (0.6) - (0.2)

Impor Luar Negeri 16.3 9.1 0.5 0.8 (1.2) (6.2) 2.6 0.1 - 0.5

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

2014 20152011 2012 2013

Triwulan I 2015

38

manufaktur. Prospek perbaikan ekspor masih dapat dipenuhi dengan masih

memadainya kapasitas produksi industri pengolahan. Isu lain dari dari investasi

pada manufaktur di Jakarta juga terkait dengan keterbatasan lahan dan

sarana pendukungnya. Meski telah terdapat upaya untuk mengatasi

hambatan dalam fasilitasi investasi, khususnya perizinan melalui implementasi

PTSP, masih ditemui sejumlah konflik terkait regulasi dan minimnya struktur

insentif bagi investasi pada lapangan usaha strategis.

Kinerja ekspor produk Jakarta masih berpotensi tumbuh meningkat,

meski cenderung bias ke bawah dari prakiraan awal. Hal ini merupakan

dampak dari perlambatan sejumlah ekonomi negara mitra dagang Jakarta,

khususnya Tiongkok. Secara umum, volume perdagangan dunia masih

diproyeksikan meningkat pada tahun 2015. Optimisme adanya perbaikan

cukup signifikan pada volume perdagangan ditunjukkan oleh sejumlah

Lembaga internasional seperti IMF dalam World Economic Outlook (WEO)

(Tabel V.2). Volume perdagangan dunia terutama bersumber dari perbaikan

ekonomi Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Namun, merujuk pada

perkembangan terakhir perlambatan ekonomi Tiongkok berpotensi

memberikan pengaruh pada kinerja perekonomian negara emerging market

lain. Keterkaitan perdagangan antara negara tersebut dapat memberikan

pengaruh pada kinerja ekspor produk Jakarta yang diperkirakan lebih rendah

dari prakiraan awal.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan berjalan

dikontribusikan oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,

lapangan usaha informasi dan komunikasi, lapangan usaha konstruksi

serta lapangan usaha industri. Kinerja lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran didukung dengan adanya belanja penyelenggaraan event

perdagangan yang bersifat lokal seperti 8th Indonesia Jewellery Fair pada

Februari 2015, Jakarta International Handicraft Trade Fair (INACRAFT) pada

April 2015, serta event terbesar Jakarta Fair pada Juni 2015. Meski terdapat

kecenderungan melemahnya daya beli rumah tangga, penyelenggaraan event

yang menjangkau segala lapisan masyarakat seperti Jakarta Fair akan dapat

menopang aktivitas pada lapangan usaha perdagangan. Potensi menguatnya

kinerja perdagangan besar dan eceran juga terkait dengan awal puasa pada

pertengahan Juni. Adapun event bertaraf internasional khususnya peringatan

60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) pada bulan April turut mendukung

kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum.

Lapangan usaha informasi dan komunikasi diproyeksikan masih memiliki

potensi tumbuh meningkat pada triwulan II 2015. Pertumbuhan diprediksi

bersumber dari peningkatan investasi pada jasa layanan informasi, secara

khusus pada bisnis daring yang masih memiliki prospek ke depan. Di sisi lain,

Triwulan I 2015

39

perluasan layanan jasa informasi dan komunikasi didukung dengan ekspansi

jaringan 4G. Hal ini didukung dengan besarnya animo masyarakat untuk

meningkatkan kecepatan dari jaringan komunikasi yang digunakan. Kinerja

sektor jasa lain seperti jasa transportasi dan logistik, secara umum juga masih

memiliki prospek yang baik. Berkembangnya bisnis transportasi sejalan

dengan upaya peningkatan serta perbaikan sarana transportasi publik.

Sementara bisnis logistik akan terdorong oleh meningkatnya aktivitas bisnis

daring yang berfokus pada online stores. Sementara itu, sektor jasa keuangan

diperkirakan akan melambat terkait dengan terbatasnya ekspansi kredit

perbankan dan kinerja pasar modal. Risiko kenaikan suku bunga Amerika

Serikat berdampak pada repatriasi dana modal asing yang berpotensi

menekan kinerja pasar modal, sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar

keuangan yang cenderung negatif terutama dengan masih adanya risiko

defisit neraca perdagangan.

Kinerja lapangan usaha konstruksi juga berpotensi membaik dengan

dukungan pembangunan fisik infrastruktur, meski sektor properti

komersial terindikasi melambat. Realisasi proyek infrastruktur skala besar

mulai Mei 2015 diperkirakan akan mampu mendukung perbaikan kinerja

lapangan usaha konstruksi yang melambat dalam beberapa triwulan terakhir.

Salah satunya adalah pembangunan jalan layang Mampang Cileduk untuk

rute TransJakarta. Sementara itu, konstruksi proyek infrastruktur skala besar

yang eksisting seperti MRT dan pelabuhan Kalibaru juga terus berlanjut.

Demikian pula halnya dengan pembangunan proyek properti komersial, telah

memasuki tahap konstruksi, meski di sisi lain terdapat potensi penundaan

proyek properti baru. Hal ini sebagai pengaruh dari lesunya pasar properti

komersial.

Lapangan usaha industri diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi dengan

dukungan ekspor. Adanya prospek perbaikan kinerja ekspor luar negeri

menjadi latar belakang proyeksi meningkatnya kinerja di lapangan usaha

industri. Diversifikasi ekpor mungkin dilakukan untuk sebagian produk ekspor

utama Jakarta, diantarannya kendaraan bermotor, bahan kimia, peralatan

listrik, dan garmen. Peningkatan produktivitas dan semakin efisiennya sistem

logistik serta distribusi turut menjadi faktor meningkatnya kinerja lapangan

usaha industri. Di sisi lain, terdapat risiko khususnya dari penurunan

permintaan domestik terhadap produk barang industri sebagai pengaruh dari

melambatnya daya beli masyarakat. Meski demikian, ekspektasi kenaikan

permintaan pada masa Lebaran, diperkirakan akan diantisipasi dengan

peningkatan kinerja industri seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Investasi

turut menjadi faktor risiko dalam perbaikan kinerja lapangan usaha dimaksud,

mengingat belum terindikasi adanya kebutuhan untuk peningkatan kapasitas

produksi.

Triwulan I 2015

40

Tabel V.3 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Sisi Penawaran

(%,yoy)

B. Inflasi

Inflasi Jakarta pada keseluruhan tahun 2015 diprediksi lebih rendah

dibandingkan dengan inflasi tahun 2014. Inflasi Jakarta diprakirakan berada

di kisaran 4,1% - 4,5% (yoy) dan diharapkan dapat turut mendukung target

pencapaian sasaran inflasi nasional sebesar 4% ± 1% (yoy). Hal tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari eksternal maupun

internal. Pada sisi eksternal, tren penurunan harga minyak yang diperkirakan

akan berlangsung hingga pertengahan tahun 2015 akan memberikan

dampak tidak langsung pada sejumlah kebijakan energi Pemerintah Dalam

Negeri. Selain itu, pengaruh pelemahan nilai tukar diharapkan telah

menemukan keseimbangan baru pada tahun 2015 sehingga tekanan inflasi

yang dipengaruhi oleh pelememahan nilai tukar rupiah akan relatif menurun.

Kemudian dari sisi internal, pengaruh kebijakan administered prices yang

dikeluarkan oleh Pemerintahan baru diperkirakan akan memberikan pengaruh

yang relatif terbatas pada pengujung tahun 2015. Penurunan inflasi tersebut

juga dikontribusikan oleh langkah-langkah guna menjamin ketahanan pangan

dengan dukungan ketersediaan pasokan dan terjaganya ekspektasi.

IV Total I IIp Total-p

PDRB (%,yoy) 6.7 6.5 6.1 6.2 5.9 5.1 5.2 5.3 - 5.8

Sisi Produksi

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.1 3.3 1.9 0.7 0.7 1.0 0.1 0.3 - 0.7

Pertambangan dan Penggalian 4.3 (0.7) (0.2) (1.1) (0.9) (1.1) (1.3) (1.5) - (1.1)

Industri Pengolahan 2.4 2.4 5.5 3.8 5.5 2.9 4.8 4.4 -4.8

Pengadaan Listrik, Gas 5.2 5.3 1.0 6.4 1.8 4.6 2.5 2.7 - 3.1

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah & Limbah 2.9 4.1 3.7 3.4 3.8 1.1 2.0 1.5 - 1.9

Konstruksi 6.3 5.4 6.1 3.0 4.7 3.6 3.5 3.6 - 4.0

Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan 7.2 6.8 5.3 5.1 4.9 3.8 4.1 3.9 - 4.3

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.0 6.3 6.5 5.6 5.8 7.5 6.1 6.4 - 6.8

Transportasi dan Pergudangan 7.5 6.9 7.1 14.2 13.7 4.0 5.9 6.4 - 6.8

Informasi dan Komunikasi 12.1 13.8 12.1 9.6 11.1 9.5 10.9 10.7 - 11.1

Jasa Keuangan 3.6 9.4 7.8 11.9 4.5 7.5 5.3 5.8 - 6.2

Real Estate 6.7 6.7 5.1 5.6 5.0 5.4 4.6 4.9 - 5.3

Jasa Perusahaan 7.6 7.0 8.2 8.9 9.0 7.3 6.9 6.8 - 7.2

Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sos. 11.9 1.4 (2.9) 2.4 1.2 1.1 2.3 1.8 - 2.2

Jasa Pendidikan 6.2 6.0 3.5 3.6 3.7 3.5 4.3 3.5 - 3.9

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.3 8.4 5.8 7.3 6.9 7.5 4.1 6.4 - 6.8

Jasa lainnya 13.3 8.7 7.6 8.0 8.5 7.9 6.3 7.3 - 7.7

Inflasi IHK (%,yoy) 6.7 6.5 6.1 9.0 9.0 7.1 7.9 4.1 - 4.5

Sumber: Badan Pusat Statis tik, diolahp proyeks i Bank Indones ia

2014 20152011 2012 2013

Triwulan I 2015

41

Inflasi tahun 2015 yang diperkirakan akan lebih rendah daripada tahun

2014, tidak terlepas dari sejumlah risiko yang masih akan membayangi

pergerakannya. Beberapa risiko inflasi yang dihadapi pada tahun 2015,

terutama berasal dari kelompok administered prices, yang mencakup kenaikan

harga bahan bakar Liquefied Petroleum Gas (LPG), Tarif Tenaga Listrik (TTL),

biaya pembuatan Surat Ijin Mngemudi (SIM), dan tarif angkutan. Kenaikan

LPG terkait dengan pengajuan kenaikan harga oleh Pertamina untuk

mendekati harga keekonomiannya. Kenaikan harga LPG diperkirakan akan

dikenakan baik untuk ukuran 12 kg, maupun 3 kg. Dalam penyesuaian harga

LPG 3 kg, pemerintah memiliki dua opsi yaitu menaikan harga pada level

konsumen atau mengalihkan dana subsidi BBM atau listrik. Apabila Pemda

DKI Jakarata memilik opsi terakhir maka masyarakat tidak menanggung

tambahan kenaikan harga yang terjadi. Penyesuaian harga juga akan

dikenakan pada TTL rumah tangga dan industri untuk mengurangi subsidi

APBN. Kedua opsi dimaksud masih dalam proses pengkajian, karena

diharapkan mekanisme yang dipilih tidak terlalu akan membebani masyarakat

yang mengonsumsi LPG ukuran 3 kg. Risiko lain yang juga berasal dari

kelompojk administered prices terkait dengan biaya pembuatan SIM yang

meningkat cukup signifikan dan juga kenaikan pajak progresif kepemilikan

kendaraan bermotor lebih dari satu unit. Selain itu, kenaikan tarif angkutan

kereta ekonomi yang diberlakukan diharapkan dapat mengurangi bebean

subsidi Public Service Obligation (PSO) Pemprov DKI untuk kemudian dapat

dialokasikan kepada hal lainnya.

Tabel IV.4 Potensi Risiko Administered Prices 2015

Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi Jakarta masih akan berada pada

level yang tinggi, dan cenderung meningkat dibandingkan dengan

triwulan I 2015. Adapun beberapa faktor yang pendorong laju inflasi pada

triwulan mendatang antara lain adalah masih belum hilangnya faktor base

Risiko Keterangan Probabilitas

Kenaikan LPG 3 kg Kenaikan harga LPG 3 kg karena disparitas harga yg lebar

antara harga keekonomian dan harga jual. Tinggi

Kenaikan TTL (Tariff Adjust ) Rumah

Tangga Gol. 1.300 – 5.500 VA dan

Kelompok Industri

Kenaikan sesuai roadmap penyesuaian tarif l istrik berbagai

golongan hingga mencapai tarif keekonomiannya pada 2017-

2018.

Tinggi

Kenaikan Biaya Pembuatan SIM Berdasarkan RAPBN-2015, biaya pembuatan SIM meningkat

200%.Tinggi

Kenaikan Tarif Kereta Ekonomi Tarif Kereta Ekonomi jarak jauh rata-rata meningkat sebesar

126% per 1 Januari 2015. Sedang

Dampak Penyesuaian Harga BBM krn

Kenaikan harga minyak

Kemungkinan harga minyak dunia meningkat pada antara

triwulan II - IV 2015 sebagai pengaruh dari meningkatnya

permintaan global.

Sedang

Kenaikan TTL krn kenaikan harga

minyak + PPN 10%

Rencana peningkatan penerimaan pajak melalui pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pelanggan listrik Rumah

Tangga golongan di atas 2.200 VA.

Sedang

Triwulan I 2015

42

effect akibat faktor rigiditas kenaikan biaya transportasi yang kemudian

memicu kenaikan harga barang dan jasa pascakenaikan BBM pada akhir

2014. Diperkirakan faktor tersebut akan menghilang pada triwulan III 2015.

Selain itu, siklus peningkatan inflasi periode Bulan Puasa dan persiapan

perayaan Hari Besar Keagamaan (Lebaran), diprakirakan akan memberikan

tekanan terhadap inflasi yang cukup besar karena diiringi dengan

peningkatan daya beli sehubungan dengan dibayarkannya gaji ke-13 dan

Tunjangan Hari Raya (THR). Hasil survei konsumen menunjukkan tren yang

meningkat atas ekspektasi konsumen Jakarta terhadap harga. Konsumen

berekspektasi perubahan harga sejalan dengan tren peningkatan inflasi dalam

3 dan 6 bulan mendatang (Grafik VI.4).

Sejumlah risiko inflasi pada triwulan II 2015 yang berpotensi

mendorngkrak laju inflasi terutama berasal dari ekspektasi kenaikan

pendapatan yang berasal dari pembayaran gaji ke-13 dan Tunjangan Hari

raya (THR) pada akhir triwulan II 2015. Risiko utama pada triwulan

mendatang adalah kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) gula seiring

semakin dekatnya musim giling tebu. Kemudian akibat pergesaran musim

tanam, yang pada akhir triwulan IV 2014 terjadi pergeseran musim tanam

sehingga menyebabkan panen bergeser ke tahun 2015 dan panennya

menjadi terpecah, yaitu Maret, April bahkan Mei. Risiko lainnya adalah

pergerakan kondisi global yang masih belum pulih, tren pergerakan harga

minyak internasional dan tekanan pelemahan nilai tukar rupiah yang

berpotensi untuk memberikan dampak lanjutan pada penyesuaian harga BBM

dan juga TTL. Selain itu, adanya kekhawatiran akan pengaruh El Nino yang

telah melanda Australia akan menjalar ke Indonesia, terutama bagian Timur.

Berdasarkan hasil kajian Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika

(BMKG), secara umum pengaruhnya pada Mei 2015 masih normal atau

cenderung lemah untuk wilayah lainnya. Meski demikian, gangguan pada

wilayah lain dapat mengganggu proses produksi wilayah dimaksud dan

akhirnya akan meningkatkan tekanan inflasi di daerah-daerah lain.

Grafik VI.4 Ekspektasi Inflasi (Perubahan Harga)

BOKS 2

100

120

140

160

180

200

220

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4

2012 2013 2014 2015

Indeks

Perubahan harga umum 3 bulan yad

Perubahan harga umum 6 bulan yad

Triwulan I 2015

43

Roadmap Pengendalian Inflasi Jakarta

Roadmap pengendalian inflasi memiliki arti penting dalam rangka

semakin mengarahkan dan mempertajam langkah pengendalian inflasi di

wilayah kota Jakarta. Menyikapi berbagai tantangan pengendalian inflasi

yang bersifat struktural maupun temporer, namun memiliki arti yang strategis,

maka dibutuhkan suatu kerangka pengendalian inflasi yang lebih terarah dan

bersifat jangka menengah panjang. Program pengendalian inflasi juga

seyogyanya memiliki prioritas dan strategi yang jelas agar langkah yang

diambil, baik melalui pendekatan kebijakan maupun program, menjadi

semakin fokus dan efektif. Diharapkan dengan adanya roadmap pengendalian

inflasi, terdapat keselarasan antara program strategis pengendalian inflasi

daerah dengan program kerja pembangunan daerah serta penganggaran

APBD. Sejumlah program strategis pengendalian inflasi bersifat multi-years

melalui pentahapan diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal.

Diagram B2.1 Kerangka Perumusan Roadmap Pengendalian inflasi

Tujuan dari perumusan roadmap pengendalian inflasi daerah, termasuk di

DKI Jakarta, juga untuk mendukung upaya penurunan inflasi nasional ke

level yang lebih rendah dan stabil. Langkah pengendalian inflasi daerah

pada akhirnya diharapkan dapat mendukung pencapaian target sasaran inflasi

nasional yang lebih rendah dalam lima tahun ke depan. Hal ini dimaksudkan

agar inflasi nasional dapat menyamai inflasi negara tetangga di regional

ASEAN yang lebih rendah. Dengan inflasi yang lebih rendah dan stabil, maka

daya saing perekonomian nasional akan meningkat, disamping tingkat

kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Rata-rata Realisasi

Inflasi 2012-2014 :

Sasaran Inflasi Jangka

Pendek 2015-2016

Roadmap Pengendalian Inflasi 2015 - 2019

Solusi

Jangka

Pendek

Solusi

Jangka

Menengah

Pusat

Komunikasi Koordinasi Sinergi Penyelarasan Program

Jangka Pendek & JangkaMenengah (Permasalahan

Struktural)

DKI Jakarta Daerah Lain

Inklusi Strategi ke dlmRPJMD & RAPBD

IDENTIFIKASI TANTANGAN

PENGENDALIAN INFLASI

6,97%

2012 2013 2014

3,97% 8,00% 8,95%

Sasaran Inflasi Jangka

Menengah 2017-2019

4% ± 1,0% 3,5% ± 1,0%

IDENTIFIKASI SUMBER TEKANAN

INFLASI

StrategiPengendalian

Inflasi

1

2

3

Triwulan I 2015

44

Secara umum, permasalahan inflasi Jakarta dipengaruhi baik dari sisi

demand maupun supply. Terkait dengan demand, kuatnya konsumsi kelas

menengah atas Jakarta menjadi isu, di tengah keterbatasan daya dukung

prasarana maupun sarana publik. Ketersediaan (supply) layanan publik baik

dari sisi infrastruktur, transportasi, perumahan, serta pangan diidentifikasi

sebagai tantangan dalam pengendalian inflasi Jakarta saat ini dan di masa

mendatang. Hasil pemetaan kuadran antara bobot nilai komoditas (NK) dan

intensitas (frekuensi) penyumbang inflasi dalam tiga tahun terakhir, terlihat

bahwa inflasi Jakarta lebih dipengaruhi oleh komoditas yang diatur penentuan

harganya melalui kebijakan Pemerintah Pusat (angkutan udara, bensin, tarif

listrik, bahan bakar rumah tangga, angkutan dalam kota) serta komoditas

kebutuhan pokok utama baik bahan makanan maupun perumahan. Spesifik

pada bahan makanan, terdapat sejumlah komoditas yang perlu menjadi

perhatian terkait dengan aspek tata niaga dan rigiditas harga yaitu beras dan

daging, maupun dari sisi volatilitas harga yaitu bawang merah.

Grafik B2.1 Pemetaan Komoditas Inflasi Jakarta

Selain faktor kuatnya permintaan di Jakarta, terdapat sejumlah tantangan

inflasi yang bersifat temporer (cyclical) maupun struktural. Kuatnya

permintaan di Jakarta tidak terlepas dari pertumbuhan kelas menengah

dengan daya beli yang relatif tertinggi secara nasional. Secara temporer, inflasi

di Jakarta dipengaruhi oleh siklus banjir pada awal tahun, serta pola musiman

Hari Raya Keagamaan, khususnya Lebaran. Selain itu, juga terdapat isu terkait

dengan mekanisme penyesuaian tarif angkutan serta upah minimum.

Kontrak Rumah

Sewa Rumah

Beras

BBRTAngkutan Dalam Kota

Emas PerhiasanNasi

Bensin

Tarif Listrik

Rekreasi Rokok Kretek FilterMieAngkutan UdaraUpah Asisten RT

Daging Ayam RasPerguruan Tinggi

Angkutan Antar Kota

Motor

Tukang

Minyak Goreng Mobil Daging Sapi Jeruk

Sekolah Dasar SotoBawang Merah

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Bobot NK

Frekuensi

Kebijakan

Pemerintah

Pusat

Bobot NK

Intensitas Penyumbang Inflasi

Kuadran I : Dampak Inflasi

dan Frekuensi Tinggi

Kuadran III : Dampak Inflasi

Rendah, Frekuensi Tinggi

Triwulan I 2015

45

Tantangan yang bersifat termporer lainnya yaitu gangguan ketersediaan

pasokan dan distribusi bahan pangan. Hal ini tidak terlepas dari faktor

kesinambungan pangan dan ketergantungan Jakarta pada daerah produsen

pangan.6

Adapun tantangan yang bersifat struktural, terutama adalah keterbatasan

infrastruktur yang berpengaruh pada buruknya layanan publik dan

gangguan distribusi, serta aspek tata niaga. Kemacetan dan masalah banjir

disebabkan oleh masing-masing minimnya infrastruktur transportasi serta

mitigasi banjir. Sementara itu, dari sisi tata niaga, terdapat empat hal yang

perlu menjadi perhatian yaitu rantai distribusi, rigiditas dan faktor

pembentukan harga, serta disparitas harga. Berdasarkan hasil studi, pedagang

bahan pangan (khususnya beras) di Jabodetabek cenderung melakukan

spekulasi. Hal ini terindikasi dari faktor penentuan harga jual yang sangat

dipengaruhi oleh pertimbangan pada kondisi pasokan.7

Pedagang bahan

pangan di Jabodetabek juga cenderung merespons kenaikan harga lebih

cepat dari penurunan. Perilaku tersebut berdampak pada rigiditas harga yang

mengakibatkan lebih cepatnya akumulasi kenaikan harga, sehingga tren

harga bahan pangan di Jakarta konsisten meningkat antarwaktu. Hambatan

distribusi menjadi faktor variabilitas dan disparitas harga pangan antarpelaku

di Jakarta. Dalam merespons tantangan struktural ini, perlu dilakukan

pembenahan rantai distribusi dan perbaikan kondisi infrastruktur yang

berpengaruh pada biaya logistik di Jakarta.

Diagram B2.2 Tantangan Inflasi Temporer Diagram B2.3 Tantangan Struktural

Inflasi Jakarta

Roadmap pengendalian inflasi Jakarta mengarah pada upaya penurunan

inflasi secara bertahap. Pengendalian inflasi Jakarta perlu diarahkan agar

6

Jakarta memiliki ketergantungan pangan yang sangat tinggi sebagai daerah defisit

pangan, meski sejauh ini sebagian besar pasokan dapat dipenuhi dari wilayah Jawa. 7

Pemetaan Struktur Pasar (Tumpak dkk, 2011).

Mekanisme / Rumusan

penyesuaian TarifAngkutan

Puasa & Hari Raya

Keagamaan

Banjir

DisparitasHarga

Channel of Distribution

Price Setting

Downward Rigidity

Triwulan I 2015

46

realisasi inflasi dapat masuk dalam batas ambang atas dan bawah dari target

sasaran inflasi nasional. Hal ini mengingat pergerakan inflasi Jakarta yang

sejalan dengan inflasi nasional. Diharapkan agar pada tahun 2019, inflasi

Jakarta dapat berada pada titik tengah target sasaran inflasi nasional yaitu

sebesar 3,5% ± 1% (yoy). Untuk mencapai hal tersebut, TPID Jakarta telah

merumuskan sejumlah langkah pengendalian inflasi strategis dalam kurun

waktu lima tahun ke depan yaitu tahun 2015 2019. Langkah pengendalian

inflasi strategis tersebut diarahkan pada aspek kelembagaan/tata niaga,

logistik/infrastruktur, demand control/informasi, dan layanan publik.

Grafik B2.2 Path Sasaran Inflasi Jakarta 2015 - 2019

Diagram B2.4 Langkah Pengendalian Inflasi Strategis 2015 - 2019

11.11

2.34

8.008.95

4.3 3.8 3.63.5

4.8

0

2

4

6

8

10

12

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

% yoy

Path Inflasi Jakarta Batas Atas SasaranBatas Bawah Sasaran

2015 2016 2017 - 2019

KELEMBAGAAN

• Penguatan koordinasi lintassektor dan TPID Wilayah

• Perpanjangan MoU & PKS• Penguatan peran BUMD dlm

pembentukan harga pasar1)

• Penyelesaian masalah kerjasama penyediaan pangan

• Percepatan realisasi kerjasama penyediaan pangan

• Pengoperasian outlet BUMD pangan di pasar utama Jkt

• Kerjasama langsung dgnsentra agrobisnis

• Perluasan kerjasamapenyediaan pangan

• Integrasi sistem lelangkomoditas pangan di IPJ

• Perda price tagging

LOGISTIK/INFRASTR

DEMAND CONTROL

INFORMASI

• Penguatan koordinasi dan kerjasama utk mendukungperbaikan sistem logistik

• Normalisasi waduk/sungai/ drainase (flood mitigation)

• Pasar darurat saat banjir

• Perbaikan sistem logistikpasar dan sentra distribusi

• Pembenahan jalur distribusivital (infrastruktur laut dandarat)

• Revitalisasi pasar

• Optimalisasi jalur keretadan angkutan laut utkperdagangan (short sea shipping)

• Optimalisasi sisteminformasi harga (IPJ) melaluiintegrasi ke PIHPS nasional

• Mendorong efektivitas IPJ dan pesan pengendalianinflasi melalui perluasanpublic awareness

• Program diversifikasipangan

• Sosialisasi urban farming2)

TATA NIAGA

1) Dukungan APBD dalam bentuk penyertaan modal

2) Penyediaan bibit komoditas hortikultura strategis kepada masyarakat

LAYANAN PUBLIK

• Optimalisasi PTSP utk mengurangi biaya usaha• Penambahan Rusun dan utilitas (listrik, gas, air) • Peningkatan transportasi massal (penambahan armada & integrasi moda transportasi Jabodetabek )

• Batas kewajaran dalam penentuan harga atau pajak & restribusi yang diatur Perda

• Sosialisasi program pengendalian inflasi (4K) dan Perda terkait harga (menjaga ekspektasi inflasi)

1 K1 2 K2 3 K3 4 K4

1 2

32

42

2

3

K Koordinasi lintas sektor