Upload
others
View
12
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI METODE SOSIODRAMA UNTUK
MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI
PEKERTI DI KELAS X BDP 2 (STUDI KASUS DI SMKN 1
PONOROGO) TAHUN AJARAN 2018/2019
SKRIPSI
OLEH
SITI KHASANAH
NIM: 210315287
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
MEI 2019
ABSTRAK
Khasanah, Siti. 2019. Implementasi Metode Sosiodrama Untuk Meningkatkan
Minat Dan Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam Dan Budi Pekerti Kelas X BDP 2 SMK Negeri 1 Ponorogo Tahun
Ajaran 2018/2019. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo. Pembimbing, Ahmad Nu’man Hakiem, M.Ag.
Kata Kunci: Metode Sosiodrama, Minat Belajar, Hasil Belajar
Pendidikan merupakan sebuah proses yang dinamis dan berkelanjutan
sebagai pemenuhan kebutuhan siswa dan guru. Kualitas pendidikan yang
diberikan oleh guru kepada siswa sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Karena itulah, minat belajar harus ditumbuhakan pada setiap mata pelajaran.
Termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP)
yang mana merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk
dipahami siswa. Namun, di SMKN 1 Ponorogo, peneliti menemukan masalah
yaitu ketika dalam proses pembelajaran PAIBP siswa terlihat kurang semangat
dalam belajar, mengantuk, tidak memperhatikan secara penuh, serta kurang
konsentrasi. Karena itulah perlu upaya untuk meningkatkan minat siswa dengan
menggunakan metode sosiodrama.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Model Spiral dari
Kemmis dan Taggert yang dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus
terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek
penelitian adalah kelas X BDP 2 SMKN 1 Ponorogo yang berjumlah 32 siswa.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Analisis data yang digunakan meliputi: (a) analisis Kualitatif yang menonjolkan
hal-hal pokok berkaitan dengan masalah penelitian, (b) analisis Kuantitatif yang
menghitung minat dan hasil belajar siswa yaitu memberikan, menjumlahkan,
mempresentasekan skor pada setiap aspek-aspek yang diamati melalui observasi
atau pengamatan langsung.
Pelaksanaan metode sosiodrama dilakukan dengan cara sebagai berikut,
(1) siklus I, pertemuan pertama diawali dengan menjelaskan materi pembelajaran
dan pelaksanaan metode sosio drama, mebentuk kelompok sosio drama, membuat
teks drama dan penilaian. Pada pertemuan kedua, dilakukan pementasan drama.
Pada siklus ini terbentuk 5 kelompok dengan durasi tampil masing-masing 10
menit serta evaluasi hasil belajar. (2) siklus II, Pertemuan pertama yaitu
menjelaskan materi pembelajaran, mebentuk kelompok sosio drama, membuat
teks drama dan penilaian. Pada pertemuan kedua, dilakukan pementasan drama.
Pada siklus ini terbentuk 6 kelompok dengan durasi tampil masing-masing 10
menit serta evaluasi hasil belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
penerapan metode sosiodrama secara maksimal dalam pembelajaran mampu
meningkatkan minat belajar masing-masing peserta didik sehingga hasil belajar
juga meningkat. Hasil penelitian diperoleh bahwa pada siklus I sebanyak 22 siswa
atau 68,75% yang mencapai tuntas, kemudian di siklus II siswa yang tuntas dalam
belajar berjumlah 32 siswa atau 100 %.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sebuah proses yang dinamis dan berkelanjutan
sebagai pemenuhan kebutuhan siswa dan guru. pendidikan memiliki tanggung
jawab untuk meningkatkan minat siswa, memperluas, dan mengembangkan
horizon keilmuan mereka dan membantu mereka menjawab tantangan
kehidupan di masa yang akan datang. Pendidikan harus mendesain
pembelajaran yang responsive dan berpusat pada siswa agar minat dan aktivitas
belajar mereka terus meningkat. Dengan terkondisikannya minat siswa dalam
aktivitas belajar di sekolah maka akan terjadi pemaksimalan pada diri siswa
dalam menerima ilmu pengetahuan yang diberikan. Kualitas pendidikan yang
diberikan oleh guru kepada siswa sangat mempengaruhi hasil belajar siswa
dalam menerima pengetahuan. Ada tiga prinsip utama yang mendasari sekolah
dalam menyelenggarakan proses rekayasa pengubahan tingkah laku yaitu,
(1) pengubahan pola tingkah laku seseorang sangat kuat dipengaruhi oleh
lingkungan, (2) pendidikan di sekolah merupakan perubahan tingkah laku yang
terprogram secara cermat, dan (3) masa depan sekolah sebagai lembaga
perekayasa pola tingkah laku yang terprogram adalah cerah karena mempunyai
peranan yang besar dalam mencapai tujuan.1
1 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008), 51-52.
1
Dalam proses belajar mengajar, siswa menjadi subyek utama sehingga
dimana siswa terlibat secara aktif dalam mengkonstruksikan pengetahuan yang
didapatnya. Keaktifan siswa yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik
harus berkembang dan berjalan beriringan. Sehingga menimbulkan istilah
“keaktifan siswa”. Keaktifan siswa meliputi sering bertanya, tingkat
pemahaman tinggi, tingkat motivasi belajar tinggi, tingkat kemandirian tinggi,
dan lain-lain. Keaktifan siswa memberikan dampak baik hasil belajar yang
terhadap siswa.2 Dengan demikian siswa tidak hanya duduk, diam dan hanya
mendengarkan guru menyampaikan materi, tetapi siswa berusaha untuk
menggali atau menemukan pengetahuan sendiri. Siswa juga sebaiknya dapat
diberikan contoh secara nyata atau mempraktikkan contoh tersebut. Sehingga
secara langsung maupun tidak langsung siswa diharapkan mampu memahami
secara maksimal dan mendalam materi yang disampikan dalam pembelajaran.
Hernowo mengungkapkan, “Learning is most effective when it’s fun.”
Belajar akan berlangsung sangat efektif jika berada dalam keadaan yang
menyenangkan. Ditambah pendapat Dave Meier yang dikutip dari Buku karya
Hernowo, menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan
gembira bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Kegembiraan
berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta nilai yang
membahagiakan pada diri pembelajar.3
2 Mukhlison Effendi, Integrasi Pembelajaran Active Learning dan Internet Basic
Learning dalam Meningkatkan Keaktifan dan Kreatifitas Mahasiswa (Surabaya: Lapis PGMI,
2014), 1-3. 3 Asis Saefuddin dan Ika Berdiati, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), 3.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP)
merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk di pelajari dan
dipahami siswa. Karena agama merupakan dasar dalam kehidupan. Di sekolah
seorang guru, terutama guru mata pelajaran PAIBP mempunyai tanggung
jawab lebih untuk memberikan pengetahuan, pemahaman dan mendidik siswa
dalam hal beragama. Oleh karena itu proses pembelajaran PAIBP harus
berjalan dengan kondusif agar tujuan pembelajaran tercapai.
Di SMKN 1 PONOROGO, peneliti menemukan masalah yaitu ketika
dalam proses pembelajaran PAIBP dari 32 orang siswa yang ada, 25 orang
siswa terlihat kurang semangat dalam belajar, mengantuk, tidak
memperhatikan secara penuh, serta kurang konsentrasi. Dan ketika siswa di
tanya oleh guru tentang kepahaman siswa terkait mata pelajaran PAIBP respon
siswa adalah hanya terdiam saja, berkata bahwa sudah paham dan jika ada
yang bertanya itu hanya satu atau dua siswa dan itu jarang sekali terjadi. Guru
akan menggap bahwa siswanya sudah paham tentang metri pelajaran yang
disampaikan. Akan tetapi pada saat dilakukan evaluasi pembelajaran oleh guru
beberapa siswa masih mendapat nilai di bawah KKM.4
Dalam proses pembelajaran guru mata pelajaran PAIBP lebih sering
menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Meskipun tidak jarang
juga memanfaatkan fasilitas lcd proyektor yang ada untuk presentasi
menggunkan power point. Akan tetapi proses pembelajaran seperti itu juga
sering di gunakan oleh guru mata pelajaran yang lain. Siswa sudah terbiasa
4 Hasil observasi di SMKN 1 Ponorogo
dengan proses pembelajaran yang seperti itu, yaitu mendengarkan penjelasan
dari guru baik menggunakan atau tanpa power point serta mempresentasikan
hasil power point karya mereka secara berkelompok.5
Seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan
mengimplementasikan berbagai metode pembelajaran yang dianggap cocok
dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa.6
Ketepatan guru dalam memilih, merancang, dan juga mengimplemetasikan
metode pembelajaran yang sesuai untuk siswa dapat mempengaruhi minat
siswa dan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Metode pembelajaran yang
tepat dapat mempengarui keberhasilan pembelajaran. Karena permasalah yang
berkaitan dengan metode megajar, kreativitas guru, dan penggunaan sarana
atau media pebelajaran, akan berdampak pada daya serap siswa dan juga gairah
siswa dalam mencerna pelajaran tersebut. Siswa menjadi kurang tertarik, tidak
bersemangat bahkan menumpulkan daya kreativitasnya dalam belajar.
Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran yang siswa
terima pada setiap jenjang pendidikn dari SD/MI, SMP/MTS dan
SMA/SMK/MA. Bahkan di setiap kenaikan kelas mata pelajaran PAI sudah di
pastikan ada. Dan kebanyakan guru menggunakan metode pembelajaran yang
sama dalam proses pembelajaran PAI. Hal itu yang menjadi kemungkinan
menjadi kurang maksimalnya tercapainya tujuan pendidikan. Pengetahuan
mengenai agama sangatlah penting bagi siswa untuk masa sekarang maupun
masa mendatang. Pengetahuan merupakan suatu hal yang telah diketahui oleh
5 Hasil wawancara dengan siswa SMKN 1 Ponorogo 6 Wina Sanjaya, Strategi Pemblajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2011), 14-15.
seseorang. Untuk mengetahui sesuatu manusia dapat menggunakan inderanya
seperti mendengar, melihat, merasa dan lain sebagainya. Pengetahuan dapat
muncul dari beberapa pengalaman seseorang, baik itu yang dialaminya sendiri
atau yang dialami oleh orang lain. Setiap orang memiliki pengetahuan karena
pernah mengalami sesuatu dan setiap pengalamannya dapat dijadikan landasan
berfikiran bertindak. 7
Dalam undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) Bab II pasal 3, disebutkan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.8
Metode sosiodrama terlihat efektif untuk di implmentasikan dalam
pembelajaran PAIBP sebagai upaya pembangunan suasana belajar yang
nyaman sehingga akan membuat siswa termotivasi, semangat belajar, dan
memiliki minat yang tinggi dalam belajar. Metode ini memiliki sifat yang
menyenangkan, sehingga siswa tidak akan mengantuk dan konsentrasi dalam
proses pembelajaran. Siswa jugadapat mengambil kesimpulan materi dengan
7 Herabudin, Ilmu Alamiah Dasar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 87. 8 Ahmadi, Manajemen Kurikulum: Pendidikan Kecakapan Hidup (Yogyakarta: Pustaka
Ifada, 2013), 2.
tepat karena peristiwa atau duplikat peristiwanya langsung dihayati dan melatih
siswa utuk berfikir sistematis dan meyusun buah pikirannya dengan teratur.9
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin meneliti
penerapan metode Sosiodrama untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di kelas X BDP 2
SMKN 1 PONOROGO. Dan judul penelitian ini adalah “Implementasi
Metode Sosiodrama Untuk Meningkatkan Minat Dan Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di kelas
X BDP 2 (Studi Kasus Di SMKN 1 Ponorogo)”.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dari temuan diatas dapat di identifikasi, masalahnya sebagai berikut:
1. Guru selalu mendominasi saat pembelajaran dikelas sehingga kurang
memberikan kesempatan peserta didik dalam berperan aktif saat
pembelajaran.
2. Guru masih setia menggunakan metode ceramah sehingga peserta didik
merasa bosan dan kurang minat dalam belajar.
3. Siswa merasa jenuh ketika pembelajaran
4. Kegiatan belajar mengajar didalam kelas kurang menyenangkan.
5. Hasil belajar beberapa siswa yang kurang maksimal
9 Mel Sibermen, Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 1996), 161-162.
6. Masih adanya guru yang belum menerapkan metode Sosiodrama dalam
pembelajaran.
Permasalahan diatas akan dibatasi pada masalah nomor 3 dan 4 yaitu
tentang kurangnya minat belajar dan hasil belajar siswa yang akan diatasi
dengan metode Sosiodrama.
C. Rumusan Masalah
Dari beberapa uraian di atas, masalah yang akan diteliti dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai:
1. Bagaimana pengimplementasian metode Sosiodrama untuk meningkatkan
minat belajar dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAIBP di SMKN
1 PONOROGO ?
2. Bagaimana dampak dari penggunaan metode Sosiodrama terhadap minat
belajar dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAIBP di SMKN 1
PONOROGO?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat minat belajar siswa setelah penerapan metode
Sosiodrama pada mata pelajaran PAIBP di SMKN 1 PONOROGO.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah penerapan metode
Sosiodrama pada mata pelajaran PAIBP di SMKN 1 PONOROGO.
E. Manfaat Penelitian
Peneltian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan khususnya kajian mengenai metode sosiodrama dalam
pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi guru PAIBP mengenai manfaat metode
sosiodrama dalam pembelajaran.
b. Sebagai bahan rujukan untuk menggunakan metode pembelajaran
sosiodrama.
c. Penelitian ini memberikan keluasan dan kedalaman wawasan dan
pemahaman kepada peneliti mengenai implementasi metode
sosiodrama dalam pembeajaran.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan digunakan untuk mempermudah dan
memberikan gambaran terhadap maksud yang terkandung dalam proposal ini,
untuk memudahkan penyusunan proposal ini dibagi menjadi beberapa bab
yang dilengkapi dengan pembahasan-pembahasan yang dipaparkan secara
sistematis, yaitu:
BAB I : Menguraikan tentang pendahuluan yang
mencakup latar belakang masalah,
indentifikasi dan pembatasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian serta sistematika pembahasan.
BAB II : Menguraikan tentang landasan teori, telaah hasil
penelitian terdahulu, kerangka berfikir, dan
pengajuan hipotesis tindakan.
BAB III : Menguraikan tentang metode penelitian yang
mencakup objek penelitian, setting subjek
penelitian, variabel yang diamati, dan prosedur
penelitian.
BAB IV : Menguraikan tentang hasil penelitian tindakan
kelas yang mencakup gambaran singkat setting
lokasi penelitian, penjelasan data per-siklus,
proses analisis data per-siklus dan
pembahasan.
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN ATAU KAJIAN
TEORI
A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini berangkat dari telaah hasil penelitian terdahulu. Adapun
penelitian dilakukan oleh:
1. Sutini pada tahun 2015 dengan judul “Upaya Meningkatkan Proses Dan
Hasil Belajar Melalui Metode Sosiodrama Pada Mata Pelajaran Akidah
Akhlak (Penelitian Tindakan Kelas Di MI Ma’arif Kadipaten Babadan
Ponorogo Kelas III Pokok Bahasan Akhlak Terpuji Tahun Pelajaran
2014/2015).
Hasil penelitian menunjukkan perolehan pencapaian sebagai berikut:
Hasil penelitian dari setiap siklus ada peningkatan atau perubahan yang
sangat drastis. Pada siklus pertama presentase untuk hasil belajar yang
memenuhi KKM adalah 80% dan pada siklus kedua untuk hasil belajar yang
memenuhi KKM adalah 100%.
Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang: memiliki pesamaan dengan pembahasan metodenya, yaitu metode
sosiodrama serta penggunaan metode penelitiannya penelitian tindakan
kelas. Sedangkan perbedaannya terletak pada penelitian terdahulu dilakukan
pada jenjang pendidikan MI dan penelitian sekarang dilakukan pada jenjang
pendidikan SMK.
10
2. Reni Utami pada tahun 2011 dengan judul “Penerapan Metode Sosiodrama
Untuk meningkatkan Partisipasi Siswa Dalam Pembelajaran Sosiologi Kelas
XI IPS 1 Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta III Tahun Ajaran
2011/2012.”
Hasil penelitian menunjukkan pencapaian sebagai berikut: dengan
penggunaan metode pembelajaran sosiodrama dalam pembelajaran,
partisipasi siswa dari siklus I, II dan III selalu mengalami peningkatan yang
lebih baik. Dengan presentase siklus I (55,55%), siklus II (88,88%) dan
siklus III (100%).
Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang: memiliki persamaan dengan pembahasan metodenya, yaitu
metode sosiodrama, metode penilitan tindakan kelas dan juga di terapkan di
jenjang pendidikan SMA/SMK/MA. Sedangkan perbedaannya terletak pada
penelitian terdahulu di terapkan pada pembelajaran sosiologi, sedangkan
penelitian sekarang pada pembelajaran pendidikan agama islam.
3. Heppy Laili Mukarromah Tahun 2017 dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPS Pokok Bahasan Kegiatan Ekonomi Melalui Metode Role
Playing Pada Siswa Kelas IV SDN Kepatihan Kecamatan Ponorogo
Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2016/2017.”
Hasil penelitian menunjukkan pencapaian sebagai berikut: penerapan
metode Role Playing terbukti sangat signifikan. Pada siklus I hasil belajar
mencapai presentase 18,75%, siklus belajar II mencapai 62,5% dan siklus
III dengan 100%.
Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang: memiliki pesamaan pembahasan yaitu metode pembelajaran dan
sama-sama menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Sedangkan
perbedaannya terletak pada penelitian terdahulu dilakukan dilakukan pada
mata pelajaran IPS di jenjang pendidikan SD sedangkan penelitian kali ini
dilakukan pada mata pelajaran PAI di jenjang pendidikan SMK.
B. Kajian Teori
1. Kajian Metode Pembelajaran
a. Definisi Metode Pembelajaran
Ada beberapa definisi terkait metode pembelajaran, diantaranya
adalah:
1) Metode pembelajaran merupaka cara yang teratur dan ilmiahdalam
mencapai maksud untuk memperoleh ilmu atau juga merupakan
cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu
fenomena dengan menggunakan landasan teori. Ruhani
mendefinisikan metod sebagai suatu cara kerja yang sistematik dan
umum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2) Metode pembelajaran yang di definisikan oleh Oemar Hamalik
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, internal material fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan
suatu cara yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran dan
merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode memegang peranan sangat penting dalam pembelajaran,
hal tersebut dikarenakan metode berfungsi untuk merealisasikan strategi
yang diterapkan. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran
sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran,
karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran. 10
D.H. Queljoe dan A. Ghazali, mengemukakan bahwa yang
menjadi perhatian utama dedaktik adalah tujuan pembelajaran, bahan
atau materi pengajaran dan metode mengajar atau teknik yang dipakai
untuk menyampaikan materi.11
b. Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar
1) Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
Menurut Sardiman, A.M, motivasi ekstrinsik adalah motif-
motif yang aktif dan berfungsinya, dikarenkan adanya
pengaruh/perangsang dari luar. Karena itu metode berfungsi sebagai
alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan minat belajar
seseorang.
Penggunaan satu macam metode dalam pembelajaran
cenderung menghasilkan pembelajaran yang membosankan. Kondisi
10 Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, 147. 11 M. Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Pers,
2002)
semacam ini merugikan kedua belah pihak yaitu guru dan siswa
tentunya. Guru gagal dalam menyampaikan pesan-pesan keilmuan
dan anak didik dirugikan. Hal semacam ini berarti metode tidak
dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik.
2) Metode sebagai strategi pengajaran
Setiap siswa tentunya memiliki daya serap dalam menerima
pelajaran yang berbeda-beda, sehingga diperlukan strategi belajar
mengajar yang tepat. Dan metode pembelajaranlah salah satu
jawabannya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan DR. Roestiyah,
NK yaitu dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memiliki
strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien,
mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi adalah harus menguasai tehnik-tehnik penyajian
atau biasa disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode
mengajar adalah sebagai strategi pengajaran dalam proses
pembelajaran.12
3) Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan merupakan suatu cita-cita yang akan dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar, sehingga akan memberikan pedoman
dalam menentukan arah belajar mengajar. Dalam proses belajar
mengajar, guru akan berusaha dengan semaksimal mungkin agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu caranya yaitu dengan
12 Annisatul Mufarrokah, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009).,
79.
menggunakan metode. Karena metode merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi guru sebaiknya
menggunakan metode yang dapat menujang kegiatan belajar
mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efisien untuk
mencapai tujuan. 13
c. Pemilihan dan penentuan metode belajar mengajar
Metode mengajar yang digunakan guru dalam setiap kali
pertemuan kelas bukan asal pakai, tetapi setelah memlaui seleksi yang
berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus.
Pembicaraan tersebut membahas masalah pemilihan dan penentuan
metode dalam kegiatan belajar mengajar, yang meliputi:
1) Nilai strategi metode
Di dalam kegiatan belajar mengajar tentunya akan terjadi suatu
interaksi antara guru dan peserta didik yang salah satunya dalam hal
penyampaian bahan pelajaran. Metode pembelajaran menempati
posisi yang penting karena salah satu penyebab kegagalan
pengajaran dikarenakan oleh pemilihan metode yang kurang tepat.
Jadi dapat dipahami bahwa metode adalah salah satu cara yang
memiliki nilai strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Nilai
strategisnya adalah metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan
belajar mengajar. 14
13 Ibid., 78. 14 Ibid., 80.
2) Efektifitas penggunaan metode
Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan
pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Cukup banyak terjadi bahan pelajaran yang terbuang
dengan percuma hanya dikrenakan oleh penggunaan metode yang
tidak tepat, yaitu hanya menuruti kehendak guru tanpa
memperhatikan kebutuhan siswa sendiri. Misalnya guru senang
menggunakan metode ceramah padahal tujuan pengajarannya agar
siswanya bisa menjalankan ibadah sholat dengan baik dana benar.
efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian
antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah
diprogamkan.
3) Pentingnya pemilihan dan penentuan metode
Untuk mencapai tujuan pengajaran yang efektif dan efisien,
antara guru dan anak didik harus beraktifitas.15 Anak didik harus
memiliki kreativitas yang tinggi, tidak hanya menunggu komando
dari guru dan guru harus mengajar dengan giat dan semangat. Guru
sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan
lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar mengajar.
Salah satunya adalah melakukan pemilihan dan pemenuhan metode
tertentu yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dengan
15 Ibid., 82.
mengenal karakteristik (kelebihan dan kekuranagn) masing-masing
metode pengajaran.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan yaitu ceramah, demontrasi, diskusi, simulasi,
laboratorium, pengalaman lapangan, brainstorming, debat,
symposium.16
2. Kajian Sosiodrama
a. Pengertian metode sosiodrama
Metode sosiodrama adalah suatu bentuk metode mengajar
dengan cara memerankan tingkah laku yang berkaitan dengan masalah-
masalah sosial yang ada di lingkungan. Sosiodrama juga sering disebut
dengan bermain peran atau juga drama. Sosio drama termasuk bagian
dari jenis simulasi. Metode sosio drama merupakan metode
pembelajaran bermain peran yang berguna untuk memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan
menyangkut hubungan antar manusia seperti masalah kenakalan
remaja, narkoba, gambaran keluaraga yang otoriter, dan lain
sebagainya.17
Sosiodrama berasal dari kata sosio yang artinya masyarakat dan
drama yang artinya keadaan orang atau peristiwa yang dialami orang,
16 Abdul Majid, Belajar dan Pembrlajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014), 129 . 17 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 205-
206.
sifat dan tingkah lakunya, hubungan seseorang dengan orang lain dan
sebagainya. Matode sosiodrama adalah penyajian bahan dengan cara
memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun
kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungn sosial
yang kemudian di minta beberapa peserta didik untuk
memerankannya.18 Metode pembelajaran ini menekankan kenyataan di
mana siswa diikut sertakan dalam memainkan peran dalam
mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
b. Pelaksanaan Metode Sosiodrama
Menurut Rama Yulis pelaksanaan metode sosiodrama dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Persiapan
Mempersiapkan masalah situasi hubungan sosial yang akan
di peragakan atau memilih tema cerita, dan menjelaskan mengenai
peranan-peranan yang akan di mainkan siswa.
2) Penentuan Perilaku
Memberikan dorongan kepada peseta didik untuk bermain
peran dengan memberikan petunjuk atau contoh yang sederhana agar
mereka siap mental.
18 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1997) , 19
3) Penentuan pelaku atau pemeran
Para pelaku memainkan peran sesuai dengan imajinasi atau
daya tanggap masing-masing.
4) Dikusi
Dilanjutkan dengan diskusi yang di pimpin oleh guru.
Diskusi berkisar pada tingkah laku pemeran dalam hubungannya
dengan tema cerita, sehingga terhadirlah suatu pembicaraan berupa
tanggapan pendapat dan beerapa kesimpulan.
5) Ulangan permainan
Saran – saran atau kesimpulan yang diperoleh dari hasil
diskusi.19
c. Kegunaan Sosiodrama
Kegunaan sosiodrama dalam pembelajaran adalah:
a) Menerangkan atau memperjelas materi pelajaran yang berkaitan
dengan masalah-masalah sosial yang didalamnya menyangkut
orang banyak dengan pertimbangan didaktis maka lebih baik di
dramtisasikan agar peristiwa tersebut lebih nyata dan dapat dihayati
oeh siswa.
b) Dapat melatih diri siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah
sosial psychologis.
19 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), 273-
274.
c) Melatih diri siswa dalam hal bergaul agar dapat melakukan
pengenalan terhadap orang lain dan juga msalah-masalah sosial
yang ada atau sedang dihadapi.
d. Kelebihan dan kekurangan metode sosiodrama
Kelebihan metode sosiodrama ini adalah sebagai berikut:
a) Memupuk keberanian siswa untuk berekspresi memerankan
peristiwa sosial.
b) Siswa dapat mengambil kesimpulan yang tepat karena menghayati
peristiwa duplikatif tersebut.
c) Melatih siswa untuk berfikir sistematis.
d) Bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar
mudah dipahami orang lain.20
Kekurangan metode sosiodrama ini adalah sebagai berikut:
a) Membutuhkan banyak waktu dan fasiltas-fasilitas pelajaran yang
cukup.
b) Memerlukan persiapan yang matang dan teliti sehingga
membutuhkan tenaga dan pemikiran yang lebih.
c) Adanya sikap segan dan malu yang dimiliki beberapa murid
sehingga kegiatan dramatisasi tidak tercapai sempurna yang berarti
tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e. Saran-saran pelaksanaan metode sosiodrama:
a) Hendaknya tujuannya dirumuskan secara jelas.
20 Tukiran Taniredja dkk, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif (Bandung:
Alfabeta, 2015), 56.
b) Hendaknya guru menerangkan terlebih dahulu peristiwa sosial
yang akan di dramatisasikan dengan jelas.
c) Guru menentukan dan melilih siswa yang menjadi pelaku dan
membrifing mereka.
d) Guru harus memperhatikan jalannya permainan.21
f. Tujuan-tujuan yang dapat dicapai dengan metode sosiodrama
diantaranya adalah:
a) Mengerti perasaan orang lain.
b) Membagi pertanggung jawaban dan memikulnya.
c) Menghargai pendapat orang lain.
d) Mengambil keputusan dalam kelompok.22
e) Memupuk dan melatih keberanian dan daya cipta. 23
3. Kajian minat belajar
a. Pengertian Minat Belajar
Minat belajar secara terminologi terdiri dari dua istilah kata yang
masing-masing memiliki pengertian sendiri-sendiri. Untuk
menjelaskan keduanya, terlebih dahulu perlu dari istiah minat dan
belajar itu sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Minat adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu”.24 Menurut
21 Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional.,103 22 Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional (Bandung: Jemmars, 1980),
102. 23 Engkoswara, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran (Jakarta: PT Bina Aksara, 1984),
59.
beberapa ahli, sebagai berikut: menurut Sukardi, minat dapat
diartikan sebagai suatu kesukaan, kegemaran atau kesenangan akan
sesuatu. Adapun menurut Sadirman, minat adalah suatu kondisi yang
terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi
yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-
kebutuhan sendiri. Oleh karena itu, apa saja yang dilihat seseorang
barang tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat
mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu objek, biasanya disertai dengan perasaan
senang, karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu.25
Menurut Bernad dalam Sadirman, menyatakan bahwa
minat timbul secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat
dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau
bekerja. Jadi, jelas bahwa, minat akan selalu terkait dengan persoalan
kebutuhan dan keinginan. Dalam kaitannya dengan belajar, Hansen
menyebutkan bahwa minat belajar siswa erat hubungannya dengan
kepribadian, motivasi, ekspresi dan konsep diri atau identifikasi,
faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau lingkungan. Dalam
praktiknya, minat atau dorongan dalam diri siswa terkait dengan apa
dan bagaimana siswa dapat mengaktualisasikan dirinya melalui
belajar. Dimana identifikasi diri memiliki kaitan dengan peluang atau
24 Tim Penyusun KKBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),
957. 25 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana,
2013), 57.
hambatan siswa dalam mengekspresikan potensi atau kreativitas
dirinya sebagai perwujudan dari minat spesifik yang dia miliki.26
Menurut Bloom, minat adalah apa yang disebutnya
sebagai subject-related affect, yang di dalamnya termasuk minat dan
sikap terhadap materi pelajaran. Namun ternyata sulit menemukan
pembatas yang jelas antara minat dan sikap terhadap materi
pelajaran. Yang tampak adalah sebuah kontinum yang terentang dari
pandangan-pandangan negatif atau afek (affect) negatif terhadap
pelajaran. Ini dapat diukur dengan menanyakan kepada seseorang
apakah ia mempelajari itu, apa yang disukai atau tidak disukainya
mengenai pelajaran dan berbagai pendekatan dengan menggunakan
kuesioner yang berupaya meningkatkan berbagai pendapat,
pandangan, dan preferensi yang mungkin menunjukkan suatu afek
postif atau negatif terhadap pelajaran.27
Bloom juga menunjukkan bahwa prestasi dan subject-
related affect saling berhubungan dan saling memengaruhi. Prestasi
yang tinggi meningkatkan afek positif, dimana afek yang positif ini
membuat prestasi menjadi lebih tinggi dan prestasi yang lebih tinggi
ini juga membuat afek semakin positif. Demikian sebaliknya,
prestasi yang rendah menurunkan lagi afek positif.
Perasaan subjektif siswa tenatng mata pelajaran atau
seperangkat tugas dalam pelajaran banak dipengaruhi oleh
26 Ibid., 58. 27 Ibid., 59.
persepsinya tentang mampu tidaknya ia dalam merampungkan tugas-
tugas itu. pada gilirannya, persepsinya adalah berdasarkan pada
riwayat sebelumnya dengan tugas semacam itu dan terutama
penilaian sebelumnya mengenai hasil belajar dari dalam tugas-tugas
ini.28
Adapun definisi belajar dapat dikemukakan menurut
beberapa ahli. Definisi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) R. Gagne (1989), belajar merupakan suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.29
2) Gagne, belajar dimaknai suatu proses untuk memperoleh motiasi
dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Selain itu, Gagne juga menekankan bahwa belajar sebagai suatu
upaya memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui
instruksi. Instruksi yang dimaksud adalah perintah atau arahan
dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru.
3) Burton dalam Usman dan Setiawati, belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan
lingkungannya.
4) E.R. Hilgrad, belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi
terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud
28 Ibid., 59-60. 29 Ibid., 1.
mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini
diperoleh melalui latihan (pengalaman). Hilgrad menegaskan
bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam
diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan
sebagainya.
5) W.S Winkel, belajar adalah suatu aktivitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan
lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang relatif
konstan dan berbekas.30
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa minat
belajar adalah gairah, gelora semangat, minat terhadap aktivitas
mental yang berlangsung dalam interkasi aktif antara seseorang
dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan.
b. Faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi minat belajar siswa
ada dua yakni:
1) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu.
Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a) Faktor fisiologis meliputi:
(1) Kesehatan jasmani
30 Ibid., 3 - 4.
(2) Gizi cukup tinggi (gizi kurang, maka lekas lelah, mudah
ngantuk, sukar menerima pelajaran)
(3) Kondisi panca indra (mata, hidung, telinga, pengecap, dan
tubuh). Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi
pengelolaan kelas, pengajaran klasikal perlu
memperhatikan: postur tubuh anak, dan jenis kelamin anak
(untuk menghindari letupan-letupan emosional yang
cenderung tak terkendali).31
b) Faktor psikologis meliputi:
Belajar hakikatnya adalah proses psikologis, oleh karena
itu semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja
mempengaruhi belajar seseorang. Faktor-faktor psikologis
yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik
antara lain:
(1) Kecerdasan
“Didiklah anak sesuai dengan taraf umurnya”
Dari sini jelas bahwa antara kecerdasan dan umur mempunyai
hubungan yang sangat erat. Perkembangan seseorang dari
yng kongkrit ke yang abstrak tidak bisa dipisahkan dari
perkembangan intelegensinya. Makin meningkat umur
seseorang makin abstrak cara berpikirnya.
31 Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2012), 196.
(2) Bakat
Bakat memang diakui sesuatu yang dibawa anak
sejak lahir yaitu potensi-potensi yang aktif dan pasif yang
akan terus berkembang hingga mencapai perwujudannya.
Antara pembawaan dan bakat adalah dua istilah yang
sama maksudnya. Perbedaannya terletak pada luas
pengertiannya.
Bakat lebih dekat dengan kata Aptidute (kecakapan-
kecakapan pembawaan) yaitu mengenai kesanggupan-
kesanggupan (potensi-potensi) tertentu. Sedang
pembawaan lebih luas yakni semua sifat, ciri-ciri dan
kesanggupan-kesanggupan yang dibawa sejak lahir
(termasuk pembawaan keturunan).32
Bakat yang tidak dilatih dengan lingkungan maka
akan menjadi terpendam (sebatas potensi) yang tidak
aktual. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai
prestasi dalam bidang tertentu, tapi diperlukan latihan,
pengetahuan, pengalaman dan dorongan agar bakat itu bisa
terwujud.33
32 Ibid., 197. 33 Ibid., 198.
Jadi ada dua faktor yang ikut mempengaruhi
perkembangan bakat seseorang:
(a) Faktor anak itu sendiri (tergantung pada minat,
kesulitan/masalah pribadi, meskipun bakat karena
keturunan)
(b) Lingkungan anak (tidak ada kesempatan/orang tua
miskin, dan lain-lain)
Sebenarnya pada dasarnya tiap orang punya bakat-
bakat tertentu, tapi ada perbedaan dalam jenis dan
derajatnya. Oleh karena itu yang dikatakan anak berbakat
ialah mereka yang mempunyai bakat dalam derjat tinggi
dan bakat-bakat yang unggul. Macamnya: bakat seni,
melukis, menyanyi, akademik, memimpin, bakat mekanis
dan lain-lain.
(3) Motivasi
Yaitu kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Banyak bakat yang tak
berkembang karena tidak diperolehnya motivasi yang
tepat.
(4) Kemampuan Kognitif
Ranah kognitif yaitu kemampuan yang selalu
dituntut pada anak untuk dikuasai karena menjadi dasar
bagi penguasaan ilmu pengetahuan.
Ada 3 kemampuan yang harus dikuasai unttuk
sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yakni:
(a) Persepsi
Yaitu proses yang menyangkut masuknya
pesan/informasi kedalam otak manusia.
(b) Mengingat
Ada 2 bentuk yaitu mengenal kemali (rekognisi)
dan mengingat kembali (reprduksi)
(c) Berpikir34
2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.
Faktor eksternal dibagi menajdi dua yakni faktor keluarga dan
faktor sekolah. Faktor yang berasal dari keluarga seperti cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan. Sedangkan faktor yang berasal dari sekolah
seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta
didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah,
mata pelajaran, keadaan gedung, dan tugas rumah.35
c. Indikator minat belajar siswa
Seseorang dikatakan memiliki minat terhadap sesuatu, apabila
ia mempunyai perasaan senang, perasaan tertarik dan penuh
perhatian terhadap sesuatu hal tersebut. Hal ini akan muncul apabila
34 Ibid., 198-199. 35 Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Manajemen Kelas (Classroom Management),
(Bandung: Alfabeta, 2015), 150.
didukung dengan sikap positif atau menerima dengan hal tersebut
(WS. Winkel, 1989: 105). Selanjutnya minat hampir tidak dapat
dilepaskan dari perasaan terpenuhinya kebutuhan yang menimbulkan
kepuasan bagi dirinya (Usman Effendi, 1985: 122).
Dari hal diatas dapat diketahui bahwa yang indicator minat
yaitu: perasaan senang, perasaan tertarik, penuh perhatian, bersikap
positif, dan terpenuhinya kebetuhan.36
d. Cara menumbuhkan minat belajar siswa
Rasa ketertarikan siswa dalam belajar dapat dirangsang dan
dijaga dengan menggunakan cara yang berbeda-beda dan tentunya
dengan cara yang meneyenangkan. Dalam kerangka ini, guru dapat
menerapkan cara-cara sebagai berikut:
1) Bersikap antusias pada pelajaran yang sedang diajarkan.
Dalam meningkatkan antusias belajar siswa, tentunya guru
juga harus menunjukkan antusias terhadap mata pelajaran yang
diajarkan. Sehingga bukan peserta didik saja yang dituntut untuk
bersikap antusias dalam pembelajaran namun guru pun juga harus
menunjukkan antusias sehingga aka terjadi interkasi positif yang
saling menguntungkan. Dengan begitu, guru mampu
menumbuhkan antusias siswa dalam belajar.
36 Tien Kartini, “Penggunaan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Minat Siswa
Dalam Pembelajaran,” Pendidikan Dasar, 8 ( Oktober, 2007).
2) Memberikan selingan pada cara mengajar
Memberikan selingan-selingan ditengah pembelajaran
yang sedang berlangusung akan dapat dapat menghindari dari
kebosanan. Selingan-selingan tersebut seperti mengadakan game,
ice breaker, menyajikan beberapa vidoe yang mendukung materi
pelajaran, bercerita humor, dan lain-lain. Hal ini akan dapat
merenggangkan otot dan membuat peserta didik lebih lebih rileks
dan santai. Dengan begitu siswa akan terhindar dari kebosanan
dan semangat dan semangat lagi dalam belajar.
3) Membangun suasana belajar yang nyaman
Siswa akan termotivasi, semanagat belajar, dan memiliki
minat yang tinggi apabila guru mampu menciptakan pembelajaran
dengan nyaman. Jika siswa sudah merasa nyaman saat berada di
kelas, maka siswa akan siap menerima pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru dan semangat dalam mengikuti
pembelajaran di kelas.37
4) Memberikan reward dan punishment
Memeberikan reward (hadiah) kepada anak berprestasi
dan punishment kepada anak yang melakukan kesalahan/
pelanggaran adalah salah satu cara yang dapat menumbuhkan
antusias dalam belajar. Ketika seorang siswa yang mendapat
prestasi kemudian guru memberikan penghargaan, siswa tersebut
37 Sudarwan Danim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), 199.
akan termotivasi dan bergairah dalam meningkatkan prestasinya.
Sedangkan siswa yang melakukan pelanggaran, kemudian guru
memberikannya sebuah hukuman, tentunya anak akan merasa
malu dan menyesal untuk mengulanginya kembali. Hukuman
yang dimaksud disini tentunya hukuman yang bersifat mendidik.
Selain cara-cara diatas menurut Nurkacana untuk menumbuhkan
minat belajar siswa yaitu:
1) Meningkatkan minat anak-anak, setiap guru mempunyai
kewajiban untuk meningkatkan minat siswanya. Karena minat
merupakan komponen penting dalam kehidupan pada
umumnya dan dalam pendidikan, serta pembelajaran di ruang
kelas pada khususnya.
2) Memlihara minat yang timbul, apabila anak-anak
menunjukkan minat yang kecil, maka tugas guru untuk
memlihara minat tertentu.
3) Mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik,
sekolah merupakan lembaga yang menyiapkan peserta didik
untuk hidup dalam masyarakat, maka sekolah harus
mengembangkan aspek-aspek ideal agar anak-anak menjadi
anggota masyarakat yang baik.
4) Sebagai persiapan untuk memberikan bimbingan kepada anak-
anak tentang lanjutan studi atau pekerjaan yang sesuai
baginya, minat merupakan bahan pertimbangan untuk
mengetahui kesenangan anak, sehingga kecenderungan minat
terhadap sesuatu yang baik perlu bimbingan lebih lanjut.
Maka ditegaskan bahwa minat belajar siswa merupakan faktor
yang sangat penting dalam menunjang tercapainya efektivitas
proses belajar mengajar, yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa yang bersangkutan.38
4. Kajian Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Banyak ahli yang mendefinisikan belajar, diantaranya: Winkel
mendefinisikan belajar adalah seluruh aktivitas mental atau psikis,
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan
menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan dan
keterampilan.39
Menurut Skiner dalam Muhibbin Syah, belajar adalah suatu proses
adaptasi tingkah laku yang berlangsung secara progresif.40 Menurut
Morgan dalam Ngalim Purwanto mendefinisikan belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Sedangkan menurut
Good dan Brophy dalam Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa
belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi proses yang terjadi
38 Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, 67-68. 39 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2005), 59.
40 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 64.
secara internal dalam diri seseorang dalam usahanya memperoleh
hubungan-hubungan baru.41
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar yang
menghasilkan perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan,
keterampilan, dan pengalaman.
Setiap kegiatan belajar pasti memiliki tujuan pembelajaran. Untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran itu tercapai atau belum, maka
dilakukan kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui hasil
belajar siswa.
Menurut Nawawi dalam Ahmad Susanto menyatakan bahwa hasil
belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor
yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran
tertentu.42
b. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi hasil belajar siswa
adalah:
1) Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
peserta didik. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua yakni
faktor fisiologis dan faktor psikologis.43 Adapun yang termasuk
41 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), 84-85. 42 Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, 5.
43 Purwanto, Psikologi Pendidikan, 107.
dalam faktor fisiologis adalah kondisi fisik dan kesehatan dan
faktor psikologis adalah kecerdasan, minat dan perhatian,
motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar.44
2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar peserta didik.
Faktor eksternal dapat dibagi menjadi dua yakni faktor yang
berasal dari lingkungan dan faktor yang berasal dari instrumental.
Faktor yang berasal dari lingkungan meliputi lingkungan Alami
(yaitu tempat tinggal anak didik hidup dan berusaha didalamnya,
tidak boleh ada pencemaran lingkungan), dan lingkungan sosial
budaya (hubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial).
Sedangkan faktor instrumental yaitu seperangkat kelengkapan
dalam beragai bentuk untuk mencapai tujuan, yang meliputi:
kurikulum, program, sarana dan fasilitas, dan guru.45
Wina Sanjaya mengemukakan bahwa salah satu faktor eksternal
yang sangat berperan memengaruhi hasil belajar siswa adalah
guru. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yag
sangat penting.46
Menurut dunkin dalam Wina Sanjaya, terdapat sejumlah aspek
yang dapat memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari
faktor guru, yaitu:
a) Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta
semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang
44 Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, 12. 45 Rohmah, Psikologi Pendidikan, 195-198. 46 Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, 13.
sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini di antaranya
tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang
budaya, dan adat istiadat.
b) Teacher training experience, meliputi pengalaman-
pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar
belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan
profesional, tingkat pendidikan, dan pengalaman jabatan.
c) Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap
profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan
intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik
kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk
didalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi
materi.47
Adapun menurut Ruseffendi mengidentifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi hasil belajar kedalam sepuluh macam, dari
kesepuluh faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan siswa
belajar, terdapat faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya
tergantung pada siswa, yaitu:
a) Kecerdasan Anak
Kemampuan intelegensi seseorang sangat memengaruhi
terhadap cepat dan lambatnya penerimaan informasi serta
47 Ibid.,14.
terpecahkan atau tidaknya suatu permasalahan. Kecerdasan
siswa sangat memebantu pengajar untuk menentukan apakah
siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan dan
untuk meramalkan keberhasilan siswa setelah mengikuti
pelajaran yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari
faktor lainnya.48
b) Kesiapan atau Kematangan
Kesiapan atau kematangan adalah tingkat perkembangan
dimana individu atau organ-organ sudah berfungsi
sebagaimana mestinya. Dlam proses belajar, kematangan atau
kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar
tersebut. Oleh karena itu, setiap upaya belajar akan lebih
berhasil jika dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan
individu, karena kematangan ini erat hubungannya dengan
maslaah minat dan kebutuhan anak.
c) Bakat Anak
Menurut Chaplin, yang dimaksud dengan bakat adalah
kemamuan potensial yang dimiliki seseorng untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian,
sebetulnya setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi
untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu. Sehubungan
48 Ibid., 15.
dengan hal tersebut, maka bakat akan dapat memengaruhi
tinggi rendahnya prestasi belajar.
d) Kemampuan Belajar
Salah satu tugas guru yang kerap sukar dilaksanakan ialah
membuat anak menjadi mau belajar atau menjadi giat untuk
belajar. Keengganan siswa untuk belajar mungkin disebabkan
karena ia belum mengerti bahwa belajar sangat penting untuk
kehidupannya kelak. Kemauan belajar yang tinggi disertai
dengan rasa tanggung jawab yang besar tentunya berpengaruh
positif terhadap hasil belajar yang diraihnya. Karena kemauan
belajar menjadi salah satu penentu dalam mencapai
keberhasilan belajar.49
e) Minat
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang esar terhadap
sesuatu. Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap
pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak
daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan
perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang
memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat lagi, dan
akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
f) Model Penyajian Materi Pelajaran
49 Ibid., 15-16.
Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model
penyajian materi. Model penyajian materi yang
menyenangkan, tidak membosankan, menarik, dan mudah
dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh secara
positif terhadap keberhasilan belajar.
g) Pribadi dan Sikap Guru
Siswa, begitu juga manusia pada umumnya dalam melakukan
belajar tidak hanya melalui bacaan atau melalui guru saja,
tetapi bisa juga melalui contoh-contoh yang baik dari sikap,
tingkah laku, dan perbuatan. Kepribadian dan sikap guru yang
kreatif dan penuh inovatif dalam perilakunya, maka siwa akan
meniru gurunya yang aktif dan kreatif ini. Pribadi dan sikap
guru yang baik ini tercermin dari sikapnya yang ramah, lemah
lembut, penuh kasih sayang, membimbing dengan penuh
perhatian, tidak cepat marah, tanggap terhadap keluhan atau
kesuliatn siswa, antusias dan semangat dalam bekerja dan
mengajar, memberikan penilaian yang objektif, rajin, disiplin,
serta bekerja penuh dedikasi dan bertanggung jawab dalam
segala tindakan yang ia lakukan.
h) Suasana Pengajaran
Faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan siswa dalam
belajar adalah suasana pengajaran. Suasana pengajaran yang
tenang, terjadinya dialog yang kritis antara siswa dengan guru,
dan menumbuhkan suasana yang aktif diantara siswa tentunya
akan memberikan nilai lebih pada proses pengajaran.
Sehingga keberhasilan siswa dalam belajar dapat meningkat
secara maksimal.
i) Kompetensi Guru
Guru yang profesional memiliki kemampuan-kemampuan
tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diperlukan dalam
membantu siswa dalam belajar. Keberhasilan siswa belajar
akan banyak diperngaruhi oleh kemampuan guru yang
profesional,. Guru yang profesional adalah guru yang
memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan
baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode
belajar mengajar yang tepat sehingga pendekatan itu bisa
berjalan dengan semestinya.
j) Masyarakat
Dalam masyarakat terdapat berbagai macam tingkah laku
manusia dan berbagai macam latar belakang pendidikan. Oleh
karena itu, pantaslah dalam dunia pendidikan lingkungan
masyarakat pun akan ini ikut memengaruhi kepribadian siswa.
Kehidupan modern dengan keterbukaan serta kondisi yang
luas banyak dipengaruhi dan dibentuk oleh kondisi
masyarakat ketimbang oleh keluarga dan sekolah.50
50 Ibid., 16-18.
5. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam,
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada
semua jenjang pendidikan.
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti menetapkan aqidah yang
berisi tentang ke-Maha-Esaan Tuhan sebagai sumber utama nilai-nilai
kehidupan bagi manusia dan alam semesta. Sumber utama lainnya
adalah akhlak yang merupakan manifestasi dari aqidah. Selain itu,
akhlak juga merupakan landasan pengembangan nilai-nilai karakter
bangsa Indonesia.
Dengan demikian, karakter bangsa Indonesia didasarkan kepada
nilai-nilai ke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan inti dari sila-
sila lain yang ada dalam Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dapat mewujudkan nilai-nilai: kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan dan permusyawaratan, serta keadilan
sosial bagi seluruh Indonesia. Dengan demikian, Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang ditujukan untuk dapat
menserasikan, menselaraskan dan menyeimbangkan antara Iman,
Islam, dan Ihsan yang diwujudkan dalam: hubungan manusia dengan
pencipta, hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan sesama dan hubungan manusia dengan lingkungan alam.51
b. Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti
1) Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,
serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan
ketakwaannya kepada Allah swt. Demi mencapai keselamatan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2) Mewujudkan peserta didik yang taat beragama, berakhlak mulia,
berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
santun, disiplin, toleran, dan mengembangkan budaya Islami dalam
komunitas sekolah;
3) Membentuk peserta didik yang berkarakter melalui pengenalan,
pemahaman, dan pembiasaan norma-norma dan aturan-aturan yang
Islami dalam hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, sesama dan
lingkungan secara harmonis; dan
4) Mengembangkan nalar dan sikap moral yang selaras dengan nilai-
nilai Islami dalam kehidupan masyarakat, warga negara, dan warga
dunia.52
51 Novy Eko Permono, Pengantar Mapel PAI dan Budi Pekerti, (Online),
http://novyekopermono.blogspot.com/2013/11/pengantar-mapel-pai-dan-budi-pekerti.html,
diakses 04 Desember 2018.
Selain diatas baha tujuan akhir dari mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak
yang mulia (budi pekerti yang luhur). Tujuan ini yang sebenarnya
merupakan misi utama diutsnya Nabi Muhammad SAW. di dunia.
Dengan demikian, pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah jiawa
pendidikan agama Islam (PAI). Mencapai akhlak yang karimah (mulia)
adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal ini tidak berarti bahwa
pendidikan Islam tidak memperhatikan pendidikan jasmani, akal, ilmu,
ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa
pendidikan Islam memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti
juga segi-segi lainnya. Peserta didik membuthkan kekuatan dalam hal
jasmani, akal, dan ilmu, tetapi mereka juga membutuhkan pendidikan
budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian. Sejalan
dengan konsep ini, maka semua mata pelajaran atau bidang studi yang
diajarkan kepada peserta didik haruslah memerhatikan akhlak atau
tingkah laku peserta didiknya.53
Mengingat signifikasi keberadaan mata pelajaran PAI dalam
membangun karakter atau akhlak peserta didik, maka guru PAI dituntut
mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan guru-guru lainnya. Guru
PAI, disamping melaksanakan tugas keagamaan, ia juga melaksanakan
tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu
pembentukan kepribadian, dan pembinaan akhlak disamping
52 Ibid., diakses pada tanggal 04 Desember 2018. 53 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2011), 275-276.
menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para
siswa.54
C. Kerangka Berfikir
Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam
merubah tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman untuk
memperoleh tujuan tertentu. Proses belajar bukan hanya menguasai materi
pengetahuan saja, akan tetapi perlu terjadi adanya perubahan pada dirinya
sendiri. Adapun perubahan yang dimaksud adalah setelah proses belajar dapat
dilihat dari berbagai macam aspek yaitu, aspek afektif, kognitif, dan
psikomotorik.
Dalam kegiatan belajar mengajar metode pembelajaran yang digunakan
oleh guru masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dan presentasi
menggunakan power point sehingga proses belajar mengajar menjadi menoton
dan kurang menarik. Proses pembelajaran yang seperti ini menyebabkan siswa
kurang minat belajar mengikuti mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti (PAIBP), hal tersebut juga berdampak pada hasil belajar siswa
yang menurun. Oleh karena itu, agar pelajaran PAIBP tidak membosankan dan
mudah dipahami oleh siswa dapat diterapkan metode pembelajaran
Sosiodrama.
Metode pembelajaran Sosiodrama ini merupakan salah satu pembelajaran
yang efektif dalam meingkatkan minat belajar siswa dan juga hasil belajar
54 Ibid., 276.
siswa. Jadi, peneliti berharap dengan metode pembelajaran Sosiodrama dapat
meningkatkan minat belajar siswa kelas X BDP 2 di SMKN 1 Ponorogo.
D. Pengajuan Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori-teori dan kerangka berfikir sebagaimana yang telah
diuraikan diatas, maka dapat dijadikan hipotesis yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Melalui penggunaan metode pembelajaran Sosiodrama diharapkan mampu
meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran PAIBP kelas X
BDP 2 di SMKN 1 Ponorogo.
2. Melalui penggunaan metode pembelajaran Sosiodrama diharapkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PAIBP kelas X BDP
2 di SMKN 1 Ponorogo.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Berdirinya SMK Negeri 1 Ponorogo
SMK Negeri 1 Ponorogo, sekolah kejuruan yang dulunya didirikan
pada tanggal 01 Januari 1969. Awal mulanya sekolah ini berdiri merupakan
sekolah cabang/filial dari SMEA Madiun yang dulu dinamai SMELA
(Sekolah Menengah Lanjutan Atas) Madiun. Kepala sekolah yang pertama
yaitu M. Soedarman, BA. Beliau adalah kepala sekolah pembantuan dari
Madiun. Sekolah yang berada di Jl. Jenderal Sudirman no. 10 ini masih
termasuk bangunan China yang jaman dulu dijuluki sebagai tanah gendom.
Pada tahun 1969 , SMELA diubah namanya menjadi SMEA. Lalu SMEA
ini di sah kan menjadi sekolah negeri pada tanggal 04 Mei 1974. Setelah itu
SMEA diubah lagi menjadi SMK.
Sekolah Menengah Kejuruan ini memiliki jurusan yang pertama kali
yaitu Tata Buku, Tata Usaha, Tata Niaga. Tanggal 7 April 1997 Sekolah
Menengah Kejuruan ini mengalami perubahan dari SMKTA menjadi SMK,
serta perubahan tata kerja SMK maka SMEA Negeri 1 PONOROGO
berganti menjadi SMK Negeri 1 PONOROGO berlaku sejak 2 Juni 1997.
Pada masa jabatan Kepala Sekolah ke-3, jurusan Perkantoran,
Akuntansi, Manajemen Bisnis mengalami perubahan kurikulum pada tahun
1999-2001, jurusan diganti Program Perkantoran menjadi Sekretaris,
60
Manajemen Bisnis menjadi Penjualan. Pada kurikulum 2004/2005 SMKN1
PONOROGO menambahkan program baru Multimedia (Teknik Informatika
dan Komunikasi). Pada kurikulum ini menjadi 4 program keahlian yaitu
Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Penjualan, dan Multimedia.
Kurikulum 2008/2009 menambah program keahlian RPL (Rekayasa
Perangkat Lunak).
2. Profil SMK Negeri 1 Ponorogo
SMK Negeri 1 Ponorogo terletak di Jl. Jenderal Sudirman No.10,
Krajan, Pakunden, Kec. Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur
63416. Status sekolah ini adalah negeri dengan status mutu Rintisan Sekolah
Berstandar Internasional (RSBI). SMK Negeri 1 Ponorogo merupakan
sekolah berintregitas yang mempunyai komitmen tinggi untuk menjadi
lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan berstandar nasional atau
internasional, berwawasan unggul, kompetitif dan professional dengan
berdasarkan IMTAQ.
3. Visi, Misi Dan Tujuan SMK Negeri 1 Ponorogo
a. Visi
Menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan berstandar nasional/
internasional, Berwawasan unggul, kompetitif, dan profesional dengan
berstandar IMTAQ
b. Misi
1) Membentuk tamatan yang berkepribadian unggul dan mampu
mengembangkan diri dengan berlandaskan IMTAQ.
2) Menyiapkan calon wirausahawan.
3) Menjadikan SMK yang mandiri dan professional.
4) Menjadikan SMK sebagai sumber informasi.
c. Tujuan
1) Meningkatkan keterserapan tamatan SMK.
2) Meningkatkan kualitas tamatan SMK sesuai tuntutan dunia kerja.
3) Menyiapkan tamatan SMK yang mampu mengembangkan sikap
professional.
4) Menyiapkan tamatan SMK yang unggul dan kompetetif.
5) Mewujudkan etos kerja dan kualitas kinerja tenaga kependidikan yang
sesuai dengan tugas dan fungsinya secara konsisten.
4. Struktur Organisasi SMK Negeri 1 Ponorogo
Struktur organisasi di sekolah merupakan suatu bentuk berupa urutan
atau daftar yang berfungsi sebagai suatu upaya dalam menjelaskan tugas
dan fungsi dari setiap komponen penyelenggara pendidikan yang
bersangkutan dengan sekolah tersebut.
Dengan adanya struktur organisasi, sistem pelaksanaan pendidikan
di sekolah akan semakin teratur, disiplin, kinerja menjadi efektif, efisien
serta dapat meningkatkan mutu pendidikan sesuai tujuan yang ingin
dicapainya.
Berikut ini struktur SMK Negeri 1 Ponorogo:
a. Kepala Sekolah : Drs. Udi Tyas Arinto
b. Waka Humas : Drs. Sunarno Wibowo, M.Pd
c. Waka Kesiswaan : Dra. Hj. Nuzul Nalini, M.Pd
d. Waka Kurikulum : Nur Subektiono, S.Pd
e. Waka Sarana dan Prasarana : Drs. Agus Supriono, M.Pd
f. WMM : Hadi Sunarto, S.Pd
5. Ketenagaan dan Siswa Di SMK Negeri 1 Ponorogo
Dalam rangka untuk menunjang proses kegiatan pembalajaran siswa
di sekolah dan mewujudkan tujuan pendidikan, SMK Negeri 1 Ponorogo
memiliki guru yang berjumlah sebanyak 80 orang. Selain guru untuk
membantu operasional sekolah, SMK Negeri 1 Ponorogo juga memiliki
staff yang tidak sedikit yaitu sebanyak 23 staff.55 SMK Negeri 1 Ponorogo
memiliki siswa sebanyak 487 siswa.
6. Sarana Dan Prasarana di SMK Negeri 1 Ponorogo
Kegiatan belajar mengajar akan dapat berjalan dengan baik jika
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana
yang dimaksud adalah komponen yang ikut menentukan keberhasilan proses
pendidikan dan pengajaran di SMK Negeri 1 Ponorogo.
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMK Negeri 1
Ponorogo adalah gedung sekolah yang memadai, ruang kelas, laboratorium
bahasa, laboratorium komputer, laboratorium multimedia, ruang
perpustakaan konvesional, ruang serbaguna/aula, ruang UKS, ruang praktik
kerja, bengkel, koperasi /took, ruang BP/BK, ruang kepala sekolah, ruang
55 Transkip Dokumentasi 01/D/10-04/2019
guru, ruang TU, ruang OSIS, kamar mandi guru, kamar mandi siswa, dan
tempat ibadah semua dalam kondisi baik.56
B. Penjelasan Data Per-Siklus
1. Pra Siklus
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di kelas X BDP 2
SMKN 1 Ponorogo dengan jumlah 32 siswa. Penelitian ini bermaksud
untuk mengetahui tingkat minat belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti sebelum dan
sesudah diterapkannya metode sosiodrama.
Sebelum melaksanakan tindakan dengan menerapkan metode
sosiodrama, peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru seperti biasanya. Pada saat pembelajaran, guru hanya menjelaskan
materi dan siswa hanya mendengarkan. Pada saat suasana seperti ini, siswa
merasa bosan dan kurang minat dalam belajar, sehingga ada beberapa siswa
yang mengalihkan perhatiannya dengan berbicara dengan teman
sebangkunya, bermain sendiri, dan mengantuk yang membuat suasana
pembelajaran tidak kondusif.
Setelah guru selesai menjelaskan materi, guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai materi yang
belum dipahami. Namun siswa hanya diam dan tidak memberikan
tanggapan. Kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa, dan
56 Transkip Dokumentasi 02/D/10-04/2019
hanya satu, dua siswa saja yang mampu menjawab pertanyaan dari guru.
Dengan kondisi kelas seperti ini, bahwa guru kurang mampu menghidupkan
suasana pembelajaran di kelas sehingga pemahaman siswa terhadap
materipun sangat rendah.
Untuk selanjutnya, peneliti melakukan pengamatan pra siklus
dengan menggunakan lembar pengamatan yang peneliti telah siapkan. Hal
ini bertujuan sebagai tindakan memeriksa lapangan dengan menggunakan
metode konvensional yaitu metode ceramah, yang digunakan sebagai tolak
ukur perbandingan sebelum ada tindakan kelas dengan sesudah ada tindakan
kelas, yaitu dengan menerapkan metode sosiodrama.
Pada penelitian pra siklus ini, peneliti belum memperoleh data
sebagai berikut:
1) Minat belajar siswa
Tabel 4.1
Hasil pengamatan minat siswa
No. Hal yang diamati Frekuensi
Ya Tidak
1. Siswa sudah siap untuk menerima pelajaran √
2. Siswa tidak mengganggu teman satu bangku
selama proses pembelajaran
√
3. Siswa tidak ada yang main-main dalam
proses pembelajaran sehingga membuat
onar di kelas
√
4. Siswa memperhatikan pelajaran dengan
penuh konsentrasi
√
5. Siswa bertanya pada guru apabila ada materi
atau hal yang belum jelas
√
6. Siswa mengerjakan tugasnya dengan baik √
7. Siswa menjawab pertanyaan yang
dilontarkan guru
√
8. Siswa tidak mengantuk saat proses belajar √
9. Siswa mengikuti jalannya proses belajar dan
saling bekerjasama untuk menumbuhkan
kekompakan kelas dalam pembelajaran
√
Jumlah 2 7
Rata-rata dalam presentase: 2/9 x 100 =
7/9 x 100 =
22,222
%
77, 778%
2) Hasil belajar siswa
Tabel 4.2
Hasil belajar siswa
No. Nama Siswa KKM Skor Keterangan
1. Ailsa Rahma Tsania 75 60 Tidak Tuntas
2. Alfi Hidayatul Karimah 75 82 Tuntas
3. Amanda Yunita Sari 75 76 Tuntas
4. Anggara Putra Wibowo 75 70 Tidak Tuntas
5. Anjas Widyastuti 75 76 Tuntas
6. Aprillia Joan Divana 75 80 Tuntas
7. Atsna Faizatur Rosyidah 75 66 Tidak Tuntas
8. Aulia Riadhatul Kasanah 75 84 Tuntas
9. Berliana Yukita Pratiwi 75 80 Tuntas
10. Binary Titi Prastiwi 75 84 Tuntas
11. Dea Aprianna 75 80 Tuntas
12. Elis Agustina 75 80 Tuntas
13. Erina Intan Putri Maisyaroh 75 76 Tuntas
14. Feby Melati 75 66 Tidak Tuntas
15. Fidia Putri Rahmadana 75 72 Tidak Tuntas
16. Fitri Yunita Andriani 75 69 Tidak Tuntas
17. Fitria Rahmawati 75 74 Tidak Tuntas
18. Gristienna Delima Sari 75 76 Tuntas
19. Handayani Ekawati 75 70 Tidak Tuntas
20. Hanifatul Anisa 75 70 Tidak Tuntas
21. Henra Ryeskyandaru Pride
Untari
75 76 Tuntas
22. Hestyas Ayu Ferdiansyah 75 78 Tuntas
23. Intan Solekhah 75 64 Tidak Tuntas
24. Ira Rosanti Nur Fauziah 75 82 Tuntas
25. Irma Meidiana
Kusumaningtyas
75 68 Tidak Tuntas
26. Krisna Elvi Anjarwati 75 72 Tidak Tuntas
27. Lailatul Dwi Agustin 75 70 Tidak Tuntas
28. Lintang Ayuni Rosa 75 90 Tuntas
29. Marta Rinanda 75 76 Tuntas
30. Melati Soimunanda
Suryaningtyas
75 64 Tidak Tuntas
31. Nabila Avrilya Damayanti 75 70 Tidak Tuntas
32. Nadya Rahmawati 75 82 Tuntas
Jumlah 2383
Rata-Rata 74,469
Presentase hasil belajar siswa pada pra siklus sebagai
berikut:
Jumlah Siswa Keterangan Presentase
17 Tuntas 53,13%
15 Tidak tuntas 46,88%
Berdasarkan tes yang dilakukan pada pra siklus penelitian, dapat
dilihat bahwa minat dan hasil belajar siswa yang diperoleh sangat rendah.
Prosentase minat belajar siswa 22,222% dan hasil belajar siswa yang mampu
mencapai ketuntasan berjumlah 17 (53,13 %) dari 32 siswa yang ada di
kelas X BDP 2 SMKN 1 Ponorogo. Itu artinya masih 15 siswa yang
memperoleh hasil belajar di bawah KKM atau dapat dikatakan tidak tuntas.
Selain itu peserta didik yang mencapai tuntas memperoleh nilai yang
mendekati KKM sehingga hasil belajar mereka peroleh belum maksimal.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlunya
untuk melakukan tindakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan
minat belajar peserta didik dan lebih melibatkan peserta didik berperan aktif
dalam proses pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan hasil
belajar masing-masing peserta didik dengan metode sosiodrama.
2. Siklus I
Dalam kegiatan pembelajaran di setiap siklus, alur atau tahapannya
adalah empat kegiatan pembelajaran berbasis PTK yakni perencanaan
(plan), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi
(reflection). Adapun gambaran singkat kegiatan pembelajaran di siklus I
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pertemuan pertama
1) Perencanaan (Plan)
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis
PTK.
b) Pengembangan materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
c) Menyiapkan media, sumber, bahan, alat pembelajaran serta
menyusun metode pembelajaran yang akan digunakan.
d) Menyusun instrumen untuk merekam dan menganalisis data
mengenai proses dan hasil tindakan.
e) Menyiapkan kriteria ketuntasan minimal pencapaian kompetensi
serta menyiapkan tolak ukur keberhasilan.
2) Tindakan (Action)
a) Kegiatan awal
• Mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan.
• Mengatur tempat duduk.
• Melihat kebersihan kelas.
• Melakukan pembukaan dengan salam pembuka.
• Beroda untuk memulai pembelajaran.
• Perkenalan dengan siswa
• Melakukan absensi.
• Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin.
• Mengaitkan materi pembelajaran yang dibahas minggu lalu
dengan yang akan dibahas pada pertemuan hari ini.
• Memberikan semangat peserta didik dengan kegiatan ringan
seperti bershalawat, dll.
• Menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas pada
pertemuan saat itu.
b) Kegiatan inti
• Membaca dan mengamati Q.S. at-Taubah/9: 122 serta hadis
tentang menuntut ilmu.
• Peserta didik mendengarkan penjelasan guru mengenai Q.S. at-
Taubah/9: 122 serta hadis terkait tentang menuntut ilmu.
• Peserta didik mengajukan pertanyaan mengenai Q.S. at-
Taubah/9: 122 serta hadis terkait tentang menuntut ilmu yang
telah disampaikan.
• Guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok.
• Guru membagi tema berkaitan dengan perilaku yang
mencerminkan sikap memahami Q.S. at-Taubah/9: 122
• Peserta didik mencari informasi dan mendiskusikan tentang
perilaku yang mencerminkan sikap memahami Q.S. at-
Taubah/9: 122
• Peserta didik Mengolah informasi yangsudah dikumpulkan
dalam satu kelompok.
• Guru bertanya pada masing-masing kelompok tentang informasi
yang sudah didapat oleh masing-masing kelompok.
• Siswa mengajukan pertanyaan tentang hal yang belum
dimengerti.
c) Kegiatan penutup
• Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
• Memberikan lembar evaluasi untuk mengetahui kemampuan
peserta didik berdasarkan materi yang telah dibahas.
• Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.
• Guru melakukan salam penutup.
b. Pertemuan kedua
1) Perencanaan (Plan)
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis
PTK.
b) Pengembangan materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
c) Menyiapkan media, sumber, bahan, alat pembelajaran serta
menyusun metode pembelajaran yang akan digunakan.
d) Menyusun instrumen untuk merekam dan menganalisis data
mengenai proses dan hasil tindakan.
e) Menyiapkan kriteria ketuntasan minimal pencapaian kompetensi
serta menyiapkan tolak ukur keberhasilan.
2) Tindakan (Action)
a) Kegiatan awal
• Mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan.
• Mengatur tempat duduk.
• Melihat kebersihan kelas.
• Melakukan pembukaan dengan salam pembuka.
• Beroda untuk memulai pembelajaran.
• Melakukan absensi.
• Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin.
• Mengaitkan materi pembelajaran yang dibahas minggu lalu
dengan yang akan dibahas pada pertemuan hari ini.
• Memberikan semangat peserta didik dengan kegiatan ringan
seperti bershalawat, dll.
• Menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas pada
pertemuan saat itu.
b) Kegiatan inti
• Peserta didik memperhatikan pementasan drama yang
ditampilkan oleh masing-masing kelompok secara bergantian.
• Peserta didik mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang
belum dimengerti dari drama yang dipentaskan .
• Peserta didik mengumpulkan informasi dari pementasan drama
yang ditampilkan
• Peserta didik Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan
dalam satu kelompok.
• Guru bertanya pada masing-masing kelompok tentang informasi
yang sudah didapat oleh masing-masing kelompok.
c) Kegiatan penutup
• Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
• Memberikan lembar evaluasi untuk mengetahui kemampuan
peserta didik berdasarkan materi yang telah dibahas.
• Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.
• Guru melakukan salam penutup.
c. Pengamatan (Observation)
Dalam kegiatan pengamatan (Observation), peneliti
mengamati tingkat antusias belajar siswa dengan menggunkan
lembar observasi terstruktur dan memberikan tanda centang bagi
siswa yang menunjukkan sikap sesuai dengan aspek yang diteliti.
Adapun hasil dari pengamatan pada siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut:
1) Minat belajar siswa
Tabel 4.1
Hasil pengamatan minat siswa
No. Hal yang diamati Frekuensi
Ya Tidak
1. Siswa sudah siap untuk menerima
pelajaran
√
2. Siswa tidak mengganggu teman satu
bangku selama proses
pembelajaran
√
3. Siswa tidak ada yang main-main
dalam proses pembelajaran
sehingga membuat onar di kelas
√
4. Siswa memperhatikan pelajaran
dengan penuh konsentrasi
√
5. Siswa bertanya pada guru apabila ada
materi atau hal yang belum jelas
√
6. Siswa mengerjakan tugasnya dengan
baik
√
7. Siswa dapat melaksanakan kerjasama
dalam mengerjakan tugas secara
berdiskusi kelompok dengan baik
√
8. Siswa mempresentasikan hasil diskusi
drama dengan baik
√
9. Siswa mengikuti jalannya proses
belajar dan saling bekerjasama
untuk menumbuhkan kekompakan
dalam diri setiap anggota
kelompok
√
Jumlah 5 4
Rata-rata dalam presentase: 5/9 x 100 =
4/9 x 100 =
55,556%
44, 444%
Dari tabel diatas, terlihat bahwa minat siswa pada siklus 1
cukup memuaskan. Dari hasil ini dapat dijabarkan siswa yang
siap untuk menerima pelajaran, siswa yang tidak mengganggu
teman satu bangku, siswa tidak ada yang main-main dalam
proses pembelajaran sehingga membuat onar di kelas, dan siswa
yang memperhatikan pelajaran dengan penuh konsentrasi jika di
presentasekan ada 44,444%. Sedangakan siswa yang bertanya
pada guru apabila ada materi atau hal yang belum jelas, siswa
mengerjakan tugasnya dengan baik, siswa melaksanakan
kerjasama dalam mengerjakan tugas secara berdiskusi kelompok
dengan baik, siswa mempresentasikan hasil diskusi drama
dengan baik, dan siswa mengikuti jalannya proses belajar dan
saling bekerjasama untuk menumbuhkan kekompakan dalam
diri setiap anggota kelompok presentasenya ada 55,556%.
2) Hasil belajar siswa
Tabel 4.2
Hasil belajar siswa
No. Nama Siswa KKM Skor Keterangan
1. Ailsa Rahma Tsania 75 60 Tidak Tuntas
2. Alfi Hidayatul Karimah 75 82 Tuntas
3. Amanda Yunita Sari 75 76 Tuntas
4. Anggara Putra Wibowo 75 70 Tidak Tuntas
5. Anjas Widyastuti 75 76 Tuntas
6. Aprillia Joan Divana 75 80 Tuntas
7. Atsna Faizatur Rosyidah 75 66 Tidak Tuntas
8. Aulia Riadhatul Kasanah 75 84 Tuntas
9. Berliana Yukita Pratiwi 75 82 Tuntas
10. Binary Titi Prastiwi 75 82 Tuntas
11. Dea Aprianna 75 80 Tuntas
12. Elis Agustina 75 94 Tuntas
13. Erina Intan Putri Maisyaroh 75 76 Tuntas
14. Feby Melati 75 66 Tidak Tuntas
15. Fidia Putri Rahmadana 75 80 Tuntas
16. Fitri Yunita Andriani 75 70 Tidak Tuntas
17. Fitria Rahmawati 75 74 Tidak Tuntas
18. Gristienna Delima Sari 75 76 Tuntas
19. Handayani Ekawati 75 70 Tidak Tuntas
20. Hanifatul Anisa 75 80 Tuntas
21. Henra Ryeskyandaru Pride
Untari
75 76 Tuntas
22. Hestyas Ayu Ferdiansyah 75 78 Tuntas
23. Intan Solekhah 75 64 Tidak Tuntas
24. Ira Rosanti Nur Fauziah 75 90 Tuntas
25. Irma Meidiana
Kusumaningtyas
75 68 Tidak Tuntas
26. Krisna Elvi Anjarwati 75 96 Tuntas
27. Lailatul Dwi Agustin 75 88 Tuntas
28. Lintang Ayuni Rosa 75 84 Tuntas
29. Marta Rinanda 75 76 Tuntas
30. Melati Soimunanda
Suryaningtyas
75 64 Tidak Tuntas
31. Nabila Avrilya Damayanti 75 90 Tuntas
32. Nadya Rahmawati 75 80 Tuntas
Jumlah 2478
Rata-Rata 77,438
Presentase hasil belajar siswa pada siklus I sebagai
berikut:
Jumlah Siswa Keterangan Presentase
22 Tuntas 68,75%
10 Tidak tuntas 31,25%
d. Refleksi
Pada proses pembelajaran siklus 1, hasil pembelajaran
dengan menerapkan metode sosiodrama cukup baik dan cukup
memuaskan. Peserta didik mampu menunjukkan minat belajar
didalam kelas, dimana masing-masing peserta didik dapat terlibat
cukup aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari
beberapa peserta didik mau bertanya tentang materi pembelajaran
yang belum di mengerti ataupun teknis dari metode pembelajaran
yang digunakan. Peserta didik juga memberikan feedback yang
cukup baik terhadap pertanyaan-pertanyaan dari guru. selain itu
mereka juga mampu mnyelesaikan tugas sosiodrama mereka dan
mampu menampilkannya dengan cukup baik.
Namun kegiatan pembelajaran pada siklus 1 ini belum
mencapai hasil maksimal. Hal tersebut dikarenakan peserta didik
masih harus beradaptasi dengan peneliti yang sekaligus guru dalam
pembelajaran kali ini, selain itu juga dikarenakan peserta didik juga
belum begitu memahami mengenai metode sosiodrama ini meskipun
cukup banyak diantara mereka yang bertanya sebelumnya. Beberapa
kelompok terlihat belum siap dan masih ada beberapa yang
menggunkan atau memebawa teks secara diam-diam bahkan salah
satu siswa ada yang tidak mencatat teksnya dramanya sehingga
pementasan kelompoknya menjadi tidak maksimal. Dan dari hasil
evaluasinya beberapa siswa juga tidak tuntas yaitu sebanyak 31,25%
atau 10 peserta didik.
3. Siklus II
Tahap dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis PTK masih tetap
sama dengan siklus sebelumnya (siklus I), dimana proses pembelajarannya
melalui serangkaian empat kegiatan yakni perencanaan (plan), pelaksanaan
(action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Adapun
gambaran singkat kegiatan pembelajaran di siklus II dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Pertemuan pertama
1) Perencanaan (Plan)
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis
PTK.
b) Pengembangan materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
c) Menyiapkan media, sumber, bahan, alat pembelajaran serta
menyusun metode pembelajaran yang akan digunakan.
d) Menyusun instrumen untuk merekam dan menganalisis data
mengenai proses dan hasil tindakan.
e) Menyiapkan kriteria ketuntasan minimal pencapaian kompetensi
serta menyiapkan tolak ukur keberhasilan.
2) Tindakan (Action)
a) Kegiatan awal
• Mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan.
• Mengatur tempat duduk.
• Melihat kebersihan kelas.
• Melakukan pembukaan dengan salam pembuka.
• Beroda untuk memulai pembelajaran.
• Perkenalan dengan siswa
• Melakukan absensi.
• Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin.
• Mengaitkan materi pembelajaran yang dibahas minggu lalu
dengan yang akan dibahas pada pertemuan hari ini.
• Memberikan semangat peserta didik dengan kegiatan ringan
seperti bershalawat, dll.
• Menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas pada
pertemuan saat itu.
b) Kegiatan inti
• Peserta didik membaca dan mengamati Q.S. al-Isra’/17: 32, dan
Q.S. an-Nur/24 : 2, serta Hadis terkait terkait..
• Peserta didik mendengarkan penjelasan guru mengenai Q.S. al-
Isra’/17: 32, dan Q.S. an-Nur/24 : 2, serta Hadis terkait tentang
menuntut ilmu.
• Peserta didik mengajukan pertanyaan mengenai Q.S. al-Isra’/17:
32, dan Q.S. an-Nur/24 : 2, serta Hadis terkait tentang menuntut
ilmu yang telah disampaikan.
• Guru membagi peserta didik menjadi 6 kelompok.
• Guru membagi tema berkaitan dengan perilaku yang
mencerminkan sikap memahami Q.S. al-Isra’/17: 32, dan Q.S.
an-Nur/24 : 2, serta Hadis terkait
• Peserta didik mencari informasi dan mendiskusikan tentang
perilaku yang mencerminkan sikap memahami Q.S. al-Isra’/17:
32, dan Q.S. an-Nur/24 : 2, serta Hadis terkait dan membuat teks
drama berkaitan dengan hal itu.
• Peserta didik Mengolah informasi yangsudah dikumpulkan
dalam satu kelompok.
• Guru bertanya pada masing-masing kelompok tentang informasi
yang sudah didapat oleh masing-masing kelompok.
• Siswa mengajukan pertanyaan tentang hal yang belum
dimengerti.
c) Kegiatan penutup
• Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
• evaluasi untuk mengetahui kemampuan peserta didik
berdasarkan materi yang telah dibahas.
• Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.
• Guru melakukan salam penutup.
b. Pertemuan kedua
1) Perencanaan (Plan)
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis
PTK.
b) Pengembangan materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
c) Menyiapkan media, sumber, bahan, alat pembelajaran serta
menyusun metode pembelajaran yang akan digunakan.
d) Menyusun instrumen untuk merekam dan menganalisis data
mengenai proses dan hasil tindakan.
e) Menyiapkan kriteria ketuntasan minimal pencapaian kompetensi
serta menyiapkan tolak ukur keberhasilan.
2) Tindakan (Action)
a) Kegiatan awal
• Mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan.
• Mengatur tempat duduk.
• Melihat kebersihan kelas.
• Melakukan pembukaan dengan salam pembuka.
• Beroda untuk memulai pembelajaran.
• Melakukan absensi.
• Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin.
• Mengaitkan materi pembelajaran yang dibahas minggu lalu
dengan yang akan dibahas pada pertemuan hari ini.
• Memberikan semangat peserta didik dengan kegiatan ringan
seperti bershalawat, dll.
• Menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas pada
pertemuan saat itu.
a) Kegiatan inti
• Peserta didik memperhatikan pementasan drama yang
ditampilkan oleh masing-masing kelompok secara bergantian.
• Peserta didik mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang
belum dimengerti dari drama yang dipentaskan .
• Peserta didik mengumpulkan informasi dari pementasan drama
yang ditampilkan
• Peserta didik Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan
dalam satu kelompok.
• Guru bertanya pada masing-masing kelompok tentang informasi
yang sudah didapat oleh masing-masing kelompok.
b) Kegiatan penutup
• Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
• Memberikan lembar evaluasi untuk mengetahui kemampuan
peserta didik berdasarkan materi yang telah dibahas.
• Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.
• Guru melakukan salam penutup.
c. Pengamatan (Observation)
Dalam kegiatan pengamatan (Observation), peneliti mengamati
tingkat antusias belajar siswa dengan menggunkan lembar observasi
terstruktur dan memberikan tanda centang bagi siswa yang menunjukkan
sikap sesuai dengan aspek yang diteliti.
Adapun hasil dari pengamatan pada siklus I dapat dilihat pada
tabel berikut:
1) Minat belajar siswa
Tabel 4.3
Minat belajar siswa
No. Hal yang diamati Frekuensi
Ya Tidak
1. Siswa sudah siap untuk menerima
pelajaran
√
2. Siswa tidak mengganggu teman
satu bangku selama proses
pembelajaran
√
3. Siswa tidak ada yang main-main
dalam proses pembelajaran
maupun membuat onar di
kelas
√
4. Siswa memperhatikan pelajaran
dengan penuh konsentrasi
√
5. Siswa bertanya pada guru apabila
ada materi atau hal yang
belum jelas
√
6. Siswa mengerjakan tugasnya
dengan baik
√
7. Siswa dapat melaksanakan
kerjasama dalam mengerjakan
tugas secara berdiskusi
kelompok dengan baik
√
8. Siswa mempresentasikan hasil
diskusi drama dengan baik
√
9. Siswa mengikuti jalannya proses
belajar dan saling bekerjasama
untuk menumbuhkan
kekompakan dalam diri setiap
anggota kelompok
√
Jumlah 8 1
Rata-rata dalam presentase: 8/9 x 100
1/9 x 100
88,889%
11,111%
Dari tabel diatas, terlihat bahwa minat siswa pada siklus II
memuaskan. Dari hasil ini dapat dijabarkan siswa yang siap untuk
menerima pelajaran, siswa tidak ada yang main-main dalam proses
pembelajaran sehingga membuat onar di kelas, dan siswa yang
memperhatikan pelajaran dengan penuh konsentrasi, siswa yang
bertanya pada guru apabila ada materi atau hal yang belum jelas,
siswa mengerjakan tugasnya dengan baik, siswa melaksanakan
kerjasama dalam mengerjakan tugas secara berdiskusi kelompok
dengan baik, siswa mempresentasikan hasil diskusi drama dengan
baik, dan siswa mengikuti jalannya proses belajar dan saling
bekerjasama untuk menumbuhkan kekompakan dalam diri setiap
anggota kelompok presentasenya ada 88,889% sedangkan siswa tidak
menggangu teman satu bangku sebanyak 11,111%.
2) Hasil belajar siswa
Tabel 4.4
Hasil belajar siswa
No Nama siswa KKM Skor Keterangan
1. Ailsa Rahma Tsania 75 100 Tuntas
2. Alfi Hidayatul Karimah 75 96 Tuntas
3. Amanda Yunita Sari 75 96 Tuntas
4. Anggara Putra Wibowo 75 78 Tuntas
5. Anjas Widyastuti 75 100 Tuntas
6. Aprillia Joan Divana 75 96 Tuntas
7. Atsna Faizatur Rosyidah 75 100 Tuntas
8. Aulia Riadhatul Kasanah 75 100 Tuntas
9. Berliana Yukita Pratiwi 75 96 Tuntas
10. Binary Titi Prastiwi 75 90 Tuntas
11. Dea Aprianna 75 100 Tuntas
12. Elis Agustina 75 100 Tuntas
13. Erina Intan Putri
Maisyaroh
75 100 Tuntas
14. Feby Melati 75 92 Tuntas
15. Fidia Putri Rahmadana 75 96 Tuntas
16. Fitri Yunita Andriani 75 80 Tuntas
17. Fitria Rahmawati 75 92 Tuntas
18. Gristienna Delima Sari 75 78 Tuntas
19. Handayani Ekawati 75 90 Tuntas
20. Hanifatul Anisa 75 100 Tuntas
21. Henra Ryeskyandaru
Pride Untari
75 100 Tuntas
22. Hestyas Ayu Ferdiansyah 75 92 Tuntas
23. Intan Solekhah 75 100 Tuntas
24. Ira Rosanti Nur Fauziah 75 92 Tuntas
25. Irma Meidiana
Kusumaningtyas
75 80 Tuntas
26. Krisna Elvi Anjarwati 75 100 Tuntas
27. Lailatul Dwi Agustin 75 100 Tuntas
28. Lintang Ayuni Rosa 75 80 Tuntas
29. Marta Rinanda 75 100 Tuntas
30. Melati Soimunanda
Suryaningtyas
75 78 Tuntas
31. Nabila Avrilya Damayanti 75 80 Tuntas
32. Nadya Rahmawati 75 96 Tuntas
Jumlah 2978
Rata-Rata 93,063
Presentase hasil belajar siswa pada siklus 2 sebagai berikut:
Jumlah Siswa Keterangan Presentase
32 Tuntas 100%
0 Tidak tuntas 0%
d. Refleksi
Pada proses pembelajaran siklus II, hasil pembelajaran dengan
menerapkan metode sosiodrama sangat baik dan sangat memuaskan.
Peserta didik mampu menunjukkan minat belajar didalam kelas secara
maksimal, dimana masing-masing peserta didik dapat terlibat cukup aktif
dalam proses pembelajaran. Hal tersebut terlihat dari beberapa peserta
didik mau bertanya tentang materi pembelajaran yang belum di mengerti
ataupun hal yang belum dimengerti dari metode pembelajaran yang
digunakan. Peserta didik juga memberikan feedback yang cukup baik
terhadap pertanyaan-pertanyaan dari guru. selain itu mereka juga mampu
menyelesaikan tugas sosiodrama mereka dan mampu menampilkannya
dengan sangat baik. Hasil evaluasi belajar mereka pun sangat
memuaskan, hal tersebut terlihat dari 32 peserta didik tuntas 100% .
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, peneliti telah
mencapai hasil pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan sehingga
tidak diperlukan lagi siklus selanjutnya atau siklus III.
C. Proses Analisis Data Per Siklus
1. Siklus I
Dalam setiap siklus kegiatan pembelajaran berbasis PTK, terdapat
empat tahap yang harus dilakukan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi. Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan telah
diperoleh dua jenis data, yaitu hasil pengamatan selama pembelajaran
berlangsung dan data nilai tes akhir mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti. Metode yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran
adalah sosiodrama. Hasil penelitian siklus I adalah sebagai berikut:
a. Minat belajar siswa
Minat belajar siswa dalam proses pembelajaran dalam penelitian ini
dapat diamati dari 9 aspek yaitu kesiapan siswa untuk menerima
pelajaran, siswa tidak mengganggu teman satu bangku selama proses
pembelajaran, siswa tidak ada yang main-main dalam proses
pembelajaran maupun membuat onar di kelas, Siswa memperhatikan
pelajaran dengan penuh konsentrasi, siswa bertanya pada guru apabila
ada materi atau hal yang belum jelas, siswa mengerjakan tugasnya
dengan baik, siswa dapat melaksanakan kerjasama dalam mengerjakan
tugas secara berdiskusi kelompok dengan baik, siswa mempresentasikan
hasil diskusi drama dengan baik, dan siswa mengikuti jalannya proses
belajar dan saling bekerjasama untuk menumbuhkan kekompakan dalam
diri setiap anggota kelompok.
Hasil dari penelitaian minat pada siklus 1 ini adalah
Ya
5
Presentase 55,556%
Berdasarkan penelitaian pada siklus I, minat peserta didik cukup
baik dalam mengikuti pembelajaran didalam kelas, namun kurang begitu
maksimal. Hasil penelitian menunjukkan minat siswa mencapai angaka
55,556%.
b. Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa dapat dilihat dari table berikut:
Jumlah Siswa Keterangan Presentase
22 Tuntas 68,75%
10 Tidak tuntas 31,25%
Hasil belajar yang diperloeh pada siklus I mencapai 68,75%.
Dengan begitu, perolehan hasil belajar masih belum maksimal sehingga
perlunya pelaksanaan siklus II untuk mencapai pembelajaran yang
optimal.
2. Siklus II
Dalam setiap siklus kegiatan pembelajaran berbasis PTK, terdapat
empat tahap yang harus dilakukan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi. Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan telah
diperoleh dua jenis data, yaitu hasil pengamatan selama pembelajaran
berlangsung dan data nilai tes akhir mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti. Metode yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran
adalah sosiodrama. Hasil penelitian siklus II adalah sebagai berikut:
a. Minat belajar siswa
Minat belajar siswa dalam proses pembelajaran dalam penelitian
ini dapat diamati dari 9 aspek yaitu kesiapan siswa untuk menerima
pelajaran, siswa tidak mengganggu teman satu bangku selama proses
pembelajaran, siswa tidak ada yang main-main dalam proses
pembelajaran maupun membuat onar di kelas, Siswa memperhatikan
pelajaran dengan penuh konsentrasi, siswa bertanya pada guru apabila
ada materi atau hal yang belum jelas, siswa mengerjakan tugasnya
dengan baik, siswa dapat melaksanakan kerjasama dalam mengerjakan
tugas secara berdiskusi kelompok dengan baik, siswa mempresentasikan
hasil diskusi drama dengan baik, dan siswa mengikuti jalannya proses
belajar dan saling bekerjasama untuk menumbuhkan kekompakan dalam
diri setiap anggota kelompok.
Hasil dari penelitaian minat pada siklus II ini adalah:
Ya
8
Presentase 88,889%
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, terjadi peningkatan
terhadap minat belajar siswa peserta didik yakni 88,889%.
b. Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa dapat dilihat dari table berikut:
Jumlah Siswa Keterangan Presentase
32 Tuntas 100%
0 Tidak tuntas 0%
Hasil belajar yang diperloeh pada siklus I mencapai 100%.
Dengan begitu maka hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang
sangat memuaskan.
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus II, peneliti telah
mencapai hasil pembelajaran sesuai dengan harapan sehingga tidak
diperlukan lagi siklus selanjutnya atau siklus III.
D. Pembahasan
1. Pengimplementasian Metode Sosiodrama Dalam Pembelajaran PAIBP
Untuk Meningkatkan Minat Belajar Dan Hasil Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran PAI Di SMKN 1 PONOROGO
Pengimplementasian metode sosiodrama dalam pembelajaran yang
dilakukan di kelas BDP 2 SMKN 1 Ponorogo ini dilakukan sebanyak 2
siklus yang mana setiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan atau tatap muka,
sehingga total pertemuan atau tatap muka adalah 4 kali. Dalam setiap siklus
kegiatan pembelajaran berbasis PTK, terdapat empat tahap yang harus
dilakukan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
b. Siklus I
Pada siklus I, pembelajaran dilakukan selama dua kali
pertemuan atau tatap muka dan dilaksanakan mengacu pada RPP yang
telah dibuat. Dalam pelaksanaan ini peneliti dibantu oleh guru mata
pelajaran. Pelaksanaan tindakan ini melibatkan guru mata pelajaran,
peneliti dan juga peserta didik kelas X BDP 2. Dalam pelaksanaan
tindakan ini dibagi menjadi tiga tahap disetiap pertemuan, yaitu
pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
Pada pertemuan atau tatap muka pertama, siswa mendapatkan
penjelasan terlebih dahulu mengenai materi pembelajran dan metode
pembebelajaran sosiodrama yang akan digunakan. Selain itu pada
pertemuan ini siswa juga berdiskusi untuk membeuat naskah atau teks
drama yang akan ditampilkan atau pentaskan sesuai tema ynag didapat
oleh masing-masing kelompok.
Sedangkan pada pertemuan atau tatap muka kedua, lebih fokus
ke penampilan atau pementasan drama oleh masing-masing kelompok.
Ada 5 kelompok yang terbentuk pada pertemuan kali ini. Masing-masing
kelompok diberi kesempatan untuk tampil secara bergantian berdasarkan
undian yang telah disepakati bersama dengan dusrasi maksimal 10 menit
tiap kelompok.
Observasi pada siklus I ini dilakukan selama pelaksanaan
tindakan berlangsung. Pada tahap observasi peneliti yang sekaligus
menjadi observer mengamati dan mencatat minat peserta didik dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama dengan
cara memberi skor untuk mengetahui tingkat minat peserta didik.
Pada tahap refleksi siklus I ini, seluruh data akan direfleksi
apakah kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran.
c. Siklus II
Pada siklus II, pembelajaran juga dilakukan selama dua kali
pertemuan atau tatap muka dan dilaksanakan mengacu pada RPP yang
telah dibuat. Dalam pelaksanaan ini peneliti dibantu oleh guru mata
pelajaran. Pelaksanaan tindakan ini melibatkan guru mata pelajaran,
peneliti dan juga peserta didik kelas X BDP 2. Dalam pelaksanaan
tindakan ini dibagi menjadi tiga tahap disetiap pertemuan, yaitu
pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
Pada pertemuan atau tatap muka pertama, siswa mendapatkan
penjelasan terlebih dahulu mengenai materi pembelajaran. Selain itu pada
pertemuan ini siswa juga berdiskusi untuk membuat naskah atau teks
drama yang akan ditampilkan atau pentaskan sesuai tema ynag didapat
oleh masing-masing kelompok.
Sedangkan pada pertemuan atau tatap muka kedua, lebih fokus ke
penampilan atau pementasan drama oleh masing-masing kelompok. Ada
6 kelompok yang terbentuk pada pertemuan kali ini. Masing-masing
kelompok diberi kesempatan untuk tampil secara bergantian berdasarkan
undian yang telah disepakati bersama dengan dusrasi maksimal 10 menit
tiap kelompok.
Observasi pada siklus II ini hampir sama dengan siklus I,
dilakukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pada tahap
observasi peneliti yang sekaligus menjadi observer mengamati dan
mencatat minat peserta didik dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan metode sosiodrama dengan cara memberi skor untuk
mengetahui tingkat antusias peserta didik.
Pada tahap refleksi siklus II ini, seluruh data akan direfleksi
apakah kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran. Dan dilakukan
perbandingan denngan hasil siklus I. Melalui perbandingan tersebut akan
diketahui apakah ada peningkatan atau tidak dari siklus I ke siklus II.
Apabila sudah ada peningkatan yang memuaskan, maka tidak perlu
dilakukan lagi siklus-siklus berikutnya. Jika belum ada peningkatan yang
memuaskan makan perlu dilakukan lagi siklus-siklus selanjutnya.
2. Dampak Pengimplementasian Metode Sosiodrama Dalam
Pembelajaran PAI Untuk Meningkatkan Minat Belajar Dan Hasil
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran PAI Di SMKN 1 PONOROGO
Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan akan diperoleh
dua jenis data, yaitu hasil pengamatan selama pembelajaran berlangsung
dan data nilai tes akhir mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui minat belajar peserta
didik, sedangkan tes akhir digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta
didik. Perkembangan minat belajar dan hasil belajar peserta didik dapat
dilihat dari siklus I sampai siklus II, sebagai berikut:
a. Minat belajar
Tabel 4.5
Perbandingan Minat belajar
Siklus I Siklus II
Presentase 55,556% 88,889%
Hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa minat siswa terhadap
pembelajaran mengalami peningkatan di setiap siklusnya. Pada siklus I,
minat peserta didik cukup baik dalam mengikuti pembelajaran didalam
kelas, namun kurang begitu maksimal. Hasil penelitian menunjukkan
minat siswa mencapai angaka 55,556%. Hasil tersebut masih kurang
maksimal dikarenakan pada siklus ini peserta didik masih harus
beradaptasi dengan peneliti yang sekaligus guru dalam pembelajaran kali
ini, selain itu juga dikarenakan peserta didik juga belum begitu
memahami mengenai metode sosiodrama ini.
Hal ini menjadi evaluasi yang dapat diperoleh pada siklus
berikutnya. Kemudian di siklus II, hasil penelitian mengalami
peningkatan secara drastis dimana presentase minat mencapai angka
88,889%. Dengan demikian, dapat dilakukan bahwa minat belajar siswa
di setiap siklus mengalami peningkatan dengan baik.
b. Hasil belajar
Tabel 4.6
Perbandingan hasil belajar
Siklus I Siklus II
Hasil belajar F % Hasil belajar F %
Tidak Tuntas 10 31,25% Tidak Tuntas 0 0%
Tuntas 22 68,75% Tuntas 3
2
100 %
Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dengan menggunakan
metode sosiodrama secara maksimal dalam pembelajaran mampu
meningkatkan minat belajar masing-masing peserta didik. Dengan
demikian, hasil belajar peserta didikpun terus mengalami peningkatan di
setiap siklusnya. Hasil penelitian diperoleh bahwa pada siklus I sebanyak
22 siswa atau 68,75% yang mencapai tuntas, kemudian di siklus II siswa
yang tuntas dalam belajar berjumlah 32 siswa atau 100 %. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar di 2 siklus sangat baik.
Data perbandingan kedua siklus dapat dicermati pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Perbandingan hasil penelitian
Minat Siklus
I
5 55,56%.
Siklus
II
8 88,89%
Hasil
bela
jar
Siklus
I
22 68,75%
Siklus
II
32 100%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing
aspek yang diteliti baik minat dan hasil belajar terus mengalami
peningkatan di setiap siklus. Hal ini karena ketika peserta didik minat
dalam belajar maka akan berdampak hasil belajar juga baik dan
meningkat.
Hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas BDP 2 SMK
Negeri 1 Ponorogo, bahwasannya dengan pengimplementasian metode
sosiodrama dalam pembelajaran, membuat mereka lebih mudah untuk
memahami materi. Dikarenakan mereka dapat langsung terjun atau
mempraktekkan apa yang ada di dalam materi. Selain itu pembelajaran
menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Meskipun mereka
mengalami kendala dalam pengimplementasian metode sosiodrama
dalam pembelajaran yaitu masalah waktu yang mepet, akan tetapi mereka
mampu mencari solusi untuk masalah tersebut dengan kelompoknya
masing-masing. Misalnya dengan cara menggunakan kata-kata yang
mudah dalam teks drama yang akan ditampilkan, dan melanjutkan
diskusi atau kerja kelompok mereka melalui grup WhatsApp,
mengerjakan sepulang sekolah dan disela-sela waktu kosong mereka
pada pagi hari sebelum pementasan drama. Menurut mereka, jika metode
ini di gunakan di setiap tahun pelajaran itu lebih baik dan mereka lebih
senang.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran
sosiodrama dalam pembelajaran bisa meningkatkan minat dan hasil
belajar peserta didik kelas X BDP 2 SMKN 1 Ponorogo.
BAB V
PENUTUP
E. Kesimpulan
1. Pengimplementasian Metode Sosiodrama Dalam Pembelajaran PAIBP
Untuk Meningkatkan Minat Belajar Dan Hasil Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran PAI Di SMKN 1 PONOROGO
a. Siklus I
1) Pertemuan Pertama
Siswa mendapatkan penjelasan mengenai materi pembelajaran
dan metode pembembelajaran sosiodrama yang akan digunakan.
Selain itu pada pertemuan ini siswa juga berdiskusi untuk membuat
naskah atau teks drama yang akan ditampilkan atau pentaskan sesuai
tema yang didapat oleh masing-masing kelompok.
2) Pertemuan kedua
Penampilan atau pementasan drama oleh masing-masing
kelompok, pada siklus ini terbentuk 5 kelompok dengan durasi
masing-masing kelompok 10 menit. Pada pertemuan ini juga
dilakukan evaluasi hasil belajar siswa.
b. Siklus II
1) Pertemuan Pertama
Siswa mendapatkan penjelasan terlebih dahulu mengenai materi
pembelajaran. Selain itu pada pertemuan ini siswa juga berdiskusi
untuk membuat naskah atau teks drama yang akan ditampilkan atau
pentaskan sesuai tema yang didapat oleh masing-masing kelompok.
2) Pertemuan kedua
Penampilan atau pementasan drama oleh masing-masing
kelompok, pada siklus ini terbentuk 6 kelompok dengan durasi
masing-masing 10 menit. Dan juga dilakukan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar siswa.
2. Dampak Pengimplementasian Metode Sosiodrama Dalam
Pembelajaran PAI Untuk Meningkatkan Minat Belajar Dan Hasil
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran PAI Di SMKN 1 PONOROGO
Dengan menggunkan metode sosiodrama secara maksimal dalam
pembelajaran mampu meningkatkan minat belajar masing-masing peserta
didik. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik terus mengalami
peningkatan di setiap siklusnya. Hasil penelitian diperoleh bahwa pada
siklus I sebanyak 22 siswa atau 68,75% yang mencapai tuntas, kemudian di
siklus II siswa yang tuntas dalam belajar berjumlah 32 siswa atau 100 %.
F. Saran
Berdasarkan pembahasan dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi sekolah
a. Kepala sekolah hendaknya mengontrol guru-guru di kelas pada proses
pembelajaran.
2. Bagi guru
a. Sebaiknya sebelum melakukan proses pembelajaran dengan metode
pemebelajaran sosiodrama, guru harus memberikan penjelasan lebih
matang tentang tata cara metode tersebut.
b. Guru harus mampu untuk mengendalikan kondisi kelas agar situasi kelas
terkondisi, aman dan tentram untuk kegiatan belajar mengajar
berlangsung.
3. Bagi siswa
a. Siswa harus bisa mengelola waktu.
b. Siswa harus dapat menampilkan drama sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. Manajemen Kurikulum: Pendidikan Kecakapan Hidup. Yogyakarta:
Pustaka Ifada, 2013.
Arikunto, Suharsimi dkk. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.
As’adi, Basuki. Desain Pembelajaran Berbasis PTK. Ponorogo: STAIN Ponorogo
Press, 2000.
Danim, Sudarwan. Psikologi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2011.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1997.
Effendi, Mukhlison. Integrasi Pembelajaran Active Learning dan Internet Basic
Learning dalam Meningkatkan Keaktifan dan Kreatifitas Mahasiswa.
Surabaya: Lapis PGMI, 2014.
Herabudin. Ilmu Alamiah Dasar. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Karwati, Euis dan Donni Juni Priansa. Manajemen Kelas (Classroom
Management). Bandung: Alfabeta, 2015.
Majid, Abdul. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014.
Mel Sibermen, Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani, 1996), 161-162.
Mudyahardjo, Redja. Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008.
Mufarrokah, Annisatul. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Sukses Offset,
2009.
Permono, Novy Eko. Pengantar Mapel PAI dan Budi Pekerti, (Online).
http://novyekopermono.blogspot.com/2013/11/pengantar-mapel-pai-dan-
budi-pekerti.html, diakses 04 Desember 2018.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007.
Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.
Rohmah, Noer. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras, 2012.
Saefuddin, Asis dan Ika Berdiati. Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014.
Sanjaya, Wina. Strategi Pemblajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,.
Jakarta: Kencana, 2011.
Surakhmad, Winarno. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars,
1980.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana, 2013.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press, 2015.
Taniredja, Tukiran dkk. Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif.
Bandung: Alfabeta, 2015.
Tien Kartini, “Penggunaan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Minat
Siswa Dalam Pembelajaran,” Pendidikan Dasar, 8 ( Oktober, 2007).
Tim Penyusun KKBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa,
2008.
Usman, M. Basyirudin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi, 2005.
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana, 2011.
Zuhairini dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.