16
80 VI. INFILTRASI Sasaran Pembelajaran/Kompetensi: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas 2. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas 3. Mahasiswa mampu menghitung laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi serta koefisien fungsi infiltrasi (Kostiakov, Horton, dan Holtan) 4. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer di lapangan. 6.1 Pendahuluan Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk kedalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (speege). Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar. Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi adalah proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah

INFILTRASI MATERI

Embed Size (px)

Citation preview

  • 80

    VI. INFILTRASI

    Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:

    1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep infiltrasi, perkolasi dan permeabilitas

    2. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara konsep infiltrasi, perkolasi dan

    permeabilitas

    3. Mahasiswa mampu menghitung laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi serta koefisien

    fungsi infiltrasi (Kostiakov, Horton, dan Holtan)

    4. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer di

    lapangan.

    6.1 Pendahuluan

    Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk kedalam

    tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke

    tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (speege). Laju

    maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas

    infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap

    kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas

    infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

    Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan

    intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak

    kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk

    seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

    Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke

    permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi adalah proses masuk atau meresapnya air

    dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah

  • 81

    maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Pada kondisi

    kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih

    rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow)

    dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air

    tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya

    kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

    Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam

    tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu

    tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju

    infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

    Ketika air hujan jatuh diatas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik

    permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk

    kedalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan

    kedalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di

    bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan

    pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, kebawah, dan

    kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori

    yang relative kecil.

    Mekanisme infiltrasi melibatkan 3 proses yang tidak saling mempengaruhi :

    a. proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah

    b. tertampungnya air hujan tersebut didalam tanah

    c. proses mengalirnya air tersebut ketempat lain (bawah, samping, atas)

    6.2 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

    Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal

    maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang terinfiltrasi dalam

    satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam

    atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan, bila laju infiltrasi

    tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f fp dan f I (Soemarto, 1999).

    Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi

    setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan

    kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-

  • 82

    beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan

    lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi

    oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).

    Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah

    sebagai berikut:

    1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang

    jenuh.

    2. Kadar air atau lengas tanah

    3. Pemadatan tanah oleh curah hujan

    4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan

    endapan dari partikel liat

    5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah

    6. Struktur tanah

    7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan

    organik)

    8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah

    9. Topografi atau kemiringan lahan

    10. Intensitas hujan

    11. Kekasaran permukaan tanah

    12. Kualitas air yang akan terinfiltrasi

    13. Suhu udara tanah dan udara sekitar

    Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan

    menjadi dua faktor utama yaitu:

    1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat

    kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

    2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

    Selain dari beberapa factor yang menentukan infiltrasi diatas terdapat pula sifat-

    sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi (Arsyad,

    1989) sebagai berikut:

    a. Ukuran pori

    Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan

    susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh karena

    pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air keluar

    dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik.

  • 83

    b. Kemantapan pori

    Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak

    terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.

    c. Kandungan air

    Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.

    d. Profil tanah

    Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya

    air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses

    infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air

    hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

    Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan

    gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air

    yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi

    yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah.

    Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan

    tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).

    Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal kedalam

    tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga

    proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):

    a. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.

    b. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

    c. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).

    Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam

    tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi

    serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya. Hal itu

    tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik diketahui,

    seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat diperkirakan. Laju

    infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi

    lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air

    dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya

    (Kirkby, M.J., 1971).

    Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang

    berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar

    pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori

  • 84

    besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus.

    Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada

    tanah liat.

    Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan.

    Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus

    menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur

    tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori

    besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori

    halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut akan

    berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih

    besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).

    Menurut Boedi Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya

    seperti pada tabel berikut:

    Tabel 6.1. Laju Infiltrasi Menurut Jenis Tanah

    Jenis Tanah Laju Infiltrasi (mm/menit)

    Tanah ringan (sandy soil) 0,212 0,423

    Tanah sedang (loam clay, loam silt) 0,042 0,212

    Tanah berat (clay, clay loam) 0,004 0,042

    Sifat transmissi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah.

    Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008) :

    1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman

    2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas

    sangat menentukan laju infiltrasi

    3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk

    4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock)

    Arti Pentingnya Infiltrasi

    Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :

    a. Proses limpasan (run off)

    Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah.

    Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi

  • 85

    menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit

    puncaknya juga akan lebih kecil.

    b. Pengisian lengas tanah (Soil Moisture) dan air tanah

    Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman

    menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi

    dari zona tidak jenuh. Pengisian kebali lengas tanah sama dengan selisih antara

    infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam

    lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat

    pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

    6.3 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

    Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukna dengan melalui tiga cara yaitu:

    1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada

    percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (metode simulasi

    laboratorium).

    2. Menggunakan alat ring infiltrometer (metode pengukuran lapangan).

    3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi

    hidrograf).

    Singh (1989) menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan

    digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan

    sistem keairan. Model - model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas

    yakni: (1) model empiris, dan (2) model konseptual.

    Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana

    kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi

    ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi.

    Adapun model- model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model

    Horton, Model Holtan dan Model Overton. Uraian masing-masing model disajikan

    sebagai berikut:

    a. Model Kostiyakov

    Model Kostiakov menggunakan pendekatan fungsi power dengan tidak

    memasukkan kadar air awal dan kadar air akhir (saat laju infiltrasi tetap) sebagai

    komponen fungsi. Fungsi infiltrasi dan laju infiltrasi disajikan pada persamaan 6.1

    dan persamaa 6.2.

  • 86

    F = atb , 0

  • 87

    c. Model Holtan

    Model Holtan pada dasarnya serupa dengan model Horton, akan tetapi pada

    model ini, Holtan menambahkan faktor vegetasi dalam persamaan sehingga fungsi

    matematiknya berubah menjadi fungsi power dan bukan fungsi eksponensial

    seperti pada Model Horton. Fungsi matematik model Holtan disajikan sebagai

    berikut:

    (6.4)

    Dengan Fp adalah infiltrasi potensial. a dan n adalah konstanta untuk vegetasi

    tanah. Holtan berpendapat bahwa kapasitas infiltrasi berbanding lurus dengan ruang

    pori yang tersedia. Model Holtan agak cocok dimasukkan untuk model batas air

    dalam ilmu tata air karena dia menghubungkan laju infiltrasi (f) dengan

    kelembaban tanah. Kekurangan dari model ini adalah spesifikasi kedalaman

    permukaan air tanah bebas. Kedalaman mempengaruhi infiltrasi secara signifikan.

    d. Model Overton

    Overton pada tahun 1964 merumuskan kembali model Holtan. Dia

    mencatat bahwa ruang pori-pori yang tersedia pada awal terjadinya hujan tidaklah

    selalu terisi seluruhnya sebelum kapasitas infiltrasi menjadi tetap. Jarak antar ruang

    pori-pori yang terisi tergantung pada tumbuh-tumbuhan penutup tanah. Persamaan

    matematik infiltrasi dan laju infiltrasi Model Overton disajikan pada persamaan 6.5

    dan 6.6.

    ........................... (6.5)

    ............................ (6.6)

    Dimana d = (fc/a)0.5

    dan J = (afc)0.5

    .

    Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan

    proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model

    konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf. Uraian

    model konseptual adalah sebagai berikut:

    a. Model SCS

    Model Soil Conservation Services (SCS) merupakan model konseptual yang

    dikembangkan oleh USDA. Model ini menggunakan pendekatan penggunaan/

  • 88

    penutupan lahan, jenis tanah dan kondisi hidrologi wilayah. Hasil yang diperoleh

    dalam model ini adalah nilai infiltrasi dan laju infiiltrasi wilayah (unit lahan) pada

    suatu DAS atau Sub-DAS.

    .................................... (6.7)

    .................................... (6.8)

    Dimana b adalah persentase faktor vegetasi, P adalah laju curah hujan (cm/s) dan p

    adalah intensitas curah hujan (cm/s), dan S adalah potensial storage (cm). Soil

    Concervation Service (SCS), mengembangkan suatu prosedur yang sering disebut

    metode curve-number untuk menaksir runoff. Metode ini selanjutnya dikenal

    dengan model SCS.

    Gambar 6.1 Skema komponen rainfall excess

    Bila nilai CN (curve number) telah ditentukan, maka aliran permukaan langsung

    dapat ditentukan dengan menggunakan monogram SCS.

  • 89

    Gambar 6.2 Monogram SCS

    b. Model HEC

    Model HEC merupakan model infiltrasi dasar pada suatu hubungan non linear

    antara intensitas curah hujan dan kapasitas infiltrasi.

    . (6.9)

    (6.10)

    Dimana k adalah koefisien penurunan air ke dalam tanah, k adalah perubahan

    koefisien penurunan air, p adalah intensitas curah hujan (cm/s), D adalah defisiensi

    kelembaban tanah dan x adalah eksponen antara 0 dan 1. Jika x = 0, f tidak terikat

    oleh P, asumsi ini dibuat normal dan termasuk dalam kebanyakan persamaan

    infiltrasi. Jika x = 1, f berbanding lurus dengan parameter p. Study hidrology yang

    di kembangkan oleh HEC mengindikasikan bahwa x biasanya antara 0,3 sampai 0,9

    untuk konsistensi.

    c. Model Philip Tanah Dua-Lapis

    Pada satu seri dari papernya, Philip memperkenalkan analisis dari infiltrasi

    berdasarkan persamaan Fokker-Planck, atau persamaan aliran untuk tanah homogen

    dengan kadar lengas tanah awal dan suplai air yang berlebihan dipermukaan.

  • 90

    Parameter S dan C merupakan fungsi difusi air tanah awal dan kadar air permukaan

    dari tanah

    (2.14)

    (2.15)

    .... (2.16)

    Keterangan, = laju ifiltrasi (cm/h)

    S = Sportivity (cm/h)

    C = kostanta (cm/h)

    t = interval waktu (s).

    .

    d. Model Hydrograf

    Jika akurasi data curah hujan dan runoff yang tersedia pada suatu bidang tanah

    kecil, jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah dapat ditentukan dengan

    menggunakan model yang disebut model hydrograf. Model ini didasarkan pada

    pendapat berikut: (1) intersepsi dan infiltrasi kecil, (2) infiltrasi merupakan abstrak

    utama bahwa curah hujan dikurang dengan infiltrasi akan mendekati aliran

    permukaan. Model ini lebih sering digunakan untuk menentukan neraca air.

    ................. (2.17)

    Keterangan; P = curah hujan (cm/s),

    q = discharge (cm/s)

    D = surface detention (cm)

    F = kapasitas infiltrasi (cm)

    Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena

    kapasitas infiltrasi C tidak akan terpenuhi oleh laju infitrasi, sedangkan D tidak

    tertembus air, sehingga sifat transmissi lapisan tanah dikelompokkan menjadi 2

    fenomena.

    Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka lapisan di

    bawah lapisan permukaan tidak akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi.

    Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka lapisan bawah

    akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh laju perkolasi.

    Untuk lahan yang sulit pengambilan sample kpnduktivitas hidrauliknya

    di lapangan, maka dapat juga dilakukan pendekatan nilai kondukttivitas hidraulik

  • 91

    dengan menggunakan data tekstur tanah seperti yang diperlihatkan pada diagram

    segitiga tekstur.

    Gambar. 6.3 Metode grafis penentuan Konduktivitas Hidraulik Jenuh dengan segitiga

    tekstur

    6.5 Pengukuran Infiltrasi

    Infiltrasi dapat diukur dengan cara berikut :

    a. Dengan infiltrometer

    Infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang

    ditekankan kedalam tanah.Permukaan tanah di dalam tabung diisi air.Tinggi air dalam

    tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang

    ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

    Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah

    tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang

    ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

  • 92

    Gambar 6.4 Infiltrometer

    b. Dengan testplot

    Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap

    luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap

    besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas.

    Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan

    digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar

    permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala

    besar.

    c. Lysimeter

    Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam

    tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan

    fasilitas drainage dan pemberian air. Dengan persamaan neraca air (waterbalance)

    seperti berikut:

  • 93

    P + I = D + E S .. (2.18)

    Keterangan : I = pemberian (supply) air

    D = air yang dikeluarkan

    E = penguapan (evapotranspirasi)

    S = tampungan air dalam tanah

    Untuk mencapai tujuan ini lebih baik digunakan lysimeter timbang, dengan

    lysimeter timbang besarnya infiltrasi dengan kondisi curah hujan yang sebenarnya

    dapat dipelajari. Curah hujan harus diukur dengan alat pencatat hujan (recording rain

    gauge) yang harus ditemptkan di dekat lysimeter tersebut.

    6.6 CONTOH SOAL

    1. Suatu data hasil pengukuran disajikan sebagai berikut:

    t (mnt) fob(cm/mnt) t (mnt) fob(cm/mnt)

    0 0,00 25 1,24

    1 2,50 35 1,16

    2 2,25 48 1,06

    3 2,13 65 0,98

    5 1,86 85 0,94

    8 1,68 105 0,91

    12 1,50 125 0,89

    17 1,38

    Tentukan laju ifiltrasi air dengan rumus Kostiakov, Horton, Holtan, dan Phillip.

    Gambarkan Kurva dan Hasil observasi dan semua model.

    Penyelesaian

    Dengan menggunakan spreadsheed maka fungsi masing-masing model diperoleh seperti

    berikut:

    Fungsi Model

    f = 0.407 t -0.16.

    Kostiakov

    f = 0,242 + (0,5 - 0,242)e-0,287t

    Horton

    f = 0,039 (-2,091 f)2 + 0,239 Holton

    f = 0,5*0.143 t-0,5

    + 0,214

    Phillip

    Fungsi model kemudian di gambarkan dengan menggunakan spreadsheet kembali:

  • 94

    6.7 LATIHAN DAN PENUGASAN

    1. Diskusikan dengan kelompok kelebihan dan kekurangan masing-masing model

    infiltrasi yang telah anda baca. Buat file dalam bentuk word dan Presentasi.

    2. Turunkan fungsi infiltrasi Horton dan Holtan dari hasil pengukuran sebagai berikut:

    Waktu f (mm/jam)

    1 2,50

    5 1,75

    50 1,00

    3. Lengkapi data DAS anda dengan mencari nilai CN berdasarkan kondisi hidrologi

    wilayah dan penutupan lahan. Hasil perhitungan CN ini akan digunakan pada

    pendugaan limpasan permukaan langsung.

    4. Lakukan pemasangan Infltrometer di lapangan dengan mengamati laju penurunan

    air dalam periode waktu tertentu (tergantung jenis tanah). Kemudian

    a. Gambarkan kurva laju infiltrasi

    b. Tentukan fungsi infiltrasi yang sesuai untuk plot data anda

    (Asistensi sebelum melakukan pengambilan data di Laboratorium Hidrologi dan

    Mekanika Fluida)

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    2.00

    2.50

    3.00

    0 50 100 150

    laju

    infi

    ltra

    si (

    cm/m

    nt)

    t (mnt)

    fob(cm/mnt)

    kostiakov

    Horton

    Holtan

    philip

    Power (fob(cm/mnt))

    Power (kostiakov)

    Power (Horton)

    Power (Holtan )

    Power (philip)

  • 95

    6.8 DAFTAR PUSTAKA

    Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

    Gadjah Mada Press.

    Kodoatie, R.J. dan Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

    Yogyakarta: Andi.

    Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,

    Jakarta.

    Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York

    Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.

    Pradnya Paramitha. Bandung

    Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York.

    Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.

    Harper Collins Pub., New York.