Jurnal anak post konsul 1(1).doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

leukemia

Citation preview

JURNAL PEDIATRIK

INTERVENSI KEPERAWATAN BERDASARKAN JURNAL PADA PASIEN DENGAN LEUKEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Ners Departemen Pediatrik

Oleh : Kelompok 17 & 18 RSSA

Any Setiyorini140070300011171

Gita Puspitasari140070300011140

Merchilliea Eso NG140070300011150

Novita Wulandari140070300011117

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Leukemia ialah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik, sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok(clone) sel ganas tersebut didalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia antara lain factor genetic, radiasi ionisasi, terpapar zat kimia, obat-obatan immunosupresif, factor herediter dan kelainan kromosom. Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.

Proses terjadinya adalah ketika sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.

Secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya, maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.Dalam tahun 2006 diperkirakan ada 35.000 orang di Amerika Serikat yang terdiagnosis menderita leukemia, 25 persen di antaranya berumur di atas 50 tahun. Leukemia adalah terjadinya produksi sel darah putih yang berlebihan dan merupakan gangguan pembentukan sel darah putih yang terjadi di sumsum tulang. Sel-sel tersebut tidak berkembang secara normal dan sebagian besar merupakan sel yang masih muda atau belum matang yang tidak jelas fungsinya.Pengobatan leukemia tergantung kepada jenis leukemianya, dari hanya diobati secara simtomatik sampai ke penggantian sumsum tulang yang meskipun agresif sering dapat menyembuhkan beberapa jenis leukemia. Selain itu ada juga yang menggunakan obat yang diarahkan ke sel yang tumbuh secara tidak normal itu.Leukemia akut diterapi dengan menggunakan obat khemoterapi dan/atau penggantian sumsum tulang. Untuk CLL, adakalanya cukup dengan melakukan pengamatan selama beberapa waktu karena leukemia ini berkembang sangat lambat. Tetapi ketika pertumbuhannya menjadi makin buruk, CLL diobati dengan obat kemoterapi. Untuk CML, terapi standard yang sekarang dipakai adalah menggunakan obat yang bernama imatinib. Untuk pasien usia muda, transplantasi/penggantian sumsum tulang juga dilakukan untuk menyembuhkan CML.Angka kesembuhan pada anak-anak kini dapat mencapai 75-80% dengan menggunakan kombinasi baru obat-obat kemoterapi. Masalah terbesar yang dihadapi dalam mengobati leukemia adalah karena kita tidak mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel darah putih secara tidak normal tersebut. Sementara itu sampai sekarang obat-obat leukemia yang dapat diarahkan langsung ke sel-sel yang tumbuh tidak normal itu terus dicari dan diteliti. Diagnosis keperawatan yang muncul berdasarkan respon pasien pun perlu diperhatikan untuk mengatasi akar penyebab Leukimia sehingga dapat mencapai kesembuhan optimal pada pasien Leukimia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis rekomendasi intervensi terhadap diagnosis keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh untuk pasien Leukemia?

2. Bagaimana analisis rekomendasi intervensi terhadap diagnosis keperawatan resiko infeksi untuk pasien Leukemia?

3. Bagaimana analisis rekomendasi intervensi terhadap diagnosis keperawatan Kelelahan untuk pasien Leukemia?1.3 Tujuan

1. Menganalisis dan merekomendasikan intervensi terhadap diagnosis keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh untuk pasien Leukemia.

2. Menganalisis dan merekomendasikan intervensi terhadap diagnosis keperawatan resiko infeksi untuk pasien Leukemia.3. Menganalisis dan merekomendasikan intervensi terhadap diagnosis keperawatan Kelelahan untuk pasien Leukemia.

1.4 Manfaat

Bagi pasienPasien diharapkan dapat terhindar dari perburukan kondisi akibat Kelelahan, tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan, dan resiko infeksi yang mebuat anak selalu rewel sepanjang hari karena merasa kesakitan. Selain itu pasien dapat merasakan kepuasan dan kenyamanan terhadap perawatan yang baik, sehingga mencapai kesembuhan optimal. Bagi klinikDunia klinik mendapatkan pengetahuan dan skill yang baru tentang prosedur perawatan pasien leukimia berdasarkan diagnosis keperawatan yang sering muncul tersebut yang dapat mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien. Aplikasi perawatan pasien Leukimia yang baik sesuai dengan program yang ada di RS pun dapat mengoptimalkan kinerja perawat sesuai dengan panduan prosedur yang jelas terhadap perawatan pasien Leukimia. Bagi mahasiswa kesehatanMahasiswa kesehatan sebagai agen perubahan diharapkan menjadi promotor dalam aplikasi ilmu keperawatan yang baru untuk memperbaiki kinerja perawat sehingga mengoptimalkan efisiensi beban kerja perawat dan pembiayaan perawatan yang harus dikeluarkan pasien Leukimia. Bagi institusi pendidikanInstitusi pendidikan mendapatkan pengetahuan baru dari praktek lapangan di klinik yang sesuai dengan pembahasan teori sehingga bisa digunakan sebagai bahan materi dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa keperawatan yang akan menjadi generasi penerus di dunia keperawatan untuk menjadi lebih baik.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang. Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer/darah tepi.

Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping itu leukimia merupakan penyakit dengan proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum yang normal. Pada sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin meningkat didalam darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:

Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentukdarah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sumtulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 :248). Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi (Jan Tambayong, 2000) Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasiopatologis sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495). Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian sum-sum yang normal (Sylvia, 2005). Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal (Baldy, 2006) Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (I.M Bakta, 2007). Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum tulang didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke darah dan semua organ tubuh (Bambang, 2008).

Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh Tamher. 2008).

Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).

Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita. (Yayan, 2010) Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang (Corwin, 2009).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah sehingga mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas penderita.B. ETIOLOGI

Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan dijelaskan secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:

1. Genetik

Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih besar dari orang normal, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis vanCreveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

a) 2 Saudara kandung

Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).

b) Faktor LingkunganBeberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .

2. Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemiapada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan (Wiernik, 1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah manusia. Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.

Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan

Paparan kronis dari bahan kimia (misal:benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida,pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .

4. Leukemogenik

Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:

Racun lingkungan seperti benzene.

Bahan kimia industri seperti insektisida.

Obat-obatan untuk kemoterapi.

5. Obat-obatan

Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

6. Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA), namun tidak berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK). Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi sebagai penyebab leukemia :

Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia

Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima dan Nagasaki

7. Sinar Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.

8. Leukemia Sekunder

Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagianbesar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dansindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

9. Faktor Infeksi

Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam Supandiman. 1997; Sylvia Anderson Price. 1995).

C. FAKTOR RESIKO

Usia

Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang akan berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas yang akan menyerang tubuh.

Lingkungan

Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat yang dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti benzena dan insektisida yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang dengan paparan zat kimia (misal:benzene, Arsen, pestisida, kloram fenikol, fenil Butazon, dan agen neoplastik) akan berisiko lebih tinggi untuk terjangkit leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia (Sylvia Anderson Price. 1995). Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara luas di industri kimia begitu juga dengan Formaldehyde yang beresiko leukemia lebih besar.

Genetik

Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir dari beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa anak-anak tersebut menderita leukemia karena membawa faktor genetik dari orang tuanya. Kelaman kongenital dengan aneuloidi, misalnya Agranulositosis congenital, sindrom Ellis Van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D. Menyebabkan meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan resiko leukemia.

Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot/identik (Sylvia Anderson Price. 1995).

Gaya Hidup

Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang terlalu sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya serta PHBS juga dapat membuatnya terkena Leukemia.

Asupan Nutrisi

Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk bekerja secara normal, terutama agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal. Asupan nutrisi yang kurang baik, seperti sering mengkonsumsi bahan yang berpengawet dalam jangka lama bisa menyebabkan leukemia.

Riwayat Penyakit

Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak mencapai standar normal yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi hematopoiesis abnormal.

Radiasi Ionik

Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative keseluruhan untuk berkembang menjadi leukemia akut.

Efek pengobatan

Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko terjangkit leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya merupakan predisposisi terhadap leukemia.

Faktor penyakit yang didapat

Penyakit yang didapat dengan resiko terkena leukemia mencakup mielofibrosis, polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukkan peningkatan resiko terhadap terjadinya penyakit ini (Tambayong, 2000).

Infeksi virus

Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel serum penderita leukemia sel T (Sylvia Anderson Price. 1995).

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML). Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis (CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).

Klasifikasi secara khususnya:

Leukemia Akut (Mansjoer, 2001)

Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal. Jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. (Haribowo, 2008).

Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat, jumlah leukosit tidak matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositopenia berat, demam tinggi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital dan infeksi berat. (Tambayong, 2000).

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal.

Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal. Menurut maturasinya menjadi akut dan kronis, sedang tipe sel asal dibedakan berdasarkan mielositik dan limfositik.

1. Luekemia Limfositik Akut (ALL)

Dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak (75-80%), laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Leukemia yang mengenai stem sel hematopoietik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid: monosit, granulosit (Basofil, Neutrofil, dan Eusinofil), eritrosit dan trombosit. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun/lebih.

Keganasan klonal dari sel-sel perkusor limfoit. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfoit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia jenis ini adalah leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki (Handayani, 2008).

Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :

L1 Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak-anak. ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.

L2 Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa. Sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL.

L3 Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan banyak vakuola dan hanya merupakan 1% dari ALL. Terjadi baikpada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk .

Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi purpura, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada pemeriksaan fisik didapat splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan pada tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.

2. Leukemia Mielogenus Akut (AML)

Mengenai sel stem hematopeotik yang kelakberdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Insiden AML kira-kira 2-3/100.000 penduduk, LMA lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.

Gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, serta infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati, dan kelenjar mediastinum. kadang-kadang juga ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik dan mielomonolitik.

Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Leukemia Mielogenus Akut (AML) terbagi menjadi 8 tipe :

Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia 3%)

Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengandiferensiasi minimal.

M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi 15%-20%)

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML.Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemikdibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1dominan di M1.

M2 ( Akut Myeloid Leukemia 25%-30%)

Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, denganjumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebihdari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-selsumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.

M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia 5%-10%)

Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul. Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated IntravaskularCoagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini. M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia 20%)

Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari selyang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatanproporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebutdengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien-pasien dengan AML type M4 mempunyai responterhadap kemoterapi-induksi standar.

M4Eo, Leukemia Mielomonositikdengan Eosinofil Abnormal (5%-10%).

M5 ( Acute Monocytic Leukemia 2%-9%)

Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit,dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas,sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannyacukup baik. M6 ( Erythroleukemia 3%-5%)

Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaranmorfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentukmultinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidaksejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jikasel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanyakambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .

M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia 3%-12%)Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998; Wetzler danBloomfield, 1998 )Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stemmieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebihringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengangambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selamabertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpamembesar.Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saatpemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

E. MANIFESTASI KLINIS

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga proliferasi di hati, limfa, dan nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis, seperti meningitis, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit.1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2008)

Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta terakumulasi elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada perkembangan sel normal. Leukemia akut juga memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi 3 besar, yaitu:

a) Gejala kegagalan sumsum tulang:

Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran menurun), pusing, sesak, nyeri dada.

Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai syok peptik. Pasien sering menunjukkan gejala infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu diagnosis.

Trombositopenia menimbulkan easy bruisisng, perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis, (perdarahan dalam kulit), serta perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kandung kemih.

Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.

Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam sirkulasi (jumlahnya melebihi 200.000/mm) dapat menunjukkan gejala hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan, kebingungan dan dispenia yang memerlukan leukoforensis segera (pembuangan leukosit melalui pemisah sel).

b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:

Kaheksia

Keringat malam (gejala hipermetabolisme)

Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

Demam dan banyak keringat

c) Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan arganomegali dan gejala lain, seperti:

Nyeri tulang & nyeri sternum karena infark tulang (infiltrate subperiosteal) karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia.

Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali

Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.

d) Perdarahan kulit :

Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada kulit/membran mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk bercak biru/ungu yang bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.

Petechiae

Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/ permukaan serosa.

e) Perdarahan gusi

Hepatomegali : pembesaran Hati

Splenomegali : pembesaran Limpa

Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe

Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T

Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.

Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil. (Kumala. 1998)

ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum tulang. penyakit ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik leukemia karena sel leukemia berpindah ke sumsum tulang yang normal. Sebagian besar pasien kehilangan berat badan. Mereka biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik. Mereka Nampak pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari rendahnya jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam yang terjadi tanpa alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-bintik merah dibawah kulit disebut petekie atau perdarahan yang diperpanjang dari minor cots. Ketidaknyamanan pada tulang dan sendi mungkin terjadi. Demam juga umum terjadi. Selain itu, leukemia limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi pembengkakan. Sel leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord dan menyebabkan sakit kepala atau vomiting.

Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan neutropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrane mukosa , abses perirektal, pneumonia septicemia disertai menggigil, demam, takikardi, takipnea. Komplikasi ini bertanggung jawab atas tingginya angka kematian yang berhubungan dengan leukemia akut. Penyebab infeksi paling umum: staphilokokus, streptococcus dan bakteri gram negatif usus, serta berbagai spesies jamur.

Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan dengan petekie, epitaksis (perdarahan hidung), hematoma pada membrane mukosa, serta pendarahan saluran cerna dan system saluran kemih. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang (120 hari). Jika terdapat anemia akan ditemukan pusing dan gejala kelelahan dan dipnea waktu kerja fisik disertai pucat yang nyata (Sylvia Anderson Price. 1995).

LMA (Muttaqin, 2009)

LMA tidak selalu dijumpai Leukositosis

Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA , 15% leukosit normal dan 35% mengalami netropenia

Sel-sel Blast dalam jumlah signifikan ditemukan di darah tepi terlihat pada 85% penderita LMA

Gejala klinisnya : lelah, pucat, anoreksia, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, infeksi & limfadenopati, Hepatomegali, splenomegali, hipertrofi gusi, dll.

2. Leukemia Kronis (National Cancer Institute, 2008)

Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang spesifik tetapi gejala yang dapat juga menjadi gejala penyakit lain seperti demam tidak tinggi, letih, keringat dingin, perut sering merasa tidak enak dan adakalanya terdapat juga pembesaran limfa. Kadangkala juga terjadi kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun. Biasanya gejala-gejala ringan tersebut berlangsung selama 6-8 bulan.

F. PATOFISIOLOGI

Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal hemopoetik mengalami tekanan.

Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia dan granulositopenia.

Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik (lingkungan).

G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Farmakologis

Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah meneapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit.Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai berikut:1. KemoterapiSebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.

Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

Melalui mulut

Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)

Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah/kulit.

Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

a. Fase induksi Dimulasi

4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikanterapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakanbehasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulangditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat

Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabinedan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapiirradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistemsaraf pusat.

c. Konsolidasi

Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisisdan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsumtulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikansementara atau dosis obat dikurangi.

2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).

Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

3. Sitostatika

Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat tau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan sebagainya. Umunya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hatibila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi) dalam kamar yang suci hama.

Penatalaksanaan Non Farmakologi

Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi.

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.

Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsu tulang dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini disebuttransplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik, dinamakan transplantasi syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan kembar identik, misalnya dari saudara kandung, dinamakan transplantasi allogenik. Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan secara allogenik. Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia. Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh sebesar 70-80%, tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat ini adalah transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan darah perifer serta darah tali pusat bayi.

a. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang

Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi stem cell sumsum tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia dan kanker lain yang termasuk penyakit keganasan darah. Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti sel-sel darah merah lain, leukosit dibuat dalam sumsum tulang belakang melalui sebuah proses yang dimulai dengan stem cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel penting dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah dimana mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh. Disebut leukimia ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi abnormal menjadi kanker. Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat mengganggu fungsi organ lain.

Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal pada pasien dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya. Satu cara untuk lakukan ini melalui kemoterapi menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-sel abnormal.Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal, tenaga medis kadang lebih memilih transplantasi sumsum tulang belakang.Pada transplantasi sumsum tulang belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan donor sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang pasien dan leukosit abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan kombinasi terapi dan radiasi. Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang belakang yang mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam aliran darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke sumsum tulang belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat yang baru untuk menggantikan sel-sel abnormal.

b. Stem Cell Darah Perifer

Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang belakang, sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell darah perifer multipoten dapat digunakan seperti sumsum tulang belakang untuk mengobati leukemia, kanker lain dan berbagai gangguan darah.Stem cell dari darah perifer lebih mudah untuk dikumpulkan dibandingkan dengan stem cell sumsum tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam tulang. Hal ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem cell darah perifer jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga mengumpulkan untuk melakukan transplantasi dapat menimbulkan masalah.

c. Stem Cell Darah Tali Pusat

Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini akan dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten ditemukan dalam tali pusat terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis masalah kesehatan yang sama pada pasien yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer. Transplantasi stem cell darah tali pusat lebih sedikit untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien.Juga, karena darah tali pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang, sehingga risiko kecil sel-sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh resipien, sebuah masalah yang disebut penyakit graft versus host.Baik keanekaragaman dan ketersediaan stem cell darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi transplantasi.Terapi stem cell seakan menjadi titik terang dalam dunia gelap yang dihadapi para penderita penyakit keganasan darah seperti multiple myeloma, chronic lymphatic leukemia,dan thallasemia mayor. Tapi ternyata, tidak hanya mereka melainkan penderita penyakit lainnya juga dapat disembuhkan karena terapi stem cell di luar negeri telah terbukti berhasil mengobati penyakit, infark miokard jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.

Terapi

Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut , pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut :1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberianberbagi obat tersebut diatas, baik secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.

2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.

3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika separuh dosis biasa.

4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.

5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

Imunoterapi

Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengancara ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.

Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).

Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut

Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi hasilnya kurang baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah kombinasi tiha obat citosin arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin. Kasus semua subtipe AML (FAB m1-m6) diobati serupa (kecuali bahwa DIC mungkin ada pada varian promielositik (M3) dan piatelet concentrates dan plasma beku segar untuk memlengkapi faktora pembekuan, digunakan sampai dicapai remisi).1. Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).

2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.

3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas antara sel leukaemik dan sel sumsum tulang normal.

4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif dibutuhkan dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien diatas 50 tahun.

5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang bertahan hidup lama.

Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun kekambuhan meningeal (meningeal relapse) memang terjadi pada beberapa kasus, teristimewa pada anak-anak dan dewasa muda, dimana metotreksat intratekal dapat digunakan sebagai profialiktik.

Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untukmembunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akanmengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknyasel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh.(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang).

Terapi Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditunjukkan terhadap limfa atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

Transplantasi Sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak karena kanker dengan sumsum tulang yang sehat.

Terapi Suportif

Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :

Tes darah laboratorium akan memeriksa jumlah sel sel darah. Leukimia menyebabkan jumlah selsel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah trombosit dan hemoglobin dalam selsel darah merah menurun. Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati atau ginjal.

Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.

Hb rendah < 10 g/100 ml

(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15 g/dl, 5-14 th 11-16 g/dl)

Trombositopenia < 50.000/mm

Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau menurun, kurang dari 1000/mm Apusan Darah Tepi

Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.

Sumsum Tulang

Merupakan tes diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan menetapkan sel maligna. Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti sel leukosit.

Perbedaan pada pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang

TestLMALLALMKLLK

Darah

Tepi-sel darah putih normal kurang/meningkat bisa disertai mieloblas

-trombositopenia

-anemia-sel darah putih meningkat disertai limfositosis

-hitung sel darah putih dapat normal/berkurang

-trombositopenia

-anemia-sel darah putih meningkat terutama granulosit

-trombositopenia

-anemia

-meningkatkan limfosit dewasa yang kecil

-trombositopenia

-anemia

Sum

sum

tulangHiperseluler 50%

MieloblasHiperseluler disertai infiltrasi limfoblasJiperseluler 2% blas megakariosit30% limfosit

Biopsi dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui pakah ada sel sel leukemia di dalam sumsum tulang.

Sitogenetik Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi, sumsum tulang atau kelenjar getah bening.

Processus Spinosus dengan meggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter perlahan lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel sel Leukimia atau tanda tanda penyakit lainnya.

Sinar X pada dada sinar X ini dapat mengetahui tandatanda penyakit di dada. Tranfusi dan Kemoterapi Leukimia

Definisi, jenis, peran perawat: pra, intra, post, komponen darah, efek samping, dan cara mengatasi

Kemoterapi: efek samping, peran perawat dalam cara mengatasi

I. Peran Perawat dalam Kemoterapi

1. Efek Samping Kemoterapi.

Depresi

Mual

Muntah

Diare

Rambut rontok

Masalah kulit

Nafsu makan berkurang

Gangguan otot dan saraf

2. Penanganan Efek Samping

Depresi

Olahraga dapat membantu melepaskan berbagai zat kimia tubuh yang melawan depresi dan stress.

Manjakan diri dengan berlibur sejenak dapat mengurangi tingkat depresi.

Resep anti depresan dapat mengurangi gejala emosional dan fisik akibat depresi sehingga memungkinkan pasien untuk fokus pada perawatan dan pemulihan.

Konseling pribadi dapat membantu pasien dan keluarga mereka mengatasi berbagai kestabilan emosi, kekhawatiran dan kesulitan yang menyertai kanker dan kemoterapi

Mual Muntah

Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara farmako dan non farmako

Farmako

Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor serotonin (SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas reseptor serotonin dalam menimbulkan mual dan muntah. SRA yang sering digunakan yaitu ondansetron (Zofran), granisetron (Kytril) dan dolasetron (Anzemet).

Pengkombinasian:

Dexamethasone dan Prochlorperazine direkomendasikan untuk agen kemoterapi yang mempunyai potensi emetik ringan hingga sedang.

Dexamethasone dan metoclorpramide meski kurang efektif juga dapat menjadi pilihan

Dexamethasone merupakan obat pilihan untuk mual muntah lambat. Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan SRA sebelum kemoterapi.

Non Farmako

Makan makanan yang kering.

Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3 kali makan besar.

Hindari makanan yang berbau merangsang.

Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang rasa mual.

Makan dan minum perlahan-lahan.

Hindari makanan dan minuman terlalu manis.

Batasi cairan pada saat makan.

Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah makan.

Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari trjadinya dehidrasi.

Kehilangan Rambut/Rambut Rontok.

Tidak semua kemoterpai dapat menyebabkan rmabut rontok. Keluhan ini biasanya timbul 21 hari dari kemoterapi pertama kali. Efek samping ini dapat diatasi dengan penggunaan wig ataupun penutup kepala seperti topi.

Diare

Dapat diatasi dengan:

Minum air dalam jumlah banyak. Air diminum dalam suhu kamar.

Mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil 6-8 kali per hari.

Hindari makanan terlalu manis.

Hindari susu penuh selama diare.

Berikan makanan sumber serat larut air.

Nafsu Makan Berkurang

Tekankan pada diri pasien bahwa makan adalah bagian yang penting dalam program pengobatan.

Ciptakan suasana makan yang menyenangkan.

Mengkonsumsi makanan lebih sering dari biasanya. Makanlah dalam 1-2 jam sekali.

Hindari bau makan yang menyengat.

Menyediakan makan dalam porsi kecil.

Menyediakan selalu makanan favorit untuk menggugah selera.

Tambahkan bahan yang mengandung energi dan protein tinggi ke dalam makanan seperti susu, mentega, telur.

PERAN PERAWAT dalam KEMOTERAPI

Perawat harus mengetahui syarat-syarat pemberian obat kemoterapi, yaitu:

Perawat harus mengetahui keadaan umum pasien, dimana keadaan pasien harus cukup baik.

Penderita cukup mengerti terhadap pengobatan dan mengetahui efek samping yang akan terjadi setelah pengobatan.

Perawat harus mengetahui prosedur-prosedur pemberian obat kemoterapi yang terdiri dari :

Persiapan pasien antara lain:

Pemeriksaan fisik, pemeriksaan Lab, evaluasi status mentak, riwayat medis, riwayat medikasi, riwayat keluarga.

Periksa protokol dan program terapi yang digunakan, serta waktu pemberian obat sebelumnya.

Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.

Informed consent (persetujuan antara pasien untuk dilakukan pengobatan).

Sisipkan obat sitostatika yang akan dilakukan oleh staf farmasi dan dilakukan diruangan tertutup.

Perawat harus mengetahui cara pemberian pengobatan kemoterapi, yaitu:

Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan, volume cairan, cara pem

berian, waktu pemberian dan akhir pemberian.

Menggunakan alat proteksi yang sesuai, agar terindungi dari percikan obat kemoterapi karena obat kemoterapi merupakan jenis obat keras.

Lakukan teknik aseptik dan antiseptik.

Pasang pengulas plastik yang dilapisi kertas absorbsi dibawah daerah tusukan infus.

Obat anti mual diberikan setengah jam sebelum pemberian antibeoplastik (primperan, zoran, kitril secara IV) karena dampak kemoterapi adalah mual dan muntah.

Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%.

Beri obat kanker secara perlahan sesuai program.

Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 0,9%.

Semua alat yang sudah dipakai dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diikat serta diberi etiket.

Buga gaun kemudian rendam dengan deterjen: bila disposible masukkan ke dalam kantong plastik kemudian diikat dan diberi etiket, kirim ke incinerator/bakaran.

Catat semua prosedur.

Awasi keadaan umum pasien, monitor tensi, nadi dan RR tiap setengah jam dan awasi tanda-tanda ekstrawasi.

Perawat waijb memberikan informasi mengenai efek samping kemoterapi.

Perawat melakukan evaluasi pada pasien setelah dilakukan kemoterapi:

Evaluasi kemajuan klinik setelah pemberian obat.

Mengenali adanya efek samping.

Evaluasi teknik yang digunakan.

PERAN PERAWAT dalam TRANSFUSI

a. Definisi

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).

b. Jenis dan Isi

1. Darah Utuh.

Darah utuh terbagi atas:

Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).

Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor pembekuan, kecuali faktor labil (FV).

Simpan (24-batal simpan) mengandung erotrosit, albumin, dan faktor pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.

2. PRC

PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang. Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar Hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan darah lengkap.

3. Trombosit Konsentrat

Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1 unit/kg BB.

4. Plasma Segar Beku.

Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal. Serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.

5. Cyro Pregipitate.

Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilia, penyakit non Wille brand dan afibrinogemia.

c. Efek Samping

Reaksi transfusi cepat ( reaksi hemolitik kuat, reaksi demam dan alergi, hipervolemia, edema paru non kardiogenik, hemolisis non imun serta sepsis bakterial.

Reaksi transfusi lambat ( reaksi hemolitik lambat, penyakit infeksi (Hepatitis B, C, HIV, Malaria, toksoplasmosis).

d. Peran Perawat Dalam Transfusi

Terbagi atas Pre Transfusi, Intra Transfusi dan Post Transfusi.

1. Pre Transfusi.

Mempersiapkan bahan dan alat.

Tetapkan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan.

Buat alur IV dengn kateter besar.

Gunakan selang penginfus yang memiliki filter, selang juga harus memiliki set pemberian tipe Y dengan filter.

Gantung wadah cairan normal salin 0,9 yang akan diberikan setelah infus darah,

Dapatkan riwayat transfusi darah.

Dapatkan riwayat transfusi klien.

Tinjau ulang program dokter.

Periksa dengan tepat prouk darah dan klien yang mendapat komponen darah.

Ukur TTV dalam 30 menit sebelum pemberian transfusi. Laporkan adanya peningkatan suhu pada dokter.

Minta klien melaporkan segera gejala (menggigil, sakit kepala, gatal, kemerahan dan nyeri punggung).

Minta klien berkemih/mengosongkan wadah penampung urine.

2. Intra Transfusi.

Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.

Buka set pemberian darah.

Tusukkan kantong IV normal salin 0,9%.

Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan menginfuskan normal salin.

Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.

Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.

Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan sel secara seksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan selang bawah, kemudian isi selang secara seksama dengan mengisi filter dengan darah.

Sambungan selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan sterilitas. Buka klem bawah.

Pantau TTV klien.

Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam, WBC diberikan 1-3 jam).

Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin 0,9%.

Buang semua bahan dengan tepat. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

3. Post Transfusi.

Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respon klien terhadap terapi darah.

Laporkan jika terjadi komplikasi.

Beri pendidikan klien cara merawat.

e. Cara Mengatasi.

Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi, dg. pemberian:

1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternative yang efektif pada klien anemia kronis akibat penyakit nginjal kronis. Efek utama obat ini adalah merangsang eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena/subkutan.

2. DDAVP merupakan bentuk sintetis vasopcesn L-arginin, yaitu suatu anti diuretik yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk menangani kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit/trombositopenia. Obat ini hanya dipakai pada klien dengan hemofilia A, penyakit Van Wellbrand, serta gagal ginjal akut-kronis. Obat ini diberikan secara IV, SC dan intranasal.

ASUHAN KEPERAWATAN1) Pengkajian pada leukemia meliputi :

a.Riwayat penyakitb.Kaji adanya tanda-tanda anemia :1).Pucat2).Kelemahan3).Sesak4).Nafas cepatc.Kaji adanya tanda-tanda leucopenia1).Demam2).Infeksid.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :1).Ptechiae2).Purpura3).Perdarahan membran mukosae.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :1).Limfadenopati2).Hepatomegali3).Splenomegalif.Kaji adanya pembesaran testisg.Kaji adanya :1).Hematuria2).Hipertensi3).Gagal ginjal4).Inflamasi disekitar rektal5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)2) Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi, peningkatan laju metabolik akibat produksi lekosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhanBatasan karakteristik :-Keluhan lemah, anak memperlihatkan penurunan kemampuan beraktifitas-Anak rewel, dyspnea-Abnormal HR atau respon perubahan TDKriteria hasil :-Klien akan menunjukkan partisipasi dalam ADL sesuai kemampuanIntervensi :

1. Evaluasi keluhan lemah, rewel, ketidakberdayaan dalam ADLRasional :Efek leukemia, anemia dan kemoterapi dapat menjadi satu sehingga memerlukan bantuan dalam pemenuhan aktifitas ADL2.Ciptakan lingkungan yang tenang dan istrahat yang tidak tergangguRasional : Mengumpulkan energi untuk beraktifitas dan untuk regenerasi sel3.Bantu dalam setiap pemenuhan rawat diri/ADLRasional : Memaksimalkan kemampuan untuk rawat diri4.Jadwalkan pemberian makan sebelum kemoterapi. Beri oral hidrasi sebelum makan dan anti emetik sesuai indikasiRasional : Meningkatkan intake sebelum terjadi mual akibat efek samping kemoterapi5.Kolaborasi : Pemberian suplemen O2 sesuai anjuranRasional : Memaksimalkan kemampuan oksigenasi untuk uptake seluler2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitisTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam pasien mendapat nutrisi yang adekuat.

Kriteria Hasil: tidak terjadi penurunan BB, terjadi peningkatan BB meningkat, TTV normal, nafsu makan meningkat, mual (-), muntah (-)Intervensi :a)Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makanRasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapib)Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkatRasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimalc)Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebasRasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisid)Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makananRasional : untuk mendorong agar anak mau makane)Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi seringRasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baikf)Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrientRasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuatg)Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisepRasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal

3. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemiaTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak.

Kriteria Hasil: klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri turun menjadi ringan 1-3, klien tampak lebih tenang Intervensi :a)Observasi tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 10Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensib)Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses venaRasional : untuk meminimalkan rasa tidak amanc)Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasiRasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obatd)Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepatRasional : sebagai analgetik tambahane)Berikan obat-obat anti nyeri secara teraturRasional : untuk mencegah kambuhnya nyeriBAB III

PEMBAHASANLeukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah sehingga mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas penderita. Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam sirkulasi (jumlahnya melebihi 200.000/mm) dapat menunjukkan gejala hiperviskositas, trombositopenia, dan hipermetabolisme. Kondisi ini mengakibatkan masalah yang serius terhadap kebutuhan nutrisi yang dialami klien, resiko infeksi dan keletihan yang dialami klien secara terus menerus. Sehingga masalah keperwatan yang dapat di sajikan dalam pembahasan ini adalah (1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, (2) Resiko Infeksi, dan (3) Keletihan.

3.1 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Nanda, 2015). Tanda-tanda dari kurang nutrisi pada klien leukemia adalah penurunan berat badan secara terus menerus, klien terlihat lebih kurus, dan dapat pula terjadi penurunan albumin. Klien leukemia dapat mengalami kekurangan nutrisi dikarenakan oleh 3 faktor, antara lain karena : (1) faktor pertumbuhan tumor, (2) faktor yang berhubungan dengan klien (usia anak, status sosial ekonomi rendah, asupan gizi yang buruk, peningkatan sekresi hormon pertumbuhan dan sitokin yang dilepaskan oleh tubuh dalam menanggapi pertumbuhan tumor, yang paling penting adalah faktor nekrosis tumor, interleukin 1 dan 6), dan (3) faktor yang berhubungan dengan pengobatan (jenis/dosis kemoterapi, lokasi/dosis radioterapi dan pembedahan) (Alczar dkk., 2013). Leukemia adalah penyakit kanker jaringan yang menghasilkan imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan dan menyusup ke dalam berbagai organ tubuh. Penyusupan sel-sel leukemik ke dalam semua organ-organ vital menimbulkan hepatomegali dan splenomegali. Akibat dari tertekannya pembuluh darah dan pembuluh getah bening abdomen karena adanya hepatomegali dan splenomegali, maka pasien dengan leukemia akan mengalami edema lokal pada abdomen. Selain itu hepatomegali dan splenomegali akan menyebabkan lambung tertekan dan berdampak adanya distensi abdomen. Efek yang ditimbulkan dari distensi abdomen itu sendiri adalah munculnya mual muntah pada pasien leukemia. Efek yang lebih lanjut adalah anoreksia dimana tidak akan ada nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan metabolisme. Pada pasien dengan leukemia dapat dilihat adanya penurunan BB akibat berkurangnya nafsu makan dan peningkatan kalori oleh sel-sel neoplastik (Price, 1999). Berdasarkan masalah tersebut, maka seorang perawat dapat melakukan intervensi berupa :1. Mengkaji status nutrisi klien untuk membantu dalam deteksi dini gangguan nutrisi dan kualifikasi klien untuk dukungan nutrisiMenurut jurnal Assessment of Malnutrition in Children with Cancer during Oncological Treatment, pada klien kanker perlu diperhatikan tentang terjadinya masalah malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan kemoterapi yang dijalani oleh klien. Pada kondisi tersebut, perlu dilakukan pengkajian yang tepat untuk menentukan status nutrisi klien. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menentukan status nutrisi klien adalah antropometri dan parameter biokimia yaitu berat badan (BB), tinggi badan (TB), Middle Arm Circumference (MAC)/Lingkar Lengan Atas (LILA), triceps skinfold thickness (TSFT)/ketebalan lipatan kulit trisep, dan serum albumin. Menurut Tejza dkk (2015), pengukuran berat badan dan tinggi badan mengabaikan kekurangan energi protein pada anak-anak dengan penyakit kanker. Dalam penelitiannya, analisis korelasi metode yang berbeda menunjukkan kegunaan pengukuran antropometri tambahan, seperti Middle Arm Circumference (MAC)/Lingkar Lengan Atas (LILA), triceps skinfold thickness (TSFT)/ketebalan lipatan kulit trisep. Pengukuran antropometri tambahan tersebut dinilai lebih efisien dalam deteksi dini gizi buruk daripada menggunakan indeks berat badan dan tinggi badan. Sedangkan, pengukuran serum protein (albumin) dinilai kurang sensitif dibandingkan estimasi otot protein oleh pengukuran antropometri dalam deteksi malnutrisi protein.Estimasi gabungan dari pengukuran status nutrisi dalam melihat penurunan berat badan, pengukuran massa tubuh gemuk dan kurus, dan tingkat albumin membantu dalam deteksi dini gangguan nutrisi dan kualifikasi klien untuk dukungan nutrisi (Tejza dkk., 2015).2. Memberikan antioksidan untuk memenuhi kebutuhan giziMenurut jurnal Intake Antioxidant in Paediatric Oncology Patients, sebagian besar anak-anak yang menjalani pengobatan untuk leukemia, limfoma dan tumor padat menunjukkan intake antioksidan yang tidak memadai. Diet tunggal (tanpa tube feeding atau suplemen) merupakan cara pemberian makan yang disorot memiliki antioksidan paling rendah. Ini adalah tren yang konsisten terlihat, baik saat baru didiagnosis dan bulan ke 3 pengobatan. Vitamin A dan zinc yang disorot sebagai zat yang paling kurang dalam pemberian diet tunggal. Di sisi lain vitamin C secara konsisten mencapai intake baik dibandingkan dengan asupan yang disarankan. Ini ditemukan secara khusus pada anak-anak dengan yang mendapatkan diet ditambah suplemen vitamin dan/atau mineral (Slegtenhorst dkk., 2014).

Berdasarkan penelitian ini, suplemen vitamin-mineral dapat direkomendasikan untuk anak-anak yang tidak menerima bentuk lain dari suplemen makanan untuk memastikan bahwa mereka mencapai asupan vitamin A dan E; selenium dan zinc. Hal ini juga penting untuk mengenali peran penting bahwa orang tua/wali dalam memastikan bahwa anak-anak dan orang muda dengan kanker memenuhi kebutuhan gizi mereka (Slegtenhorst dkk., 2014). 3. Pemberian nutrisi enteral, jika diperlukanDalam beberapa dekade terakhir, nutrisi enteral (Enteral Nutrition/EN), juga dikenal sebagai tube feeding, telah banyak digunakan karena memiliki banyak manfaat, seperti risiko yang lebih rendah dari infeksi dan komplikasi lain yang berhubungan dengan kateter dibandingkan dengan nutrisi parenteral. Selain itu, EN lebih murah, lebih fisiologis dan mempertahankan integritas mukosa usus, sehingga mengurangi risiko translokasi bakteri. EN diindikasikan untuk semua klien yang tidak bisa, tidak harus atau tidak ingin makan melalui oral dan memiliki saluran pencernaan yang berfungsi, yang penting untuk penggunaan terapi nutrisi. Nutrisi parenteral total harus disediakan untuk kasus-kasus di mana penggunaan total atau sebagian dari saluran pencernaan tidak mungkin atau akses terhalang karena trombositopenia (Barbosa dkk., 2012).Terdapat beberapa studi yang menilai risiko dan manfaat dari terapi EN pada klien anak dengan kanker. Selain itu, EN disarankan dalam situasi berikut: ketika nutrisi melalui oral tidak mungkin; ketika asupan makanan kurang dari kebutuhan gizi; dan dengan adanya risiko gizi atau malnutrisi (Barbosa dkk., 2012).Berdasarkan jurnal Nutritional Status and Adequacy of Enteral Nutrition in Pediatric Cancer Patients at a Reference Center in Northeastern Brazil, menunjukkan bahwa anak-anak yang kekurangan gizi memiliki peningkatan yang signifikan dalam Z skor untuk Weight/Age dan indikator BMI/Age selama penggunaan EN. Temuan ini dapat dijelaskan oleh asupan kalori dan protein yang lebih besar pada klien tersebut. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan mengenai durasi terapi dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kebutuhan gizi antara kelompok yang dianalisis (Barbosa dkk., 2012).

Terapi EN memiliki keterbatasan pada klien kanker akibat komplikasi terapi sekunder untuk toksisitas pengobatan (mual, muntah dan diare). Namun, klien diberikan terapi EN dalam penelitian ini untuk mencapai peningkatan yang signifikan dalam status gizi, yang menunjukkan pentingnya dukungan nutrisi dan perlu ditindaklanjuti selama rawat inap. Selain itu, tim multidisiplin penting untuk dukungan yang adekuat bagi anak-anak dan remaja dengan kanker dalam terapi EN (Barbosa dkk., 2012).3.2 Resiko Infeksi Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentukan darah. (Suriadi & Rita Yuliani,2006 : 160). Pada Leukimia akan menunjukan gambaran darah yang memperlihatkan sel imatur sehingga sel normal diganti dengan sel kanker. Karena digantikan dengan sel kanker, menyebabkan depresi sumsum tulang yang berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi dan perdarahan.Lebih jelasnya resiko infeksi ini muncul karena erat kaitannya terhadap hilangnya kekebalan dikarenakan berkurangnya sel darah putih yang sehat dan perdarahan karena pembekuan darah, terganggu akibat kekurangan sel tromboit. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Normalnya kita memiliki 4x109 hingga 11x109 sel darah putih dalam satu liter darah manusia dewasa yang sehat atau sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukimia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes (Permono, 2005)

Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang terbentuk tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (ingus) dan batuk. Demam terjadi karena terdesak dan menurunnya jumlah sel darah merah (ditandai turunnya hemoglobin). Karena darah putih juga terdesak, penderita leukemia jadi mengalami infeksi sehingga sering demam. Gejala ini mirip dengan penyakit infeksi pada umumnya. Namun apabila dilakukan peeriksaan hemoglobin, hemoglobin akan ditemuai sangat rendah. Demam didefinisikan sebagai temperature oral 38,3 0C sekali pengukuran atau 38 0C untuk pengukuran selama 1 jam terus menerus atau pada 2 kali pengukuran dengan jarak 12 jam (simon, 2003).

Sumber lain menyebutkan bahwa pasien leukemia akan terjadi gangguan produksi maupun maturasi neutrofil sehingga mengakibatkan tingginya resiko terkena infeksi bakteri gram negatif. Selain itu pemberian terapi pada pasien leukemia seperti kortikosteroid dapat menyebabkan menurunnya jumlah dan fungsi dari neutrofil (Yuniastuti, 2004). Neutropenia ditemukan apabila hitung total neutrofil (absolute neutrophils count/ ANC) < 500 sel/mm3. Resiko terbesar akan terjadinya infeksi apabila pada pasien dengan penghitungan neutrofil 100 sel/mm3. Bakteri merupakan penyebab terbanyak infeksi seperti: bakteri S. aureus, E. coli, P. aeruginosa, K. pneumonia dan coagulase-negative staphylococcus merupakan organisme yang banyak ditemukanpada kultur. Pemasangan kateter sentral sering berhubungan dengan infeksi coagulase-negative staphilococcus, S. aureus, dan kadang-kadang bakteria Gram negatif yaitu enterococcus, dan candida. Infeksi jamur diderita oleh sekitar 10% semua infeksi pada anak dengan keganasan. Candida menyebabkan 60% infeksi jamur. Maka dari pada itu salah satu penatalaksaan pada anak dengan leukemia adalah anak harus berada diruangan khusus atau ruangan isolasi. Ini dapat membantu untuk meminimalkan anak dari terpaparnya sumber infeksi (Wong,D.L,2004)Berdasarkan masalah tersebut, maka seorang perawat dapat melakukan intervensi berupa :1. Memberlakukan cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien atau melakukan tindakan keperawatan bagi tenaga medis dan keluarga Menurut jurnal Hand Hygiene Practices Among Care Providers Of Leukemia Children, pada klien dengan leukemia perlu diperhatikannya menjaga kebersihan tangan selama pemberian tindakan kepada klien. Kegiatan mencuci tangan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan handsrub yang mengandung alcohol ataupun betadine atau dengan sabun dan air mengalir. Berdasarkan jurnal ditemukan bahwa mencuci tangan dengan handsrub lebih efisien dibandingkan dengan sabun dan air karena tidak membutuhkan banyak waktu dan mampu membunuh banyak kuman sebesar 90 sampai 95 % dibandingkan dengan sabun dan air sebesar 42 % (Shankar, dkk. 2006 ; winnefeld, dkk. 2009 dalam Mandal, 2008)

Rendahnya kemampuan membunuh kuman dengan sabun dan air akibat kontaknya tangan dengan sumber kuman lainnya setelah mencuci tangan, setelah mencuci tangan ada kemungkinan tangan akan bersentuhan dengan handuk yang terkontaminasi, sabun atau tempat puff sabun yang terkontaminasi dan sebagainya. Maka dari itu diperlukannya memodifikasi fasilitas cuci tangan pada setiap ruangan medis untuk mengurangi penyebaran infeksi dari tangan tenaga medis itu sendiri (Karabey, dkk. 2002 ; Mermel, dkk. 1997 dalam Mandal, 2008).2. Mengidentifikasi factor resiko penyebab infeksi nosokomial

Menurut jurnal Nosocomial Infections among Pediatric Patients with Neoplastic Diseases, pentingnya mengidentifikasi factor resiko terjadinya infeksi nosokomial pada klien khususnya dengan leukemia yaitu dapat dilihat dari berbagai tipe tindakan yang dilakukan pada klien, misalnya tindakan invasive melalui jalur IV line atau jalur perkemihan. Berdasarkan penelitian ditemukan sekitar 47 % disebabkan oleh bakteri gram negative, dan 29,4 % akibat bakteri gram positif. Beberapa tindakan yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial yaitu intubasi ETT, insersi NGT, pemasangan kateter urinary dan IV line. Lamanya jangka waktu pengggunaan alat bantu tersebut juga mempengaruhi, semakin lama maka resiko yang didapat semakin tinggi (Oberdofer, dkk. 2009).

3. Menjaga kebersihan mulut dan gigi untuk mengurangi resiko masuknya mikroorganisme dari dalam mulutMenurut jurnal Oral and Dental Considerations in Pediatric Leukemic Patient, kebersihan mulut perlu dijaga untuk mencegah terjadinya komlikasi akibat terapi kanker seperti luka hingga perdarahan yang dapat menjadi jalan masuk mikroorganisme. Berdasarkan jurnal, perawatan kebersihan mulut pada klien dengan leukemia dapat dilakukan dalam 3 fase, yaitu (Padmini, dkk. 2014):

a. Pada awal terapi kanker, hal ini untuk mengetahui adanya resiko luka atau perdarahan dalam mulut dan sebagai langkah awal memberikan edukasi kepada orang tua untuk selalu menjaga kebersihan mulut anak agar tidak menimbulkan luka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri dan mengganggu nafsu makan anak (salah satu dampak terapi kanker).b. Selama periode kondisi tubuh imunosupresan, selama terapi dapat ditemukannya kondisi mudah terjadinya perdarahan terutama pada area mulut pada anak sehingga hal ini penting dilakukan untuk memonitor dan mencegah komplikasi yang dapat muncul, serta sebagai evaluasi edukasi kepada orang tua untuk menjaga kesehatan mulut anak.c. Setelah terapi kanker selesai, untuk menjaga kesehatan dan kebersihan mulut agar terhindar dari komplikasi terapi kanker.

(Lopez, dkk. 2011 dalam Padmini, dkk. 2014)3.3 Keletihan

Pada Leukemia terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang. Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal hemopoetik mengalami tekanan sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan pada sel normal. Hal tersebut dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang. Sehingga akan menyebabkan kelemahan, gejala pucat. Penurunan nafsu makan juga dapat membuat penderita mengalami kelelahan dikarenakan konsumsi nutrisi yang tidak adekuat.

3.3.1 Dorong pasien dan keluarga mengekspresikan keletihannya

Berdasarkan jurnal Meisi Wu, et al,2009 (Elsevier) yang berjudul The experiences of cancer-related fatigue among Chinese children with leukaemia: A phenomenological study bahwa kelelahan kemungkinan besar dapat terjadi pada penderita leukimia, sehingga pada periode didiagnosis dan pada awal pengobatan, tenaga kesehatan dapat memberikan informasi kepada pasien dan orang tua mengenai pola kelelahan yang mungkin akan terjadi pada penderita. Sehingga hal ini dapat membuat pasien ataupun keluarga lebih menyadari perasaan kelelahan yang dirasakan oleh penderita dan dapat membantu dalam pencurahan dengan mendiskusikan perasaan kelelahan. Hal ini perlu adanya kerjasama yang baik antara keluarga dan tenaga kesehatan untuk lebih melihat gejala dari kelelahan yang dirasakan oleh penderita. Pada hasil penelitian pada jurnal ini mengingatkan tenaga kesehatan tentang pentingnya memperhatikan kelelahan pada pasien onkologi pediatrik sehingga dengan memahami ekspresi ataupun pencurahan dari keletihan penderita dapat membuat tenaga kesehatan lebih mudah dalam menentukan intervensi selanjutnya. Sehingga upaya memberikan kontribusi atau faktor meringankan dengan memberikan beberapa strategi coping yang efektif untuk pasien dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan keluhan yang dirasakan.Dalam upaya membantu penderita dalam mengekspresikan kelelahannya maka dapat diberikan beberapa pertanyaan, yaitu sebagai berikut :

Setelah perawat mampu membantu klien dalam mengekspresikan kelelahannya maka perawat dapat mengkategorikan sumber dari kelelahan dan cara menguranginya. Dibawah ini merupakan hasil dari pengkajian kelelahan pada sample penelitian beserta upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi perasaan keletihan.

CategoryContributing factorsAlleviating factors

Physiological factors Nausea, vomiting, diarrhea, hunger Having a sleep or taking naps

Pain Taking a rest

Fever and infection

Having low cell count (red blood cell, white blood cell, and platelet)

Having chemotherapy, side effects of some medicine, therapeutic procedures

Disturbed sleep Having a blood transfusion

Psychological factors Unpleasant feelings and melancholy Being made happy

Feeling anxious, nervous, fearful, stressed, worried

Being obliged and repressed

Stigma from other people Catharsis

Situational factors Noise, light, low air quality Creating a comfortable environment (e.g. quiet, festival atmosphere when on holiday)

Traveling to hospital Having fun (doing fun activities, playing with others)

Busy school life Communicating with others, being accompanied by others

Limited activity/rest schedule

Disturbed diet habits

Long-term lack of activity

Too much activity

Being interrupted by others Having nice food

3.3.2 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan nutrisi dan sumber energi yang adekuat

Berdasarkan jurnal Aeltsje Brinksma, et al,2014 (Elsevier) yang berjudul Finding the right balance: An evaluation of the adequacy of energy and protein intake in childhood cancer patiens perlu adanya pemilihan nutrisi agar terpenuhinya energy anak dengan kanker sehingga kelelahan yang dirasakan pasien dapat diminimalkan. Temuan penelitian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa, recommended daily allowances (RDA) dan asupan pada anak-anak yang sehat tidak cocok untuk kelompok tertentu dari anak-anak (termasuk kelaompok anak dengan kanker). Total kebutuhan energi pasien kanker anak meningkat meski mereka kurang aktif dibandingkan anak-anak yang sehat, hal ini perlu dipertimbangkan terkait proses pertumbuhan mereka yang tinggi dan proses metabolik yang meningkat dalam tubuh penderita sehingga membuat fat free mass (FFM) rendah. Ini berarti mereka membutuhkan asupan kalori yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan oleh RDA atau dari pada anak-anak yang sehat. Hal Ini mungkin terkait dengan kebijakan pengobatan aktif dari Departemen Onkologi yang bertujuan untuk meningkatkan asupan nutrisi pada anak-anak kurang gizi dan anak-anak yang beresikountuk gizi dengan pemberian nutrisi yang diperkaya energi. Untuk penentuan jumlah konsumsi makanan dalam usaha pencapaian energi yang sesuai maka perlu berkolaborasi oleh ahli gizi, sehingga klien dapat menerima saran diet yang disesuaikan untuk meningkatkan asupan mereka.

3.3.3 Monitor adanya faktor yang menyebabkan keletihan

Berdasarkan jurnal Panteleimon P, et al,2009 (Elsevier) yang berjudul Evaluating cancer related fatigue during treatment according to childrens, adolescents and parents perspectives in a sample of Greek young patients Kelelahan yang dialami oleh pasien pada penelitian meningkat selama pengobatan kanker. Peningkatan tersebut secara keseluruhan disebabkan oleh efek samping pengobatan yang dapat meimbulkan mual, nyeri, neutropenia, myelosupressien dan dirawat di rumah sakit. Banyak anak-anak dengan kanker melaporkan kelelahan karena suara, seperti suara panggilan telepon, pompa infus IV, pasien yang lebih muda dan bayi, aktivi