26
LAPORAN PRAKTIKUM STERIL PEMBUATAAN SEDIAAN VITAMIN B1 INJEKSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan penilaian menempuh mata kuliah Praktikum Steril yang Dibina oleh Bapak Fandi, Ssi.Apt OLEH Ria Nurul Aini NIM 10.033 KH

Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

LAPORAN PRAKTIKUM STERIL

PEMBUATAAN SEDIAAN VITAMIN B1 INJEKSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan penilaian

menempuh mata kuliah Praktikum Steril

yang Dibina oleh Bapak Fandi, Ssi.Apt

OLEH

Ria Nurul Aini NIM 10.033 KH

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

Juni 2012

Page 2: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

JURNAL PRAKTIKUM STERIL

SEDIAAN INJEKSI VITAMIN B1

A. TANGGAL PRAKTIKUM

Minggu, 27 Mei 2012

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengetahui cara pembuatan injeksi Thiamin Hcl dengan metode sterilisasi yang sesuai.

C. DASAR TEORI

Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspense, atau serbuk yang harus

dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan

dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.

Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati – hati untuk

menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secara fisik.

Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus steril, tidak

terontaminasi bahan asng, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.

Keuntungan sediaan injeksi

1. Bekerja cepat

2. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung

3. Kemurnian dan takaran zat berkhasiat lebih terjamin

4. Dapat digunakan sebagai depo terapi

Kerugian sediaan injeksi

1. Bekerja cepat jika terjadi kesalahan sukar dilakukan pencegahan

2. Cara pemberian lebih sukar harus memakai tenaga khusus

3. Kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan

4. Secara ekonomis lebih mahal dibandngkan dengan sediaan oral.

Syarat – syarat injeksi

. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik.

2. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, benbas dari partikel padat kecuali

dalam bentuk suspense

Page 3: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

3. Isohidris, mempunyai pH 7,4

4. Isotonis

Sebaiknya larutan injeksi harus isotonis , jika terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi

jangan sampai hipotonis. Jika larutan hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik

keluar dari sel sehingga sel akan mengerut tetapi keaadn ini bersifat sementara dan tidak

merusak sel , namun jika larutan hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksiakan

diserap dan masuk kedalam sel akibatnya sel akan mengembang dan pecah fdan keadaan

ini bersifat tetap.

5. Steril

6. Bebas dari pirogen

7. Tidak boleh berwarna, kecuali zat berkhasiatnya berwarna

Klasifikasi sediaan injeksi :

1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya : Injeksi Vitamin C

2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya : Injeksi Kamfer

3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya : Injeksi Phenobarbital

4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya : Inj Calciferol (vitamin D2)

5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contonhya : Inj Bismuthsubsalisilat.

6. Emulsi steril, contohnya : Infus Ivelip 20%

7. Serbuk kering dilarutkan dengan air

Faktor – factor yang mempengaruhi pembuatan obat suntik :

A. Pelarut dan Pembawa

1. Pelarut dan pembawa air untuk obat suntik

a. Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar – besaran

adalah air untuk injeksi atau disebut WFI (Water for Injection)

- Persyaratan WFI menurut standar BP (2001) dan EP (2002) tidak boleh

mengandung :

Total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg per liter.

Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm

Ammonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm

Nitrat tidak noleh lebih dari 0,2 ppm

Page 4: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Logam berat (Cu, Fe, Pb) tidak boleh lebih dari 0,1 ppm

Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm

Bebas pirogen

pH 5,0 – 7,0

- Penyimpanan air untuk injeksi (WFI) harus disimpan dalam wadah yang tertutup

rapat pada temperature dibwah atau diatas kisaran temperature ideal mikroba

dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan dalam waktu 24 jam sesudah

penampungan

b. Steril Water for Injection (air steril untuk injeksi) adalah air untuk injeksi yang

disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan

antimikroba atau bahan tambahan lainnya.

Syarat steril water for injection adalah cairan jernih : steril, bebas pirogen, tak

berbau, tak berwarna, tak berasa, tidak mengandung logam – logam berat seperti Cu,

Fe, Pb, zat – zat pereduksi dan lain – lain, pH 5,0 – 7,0

c. Bacteriostatic Water for Injection adalah air steril untuk obat suntik yag mengandung

satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai.

d. Sodium Chloride Injection adalah larutan steril dan isotonic natrium klorida dalam

air untuk obat suntik. Larutan tidak mengandung zat antimikroba.

e. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection adalah larutan steril dan isotonic natrium

klorida dalam air untuk obat suntik. Larutan mengandung satu atau lebih zat

antimikroba yang sesuai dan harus tertera dalam etiket.

2. Pelarut dan pembawa bukan air.

a. Minyak : Olea neutralisata ad injectionem

Setiap Farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan (nabati) yang berbeda –

beda. Minyak kacang (Oleum Arachidis), minyak zaitun (Oleum Olivarum), minyak

mendel, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak biji kapuk,dan minyak

wijen (Oleum Sesami) adalah beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai

pembawa injeksi. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh

dengan baik. Persyaratan untuk tingkat ini adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan

menunjukkan bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah.

Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad injectionem.

Page 5: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

b. Bukan minyak, yaitu :

Alcohol, Propylenglycol, Glycerine, dan lain – lain dicampur air dapat dipakai

sebagai pelarut obat suntik, di samping melarutkan, ternyata mempertinggi stabilitas

obat dan larutannya pula.

B. Cara Pemberian

Pemberian secara i.v menimbulkan efek yang lebih cepat daripada i.m dan lebih cepat

daripada s.c.

C. Partikel Zat Aktif dan Bentuk Polimorfisme

Semakin halus ukuran partikel zat aktif, semakin cepat efek yang ditimbulkan.

Kemudian, bentuk amorf memberikan efek yang lebih cepat daripada bentuk kristal.

D. Zat Pengawet

Penambahan bahan pengawet bergantung pada bahan aktif yang digunakan dalam

pembuatan formula obat suntik.

E. Bentuk Sediaan

Larutan sejati memberikan efek yang lebih cepat daripada larutan suspense (Sustained

release action) atau emulsi.

F. Tonisitas Larutan Obat Suntik

1. Isotonis

Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah

merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan

dikatakan isotonic (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)

2. Isoosmotik

Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum

darah, maka larutan dikatakan isoosmotik.

3. Hipotonis

Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum

darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membrane sel darah merah yang

semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan

peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya

sel – sel darah merah, yang disebut Hemolisa.

4. Hipertonis

Page 6: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah,

sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membrane

semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel – sel darah merah, yang

disebut Plasmolisa.

Beberapa cara dapat menjadikan larutan isotonis :

a. Penurunan titik beku

W = (0,52 – a)/b

W = jumlah (g) bahan pembantu isotonic dalam 100 ml larutan

a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan

memperbanyak nilai untuk larutann 1% b/v.

b = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu

isotonis.

b. Kesetaraan dengan garam natrium klorida

Ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g) yang

menghasilkan tekanan osmotic sama seperti 1 gram bahan obat dnegan syarat

bahwa baik natrium klorida maupun bahan obat berada dalam larutan

bervolume sama. Maka, 1 gram bahan obat ekuivalen dengan tekanan osmotic

dari x gram natrium klorida. Dengan bantuan ekuivalensi natrium klorida, kita

dapat menghitung volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan bahan

obat isotonik.

c. Kesetaraan volume isotonic

Perhitungan didasarkan pada kenyataan bahwa larutan isotonic ditambah

larutan isotonic hasilnya larutan isotonic.

Rumus : V = w x E x 111,1

V = volume larutan bahan obat isotonic yang dicari (ml)

w = masa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat

E = ekuivalensi natrium klorida

111,1 = volume larutan isotonic (ml) yang mengandung 1 gram natrium

klorida = 111,1 ml

d. Perhitungan dengan tetapan Liso

Page 7: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Rumus : Dt f = Liso . C

Berlaku bila tidak ada data pada tabel penurunan titik beku.

Tahapan perhitungan :

1. Cari bahan molekul obat.

2. Berdasarkan struktur kimia senyawa, tentukan tipe isotoniknya

3. Cari harga Liso dari tabel berdasarkan tipe isotonic

4. Hitung dengan rumus Dt f = Liso . C penurunan titik beku.

5. Hitung selisih penurunan titik beku.

6. Hitung kekurangan tonisitas.

7. Dengan melihat tabel, hitung kekurangan zat untuk mencapai isotonic.

G. pH Obat Suntik

1. Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang pH nya sesuai dengan pH fisiologis tubuh

sekitar 7,4.

2. Euhidris : usaha pendekatan larutan suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologis

tubuh dilakukan pada zat yang tidak stabil pada pH fisiologis seperti garam alkaloid,

vitamin C.

Menurut BP :

1. Dalam pembuatan obat suntik, kita perlu menetapkan pH obat suntik.

2. Beberapa obat suntik harus dibuat dalam jarak pH tertentu.

3. Untuk memperoleh pH tertentu, kita menggunakan bantuan dapar.

Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :

1. Meningkatkan stabilitas obat, misalnya : injeksi vitamin C dan injeksi luminal.

2. Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.

3. Dapat pula menghambat pertumbuhan bakteri (bukan tujuan sebenarnya).

4. Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.

H. Stabilisasi

USP mengijinkan penambahan zat – zat yang sesuai ke dalam sediaan yang resmi

digunakan sebagai obat suntik. Tujuannya adalah meningkatkan kestabilan asal sesuia

dengan monografi masing – masing, tidak berbahaya dalam jumlah yang diberikan, dan

tidak mengganggu efek terapi sediaan. Senyawa – senyawa penambah kebanyakan

adalah pengawet antimikroba, dapar, penambah kelarutan, antioksidan, dan zat – zat

Page 8: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

pembantu farmasi lainnya. Zat pewarna dilarang keras diberikan dalam sediaan

parenteral.

Agar sediaan obat injeksi tetap stabil, maka kita perlu memperhatikan hal – hal berikut :

1. Untuk mencegah reaksi oksidasi, kita hendaknya mengupayakan agar obat tidak

kontak dengan oksigen.

2. Bila oksidasi dikatalisis oleh logam berat, maka penawarnya dilakukan reaksi

komplekson dengan penambahan garam dinatrium EDTA.

3. Bila ada rangsangan akibat cahaya terhadap proses oksidasi, maka pembuatan dan

penyimpanan larutan injeksi sebaiknya terlindung dari cahaya.

4. Bila bahan obat tidak dapat disterilisasi dengan panas, maka tersedia penyaring bebas

kuman.

5. Bila bahan obat rusak karena hidrolisis, maka lebih baik kita meraciknya dalam

ampul kering.

6. Untuk menghindari kontaminasi bakteri ke dalam preparat injeksi, kita memerlukan

penambahan bahan pengawet.

I. Volume Obat Suntik

Volume yang disiapkan untuk obat suntik tergantung pada kelarutan zat aktif,

tetapi juga dipengaruhi oleh cara pemberian.

J. Biofarmasetika

Obat suntik diberikan ke dalam tubuh dengan berbagai cara pemberian. Dalam

pembuatan formula steril, berbagai macam cara pemberian dengan biofarmasetika saling

mempengaruhi. Formula obat suntik dapat dibuat dalam bentuk larutan air, suspensi air,

atau minyak. Emulsi memiliki absorbs dan distribusi obat berbeda.

K. Gravitasi

Faktor gravitasi sangat penting dalam pembuatan obat suntik pada golongan obat

anestesi. Pada pemberian obat anestesi secara intraspinal dan inhalasi, gravitasi

mempengaruhi pergerakan obat dalam mencapai sasaran. Pasien kadang membutuhkan

operasi pada bagian bawah tubuh dengan sebaiknya memiringkan kepala ke bawah.

Harus dilakukan pemilihan larutan yang digunakan secara benar agar pergerakan obat

mencapai sasaran

L. Wadah dan Penutup

Page 9: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Wadah dari botol kaca dengan dari plastik mempengaruhi proses sterilisasi sediaan obat

yang akan dibuat. Wadah infus terbuat dari plastic dengan bahan polipropilen

menghasilkan bentuk softbag yang dapat disterilkan dengan cara overkill.

Pembuatan larutan injeksi

a. Cara Aseptis

Digunakan jika bahan obat tidak dapat disterilkan karena akan rusak atau terurai.

Cara : Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat gelas untuk pembuatan dan alat lain

yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa dan zat

pembantu dicampur secara aseptic diruang aseptikhingga terbentuk larutan injeksi dan

dikemas secara aseptic.

b. Cara Non-Aseptik

Dilakukan sterilisasi akhir

Cara : Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan kedalam zat pembawa dan dibuat larutan

injeksi . Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrate

larutan. Msukkan kedalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptic.

Setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.

Tinjauan bahan

Tinjauan farmakologi Vitamin B1

Penggunaan

Selain pada defisiensi tiamin, juga digunakan pada neuralgia. Kombinasi dengan dengan

piridoksin dan Vit B12 dalam dosis tinggi digunakan sebagai vitamin neurotropik.

Efek samping

Memberikan efek toksik bila diberikan per oral, bila terjadi kelebihan thiamin cepat diekskresi

melalui urin. Meskipun jarang terjadi reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian IV

dosis besar pada pasien yang sensitive dan beberapa diantaranya bersifat fatal. Reaksi

hipersensitivitas terjadi setelah menyuntik agen ini. Beberapa kelembutan atau nyeri otot

dapat mengakibatkan setelah injeksi IM.

Resorbsi

Page 10: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Maksimal pada penggunaan oral adalah 8 – 15 mg sehari. Setelah diserap, tiamin disalurkan

ke semua organ dengan konsentrasi terbesar di hati, ginjal, jantung, dan otak. Tiamin dalam

dosis tinggi tidak menyebabkan keracunan, karena kelebihannya diekskresikan melalui kemih

dalam bentuk utuh atau sebagai metabolitnya.

Tempat absorbsi

Tiamin yang diserap dari saluran pencernaan dan dimetabolisme oleh hati. Eliminasi dalam

ginjal, mayoritas yang metabolit dan didistribusikan secara luas ke sebagian besar tubuh.

Interaksi obat

Bila dicampurkan dengan sodium sulfit, potassium metabisulfit dan sodium hidrosulfit dapat

menurrunkan kestabilan thiamin Hcl di dalam larutan. Thiamin Hcl tidak stabil dalam larutan

basa atau netral atau dengan agen oksidasi atau mengurangi. Hal ini paling stabil pada pH 2.

OTT

Dengan riboflavin dalam larutan jejak presipitation dari thiocrom atau chloroflafin terjadi

dengan benzilpenicillin kompatibel dengan suntikan dekstrosa atau addictive containing

metabisulfit.

Sifat fisika – kimia

Thiamin Hcl

Sifat fisika

Organoleptis : serbuk hablur atau hablur kecil

Bau : khas lemah mirip ragi

Warna : putih

Rasa : pahit

Kelarutan : mudah larut dalam air, larut dalam air panas, sukar larut dalam etanol

(95%), praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzene. Larut dalam

gliserol.

Sifat kimia

Nama lain : vitamin B1

Rumus molekul : C12H17ClN4OS.Hcl

Berat molekul : 337,27

pH : 3,4

Tinjauan metode sterilisasi

Page 11: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

1. Sterilisasi dengan cara fisik

A.    Pemanasan

          Air dan uap adalah media panas yang baik. Dalam waktu relatif singkat, alat yang akan disterilkan

akan mencapai suhu yang diinginkan. Udara adalah penyalur panas yang kurang baik. Oleh karena itu,

untuk mecapai suhu yang diinginkan akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

1.    Panas kering

Cara ini untuk membunuh mikroba hanya memakai udara panas kering yang tinggi. Sterilisasi

panas kering dibedakan atas :

a.    Panas membara

Dengan jalan menaruh benda yang akan di sterilkan dalam nyala api bunsen sampai merah membara.

Alat yang disterilkan yaitu sengkelit, jarum, ujung pinset dan ujung gunting.

b.    Melidah – apikan

Dengan melewatkan benda dalam api bunsen, namun tidak sampai menyala terbakar. Alat yang

disterilkan yaitu scalpel, kaca benda, mulut tabung dan mulut botol.

c.    Udara kering

       Oven merupakan ciri umum yang dimaksud.Alat ini terbuat dari kotak logam, udara yang terddapat di

dalamnya mendapat udara panas melalui panas dari nyala listrik.

Oven digunakan untuk mensterilisasi alat yang terbuat dari kaca dan kertas yang tahan terhadap suhu

tinggi. Alat yang disterilisasi : Erlenmeyer, cawan petri, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, gelas

ukur, tabung reaksi,

2.    Panas Basah

Yang dimaksud panas basah adalah pemansan menggunakan air atau uap air.Uap air adalah media

penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya.Panas basah mematikan mikroba.Oleh

karena koagulasi dan denaturasi enzim dan protein protoplasma mikroba.Untuk mematikan spora

diperlukan panas basah selama 15 menit pada suhu 121 oC. Sterilisasi panas basah dapat dibedakan

atas tiga golongan yaitu :

a. Panas basah <100 oC (Pasteurisasi)

Pasteurisasi yaitu pemanasan pada suhu 60 oC selama 30 menit. Pasteurisasi tidak dapat

membunuh spora atau dipanaskan pada suhu 71,6 – 80 oC selama 15 – 30 detik kemudian cepat

– cepat didinginkan.

b. Panas basah pada suhu 100 oC

Di sini menggunakan air mendidih (suhu 100 oC) selama 10 menit. Untuk mematikan bentuk

spora dilakukan pemansan 3 hari berturut – turut selama 15 – 45 menit sehingga spora yang

tidak mati pada pemanasan pertama akan beruah menjadi bentuk vegetatif pada hari kedua

Page 12: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

steleh inkubasi pada shu 37 oC begituu pula spora yang tidak mati pada hari kedua, akan berubah

menjadi bentuk vegetatif pada hari ketiga.

c. Panas basah >100 oC

Sterilisasi dengan cara ini hasilnya mutlak steril, sehingga biasa dipergunakan di rumah sakit

dan laboratorium besar. Cara ini menggunakan tangki yang diisi dengan uap air yang disebut

autoclave.Alat yang disterilkan adalah alat dari kaca, kain kasa, media pembenihan, cairan

injeksi, dan bahan makanan.

Autoclave :

Autoclave berfungsi untuk mensterilisasi dengan uap panas bertekanan. Digunakan untuk

mensterilisasi alat-alat gelas, kayu, plastic, larutan dan medium yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Dapat pula digunakan untuk melisiskan mikroba, untuk mematikan spora diperlukan panas basah

selama 15 menit pada suhu 121°C

B. Filtrasi / Penyaringan

Penyaringan dilakukan dengan mengalirka larutan melalui suatu alat penyaringan yang memiliki pori

– pori cukup kecil. Untuk menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu.Saringan yang umum

digunakan tidak dapat menyaring virus. Penyaringan dilakukan dengan untuk mensterilkan cairan

yang tidak tahan terhadap pemanasan dengan suhu tinggi seperti : serum, larutan yang mengandung

enzim, toksin kuman, ekstrak  sel, antibiotik dan asam amino.

C. Radiasi / Penyinaran

Mikroorganisme dapat dibunuh dengan penyinaran yang memakai sinar ultrraviolet yang panjang

gelombangnya antara 220 – 290 nm. Radiasi paling efektif adalah 253,7 nm. Sinar matahari langsung

mengandung sinar ultraviolet 290 nm, sehingga sinar matahari adalah sinar yang bersifat bakterida

yang baik.

2.    Sterilisasi Dengan Cara Kimia

Zat kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi dapat berwujud :

a. Gas : Ozon, formaldehyde, ethylene oxide gas

b. Larutan : deterjen, yodium, alcohol, peroksida fenol, formalin, AgNO3 dan merkuroklorid

Sterilisasi dengan cara kimia antara lain dengan disenfektan. Daya kerja antimikroba disenfektan

ditentukan oleh konsenntrasi, waktu dan suhu. Beberapa contoh desinfektan yang digunakan antara

lain : Desinfektan lingkungan misalnya

1. Untuk permukaan meja : lisol 5%, formalin 4% dan alcohol.

2. Untuk di udara : natrium hipoklorit 1%, lisol 5% atau senyawa fenol lain

3. Desinfektan kulit atau luka : dicuci denngan air sabun, providon yodium dan etil alkohol 70%.

Bentuk sediaan, dosis dan cara pemberian

Page 13: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

D. RANCANGAN FORMULASI

Formulasi

R/ Thiamin Hcl 100 mg

Bahan tambahan yang cocok qs

Aqua Pro Injection ad 2 ml

Perhitungan

Isotonis

Dengan metode Liso

BM Thiamin Hcl = 337,27

Liso Thiamin Hcl = 3,4

Berat Thiamin = 0,1

∆tf = Liso x m/BM x 1000/V

∆tf = 3,4 x 0,1/337,27 x 1000/2

∆tf = 3,4 x 0,00029 x 500 = 0,493 ( masuk rentang isotonis )

Tidak perlu penambahan NaCl

Dengan metode ekivalensi NaCl

Gram Thiamin Hcl = 0,1 gram

Dari tabel diketahui 0,25 gram NaCl setara dengan 1 gram Thiamin Hcl, jadi jumlah NaCl

untuk 0,1 gram adalah 0,1 x 0,25 = 0,025

Larutan 2 ml memerlukan NaCl = 0,9 % x 2 ml = 0,018 gram

Kekurangan NaCl yang diperlukan adalah = 0,025 – 0,018 gram = 0,007 gram

Untuk 10 ml larutan injeksi Thiamin Hcl diperlukan NaCl sebanyak 0,035 gram. Karena

jumlahnya terlalu kecil maka diabaikan ketika pengerjaan.

Perhitungan dapar

Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 90,9 ml Natrium Fosfat 0,2 M

Diketahui :

Molaritas Natrium Fosfat = 0,2 M

BM Natrium Fosfat = 358, 14

Volume = 90,9 ml

Ditanya :

Bobot Natrium Fosfat

Page 14: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Jawab :

M = gram / MR

Volume (L)

0,2 M = gram / 358,14

0,0909

Gram = 0,2 x 358,14 x 0,0909

Gram = 6,51 gram

Dalam 90,9 ml Natrium Fosfat 0,2 M terdapat 6,51 gram Natrium Fosfat

Maka dalam 10 ml larutan dibutuhkan 0,715 gram Natrium Fosfat

Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 9,1 ml Asam Sitrat 0,1 M

Diketahui :

Molaritas Asam Sitrat = 0,1 M

BM Asam Sitrat = 210,14

Volume Asam Sitrat = 9,1 ml

Ditanya :

Bobot Asam Sitrat

Jawab :

M = gram/BM

Volume (L)

Bobot asam sitrat = M x BM x volume

= 0,1 x 210,14 x 0,0091 L

= 0,19 gram

Dalam 9,1 ml Asam Sitrat 0,1 M terdapat 0,19 gram Asam Sitrat

Maka dalam 10 ml larutan dibutuhkan 0,208 gram Asam Sitrat

Penimbangan bahan

Volume yang akan dibuat 20 ml

Thiamin Hcl = ( 0,1/2 ml x 20 ml ) + 20 % = 1,2 gram

Bahan tambahan yang cocok :

Natrium Fosfat = 1,43 gram + 20 % = 1,716 gram

Asam Sitrat = 0,417 gram + 20 % = 0,5 gram

Natrium Klorida = 0,035 gram + 20 % = 0,042 gram

Page 15: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Aqua Pro Injection ad = 20 ml + 20 % = 24 ml

Alasan pemilihan bahan :

Thiamin Hcl : digunakan untuk defisiensi vitamin B1

Bahan tambahan yang cocok :

Natrium Fosfat : merupakan pendapar yang cocok dikarenakan pH Thiamin tidak

sama dengan pH darah

Asam Sitrat : merupakan pendapar yang cocok dikarenan pH Thiamin tidak sama

dengan pH darah.

Natrium Klorida : digunakan untuk meningkatkan tonisistas NaCl

Aqua Pro Injection : merupakan pelarut yang baik untuk Thiamin Hcl, stabil pada

penyimpanan dan aman untuk darah.

E. METODOLOGI

Alat :

1. Kaca arloji

2. Beaker glass

3. Erlenmeyer

4. Spatula

5. Batang pengaduk

6. Pinset

7. Gelas ukur

8. Spuit

9. Corong dan kertas saring

10. Ampul

11. Spuit

12. Oven

13. Autoclave

Bahan :

1. Thiamin Hcl

2. Aqua pro injection

Cara kerja :

1. Siapkan alat dan sterilkan

Page 16: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

2. Membuat Aqua PI dengan cara memanaskan sampai mendidih, tambahkan waktu 10

menit waktu mendidihkan dihitung setelah air mendidih.

3. Timbang zat aktif (thiamin Hcl) dan zat tambahan (Natrium Fosfat, Asam Sitrat)

menggunakan kaca arloji

4. Masukkan Thiamin ke dalam gelas ukur, larutkan dengan sebagian air steril.

5. Masukkan Natrium Fosfat dan Asam Sitrak ke dalam gelas ukur, larutkan dengan

sebagian air steril.

6. Bilas kaca arloji dengan Aqua PI

7. (4) + (5) campur ad homogen

8. Basahi kertas saring dengan Aqua PI sebelum digunakan

9. (7) saring ke dalam erlemeyer, bilas gelas ukur sebelumnya dengan Aqua PI.

10. (9) tambahkan Aqua PI ad 20 ml.

11. Masukkan dalam ampul menggunakan spuit.

12. Tutup ampul, sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121º C selama 15 menit.

F. EVALUASI

1. Kejernihan

Pengujian visual ditujukan bagi pengotoran tidak larut, khususnya bahan melayang dan

serpihan gelas. Pengotoran dapat berasal dari material penyaring, ketidakcermatan

membersihkan ampul, dari udara yang masuk, atau pada saat membersihkan ampul.

2. Zat aktif (kadar)

Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lain

yang cocok secara kuantitatif dengan standar farmakope.

3. Sterilitas

Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan media pertumbuhan

tertentu.

4. Pirogenitas

Pengujian dilakukan dengan hewan uji dan tes limulus

5. Keseragaman volume

Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Volume larutan tiap wadah harus sedikit

lebih dari volume yang ditetapkan.

6. Keseragaman bobot

Page 17: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Kita hilangkan etiket dari 10 wadah. Kita cuci bagian luar wadah dengan air dan

mengeringkannya. Kemudian timbang satu persatu dalam keadaan terbuka. Selanjutnya

keluarkan isi wadah, cuci dengan air, lalu dengan etanol 95 % keringkan pada suhu 105°

C hingga bobot tetap. Dinginkan dan timbang isi satu persatu. Bobot isi wadah tidak boleh

menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel, kecuali satu wadah yang boleh

menyimpan tidak lebih dari 2 kali batas tertentu.

Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan dalam %Tidak lebih dari 120 mg 10Antara 120 – 300 mg 7,8300 mg atau lebih 5

7. pH

Pengujian dilakukan dengan kertas indicator pH atau dengan alat pH meter.

8. Homogenitas

Pengujian homogenitas diberlakukan bagi suspense yang harus menunjukkan tampak luar

homogeny setelah pengocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat Viskometer

Brookfield, sedangkan pengujian homogenitas emulsi dilakukan secara visual.

9. Toksisitas

Dilakukan dengan pemeriksaan larva udang LD50.

G. KESIMPULAN

Pembuatan sediaan injeksi harus dilakukan dengan cara-cara yang steril sesuai sengan CPOB

pembuatan sediaan injeksi.

H. PEMBAHASAN

Tehnik kerja yang dilakukan dalam pembuatan sediaan injeksi Antalgin masih banyak

memiliki kekurangan dan tidak memenuhi syarat pembuatan sediaan steril antara lain :

Seharusnya sediaan injeksi antalgin dilakukan sterilisasi akhir. Proses sterilisasi tersebut

dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Suhu dan tekanan tinggi

diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar untuk membunuh bakteri, terutama

endospora yang tahan panas. Penggunaan tekanan yang tinggi dapat menghancurkan dinding

endospora

Pada saat pembuatan seharusnya dilakukan diruangan yang steril, pembuatan dilakukan

dengan cara-cara yang steril

Page 18: Jurnal Praktikum Steril Sediaan Injeksi

Syarat-syarat tersebut tidak dilakukan dikarena beberapa sebab antara lain :

1. Keterbatasan waktu

2. Sarana yang tidak memadahi